Professional Documents
Culture Documents
Caveats
Fokus perhatian utama dalam evaluasi ED pada pasien dengan Altered Mental State (AMS)
antara lain :
• Untuk menentukan penyebab reversibel yang mudah terjadi seperti
hipoksemia, hiperkarbi, hipoglikemi
• Untuk membedakan penyebab struktural dengan penyebab toksik metabolic
dimana penyebab yang pertama lebih memerlukan pemeriksaan pencitraan
CNS secepatnya, sedangkan penyebab yang kedua lebih mudah diidentifikasi
dengan pemeriksaan laboratoris.
• Menentukan sistem skor yang sering digunakan menurut Glasgow Coma
Scale untuk mendefinisikan keadaan koma yang terjadi.
Manajemen :
Prioritas Awal :
• Lihat bagan 1 untuk mengetahui diagnosa banding penyebab Altered Mental State
• Pasien harus segera ditangani pada area gawat darurat
• Jika penyebab AMS yang reversibel telah dapat ditentukan, maka pasien dapat
ditangani pada area intermediate acuity.
• Kontrol jalan nafas/imobilisasi C spine
1. Buka jalan nafas dan cari adanya benda asing didalamnya
2. Masukkan oral atau nasofaringeal airway
3. Aplikasikan stiff collar atau imobilisasi manual jika tidak dapat
menyingkirkan riwayat adanya trauma.
4. Aplikasikan definitive airway jika pasien koma, intubasi dengan atau tanpa
rapid sequence intubation atau lakukan pembebasan jalan nafas secara pembedahan
misalnya dengan emergency krikotirotomi.
• Oksigenasi/ventilasi
1. Pemberian oksigen dengan aliran yang tinggi
2. Jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakranial, maka usahakan sedikit
menurunkan hiperventilasi yang terjadi untuk mencapai PCO2 sebesar 30-35 mmHg.
Pada kasus bisaa, kadar PCO2 seharusnya berada pada kisaran 35-40 mmHg.
• Output jantung
1. Periksa adanya pulsasi, jika tidak ada maka mulailah CPR !
2. Perdarahan eksternal yang jelas terlihat harus dihentikan dengan penekanan
langsung.
• Periksa kadar gula darah kapiler
2
Penyebab
Penyebab
Struktural
toksik/metabolik
Febris
Trauma Trauma Non Afebris
abses serebral
Kepala kepala Keracunan
meningitis
- Perdarahan Perdarahan Over dosis obat : opioid, BZD,
Ensefalitis
intra kranial intracerebral barbiturate, TCA, ketamin,
Malaria
Perdarahan ekstasi
serebral
subarachnoid Alkohol
Bakteremia
Stroke Wernicke’s ensefalopati
Septisemia
braintem Karbonmonoksida
ISK pd lansia
Stroke Metabolik
Heat Stroke
cerebellar Hipoglikemi, hipoperfusi serebral,
Tumor cerebral hiperkarbia, koma diabetikum,
hipotermi, dehidrasi,
abnormalitas elektrolit & asam
basa
Kegagalan organ
Catatan : Uremia, hepatic, respirasi, kardiak
Penyebab structural bisaanya akan (jantung)
mengakibatkan terjadinya tanda deficit Post ictal state
neurologik fokal, sedangkan penyebab Psikiatrik
toksik/metabolic tidak ada. SAH bisaanya tidak Stupor psikogenik 2
menunjukkan tanda deficit neurologik fokal. Demensia
Pada SAH dan beberapa penyebab
toksik/metabolic, dapat terjadi panas/demam.
Stupor psikogenik merupakan suatu keadaan
disosiatif dimana pasien terlihat sangat sadar,
namun tidak dapat membuat suatu gerakan
spontan serta hanya sedikit merespon stimulus
dari luar. Bisaanya terkait pada suatu kejadian
yang bersifat “stressful” dengan onset yang
mendadak. Pasien yang sering mengalami
“flickering”/kedipan pada kelopak matanya
merupakan diagnosa eksklusinya.
4
• Evaluasi klinik : fokusnya adalah membedakan penyebab AMS, yaitu struktural atau
toksik-metabolik (tabel 1)
• Riwayat anamnesa : cari petunjuk melalui heteroanamnesa kepada keluarga pasien,
teman, informasi lain dari petugas ambulan atau paramedic yang berada langsung pada
tempat kejadian.
• Pemeriksaan : pemeriksaan fisik eksternal singkat untuk mencari tanda kecacatan
yang terjadi pada berbagai proses penyakit. Pemeriksaan dari kepala hingga ujung kaki
tetap penting, namun lebih difokuskan pada pencarian gejala neurologik.
Disposition/penempatan
• MRS-kan seluruh pasien AMS. Masukkan pasien yang diintubasi atau dengan
keadaan hemodinamik yang tidak stabil ke dalam ICU.
5
Caveats
• Manajemen penting pada perdarahan GIT yaitu dapat :
1. Identifikasi adanya syok dan resusitasi.
2. Identifikasi penyebab potensial perdarahan dan usahakan mengembalikan keadaan
yang terjadi (misalnya dengan pemberian antikoagulasi).
3. Identifikasi keadaan fisiologis lain yang terjadi akibat syok (iskemik jantung, renal
compromised atau anemia simptomatik yang membutuhkan transfuse darah).
• Selalu waspada terhadap terjadinya aneurisme aorta yang manifestasinya mirip
dengan perdarahan GIT.
• Selalu lakukan pemeriksaan rectum untuk menentukan apakah frank melena
terjadi atau adanya perdarahan local pada area anal kanal/perianal.
• Melena yang terjadi akibat terapi dengan Fe akan berwarna hijau/hitam.
• Penyebab umum perdarahjan GIT antara lain:
1. Ulkus peptikum
2. erosi gastric
3. varises GIT bagian atas
4. hemoroid pada GIT bagian bawah
5. malignansi
Manajemen
Perawatan suportif
Pemeriksaan Spesifik
• Cari adanya luka bekas operasi aneurisma aorta abdominalis sebelumnya; perdarahan
GIT yang terjadi mungkin akibat adanya fistula aortoenterik. Jika kecurigaan terbukti
ada, maka konsulkan pada bagian bedah umum dan TKV.
• Jika ada kecurigaan varises esophagus pertimbangkan penggunaan somatostatin
250µg bolus iv, kemudian diikuti dengan infus iv 250 µg/jam (sukses diberikan pada
7
85-90% pasien). Jika somatostatin tidak berhasil menghentikan perdarahan, serta ada
resiko sebelum endoskopi dapat dilakukan, maka insersi Sengstaken-Blakemore tube
dapat dipertimbangkan. Insersi alat ini hanya dapat dilakukan oleh operator yang
berpengalaman.
Disposition/penempatan
• Konsultasi MRS pada bagian bedah umum atau bagian Gastroenterologi tergantung
pada kebijakan tiap institusi.
8
Caveats
• Riwayat anamnesa yang teliti sangatlah penting untuk assessment perdarahan vaginal
yang abnormal. Harus meliputi riwayat menstruasi yang lengkap (termasuk HPHT),
riwayat medis dan obat-obatan, riwayat obstetric dan riwayat seksual (termasuk
penggunaan kontrasepsi pengatur kelahiran). Adanya gejala nyeri, lokasinya,
durasinya, onset dan tingkat keparahan juga harus diperiksa.
• Kehamilan harus dieksklusi pada pasien usia subur.
• Juga penting untuk mengeksklusi perdarahan yang terjadi diluar vagina, misalnya
perdarahan saluran kemih atau dari usus besar.
• Lihat tabel 1 untuk mengetahui penyebab perdarahan per vaginam abnormal yang
bersifat emergency
• Lihat tabel 2 untuk mengetahui penyebab penting lain yang mengancam nyawa
namun tidak segera/immediate
Tabel 2 : Penyebab Penting Perdarahan Vaginal yang Abnormal Serta Mengancam Nyawa
namun tidak Immediate/segera
9
1. Terkait Kehamilan
• Abortus imminen (Threatened miscarriage)
• Missed abortion
• Gestational trophoblastic disease (jarang terjadi)
• Show (dapat terjadi pada kehamilan normal sebelum persalinan)
• Lochia (timbul normalnya setelah persalinan)
2. Tidak terkait Kehamilan
• Perdarahan pada gadis pre-pubertas
• Perdarahan vaginal irregular
• Perdarahan vaginal yang memanjang (prolonged)
• Perdarahan post coital
• Perdarahan intermenstrual
• Perdarahan post menopause
Manajemen
• Pastikan stabilitas tanda vital. Infus intra vena untuk menggantikan volume yang
hilang harus segera dilakukan jika pasien tidak stabil. Bahan specimen untuk pemeriksaan
FBC, GXM dan kehamilan harus didapatkan.
• Jika terdapat perdarahan yang berat, berikan suplementasi oksigen, monitoring pulse
oksimetri, dan blood pressure.
• Jumlah perdarahan dapat diperkirakan dari riwayat anamnesa serta memeriksa
kain/pakaian yang digunakan.
• Resusitasi umum harus dilakukan sementara menunggu pemeriksaan dari para
spesialis.
• Pasien dengan perdarahan pada awal kehamilan harus diperiksa dengan USG untuk
mengetahui viabilitas fetal dan lokalisasinya. Namun, apabila ada tanda-tanda perdarahan
intrabadomen (misalnya rupture kehamilan ektopik), diindikasikan untuk melakukan
resusitasi diikuti dengan pembedahan segera. Lihat BAB kehamilan ektopik untuk lebih
detailnya.
• Pada pasien yang hamil dimana uterusnya teraba melalui abdomen, Doptone dapat
dilakukan untuk mengetahui viabilitas fetal.
• Pasien dengan perdarahan antepartum harus dirujuk segera pada kamar bersalin.
Pemeriksaan koagulasi harus dilakukan. Namun kadangkala sulit untuk membedakan
show dengan perdarahan antepartum. Jika meragukan pasien harus dikirim ke kamar
bersalin.
Rujuk ke OBG
untuk MRS KRS dengan :
• Kontrol pada poli spesialis
OBG dalam 2 hari
Gambar 1. Rencana Manajemen Pada • Norethisterone 5 mg 2 x/hari
perdarahan Per Vaginam Abnormal – 10mg 3x/hari
• Suplemen zat besi dan folat
jika anemis
- Keluhan subyektive mungkinberarti sesuatu, dari penglihatan kabur pada salah satu
lapang pandang pada satu sisi mata, sampai buta total.
- Aturan mayor dari dokter EM adalah mengenalihilangnya penglihatan dan
penyebabnya. Sudah diketahui bahwa sejumlah pilihan terapi di ED terbatas.
- Anggap keluhan hilangnya penglihatan adalah benar sampai terbukti sebaliknya,
kirim ke bagian mata untuk dilakukan pemeriksaan lanjut.
- Pada kasus cidera mata korosif, segera lakukan irigasi dengan saline sebelum ambulan
datang membawa pasien ke rumah sakit.
MANAGEMEN
- pasien seharusnya dirawat di critical case sampai keluhan penglihatan yang menurun
membaik. Periksa tajam penglihatan di triase.
- Anamnesa : ini penting untuk mendefinisikan apa arti kehilangan penglihatan bagi
pasien:
1. apakah unilateral atau bilateral? Bilateral menunjukkan kelainandi optik chiasma.
2. apakah kelainan ada di lapangan pandang tertentu atau semua? Kehilangan
penglihatan lapang pandang tertentu menunjukkan problem retina segmental
tertentu.
3. apakah kehilangan penglihatan tiba-tiba atau mendadak? Kehilangan penglihatan
kronis progresif diduga katarak atau makular degenerasi.
4. apakah ada gejala awal flashes of light (retinal tear) atau floaters (vitreus
haemorrhages)?
5. apakah ada nyeri? Kehilangan penglihatan yang mendadak dengan nyeri bisanya
oleh karena penyebab dari pembuluh darah.
6. bila jelas, dimana lokasinya? Nyeri retrobulbar diasosiasikan sebagai neuritis
optic.
7. apakah ada riwayat serupa sebelunya yang membaik spontan? Kemungkinan suatu
oklusi vaskuler , mungkin dari atherosclerosis plaque.
8. adakah riwayat trauma? Hal ini meningkatkan ablasio retina , perdarahan vitreus
atau subluksasi lensa.
9. adakah riwayat minum toxin? Methanol, salisilat dan quinine dapat mengganggu
penglihatan
10. adakah riwayat trauma korosif pada mata? Ini dapat mengakibatkan kerusakan
signifikan pada bola mata. Asam menyebabkan nekrosis koagulasi biasanya
superficial, dimana alkalis menyebabkan nekrosis lebih dalam, mengakibatkan
ulcerasi kornea.
Pemeriksaan(spesifik)
1. kartu snellen atau hand-held ; pasien harus harus membaca 50% tulisan dalam
suatu barisan dikatakan itulah tajam penglihatannya
2. jika pasientidak menggunakan snellen chard, nilai kemampuan menghitung jari,
mendeteksi pergerakan tangan atau penerimaan cahaya.
3. pinhole cover akan memperbaiki kesalahan refraksi untuk membantu melihat
apakah ini disebabkan penurunan tajam penglihatan.
pemeriksaan (tambahan)
- slit lamp examination: chek flare dan cells, posterior keratitis precipitates, dan/atau
hipema anterior
- tonometri dilakukan setelah local anestes, untuk mengukur tekanan intraokuler,
tekanan abnormal bila lebih dari 20 mmHg.
- Disposisi; kosultasi segera bag mata jika terdapat penurunan penglihatanatau indeks
tinggi dugaan kehilangan penglihatan.
5. Breathlessness, Akut
13
Caveats
• Ketika menghadapi pasien yang menderita henti nafas yang akut, selalu
pertimbangkan penyebab yang dapat diatasi segera (dalam beberapa detik atau menit).
1. Obstruksi jalan nafas atas akut : dengan maneuver Heimlich atau Magill’s forceps
2. Tension pneumothorax akut : thoracostomy dengan jarum, diikuti dengan insersi
chest tube.
3. Gagal nafas akut : intubasi endotrakeal.
• Penyebab umum henti nafas tertera pada tabel 1
• Ingat bahwa hiperventilasi psikogenik merupakan diagnosa eksklusi.
• Secara umum, sangatlah bermanfaat untuk membagi penyebab henti nafas
yaitu pasien tanpa kelainan paru (istilah hiperventilasi) atau pasien dengan kelainan
paru.
• Ingat bahwa tidak semua pasien wheezing menderita asma atau cold.
