You are on page 1of 7

REVIEW: Mas’oed Mochtar, Perusahaan Multinasional dalam Perspektif Ekonomi-

Politik Internasional, 1997.

Ekonomi Politik Internasional


Dania Wijayanti
09/282514/SP/23491

Dampak Perusahaan Multinasional bagi Ketenagakerjaan di Negara Tuan Rumah


Studi kasus: Buruh dan Ancaman Pencabutan Investasi NIKE di Indonesia

Perdagangan internasional merupakan hasil dari struktur produksi Ekonomi-Politik


Internasional (sekumpulan hubungan yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, oleh
siapa, bagaimana, untuk siapa, dan dengan biaya berapa)1. Perdagangan internasional kian
mengalami perkembangan. Kini perdagangan internasional tak hanya diisi oleh aktor negara,
namun peran aktor lain seperti Perusahaan Multi Nasional (PMN) juga semakin besar.
Menurut Ali M. Nizamuddin, PMN adalah perusahaan yang beroperasi pada minimal
dua negara penerima (host country) yang dihubungkan melalui sebuah perusahaan induk
dengan ikatan kepemilikan yang sama2. PMN yang beroperasi di luar negara asalnya disebut
sebagai subsidiary. Dalam tulisannya, Nizamudin juga menyebutkan bahwa terdapat empat
karakter yang membedakan PMN dengan perusahaan lainnya. Pertama, PMN memiliki
birokrasi yang terorganisir yang memiliki prosedur untuk mengatur PMN tersebut. Kedua,
adanya fungsi spesifik tertentu yang dijalankan setiap PMN. Ketiga, fungsi tersebut
dilakukan PMN secara lintas batas nasional. Keempat, PMN memiliki tingkat integrasi tinggi
antar unit-unit PMN sebagai hasil dari komunikasi dan transportasi yang maju.
Sementara menurut Mochtar Mas’oed Perusahaan Multinasional dapat didefinisikan
sebagai organisasi ekonomi yang terlibat dalam kegiatan produksi dalam beberapa negara
sekaligus3. Mereka bermarkas di suatu negara asal dan memperluas usahanya ke luar negeri
melalui penanaman modal asing langsung dan tidak langsung, seperti dalam investasi valas.
Investasi valas ini dikatakan jauh lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan investasi
langsung, namun beberapa PMN lebih memilih investasi langsung.

1
M. Mas’oed, Perdagangan dalam Perspektif Ekonomi-Politik Internasional, 1998, p.3.
2
A.M. Nizamuddin, “Multinational Corporations and Economic Development: The Lessons of Singapore”,
International Social Science Review, 22 September 2007, p. 3.
3
M. Mas’oed, Perusahaan multinasional dalam Perspektif Ekonomi-Politik Internasional, 1997, p.4.

