You are on page 1of 12

APRESIASI SENI II

FAHRIZAL

2050951022

FSP/Teater

Makna dan Lambang Pakaian Melayu

Sebuah karya seni yang baik hendaknya memiliki fungsi dan makna yang mengandung
pesan yang ingin disampaikan. Pesan tersebut dapat berupa pesan moral, kebersamaan, asal-
usul leluhur dan lain-lain sebagainya. Sehingga kesenian yang merupakan salah satu dari produk
kebudayaan dapat menunjukkan jati dirinya. Sebagai suatu hasil kebudayaan, Baju Melayu
Kepulauan Riau idealnya hendaklah molek dilihat dari jauh dan molek pula dipandang dari
dekat, indah menurut pemandangan mata dan hati, dibuat dengan baik dan mempunyai
makna-makna yang terkandung dalam lambang-lambang.

Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh
dari panas dan dingin, tetapi juga menyisipkan lambang-lambang yang mewujudkan nilai-nilai
terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Dengan adanya lambang-lambang
budaya dalam pakaian, maka kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat penting dalam
kehidupan orang Melayu. Berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk, corak (motif),
warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk
mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.

Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya.
Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian
berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan
dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan
pakaian sebagai penolak bala.

1
 Sejarah

Di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah cukup banyak gambaran yang
menyatakan bahwa seseorang yang berhasil melaksanakan perintah Raja lalu ”diberi persalinan
dengan selengkap pakaian” (Shellabear, 1903:198) dan “memakailah pakaian yang indah-indah”
(Kasim Ahmad, 1975:234). Akan tetapi, sulit mencari keterangan seperti apakah agaknya segala
macam pakaian indah-indah yang dianugerahkan itu. Namun, Undang-Undang Melaka pasal
yang pertama ada menyatakan tentang pakaian raja-raja, dengan warna Diraja (Royal Colour)
yaitu warna kuning, dan larangan memakai kain tipis yang berbayang-bayang seperti kasa
(Liauw Yock Fang, 1976:64). Lebih-lebih dalam Adat Raja-Raja Melayu diperoleh keterangan
cukup ba-nyak tentang pakaian majelis (dalam arti pertamanya mengacu pada keindahan) dan
patut dibawa ke dalam majelis (dalam arti kedua yang mengacu kepada makna perkumpulan
orang ramai), sopan dan merendahkan diri (Sudjiman, 1983).

Karya rujukan yang berasal dari Kepulauan Riau ialah Tsamarat al-Mathlub fi Anuar al-
Qulub karangan Hitam Khalid pada bagian tentang adat-istiadat dan bekerja besar. (Samad
Ahmad, 1985:41:50). Akan tetapi, penjelasan yang menggambarkan secara jelas tentang
pakaian Melayu pada masa itu tak terperinci. Sebuah karya dari Siak Sri Indrapura Bab al-
Qawaid pun tak banyak memberikan keterangan tentang pakaian di daerah itu kecuali sutu
larangan datang ke balai tanpa baju kot, seluar pantalon, dan berkopiah.

Keterangan yang cukup memadai kembali terdapat dalam Kitab Pengetahuan Bahasa
pada kata-kepala (entri) baju. Pengarang kamus enskilopedias monolingual itu menerangkan
baju sebagai “masyhur dipakai orang menutup badannya, serta jadi perhiasan, akan tetapi
banyak macamnya dan masing-masing kesukaan orangnya dan masing-masing bangsanya.” Dari
keterangan itu dapat ditarik simpulan bahwa pakaian setidak-tidaknya mempunyai dua fungsi.
Pertama, untuk menutup badan dan kedua, untuk perhiasan. Dalam fungsi yang pertama
terkandung arti pakaian sebagai alat untuk melindungi diri dari cuaca dan sebagainya,
sedangkan pada fungsi yang kedua meng andung arti keindahan dan posisi si pemakainya. Tak
terlalu jauh dari itu pulalah keterangan yang terdapat dalam The Encyclopedia American (1970)

2
yang menerangkan tentang clothing sebagai benda untu“melindungi dari cuaca, mencapai
standar kesopanan, perhiasan pada tubuh, dan menjelaskan tentang kedudukan seseorang
dalam masyarakat.”

