You are on page 1of 5

KULIAH KE-1 : INTRO TO HRM MODULE

DAYA SAING  CORE COMPETENCE PERUSAHAAN

Daya Saing yang baiK adalah :

- Valuable
- Rare
- Costly to immitate
- Non Substitutable

Person in Charge of Employees:

 Ca. 1910: Attendance Checker  hanya mengecek kehadiran, karena saat itu yang penting
hanya skill & absensi . Orang hanya dibayar berdasar kehadirannya di tempat kerja

 Ca. 1915: Welfare Secretary  mulai ada sekretaris yang mengurusi orang bukan hanya
pada absensi saja, tapi juga hal lainnya. Mulai dipilah-pilah kemampuan orang.

 Ca. 1920: Employment Manager  mulai menempatkan orang sebagai karyawan

 Ca. 1940: Personnel Manager  mulai dikelola sisi personilnya sebagai orang, yaitu
direncanakan, diorganisasi, dikontrol dan dikembangkan.

 As of 1980: HR Manager  orang mulai dianggap sebagai resource (asset). Improve


produktifitas orang.

 As of 2000: HUMAN CAPITAL Manager  mengelola orang bukan hanya sebagai asset, tapi
dianggap sebagai modal (kapital). Dalam pengukuran kapital di dunia usaha adalah dengan
mengukur RETURN.

The new Role of HR Manager (HC Manager) Dave Ulrich 2005:

a) Strategic Partner (1995: Strategic Partners & Change Agents)  harus mampu
menjadi partner yang strategis, bisa menjadi mitra dalam usaha.

b) Functional Expert (1995: Administrative Expert)  harus menjadi ahli di bdangnya.

c) Human Capital Developer (1995: Emp. Champion)  bagaimana mengambangkan


karyawan sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum

d) HR Leader (1995: None)  harus bisa menjadi pengendali (memberi reward &
panishment). Dapat memberikan arahan dan menjadi contoh/panutan.

e) Employee Advocate (1995: Employee Champion)  bagaimana mengembangkan


orang atau menjadi konsultan bagi karyawan.
KULIAH KE-2 : JOB ANALYSIS

5M :

- Men
- Machine
- Material
- Money
- Methode

KULIAH KE-4 : PERFORMANCE APPRAISAL

Masalah: kinerja individu bagus, tapi kinerja secara organisasi tidak bagus  artinya ada masalah
yang harus diperbaiki. Terutama yg terkait dengan performance appraisal (penilaian kinerja
berdasar standar yang sdh ditetapkan)

Tantangan penilaian prestasi kerja:

- Aspek Hukum
- Bias, karena penilai :
o Halo effect menilai seseorang pada kesan pertama yang baik, yaitu karena pada
saat pertama baik, maka selanjutnya selalu menilai baik tanpa melihat yg
sebenarnya. Misal seseorang dianggap religius, sehingga tindakannya dianggap
selalu benar.
o Lawan Halo effect adalah personal prejudice  karena pernah pengalaman jelek
maka org yang bersangkutan selalu dinilai jelek u/ selanjutnya
o Central Tendency  ada kecenderungan dari penilai untuk memberi nilai tertentu
(tendensi seragam), misal: nilai cukup u/ hampir semua orang (mencari
mudahnya, ambil nilai tengah).
o Murah hati atau sebaliknya terlalu kaku (strik)  terlalu murah hati, contohnya
karyawan disuruh bebas menilai sendiri.
o Perbedaan budaya, misal: di suatu daerah nilai rata-rata dianggap jelek, sehingga
di tempat kerja yang dianggap baik bukan yang baik rata-rata, tapi yang excellent
yang dianggap baik  pandangan umum suatu kelompok budaya.
o Recency effect  menilai berdasar resensi pengalaman sebelumnya.

Untuk memberi imbalan, maka nilai masa lalunya. Tapi kalau untuk membina kader, maka nila
masa depannya dengan metode penilaian masa depan.  ideal adalah gabungan dari kedua cara
tersebut, yaitu menilai masa lalu & masa depan.

TrAINING & DEVELOPMENT adalah tindak lanjut dari PERFORMANCE APPRAISAL.


Karyawan perlu dilatih, karena bila selalu ganti karyawan maka perlu biaya tinggi. Jadi karyawan
yang ada harus dibina untuk menjadi lebih baik.
CASE : The Safety Training Programm
- Perusahaan refrigerator u/ industri
- 300 orang karyawan  assembly line
- Top management  engineer  technically excellent
- Summer  peningkatan pekerjaan  maka rekrut karyawan musiman  sumber college
student
- Pengalaman tidak ada masalah  practically no training  10 minutes on the job training

Masalah :
- muncul kecelakaan kerja  dilakukan safety training program (penanganan material)

Solusi yang muncul tidak tepat, karena yang terjadi adalah kecelakaan kerja  jadi yang ditraining
seharusnya adalah cara kerjanya. Setelah cara kerja benar baru ditambahkan safety training.