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan para ahli untuk menganalisis alasan-
alasan perusahaan melakukan ekspansi ke luar negeri4.
1. Business administration approach. Pendekatan ini merupakan pendekatan
yang paling berpengaruh dalam isu Foreign Direct Investment. Pendekatan ini
memandang bahwa kegiatan investasi asing langsung oleh sebuah perusahaan
merupakan konsekuensi alami dari pertumbuhan perusahaan tersebut.
Pendekatan ini juga mengamati perubahan decision-making process pada
perusahaan tersebut, yang awalnya hanya berdasarkan pasar domestik
tradisional, berubah menjadi berientasi pasar dunia.
2. Industrial organization approach. Dalam pandangan Stephen Hymer,
investasi asing langsung merupakan kekhasan dari sebuah perusahaan
oligopolistik, yang memiliki beberapa jenis keunggulan, dan mencari kontrol
dalam pasar tidak sempurna untuk memaksimalkan keuntungan. Teori
menunjukkan bahwa adanya kondisi pasar oligopolistic tersebut membuat
lahirnya dominasi dari perusahaan-perusahaan tertentu. Akan ada perusahaaan
lain yang menderita kekalahan dominasi produk. Dan investasi dan operasi
mereka ke luar negeri adalah salah satu cara yang memungkinkan mereka
untuk bertahan hidup. Sementara perusahaan dominan juga akan melakukan
produksi internasional yang akan memperkuat dan memperluas sistem
oligopolistik.
3. Product cycle approach. Menurut Raymond Vernon, perusahaan melakukan
FDI karena suatu siklus produk. Awalnya suatu perusahaan yang membuat
produk baru akan mendominasi penjualan produk itu. Perusahaan tersebut
kemudian mulai memasarkan produk tersebut ke negara-negara lain. Tapi
justru hal tersebut membuat produknya mendapat saingan dengan adanya
imitasi oleh perusahaan lokal. Yang kemudian dilakukan perusahaan dengan
produk asli tersebut, adalah membangun anak perusahaan di negara tempatnya
mendapat saingan bisnis. Investasi langsung juga ditujukan untuk menghindari
biaya yang tidak perlu, seperti biaya ekspor.
4. Catching-up product cycle approach. Pendekatan ini dibuat oleh Professor
Akamatsu. Ia awalnya menyebutnya 'Pola angsa liar terbang (ganko kentai).
Pembangunan industri di negara-negara berkembang untuk impor produk
tertentu akan diikuti oleh produksi dalam negeri dan kemudian oleh ekspor
4
K. Kojima, Direct Foreign Investment, Croom Helm, London, 1978, pp. 59-67.

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
utamanya, dan hal tersebut menunjukkan,  pola seperti 'angsa liar terbang
dalam barisan teratur membentuk V terbalik, seperti formasi pesawat terbang'.
Namun, jenis Penanaman Modal Asing-Langsung tersebut, sering kali beresiko, jika
PMN tersebut tidak mengenal iklim negara tuan rumah. Beberapa perusahaan multinasional
pun mengatasinya dengan mengadakan kontak dengan pabrik lokal di negara-negara
berkembang. Dengan demikian PMN dapat memanfaatkan sumber daya-sumber daya di
negara tersebut tanpa mendapat resiko penanaman modal5. Produksi barang dilakukan oleh
pabrik lokal dengan harga yang bersaing dan perusahaan multinasional tersebut kemudian
hanya perlu memasarkan produk tersebut.
Dengan melakukan strategi seperti itu, perusahaan multinasional mendapat
keuntungan. Yaitu, tidak terhambatnya perusahaan-perusahaan tersebut oleh peraturan-
peraturan pemerintah negara tuan rumah. Hal ini disebabkan karena kegiatan produksi dan
pengawasan pabrik tidak dilakukan secara langsung oleh perusahaan multinasional tersebut,
tapi oleh perusahaan nasional yang telah ditunjuk. Sehingga perusahaan lokal tersebutlah
yang menjadi penanggung jawab.
Perusahaan nasional yang menjadi pemasok tersebut umumnya adalah perusahaan
dengan skala kecil dalam ukuran global. Keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut, berasal
dari strategi pengurangan biaya produksi. Ini ditempuh dengan jalan memberikan upah murah
bagi para buruhnya. Sehingga kesejahteraan para buruh menjadi tidak diperhatikan.

Investasi asing di Indonesia: NIKE Incorporation


Indonesia menjadi tempat dari berbagai jenis investasi PMN, baik langsung, maupun
tidak langsung. Salah satu PMN yang berinvestasi di Indonesia adalah NIKE Inc. Dengan
segala pertimbangan, mereka memilih berinvestasi dengan cara bekerja sama dengan
beberapa perusahaan lokal dalam memproduksi sepatu NIKE. Perusahaan-perusahaan
tersebut antara lain adalah PT Hardaya Aneka Shoes Industry (HASI) dan Nagasakti
Paramashoes Industry (NASA).
Pada akhir tahun 2007, NIKE menjadi sorotan di Indonesia. Ini berkaitan dengan
keputusan perusahaan itu untuk menghentikan pesanannya pada PT HASI dan PT NASA 6.
Alasannya adalah bahwa kedua perusahaan tersebut tidak dapat membuat produk sesuai
dengan standar minimum mutu, dan seringnya melakukan keterlambatan pengiriman
5
E Rajagukguk. Pusat Studi HAM UII (online), Konsep Dan Perkembangan Pemikiran Tentang Tanggungjawab
Sosial Perusahaan, <http://pusham.uii.ac.id/upl/article/id_erman_r.pdf> 30 Oktober 2010.
6
P.S.Winanti, Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (online) Buruh Nike dan Dilema Indonesia,
<http://www.csps-indonesia.org/index.php?pg=10&subpg=1&id=18> 30 Oktober 2010.