• Pertimbangkan diagnosis dari kondisi lain seperti asma kardiak,
anafilaksis, dan aspirasi.
• Lihat tanda dan gejala gagal jantung, misalnya orthopnoea, edema pedis
dan peningkatan tekanan vena jugularis, untuk membedakan asma kardiak dengan
asma respiratori.
• Tidak semua pasien takipneu dengan krepitasi menyeluruh disebabkan
oleh edema pulmonary. Mungkin pasien mengalami pneumonia atau bronkiektasis.
Manajemen
• Gunakan pendekatan ABC dan resusitasi secepatnya: kebanyakan pasien dispneu
akan membutuhkan evaluasi pada area intermediate atau area high acuity.
• Anamnesa yang baik akan membantu menentukan diagnosis. Misalnya factor yang
menyebabkan eksaserbasi atau factor yang memperingan, juga gejala apa saja yang
terkait, akan sangat membantu. Mungkin saja tidak didapatkan adanya riwayat
terpapar allergen atau racun, namun tetap saja pertimbangkan kemungkinan
anafilaksis dan keracunan.
• Selalu aplikasikan pulse oksimetri dan monitoring laju nafas.
• Pemeriksaan dapat dipandu dengan anamnesa serta dapat meliputi EKG, FBC, BGS,
GDA dan CXR.
• Penempatan pasien tergantung pada diagnosis dan keadaan klinis pasien.
1. Pasien dengan gagal jantung ringan bukan disebabkan oleh infark miokard dan
secara klinis masih merasa nyaman tanpa adanya takikardi atau bukti adanya
edema pulmonal pada CXR dapat ditangani dan dirujuk ke spesialis jantung
sebagai pasien rawat jalan. Lihat bab Gagal Jantung.
2. pasien dengan hyperventilation syndrome mungkin memerlukan bantuan pekerja
social medis atau dirujuk pada psikiatrik, terutama jika terjadi berulang kali. Lihat
bab hiperventilasi.
• Mulai terapi sesuai penyebab henti nafas akut yang telah teridentifikasi.
15
BAB 6
ANAK DENGAN KELUHAN NYERI PERUT
• Durasi rasa sakit sangat menentukan, karena diagnosis sakit perut pada tindakan
bedah lebih jarang terjadi pada sakit perut yang kronis
• Adanya panas menunjukkan adanya proses infeksi atau peritonitis
• Pada anak usia kurang dari 5tahun, penyebab rasa sakitnya adalah organik
• Kemungkinan terjadinya sakit perut karena sebab fungsional pada anak yang lebih
besar
• Pengetahuan mengenai usia anak sangat penting, pendekatan diagnosis juga
tergantung usia anak
• Bila ditemukan adanya muntah bilus atau muntah menetap yang disertai dengan
keluhan sakit perut harus diwaspadai adanya obstruksi mekanik sampai dibuktikan
tidak.
MANAJEMEN
16
• Hampir seluruh pasien anak dengan keluhan nyeri abdomen dapat ditempatkan
diruangan rawat jalan
• Lakukan pemeriksaan ABC dan pindahkan ke ruangan intermediate atau ruangan
critical untuk mendapatkan oksigen, monitor tanda vital dan oksimetri, berikan
infus cairan kristaloid melalui vena perifer.
ANAMNESA
• Hasil anamnesa keseluruhan mungkin tidak menunjukkan hal yang spesifik
• Karakter dari rasa nyeri penting untuk membedakan proses yang sedang terjadi
Onset
• Onset yang mendadak menunjukkan kemungkinan terjadi perforasi, intususepsi,
torsio atau kehamilan ektopik.
• Nyeri yang onsetnya perlahan atau tersembunyi terjadi pada appendiksitis,
pankreatitis dan cholesistitis.
• Nyeri kolik khas pada iritasi organ berongga atau obstruksi.
• Nyeri kronis yang hebat lebih berhubungan dengan inflamatory bowel disease.
INVESTIGASI
• Investigasi sangat penting pada pasien dengan diagnosis yang tidak jelas, pada
anamnesa yang menunjukkan kemungkinan penyebab dari kasus bedah dan adanya
gejala iritasi peritoneum.
1. Pemeriksaan darah lengkap : sangat berguna untuk mengetahui adanya
proses infeksi atau adanya kehilangan darah. Perhatikan adanya peningkatan sel
darah putih dapat terjadi pada setiap kondisi intraabdomen atau panas badan,
interpretasi mungkin sulit.
2. Ureum/elektrolit/creatinin dan kadar gula darah : sangat berguna pada
pasien yang membutuhkan cairan resusitasi intravena seperti pada obstruksi usus,
peritonitis atau gastroenteritis.
3. Pemeriksaan lainnya : pemeriksaan fungsi hati dan amilase dapat
dilakukan bila ada indikasi secara klinis.
4. Urinalisis : indikasi untuk dilakukan pada pasien dengan nyeri perut semua
usia, bila ada pyuria, hematuria dan ketonuria ± glikosuria.
5. Pemeriksaan kehamilan melalui urin : diindikasikan pada remaja putri
dengan kemungkinan kehamilan berdasarkan siklus menstruasi dan riwayat
kehidupan seksualnya.
6. Pemeriksaan foto rontgen abdomen : memberikan hasil yang penting bila
dilakukan pada :
a. Riwayat pembedahan perut
b. Tertelan benda asing
c. Suara usus yang tidak normal
d. Tanda-tanda iritasi peritoneum
18
DISPOSISI
• Semua anak dengan kemungkinan kasus bedah memerlukan konsultasi ke
bagian bedah segera
• Keputusan pemerintah memerintahkan semua anak dengan tanda dan gejala
yang meragukan sebaiknya dirawat di ruah sakit. Bila orang tua tetap
menginginkan anak dirawat dirumah maka harus disertakan nasehat dari dokter.
Caveats
• Ingat ABC : jangan terlambat mentransfer anak dengan sesak napas akut ke critical
area dengan anamnesa dari orang tua.
• Anak dengan sesak napas yang tidak menangis menunjukkan adanya bahaya
terjadinya henti napas: transfer ke critical area.
• Anak yang menangis kuat menunjukkan fungsi paru masih baik.
20
• Anak dengan sesak napas dapat dalam keadaan nyeri hebat dari kolik bilier (kista
koledokus), akut abdomen (peritonitis, intususepsi). Setiap anak yang mengalami
nyeri dapat sesak napas!
• Anak yang sesak dengan pemeriksaan thorax normal dan ronteng thorax normal dapat
terjadi akibat DKA (tipikal air hunger, peningkatan gula darah perifer, keton pada
nafas dan urine).
• Auskultasi pada dada anak harus ditenangkan dulu untuk menghindari kesalahan hasil
pemeriksaan akibat teriakan anak.
• Saat auskultasi dada, perhatikan udara masuk, tidak hanya crackles dan wheezing:
penurunan udara masuk pada satu lobus mungkin satu-satunya tanda untuk diagnosis
konsolidasi lobaris sebelum timbul crackles local dan suara bronchial, adanya efusi
pleura atau pneumothorak.
• Aspirin atau overdosis obat dapat terjadi sesak napas akibat asidosis metabolic
• Selalu pertimbangkan penyebab jantung seperti gagal jantung akibat penyakit jantung
bawaan, myokarditus atau supra ventricular takikardi (SVT).
Tips khusus
Letakkan anak yang sesak napas dalam posisi nyaman, jangan memaksanya
untuk berbaring.
Jika anak ketakutan karena pemberian masker oksigen, berikan pada ibunya
untuk memegang masker dari jarak dekat dari muka anak.
Pertanyaan pada orang tua atau pengasuh
Onset sesak
1. apakan sesak terjadi tiba-tiba saat bermain dengan mainan atau saat makan ?
2. Anak sesak saat muntah: muntah dan sianosis curiga aspirasi.
3. Muntah, nyeri dada dan sesak curiga pneumonia lobus bawah.
4. Muntah, sesak dan wheezing mungkin mengindikasikan sticky phlegm seperti
bronkitisa.
Paparan anggota keluarga dari PTB, pneumonia atau infeksi dada, atau virus
Riwayat asma atau wheezing sebelumnya.
Pemeriksaan
Catatan:
1. gagal jantung, seperti bronchitis, dengan wheezing; suara jantung mungkin sulit
didengar.
2. retraksi kepala mungkin dengan tanda iritasi meningen, lihat tanda peningkatan
tekanan intrakranial pada anak yang gelisah, sesak atau apneu.
3. gagal to thrive mungkin dengan refluks gastroesofageal, fistula trakeoesofageal, kistik
fibrosis, atau imunokompromised.
Tanda terpenting untuk menilai status mental: indicator awal hipoksemia atau
hiperkarbia. Waspada iritabilitas, gelisah, ketidakmampuan mengenal orang tua dan
tidak ada respon social.
Lihat sianosi sentral, transfer ke critical care area dan beri 100% oksigen dengan
masker.
Tanda distress pernafasan: sianosis, retraksi kepala, penggunaan otot pernafasan
asesorius, trakeal tug, retraksi, grunting atau nafas cuping hidung, stridor. Transfer ke
critical care dan beri 100% oksigen dengan masker.
Hitung frekuensi pernafasan
21
Caveats
- Kirim bila ada anak yang menangis terus menerus dan menolak untuk didiamkan.
- Harus sadar bahwa situasi ini penuh dengan kecemasan, sejak pengasuh tidak dapat
menenangkan sampai dibawa ke IRD dan terlihat putus asa.
- Hindari pemberian obat sedatif: Jangan mengabulkan permintaan orang tua untuk
beberapa pengobatan. Menangis adalah gejala dari suatu masalah dan memberikan
obat sedatif pada anak akan menghilangkan penyebab utamanya.
- Ingat, harus membuka seluruh pakaian anak untuk melihat perur, perineum dan
ekstremitas secara keseluruhan
Penanganan
Apakah anak dalam keadaan sakit?
- Kondisi perut
1. Intususepsi akut: tidak berhenti menangis, muntah dan menolak diberi makan.
Catatan: lakukan pemeriksaan dubur untuk melihat adanya darah atau faeces yang
lembek dan kemerahan
2. Volvulus: perut yang tegang
3. Obstruksi hernia inguinalis ( bayi laki dan perempuan ): ingat untuk melihat lipat
paha dan meraba testis untuk mengetahui torsio testis.
4. Kolik ureter, kolik bilier atau UTI akut: adanya lekosit, darah atau nitrit pada
pemeriksaan urin dipstik
- Kondisi ekstremitas
1. Lilitan : kaki, jari-jari atau bahkan penis dapat strangulasi karena sarung tang-
an, selimut atau rambut siibu.
2. Cedera tulang panjang: pikirkan cedera yang bukan karena kecelakaan.
3. Osteomielitis: periksa tanda-tanda sakit, bengkak, kemerahan pada ekstremi-
tas.
- Pertimbangkan sindroma bayi yang menggigil: Bisa dicurigai jika bayi pucat,
mengantuk dengan tidak adanya tanda-tanda cedera fisik dan atau perdarahan retina
Disposisi
24
Rawat anak ke rumah sakit: Keadaan ini harus diwaspadai sejak terlihat tanda-tanda
pengasuh sering tertidur karena terlalu lelah akibat tidak dapat mengatasi bayi yang
tak henti-hentinya menangis. Keadaan ini memungkinkan pengasuh tertidur. Keadaan
ini juga dapat mengetahui lebih lanjut faktor penyebabnya, sebagai contoh
kemungkinan cedera yang bukan karena kecelakaan.
PETUNJUK
• Pada anak dengan diare saja, tanpa muntah
• Pertimbangkan kemungkinan bahwa diare dan disebabkan oleh:
1. Konstipasi: dapat diraba adanya masa feses pada perut
25
1. Lihat mata yang cowong, mulut kering, perfusi perifer yang jelek, turgor kulit
yang menurun
2. jika penderita dehidrasi berat, bahaya syok hipovolemik; mulailah berikan
resusitasi intravena sebelum dirawat
• Takikardia dapat menjadi indikasi hiperpireksia atau adanya metabolik asidosis.
• Kondisi H.E.E.N.T:
1. periksa telinga untuk otitis media akut
2. Periksa dasar paru untuk melihat pneumonia basiler
3. lihat tenggorokan untuk adanya tanda pharyngitis ataupun tonsilitis; tidak adanya
semua kelainan ini membuat diagnosa lebih tepat
• Periksa perut untuk:
1. Nyeri perut (apendisitis ataupun peritonitis)
2. Hepatomegali ( sepsis)
3. Massa (obstruksi intestinal atau ileus paralitik)
• Lakukan pemeriksaan colok dubur ( dapat merasakan adanya massa feses yang keras):
adanya darah seharusnya sudah nampak di popoknya
PENANGANAN:
• Kultur feses tidak mendapat tempat di gawat darurat
• Pemeriksaan urine untuk ketonuria: berguna, terutama pada anak gemuk yang susah
untuk melihat tanda dehidrasi
• Urinalisis untuk melihat nitrit/ leukosit: dugaan infeksi saluran kencing
• X-ray : BOF jika didapatkan distensi abdomen atau adanya diare dalam darah
• Lakukan pemeriksaan gula darah perifer jika didapatkan penurunan kesadaran
• Rehidrasi pada anak dengan dehidrasi berat (dehidrasi 10%): kirim ke Pediatri untuk
resusitasi cairan
1. Lakukan pemasangan infus
2. Berikan infus kristaloid (normal salin atau cairan Hartman) 20 ml/ kg BB dalam
20-30 menit
3. Laboratorium: Darah lengkap, ureum/elektrolit/kreatinin, glukostik
4. Konsul pediatri dan kirim penderita ke ICU anak
DISPOSISI
27
Titik berat
• Panas merupakan respon normal
• Panas merupakan gejala, bukan suatu penyakit
• Panas akan tetap ada sampai proses penyakit teratasi
• Penentuan panas tidak selalu membutuhkan ketepatan
• Panas sering merupakan mekanisme pertahanan yang sangat berguna
• Panas, terutama yang tidak terlalu tinggi, tidak selalu membutuhkan terapi
• Gejala klinis lebih penting daripada tingginya derajat panas
catatan: infeksi bacterial yang serius meliputi: meningitis, pneumonia, sepsis, osteomielitis,
UTI, Salmonella enteritis, Listeria, E. coli, infeksi streptokokus/staphilokokus. Gejala yang
timbul: iritabilitas, penurunan aktifitas, tangisan lemah, nafsu makan berkurang (malas
menyusu), diare dan muntah, distensi abdomen, respiratory distress, hipotermia/hipertermia,
perfusi perifer lemah.
