You are on page 1of 30

BAB II

HUKUM PERDATA ISLAM

A. Hukum Perdata di Indonesia

1. Pengertian
Istilah "Hukum Islam" merupakan istilah khas Indonesia, sebagai
terjemehan Al-Fiqhi al-Islami atau dalam konteks tertentu darai al-syri'ah
al-Islami,istilah dalam wacana ahli hukum barat digunakan islamic
law.Dalam Al-Qur'an maupun al-sunnah,istilah al-hukum al-islam tidak di
jumpai, yang digunakan adalah kata syari'at yang dalam penjelasannya
kemudian lahir fiqh. Kemudian untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan di jelasakan
pengartian syari'at dan fiqh.
Kata syri'ah dan devenisinya di gunakan lima kali dalam Al-Qur'an
secara harfiah syri'ah artinya jalan ke tempat mata air, atau tempat dilalui
sungai. Penggunaannya dalam Al-Qur'an diartikan sebagai jalan yang jelas
yang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama ushul fiqh, syari'ah
adalah titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf
muslim,baliq dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pilihan, atau
perantara (sebab, syarat atau penghalang). Jadi konteksnya, adalah hukum-
hukum yang bersifat praktis ( amaliyah ).
Adapun kata fiqh yang dalam Al-Qur'an digunakan dalam bentuk
kata kerja (fi'il) disebut sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam Al-Qur'an
berarti memahami.Secara etimologis,fiqh ratinya paham.Namun berbeda
dengan 'ilm yang artinya mengerti,ilmu bisa diperoleh secara nalar atau
wahyu, fiqh menekankan pada penalaran, meski penggunaannya nanti ia
terikat kepada wahyu. Dalam pengertisn terminologis, fiqh adalah hukum-

1
hukum syara yang bersifat praktis (amlaiah) yang diperoleh dari dalil-dalil
yang rinci. Contohnya hukum wajib shalat,diambil dari perintah Allah SWT
dalam ayat "aqimus al-shalat" (dirikan shalat), karena daam Al-Qur'an tidak
dirinci bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka dijelaskan melalui
sabda Nabi SAW "Kerjakan shalat, sebagaimana kalian melihat aku
menjalankannya "Dari praktek Nabi inilah, sahabat-sahabat, tabi'in dan
fuqaha merumuskan tata aturan shlat yang benar dengan segala syarat dan
rukunnya.
Penjelesan di atas menunjukan bahwa antara syari'ah dan fiqih
memiliki hubungan yang erat. Karena fiqih adalah formula yang dipahami
dari syari'ah. Syari'ah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami
melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara
baku. Fiqih sebagai hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi oleh
tuntutan ruang dan waktu yang melingkufi faqih (jamak fuqaha) yang
memformulasikannya. Karena itulah, sangat wajar jika kemudian terdapat
perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka.
Hasbi Ash Shiddiegi mendefinisikan, hukum Islam adalah koleksi
daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari'at atas kebutuhan
masyarakat. Dalam khazana ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam
dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam. Hukium
adalah seperangkata peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang
diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum didasarkan kata Islam. Jadi
dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan
berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf
yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam.

2
B. Latar Belakang

Sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia tidak dapat


dipisahkan dari sejarah Islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam
samalah artinya dengan membicarakan Islam sebagai sebuah agama.
Islam masuk ke Indonesia pada abad I H atau abad VII M yang di
bawah oleh pedagang-pedagang Arab. Tidaklah berlebihan jika era ini
adalah era di mana hukum Islam untuk pertama kalinya masuk ke wilayah
Indonesia. Martin Van Bruinessen mengatakan penekanan pada aspek fiqih
sebenarnya adalah fenomena yang berkembang belakangan. Pada masa-
masa yang paling awal berkembangnya Islam di Indonesia penekanannya
tampak pada Tasauf.
Beberapa ahli menyebut bahwa hukum Islam yang berkembang di
Indonesia bercorak Syafi'iyyah. Ini ditunjukkan dengan bukti-bukti sejarah
di antaranya, Sultan Malik Zahir dari Samudra pasai adalah seorang ahli
agama dan hukum Islam terkenal pada pertengahan abad ke XIV M.
Melalui kerajaan ini, hukum Islam Mazhab Syafi'i di sebarkan ke
kerajaan-kerajaan Islam lainnya di kepulauwan Nusantara. Bahkan para ahli
hukum dari kerajaan Malaka (1400-1500 M) sering datang ke samudra
pasai untuk mencari kata putus tentang permasalahan-permasalahan hukum
yang muncul di Malaka.
Selanjutnya Nuruddin ar-Raniri (w. 1068 H/1658 M) yang menulis
buku hukum Islam berjudul Sirat al-Mustaqim pada tahun 1628 dapat
disebut sebagai tokoh Islam abad XVII. Kitab sirat al-Mustaqim merupakan
buku hukum Islam yang pertama yang disebarluaskan ke seluruh Nusantara.
Disamping kitab sirat al-Mustaqim, karya-karya fiqih al-Raniri lainnya
dapat dilihat pada jawahir al-Ulum fi Kasf al-Ma'lum, kaifiyat al-salat dan

