You are on page 1of 6

Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Pengenalan Gejala, Biologi

Patogen dan Pengendaliannya)

Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada


(Pengenalan Gejala, Biologi Patogen dan Pengendaliannya)

Oleh Dyah Manohara


Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Jl. Tentara Pelajar No 3 Bogor 16111
Disampaikan pada Pelatihan Masalah Penyakit Patogen Tanah dan Aplikasi
Pengembangan Deteksi Dini. Bogor 29 Juli – 7 Agustus 1996

PENDAHULUAN
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada merupakan penyakit yang
paling ditakuti petani lada karena menyebabkan kematian tanaman secara cepat. Patogen
penyebab penyakit ini adalah jamur/cendawan Phytophthora capsici. Penyakit BPB
pertama kali dilaporkan oleh administratur perkebunan Sumatera Selatan pada tahun
1885 di pertanaman lada Sekampung. Sejak itu patogen penyebabnya terus menyebar
dan berkembang di daerah pertanaman lada di Lampung dan daerah lain seperti Bangka
(1936), Aceh (1929), Bengkulu (1916), Jawa Barat yaitu Banten dan Pelabuhan Ratu
(1931), Jawa Tengah (1933), Kalimantan Barat dan Selatan (1931), Kalimantan Timur
dan Pulau Laut (1930) (Mueller, 1936; Soepartono, 1953). Penyakit BPB pada tahun
1953-1956, menyebabkan tanaman lada banyak yang mati sehingga mengakibatkan
Indonesia hanya mampu memenuhi 23% kebutuhan dunia (Holliday dan Mowat, 1963),
Saat ini penyakit ini terdapat hampir di seluruh daerah pertanaman lada di Indonesia.
Penyakit BPB juga merupakan kendala produksi di negara-negara penghasil lada seperti
India, Malaysia dan Brasil.
GEJALA PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG
Patogen penyebab penyakit ini sebenarnya dapat menyerang seluruh bagian tanaman
lada, tetapi serangan yang paling membahayakan adalah pada pangkal batang atau akar.
Gejala serangan dini pada bagian tersebut sulit diketahui. Gejala yang nampak
biasanyameru serangan lanjut dari patogen. Gejala yang khas dari penyakit ini adalah
kelayuan tanaman.
Infeksi pada pangkal batang menyebabkan terjadinya perubahan warna kulit menjadi
hitam. Kulit batang kadang-kadang terlepas dan tinggal jaringan pembuluh yang
berwarna coklat. Pengamatan lebih lanjut, nampak terjadinya kerusakan di bagian
parenkhima, karenanya daun menjadi layu dan akhirnya kering. Daun yang layu tersebut
akan menjadi hitam dan gugur. Seringkali tidak semua daun menjadi gugur, daun yang
tidak gugur tetap tergantung pada tanaman yang mati.
Infeksi patogen pada daun menyebabkan terjadinya bercak daun. Sepanjang tepi bercak
terdapat bagian gejala hitam bergerigi seperti renda yang akan nampak jelas bila daun
diarahkan ke cahaya. Bagian tersebut tidak nampak bila daun telah mengering atau gejala
lebih lanjut. Daun yang terinfeksi ini merupakan sumber inokulum bagi tangkai daun atau
cabang yang ada di dekatnya (Turner, 1969). Pengamatan proses infeksi patogen telah
dilakukan oleh Manohara dan Machmud (1986) dengan menggunakan daun lada varietas
Lampung daun lebar, penetrasi terjadi melalui dua cara yaitu cara langsung menembus
kutikula dan tidak langsung yaitu melalui stomata dan lubang alami. Penetrasi terjadi
antara 4-6 jam setelah inokulasi, dan penetrasi langsung lebih umum terjadi. Infeksi lebih
mudah terjadi melalui permukaan bawah daun. Setelah 18 jam diinokulasi, gejala tampak
berupa titik coklat di permukaan atas daun.
Serangan pada buah menyebabkan buah berwarna hitam dan menjadi busuk. Umumnya
serangan tersebut terjadi pada buah yang letaknya di dekat permukaan tanah.
Apabila serangan patogen terjadi pada satu tanaman dalam suatu kebun, maka 1-2 bulan
kemudian tanaman di sekitarnya akan terserang juga. Penyebaran ini dipercepat dalam
musim hujan.
Pada tanaman lada dikenal dua macam penyakit yang dapat menimbulkan gejala layu
cepat (Quick Wilt/Quick Decline) atau penyakit busuk pangkal batang dan layu lambat