< 1 bulan 12 %
1-2 bulan 6%
> 3 bulan 21 X resiko
Disposisi
ξ umur < 3 bulan: perlakukan seperti penanganan sepsis
ξ umur 3-36 bulan;
1. fokus clear cut: tangani seperti
kasus clear cut
2. bukan fokus clear cut:
• non toksik dan resiko
rendah: KRS dengan kontrol 24 jam
• toksik atau resiko tinggi:
MRS dengan penatalaksanaan sepsis dan antibiotik
catatan; urinalisis dan DL jika panas > 3hari
BAB 11………………………………………..
32
BAB 12
ANAK MUNTAH
Penting :
• Anak muntah tidak semuanya karena gangguan gastrointestinal hati-hati dengan
meningitis, peningkatan tekanan intrakranial, otitis media, akut asma, pneumonia
bagian bawah atau infeksi saluran pernafasan atas.
• Pada bayi muntah banyak disebabkan karena kelebihan makanan atau refluk ringan
yang terjadi setelah pengobatan atau pembedahan dapat diabaikan. Hati-hati jika
muntah karena sepsis, gangguan metabolisma, akaut apendixitis, meningitis atau
stenosis pilorik.
• Tidak dianjurkan memakai metochlopramide dan prochlorperazine pada anak kurang
dari 12 tahun karena akan terjadi kris oculogyric karena tekanan dan efek samping.
• Sirup prometasin oral aman juga untuk antiemetik ringan.
• Tidak diperbolehkan menggunakan pemijatan karena berbahaya meskipun tidak ada
tanda perut harus dibedah mendadak.
Tip Khusus
Ingat akan riwayat hidrasi dan tanda klinis. Hal yang perlu ditanyakan kepada orang
tua .
1. Apa warna muntahan
- Kuning (malrotasi usus) atau darah merupakan keadaan yang harus dibedah
mendadak.
33
Caveats
• Diare dan muntah merupakan keluhan yang sering di IRD dan pada kebanyakan
kasus, diare toksigenik akibat makanan, yang dapat sembuh sendiri dan hanya
memerlukan terapi simtomatis dan rehidrasi.
• Kesalahan diagnosis yang paling berbahaya pada diagnosis banding diare akut adalah
pada kasus bedah abdominal, seperti apendisitis, obstruksi usus, kehamilan ektopik,
dsb.
• Pada pediatrik, muntah dan diare mungkin memberi gambaran non spesifik untuk
berbagai penyakit yaitu otitis media, infeksi traktus urinarius, asidosis metabolik,
peningkatan TIK, racun/obat-obatan, malrotasi dan invaginasi.
• Pada orang tua, hati-hati kemungkinan kolitis iskemia, yang berhubungan dengan
tingginya mortalitas.
• Bila muntah timbul tanpa diare, harus dicari penyebab non infeksi.
• Pada penilaian klinis status umum hidrasi dan nutrisi harus dicatat. Harus disingkirkan
penyebab diare dan muntah dari kasus bedah abdomen dan ekstraintestinal, pasien
kemudian dapat diterapi simtomatis.
• Pasien yang berkunjung ke area endemis dapat terkena diare traveller, terapi empiris
yang disarankan yaitu fluoroquinolone (ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin 400
mg atau ofloxacin 300 mg) dua kali sehari selama 3 hari + loperamide saat diare.
• Pada pasien anak jangan lupa memfokuskan riwayat hidrasi dan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
Terapi simtomatis
• Lihat tabel 1 untuk terapi simtomatis diare dan muntah
• Terapi rehidrasi
1. Rehidrasi Intravena (IV)
a. Indikasi: muntah berat; dehidrasi berat; penurunan status mental dan ileus.
b. Harus dipertimbangkan pada pasien dengan dehidrasi ringan yang tidak
dapat mentoleransi cairan secara oral. Keluhan simtomatis akan membaik
setelah hidrasi IV 1 – 1,51 cairan Hartman selama 2 – 4 jam. Pada anak,
lihat pemberian cairan pada pediatrik.
c. Penilaian klinis dalam terapi: selain tanda klinis, adanya ketonuria pada
urine dapat dipakai sebagai indikator dehidrasi.
2. Rehidrasi Oral
a. Rehidrasi oral sama efektifnya dengan IV pada pasien yang dapat
mentoleransi secara oral.
b. Pemberian dalam jumlah kecil secara berulang.
c. Prinsip: air dan sodium memasuki sel intestinal melalui linking (coupling)
satu molekul organik, glukosa. Cairan oral harus mengandung glukosa
untuk menstimulasi absobsi air dan elektrolit melalui usus kecil. Sodium
glukosa ini ini coupled dengan mekanisme absorbsi aktif yang tidak
bekerja akibat toksin enterik.
Pemeriksaan di IRD
Umumnya tidak diperlukan dehidrasi klinis dan dalam waktu yang lama
memerlukan pemeriksaan urea/ elektrolit.
Pemberian antibiotik
• Kebanyakan diare toksigenik akibat makanan tidak memerlukan antibiotik.
37
• Durasi diare traveler (E. Coli, Shigella) dapat diperpendek sebagian dengan
ciprofloxacin atau bactrim.
• Indikasi: diare invasif ditandai demam dan diare berdarah dapat diduga diare
bakterial.
• Pilihan:
1. Ciprofloxacin merupakan obat pilihan secara empiris. Dosis: 500 mg sehari 2 kali.
Durasi: 3 hari (dosis tunggal dapat digunakan efektif). Kontraindikasi pada
pediatri (<18 tahun). Berikan bactrim sebagai alternatif.
2. Metronidazole (Flagyl)
Dosis: 800 mg sehari 3 kali. Durasi 5 hari. Indikasi pada dugaan infeksi protozoa
(giardiasis atau amoebiasis).
Indikasi perawatan:
• Diare invasif memerlukan pemeriksaan feses
• Tidak mampu menerima cairan oral
• Memastikan diagnosis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.
• Penatalaksanaan komplikasi: dehidrasi berat, abnormalitas elektrolit.
Caveats
• Demam dapat disebabkan oleh banyak penyebab yang bervariasi mulai dari sakit
ringan, akibat infeksi virus yang bersifat self limiting hingga septisemia sistemik.
• Sangatlah penting untuk mengidentifikasi dan menangani pasien febrisdengan
penyebab infeksi, terutama pasien anak dan lansia, dimana demam dapat merupakan
gejala satu-satunya dari severe sepsis.
• Terapi pasien febris yang tidak stabil dengan sepsis berat meliputi maintenance
oksigenasi yang adekuat serta perfusi organ, mendapatkan specimen untuk kultur
serta mulai pemberian terapi antibiotik sesuai data empiris.
• Pertimbangkan kemungkinan meningococcaemia pada pasien febris dengan purpuric
rash.
Pemeriksaan
39
• Anamnesa melputi berat dan lamanya demam, tanda dan gejala local, penyakit lain
yang menyertai, riwayat melakukan perjalanan, riwayat imunisasi, riwayat kontak,
riwayat pengobatan, alergi, penyalahgunaan obat atau alkohol.
Catatan : jika terdapat riwayat perjalanan maka daerah tujuan sangat penting untuk
diketahui karena ada penyekit tertentu terkait dengan daerah tertentu, misalnya di
Thailand, malaria falsiparum sudah resisten terhadap berbagai obat-obatan.
Manajemen
• Manajemen pasien febris tergantung pada keadaan pasien apakah pasien
stabil dengan penyakit ringan yang bersifat self-limiting atau tidak stabil dengan
penyebab potensial untuk menyebabkan kematian.
• Terdapat underlying disease yang serius seperti diabetes atau sedang dalam
keadaan immunocompromised akibat kemoterapi kanker atau terapi steroid jangka
lama.
• Termasuk pasien dengan rash yang mengindikasikan DHF atau disseminated
meningococcaemia atau malaria (tanpa rash).
Pemeriksaan penunjang (Bisaanya tidak diperlukan pada pasien febris yang stabil)
• FBC : termasuk hitung lekosit total, diff count, hitung netrofil absolute, trombosit.
• Cek GDA untuk mengetahui adanya komplikasi hiperglikemi seperti KAD,
terutama pada seluruh pasien febris toksik, bahkan pada pasien tanpa riwayat diabetes
sebelumnya.
• Urine dipstick dan kultur
• Blood film untuk mencari parasit malaria
• Kultur darah
• CXR
Penatalaksanaan
• Jika pasien dalam keadaan syok septic, lihat bab Sepsis/septic shock
• Terapi simtomatis dengan antipiretik, seperti paracetamol 1g tiap 6 jam atau
pemberian NSAID seperti diklofenac (Voltaren) atau ibuprofen.
Penempatan
• MRS-kan pasien febris yang tidak stabil pada medical department (High Dependency
Unit atau ICU)
• Jika ada sepsis netropenik, MRS kan pada bagian High Dependency Oncology Ward.
• Jika berpotensi untuk dilakukan operasi akibat sepsis intraabdominal, masukkan pada
bagian Bedah.
• Rujuk pasien yang dicurigai menderita Dengue Fever pada Medical SOC untuk FBC
ulang. Lihat Bab Dengue fever.
41
42
15……………………
Penting
..
• Walaupun per
43
16. Haemoptysis
Definisi
• Haemoptysis didefinisikan sebagai pengeluaran/batuk darah atau sputum yang
mengandung darah yang berasal dari bagian bawah vocal cord atau yang telah
teraspirasi ke dalam tracheobronchial tree.
• Haemoptysis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ringan : darah kurang dari 5 ml dalam 24 jam.
2. Massif : 50 ml pada setiap kali usaha pengeluaran/batuk atau lebih dari 600ml
darah dalam 24 jam. Ini terjadi pada 5% dari seluruh kasus Haemoptysis.
Caveats
• Haemoptysis dapat dikaburkan dengan hematemesis (tabel 1).
• Pemeriksaan fisik digunakan untuk menentukan keparahan Haemoptysis
namun tidak dapat menetukan lokasi perdarahannya.
• Pencarian deep vein thrombosis pada ekstremitas bawah diindikasikan
untuk mengetahui adanya pulmonary embolism sebagai salah satu penyebab
Haemoptysis. (tabel 2)
• Haemoptysis massif dapat mengancam nyawa karena ancaman asfiksia,
daripada exsanguination. Sedikitnya 150ml darah dapat menyebabkan sufokasi.
• Perdarahan yang sampai berakibat pada distress respiratori dan perubahan
pertukaran gas akan mengancam nyawa, tidak bergantung pada jumlah darah yang
dikeluarkan.
• Penyebab umum Haemoptysis ringan adalah URTI.
Caveats
• Penyebab sakit kepala yang berpotensi mengancam nyawa dan penglihatan antara lain
:
1. SAH (Subarachnoid Haemorrhage): pasien datang dengan sakit kepala yang
onsetnya tiba-tiba, sering terkait dengan nausea, vomiting, penurunan kesadaran
(yang dapat terjadi secara singkat) serta kaku kuduk, lihat bab Subarachnoid
Haemorrhage.
2. Meningoencefalitis : pasien bisaanya febris dan mengantuk dengan tanda-tanda
meningeal.
3. Space-occupying atau lesi massa (abses otak, tumor otak): sakit kepala kadang
memburuk pada pagi hari dan bertambah dengan adanya maneuver valsava dan
batuk. Pasien sering memiliki gejala neurologik fokal atau kejang.
4. Arteritis temporalis : pasien bisaanya wanita, usia lebih dari 50 th dan sering
muncul dengan sakit kepala berdenyut yang keras, rasa terbakar dan unilateral.
Ada nyeri tekan pada arteri temporal ipsilateral. Lihat bab Temporal Arteritis.
5. Glaukoma : Sakit kepala bisaanya terdapat didalam dan di sekitar bola mata.
Terdapat injeksi atau kemerahan pada mata, terdapat edema kornea dan dilatasi
ringan pupil. Lihat bab Blurring of Vision, Acute.
• Perhatikan pasien yang datang dengan keluhan sakit kepala berat untuk
pertama kalinya atau dengan perubahan kualitas dan intensitas sakit kepala yang
berbeda dengan sakit kepala sebelumnya.
• Hipertensi merupakan suatu keadaan yang sering dikaitkan sebagai
penyebab sakit kepala. Jangan menyimpulkan peningkatan tekanan darah yang terjadi
sebagai penyebab sakit kepala kecuali tekanan diastolic melebihi 130 mmHg.
• Seluruh pasien dengan riwayat kecemasan/worrisome membutuhkan
pemeriksaan lanjutan dengan CT scan kepala, dan jika negative dapat dilakukan
pungsi lumbal untuk menyingkirkan adanya SAH.
Manajemen
• Pasien dengan tanda vital dan tingkat kesadaran yang abnormal harus ditangani pada
area critical care.
46
• Pasien dengan tanda vital normal dapat ditangani pada area intermediate.
• Monitoring EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri.
• Pasang jalur intra vena perifer pada ‘keep open’ rate.
• Lihat bab Manajemen Nyeri untuk mengurangi gejala sakit kepala yang ada.
• Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, GXM 2 unit, ESR (jika
mencurigai adanya arteritis temporalis).
• EKG, CXR.
Penempatan
MRS dengan ketentuan :
• Seluruh penyebab sakit kepala yang dapat mengancam nyawa dan penglihatan
• “Sakit Kepala migren” yang tidak berespon terhadap analgesic opioid.
• Sakit kepala migren onset baru dengan komplikasi.
• Sakit kepala yang membutuhkan CT scan kepala.
KRS kan pasien sakit kepala yang dapat diatasi dengan analgesik dan rujuk pada poliklinik
neurology untuk follow up kecuali sakit kepala yang terjadi diakibatkan oleh demam atau
tension headache.
47
18. Hiperventilasi
Caveats
• Walaupun sering terjadi dan bersifat benign, serangan hiperventilasi (HA)/serangan
panic merupakan diagnosis eksklusi yang dapat dicapai secara principal pada anamnesa
dan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan yang ekstensif.
• Episode typical terkait dengan kejadian pencetus yang bersifat stressful dengan
riwayat kekambuhan yang serupa.
• Gejala umum lain yang terkait meliputi kekakuan dan atau kram pada tangan dan
kaki, tingling/perasaan geli pada daerah perioral, kepeningan yang non-spesifik,
kesesakan pada dada, sensasi sufokasi dan perasaan nyaris sinkope.
• Jangan mendiagnosa pasien dengan HA jika hasil SpO2 pada udara ruangan dibawah
97%.