3
Taubih al-awu fi Tahqiq al-kalami fi'an Nawafil. Tokoh yang termasuk
angkatan abad XVII selain Raniri adalah Abd al-Rauf as-Sinkili, ia
termasuk mujtahid Nusantara yang menulis karya fiqih.
Kemudian pada abad XVIII M, tokoh Islam dalam bidang hukum
Islam adalah Syekh Arsyad al-Banjari, ia menulis kitab fiqih yang berjudul
Sabil al-Muhtadin Li Tafaqquh fi Amr al-Din yang juga bercorak syafi'iyah.
Kemudian ulama-ulama fiqih yang lainnya pada abad-abad berikutnya yang
bercorak syafi'iyah.
Dari gambaran singkat diatas, tampak bahawa hampir setiasp masa,
selalu saja diisi oleh ulama-ulama fiqih yang bercorak syafi'iyah dan tasauf
sunni. Namun lambat laun, pengaruh Mazhab Hanafi, mulai diterima.
Penerimaan dan pelaksanaan hukum Islam ini, dapat dilihat pada
masa-masa kerajaan Islam awal. Pada zaman kesultanan Islam, menurut
Djatnika, hukum Islam sudah di berlakukan secara resmi sebagai hukum
negara. Di Aceh atau pada pemerintahan sultan Agung hukum Islam telah
di berlakukan walau masih tampak sederhana.

C. Kekuatan Hukum Islam di Indonesia

Membicarakan kekuatan hukum dari Hukum Islam di Indonesia


perlu dipahami dari macam produk pemikiran Hukum Islam itu sendiri.
Sebagaimana penulis telah kemukakan bahwa setidaknya ada empat produk
pemikiran hukum Islam yang telah berkembang dan berlaku di Indonesia,
seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Empat produk pemikiran
Hukum Islam tersebut adalah fiqih, fatwa Ulama-Hakim, Keputusan,
pengadilan, dan perundang-undangan. Persoalannya adalah di mana posisi
komposisi Hukum Islam di Indonesia dalam konteks pruduk pemikiran
hukum Islam tersebut.

4
Amir Syarifuddin, Guru besar IAIN Padang, menyatakan bahwa
kompilasi Hukum Islam yang secara formal disahkan melalui instruksi
Presiden Nomor I Tahun 1991 adalah mwerupakan puncak pemikiran fiqih
Indonesia setidaknya hingga sekarang. Pernyataan tersebut didasarkan pada
diadakannya lokakarya Nasional, yang didatangi tokoh ulama fiqih dari
organisasi-organisasi Islam, Ulama fiqih dari perguruan tinggi ,dari
masyarakat umum dan diperkirakan dari semua lapisan ulama fiqih ikut
dalam pembahasan, sehinga patut dinilai sebagai ijma' ulama Indonesia,
kompilasi hukum Islam tersebut diharapkan dapat dipedomani para Hakim
dan masyarakat seluruhnya. Karena pada hakikatnya, secara substansial,
kompilasi tersebut dalam sepanjang sejarahnya, telah menjadi hukum
positif yang berlaku dan diakui keberadaannya.
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia disahkan melalui instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.
Kemudian ditindak lanjuti keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun
1991 tanggal 22 Juli 1991, tentang pelaksanaan atau penerapan instruksi
Preasiden RI Nomor I Tahun 1991, kemudian disebarluaskan melalui surat
edaran direktur pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Nomor 3694
/EV/HK. 003/AZ/91 tanggal 25 Juli 1991.

D. Prinsip-prinsip Perkawinan dalam Undang-undang No I


1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Di dalam UU perkawinan No I tahun 1974 seperti yang termuat
dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan:
"Ikatan lahir bathin antara serorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa."
Menurut KHI, seperti yang terdapat pada pasal 2 dinyatakan bahwa
perkawinan dalam hukum Islam adalah:

5
"Pernikahan yaitu aqad yang sangat kuat atau mistsaqan qhalidan
untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Berkenan dengan pasal selanjutnya bahwa tujuan perkawinan
adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah (tentram cinta dan kasih sayang).
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan pengembangan
dari hukum perkawinan yang tertuang di dalam Undang-undang Nomor I
Tahun 1974. Karena ia tidak dapat lepas dari misi yang diemban oleh
Undang-undang perkawinan tersebut, kendatipun cakupannya hanya
terbatas bagi kepentingan umat Islam.
Karena kompilasi dalam banyak hal merupakan penjelasan Undang-
undang Perkawinan, maka prinsip-prinsip atau asas-asasnya dikemukakan
dengan mengacu kepada Undang-undang tersebut.
Selanjutnya dibawah ini akan disebutkan asas-asas yang prinsip atau
yang substansial dalam Undang-undang Perkawinan ini:
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal.
Untuk itu suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejateraan spritual dan material.
2. Dalam Undang-undang ini ditegaskan bahwa suatu
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap
perkawinan "harus dicatat" menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Undang-undang ini menganut asas Monogami.
4. Undang-undang perkawinan ini menganut prinsip bahwa
calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat
melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan

6
perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan mendapat
keturunan yang baik dan sehat.
5. Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit
terjadinya perceraian.
6. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segalah
sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama
suami istri.
Prinsip diatas merupakan prinsip-prinsip pokok atau intisari yang
disimpulkan dari prinsip-prinsip yang ada, yang dikemukakan oleh pakar-
pakar hukum Islam.

7
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ahmad Rofiq, M.A. Hukum Islam Di Indonesia, Edisi I. Cet. 3.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1998

Dr. H. Amiur Nuruddin, M.A dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag.

Hukum Perdata Islam di Indonesia. Cet. I. 2004. Jakarta: PT.

Kencana.

8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum sebagai norma mempunyai cirri kekhususan, yaitu hendak


melindungi, mengatur, dan memberikan keseimbangan dalam menjaga
kepentimgan umum, sesuai dengan tujuannya untuk mencapai tata tertib demi
keadilan,maka aturan hokum akan berkembang sejalan dengan perkembangan
pergaulan hidup manusia.Perkambangan aturan-aturan hukumitu dalam
pelaksanaannya menunjukan adanya pengganti terhadap aturan-aturan hukum
yang sedang berlaku karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan akan
hukum masyarakat.
Peraturan yang berlaku di dalam suatu kelompok social, ketentuannya
tidak bersebar bebas dan terpiah-pisah, melainkan ada didalam suatu kesatuan
keseluruhan yang masing-masing keseluruhan itu berlaku sediri-sendiri,sistem
hukum digunkan oleh Negara-negara yang memerlukan hukum negaranya
yang sesuai dengan tujuan dalam bernegara.

B. Rumusan Masaalah
Adapun rumusan masaalah dalam pembahasan makalah ini ialah ;
1. Pengertian Hukum Internasional
2. Hukum Internasional Publik
3. Hukum Perdata Internasional
4. Kedudukan Istri Dalam Hukum Perdata Internasional

9
BAB II
HUKUM INTERNASIONAL

A. Pengertian Hukum Internasional

Yang dimaksud dengan hukum internasional ialah peraturan yang


mengatur hukum perhubungan antara Negara dan soal-soal yang mengenai
hubungan hukum perdata antara rakyat suatu Negara dengan penduduk Negara
lain, diatur dalam hukum perdata Internasional.
Istilah hukum Internasional kebanyakan digunakan dalam arti ”Hukum
Internasional Publik ", sedangkan hukum internasional public itu bertugas
mengatur hubungan hukum yang terjadi antara Negara dan organisasi antar
Negara dalam kaitannya dengan ketentraman hidup bernegara, sebenarnya kalau
dilihat dari kewarganegaraan individual dalam membawa hukumnya dalam
mempertahankan dalam peristiwa hukum yang terjadi tentu penyelesaiannya
memerlukan hukum internasional juga. Kalau menyangkut perbedaan hukum
dan kewarganegaraan diatur oleh hukum Internasional privat ( Hukum Perdata
Internasional ).

B. Hukum Interasional Publik

1. Istilah dan Sifat Hukum Internasional


Kumpulan hukum yang mengatur tentang hubunagn antar Negara merdeka
dan berdaulat dalam bahasa Indonesia di Istilahkan sebagai hukum antar Negara
dan juga disebut hukum bangsa-bangsa.
Istilah hukum bangsa-bangsa itu merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda Volkenrecht, bahasa Perancis Droits de gens, Bahasa Inggris Law of

10
nations, dan bahasa Jerman Volkerrecht, keempat istilah ini aslinya dari Ius
Gentium suatu istilah yang terdaspat dalam hukum Romawi, dan ius gentium itu
berasal dari "Hukum Alam " yang dijadikan aturan tatatertib untuk setiap
bangsa. Bertitik tolak dari ius gentium ini, maka dalam perkembangannya
hubungan hukum antar Negara selanjutnya dilazimkan namanya manjadi hukum
Internasional, tetapi dilihat dari bangunan hukumnya, hukum internasional itu
tidak memiliki komponen-komponen yang satu sama laim mempunyai
hubungan kewenangan untuk mengatur Negara-negara di dunia ini. Karena itu
peraturan hukum Internasional sifatnya hanya sebagai koordinatif saja, dengan
sifat koordinaitf ini kalau terjadi suatu pelanggaran dari perikatan yang telah
disepakati dan menimbulkan perselisihan, maka penyelasainnya dilakukan oleh
mahkam internasional kalau antar Negara yang berselisih menunjuk lembaga
peradilan itu untuk menanganinya.