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
pesanan. Ini adalah kali kedua NIKE melakukannya. Sebelumnya tindakan penghentian
pesanan tersebut dilakukan pada PT Doson pada 20017.
Keputusan tersebut mempertaruhkan nasib ribuan buruh dari kedua perusahaan. HASI
dan NASA, sangat menggantungkan keberlangsung perusahaannya pada NIKE, dengan
demikian pemutusan kerjasama dapat menyebabkan ribuan orang menganggur. Demonstrasi-
demonstrasi pun dilakukan, tidak hanya oleh buruh, namun juga oleh para aktivis sosial. Bagi
kaum aktivis, isu utamanya bukan hanya karena masalah penghentian pesanan tersebut,
namun juga karena selama ini NIKE dinilai gagal dalam memperhatikan kesejahteraan para
buruhnya. NIKE membiarkan HASI dan NASA melakukan pelanggaran hukum terhadap
buruhnya-buruhnya.
Banyak pihak menyoroti jumlah gaji yang diterima oleh para buruh tersebut. Yaitu
hanya sebesar 2,46 dollar AS perhari yang dihitung sebelum krisis moneter 8. Padahal harga
sepasang sepatu NIKE sendiri dapat mencapai lebih dari 100 dollar AS. Dan NIKE mampu
membayar Michael Jordan hampir sebesar 45 juta dollar AS per tahun untuk pencitraan
sepatu tersebut9. Andre Agassi dibayar 100 juta dollar AS untuk kontrak iklan NIKE selama
10 tahun. Philip H Knight, CEO NIKE mendapat gaji sebesar 864.583 dollar AS pertahun,
bonus 787.500 dollar AS, dan juga stok sepatu sejumlah 4,5 biliun dollar AS pada tahun
199510. Hal tersebut tentu saja sangat berbanding terbalik dengan apa yang didapat para buruh
NIKE.
Menurut Portland Jobs with Justice, gaji minim yang didapat para buruh tersebut
harus dibayar dengan bekerja penuh selama 18 jam per hari 11. Sejumlah 88% buruh
mengalami kekurangan makanan sehat. Dan mereka harus tinggal di gubug tanpa fasilitas air
yang memadai. Buruh yang mengeluh dengan semua itu, akan dipecat.
Perlakuan-perlakuan NIKE terhadap buruhnya didukung oleh adanya sebuah sistem
yang oleh Ronaldo Munck disebut sebagai Labour Flexibility Market (LFM). LFM meliputi:
1. External Numerical Flexibility  yaitu bahwa jumlah pekerja disesuaikan dengan
kebutuhan pengusaha.

7
Winanti, ‘Buruh Nike dan Dilema Indonesia’
8
Prabandari, ‘Buruh Sepatu Nike: Ditekan di Indonesia, Protes di Amerika’
<http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm> 30 Oktober 2010.
9
Republika (online) ‘Pemasukan Tiger Woods Tembus 1 Milliar Dollar’
<http://koran.republika.co.id/berita/79523/Pemasukan_Tiger_Woods_Tembus_1_Miliar_Dolar> 3 November
2010.
10
Prabandari, ‘Buruh Sepatu Nike: Ditekan di Indonesia, Protes di Amerika’.
11
Prabandari, ‘Buruh Sepatu Nike: Ditekan di Indonesia, Protes di Amerika’.