Selanjutnya pula, kita dapat merujuk Kitab Pengetahuan Bahasa yang menyatakan pula :

“Adapun pakaian orang Melayu daripada dahulu, sehelai seluar dipakai di dalam, kemudian
barulah memakai kain bugiskah atau sutera, labuhnya hingga lepas lutut kira-kira sepelempap.
Kemudian, baharulah memakai ikat pinggang, terkadang diluar kain terkadang di dalam kain.
Kemudian barulah memakai baju, ‘belah dada’ namanya atau ‘baju kurung’, kemudian
disisipkan keris, sebelah keris kepalanya keluar tiada meniarap, dan sapu tangan, bertanjak.
Adapun seluarnya terkadang seluar ketat berkancing kakinya. Syahdan pada penglihatan
mataku sangatlah tampan orang-orang Melayu memakai cara Melayu yang dahulu-dahulu,
tiada bengis rupanya. Adapun sekarang ini, yakni masa aku mengarang kitab ini, maka tiadalah
aku lihat lagi pakaian orang Melayu seperti pakaian adat-istiadat lama, bercampur baur dengan
kaidah pakaian orang Inggris dan Holanda.”

Pada masa ketika Raja Ali Haji menyiapkan Kitab Pengetahuan Bahasa sekitar tahun
1858 ternyata sudah banyak bentuk pakaian Melayu yang terlupakan atau tak dipakai orang
lagi. Hal itu disebabkan deraskan pengaruh kebudayaan Barat pada masa itu. Pada penjelasan
kata-kepala janggal (ibid.:312) dinyatakan contoh perbuatan janggal dalam berpakaian sebagai
berikut: “Memakai seluar pantalon dan berbaju kemeja sebelah dalamnya, dan berkain singkat
di batas lutut, dan bersongkok.”

Tentu saja sesuatu yang dipandang indah oleh suatu kelompok etnis kadang-kadang
tidak dipandang demikian oleh kelompok etnis lainnya. Akan tetapi, kelompok yang
memilikinya senantiasa berbagga dengan miliknya. Kebanggan itu akan lebih tinggi terasa
apabila orang-orang dari kebudayaan lain memakai miliknya. Sebagai contoh, semacam skirt
yang dipakai oleh lelaki Skotlandia, atau kain sarung yang dipakai kebanyakan lelaki di Burma
(Myanmar) mungkin tak bersetuju dengan pemandangan mata dan tilik hati orang-orang dari
kebudayaan lain. Akan tetapi, bagi orang Skotlandia dan Burma pakaian itu merupakan

3
kebanggaannya. Berbeda dengan pakaian Barat (Ero-Amerika) yang diserap oleh orang-orang
yang berasal dari luar kebudayaan tersebut diterima secara luas.

Pakaian Melayu, baik di daerah Kepulauan Riau maupun di daerah lain, kelihatannya
diterima juga oleh orang-orang yang berasal bukan dari kelompok etnis Melayu, antara lain,
karena bertempat tinggal dan akrab bergaul dengan pendukung kebudayaan Melayu.

 Lambang dalam Pakaian Melayu

Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh
dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu
mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

Pakaian wajib menutup aurat


Pakaian terletak pada tempatnya
Pakaian melekat pada patutnya
Pakaian beragam pada maknanya
Mengandung adat dengan lembaga
Mengandung tunjuk dengan ajar
Mengandung sifat dengan tabiat
Mengandung tuah dengan marwah

Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran pakaian
menjadi sangat mustahak dalam kegidupan orang Melayu. Pelbagai ketentuan adat mengatur
tentang bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-
ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang
memakainya.