2. Sumber-sumber hukum internasional


Secara formal sumber-sumber hukum internasional itu dapat di baca dalam
pasl 38 ayat 1 pigam mahkam internasiomal.Sumber-sumber hukum
internasional antar lain ;
1. Perjanjian Internasional
Ialah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasrkan kata sepakat antara
Negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan
melajsanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu.
2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasan yang berlaku antar Negara-negara dalam mengadakan
hubungan hukum dapat diketahui daripraktek pelaksanaan pergaulan Negara-
negara itu. Peraturannya sampai kumpulan peraturan hukum internasional.
3. Prisip prinsip Hukum Umum
Prinsip-prinsip hukum umum yang dimaksudkan yaitu dasar-dasar system
hukum pada umumnya yang berasal dari hukum Romawi.
4. Yurisprudensi dan Anggapan-anggapan Para Ahli Hukum Internasional

11
Yurisprudensi internasional (judical deciosions ) dan anggapan-anggapan
ahli hukum internasional hanya merupakan " Subsidiari means for the
determination of rules of law ", maksudnya putusan hakim dan anggapan-
anggapan ahli hukum internasional itu hanya digunakan untuk membuktikan
dalam dipakai tidaknya kaidah hukum intenasional berdasarkan sumber huum
primer.

3. Subjek Hukum Internasional


Yang dimaksud dengan subjek hukum internasional ialah setiap Negara,
badan hukum, ( internasional ) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban
dalam hubungan hukum internasional.
Subjek hukum internasional itu antar lain ialah ;
1. Negara
Sebagai subjek hukum internasional yaitu Negara yang merdeka, berdaulat
dan tidak merupakan bagian dari suatu Negara.

2. Tahta Suci
Yang dimaksud dengan tahta suci (heilige stoel ) ialah gereja katolik
Roma yang diwakili oleh Paus di patikan.
3. Manusia
Manusia sebagai individi yang dianggap merupakan subjek hukum
internasional kalau dalam tindakan atau kegiatan yang dilakukannya
memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehendak damai kehidupan
masyarakat dunia
4. Organisasi Internasional
Daiam pergaulan internasional yang menyangkut mengenai hubungan
antar Negara-negara maka banyak sekali organisasi-organisasi yang diadakan
(dibentuk ) oleh Negara-negara itu.

4. Perserikatan Bangsa-bangsa ( PBB )

12
Perserikatan Bangsa-bangsa ( PBB ) sebagai organisasi internasional yang
bersifat universal yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1945 di San Fransisco
sebagai pengganti Lga Bangsa-bangsa. Tujuan organisasiInternasional ini
dicantumkan dalam mukaddimah piagamnya yang menegaskan bahwa " Kami
rakyat dari perserikatan bangsa-bangsa bermaksud untuk menyelamatkan
keturunan kami dari siksaan perang yang telah dua kali dalam seumur hidup
manusia menimbulkan kesengsaraan yang tidak ada akhirnya bagi manusia."
Tujuan yang dicantumkan dalam mukaddimah ini diulang lagi dalam pasal 1
piagam PBB, sedangkan asas-asasnya dicantumkan dalam pasal 2.
Berdasarkan tujuan dan asas-asas ini, maka dalam pergaulan PBB
menyelenggarakan kegiatan melalui enam aparat perlengkapan utamanya yaitu ;
1. Majlis Umum ( General Asembly )
2. Dewan Keamanan ( Secruity Council )
3. Dewan Ekonomi dan Sosial ( Ekonomic and Social Council
)
4. Dewan Perwakilan ( Tructeeshif Council )
5. Mahkama Internasional ( International Court of Justice )
6. Sekretaris ( Secretary )

5. Persatuan bangsa-bangsa Asia Tenggara


Organisasi kerja Asia Tenggara yang diberi nama ASEAN ( Association of
South East Asia Nation ) didirikan melalui deklarasi ASEAN tanggal 8 Agustus
1967 di Bangkok, maksud dan tujuan organisaisi ini inti utamanya ialah kerja
sama dalam mencapai kesejahteraan hidup bertetangga baik dalam bernegara.
Unutuk mencapai maksud dan tujuan ini ada aparat perlengkapan ASEAN
yang terdiri dari ;
1. Pertemuan dari Kepala Pemerintahan Negara Anggota
2. Pertemuan Mentri Luar Negeri
3. Komite Kerja
4. Sekretarian ASEAN Nasional
5. Komite tetap,khuss dam ad hoc

