You are on page 1of 19

Case report

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

IRA MASYKURA 05120111

Pembimbing :

Dr. Afdal, SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR. M.DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia
adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing.

1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 %
diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus
infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo

2
Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian
antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh
penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada
neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif
seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan
anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumoniae,
Haemophillus inflienzae tipe B, dan Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus
Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri
yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia
virus. Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya
tidak dapat menentuka etiologi.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jaang
Bakteri Bakteri
 E.colli  Bakteri anaerob
 Sreptococcus group B  Streptococcus group D
Lahir – 20 hari  Listeria Monocytogenes  Haemophillus influenza
 Streptococcus pneumoniae
 Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo
 Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Virus  Bordetella pertussis
 Virus Adeno  Hamophillus influenza tipe B
 Virus Influenza  Moraxella catharallis
3 minggu – 3 bulan  Virus Parainfluenza 1,2,3  Staphylococcus aureus
 Repiratory Syncytial virus  Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo

3
Bakteri Bakteri
 Chlamydia  Hamophillus influenza tipe B
trachomatis  Moraxella catharallis
 Mycoplasma  Neisseria meningitidis
pneumoniae  Staphylococcus aureus
 Streptococcus
4 bulan - 5 tahun pneumoniae Virus
 Virus varisella zoster

Virus
 Virus adeno
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus

Bakteri Bakteri
 Chlamydia  Hamophillus influenza tipe B
trachomatis  Legionella sp
 Mycoplasma  Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus
5 tahun – remaja  Streptococcus  Virus adeno
pneumoniae  Virus Epstein Barr
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus
 Virus varisella zoster

1.4 Patologi dan patogenesis


Umumnya mikroorganime penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penybaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru
yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukasit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel
akan mengalami degenerasi , fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium
ini disebut stadium reolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena
akan tetap normal.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit, shingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya

4
bermanifestasi sebagai bercak – bercak konsolidasi merata di seluruh lapanga paru
( bronkopneumonia ), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada
satu lobus ( pneumonia lobaris ). Pneumotokel atau abses kecil sering disebabkan
oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil karena Staphylococcus
aureus meghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,
stafilokinase , dan koagulase. Toksi dan enzim ini enyebabkan nekrosis, perdarahan
dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilka bahan
aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat
fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.
Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit
yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan – bulan, tetapi biasanya
tidak memerlukan terapi lebih lanjut.

1.5 Manifestasi Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomikdan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinik yang kadang – kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan afsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare;
kadang – kadang ditemukan geala infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,
takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi,
suara nafas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil

5
Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal ibu-
anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi
dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion,
atau dari servix ibu. Infeksi dapat berasal dari kimtaminasi dengan sumber infeksi
dari RS (hospital-acquired pneumoni ). Disamping itu dapat terjadi akibat
kontaminasi dengansumber infeksi dari masyarakat ( community-acquired
pneumonia).
Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup
serangan apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah,
tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi
BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis
dan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan
sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tiggi di negara maju, yaitu
dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya
diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada
neonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus segera dirawat di RS.
infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat
menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi
mendapatkan infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port d’entree infeksi meliputi
mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala timbul pada usia 4-12
minggu. Gejala umum ; gejala infeksi respiratori ringan-sedang, ditandai dengan
batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu kali batuk ), kadang – kadang
disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa kasus infeksi berkembang
menjadi pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan memerlukan perawatan. Gejala
klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis. Gambaran foto rontgen
thoraks tidak khas, umumnya terlihat tanda—tanda hiperinflasi bilateral dengan
berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat iinterstisial, retikulonoduler,
atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier. Antibiotik pilihan adalah
makrolid intravena.
2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar.
Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumonae merupakan
etiologi pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil,
batuk, sakit kepala, anoreksia, kadang – kadang keluhan gastrointestinal. Secara
klinis ditemukan gejala- gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta, nafas
cuping hidung, ronki dan sianosis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya
ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan gejala

6
pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema gerakan dada
tertinggal di daerah efusi. Gaerakan dada juga akan tergnggu bila terdapat nyeri dada
akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin
bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann
bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke
kuadran kanan bawah menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi kibat
dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin
terba karena tertekan oleh difragma, atau memang membesar karena terjadi gagal
jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam baas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis ( 15.000 – 40.000/mm3 ). Dengan prdominan PMN.
Leukopenia ( < 5000/mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi
Chlamydia kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel
PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa
relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia
ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer
lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2. C- Reaktif Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP
sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis
atau profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi
superfisialis daripada profunda.
3. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, ui serologis tidak
terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik
sepert Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG.
4. Pemeriksaan mikrobiologis

7
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat iambil dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru.
Diagnosis dikatakan definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau
aspirasi paru.
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia,
5. Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskuler, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
 Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia
lobaris ), atau terlihat sebagai lei tunggal yang biasanya cukup
besar, berbentuk sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia
 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke
daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila
ditemukan di pru kiri dan terbanyak di lbus bawah, hal itu merupakan prediktor
perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar.