4
Elok pakaian menutup malu
Molek pakaian menjemput budi
Sanggam pakaian menjunjung adat
Mulia pakaian makna bermakna
Kaya pakaian ragam beragam

Di dalam ungkapan disebutkan bahwa “pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung
rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-
istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam.

Setiap lambang mengandung makna tertentu. “Ada benda ada maknanya, ada cara ada artinya,
ada letak ada sifatnya.”

Lambang yang diwujudkan dengan corak (motif) mewujudkan makna tertentu. Corak
semut dikaitkan dengan makna yang mengacu kepada sifat kerukunan dan kegotongroyongan.
Coraknya disebut semut beriring. Begitu pula corak itik pulang petang yang dikaitkan dengan
kerukunan dan persatuan, tak berpecah belah. Corak naga berjuang dihubungkan dengan
legenda tentang naga sebagai penguasa lautan, gagah berani, dan berani berjuang. Corak yang
bersumber dari bunga-bungaan dihubungkan dengan keindahan, kecantikan, dan kesucian.

Lambang dalam bentuk warna mengatur hal-hal berikut. Kuning untuk raja-raja dan
bangsawan sebagai lambang kekuasaan. Merah untuk umum sebagai lambang rakyat
sekaliannya. Hijau dan putih untuk alim ulama sebagai lambang agama yang dipeluk masyarakat
yaitu Islam. Biru untuk orang besar kerajaan sebagai lambang orang patut-patut, hitam untuk
pemangku dan pemuka adat sebagai lambang “hidup dikandung adat, mati dikandung tanah”.
Hitam biasa juga dipakai sebagai warna kebesaran hulubalang atau panglima.

Lambang ada juga ditempatkan pada cara memakai pakaian. Untuk kaum perempuan,
diatur cara memakai berikut ini. Anak gadis harus memakai kepala kain di depan. Orang
perempuan tua-tua kepala kainnya di samping kanan. Perempuan yang bersuami, tetapi belum
tua kepala kainnya di belakang. Para janda kepala kainnya di sebelah kiri.

5
Pengaturan untuk kaum laki-laki berbeda pula. Bagi kaum bangsawan, kepala kainnya sebelah
belakang berat ke kanan. Bagi orang besar kerajaan, kepala kainnya sebelah belakang berat ke
kiri. Bagi putra mah- kota atau putra raja, kepala kainnya sebelah kanan berat ke depan. Bagi
datuk-datuk, kepala kainnya sebelah kiri berat ke depan. Bagi orang awam, kepala kainnya di
belakang penuh. Untuk raja, kepala kainnya boleh ditempatkan di sebelah mana saja (bebas),
tetapi lazimnya sebelah belakang berat ke depan atau sebelah kanan berat ke depan.

Ada pula pengaturan cara menempatkan kedalaman kain sampin. Bagi orang patut-
patut kedalaman kainnya sedikit di bawah lutut. Bagi orang muda-muda dan hulubalang
kedalaman kainnya sedikit di atas lutut. Bagi orang awam kedalaman kainnya labuh ke bawah.
Jika pakaian dilengkapi selempang, pemakaiannya juga haruslah benar. Dalam hal ini,
selempang dipakai di sebelah kanan.

Makna lambang pakaian Melayu juga terdapat pada jumlah alat atau kelengkapan
pakaian. Umumnya hal itu diatur berdasarkan status sosial pemakainya. Serba satu dan serba
dua untuk orang awam. Serba tiga untuk golongan encik-encik dan orang patut-patut. Serba
lima untuk kalangan bangsawan dan orang besar kerajaan. Serba tujuh untuk keluarga dekat
sultan. Dan, serba sembilan untuk sultan.
Makna pakaian Melayu juga dikaitkan dengan fungsinya. Pemaknaan itu disebutkan dengan
ungkapan berikut ini.