13
6. Sekretariat ASEAN
C. Hukum Perdata Internasional

1. Istilah sifat dan tujuan


Hukum perdata merupakan sub system dari system yang berlaku dalam
sebuah Negara. Ketentuannya mrngatur tentang hubungan hukum perorangan
dalam usaha memenuhi kebutuhan individunya. Kalau suatu hubungan hukum
terjadi dan menyangkut dua individu atau lebih dalam bidang keperdataan yang
ada orang Asingnya, maka timbullah masaalah yang memerlukan penyelesaian
secar internasional, sedangkan Negara pempat bertemunya peraturan hukum
dari para pembawa juga memiliki peraturan hukum peradata. Hal ini berarti
hukum perdata nasional yang harus berperan menyelesaikannya. Dengan
demikian hukum perdata nasional harus dianggap berlaku sebagai hukum
perdata internasional.
Dilihat dari arti hukum perdata internasional yang di titik beratkan kepada
peranan hukum perdata nasionalnya yang diberlakukan untuk mengatur
hubungan hukum karena ada unsur-unsur asing maka berarti belum ada
peraturan hukum perdata khusus yang bersifat internasionasional, sampai
sekarang belem ada peraturan hukum perdata yang bersifat unifikasi bagi setiap
orang dalam hubungan hukum internasional.
Peraturan hukum perdata nasional yang mengatur hubungan keperdataan
ynag mengandung unsure-unsur asing itu bertujuan memenuhi rasa keadilan
bagi setiap individu, tetapi nilai rasa keadilan bagi orang asing yang tunduk
kepada peraturan hukum perdata nasional dari Negara yang dihuni tidak dapat
diukur dari peraturan hukum perdata negaranya sendiri melaikan dari individu
masing-masing dengan mendapat kepuasan rasa keadilan.
2. Asas-asas Hukum Perdata Internasional di Indonesia
Setiap Negara memiliki hukum perdata nasional sendiri, kalau terjadi
peristiwa hukum perdata yang menyangkut unsur asing didalamnya maka sifat
peraturan itu berubah menjadi hukum perdata internasional, dan peristiwa

14
hukum tersebut diselesaikan menurut peraturan hukum perdata yang berlaku di
Negara itu.
Di Indonesia pelaksanaan menyelesaikan peristiwa hukum perdata yang
menyangkut unsur asing didalamnya sama dengan Negara lain. Hanya saja asas-
asas sumber hukum yang digunakan mungkin berbeda dengan Negara lain, hal
ini disebabkan perbedaan perkembangan dalam sejarah hukum perdata
Indonesia. Peraturan hukum yang menjadi sumber hukum dari hukum perdata
Internasional di Indonesia terdapat didalamnya Algemenc Bepalingen Van
Wetgeving ( AB ) yang asasnya dicantumkan dalam pasal 16, 17, dan 18, ketiga
pasal ini merupakan sisa dari ajaran ( teori ) statute yang diciptakan oleh
Bartolus de Saxofeerato (1314 – 1357 ).

D. Kedudukan Istri Dalam Hukum Perdata Internasional

Seorang istri dalam hukum perdata Internasional adalah mengikuti


kebangsaan suaminya yang berarti jika seorang wanita warga Negara Indonesia
menikah dengan seorang pria berkebngsawan Amerika, maka siistri harus
melepaskan kewarganegaraannya Indonesia dan kemudian tunduk kepada
kewarganegaraan suaminya ( Amerika ), walaupun misalnya mereka tinggal
sementara di Indonesia.
Apabila suaminya meninggal dunia, dan si istri ingin kembali ke Indonesia
dan ingin menjadi warga Negara Indonesia kembali dan membawa anak-
anaknya ke Indonesia maka dalam hal istri itu meminta pewargaan Negara
Indonesia ia harus melepaskan kewargaan Negara Amerikanya dan dengan
mempergunakan ius sanguinis ataupun ius soli ( diman ia keturunan Indonesia
dan selanjutnya hendak menjadi warga Negara Indonesia dapat mempergunakan
hak opsi.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penulisan makalah ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ;


1.Hukum Internasional Publik bertugas mengatur hubungan hukum yang terjadi
antar Negara dan organisasi antar Negara dalam kaitannya dengan
ketentraman hidup bernegara.
2.Hukum Perdata Internasional adalah peraturan hukum perdata nasional yang
berusaha mengatur hubungan hukum perdata yang menyangkut unsure-unsur
asing didalamnya.
3.Sumber-sumber hukum internasional antara lain ;
a. Perjajian Internasional
b. Kebiasaan Internasional
c. Prinsip-prinsp Hukum umum
d. Yurisprudensi dan Anggapan-anggapa ahli Hukum Internasional
4. Dalam Perjanjian Internasional diperlukan adanya ;
a. Negara-negara yang tergabung dalam organisasi
b. Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
d. Bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi

16
DAFTAR PUSTAKA

R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta PT. Raja Grafindo


Persada, 2001
G.Karta Sapoetra, Ny,E. Roekasih, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung
CV.America, 1982
Sudarsono.Pengantar Tata Hukum Indonesi, Jakarta, PT .Rineka Cipta.199

