You are on page 1of 6

AGEN SOSIALISASI KELUARGA

Sosialisasi dimulai pada saat kelahiran dan usai ketika meninggal. Sosialisasi mencakup semua
proses dalam sebuah komunitas tertentu atau kelompok dimana manusia meningkatkan
pengalaman hidup mereka, memperoleh karakteristik motif sosial (Honingman, 1967).

Sosialiasi diarahkan pada pengajaran anak-anak menganai bagaimana caranya berperilaku dan
mengasumsikan peran di masyarakat. Anak diajari bahasa, peran atau diharapkan untuk
mengasumsikan pada berbagai langkah hidup, norma sosial dan kultural dan harapan dari apa
benar dan keliru, dan struktur teori yang relevan.

Budaya Internal atau nilai-nilai dan kepribadian  meliputi konsep kesehatan, sikap, dan
kepribadian. Ketiga aspek tersebut umumnya ditangani oleh Ibu.

Dari sebagian besar penelitian dan literature mengenai pola perkembangan anak dari orang tua
lengkap, single-parent, dan keluarga orang tua tiri didapatkan hasil : single-parent dan orang tua
tiri merupakan dua keluarga dengan pola sosialisasi yang unik, dan tentunya akan berdampak
pada anak. Allen (1997) mengemukakan bahwa orang tua lesbian dan Gay memiliki konsep
bahwa “keluarga terdiri dari berbagai macam seperti anak kandung, anak adopsi, dan anak yang
dipilih dari keluarga terdekat.

1.      Keluarga Single-Parent

Single-parent umumnya terbentuk karena perceraian atau meninggalnya salah satu dari orang tua
tersebut. Membesarkan anak bagi single-parents merupakan hal yang sulit, khususnya jika tidak
ada orang dewasa lain yang mengarahkan orang tua. Single-parents membutuhkan Perjuangan
untuk melengkapi kebutuhan finansial dan dukungan emosional untuk anak-anak mereka.
Kemiskinan dan tidak adanya lapangan pekerjaan tetap yang biasanya dihadapi ibu semakin
memberatkan untuk membesarkan anak.

Masalah yang dihadapi anak dengan orang tua tunggal biasanya mengalami ketidaksuksesan
dalam sekolah, rendahnya penghargaan, dan penurunan harga diri bila dibandingkan dengan
anak yang dibesarkan dengan orang tua lengkap.

2.      Keluarga Step-parent

Dalam keluarga dengan orang tua tiri, aturan yang ditetapkan ayah tiri membingungkan dan
menghasilkan ketidakseimbangan keluarga yang berdampak pada kesulitan dalam membesarkan
anak. Setiap orang tua membentuk latar belakang keluarga ketika menjelaskan kepada anak
menganai kepercayaan, perilaku, dan disiplin. Ketika orang dewasa memasuki keluraga baru,
ayah tiri akan menjadi suami namun tidak sepenuhnya menjadi orang tua dan menyetujui tentang
aturan yang diberlakukan. Lebih lanjut, anak yang tumbuh dengan kepribadian mereka dan
memiliki harapan mengenai apa yang diterima atau tidak diterima bagi mereka sendiri dan
pajanan orang tua kandung mereka.
3.      Keluarga Gay/ Lesbian (LGBT)

Orang dewasa lesbian, gay, biseksual, dan transgender merupakan anggota dari banyak keluarga,
sering mengasuh anak dengan berbagai situasi. Semisal, Saving Williams dan Esterberg (2000)
mengklasifikasikan keluarga gay lesbian:

a.       Keluarga dengan orang tua heteroseksual namun anaknya lesbian, gay, atau biseksual.

b.      Anak dari orang tua lesbian atau gay.

c.       Orang dewasa lesbian dan gay yang mengasuh anak bersama.

Anak dengan orangtua lesbian dan gay membangun psikologi, intelektual, kepribadian, dan
emosi dalam arahan yang positif dan orientasi seksual dari orang tua tidak berakibat atau bukan
merupakan prediksi dari pembangunan karakter anak.
AGEN SOSIALISASI TEMAN SEPERMAINAN

Perlu diketahui bahwa sosialisasi itu penting untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
kita. dan sudah sepatutnya para remaja di Indonesia bersosialisasi tanpa batas, selama masih
dalam batasan yang wajar. tetapi banyak pula remaja yang menyimpang dari batas kewajaran
alias "Pergaulan Bebas"

Kalian semua pasti sudah tau lah apa yang saya maksud dengan pergaulan bebas tersebut, tidak
usah disebutkan lagi karena semua orang pun tahu apa saja yg tergolong dalam pergaulan bebas
tersebut.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana menghindari para remaja dari pergaulan bebas tetapi
mereka tetap bisa bersosialisasi. itu memang agak sulit karena sebagian besar para remaja saat
ini sudah terpengaruh dengan adanya pergaulan bebas.

Faktor pendukung untuk masalah ini adalah yang pertama pasti lingkungan dari keluarga, seperti
orang tua yang seharusnya lebih protektif lagi terhadap anak-anak mereka yang sudah beranjak
dewasa. karena perhatian dari orang tua adalah faktor terpenting bagi si anak untuk tidak
terjerumus kedalam hal-hal negatif.