- Supervisor ditunjuk sebagai trainer, dimana dia tidak punya pengalaman sebagai trainer.
Training dilakukan sangat singkat dan tidak terarah.
Kesalahan :
- Materi training tidak tepat (training need). Training adalah tindak lanjut dari performance
appraisal. Jadi harus ditelusuri dulu training need sesuai dengan hasil performance
appraisal.
- Objective dari trainingnya tidak jelas ditentukan di awal (training objective)  seharusnya
training objective: melakukan pekerjaan dengan benar (siapkan skill sesuai pekerjaan)
- Training methode  methode yang dipakai adalah klasikal, seharusnya pakai simulasi dan
tidak hanya text & perintah.
- Trainer  menunjuk orang yang tidak pengalaman / punya kemampuan sebagai trainer.
Trainer harus orang yang mampu menjelaskan.

Jawaban pertanyaan :
1. Prosedur training tidak ada u/ on the job training yang dilakukan. Hanya atasan yang
memberi instruksi dan ditinggal, tidak diarahkan.
 Buat manual training. Lakukan simulasi dan mencoba pekerjaan saat training
dengan pengawasan dari training (arahkan).
2. Perlu orientasi u/ memberi penjelasan ttg. produk yang dibuat, lingkungan yang akan
dihadapi, peralatan yang ada dan hubungan kerja dengan yang lain
3. Safety training harus diubah:
a. Dibuat manual training
b. Training dilakukan dengan mencoba, sampai benar dengan pengawasan trainer
4. Memberikan peralatan keselamatan kerja yang sesuai dengan pekerjaannya, serta
memberi pengarahan dan contoh (coba) mengenai penggunaan dan manfaatnya.

4 Tingkatan Learning :

1. Learning to know  sekedar tahu


2. Learning to be  meniru
3. Learning to do  melakukan
4. Lerning to live together  kerja bersama
KULIAH KE-5 : .................................

KULIAH KE-6:
Flexitime  bekerja dengan waktu bebas, tetapi total waktu per minggu atau per bulan
sudah ditetapkan (tidk boleh kurang).
Teleworking  bekerja dari jarak jauh, artinya tidak harus datang ke tempat kerja.
Pekerjaan bisa diselesaikan di rumah.
Job sharing  beberapa orang melakukan pekerjaan yang sama secara bergantian,
sehingga penghasilannya juga dibagi bersama sharing  muncul job valuation, banyak
dilakukan di negara Jepang, Amerika. Penghasilan diberikan sesuai dengan kontribusinya.
Japanesse management  system management yang dikembangkan di Jepang.
Learning organisation 
Knowlaedge management 
Talent management 

JAPANESSE MANAGEMENT
Orang jepang yang bekerja di Jepang mengenal “10-YEAR ROUND SYSTEM” artinya seorang
pekerja tidak akan dipromosikan bila sebelum mencapai 10 tahun bekerja. Dalam 10 tahun
tersebut orang tersebut akan bekerja di berbagai bidang dan dievaluasi, paling cocok untuk
bidang pekerjaan apa orang itu.
Setelah 10 tahun baru orang dipromosikan di bidang yang dianggap paling cocok.

Setelah itu selama orang sehat dan masih mampu bekerja maka orang itu tidak akan dipecat,
sehingga muncul istilah “NO LAY-OFF”.

Life time employment  hanya berlaku untuk Regular Employment, dimana yagn disebut
dengan regular employees adalah male employees (pekerja laki-laki).

Di Jepang training merupakan hal yang sangat penting, sehingga: setiap orang yang
performanya baik harus pernah ditempatkan minimal 6 bulan di bagian training, dengan
target training center merupakan tempat untuk mengembangkan kemampuan untuk
seluruh pegawai. Orang yg performanya baik harus bisa menularkan performa tersebut
kepada yang lain.

Dalam Buku Alfin Toffler  The Future Shock (1972)


 Agriculture era  skil
 Industrial era  1. Skill (Blue collar worker) , 2. Knowledge (White collar worker)
 Information Era  1. Skill, 2. Knowledge, 3. Attitude (personallity job fit)  the right
man on the right job.  disebut SKA yang selanjuntya disebut dengan
“Competency”.  knowledge management  Talent Management

Untuk bisa mengetahui attitude orang maka di jepang dikembangkan 10 Year Roundsystem.

INTUISI  making the best decission with little information.


Realy approach  pendekatan secara berurutan sesuai urutan jabatan (relay satu per satu)
Rugby approach  pendekatan dimana catatan/laporaan tidak disampaikan secara relay
/berurutan) tapi bisa diberikan secara paralel ke beberapa bagian secara bersamaan.

Input  process  output


Setiap orang dalam pekerjaan bahwa dia adalah sebagai process, sehingga dapat
mempengaruhi input maupun output sehingga ke arah yang lebih baik.
Kalau orang beranggapan sebagai input atau output maka org itu tdk dapat berperan banyak
dalam perusahaan, sehingga tidak dapat mempengaruhi apapun. Akan berperan pasif,
menerima apa adanya. You take it or you leave it.

Urutan perencanaan pelatihan gaya jepang :


1. Mencari orang yang faham dgn produk
2. Mencari orang yang faham dengan pemasaran (marketing)
3. Orang-orang tersebut merancang materi pelatihan
4. Dengan trainer terbaik merancang dengan 2 orang tadi tentang delivery training
yang akan diberikan
5. Terakhir baru mencari trainer & peserta training.

You might also like