17
KATA PENGANTAR

Selaku hamba Allah yang beriman dan bertaqwa marilah kita memohon
kepada Allah SWT yang mana atas hidayah-Nya dan petunjuk yang di berikan
kepada umatnya, sehingga patutlah kita sujud dan selalu memohon agar
senantiasa diberikan kesehatan dan kekuatan agar supaya apa yang kita
laksanakan mendapat nilai ibadah dan nilai ketaqwaan. Amiin
Shalawat dan salam senantiasa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan para sahabat, keluarga, serta pangikutnya yang senantiasa bersama
Rasululah SAW dalam memperjuangkan syariat Islam dengan benar kepada
seluruh umatnya yang percaya kepada Allah SWT. Selanjutnya penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak selaku Pembina dan
pembimbing pada Mata kuliah HUKUM PERDATA ISLAM. Penulis sangat
mengharapkan agar supaya Makalah ini dapat menamba kualitas bagi teman-
teman pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari teman-teman sekalian,demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis
Kelompok I

18
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN………… …..……………………...………..……… 1
A.Latar Belakang
……………………………………………………... 1
B.Permasalahn …. …………………………………………...……….
1

BAB II. HUKUM PERDATA ISLAM …………………………………….…. 2


A. Hukum Perdata di Indonesia ……………………………….………. 2
B. Latar Belakang…………… ………………………… …………........ 2
C.Kekuatan Hukm Islam di Indonesia ...……………………...…………5
D.Prinsip-prinsip Pekawinan dalam Undang-undang No 11974 dan
Kompilasi Hukum Islam……………………………………………….………... 7

BAB III. PENUTUP………………………………………………………….….8


A. Kesimpulan…………………………………….………………..
…….8
B. Saran…...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

19
BAB II

HUKUM PERDATA ISLAM

E. Hukum Perdata di Indonesia

1. Pengertian
Istilah "Hukum Islam" merupakan istilah khas Indonesia, sebagai
terjemehan Al-Fiqhi al-Islami atau dalam konteks tertentu darai al-syri'ah
al-Islami,istilah dalam wacana ahli hukum barat digunakan islamic
law.Dalam Al-Qur'an maupun al-sunnah,istilah al-hukum al-islam tidak di
jumpai, yang digunakan adalah kata syari'at yang dalam penjelasannya
kemudian lahir fiqh. Kemudian untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan di jelasakan
pengartian syari'at dan fiqh.
Kata syri'ah dan devenisinya di gunakan lima kali dalam Al-Qur'an
secara harfiah syri'ah artinya jalan ke tempat mata air, atau tempat dilalui
sungai. Penggunaannya dalam Al-Qur'an diartikan sebagai jalan yang jelas
yang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama ushul fiqh, syari'ah
adalah titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf
muslim,baliq dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pilihan, atau

20
perantara (sebab, syarat atau penghalang). Jadi konteksnya, adalah hukum-
hukum yang bersifat praktis ( amaliyah ).
Adapun kata fiqh yang dalam Al-Qur'an digunakan dalam bentuk
kata kerja (fi'il) disebut sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam Al-Qur'an
berarti memahami.Secara etimologis,fiqh ratinya paham.Namun berbeda
dengan 'ilm yang artinya mengerti,ilmu bisa diperoleh secara nalar atau
wahyu, fiqh menekankan pada penalaran, meski penggunaannya nanti ia
terikat kepada wahyu. Dalam pengertisn terminologis, fiqh adalah hukum-
hukum syara yang bersifat praktis (amlaiah) yang diperoleh dari dalil-dalil
yang rinci. Contohnya hukum wajib shalat,diambil dari perintah Allah SWT
dalam ayat "aqimus al-shalat" (dirikan shalat), karena daam Al-Qur'an tidak
dirinci bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka dijelaskan melalui
sabda Nabi SAW "Kerjakan shalat, sebagaimana kalian melihat aku
menjalankannya "Dari praktek Nabi inilah, sahabat-sahabat, tabi'in dan
fuqaha merumuskan tata aturan shlat yang benar dengan segala syarat dan
rukunnya.
Penjelesan di atas menunjukan bahwa antara syari'ah dan fiqih
memiliki hubungan yang erat. Karena fiqih adalah formula yang dipahami
dari syari'ah. Syari'ah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahami
melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara
baku. Fiqih sebagai hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi oleh
tuntutan ruang dan waktu yang melingkufi faqih (jamak fuqaha) yang
memformulasikannya. Karena itulah, sangat wajar jika kemudian terdapat
perbedaan-perbedaan dalam rumusan mereka.
Hasbi Ash Shiddiegi mendefinisikan, hukum Islam adalah koleksi
daya upaya para ahli hukum untuk menetapkan syari'at atas kebutuhan
masyarakat. Dalam khazana ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islam
dipahami sebagai penggabungan dua kata, hukum dan Islam. Hukium
adalah seperangkata peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang

21
diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya. Kemudian kata hukum didasarkan kata Islam. Jadi
dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan yang dirumuskan
berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf
yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam.