Faktor-faktor yg lain adalah lingkungan tempat tinggal, teman-teman sebayanya, lingkungan


sekolahnya dan masih banyak lagi. faktor tersebutlah yang dapat mengarahkan seorang remaja
dalam hal bersosialisasi. eits ada faktor yang ketinggalan nih. Faktor Agama lebih penting lagi
pengaruhnya untuk membuat sugesti si remaja akan takutnya kepada Tuhan YME jika dia
melakukan hal-hal buruk diluar sana (pergaulan bebas)

Pada intinya semua itu pun tergantung dari masing-masing orangnya. jika semua faktor telah
mendukung dalam hal sosialisasi sewajarnya tapi dalam dirinya tetap ingin mencoba hal-hal
negatif itu ya susah untuk di hindarkan.

Anak jaman sekarang memang selalu ingin mencoba hal-hal baru, bagus sih tetapi hal-hal baru
itu kan bisa kita golongkan ke dalam sisi positifnya saja. kalau hal-hal yang tergolong negatif sih
itu tergantung manusianya. Intinya, bagaimana setiap remaja menyikapi sosialisasi dalam
pergaulan tersebut.

Buat para remaja yang sekarang masih sangat labil, lebih baik berfikir dahulu sebelum mencoba
hal-hal yang kalian ingin tahu. daripada kalian terjerumus dan pastinya merugikan diri kalian
masing-masing. okay!
AGEN SOSIALISASI MEDIA MASSA TERHADAP KEPRIBADIAN DAN PERILAKU
INDIVIDU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Tanpa mengikari fungsi dan maafaat media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari adanya
sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena itu media massa
dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran nilai-nilai dan perilaku di tengah
masyarakat seperti menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya kejahatan, rusaknya moral
dan menurunnya kreativitas yang bermutu.

Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan
bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru
apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi
media massa memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian
dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar
khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa.

Hampir setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan pembicaraan yang
menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan dan bentuk-bentuk
yang lain. Akibat logis dari keadaan tersebut bahwa segala sesuatu yang digambarkan serta
disajikan kepada masyarakat luas dapat membantu dan mengembangkan kemampuan
menentukan sikap pada individu-individu di tengah masyarakat dalam menentukan pilihan
mengenai apa yang patut ditempuhnya untuk kehidupan sosial mereka.

Pemberian masalah kejahatan melalui media massa mempunyai aspek positif dan negatif.
Pengaruh media massa yang bersifat halus dan tersebar (long term impact) terhadap perilaku
seolah-olah kurang dirasakan pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara
keseluruhan.

Hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi massa pada sikap
dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh teknik-teknik pengukuran
yang digunakan sekarang.
Kemungkinan dan proses bagaimana terjadinya peniruan terhadap apa yang disaksikan atau
diperoleh dari isi media massa dapat dipahami melalui beberapa teori. Yang pertama adalah teori
peniruan atau imitasi. Kemudian teori berikutnya tentang proses mengidentifikasi diri dengan
seseorang juga menjelaskan hal yang sama. Sedangkan teori social learning mengungkapkan
faktor-faktor yang mendorong khalayak untuk belajar dan mampu berbuat sesuatu yang
diperolehnya dari interaksi sosial di tengah masyarakat.

Memang teori-teori tadi belum tuntas sepenuhnya dalam memaparkan perihal peniruan terhadap
isi media massa. Namun konsep-konsep pokok yang diajukan oleh masing-maisng teori itu
kurang lebih dapat membantu kita untuk memahami terjadinya peniruan yang dimaksud dalam
hubungan bahasan kita di sini yang merupakan faktor penting dari efek sosial yang ditimbulkan
oleh media massa.

Studi pertama tentang efek TV yang dilakukan dengan lengkap adalah yang disebut Payne Fund
Studies Film and their Effect on Children, yang berlangsung selama empat tahun 1929-1932.
Hasil studi ini sebanyak dua belas jilid telah diterbitkan oleh Macmillan di antara tahun 1933-
1935.

Pada tahun 1961, UNESCO menerbitkan sebuah bibliografi beranotasi The Influence of the
Cinema on Children and Adolescent yang berisikan 491 buku, artikel dan jurnal.

Charters (1934) mengemukakan bahwa pada tahun 1930, tiga tema besar film yang
dipertunjukkan adalah: cinta (29,6%), kejahatan (27,4 %) dan seks (15,0%). Ke dalam kategori
kejahatan yang 27,4% itu, terutama isinya adalah mengenai: pemerasan, extortion, penganiayaan,
dendam dan pembalasan.

Media Massa dan Persepsi tentang Gender

Proses sosialisasi yang dilalui oleh setiap anggota masyarakat ada yang berlangsung secara
formal, yaitu melalui sekolah dan pendidikan lainnya. Tapi adapula yang berbentuk informal
yaitu yang diperoleh melalui keluarga, kerabat, dan pergaulan dengan teman sebaya.
Media massa dapat berperan dalam proses sosialisasi itu baik yang informal, yaitu ketika media
dikonsumsi dalam situasi dan untuk keperluan di rumah. Namun media dapat pula berperan
dalam sosialisasi formal, yakni ketika mengikuti pendidikan melalui media atau apa yang disebut
sebagai pendidikan jarak jauh
Stereotip Wanita dalam Media Massa

Media massa memberikan banyak hal yang dapat diserap oleh setiap anggota masyarakat antara
lain ikut membentuk perilaku anggota masyarakat tersebut. Proses ini sebenarnya sudah dimulai
pada permulaan kehidupan seseorang adalah keluarga, sekolah tempat kerja lingkungan sosial
dan media massa. Keluarga adalah sumber pertama, karena dari keluargalah, seseorang
mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam hidupnya.

You might also like