Pakaian menutup malu, yang berarti pakaian berfungsi sebagai alat menutup aurat,
menutup aib dan malu dalam arti yang luas. Kalau salah memakai, menimbulkan malu; kalau
salah letak, menimbulkan malu; kalau salah corak, juga menimbulkan malu, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, pakaian harus dibuat, ditata, dan dikenakan sesuai dengan ketentuan adat yang
berlaku di dalam masyarakat.

Pakaian menjemput budi, yang bermakna pakaian berfungsi untuk membentuk budi
pekerti, membentuk kepribadian, membentuk watak sehingga si pemakai tahu diri dan
berakhlak mulia.

6
Pakaian menjunjung adat, yang berarti pakaian harus mencerminkan nilai-nilai terala (luhur)
yang terdapat di dalam adat dan tradisi yang hidup dalam masyarakat.

Pakaian menolak bala, yang bermakna berpakaian dengan cara yang benar dan patut akan
menghindarkan pemakainya dari mendapat mara bahaya atau mala petaka.
Pakaian menjunjung bangsa, yang berarti dengan bersepadunya lambang-lambang dan nilai-nilai terala
pada pakaian, terjelmalah kepribadian bangsa atau masyarakat pemakainya. Pakaian dalam budaya
Melayu harus mampu menunjukkan jati diri pemakainya.

 Pakaian Kaum Lelaki

Dalam budaya Melayu terdapat tiga jenis pakaian untuk kaum lelaki :

A. Baju Gunting Cina

Merupakan pakaian lelaki untuk dikenakan sehari-hari, bersifat santai, atau pakaian biasa.
Biasanya dipakai di rumah dan boleh dikenakan untuk menerima tamu sehari-hari di rumah.
Pakaian ini pun boleh dipakai waktu bertamu ke rumah kerabat terdekat, juga dapat dikenakan
untuk pertemuan yang tak resmi. Biasanya baju ini juga dilengkapi dengan celana dan songkok.

7
B. Baju Cekak Musang

Terdiri atas baju, celana, kain, dan songkok atau tanjak. Bentuk baju hampir sama dengan “baju
teluk belanga”, tetapi leher tak berkerah dan berkancing hanya sebuah serta bagian depan dari
leher baju berbelah ke bawah sepanjang lebih kurang lima jari supaya mudah dimasukkan dari
atas melalui kepala, berlengan lebar, serta berkocek sebuah di bagian atas kiri dan dua buah di
bagian bawah kiri dan kanan. Kain dapat dipakai sebagai sampan dengan ukuran sedikit di
bawah lutut. Orang yang sudah berumur dapat mengenakan kain tanpa celana panjang,
kemudian memakai baju di luar kain.
Jenis pakaian ini selalu digunakan dalam pertemuan setengah resmi atau acara keluarga seperti
kenduri. Warna sesuai dengan pilihan pemakai asal tak ber- bunga-bunga atau berwarna yang
mencolok bagi orang tua-tua. Warna dan jenis kain untuk baju dan celana harus sama.

8
C. Baju Teluk Belanga

Baju Teluk Belanga terdiri atas baju, kain sampan, dan penutup kepala. Bentuk baju ialah leher
berkerah dan berkancing (kancing tap (tep), kancing emas atau permata, dan lain-lain
bergantung kepada tingkat sosial dan kemampuan pemakai). Jumlah kancing yang lazim empat
buah yang melambangkan ‘sahabat Nabi Muhammad saw.’ atau lima buah yang melambangkan
‘rukun Islam.’Baju juga berkocek tiga buah. Sebuah kocek ditempatkan di sebelah kiri atas dan
dua buah kocek lagi ditempatkan di kiri-kanan bawah baju. Kocek atas lebih kecil daripada
kocek bawah.

Lengan baju panjang agak menutup pergelangan tangan. Leher baju berkerah dan agak longgar.
Sampin juga bervariasi dari kain songket, kain bertabur, dan lain-lain. Pemasangan samping juga
bervariasi ada seperti pe makaian kain biasa, ada yang dipunjut ke samping, ada pula yang
ditarik selapis ke samping kiri pinggang. Tinggi atau ke dalaman ukuran pelipatan kain sampin
juga bervariasi:ada yang agak di bawah lutut, ada yang di atas lutut, dan ada pula yang
diserongkan, sesuai dengan adat memakai kain sampin yang sudah diperikan di atas.