B. Latar Belakang

Sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia tidak dapat


dipisahkan dari sejarah Islam itu sendiri. Membicarakan hukum Islam
samalah artinya dengan membicarakan Islam sebagai sebuah agama.
Islam masuk ke Indonesia pada abad I H atau abad VII M yang di
bawah oleh pedagang-pedagang Arab. Tidaklah berlebihan jika era ini
adalah era di mana hukum Islam untuk pertama kalinya masuk ke wilayah
Indonesia. Martin Van Bruinessen mengatakan penekanan pada aspek fiqih
sebenarnya adalah fenomena yang berkembang belakangan. Pada masa-
masa yang paling awal berkembangnya Islam di Indonesia penekanannya
tampak pada Tasauf.
Beberapa ahli menyebut bahwa hukum Islam yang berkembang di
Indonesia bercorak Syafi'iyyah. Ini ditunjukkan dengan bukti-bukti sejarah
di antaranya, Sultan Malik Zahir dari Samudra pasai adalah seorang ahli
agama dan hukum Islam terkenal pada pertengahan abad ke XIV M.
Melalui kerajaan ini, hukum Islam Mazhab Syafi'i di sebarkan ke
kerajaan-kerajaan Islam lainnya di kepulauwan Nusantara. Bahkan para ahli
hukum dari kerajaan Malaka (1400-1500 M) sering datang ke samudra

22
pasai untuk mencari kata putus tentang permasalahan-permasalahan hukum
yang muncul di Malaka.
Selanjutnya Nuruddin ar-Raniri (w. 1068 H/1658 M) yang menulis
buku hukum Islam berjudul Sirat al-Mustaqim pada tahun 1628 dapat
disebut sebagai tokoh Islam abad XVII. Kitab sirat al-Mustaqim merupakan
buku hukum Islam yang pertama yang disebarluaskan ke seluruh Nusantara.
Disamping kitab sirat al-Mustaqim, karya-karya fiqih al-Raniri lainnya
dapat dilihat pada jawahir al-Ulum fi Kasf al-Ma'lum, kaifiyat al-salat dan
Taubih al-awu fi Tahqiq al-kalami fi'an Nawafil. Tokoh yang termasuk
angkatan abad XVII selain Raniri adalah Abd al-Rauf as-Sinkili, ia
termasuk mujtahid Nusantara yang menulis karya fiqih.
Kemudian pada abad XVIII M, tokoh Islam dalam bidang hukum
Islam adalah Syekh Arsyad al-Banjari, ia menulis kitab fiqih yang berjudul
Sabil al-Muhtadin Li Tafaqquh fi Amr al-Din yang juga bercorak syafi'iyah.
Kemudian ulama-ulama fiqih yang lainnya pada abad-abad berikutnya yang
bercorak syafi'iyah.
Dari gambaran singkat diatas, tampak bahawa hampir setiasp masa,
selalu saja diisi oleh ulama-ulama fiqih yang bercorak syafi'iyah dan tasauf
sunni. Namun lambat laun, pengaruh Mazhab Hanafi, mulai diterima.
Penerimaan dan pelaksanaan hukum Islam ini, dapat dilihat pada
masa-masa kerajaan Islam awal. Pada zaman kesultanan Islam, menurut
Djatnika, hukum Islam sudah di berlakukan secara resmi sebagai hukum
negara. Di Aceh atau pada pemerintahan sultan Agung hukum Islam telah
di berlakukan walau masih tampak sederhana.

a. Kekuatan Hukum Islam di Indonesia

Membicarakan kekuatan hukum dari Hukum Islam di Indonesia


perlu dipahami dari macam produk pemikiran Hukum Islam itu sendiri.

23
Sebagaimana penulis telah kemukakan bahwa setidaknya ada empat produk
pemikiran hukum Islam yang telah berkembang dan berlaku di Indonesia,
seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Empat produk pemikiran
Hukum Islam tersebut adalah fiqih, fatwa Ulama-Hakim, Keputusan,
pengadilan, dan perundang-undangan. Persoalannya adalah di mana posisi
komposisi Hukum Islam di Indonesia dalam konteks pruduk pemikiran
hukum Islam tersebut.