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
2. Externalisation adalah penyerahan sebagian dari pekerjaan perusahaan kepada
sub-kontrak.
3. Internal Numerical Flexibility merupakan pengaturan bahwa jam kerja pegawai
dan jumlah pekerjaannya disesuaikan dengan kebutuhan pengusaha.
4. Fuctional Flexibility yaitu bahwa jenis pekerjaan disesuaikan dengan kebutuhan
pengusaha.
5. Wages Flexibility merupakan pengaturan upah kerja yang disesuaikan dengan
produktivitas pekerja dan kondisi pasar.
Pemerintah melegalkan LFM karena merasa bahwa LFM adalah bentuk konsesi yang dapat
diberikan pada PMN agar mau menginvestasikan modal di negaranya.
Sementara itu, dalam buku Economics of Labor, dijelaskan mengenai worker’s
inferiority in “bargaining power”. Terdapat lebih banyak pekerja yang mencari pekerjaan
daripada lapangan pekerjaan yang tersedia. Para pekerja dengan sumber daya yang terbatas
itu, sangat membutuhkan pekerjaan dengan cepat. Sementara para pemilik lapangan
pekerjaan dapat menunggu, dan dapat memilih diantara banyak pendaftar. Dengan demikian
pemilik lapangan pekerjaan memiliki kekuatan lebih besar dalam mengatur kondisi kerja 12.
Sementara barganing power yang dimiliki pekerja hanyalah kemampuannya untuk menolak
atau berhenti bekerja.
Kemampuan pekerja untuk menolak suatu pekerjaan tergantung pada dua hal. Yang
pertama adalah pada permintaan negara pada pekerja. Yang kedua adalah pada kemampuan
atau skill yang dimiliki pekerja itu. Namun, keduanya tidak dimiliki bangsa ini. Permintaan
negara atas pekerja lebih kecil dibanding jumlah orang yang siap kerja. Dengan demikian
para buruh, dalam hal ini buruh NIKE Inc, lebih memilih untuk menerima pekerjaan dengan
hasil yang tidak memadai tersebut daripada menganggur sama sekali. Selain itu, skill yang
dimiliki pekerja Indonesia dinilai tidak cukup baik. Kedua perusahaan kontraktor NIKE di
Indonesia sering menghasilkan produk yang tidak sesuai standar mutu.
Michael Jordan dan Andre Agassi yang merupakan bintang lapangan dan idola
remaja, dianggap lebih menguntungkan untuk NIKE dibanding ribuan buruh penghasil
sepatu. Kepopuleranan Jordan, membuat NIKE mendapatkan satu miliar dollar setahun dari
hasil penjualan pakaian dengan merek yang menggunakan nama belakang pebasket tersebut13.

12
L. G. Reynold, S. H. Masters, dan C. H. Moser, ‘Economics of Labor’ Prentice Hall Inc, New Jersey, 1987. p. 5.
13
Republika (online) ‘Pemasukan Tiger Woods Tembus 1 Milliar Dollar’.