(Slow Wilt/Slow Decline) atau penyakit kuning. Kadang-kadang petani terkecoh dalam
membedakan gejala kedua penyakit tadi. Padahal penentuan penyakit berdasarkan
gejalayg nampak dan nantinya dihubungkan dengan patogen penyebabnya, sangat
penting dalam hala menentukan strategi pengendaliannya. Gejala layu akibat serangan
patogen BPB nampak seperti tanaman kekeringan sedangkan akibat penyakit kuning,
daun menggantung kaku dan makin lama makin mengarah ke batang tanaman.
PATOGEN PENYEBAB DAN PATOGENISITASNYA
Pertama kali patogen penyebab BPB diidentifikasikan oleh Muller (1936) sebagai
Phytophthora palmivora Butler var. piperis. Jamur tersebut termasuk dalam famili
Pythiacea, ordo Peronosporales, kelas Oomycetes (Alexopoulus dan Mims, 1979).
Peneliti lain mengidentifikasikan patogen tersebut dengan berbagai nama antara lain P.
colocasiae di Malaysia dan India, P. palmivora di Brasil, Puerto rico (Alconero et al.,
1972), Serawak Malaysia (Turner, 1969) dan Indonesia (Harper, 1974). Kasim (1978)
mengidentifikasikan jamur patogen yang menyerang tanaman lada di Lampung sebagai
P. capsici.
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Tsao, Kasim dan Mustika (1977) terhadap
morfologi, pertumbuhan, perkembangbiakan aseksual dan seksual dari jamur patogen
yang berasal dari Lampung dan Bangka. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
semua isolat yang diidentifikasi adalah P. palmivora Morphological Form 4 (MF 4)
Sensu Brasier and Griffin.
Selanjutnya berdasarkan pengamatan morfologi, reproduksi, elektroforesis protein dan
isozim dari isolat-isolat Phytophthora asal lada, Alizadeh dan Tsao (1984) menyatakan
bahwa terdapat beberapa persamaan antara P. palmivora MF 4 dan P. capsici. Kemudian
pada pertemuan internasional peneliti coklat di Santo Domingo, Tsao dan Alizadeh
(1988) mengumumkan deskripsi klasifikasi dari P. capsici yang telah disempurnakan dan
menyatakan perubahan nama dari P. palmivora MF 4 menjadi P. capsici.
Pengamatan terhadap isolat Phytophthora asal Lampung, Jabar, Jatim, Bangka,
Kalimantan Barat telah dilakukan oleh Manohara dan Sato (1992), ternyata semua isolat
yang diidentifikasi termasuk P. palmivora MF 4, kecuali ada beberapa isolat asal
Kalimantan Barat tidak termasuk jenis tersebut, dan semua isolat P. palmivora MF 4
yang telah diidentifikasi tersebut lebih cocok diberi nama P. capsici.
Miselium P. capsici tidak bersepta dan mengandung banyak inti diploid. Jamur tersebut
berkembang biak dengan dua cara yaitu secara aseksual dan seksual. Secara aseksual
membentuk sporangium. Bentuk sporangium bervariasi dengan perbandingan panjang
dan lebar berkisar antara 1,3 – 1,8. Sporangium berpapila, kadang-kadang dijumpai
sporangium yang mempunyai dua papila. Zoospora keluar dari sporangium melalui
papila apabila sporangium telah masak dan adanya lapisan air. Adanya lapisan air
tersebut memungkinkan zoospora untuk berenang. Zoospora merupakan salah satu
bentuk inokulum yang penting bagi penyebaran penyakit busuk pangkal batang.
Perkembangbiakan jamur secara seksual menghasilkan oospora. Oospora dibentuk
apabila ada dua jenis tipe jodoh hifa yang serasi. Oospora berbentuk bulat, berdinding
tipis, tidak berwarna pada waktu muda dan berwarna kuning hingga coklat keemasan
apabila telah masak. Hasil pengamatan Manohara dkk (1993) secara in vitro ternyata
oospora hasil perkawinan dua isolat lada, paling banyak terbentuk pada suhu 200C dan
diinkubasi dalam keadaan gelap. Oospora tersebut dapat terbentuk dalam jaringan daun
dan batang yang diinkubasi pada kisaran suhu 16-28 0C sedangkan pada akar terjadi pada
kisaran suhu 16-28 0C (Wahyuno dan Manohara, 1995). Dua tipe jodoh P. capsici telah
dijumpai di daerah Lampung dan Kalimantan Barat, tetapi bentuk oospora belum pernah
dijumpai. Secara skematis daur hidup dari jamur P. capsici digambarkan sebagai berikut:

(sumber gambar :
http://www.ces.ncsu.edu/depts/pp/notes/Vegetable/vdin027/vdin027_files/pcapcyc2.gif)
Serangan P. capsici pada tanaman lada banyak terjadi pada musim hujan. Pada saat itu
keadaan suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi serta didukung oleh adanya
nutrisi yang cukup akan merangsang struktur istirahat jamur patogen untuk berkecambah.
Tetesan air hujan yang jatuh ke tanah dapat membantu memudahkan propagul dari tanah
ke daun yang didekatnya sehingga memungkinkan terjadinya infeksi. Pada serangan
lanjut mengakibatkan terbentuknya sporangium pada permukaan bawah daun dan bila
ada lapisan air memungkinkan terbentuknya zoospora. Apabila selama hujan disertai
angin maka sporangium atau zoospora yang telah terbentuk akan terlepas dan terbawa
angin menyebar ke tanaman di sekitarnya.
Zoospora disebut juga sebagai spora kembar, karena dapat berenang bila ada lapisan air.
Lama geraknya tergantung suhu air bebas. Tiga puluh menit setelah zoospora berhenti
bergerak, akan terjadi perkecambahan bila lingkungan memungkinkan. Bila lingkungan
tidak menguntungkan maka akan terbentuk struktur istirahat. Kemampuan patogen
bertahan hidup di dalam tanah mempunyai peranan penting sebagai sumber inokulum
primer.
Penyebaran jamur selain oleh air juga dapat dilakukan oleh ternak, manusia, alat
pertanian bekas dipakai pada tanaman sakit dan siput/keong.
PENGENDALIAN
Berdasarkan sifat-sifat jamur P capsici seperti yang telah diuraikan maka strategi
pengendaliannya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu (1) sebelum tanam, dan (2)
sesudah tanam.
(1) Sebelum Tanam
Apabila suatu daerah akan ditanami lada maka sebaiknya ditelusuri terlebih dahulu
tanaman yang ada sebelumnya dan coba dideteksi ada tidaknya propagul P. capsici.
Bila diketahui pada areal tersebut terdapat propagul P. capsici, maka strategi yang perlu
dilakukan adalah menekan laju pertumbuhan jamur terserang dengan cara:
- Menanam varietas lada yang toleran terhadap BB seperti Natar 1
- Melakukan penekanan/pemusnahan terhadap sumber inokulum dengan cara
perlakuan pengolahan tanah yang baik yaitu dibalik-balik dan diikuti dengan
pembenanam bahan organik seperti sisa tanam padi, kacang-kacangan, jagung atau pupuk
kandang.
- Mempergunakan setek sehat yang bebas patogen. Pengambilan setek sebaiknya
dari tanaman sehat pada ketinggian lebih dari 1 meter diatas tanah.
- Kalau mempergunakan setek satu ruas maka tanah pembibitannya harus dijaga
agar bebas pathogen
- Membuat saluran drainase yang baik
- Mengatur jarak tanam sesuai rekomendasi
Pemanfaatan lahan diantara tanaman lada dapat dilakukan dengan penanaman palawija,
padi gogo, bawang-bawangan atau temu-temuan. Hasil pengamatan Manohara dkk
(1993) akar tanaman tersebut banyak dihuni oleh jamur antagonis terhadap P. capsici.
Disamping itu eksudat tanaman bawang-bawangan seperti bawang putih dan kucai dapat
menghambat dan mematikan jamur tersebut.
Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan mengubah keseimbangan hara di dalam
tanah sehingga akan mempengaruhi populasi jasad pengganggu tanaman. Sebagai contoh