• Tabel 1 menunjukkan Diagnosa banding dari Hiperventilasi
Manajemen
• Pasien harus ditangani pada area intermediate. Namun bila terdapat keadaan AMS
atau terdapat instabilitas hemodinamik, maka pasien kemungkinan besar tidak
mengalami HA, tetapi ada proses penyaklit lain yang lebih serius yang membutuhkan
penanganan pada area critical care.
• Lakukan pemeriksaan SpO2 pada tiap pasien sebelum mendiagnosa HA.
• Berikan terapi untuk menyamankan perasaan pasien.
• Anjurkan untuk malakukan teknik bernafas yang baik.
48
Catatan : Rebreathing ke dalam sebuah kantong telah dinyatakan berbahaya karena dapat
menyebabkan hipoksemia, serta tidak efektif dalam meningkatkan kadar PCO2 pada level
yang signifikan.
• Monitoring : sebagian besar kasus hanya membutuhkan monitoring pulse oksimetri.
Catatan : Pasien dengan HA yang sebenarnya akan memiliki hasil SpO2 yang normal.
• Lab :
1. Harus dilakukan : pemeriksaan GDA untuk mengeksklusi keadaan hiperglikemi
2. Pilihan : BGA akan menunjukkan alkalosis respiratori pada HA. Alternatifnya, tes
ini dapat menunjukkan adanya asidosis metabolic.
• CXR : untuk menginvestigasi adanya pneumotoraks, pneumonia, atau
emboli paru.
• EKG (terutama >40 tahun) untuk mengetahui kemungkinan emboli
pulmonal, perikarditis atau iskemia.
• Terapi obat (pada pasien yang tidak merespon pada usaha ‘istirahat’ dan
‘reassurance’) :
1. Valium (diazepam) dosis 5 mg po
2. Dormicum (midazolam) dosis 2,5 mg iv (jarang diperlukan)
• Penempatan : sebagian besar kasus dapat KRS. Jika keadaan ini sangat
mengganggu pasien, maka rujuk ke bagian psikiatrik untuk rawat jalan. Pada
beberapa pasien akan bermanfaat apabila diberikan resep alprazolam (Xanax) 1-2
dosis per oral.
49
PERHATIAN
• Pembengkakan tungkai bawah merupakan keluhan yang umu dijumpai dan seringkali
muncul dengan tanda dan gejala penyerta yang tidak spesifik. Tabel 1 menunjukkan
penyebab-penyebab penting pembengkakan tungkai bawah.
• Seperti halnya semua konsultasi, penggalian riwayat penyakit yang baik akan dapat
mengurangi jumlah diagnosis banding.
Gambaran Klinis
• Nyeri hebat pada tungkai, nyeri timbul pada regangan pasif otot, pucat,
parestesia, tidak terabanya denyut nadi dan paralysis merupakan enam tanda klasik
iskemia otot.
• Adanya nyeri pada luas gerak otot pasif merupakan tanda yang paling
awal. Tanda lainnya termasuk pemanjangan pengisian balik kapiler serta terganggunya
diskriminasi 2-titik.
• Palpasi pada otot yang terkena sindroma kompartemen akan terasa
tegangan dan menimbulkan nyeri tekan.
Penyebab Tersering
• Tungkai bawah: fraktur tibia atau fibula
• Tungkai atas: fraktur suprakondiler humeri
• Luka bakar elektrik tegangan tinggi yang melibatkan otot
Komplikasi
• Mioglobinuria berat, gagal ginjal, hiperkalemia dan kematian.
• Kontraktur iskemik Volkmann’s dan hilangnya fungsi tungkai.
• Untuk sindroma kompartemen: panggil ahli bedah ORtopedi segera uintuk fasiotomi.
Catatan: Jika peningkatan tekanan tidak mereda setelah sekitar 8 jam, akan muncul cedera
irreversibel pada otot dan saraf yang terjepit.
• Terapi pembengkakan tungkai bawah tergantung pada penyebab primer dan hal ini
didiskusikan pada bab yang sesuai.
• Disposisi: rawat inap kasus dengan penyebab sebagai berikut:
1. Penyebab jantung
2. Gagal ginjal
3. DVT (walaupun sejumlah alur kritis saat ini menekankan tata laksana rawat
jalan bila memungkinkan)
4. Kehamilan dengan pre-eklamsia
5. Infeksi
6. Gagal hati
7. Sindroma kompartemen
8. Kecurigaan tumor tulang
7 penyebab pertama harus mulai diterapi di UGD. Rujuk pasien dengan penyebab lain ke
klinik rawat jalan yang sesuai untuk pemeriksaan lebih lanjut.
53
Caveats
• Peran dari dokter pada bagian emergency yaitu dapat mengidentifikasi adanya ‘acute
abdomen’, bukan untuk menentukan diagnosa spesifik.
• Identifikasi pasien tersebut melalui postur yang signifikan; misalnya dapat berbaring
terlentang (perforasi/peritonitis),atau pasien terlihat sangat kesakitan sehingga selalu
berubah posisi (kolik usus besar/kolik ureter).
• Selalu pertimbangkan etiologi yang dapat mengancam nyawa. Lihat tabel 1
• Selalu pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur.
• Pasien pria dengan nyeri daerah fossa iliaka kanan harus dicurigai apendisitis sampai
terbukti lain.
• Ada 3 alasan untuk dilakukan abdominal X ray :
1. Untuk mengidentifikasi ‘free air’ atau udara bebas (pada perforasi viscus)
2. Untuk mengidentifikasi udara/cairan ‘interfaces’ (pada obstruksi intestinal).
3. Untuk mengidentifikasi kalsifikasi ektopik (urelitiasis, kalkuli hepatobiliari,
pankreatitis, AAA)
1. Intraabdominal
a. Perforasi ulkus peptikum
b. Obstruksi intestinal
c. Abdominal Aortic Aneurysm (AAA)
d. Apendisitis
e. Pankreatitis
f. Kehamilan ektopik
g. Iskemia usus besar
h. Peritonitis bacterial spontan pada sirosis hepatic
i. SLE peritonitis
j. Peritonitis pada pasien renal CAPD
2. Ekstra abdominal
a. infark miokard akut
b. pneumonia lobus bawah
c. basal pulmonary embolism
d. KAD
Catatan : jika dicurigai terdapat perforasi ulkus peptikum dan gambaran CXR
menunjukkan udara subdiafragma yang tidak jelas, maka pemasukan 200ml
udara kedalam lambung melalui NGT dapat menunjukkan gambaran udara bebas
pada X ray. Praktek ini dipertimbangkan pada beberapa tempat dan menjadi
kebisaaan, dan masih bersifat controversial; dimana ada pendapat yang
54
Manajemen
1. Pielonefritis
2. Batu ureter dengan atau tanpa obstruksi; lihat bab Urolithiasis
• Pertimbangkan AAA jika pasien berusia lebih dari 50 th, atau aortic
dissection pada pasien dengan factor resiko (lihat bab Aortic dissection).
Catatan : secara klasik, AAA terjadi dengan gejla nyeri pada bagian central
abdomen yang menembus ke punggung. Namun apabila aneurisma
melibatkan renal pedicle, maka nyeri tersebut dapat menyerupai kolik ureter.
Jika Pasien Febris
• Lab: FBC; urea/elektrolit/kreatinin, kultur darah (paling tidak 7,5 ml
darah tiap botol); kultur urin jika ada kecurigaan urosepsis.
• KUB; pertimbangkan CXR, EKG
• Antibiotik intra vena : meliputi Gram negatif dan organisme anaerob jika
ada kecurigaan nyeri berasal dari hepatobilier atau enteric.
• Analgesik : NSAID atau narkotik.
• Penempatan :
1. MRS ke bagian urologi pada semua kasus urolithiasis dengan
komplikasi
2. MRS ke bagian General Medicine untuk pielonefritis akut
Jika Pasien Afebris
• Lab : urinalisis, mencari adanya darah dan atau WBC dan hasil
positif/ditemukannya nitrit
• KUB untuk mengetahui lokasi kalsifikasi ektopik dari kalkulus dan
untuk mengetahui ukuran dari ginjal.
• Analgesik : NSAID atau narkotika.
• Penempatan :
1. MRS jika tidak ada pengurangan nyeri yang adekuat pada ED atau
terdapat petunjuk adanya obstruksi ureter disertai dengan infeksi.
Informasikan kepada bagian urologi jika ada keterlambatan dalam proses
MRS.
2. KRS untuk control kembali pada klinik urologi jika pasien telah bebas
nyeri dan tetap afebris pada ED. Sarankan untuk kembali jika:
a. Terjadi demam
b. Timbul gross hematuri
c. Penurunan output dari urin
Caveats
• Anamnesa yang baik tetap memegang peranan penting dalam penegakan diagnosa
penyebab nyeri dada yang dapat mengancam jiwa. (Tabel 1)
• Setelah mengeksklusi 6 penyebab nyeri dada yang dapat mengancam jiwa, penyebab
penting lain namun tidak mengancam jiwa yang terlihat pada tabel 2 juga harus
dieksklusi.
Manajemen
• Pastikan tanda-tanda vital stabil. Jika tidak stabil, pasien mengalami distress atau
diaforesis, bawa pasien untuk resusitasi pada area immediate secepatnya. Rawat
pasien dengan ACS secepatnya.
• Berikan olsigen, pasang pulse oksimetri, monitoring continuous EKG, monitoring
tekanan darah.
• Periksa segera EKG 12 lead. Peran EKG dalam kasus nyeri dada adalah termasuk
criteria diagnosa IMA, iskemik dan PE.
• Jika EKG normal atau mencurigakan namun belum menunjukkan ACS, lakukan
pemeriksaan EKG serial dengan interval yang dekat.
• Pasang iv plug dan lakukan pemeriksaan darah untuk enzim kardiak serta biomarker
lainnya, misalnya mioglobin dan troponin T.
Ingat : Jangan sampai membuat kesalahan dengan mengeksklusi nyeri dada iskemik
hanya dengan melihat hasil troponin T atau enzim kardiak lain yang normal pada saat
berada pada ED. Lihat tabel 3 untuk interpretasi bermacam-macam marker kardiak.
• Berikan obat peringan nyeri tergantung pada diagnosa yang dibuat.
61
• Lakukan CXR. Peran CXR pada nyeri dada dalam penegakan diagnosa:
1. Komplikasi IMA, seperti gagal jantung dan edema pulmonal
2. Aortic dissection
3. Dengan penyebab respiratori, misal pneumothorax, pneumonia, keganasan
paru, fraktur tulang iga.
4. PE perifer
5. Pneumomediastinum, misal rupture spontan bullae paru, rupture esophagus.
• Beberapa pedoman mengenai penempatan pasien dengan nyeri dada :
1. MRS-kan ACS dengan perubahan EKG atau nyeri yang terus menerus ke
dalam CCU.
2. MRS-kan unstabel angina tanpa ada perubahan EKG, atau jika nyeri telah
hilang pada bangsal umum kardiologi.
3. MRS-kan pasien dengan diagnosa sindrom nyeri dada tidak khas (atypical
chest pain syndrome) dengan factor resiko CAD pada bangsal umum
kardiologi, kecuali ED memiliki Chest pain Observational Unit untuk
pengawasan yang berkelanjutan.
4. Stabel angina dapat di KRS-kan dengan memulai pengobatan (aspirin 300mg
kemudian cardiprin 100mg OM (occipitomental), isosorbide dinitrat 5-10mg
dibagi dalam 3 dosis, propanolol 20mg dibagi dalam 2 dosis) apabila tidak ada
kontraindikasi, kemudian rujuk pada poliklinik kardiologi untuk follow up.
(Kelompok pasien ini kemungkinan bukan merupakan pasien CAD apabila
datang pada ED dengan riwayat stabel angina. Disarankan untuk
memasukkan/merawat pasien nyeri dada dengan riwayat CAD ke dalam RS.)
5. MRS-kan pasien dengan aortic dissection pada CT ICU.
Catatan : onset angina terbaru yang menyerupai angina stabel yang didapat
menurut riwayat dalam anamnesa, dipertimbangkan sebagai Unstabel angina
(UA). Sehingga seluruh serangan angina yang terjadi untuk pertama kali
harus diMRS-kan walaupun hasil EKG-nya normal.
• Untuk terapi kasus dengan penyebab nyeri dada yang mengancam
jiwa, lihat pada pembahasan masing-masing bab.
62
Caveats
• Pasien dengan Low Back Pain (LBW) akut yang membutuhkan
perawatan immediate antara lain :
1. Hemodinamik tidak stabil (kelompok yang paling kritis)
2. Dengan trauma yang signifikan
3. Nyeri musculoskeletal yang tidak tertahankan
• Pasien dengan nyeri punggung bersamaan dengan nyeri abdomen merupakan
pasien yang berada dalam resiko serius adanya perdarahan intrabdominal atau
retroperitoneal dan membutuhkan evaluasi yang tepat serta monitoring yang ketat.
• Pasien yang sangat menderita akibat musculoskeletal back pain dengan tanda
vital stabil dapat diberi obat analgesik apabila telah melalui pemeriksaan awal.
• Pasien dengan defisit neurologik progresif atau dengan disfungsi kandung
kemih atau disfungsi usus besar membutuhkan tindakan dekompresi melalui pembedahan.
• Ada beberapa indikasi untuk foto polos lumbosakral pada ED :
1. Manifestasi klinis yang muncul mendukung adanya malignansi dengan kemungkinan
metastase pada tulang belakang bagian lumbal.
2. Ada riwayat trauma vertebrae yang bermakna.
3. Demam dan nyeri tekan yang terlokalisir yang menyokong adanya osteomielitis.
4. Ada deficit neurologist yang tidak dapat terjelaskan dan bersifat akut.
• Terapi konservatif merupakan manajemen utama, meliputi relaksasi otot
melalui bed rest, terapi panas atau dingin, obat-obatan muscle-relaxing, serta analgesik
yang adekuat. 90% pasien akan berespon terhadap terapi tersebut.
• Manajemen pasien bisaanya dilakukan dengan rawat jalan, dimana usulan
MRS dilakukan pada pasien dengan defisit neurologi atau nyeri yang terus menerus.
Catastrophic Illnesses
Dapat bermanifestasi sebagai LBP
• Ruptur AAA (Abdominal Aortic Aneurysm) : bisaanya terjadi pada pasien pria usia
pertengahan atau usia tua dengan riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular, yang
muncul dengan LBP dan nyeri abdomen yang diikuti dengan pulsasi yang cepat,
sinkop, serta hipotensi borderline atau hipotensi yang nyata.