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
Sebenarnya ada cara lain bagi para pekerja untuk dapat mempengaruhi besarnya
tingkat gaji. Yaitu dengan membentuk serikat pekerja/buruh14. Sebuah serikat buruh mungkin
dapat memaksa pengusaha untuk membayar lebih tinggi dari tingkat upah yang
kompetitif15. Hasilnya adalah justru mengurangi pekerjaan dan malah menciptakan surplus
tenaga kerja di bidang pekerjaan tersebut. Tetapi ada pengecualian ketika serikat berfungsi
sebagai pengurang untuk kekuasaan monopsoni (perusahaan dengan merupakan satu-satunya
pemilik pekerjaan di daerah banyak pekerja). Namun dalam kasus NIKE, para buruh yang
membentuk organisasi atau bergabung dengan serikat buruh di luar Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia akan dipecat16. Sementara SPSI belum banyak memberikan kontribusi bagi buruh
NIKE di Tanggerang secara spesifik.
Untuk mengurangi pekerja miskin, banyak orang mengusulkan untuk menaikkan
tingkat upah minimum yang harus dibayar oleh pengusaha kepada pekerja mereka. Ekonom
umumnya bersikap kritis terhadap peraturan upah minimum tersebut. Argumen utama mereka
menentang undang-undang tersebut adalah pada dampaknya bagi kesempatan kerja. Karena
tingkat upah meningkat, permintaan perusahaan untuk tenaga kerja akan jatuh17. Jumlah
kesempatan kerja akan menurun. Dan ini terbukti pada kasus NIKE. Perusahaan tersebut
justru mengancam akan memindahkan investasinya ke Vietnam, setelah pemerintah
Indonesia mengupayakan untuk menaikkan ketentuan upah minimum bagi buruh di
Tanggerang. Di Vietnam, NIKE cukup membayar para pekerjanya dengan 1dollar AS
perhari18.
Lalu apa yang harus dilakukan Indonesia untuk menghadapi ancaman NIKE tersebut?
Ada baiknya Indonesia tidak menggantungkan diri pada investasi asing semata. Indonesia
dapat mengupayakan agar PT HASI dan PT NASA dapat memproduksi sepatu dengan merek
dalam negeri. Hal ini telah dicontohkan oleh perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang
memulai industrialisasinya dengan menjadi rekanan perusahaan-perusahaan multinasional
dan mempelajari Standard Operating Procedures dari perusahaan-perusahaan tersebut19.
Barulah kemudian memulai sendiri usahanya.
HASI dan NASA yang telah lama menjadi perusahaan rekanan NIKE di Indonesia,
tentunya memiliki kemampuan dan pengalaman untuk membuat sepatu berkelas dunia. Bila

14
Reynold, Masters, dan Moser, ‘Economics of Labor’ p. 33.
15
Reynold, Masters, dan Moser, ‘Economics of Labor’ p. 35.
16
Prabandari, ‘Buruh Sepatu Nike: Ditekan di Indonesia, Protes di Amerika’.
17
Reynold, Masters, dan Moser, ‘Economics of Labor’ p. 132.
18
Prabandari, ‘Buruh Sepatu Nike: Ditekan di Indonesia, Protes di Amerika’.
19
Winanti, ‘Buruh Nike dan Dilema Indonesia’

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada
keduanya mencoba mandiri dengan membuat merek sendiri, maka profit yang akan
didapatnya akan jauh lebih besar. Sehingga mereka kemudian dapat membayar gaji buruhnya
lebih besar lagi. Dan para buruh tersebut akhirnya dapat merasakan kehidupan yang layak
bagi kemanusian.
*****

Pustaka Literatur
Kojima, K., Direct Foreign Investment, Croom Helm, London, 1978.
Mas’oed Mochtar, Perdagangan dalam Perspektif Ekonomi-Politik Internasional, 1998.
Mas’oed Mochtar, Perusahaan Multinasional dalam Perspektif Ekonomi-Politik
Internasional, 1997.
Munck, R., Globalisation and Labour, Zed Books, London, 2002. 
Nizamuddin A.M., “Multinational Corporations and Economic Development: The Lessons of
Singapore”, International Social Science Review, 22 September 2007.
Reynold L. G., Masters S. H., dan Moser C. H., ‘Economics of Labor’ Prentice Hall Inc,
New Jersey, 1987.
Pustaka Online
Prabandari, ‘Buruh Sepatu Nike: Ditekan di Indonesia, Protes di Amerika’
<http://www.tempo.co.id/ang/min/02/39/ekbis2.htm> 30 Oktober 2010.
Rajagukguk E., Pusat Studi HAM UII (online), Konsep Dan Perkembangan Pemikiran
Tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan,
<http://pusham.uii.ac.id/upl/article/id_erman_r.pdf> 30 Oktober 2010.
Republika (online) ‘Pemasukan Tiger Woods Tembus 1 Milliar Dollar’
<http://koran.republika.co.id/berita/79523/Pemasukan_Tiger_Woods_Tembus_1_Mili
ar_Dolar> 3 November 2010.
Winanti P.S., Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (online) Buruh Nike dan Dilema
Indonesia, <http://www.csps-indonesia.org/index.php?pg=10&subpg=1&id=18> 30
Oktober 2010.

Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Gadjah Mada

You might also like