menurut Kasim (1985) pembenaman sisa tanaman (jerami, jagung, kedelai, kacang tanah
atau kacang hijau) yang telah dikeringkan dapat menekan intensitas penyakit busuk
pangkal batang antara 20-58%.
P. capsici sebagai penyebab penyakit busuk pangkal batang lada juga dapat menyerang
tanaman kelapa, karet, coklat, kayu manis, vanili, jambu mente, sirih, cabai jawa, dan
kemukus. Disamping itu gulma sering tumbuh di sekitar tanaman lada dapat terinfeksi
pathogen tersebut seperti rumput naman (Cleome rutidosperma) dan mekanis (Kasim dan
Prayitno, 1991).
2. Sesudah Tanam
tanaman lada telah ada di lapang, maka strategi yang perlu dilakukan sebagai berikut:
a. Tindakan Kultur Tehnik
- Membuat pagar (tumbuhan hidup atau bahan mati) di sekeliling kebun. Jalan
masuk ke kebun sebaiknya dibatasi jumlahnya dan bukan merupakan jalan umum
- Ternak peliharaan jangan dibiarkan bebas berkeliaran di dalam kebun
- Membersihkan rumput hanya pada daerah sekitar pangkal batang (penyiangan
terbatas)
- Membuat/memperbaiki saluran drainase
- Melakukan pemupukan sesuai dosis anjuran
- Sulur-sulur tanaman yang dekat permukaan tanah dipangkas pada waktu
menjelangnya musim hujan atau diikat sedemikian rupa dengan tujuan supaya lingkungan
pangkal batang tidak terlalu lembab
- Melakukan pemangkasan tiang panjat hidup dua kali pada musim hujan dan satu
kali pada musim kemarau
b. Tindakan kimiawi
Melakukan aplikasi fungisida sistemik seperti Aliette 80 WP, Folirfos 400 AS atau
Ridomil 2 G. aplikasi dilakukan pada awal musim dan selama musim hujan
c. Tindakan Hayati
Pemberian agensia hayati dan bahan organik seperti sisa tanaman jagung, kacang-
kacangan atau padi yang telah dikeringkan. Bahan organik tersebut diberikan dua kali
setahun yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuno dkk (1996) ternyata pemberian tepung
cengkeh sebanyak 100-150 gram/tanaman dapat menghambat seragan P. capsici, rata-
rata 63,5 – 70,9 % dengan produksi lebih kurang 2,5 kali dari tanman tanaman perlakuan.
Penelitian pengendalian penyakit BPB dengan tiga macam tehnik pengendalian telah
dilakukan di Lampung Utara selama 3 tahun. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
pengendalian secara terpadu (kombinasi cara kultur tehnik, kimia dan hayati) dapat
menekan laju serangan P. capsici dengan produksi lada hitam sebanyak 220,3 kg,
sedangkan tanpa pengendalian hanya 82 kg (Manohara dan Kasim, 1996).
Inspeksi kebun harus dilakukan secara teratur, bila terlihat daun-daun di bagian bawah
bergejala khas serangan P. capsici, maka tindakan pengendalian harus segera dilakukan
yaitu dengan cara mekanik (membuang/memusnahkan daun-daun yang bergejala) diikuti
dengan cara kimiawi. Pada tanaman tersebut pangkal batangnya diusahakan terbuka
(terkena sinar matahari langsung), supaya terhindar dari serangan P. capsici. Apabila
dijumpai tanaman yang menunjukkan gejala layu (terkena PBP), maka harus segera
dimusnahkan. Pada waktu melakukan pemusnahan harus secara hati-hati supaya tidak
tercecer ke tanaman sekitarnya. Tanah bekas tanaman sakit disiram dengan larutan bubur
Bordo. Tanah tersebut dibiarkan terbuka paling sedikit 6 bulan. Jangan membersihkan