• Ruptur Kehamilan Ektopik : seorang wanita berusia subur dengan factor resiko
terjadinya kehamilan ektopik, muncul dengan LBP onset akut, terkait dengan
perdarahan vagina, sinkop dan nyeri abdomen unilateral.
• Cauda equina Syndrome : merupakan sebuah kasus lumbar disc disease yang jarang
terjadi namun memiliki komplikasi yang sangat serius. Pasien muncul umumnya
dengan gejala LBP, dengan penjalaran unilateral atau bilateral, anestesi perifer,
kelemahan motorik dari ekstremitas bawah, dan disfungsi sfingter (bisaanya retensi
urin). Secara klasik, intervensi bedah dalam 6 jam sejak onset gejala, dipertimbangkan
sebagai tindakan preventif esensial untuk mencegah defisit neurologik permanent.
• Acute spinal cord compression : akibat proses ekspansi dari massa tumor, dapat
muncul sebagai LBP dengan deficit ekstremitas bawah, deficit bowel dan kandung
65
Manajemen
Pasien dengan Instabilitas Hemodinamik dan atau memiliki riwayat trauma yang Bermakna
• Pasien selalu ditangani dalam area critical care
• Peralatan intubasi dan resusitasi harus selalu berada dalam keadaan siap pakai
• Berikan oksigen aliran tinggi melalui reservoir mask
• Pasang setidaknya 2 jalur intra vena yang besar.
• Berikan Hartmann’s solution secara iv 1 liter kemudian ulangi pemeriksaan parameter
yang ada.
• Berikan transfuse darah yang spesifik bila diperlukan.
• Lab : GXM 4-6 unit, FBC, urea/elektrolit/kreatinin, HCG urin jika diperlukan.
• Monitoring EKG, tanda-tanda vital tiap 5-10 menit, pulse oksimetri.
• Penempatan :
1. Konsultasi awal dengan bedah TKV (untuk suspek AAA) atau
2. Bedah umum dan ortopedi (dalam kasus trauma), atau
3. OBG (dalam kasus kehamilan Ektopik)
2. Kasus dengan komplikasi dan nyeri yang hebat ± ada perubahan neurologik ringan
serta tidak ada gejala disfungsi sfingter : MRS pada bagian ortopedi untuk
penatalaksanaan nyeri dan pemasangan traksi.
3. Jika ada bukti adanya spinal cord compression atau cauda equine syndrome, maka
konsul pada bagian NS.
4. Pasien lain yang harus MRS termasuk :
a. Pasien dengan infeksi yang membutuhkan terapi antibiotik iv, misalnya
pielonefritis dan prostatitis.
b. Pasien dengan fraktur kompresi lumbar spine untuk manajemen nyeri.
c. Pasien dengan fraktur prosessus transversus untuk evaluasi yang terkait
dengan injury.
d. Pasien dengan nyeri tidak tertahankan yang tidak mampu untuk berjalan
atau tidak dapat merawat dirinya sendiri.
e. Pasien dengan suspek metastase pada tulang belakang yang membutuhkan
terapi dexamethasone iv secepatnya. Lihat bab Oncology Emergencies.
67
CAVEAT
• penyebab akut scrotal biasanya dapat dipastikan dari riwayat sakit, pemeriksaan fisik
dan urinalisa.
• Tidak pernah ada diagnosa epididimitis pada prepubertas dengan nyeri scrotal. Ini
adalah torsio testis sampai terbukti sebaliknya.
• Bila tersedia colour Doppler ultrasound akan sangat membantu diagnosa.
• Apabila ragu-ragu, hampir selalu dilakukan eksplorasi pembedahan secara hati-hati
pada scrotum penderita.
Trauma
• biasanya terjadi pada kedua sisi
• ada kerusakan kulit yang jelas
• sebagian besar dapat membaik tetapi harus tetapdi follow up
• perdarahan scrotal spontan yang tidak diketahui penyebabnya: cari kerusakan yang
meluas dan melebihi cincin inguinal superficial
PADA ANAK-ANAK
• sangat dipengaruhi oleh kelompok usia
• acute epididymo-orchitis biasanya disebabkan:
1. virus, tetapi penyebab terbanyak adalah E.Coli
2. lakukan urinalisa untuk melihat adanya piuria
3. MRS untuk
a. menyingkirkan torsio
b. pemeriksaan urinary tract untuk kelainan-kelainan konginetal
• udem scrotal idiopatik
1. pembengkakan pada kedua scrotum tanpa hyperemia, tanpa nyeri.
68
torsio testis
• onset tiba-tiba pada nyeri testis yang berat, yang dapt menjalar ke paha
• dapat disertai mual dan muntah
• sebelumnya pernah ada episode nyeri yang self limiting
• tidak ada tanda klinis yang spesifik yang dapat membedakan torsio dan epididymitis.
Keduanya ditandai dengan pembengkakan dan nyeri testis. Adanya riwayat dysuria
dan secret uretral lebih mengarah pada epididymitis.
• Pemeriksaan yang menyatakan testis horizontal
• Segera konsul urologi
• Doppler ultrasound sangat bermanfaat untuk diagnosa segera, tetapi penanganan
difinitif tidak boleh terlambat.
• Bila diagnosa sulit ditegakkan maka eksplorasi dengan pembedahan harus segera
dilakukan.
• Keselamatan testis tergantung dari lamanya waktu antara mulai terjadinya gejala dan
pembedahan.(interval yang bias diterima umumnya 6 jam )
Torsio hidatid
• prinsipnya terjadi pada anak2 prepubertas (10-12 th)
• nyeri akut minimal muncul setelah 2-3 hari
• lokasi tenderness berada diatas scrotum
• pasien sering mengalami reactive hidrocele dan diperiksa adanya strangulated hidatid
(blue dot sign)
• apabila diagnosa sudah dapat dipastikan, maka sebagian besar akan berespon dengan
anakgesik/NSAIDs. Perlu dijelaskan pada pasien bahwa nyeri dan bengkak dapat
memberat dalam 48-72 jam
• eksplorasi pembedahan dan eksisi munkin perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus
yang meragukan
epididymo-orchitis
• berkaitan dengan infeksi seksual menular, khususnya chlamydiatrachomatis
• di ED penanganan dengan analgesic dan urogesik(phenazopiridine) 1 tabl. (analgesic
utk saluran kemih yang disertai dysuria) dan dapat juga untuk penanganan penyakit
menular seksual. Pasien di MRS kan bila diagnosanya meragukan.
• Antibiotic terpilih adalah doxyciclin.
• Adanya riwayat mumps parotis dapat dipastikan terjadi orchitis
Tumor testis
• ditandai dengan nyeri scrotum yang akut, yang mengarah pada perdarahan intramural
dan capsular extension yang berkaitan dengan inflamasi.
• Dapat menyerupai epididymo-orchitis
69
PENILE PROBLEM
Balanoposphitis
• inflamasi pada glands penis (balanitis) dan posphitis, bila berulang, pastikan adanya
diabetes dan penyakit yang mendasari
• pada pemeriksaan tampak retraksi pada permukaan kulit dan kotor, secret purulent dan
glands teraba tegang.
• Management;
1. kebersihan yang baik
2. krim antijamur topical
3. sirkumsisi
4. jika muncul skunder infeksi, berikan antibiotic spectrum luas, seperti ciprofloxacin
500 mg selama 7 hari. Jika terdapat penyakit menular seksual tambahkan
doksisiklin 100 mg selama 14 hari.
5. jika kasusnya berulang, cari kemungkinan diabetes mellitus
6. waspadai terjadinya kekerasan pada anak
7. jika ada phimosis, pasien harus segera di sircumsisi.
Phymosis
• adalah dimana preputium penis tidak dapat ditarik atau diretraksi ke proksimal sampai
ke korona glans penis. Ini biasanya skunder dari infeksi kronis pada permukaan kulit
dengan jaringan parut yang progresif.
• Management:
1. tindakan emergency bila terjadi dilatasi dari arteri di permukaan kulit,
2. tindakan difinitif adalah sirkumsisi
paraphimosis
• adalah preputium penis yang diretraksi sampai ke sulkus koronarius tidak dapat
dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis di belakang sulkus
koronarius.
70
Priapismus
• adalah nyeri yang timbul sasat ereksi yang mungkin juga berhubungan dengan retensi
urine.
• Merupakan kegawatan medis (table)
• pada pemeriksaan
• management;
1. segera konsultasi urologi
2. terbutaline 0.25 – 0.5 mg tiap 4-6 jam. Ini merupakan terapi awal pada kasus
priapismus baik yang reversible maupun yang irreversible, tetapi tetap jangan
membuang waktu untuk konsultasi urologi bila respon terapi tersebut tidak mencapai
100 %.
3. aplikasi dengaan memberikan balok es, sedasi dan analgesic dapat diberikan
meskipun ini kurang efektif.
4. terapi selanjutnya tergantung dari penyebab yang mendasari terjadinya priapismus.
5. bila datangnya urologist terlambat, dapat dilakukan aspirasi darah 50 ml pada
corpora cavernosa dengan menggunakan jarum 18G atau yang lebih besar. Prosedur
ini dapat diulang dan diikuti dengan irigasi dengan menggunakan cairan saline hangat
yang mengandung heparin . pada beberapa kasus diberikan injeksi corporal dengan
200 ug phenylephrine. (dimonitor vital sign tiap 5 menit).
6. jika ini gagal maka tindakan drainase dengan pembedahan perlu dipertimbangkan.
Torn prenulum
• umumnya terjadi selama masturbasi yang berlebihan.
• Pada pemeriksaan, oozing didapatkan disekitar frenulum.
• Management;
71
fraktur penis
• umumnya terjadi karena kurangnya koordinasi dengan pasangan dengan posisi wanita
di atas
• pada pemeriksaan umumnya penis mengalami flaksid tetapi terdapat ekhimosis dan
distorsi, dengan nyeri yang bervariasi
• management;
1. analgesic, sering digunakan parenteral agonis opiate
2. balok es
3. segera konsul urologi.
****************************
72
24. Palpitasi
Caveats
• Denyut jantung yang abnormal hampir selalu disebabkan karena gangguan pada ritme
kardiak, atau disritmia dan apa yang dirasakan oleh pasien merupakan perubahan
sekunder pada output kardiak (ingat bahwa cardiac output berkaitan langsung dengan
stroke volume dan Heart rate).
• Takidisritmia menyebabkan peningkatan heart rate dan pengurangan stroke volume,
sedangkan premature ventricular contractions (PVCs) menghasilkan peningkatan stroke
volume pada setiap denyut yang mengikuti PVC sebagai hasil dari peningkatan filling
time selama compensatory pause.
1. Jangan membuang waktu untuk mengidentifikasi sifat disritmia yang paling tepat,
namun prioritaskan untuk:Periksa status hemodinamik pasien
2. Putuskan apakah keadaan tersebut termasuk narrow atau wide complex
dysrhythmia (tabel 1)
• Jika keadaan pasien tidak stabil dengan tanda-tanda serius seperti
1. Gagal jantung atau dispneu;
2. Syok;
3. AMS;
4. Nyeri dada, maka lakukan immediate synchronized electrical cardioversion (untuk
kedua tipe : narrow dan wide complex).
• Bukti-
bukti yang ada tidak mendukung penggunaan lignokain untuk membedakan perfusi
Ventricular tachycardia (VT) dan Wide complex Tachycardia dengan asal yang tidak
diketahui pasti.
• Bukti-
bukti tidak mendukung penggunaan Adenosine untuk membedakan perfusi VT dan
Supraventrikular (SVT) dengan aberrant ventricular contraction (SVT yang dikonduksi
oleh 1 ventrikel saja akibat transient bundle branch block).
• Amioda
rone saat ini merupakan DOC pada manajemen takidisritmia stabil, karena efek spectrum
antidisritmia-nya yang luas serta lebih sedikit menimbulkan efek inotropik negative
dibandingkan dengan obat lainnya.
Catatan : (1) regular, narrow QRS tachycardia sekitar 200/menit. (2) Tidak ada
gelombang P yang terlihat. Pemeriksaan elektrofisiologi lanjutan mengkonfirmasikan
bahwa pasien menderita supraventricular AV nodal reentrant tachycardia.
74
Catatan : Selama konduksi AV 2:1, gelombang flutter ‘F’ tersembunyi diantara QRS
complexes dan segmen ST/gelombang T. harus ada bukti yang menunjukkan adanya
peningkatan konduksi AV yang berakibat pada perlambatan ventricular rate (lihat
tanda panah). Arah panah menunjukkan gelombang Flutter (‘F’).
Manajemen
Lihat bab Cardiac Dysrhytmias/Resuscitation Algorithms untuk ringkasan
penatalaksanaannya.
Terapi Suportif
• Pasien harus ditangani pada area critical care, dimana monitoring EKG secara terus-
menerus dapat dilakukan, dan tersedia peralatan resusitasi serta defibrillator.
• Berika oksigen jika terjadi penurunan SpO2.
• Monitoring EKG, tanda vital tiap 15 menit, pulse oksimetri.
• Pasang jalur iv perifer.
• Lakukan pemeriksaan EKG 12 lead : apakah terdapat narrow atau wide complex
disritmia?
• Teknik Cardioversion
1. Tempatkan chest patches pada lokasi infraclavicular kanan dan apical (seperti
halnya defibrillation).
2. Berikan diazepam iv atau midazolam untuk efek sedasi (jika tersedia).
3. Tekan tombol SYNC (synchronization) (tidak seperti defibrillation).
4. Pilih level energi, dimulai dari 100 joule untuk dewasa dilanjutkan dengan 200 J,
300J, dan 360 J secara berurutan bila diperlukan.
Catatan : (1) heart rate yang cepat yaitu 160x/menit (2) regular dan wide QRS
complexes (0,12 detik) dengan konfigurasi right bundle branch block yang khas (pola
trifasik rSR’ pada V1). (3) tidak ada gelombang p yang jelas terlihat.
76
Terapi
Narrow Complex Tachydysrhythmias
• Terapi sangat tergantung dari diagnosa, misal sinus takikardi membutuhkan terapi
penyebabnya (nyeri, perdarahan, ansietas, efek antikolinergik, dsb).
• Non farmakologis : penting dimana 25% pasien dengan SVT dapat dibantu dengan
valsava maneuver atau pemijatan sinus carotid (carotid sinus massage = CSM).
Catatan : Sinus carotid berlokasi di sudut mandibula, kemudian dengarkanlah suara
‘bruits’ sebelum melakukan CSM. Beberapa klinisi menghindari CSM secara total
pada pasien di atas 50 th untuk mengantisipasi eksistensi plak, tanpa memperhatikan
kehadiran atau tidak adanya bruit. Jangan lakukan CSM pada pasien yang diketahui
memiliki riwayat CVA atau TIA.
