You are on page 1of 5

HAMBATAN EKONOMI DALAM KEMITRAAN JEPANG – AS

(STUDI KASUS ANTI DUMPING POLICY)

DISUSUN OLEH :
SUWANDY PARDAMEAN
03.38804.05202.02

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2006
A. PENDAHULUAN
Sebagai kekuatan ekonomi terkemuka didunia, Jepang dan Amerika
Serikat berusaha untuk meningkatkan peranan dalam peta perekonomian dunia.
Saat Perang Dingin berlangsung, Amerika mengalami pertumbuhan ekonomi
yang fenomenal. Perang ini melahirkan kembali kemakmuran, dan pada periode
pasca perang Amerika Serikat mengonsolidasi posisinya sebagai negara terkaya di
dunia. Produk kotor nasional (Gross National Product, GNP), ukuran seluruh
barang dan jasa yang diproduksi Amerika Serikat mengalami peningkatan drastis,
sehingga perluasan ekonomi baru diantaranya arus modal serta pasar barang dan
jasa yang meningkat.
Setelah mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia dari 1960-an ke
1980-an, ekonomi Jepang mengalami perlambatan secara drastis pada awal 1990-
an, ketika muncul bubble economy. Persediaan kepemimpinan industri dan
teknisi, pekerja yang berpendidikan tinggi dan bekerja keras, tabungan dan
investasi besar dan promosi intensif pengembangan industri dan perdagangan
internasional telah memproduksi ekonomi industri yang matang. Jepang memiliki
sumber daya alam yang rendah, tetapi perdagangan menolongnya mendapatkan
sumber daya untuk ekonominya.
Meskipun prospek ekonomi jangka panjang Jepang masih bagus, namun
sekarang dia berada dalam resesi terburuknya sejak perang dunia II. GDP nyata di
Jepang tumbuh rata-rata sekitar 1% antara 1991-98, dibandingkan dengan 1980-an
sekitar 4%. Pertumbuhan di Jepang pada dekade ini lebih rendah dari
pertumbuhan negara maju lainnya. Jepang memasuki masa resesi pada awal
millenia, dimulai oleh resesi di AS, tetapi sejak 2003 telah mulai tumbuh kembali
dengan kuat dan pada 2004 menikmati pertumbuhan tertinggi sejak 1990.
Penyelarasan hubungan kerjasama ekonomi antara Jepang dan Amerika
sering mendapat gesekan dari kedua belah pihak. Gesekan – gesekan tersebut
antara lain berupa pengenaan UU Anti Dumping menyangkut kebijakan
perdagangan dan ekonomi. Kebijakan anti – dumping yang dilakukan oleh negara
yang menerapkannya mempunyai kontroversial dari policy anti – dumping serta
dampaknya terhadap perdagangan secara global juga aspek – aspek yang
berhubungan didalamnya yang akan dibahas dalam makalah ini.

Teori dan Konsep


Prinsip-prinsip Sistem Perdagangan Multilateral yang tercantum dalam WTO.
a. MFN (Most-Favoured Nation): Perlakuan yang sama terhadap semua
mitra dagang
Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu
saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang
diberikan pada produk suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor
dari mitra dagang negara anggota lainnya.
b. Perlakuan Nasional (National Treatment)
Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-
barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar
domestik.
c. Transparansi(Transparency)
Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap
berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha
untuk melakukan kegiatan perdagangan.
Teori Kepentingan Nasional
Jepang memiliki tujuan dasar politik luar negerinya yaitu untuk mempertahankan
keamanan dan kemakmuran serta perannya sebagai anggota utama komunitas
negara demokratik yang maju. Demokrasi, hak asasi, dan perekonomian pasar
merupakan nilai – nilai prinsipiil yang disumbangkan Jepang pada negara
demokratik yang lain.
B. ISI
Perdagangan internasional adalah salah satu instrumen penting dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara yang pada gilirannya akan
menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Agar semua negara dapat merasakan
manfaat yang sebesar-besarnya dari perdagangan internasional, sistem
perdagangan diatur sedemikian rupa sehingga sifatnya transparan, predictable dan
equitable, bebas dan fair. Atas dasar ini pula, perdagangan internasional harus
dilaksanakan atas dasar nondiskriminasi, perlakuan yang sama di pasar domestik
dan saling memberikan konsesi atau resiprokal. Perundingan perlu dilakukan
dalam rangka mengintegrasikan kepentingan negara dengan perjanjian
internasional.1)
Sejak sekitar dua dekade lebih “dumping” merupakan suatu isu strategi
penetapan harga global yang penting. Menurut pengertiannya “dumping” sebagai
ditetapkan dalam GATT (General Agreements on Tariffs and Trade) 1979
merupakan penjualan suatu produk yang diimpor pada tingkat harga yang lebih
rendah dari harga yang secara normal ditetapkan di suatu pasar domestik atau
negara asalnya”.2)
Amerika sendiri mendefinisikan dumping sebagai suatu praktek
perdagangan yang tidak adil yang menghasilkan “penderitaan (injury),
pengrusakan atau upaya penghambat pendirian industri Amerika”. Di bawah
definisi ini, praktek dumping terjadi apabila barang asal impor yang dijual di
pasaran Amerika dijual dengan harga jual atas dasar perhitungan harga pokok
(cost of production) plus suatu marjin laba sebesar 8 persen atau pada tingkat di
bawah harga yang ditetapkan di negara produsen asalnya. Banyak kasus dumping
sebagaimana dituduhkan oleh Amerika melibatkan produk produk manufaktur
buatan Asia Timur dan memangnya juga produk tempaan besi (iron castings)
buatan India, Kepala Sawit dan Produk produk hasil perkebunan seperti kakao,
kopi, produk pertanian asal Perancis dsb. Jauh jauh hari sudah diduga bahwa
kasus konfrontasi dagang antara

1 )
http://Bussiness Forum Indonesia Chamber International//co.id
2 )
http:// www.deptan.go.id/kln/berita/wto/ttg-wto.htm
Amerika-Jepang tidak dapat dihindari atau dihapus dari ingatan terutama
Amerika. Kalaupun hanya terbatas pada ancaman apakah pihak Amerika karena
alasan politis membela industrialis yang kurang mampu bersaing ditinjau dari
perhitungan atau kalkulasi harga produk mereka.dengan posisi dan kecanggihan
sistemnya Amerika langsung mendahului melalukan tindakan sepihak, menaikkan
bea masuk, embargo, dan sebagainya.
Membanjirnya barang-barang produksi Jepang di Amerika adalah salah
satu konsekuensi dari mekanisme "pasar bebas". Hal itu disebabkan Jepang dapat
memproduksi dengan lebih efisien dari Amerika, upah buruhnya murah, tak
banyak lika-liku proteksi lingkungan, wajar saja produknya membanjiri pasar
domestik Amerika. Pengalaman yang berbeda dengan kampanye "pasar bebas"
yang disuarakan dengan lantang oleh negara – negara maju. Misalnya, Prancis,
Austria, Norwegia dan Finlandia, pasca Perang Dunia II, menempuh kebijakan
industrial yang selektif.

Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini


selengkapnya anda harus berstatus Paid Member

You might also like