rumput pada waktu hujan. tanaman disekitar tanaman sakit diberi perlakuan fungisida
sistemik atau disiram dengan bubur Bordo. Alat pertanian bekas tanaman sakit jangan
langsung dipakai ke tanaman sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Alconero, R., F. Albuquerque., N. Almeyda and A.G. Santiago. 1972. Phytophthora foot
rot of black pepper in Brazil and Puerto Rico. Phytophathology 62: 144-148
Alexopolous, C.J., and Ch. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John Wiley and
Sons, 3 rd ed. New York.
Alizadeh, A. and P.H. Tsao. 1984. Renaming, “P. palmivora MF 4 to P. capsici and
redescription of the species. Phytophthora Newsletter Vol 12: 1-2.
Harper. 1974. Pepper in Indonesia. Word Crops 26: 130-133.
Holliday, P and W.P Mowat. 1963. Foot rot of piper nigrum L. (Phytophthora
palmivora). Phytopathology Paper No. 5. Commonwealth Myco. Inst., Kew, Surrey.
Kasim, R. 1985. Pengaruh residu tanaman terhadap perkembangan penyakit busuk
pangkal batang (Phytophthora palmivora Butler) pada Tanaman lada. Tesis Magister
Sains. Fakultas Pasca Sarjana, IPB.
_________ dan Prayitno. 1991. Inang pengganti Phytophthora capsici asal tanaman
lada. Prosiding Seminar Sehari Penanggulangan Masalah Lada di Lampung. Bandar
Lampung, 19 September 1991.
Manohara, D dan M. Machmud. 1986. Proses infeksi Phytophthora palmivora (Butl.)
Butl. Pada daun lada (Piper nigrum). Pembr. PTI. 11: 60-66.
_________ and Sato. 1992. Physiological Observation on Pytophthora isolates from
black pepper. Indust. Crops. Res. J. 4: 14-19.
_________ , D. Wahyuno dan Sutrasman. 1993. Kajian tiga isolat Phytophthora capsici
asal lada, cabe jawa dan sirih. Kongres XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia, 6 – 8 September 1993. Yogyakarta.
_________ dan R. Kasim. 1996. Tehnik pengendalian penyakit busuk pangkal batang
tanaman lada. Proc. Seminar on Integrated Control on Main Diseases of Industrial Crops.
Hal: 120-139.
Muller, H.R.A. 1936. Het Phytophthor-voetrot van pepper (piper nigrum L.) in
Nederlandsch Indie. Depart. Van Econ. Zaken Algemeen Proefstation van den Lanbouw
Mededelingen van het Instsituut voor Plantenziekten. Batavia. No. 88.
Soepartono. 1953. Penyakit foot-rot pada lada. Tehnik Pertanian, tahun ke-II-9: 302.
Turner, G.J. 1969. Phytophthora palmivora from pepper beetle in Serawak. Trans Br.
Mycol. Soc. 62: 411-413.
Tsao, P.H., R. Kasim and I. Mustika. 1985. Morphology and Identity of Black Pepper
Isolates in Indonesia. FAO Plant Prot, Bull. 33: 61-66
_________ and A, Alizadeh. 1988. Recent advance in taxonomy and nomenclature of so-
called P. palmivora MF 4 occuring on cacao ad other tropical crops. Proceeding of 10th
International Cacao research Conference, Santo Domingo. 17-25 May. Pp: 441-445.
Wahyuno, D dan D. Manohara. 1995. Penbentukan Oospora Phytophthora capsici pada
jaringan lada. Hayati Jurnal Biosains Vol 2: 46-48.
_________ , D. Manohara, U. Suparman dan Sudrajat. 1996. Penelitian Pengendalian
Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada dengan Tepung Cengkeh. Proc. Seminar on
Integrated Control of Main Diseases of Industrial Crops. Pp. 155-159.

You might also like