Gambar 8: ‘R on T’ ventricular ectopic beats dan ventricular fibrillation pada pasien dengan
infark akut inferior
Catatan : (1) Perubahan ‘hiperacute’ pada infark transmural inferior sebagaimana
terlihat pada peningkatan segmen ST pada lead II. (2) ‘R on T’ ventricular ectopic
beats (E) menginisiasi ventricular fibrillation (VF).
mengatasi narrow complex tachycardia. Pilihan obat tergantung pada ketersediaan dan
pengalaman klinisi.
Perhatian : verapamil tidak boleh digunakan bersamaan dengan beta blockers iv,
dan harus dihindari pada pasien dengan wide complex tachycardias.
Dosis : 2,5-10mg iv; dapat diulang 15 -20menit kemudian; dosis total maksimum
20mg.
6. Digoxin : obat yang bersifat vagotonik. Kerugiannya adalah onset kerjanya lebih
lambat dibandingkan dengan obat yang tersebut diatas (dapat membutuhkan
beberapa jam). Dosis : 0,5mg iv bolus sebagai dosis awal, dengan dosis ulangan
0,25mg tiap 30-60 menit prn. Dosis total tidak boleh melebihi 0,02 mg/kg.
78
Keuntungan Kerugian
T ½ yang pendek <10 detik - Efek samping flushing, dispneu dan nyeri dada
Efek hipotensi dan depresi miokard - Rekurensi SVT sering terjadi (pada 50-60%
yang lebih rendah pasien)
- Interaksi obat cukup bermakna: antagonis dengan
teofilin dan kafein, potensiasi dengan
dipyridamole dan carbamazepine
Catatan : Adenosine bisaanya tidak mengubah
disritmia pada paroxysmal atrial tachycardia,
atrial flutter atau atrial fibrillation, namun akan
mengurangi ventricular rate karena penurunan
konduksi atrioventricular.
Adanya pasien dengan atrial fibrilasi dan rapid ventricular fibrillation merupakan masalah
yang special. Jika hemodinamik pasien stabil, peran dokter spesialis EM adalah untuk
memperlambat respon ventrikuler dan BUKAN merubah ritme jantung menjadi Sinus rhythm
kecuali dokter tersebut yakin bahwa durasi AF terjadi < 48 jam. Pengubahan ke sinus rhythm
tanpa pemberian antikoagulasi yang adekuat akan menyebabkan embolisasi klot yang terekat
pada dinding atrium kanan. Penelitian menyatakan bahwa penggunaan Calsium Channel
Blocker (diltiazem atau verapamil) dan beta blocker (esmolol dan metoprolol) merupakan
obat yang efektif untuk mengatur heart rate pada pasien AF yang stabil. Dosis : Diltiazem iv
10-20mg selama 2 menit.
Catatan : Digoxin tidak menunjukkan efektivitas untuk mengontrol heart rate akut.
Namun, jika pasien dalam keadaan gagal jantung, pilihan bisa berupa digoxin atau
amiodarone.
Secara keseluruhan, keberhasilan chemical cardioversion hanya sekitar 50%. Literature yang
menerangkan penelitian untuk membandingkan efektivitas obat untuk mengubah AF menjadi
sinus rhythm banyak yang bersifat kontradiktif. Pilihan terapi meliputi :
• Class 1A agents (quinidine dan procainamide) : obat-obatan yang paling tradisional
yang digunakan dalam cardioversion, dengan angka kesuksesan sebesar 40-80%.
• Amiodarone : 93 % berhasil mengembalikan sinus rhythm dalam 24 jam namun tidak
secepat calsium channel blocker atau beta blocker dalam menurunkan heart rate.
• Propafenone : berhasil pada penggunaan melalui iv dan per oral.
• Fleicainide : berhasil sebagai cardioversion dalam 2-3jam ketika digunakan melalui
bolus iv atau po namun kekhawatiran efek prodisritmik menyebabkan keterbatasan
penggunaannya.
• Ibutilide : terminasi cepat AF dengan pengubahan heart rate lebih cepat daripada
procainamide namun dilaporkan bahwa ia menyebabkan torsades de pointes sebesar
4,3%.
Jika pasien dengan rapid atrial fibrillation mengalami ketidakstabilan hemodinamik,
keputusan sulit untuk melakukan electrical cardioversion setelah pemberian heparin 5000
unit iv harus dilakukan. Resiko tremboembolisme setelah atrial fibrillasi sepertinya terus
berlangsung selama beberapa minggu setelah cardioversion. Sehingga antikoagulan harus
terus diberikan selama 3 bulan kecuali didapatkan adanya kontraindikasi.
79
Catatan : Direct Cardioversion aman dan efektif (90% conversion rate) pada
konversi AF menjadi sinus rhythm.
Hospitalization : tidak harus dilakukan pada seluruh pasien AF, namun perlu dilakukan bila :
• Dengan gangguan hemodinamik
• Terdapat gejala aritmia yang hebat (misal nyeri dada, tanda iskemik koronaria, CCF)
• Terdapat resiko tinggi untuk embolisme (misal gagal jantung, CCF, mitral stenosis,
riwayat CVA, usia >65tahun)
• Terdapat AF>48 jam atau durasi yang tidak pasti untuk mengkontrol heart rate dan
menginisiasi antikoagulasi.
• Terdapat kegagalan cardioversion pada ED
Tabel 3 : Cara Membedakan VT dari SVT dengan Aberrant Conduction atau Prior Bundle
Branch Block
VT SVT
Riwayat
IHD; CCF; usia > 35 tahun 90% spesifik untuk VT Bagaimanapun, riwayat (-)
tidak dapat menyingkirkan
diagnosa SVT
Pemeriksaan Fisik
1. Irregular cannon Mungkin ada Tidak ada
gelombang ‘a’ pada
pulsasi vena jugularis
2. Intensitas suara
jantung pertama yang Mungkin ada Tidak ada
bervariasi
EKG
1. Lebar QRS Bisaanya >140 ms <140 ms
2. Hubungan AV AV dissociation (<50% VT) (Gambar 3)
Fusion Beats (kombinasi sinus dan
takikardi QRS) (gambar 3)
Capture Beats (depolarisasi total dari
ventrikel oleh konduksi sebuah sinus
beat)
Caveats
• Riwayat overdosis obat (OD) sering tidak dapat dipercaya. Sehingga seseorang harus
memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi dan asumsikan kemungkinan overdosis
berbagai macam obat termasuk konsumsi alcohol. Lihat Annex untuk mengetahui
sumber keracunan utama di Singapore.
• Berikan perhatian lebih pada pemeriksaan fisik untuk mengetahui petunjuk tipe
keracunan yang terjadi.
• Pasien dengan AMS dengan kecurigaan OD harus di-EKG untuk mengeksklusi
kemungkinan keracunan antidepresan golongan siklik dan periksa GDA untuk
mengeksklusi adanya hipoglikemi. Pertimbangkan beberapa diagnosa banding AMS
lainnya. Lihat bab AMS (Altered Mental State).
• Ingat bahwa manajemen yang bijaksana dalam menangani OD meliputi pemberian
perhatian pada keadaan emosional/psikologis pasien, disamping juga harus menangani
efek klinis dari OD.
• Gastric Lavage jangan digunakan secara rutin pada setiap kasus OD. Lihat baba
Gastric decontamination untuk lebih detilnya.
Riwayat/Anamnesa
• Pasti OD atau OD yang masih belum jelas?
• Apa, kapan, seberapa banyak, bagaimana, dimana, kenapa? Gejala akibat paparan?
• Apa ada resiko bunuh diri? Jika ada, konsul bagian psikiatri.
• Riwayat psikiatri dan penyakit dahulu (termasuk riwayat pengobatan).
• Apa ada percobaan bunuh diri sebelumnya?
Pemeriksaan fisik
Tanda Vital
Lihat tabel 1 untuk lebih detilnya
Bau
• Bau yang jelas : bensin/bahan pemutih/insektisida
• Bau lain dapat dilihat pada tabel 2
83
Tabel 1 : Diagnosa Banding Beberapa Tanda Vital Akibat Over Dosis Obat
Pemeriksaan Neurologik
• Tingkat Kesadaran : Lihat beberapa jenis obat dan racun yang dapat menyebabkan
koma atau stupor
CNS Depressan Umum Hipoksia selular
Antikolinergik Karbonmonoksida
Antihistamin Sianida
Barbiturat HIdrogen sulfida
Antidepresan gol.siklik Metamoglobinemia
Etanol dan alcohol lain
Fenotiazin
Obat sedative-hipnotik
Zat Simpatolitik Mekanisme lain atau yang tidak diketahui
Klonidin Bromida
Metildopa Hypoglicaemic agents
Opiat Litium
Phencyclidine
Salisilate
• Pupil : obat–obat dan racun yang berefek pada pupil :
MIOSIS (‘COPS’) MIDRIASIS (‘AAAS’)
C Cholinergics, klonidin A Antihistamin
O Opiat, organofosfat A Antidepresan
P Phenotiazines, pilocarpin, pontin bleed A Antikolinergik, atropin
S Sedatif-hipnotik S Simpatomimetik (kokain,
amfetamin)
S Simpathomimetics
O Organofosfat
A ASA (Salisilat)
P PCP dan hipoglikemi
• Kulit Kering : Antikolinergik
• Blistering/Melepuh
1. Karbonmonoksida
2. Barbiturat
3. Poison ivy
4. Sulphur mustard
5. lewisite
Toxidromes
• Opioid
1. Koma
2. Depresi respiratori
3. Pinpoint pupil
4. Hipotensi
5. Bradikardi
• Kolinergik (‘SLUDGE”) misalnya organofosfat/karbamat
S Salivasi
L Lakrimasi
U Urinasi (BAK)
D Defekasi
G Gastric emptying (pengosongan lambung)
E Emesis
1. ‘Drowning in their own secretions’ (tenggelam dalam sekret mereka sendiri)
a. Bronchorrhoe
b. Spasme bronkus
c. Edema pulmonal
2. AMS
3. Kelemahan otot dan paralise
4. Bau bawang putih
• Antikolinergik; misal antihistamin, siklik antidepressant, homatropin,
skopolamin
1. Hipertermi
2. Vasodilatasi kutan
3. Penurunan salivasi
4. Sikloplegia dan midriasis
5. Delirium dan halusinasi
6. Tanda-tanda lainnya
a. Takikardi
86
b. Retensi urin
c. Penurunan motilitas GIT/ hilangnya bising usus
• Salisilat
1. Demam
2. Takipneu
3. Vomiting
4. Letargi (jarang terjadi koma)
5. Tinnitus
• Simpatomimetik misal : kokain, amfetamin
1. Hipertensi
2. Takikardi
3. Hiperpireksi
4. Midriasis
5. Ansietas atau delirium
• Sedatif-hipnotik misal : barbiturate, benzodiazepine
1. Perubahan pupil yang tidak dapat diprediksi
2. Kebimgungan atau koma
3. Depresi nafas
4. Hipotermi
5. Vesikel atau bulae
• Ekstrapiramidal : Gambaran parkinsonian (‘TROD”)
1. Tremor
2. Rigiditas
3. Opistotonus, krisis okulogirik
4. Disfonia, disfagi
Kategori obat ini termasuk ‘zines’
1. Klorpromazin (Largactil/Thorazine)
2. Proklorperazin (Stemetil/Compazine)
3. Haloperidol (Haldol)
4. Metoklopramide (Maxolon/Reglan)
• Hemoglobinopati
1. Karboksihemoglobinemia
a. Sakit kepala
b. Nausea, vomiting, gejala ‘flu like’ illness
c. Sinkope, takipnoea, takikardi
d. Koma, konvulsi
e. Kollaps kardiovaskular, gagal nafas
2. Metamoglobinemia
a. Manifestasi klinis yangmenonjol adalah sianosis (‘chocolate blood’)
b. Asimtomatik (level metamoglobin <30%)
c. Fatigue, kelemahan, pusing, sakit kepala (level metamoglobin 30-50%)
d. Letargi,stupor, depresi nafas (level metamoglobin >55%)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
• FBC : peningkatan TWC = infeksi/zat besi/teofilin/hidrokarbon
• Elektrolit Serum
1. Anion Gap = [Na+] - [HCO3-]- [Cl-]
2. Anion gap normal = 8 sampai 16 mEq/l
• Asidosis metabolic/peningkatan anion gap
87
Manajemen
Pasien dengan AMS atau instabilitas hemodinamik harus ditangani pada area critical care.
Walaupun banyak kasus OD yang dapat ditangani pada area intermediate care.
• Kontrol kejang dan diritmia; penatalaksanaan standart dapat dilakukan kecuali pada
keracunan antidepresan gol. Siklik. Dimana komplikasi kardiak dan CNS dapat
dicegah dengah alkalinisasi darah sampai pH 7,5. hal ini bisa dicapai dengan
hiperventilasi atau pemberian sodium bikarbonat iv, atau keduanya.
• Flumazenil (Anexate)
Mekanisme Kerja : merupakan suatu Benzodiazepin (BZD) yang secara structural
terkait dengan midazolam. Flumazenil berkompetisi dengan benzodiazepine lain pada
reseptor omega I pada CNS.
Efek Klinis : Onset 1-2 menit dengan efek puncak dalam 3-5 menit.
Durasi efek : 1-4 jam
Dosis kecil berkebalikan terhadap hypnosis, yaitu sedasi BZD
Dosis Besar berkebalikan terhadap efek antikonvulsan BZD.
Indikasi : Overdosis BZD dalam kondisi sedasi yang masih sadar akan meningkatkan
status pernafasan.
89
Dekontaminasi Lambung
• Dilusi : air/susu
• Gastric lavage harus tidak dilakukan sebagi penatalaksanaan rutin pada
pasien keracunan. Pada penelitian eksperimental, jumlah marker yang dikeluarkan
melalui gastric lavage sangatlah bervariasi dan akan menghilang seiring waktu.
Tidak ada bukti yang pasti bahwa penggunaannya akan memperbaiki outcome
pasien serta dapat menyebabkan morbiditas yang cukup bermakna.
Indikasi : Tidak dipertimbangkan kecuali pasien telah menelan sejumlah zat racun
yang berbahaya bagi jiwa dalam waktu 1 jam sejak ditelan. Walaupun
demikian, manfaat klinis belum dapat dipastikan melalui penelitian yang
ada.