1.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu
gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki
dan suara nafas melemah serta didukung oleh gambaran radiologis.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,
maka dalam upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis
dan tatalaksana pneumonia yang sederhana.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
 Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

8
o Pneumonia berat
 Bila ada sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Pneumonia
 Bila tidak ada sesak nafas
 Ada nafas cepat dengan laju nafas
• > 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
• > 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
o Bukan pneumonia
 Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
 Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumoniaarus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Bukan pneumonia
 Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

1.8 Penatalaksanaan
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
trutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan,
tidak mau makan atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemeberin cairan intravena, oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit,
dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik /antipiretik.
Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri

9
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB
sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai
terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis
eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari, diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari.
Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis 15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali
sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan dosis 5mg/kgBB untuk
hari berikutnya.
Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin
atau amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan
brupa : Penisilin G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15
mg/kgBB setiap 6 jam ), dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ).
Keduanya diberikan selama 10 hari.

1.9 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.

10
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
• Nama :M
• Jenis Kelamin : perempuan
• Anak ke : Pertama (tunggal)
• Umur : 2 bulan
• Suku Bangsa : Minangkabau
• Alamat : Kampung Dalam Pariaman

Alloanamnesis : Diberikan oleh ibu kandung


Seorang pasien permpuan umur 2 bulan dirawat di bangsal anak RSUPdr. M
Djamil Padang dengan
Keluhan utama : sesak nafas sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
 Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus, tidak
menggigil, dan tidak disertai kejang
 Muntah 4 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, banyaknya 3-4 sdm/kali, isi sisa
minuman.
 Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada
 Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut, tidak
diengaruhi oleh makanan, cuaca dan aktivitas.
 Anak saat ini mendapatkan ASI saja
 Riwayat tersedak sebelumnya disangkal
 Riwayat atopi atau biring susus tidak ada
 Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada
 BAK jumlah dan warna biasa

11
 BAB warna dan konsistensi biasa
 Anak telah dibawa ke RSUD Pariaman, dirawat selama 3 hari dan telah
diberikan O2. 2l/menit, IVFD KAEN 1B + KCl 6 tts/menit, cefotaxime 4 x
300 mg, ampicilin 4 x 200 mg, aminofilin 3 x 0,8 cc, iazepam 3 x 0,7,
dexamethasone 3 x 1/3 tablet, ASI?PASI 6 x 300 cc/NGT. Karena
persedaan oksien habis, anak dirujuk ke RSUP M Djaml Padang dengan
keterangan bronkopneuminia
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada pernah menderita berak-berak encer sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
 Ayah pasien memiliki riwayat alergi ( udang dan ikan )
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini
Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 3000 gram, panjang
lahir 49 cm.
Riwayat minum dan makan
ASI : sejak lahir - sekarang
Riwayat Imunisasi :
 BCG : -

 DPT : -

 Polio : -

 Hepaitis B : -

 Campak : -

Kesan : imunisasi dasar pada pasien belum dierikan


Riwayat Sosial Ekonomi dan Keluarga
Pasien anak pertama ( tunggal ), ayah bekareja sebagai wiraswasta dengan
penghasilan Rp.900.000/bulan dan ibu adalah ibu rumah tangga, tinggal di rumah
semipermanen, sumber air minum berasal dari PDAM, buang air besar di jamban,
pekarangan cukup luas, sampah rumah tangga dibakar

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang

12
Kesadaran : sadar
Frekuensi nadi : 130 x / menit
Frekuensi nafas : 58 x / menit
Suhu : 37,3º C
Berat badan : 5,7 kg
Tinggi badan : 57 cm
BB/U : 5,7/ 5 x 100% = 114 %
TB/U : 57/57 x 100% = 95,36 %
BB/TB : 5,7/5 x 100% = 114 %
Kesan : gizi baik

PEMERIKSAAN SISTEMIK
Kulit : Teraba hangat, turgor baik , sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun tidak
cekung.
Mata : mata terlihat cekung, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, Reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)
Thorak
Paru Inspeksi : normochest, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor kiri = kana
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring di kedua
lapangan paru, ekspirasi memanjang
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus terapa pada LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.

Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : hepar teraba 1/3 – ¼ , lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin: tidak ada kelainan

13
Extremitas : akral teraba hangat, refilling kapiler baik,
reflek patella +/+ N, achilles +/+ N. Reflek patologis : Babinsky +/+

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb : 11,6 gr%
Leukosit : 18.300/mm3
Hitung jenis : 0/0/1/50/48/1
Urin : Makroskopis : Warna kuning
Mikroskopis : leukosit : (-)
Eritrosit : (-)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : gepeng (-)
Protein :(-)
Glukosa :(-)
Bilirubin (-)
Urobilinogen (+)
Feses : Makroskopis : warna kuning, konsistensi lunak, darah (-), lendir (-)
Mikroskopis : Eritrosit 0-1
Leukosit (-)
Telur cacing (-)
Diagnosis Kerja:
Bronkopneumonia
DD/

Terapi :
• O2 2 liter/ menit
• IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
• Cefotaxime 2 x 300 mg IV

14
• Dexamethason 3x1 mg IV
• Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
• Sementara Puasa

Rencana Pemeriksaan :
 Periksa elektrolit
 Analisa Gas Darah (AGD)
 Kultur darah
 Röntgen toraks AP

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Analisa Gas Darah
• pH :7,38
• pCO2 : 45 mmHg
• pO2 : 113 mmHg
• HCO3- : 26,6 mmol/L
• BE : 0,8 mmol/L
• Saturasi O2:98 %
Kesan: hperoksemia → turunkan O2 menjadi 1 liter/menit
Elektrolit
• Na : 138 mmol/L
• K : 5,1 mmol/L
Kesan : hiperkalemia → belum perlu dikoreksi
GDR : 74 mg/dl
Kesan dalam batas normal
Rontgen thoraks
• Tampak infiltrat di perihiller dan parakardial di kedua lapangan paru
• Cor dalam bats normal
• Sinus dan diafragma baik
Kesan : Bronkopneumonia

Follow Up
Tanggal 3/2 2011
Pukul 07.00
Subjektif

15
• Demam tidak ada
• Sesak nafas masih ada, tidak bertambah
• Kebiruan tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• BAK jumlah dan warna biasa
• BAB warna dan konsistensi biasa
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 122x/’ 52x/’ 36,9 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
Kesan/ perbaikan minimal
Balance cairan
p.o :- urine : 70cc
p.e : 140 cc IWL : 60 cc
140 cc 130 cc
Balance : +100cc
Urine : 0,05 cc/kgBB/jam
Terapi
• O2 1 liter/ menit
• IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
• Cefotaxime 2 x 300 mg IV
• Dexamethason 3x1 mg IV
• Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
• Coba minum 1x5cc/NGT
Bila toleransi minum baik lakukan pemberian ASI bertahap melalui NGT

Pukul 09.00
Subjektif
• Demam tidak ada

16
• Sesak nafas masih ada, tidak bertambah
• Kebiruan tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• BAK jumlah dan warna biasa
• BAB warna dan konsistensi biasa
• Intake masuk per NGT
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 118 x/’ 38 x/’ 37 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta minimal
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
Kesan/ perbaikan
Terapi
• O2 1 liter/ menit
• IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
• Cefotaxime 2 x 300 mg IV
• Dexamethason 3x1 mg IV
• Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
• ASI 8 x 10 cc /NGT

Follow Up 4/2 2011


Subjektif
• Demam ada, tidak tinggi
• Sesak nafas berkurang
• Kebiruan tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• BAK jumlah dan warna biasa
• BAB warna dan konsistensi biasa

17
Objektif
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 110x/’ 36x/’ 37,6 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
Kesan/ perbaikan minimal
Balance cairan
p.o : 80 cc urine : 200cc
p.e : 140 cc IWL : 228 cc
480 cc 428 cc
Balance : +52cc
Urine : 1,46 cc/kgBB/jam
Terapi
• O2 1 liter/ menit
• IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
• Cefotaxime 2 x 300 mg IV
• Dexamethason 3x1 mg IV
• Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
• ASI 8 x 15 cc /NGT

Follow Up 5/2 2011


Subjektif
• Demam tidak ada
• Sesak nafas berkurang
• Intake sesuai ( lewat NGT )
• Kebiruan tidak ada
• Kejang tidak ada
• Muntah tidak ada
• BAK jumlah dan warna biasa
• BAB warna dan konsistensi biasa
Objektif

18
KU KES NADI NAFAS SUHU
Sedang sadar 120x/’ 40x/’ 37 C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
Kesan/ perbaikan
Terapi
• O2 1 liter/ menit
• IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
• Cefotaxime 2 x 300 mg IV
• Dexamethason 3x1 mg IV
• Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
• ASI 8 x 30 cc /NGT
Pasien dipindahkan ke Bangsal Akut

19

You might also like