Amir Syarifuddin, Guru besar IAIN Padang, menyatakan bahwa


kompilasi Hukum Islam yang secara formal disahkan melalui instruksi
Presiden Nomor I Tahun 1991 adalah mwerupakan puncak pemikiran fiqih
Indonesia setidaknya hingga sekarang. Pernyataan tersebut didasarkan pada
diadakannya lokakarya Nasional, yang didatangi tokoh ulama fiqih dari
organisasi-organisasi Islam, Ulama fiqih dari perguruan tinggi ,dari
masyarakat umum dan diperkirakan dari semua lapisan ulama fiqih ikut
dalam pembahasan, sehinga patut dinilai sebagai ijma' ulama Indonesia,
kompilasi hukum Islam tersebut diharapkan dapat dipedomani para Hakim
dan masyarakat seluruhnya. Karena pada hakikatnya, secara substansial,
kompilasi tersebut dalam sepanjang sejarahnya, telah menjadi hukum
positif yang berlaku dan diakui keberadaannya.
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia disahkan melalui instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991.
Kemudian ditindak lanjuti keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun
1991 tanggal 22 Juli 1991, tentang pelaksanaan atau penerapan instruksi
Preasiden RI Nomor I Tahun 1991, kemudian disebarluaskan melalui surat
edaran direktur pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Nomor 3694
/EV/HK. 003/AZ/91 tanggal 25 Juli 1991.

24
b. Prinsip-prinsip Perkawinan dalam Undang-undang
No I 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Di dalam UU perkawinan No I tahun 1974 seperti yang termuat
dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan:
"Ikatan lahir bathin antara serorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa."
Menurut KHI, seperti yang terdapat pada pasal 2 dinyatakan bahwa
perkawinan dalam hukum Islam adalah:
"Pernikahan yaitu aqad yang sangat kuat atau mistsaqan qhalidan
untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Berkenan dengan pasal selanjutnya bahwa tujuan perkawinan
adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah (tentram cinta dan kasih sayang).
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan pengembangan
dari hukum perkawinan yang tertuang di dalam Undang-undang Nomor I
Tahun 1974. Karena ia tidak dapat lepas dari misi yang diemban oleh
Undang-undang perkawinan tersebut, kendatipun cakupannya hanya
terbatas bagi kepentingan umat Islam.
Karena kompilasi dalam banyak hal merupakan penjelasan Undang-
undang Perkawinan, maka prinsip-prinsip atau asas-asasnya dikemukakan
dengan mengacu kepada Undang-undang tersebut.
Selanjutnya dibawah ini akan disebutkan asas-asas yang prinsip atau
yang substansial dalam Undang-undang Perkawinan ini:
7. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal.
Untuk itu suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejateraan spritual dan material.

25
8. Dalam Undang-undang ini ditegaskan bahwa suatu
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap
perkawinan "harus dicatat" menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
9. Undang-undang ini menganut asas Monogami.
10. Undang-undang perkawinan ini menganut prinsip bahwa
calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat
melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan mendapat
keturunan yang baik dan sehat.
11. Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit
terjadinya perceraian.
12. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segalah
sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama
suami istri.
Prinsip diatas merupakan prinsip-prinsip pokok atau intisari yang
disimpulkan dari prinsip-prinsip yang ada, yang dikemukakan oleh pakar-
pakar hukum Islam.

26
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ahmad Rofiq, M.A. Hukum Islam Di Indonesia, Edisi I. Cet. 3.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1998

Dr. H. Amiur Nuruddin, M.A dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag.

Hukum Perdata Islam di Indonesia. Cet. I. 2004. Jakarta: PT.

Kencana.

27
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Perdata Islam di Indonesia merupakan suatu hukum Islam

yang telah dikodifikasi atau idnifikasi dan kemudian diterapkan dalam

masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Hukum Islam masuk ke

Indonesia dibawa oleh para pedagang Arab yang datang ke Nusantara,

dimana para Ahli berpendapat bahwa ajaran yang berkembang pada waktu

itu adalah bercorak Syafi'iyah, kemudian pada perkembangan selanjutnya

masuk pula hukum Islam yang bercorak Mazhab lain yaitu Hanafiah.

Eksistensi Hukum Islam di Indonesia memiliki kekuatan Hukum

yang kuat, yaitu Undang-undang Nomor I Tahun 1974 mengenai

perkawinan dimana Undang-undang ini bernuansakan Islam. Prinsip-prinsip

yang terdapat dalam Undang-undang ini mengacu pada Al-Qur'an dan Al-

Hadits. Kemudian Undang-undang perkawinan tersebut dikembangkan oleh

28
kompilasi Hukum Islam yang dituangkan dalam Instruksi Presiden No. I

1991, meliputi Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum

Perwakafan, menjadi dasar berlakunya Hukum Islam di Indonesia.

B. Permasalahan

Adapun permasalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah ;

1. Hukum Perdata di Indonesia

2. Latar Belakang

3. Kekuatan Hukum Islam di Indonesia

4. Prinsuip-prinsip Pekawinan dalam Undang-undang No 1 1974

dan Kompilasi Hukum Islam.

29
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan

Dalam memahami hukum islam yang merupakan istilah khas

Indonesia merupakan trjemahan dari Al-fiqhi al- islami atau dalam konteks

darai al-syri'ah al-islami, kata syri'ah dan defenisinya di gunakan lima kali

dalam Al-Qur'an, yang secara

30

You might also like