90
• Arang aktif
1. Dosis tunggal : jangan diberikan secara tunggal pada penatalaksanaan
keracunan. Berdasarka penelitian yang menggunakan sukarelawan, efektivitas
arang karbon aktif akan menurun seiring waktu; manfaat terbaik ditemukan
dalam waktu 1 jam setelah dikonsumsi/ditelan.
2. Indikasi : dapat dipertimbangkan jika pasien telah menelan sejumlah zat toksik
(yang dapat diserap oleh arang aktif) dalam waktu 1 jam; data yang ada belum
cukup untuk menentukan keefektivitasan penggunaaan arang aktif bila
digunakan lebih dari 1 jam sejak penelanan racun. Juga tidak ada bukti yang
menyatakan adanya kemajuan output klinik setelah penggunaan arang aktif.
3. Dosis multiple : pemberian ulang (>2 dosis) bertujuan untuk meningkatkan
efek eliminasi obat. Cara kerjanya:
A. Berikatan dengan obat yang berdifusi dari sirkulasi ke dalam lumen
usus. Setelah absorbsi, obat akan masuk kembali ke dalam usus dengan
difusi pasif yang dihasilkan karena konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan di darah. Laju difusi pasif bergantung pada
gradient konsentrasi dan aliran darah. Gradient konsentrasi ini
dipertahankan dan obat akan terus masuk ke lumen usus dimana
kemudian ia akan diabsorbsi oleh arang aktif. Proses ini dikenal
sebagai “Gastrointestinal Dialysis”.
B. Mengganggu sirkulasi obat pada siklus enterohepatik dan enterogastrik.
4. Indikasi : Dosis multiple arang aktif harus dipertiombangkan hanya jika pasien
menelan sejumlah obat yang mengancam jiwa, misalnya carbamazepin,
dapsone, fenobarbitone, quinine atau teofilin.
5. Obat-obatan yang dapat diserap oleh Arang aktif:
adanya kecurigaan percobaan bunuh diri yang kuat dapat di KRS-kan setelah
konsul pada bagian psikiatri.
Annex
93
PENTING:
• Tugas utama dari dokter EM adalah melakukan pemeriksaan yang tepat dan
mengenali kelainan yang potensial mengancam kehidupan
• Selalu melakukan kemampuan melihat pada penderita dengan problem mata. Ini
adalah cara sederhana untuk melihat apakah fungsi dari organ penting ini
terganggu.
• Hati-hati kombinasi dari mata merah, muntah, nyeri kepala bagian frontal dan
gangguan penglihatan: ini khas pada glaukoma akut dan membutuhkan perhatian
segera sebagai kasus yang potensial mengancam penglihatan
• Infeksi dan trauma tembus mata jangan di tutup.(photophobia dapat dikurangi
dengan penggunaan kacamata matahari atau pelindung mata)
• Tetes mata atau salep yang mengandung steroid jangan diberikan tanpa konsultasi
atau asam ringan ditunjukkan dengan menggunakan kertas lakmus biru dan
merah
PENANGANAN:
Penderita di triage sebagai kasus intermediate atau kasus kritis jika ada gangguan
penglihatan, sperti glaukoma (mata merah, muntah, neri kepala frontal dan
kehilangan penglihatan). Mereka harus ditangani dalam ruangan yang memiliki
alat pemeriksaan mata yang baik di ruang gawat darurat
Pemeriksaan (Spesifik)
• Periksa ketajaman penglihatan dengan atau tanpa lensa koreksi
1. Anestesi topikal dapat mengatasi reflek blepharospasme dan memfasilitasi
pemeriksaan.
2. Pelindung pinhole akan membetulkan kesalahan refraksi untuk membantu
melihat jika ini yang menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan
• Inspeksi: meliputi point penting berikut yang menunjukkan kelainan
patologi berarti:
1. Proptosis, dimana dapat menunjukkan kelainan retroorbital seperti
abses
2. Reflex cahaya pada kornea irregular. Dimana menunjukkan udem
kornea (glaucoma) atau permukaan kornea yang menurun (keratitis
atau abrasi kornea)
3. Siliar yang merah, dimana menunjukkan kelainana ruang anterior
(iritis, glaukoma, keratitis)
4. Eversi dari kelopak untuk melihat adanya benda asing
5. Opaksitas kornea, dimana terlihat dengan keratitis atau ulkus kornea
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
• Pemeriksaan Slit lamp,secara optimal, digunakan pada semua penderita.
Periksa untuk merah dan sel, presipitasi keratitis posterior, dan /atau hipema
pada ruang anterior, menunjukkan proses peradangan
• Tonometri dilakukan setelah anestesi topikal untuk mengukur tekanan
intraokular. Tekanana abnormal > 20 mmHg. Hindari prosedur ini jika mata
infeksi atau jika ada kemungkinan ruptur global.
1. Pewarnaan fluoresein: digunakan untuk menjelaskan kelainan kornea.
Pewarnaan in akan diambil lapisan hidropobik terdalam kornea ketika lapisan
hidropobik superfisial tidak ada, seperti abrasi atau infeksi.
2. Imaging: foto polos jaringan ikat globus dapat menunjukkan benda asing yang
radioopak
3. Anestesi topikal: seringkali berguna untuk membedakan keratitis dari iritis
a. Nyeri dari konjungtivitis, benda sing superfisial, atau abrasi kornea dan
keratitis, hilang dengan anestesi topikal
b. Nyeri dari peradangan yang lebih dalam, contoh iritis tidak menghilang
dengan pengobatan ini
4. Hematropine : gunakan agen ini, obat midriatikum/ sikloplegik, dapat nyeri
mata yang dalam pada peradangan yang dalam dari struktur daerah anterior,
contoh iritis dengan mengurangi spasme otot silia dan iris.
Disposisi
• Kirim untuk segera konsultasi Mata jika penderita menunjukkan
kelainan yang tertulis pada Tip khusus untuk dokter umum
97
DOKUMENTASI:
• Ketajaman penglihatan semua lapangan
• Anamnesa singkat dari penyakit yang sekarang, pengobatan,
alergi,pengobatan sebelumnya dan riwayat pembedahan
• Tuliskan hasil pemeriksaan secara lengkap, walaupun jika didapatkan hasil
pemeriksaan yang normal, meliputi test tambahan
• Tuliskan advis telepon yang diberikan oleh staf atau bagian mata
98
Caveats
• Lihat tabel 1 untuk mengetahui penyebab kejang yang sering terjadi
• Riwayat yang didapat dari saksi sangat penting untuk diagnosa
• Tanya riwayat medikasi bila pasien telah diketahui memiliki epilepsy
Manajemen
• Penempatan : Observasi di ED selama 2-3 jam; KRS bila sudah tidak ada kejang.
Rujuk ke klinik neurology.
Epilepsi idiopatik
Epilepsi Jaringan parut/scar (sekunder akibat stroke sebelumnya atau trauma kepala)
Meningitis atau ensefalitis
Tumor otak (primer atau sekunder)
Ketidakseimbangan elektrolit seperti hipoglikemi, hipokalemi, hipomagnesemia
Obat-obatan atau alcohol
Convulsive syncope karena disritmia jantung (ventricular fibrilasi/takikardi, torsades de pointes)
Kejang demam (pada anak kecil usia 6 bulan sampai 5 tahun)
99
Kejang pertama pada pasien yang tidak diketahui memiliki riwayat epilepsy
Catatan : kejang dengan tidak adanya pulsasi utama harus diasumsikan disebabkan
karena ventricular fibrilasi sampai terbukti bukan.
• Dengan demam
1. Periksa GDA
2. Lab: FBC/urea/elektrolit/kreatinin, ion kalsium, magnesium
3. penempatan :
a. meningitis
b. ensefalitis
c. abses serebral
d. Subarachnoid hemorrhage
• Tanpa demam : eksklusi penyebab yang mungkin:
1. Cek GDA
2. Lab : urea/elektrolit/kreatinin, ion kalsium, magnesium
3. EKG pada pasien tua untuk mencari tanda iskemik atau disritmia
4. Pertimbangkan foto polos kepala jika terdapat riwayat trauma
5. Penempatan :
a. Observasi pada ED selama 2-3 jam. Jika pasien baik, dan tidak ada
abnormalitas pada hasil laboratorium, KRS-kan pasien untuk control ke
poli neurology.
b. Tidak perlu untuk memulai pemberian antiepilepsi
c. Peringatkan pasien agar tidak mengemudi, mengendarai sepeda, minum
alcohol, berenang atau kegiatan memanjat.
d. MRS jika (1) penyebab ditemukan, contih : factor resiko positif untuk
abnormalitas intra cranial seperti trauma, alkoholisme, malignansi, shunts,
HIV positif, CVA lama; (2) ada abnormalitas neurologik; (3) pasien tidak
bisa melakukan control untuk follow up; atau (4) pasien atau keluarga
pasien memaksa untuk dirawat.
Status epileptikus
Didefinisikan sebagai kejang ≥ 2 kali tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan atau
kejang yang terus-menerus ≥ 30 menit.
• Terapi suportif
1. Jalan nafas : tempatkan pasien pada posisi recovery
2. Buka dan pertahankan jalan nafas
3. lakukan ‘suction’ pada setiap vomit yang terjadi dengan kateter Yankauer
Catatan : jika pasien tetap kejang, jangan mencoba memasukkan ‘oral
airway’, membersihkan sekresi oral atau mengintubasi pasien.
4. Berikan oksigen aliran tinggi melalui reservoir mask
5. Persiapkan peralatan intubasi kalau saja anda tidak mampu untuk mempertahankan
jalan nafas dan oksigenasi yang adekuat.
100
• Terapi obat
1. Benzodiazepin
Dosis : Untuk dewasa, IV valium 5 mg bolus pelan tidak melebihi 2 mg per menit;
dapat diulang tiap 5 menit (sampai total 20mg). untuk bayi dan anak, IV valium
0,02mg/kg pelan, tidak melebihi 2mg/menit; dapat diulang tiap 5 menit (sampai
total 10 mg), valium per rectal 5mg suppositoria x 1 PR.
2. Fenitoin
Dosis : infus fenitoin iv 18mg/kgBB pelan-pelan, tidak melebihi 50mg/menit.
Namun Pemberiannya melalui infus tidak boleh melebihi 60 menit karena
presipitasi cenderung terjadi setelah waktu tersebut. Iv fenitoin diberikan tanpa
dilusi/pengenceran (membutuhkan monitoring EKG dan tekanan darah).
3. Barbiturat jangka panjang : fenobarbitone
Dosis : IV fenobarbitone 10 mg/kg bolus lambat dengan kecepatan 100mg/menit,
diikuti dengan jika diperlukan, iv fenobarbitone 10 mg/kg bolus lambat pada
kecepatan 50 mg/menit.
4. Pertimbangkan intubasi rapid sequence : lihat bab Airway Management/rapid
sequence Intubation
Definisi
• Syok merupakan kondisi patofisiologis dimana perfusi jaringan dan organ yang tidak
adekuat menyebabkan keadaan hipoperfusi dan hipoksia seluler yang kemudian
diiukuti dengan keadaan sequele lainnya. Outcome pada semua pasien syok tidak
tergantung dari penyebabnya (lihat tabel 1).
• Biasanya, tekanan darah sistolik kurang dari normal menurut usia dengan tanda klasik
hipoperfusi seperti pucat, kulit yang dingin, takikardia, diaforesis, atau syok dengan
AMS. Pengecualian yaitu pada Syok septic, dimana pada keadaan dini, terdapat
sirkulasi hiperdinamik dengan kulit yang hangat dan pulsasi yang bounding. Lihat
tabel 2 untuk mengenali berbagai tipe syok.
Caveats
• Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling sering terjadi di ED, dan semua
tahap dari syok tersebut harus ditangani seperti saat awal sampai etiologinya dapat
disingkirkan.
• Pengenalan yang tepat serta inisiasi terapi sangatlah penting untuk mengurangi
mortalitas akibat syok. Evaluasi penyebab syok dilakukan bersamaan dengan
penatalaksanaannya.
• Syok merupakan suatu keadaan klinis. Pasien dengan tekanan darah normal mungkin
masih berada dalam keadaan syok. Hal ini terjadi pada pasien dengan riwayat hipertensi.
Namun, tidak semua pasien hipotensi mengalami syok.
• Bahkan jika indicator syok menunjukkan hasil normal, syok selular, jaringan atau
organ mungkin masih terus berlangsung. Banyak literatur yang mendiskusikan tentang
pemeriksaan obyektif yang digunakan sebagai target resusitasinya.
Manajemen
• Semua pasien syok harus ditangani pada area critical care.
• Pasien harus dilakukan pemantauan yang terus menerus terhadap jantung, tekanan
darah, pulse oksimetri. Periksa keberadaan ortostatik hipotensi.
103
• Jalan nafas harus dijaga dan pemberian oksigen 100% dengan non-rebreather mask
harus dilakukan. Pertimbangkan intubasi pada pasien yang parah dengan oksigenasi
dan ventilasi yang tidak adekuat.
• Cari bukti adanya trauma tumpul atau tajam pada dada yang mengindikasikan
kemungkinan tension pneumothorax atau tamponade jantung.
1. lakukan dekompresi terhadap tension pneumothorax dengan insersi kanul 14G
diatas ICS 2 pada midclavicular line.
2. Pada kecurigaan tamponade jantung, lakukan konsultasi kepada TKV
secepatnya. Mulai pemberian 500 ml NS iv dan atau infus dopamine iv pada 5
µg/kg/menit dan persiapkan perikardiosentesis.
• Pemeriksaan EKG dan CXR juga harus dilakukan. Apakah terdapat nyeri dada dan
hentinafas yang mendukung adanya IMA atau emboli paru. Lihat bab myocardial
infection, acute, and pulmonary embolism.
• Tempatkan nkateter urin dan periksa urin dipstick untuk mencari infeksi saluran
kemih atau lakukan tes kehamilan jika ada kecurigaan kehamilan ektopik. Apakah
terdapat nyeri abdomen pada wanita usia subur yang tidak mendapatkan menstruasi
104
• Apakah ada demam atau predisposisi lain untuk sepsis karena adanya efek
pemasangan kateter atau pada pasien immunocompromised akibat kemoterapi pasien
kanker? Lihat bab Oncology Emergencies.
1. Sepsis intra abdominal karena gall bladder disease atau peritonitis akibat
perforasi apendiks dan pneumonia bukan merupakan penyebab umum dari
syok septic. Pasien geriatric sama halnya dengan pasien berusia muda dapat
menunjukkan gejala yang non-spesifik dari syok septic.