Penutup kepala juga bervariasi seperti songkok, ikatan kepala, atau tanjak. Tanjak dibuat sesuai
dengan kain baju (sama dengan pasangannya). Ikat kepala dipakai oleh pesilat, nelayan, petani
yang sedang bekerja di kebun, dan lain-lain. Songkok dikenakan untuk sehari-hari.
Bahan pakaian dan kelengkapannya bergantung kepada kemampuan ekonomi si pemakai. Oleh
sebab itu, baju Melayu dapat dikenakan oleh setiap orang dari pelbagai tingkat sosial-ekonomi.

9
 Pakaian Kaum Perempuan

Kaum perempuan Melayu memiliki dua jenis pakaian, yaitu : Baju Kurung dan Baju Belah Labuh
(kebaya panjang).

A. Baju Kurung

Kelengkapan baju kurung terdiri atas kain, baju, dan selendang. Panjang atau kedalaman baju
agak di atas lutut. Ada juga baju kurung untuk sehari-hari di rumah yang kedalamannya
sepinggang atau sedikit di bawah pinggang.

Bentuk baju berlengan panjang dan ukuran badan longgar, tak boleh ketat (tak boleh
menampakkan lekuk-lekuk tubuh pemakai). Bahannya bervariasi: polos, berbunga-bunga, dan
sebagainya, tetapi tak boleh tembus pandang.
Warna baju dan kain disesuaikan dengan selera pemakai. Orang perempuan yang sudah
berumur tak boleh memakai baju yang berwarna mencolok.
Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di leher pemakai.

10
B. Baju Kebaya Labuh

Baju kebaya labuh, kebaya panjang, belah labuh, atau belah dada terdiri atas baju, kain, dan
selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang
dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan
lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit ke atas.
Bentuk baju agak longgar, tetapi tak boleh diraut (dikecilkan) di bagian yang dapat
menunjukkan ukuran dan bentuk pinggang serta gaya pinggul.
Bahan baju dan kain disesuaikan dengan kemampuan dan peringkat keperluan. Bahan bagi baju
kebaya panjang sepasang warna, jenis kain, dan coraknya sama untuk baju dan kain.
Kelengkapan lainnya berupa selendang, aksesori, dan hiasan kepala disesuaikan menurut
peringkat keperluan dan kemampuan. Biasa pula pakaian perempuan ini dilengkapi dengan
cincin, gelang ta- ngan, dan atau gelang kaki.

11
Kelengkapan Pakaian Perempuan
Pakaian kaum Pakaian kaum perempuan biasanya dilengkapi dengan sanggul dan tudung.
Berikut ini disajikan keduanya itu :

(1) Siput
Siput (sanggul) perempuan Melayu dibedakan atas tiga macam sebagai berikut ini. Pertama,
“siput tegang” yang biasa digunakan untuk pengantin dan dikerjakan oleh Mak Andam. Kedua,
“siput cekak” yaitu siput yang digunakan sehari-hari. Ketiga, “siput lintang” yakni siput yang di
reka untuk perempuan yang berambut panjang, lebat, dan berjurai.

(2) Tudung
Tudung atau penutup kepala dipakai dengan dua cara sebagai berikut ini. Pertama, tudung
dikenakan untuk menutupi kepala dengan bagian yang agak terjurai dan terjuntai ke samping
pipi kiri dan kanan. Kedua, tudung dikenakan dengan menutupi wajah yang biasanya disebut
“tudung lingkup”. Pemakaian ini mirip dengan cadar pada wanita Arab, yakni yang kelihatan
hanyalah mata atau sekurang-kurangnya hanyalah wajah seperti pemkaian tudung mantur
pada kaum perempuan di Daik, Lingga.

12

You might also like