2. Kultur darah (aerobic dan anaerobic) serta kultur urin harus dilakukan pada
pasien syok septic.
3. Antibiotik broad spectrum harus diberikan setelah darah diambil untuk kultur.
Lihat bab Sepsis/Septic shock.
• Jika dicurigai syok neurogenik akibat trauma spinal cord yang terkait
dengan fraktur vertebral, konsultasikan dengan bagian ortopedik. Lihat bab Spinal
cord injury.
• Jika ada riwayat gigitan atau sengatan atau allergen lain yang potensial
seperti obat dan makanan yang mengindikasikan syok anafilaktik, Lihat bab Allergic
reactions/anaphylaxis.
• Setelah evaluasi yang tepat serta terapi awal, terapi suportif dapat
diberikan utnuk mempertahankan tekanan darah :
1. IV dopamine 5-10 µg/kg/menit
2. IV dobutamine 5-10 µg/kg/menit terutama pada syok kardiogenik.
3. IV norepinefrin 5-20µg/menit, titrasi sampai timbul efek.
Penempatan
• Semua pasien dengan syok harus dimasukkan pada HDW atau ke ICU
sesuai dengan bagian yang menangani setelah melakukan konsultasi.
• Jika ada keterlibatan trauma multiple, maka team trauma harus segera
di aktifkan. Lihat bab Trauma, Multiple.
105
29. Stridor
Caveats
• Jika jalan nafas pasien paten dan terjaga, jangan mengganggu atau memanipulasi jalan
nafas.
• Usahakan pasien memperoleh posisi yang nyaman, contoh pada anak yang ingin
dipangkuan ibunya.
• Jangan biarkan pasien meninggalkan ED, contoh untuk X ray.
Manajemen
• Lihat Tabel 1 untuk membedakan Croup/ALTB dengan epiglotitis
Terapi suportif
• Kasus moderat sampai parah/berat harus ditangani di area critical care. Hanya kasus
ringan yang dapat ditangani pada area intermediate acuity (tabel 2).
• Lihat tabel 3 untuk mengetahui apa dan apa yang tidak pada penanganan anak-anak
dengan stridor.
• Peralatan manajemen jalan nafas,termasuk krikotirotomi harus selalu tersedia.
• Persiapkan team yang meliputi ahli anestesi dan bedah THT.
• Obat-obatan resusitasi harus tersedia.
• Berikan oksigen aliran tinggi untuk mempertahankan SpO2 >95%.
• Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
• Pasang jalur intravena.
• Lab : bersifat optional
1. FBC, urea/elektrolit/kreatinin preoperative
2. BGA, COHb pada inhalasi asap
3. kultur darah pada suspek epiglotitis
• X ray jaringan lunak leher dari arah lateral dan CXR jika waktu dan
kondisi pasien memungkinkan.
Terapi Obat
• Pada Angioedema
1. Adrenalin : larutan 1 : 10.000 5µg/kg (0,05 ml/kg) iv atau melalui ETT. Berikan
separuhnya sebagai bolus dan separuhnya dititrasi sesuai respon klinik, atau
2. Adrenaline : larutan 1 : 1000 10 µg/kg (0,01 ml/kg) IM dalam, sampai maksimum
yaitu 0,3 ml pada anak-anak dan 0,5 ml pada dewasa.
3. Difenhidramin 2mg/kg IV pada bayi/anak-anak dan 12,5-25 mg IV pada dewasa.
4. Hidrokortison 5 mg/kg IV
• Pada suspek epiglotitis : ceftriaxone (Rocephin) 2 g IV bagi dewasa, atau
100 mg/kg IV pada anak-anak.
• Pada Croup (ringan / moderat) : 5 ml NS sebagai uap nebulizer dingin tiap
15 menit.
• Pada croup (severe/parah) : Adrenalin dibuat nebulizer sebanyak 5 ml
dalam larutan 1:1000 di dalam 2,5 ml air steril.
• Penempatan : Pada kasus yang moderat samapai severe, harus dimasukkan
ke dalam ICU atau OT untuk konsultasi. Croup yang menghilang dengan nebulizer
saline dapat di KRS-kan namun follow up dalam 24 jam harus diatur.
• Kriteria MRS meliputi :
1. Appearance yang toksik
2. dehidrasi atau ketidakmampuan untuk menahan cairan per oral
3. Stridor yang memburuk atau retraksi pada saat istirahat.
107
Tabel 3 : Apa yang Dilakukan dan Tidak boleh Dilakukan pada Anak Dengan Stridor
Yang Harus Dilakukan Yang tidak Boleh Dilakukan
Perlakukan dengan lembut Jangan melihat ke dalam tenggorokan
Biarkan anak pada posisi yang nyaman Memaksa anak untuk berbaring
Berikan Oksigen yang lembab Melakukan venepuncture sebelum
Bentuk tim airway : terdiri dari tim anestesi pemeriksaan airway oleh ahli anestesi
dan ENT Memaksa melakukan x-ray leher lateral
Atur bed pada ICU jika diperlukan
Angioedema / anafilaksis
• Patensi dan proteksi jalan nafas merupakan prioritas in manajemen
• Pemberian oksigen tidak ditujukan untuk meningktakan agitasi dan mencetuskan henti
nafas.
• Pasang akses iv peripheral untuk ‘fluid challenge’ dengan larutan kristaloid.
• Terapi Obat : lihat Terapi utama pada bab Stridor
Inhalasi Asap
• Injury ditangani awalnya dengan terapi oksigen yang lembab dan dingin
• Jalan nafas buatan mungkin diperlukan karena secret yang dihasilkan akan berlebihan
• Indikasi untuk Intubasi endotrakeal :
1. Hipokesmia yang tidak berespon terhadap supplemental oksigen
2. peningkatan PCO2
3. Obstruksi jalan nafas yang semakin memburuk
• Cek BGA specimen (termasuk COHb). Lihat bab Poisoning,
Carbonmonoxide.
• Lakukan EKG untuk mengeksklusi iskemik.
• Lakukan CXR untuk mengeksklusi barotraumas.
109
30. Sinkope
Definisi
Sinkope merupakan keadaan yang mendadak, hilangnya kesadaran ringan karena gangguan
sirkulasi serebral transient karena berbagai sebab, bisaanya terjadi tanpa adanya penyakit
organic atau serebrovaskular.
Caveats
• Banyak kemungkinan penyebab sinkope namun yang paling sering sesuai dengan
evidence yang telah dipublikasikan antara lain:
1. Kardiak (4-25%)
2. Vasodepresor vasovagal (8-37%)
3. Hipotensi ortostatic (4-10%)
4. Sinkope Micturition (1-2%)
5. Hipoglikemi (2%)
6. Etiologi Tidak diketahui (13-41%)
Lihat gambar 1 untuk mengetahui penyebab sinkope
• Kehilangan darah merupakan sinkop yang mengancam jiwa. Kemungkinan perdarahan
GIT harus dicari pada semua pasien. Pada pasien wanita yang memiliki kemampuan
untuk hamil, pertimbangkan kehamilan ektopik.
110
• Pencarian penyebab sinkope jangan diteruskan jika hipotensi postural talah ditemukan.
Pemeriksaan pasien
• Riwayat yang lengkap sulit untuk didapatkan karena sering sekali pasien lupa kejadian
yang dialaminya. Juga sulit untuk membedakan secara bersamaan antara kejadian
syncopal dari kejang (tabel 1).
• Pemeriksaan fisik yang penting untuk evaluasi sinkope adalah :
1. Tanda kehilangan darah : pucat, takikardi, tekanan darah pada posisi berdiri atau
berbaring.
2. Tingkat kesadaran pasien : jika mengantuk, pikirkan keadaan post ictal,
perdarahan subarachnoid, atau hipoglikemi.
3. pemeriksaan kardiovaskular untuk abnormalitas ritme jantung, murmur, dan gejala
gagal jantung.
4. Carotid bruit mungkin mengindikasikan adanya TIA sebagai penyebab
5. Bukti adanya deficit neurologist, mengindikasikan adanya keadaan iskemik.
6. pemeriksaan rectum untuk mencari adanya darah
• Tekanan Darah harus dilakukan pada semua pasien. Harus dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. 2 orang diperlukan (untuk mencegah pasien dari “falling”)
2. periksa tekanan darah posisi berbaring dan nadi setelah 10 menit posisi berbaring
3. Pasien berdiri selama 2 menit
4. Lakukan pemeriksaan BP dan nadi
5. Jika pasien tidak dapat melakukannya, lakukan pemeriksaan sambil duduk, dengan
posisi kaki tergantung dibawah kursi.
6. Definisi hipotensi posturtal : penurunan pada SBP > 20 mmHg atau peningkatan
PR >20x/menit.
Pengisian ventricular
yang inadekuat Tamponade perikardial
Serebral
Cth: emboli paru, suclavian
Sekunder steal syndrome, aortic arch
(vascular) syndrome
Neurogenik
Bradikardi
Sindrom
hipersensitivitas
sinus karotid
Reaksi
vasodepressor
Kejang Sinkope
Posisi pasien Posisi apapun Jarang pada posis berbaring kecuali
pada Stokes-Adams attack
Warna pasien Mungkin tidak berhenti, Pucat
walaupun mungkin tidak ada
sianosis
Onset Dengan aura, luka akibat Tanpa aura, injury akibat jatuh
jatuh sering terjadi jarang terjadi. Namun, lebih sering
untuk mengalami pengeluaran
keringat atau nausea sebelum
kejadian.
Gerakan tonik-klonik Sering Sering tidak ada walaupun ada
dengan buka-tutup aktivitas seperti kejang klonik
mata, lidah tergigit ringan dapat mengikuti episode
Periode Tidak sadar Lebih lama pingsan
Inkontinensia Urin Sering Lebih singkat
Kembalinya kesadaran Lambat Jarang
Sequele Kebingungan mental, sakit Cepat
kepala, mengantuk, dan nyeri Kelemahan fisik dengan sensorium
otot sering terjadi yang jelas
Perkataan berulang Mungkin ada
secara tidak sadar Bisaanya tidak ada
pada individu muda
Pemeriksaan Penunjang
• EKG, harus dilakukan pada semua pasien
1. EKG yang normal membuat kemungkinan iskemik kardiak sebagai penyebab
menjadi mengecil, namun tidak mengeksklusi disritmia.
2. Hasil EKG yang abnormal mengindikasikan adanya resiko hubungan antara
keadaan sinkope dengan penyakit kardiovaskular. Lihat kondisi yang dapat
menjadi predisposisi untuik terjadinya disritmia, contoh : sindroma Wolff-
Parkinson-White atau sindroma QT yang memanjang.
• Pemeriksaan optional, tergantung pada indeks kecurigaan, yang meliputi:
1. GDA untuk mengetahui hipoglikemi
2. HCG urin untuk kecurigaan kehamilan ektopik
3. CT scan kepala jika dicurigai ada keadaan patologis CNS
4. Elektrolit dan FBC tidak dilakukan secara rutin.
Stratifikasi Resiko
• Stratifikasi resiko akan mempermudah pemeriksaan obyektif untuk
tatalaksana dan penempatan pasien dengan sinkope.
Kategori Resiko Tinggi
• Infark Miokard akut, miokarditis, disritmia, block jantung tingkat 2 dan 3,
disfungsi pace maker, ventricular takikardi, sindroma QT memanjang, masalah OBG,
kehamilan ektopik, perhdarahan antepartum, perdarahan GIT yang hebat, emboli paru,
heat stroke, perdarahan subarachnoid.
• Yang harus dilakukan :
1. Pindahkan ke area critical care jika hal tersebut tidak dilakukan lebih awal
2. Resusitasi secepatnya
113
Penatalaksanaan Awal
Pendahuluan
Terapi untuk trauma yang serius membutuhkan pemeriksaan yang cepat, juga terapi awal
yang dapat menyelamatkan jiwa. Tindakan ini dikenal sebagai Initial assessment dan meliputi
:
• Persiapan
• Triage
• Primary survey (ABCDE)
• Resusitasi terhadap fungsi vital
• Riwayat kejadian
• Secondary survey (evaluasi dari kepala- ujung kaki)
• Monitoring post resusitasi yang berkelanjutan
• Reevaluasi
• Perawatan definitive
114
Catatan :
• Kedua pemeriksaan yaitu primary dan secondary survey harus diulang secara berkala
untuk memastikan tidak adanya proses deteriorasi.
• Pada bab ini tindakan yang dilakukan akan dipresentasikan secara longitudinal. Pada
setting klinik yang sebenarnya, banyak aktivitas ini terjadi secara simultan.
• Serangan jantung yang terjadi pre hospital bisaanya akan berakibat fatal apabila terjadi
lebih dari 5 menit.
Triage
Merupakan kegiatan yang dilakukan pada setting prehospital, namun kadang-kadang dapat
dilakukan pada ED, jika :
• Fasilitas yang tidak mencukupi : pasien yang terlihat paling parah yang akan ditangani
lebih dulu.
• Jika fasilitas sangat mencukupi : pasien yang paling potensial untuk diselamatkan
yang akan ditangani lebih dulu.
• Caveats
115
Bernafas (Ventilasi dan oksigenasi jalan nafas secara tunggal tidak akan mendukung ventilasi
yang adekuat).
• Pemeriksaan
1. periksa bagian leher dan dada : pastikan immobilisasi leher dan kepala.
2. Tentukan laju nafas dan dalamnya pernafasan.
3. Inspeksi dan palpasi leher dan dada untuk mencari deviasi trakeal, gerakan dada
yang unilateral atau bilateral, penggunaan otot aksesorius, dan adanya tanda-tanda
injury.
4. Auskultasi dada secara bilateral, basal dan apeknya.
5. Jika terdapat suara yang berbeda antara kedua sisi dada, maka perkusi dada untuk
mengetahui adanya ‘dullness’ atau ‘hiperresonan’ untuk menentukan adanya
hemotorak atau pneumothorax secara berturut-turut:
a. Tension pneumothorax
b. Flail chest dengan kontusio pulmonal Dapat mengganggu
c. Pneumothorax terbuka pernafasan secara akut
d. Hemothorax massive
• Manajemen
1. Pasang pulse oksimetri pada pasien
2. Berikan oksigen konsentrasi tinggi
Catatan : FiO2 > 0,85 tidak dapat dicapai dengan nasal prongs atau dengan face mask yang
simple. Non-rebreather mask dengan reservoir diperlukan untuk mencapai FiO2 100%.
3. Ventilasi dengan bag-valve mask
4. Ringankan keadaan tension pneumothorax dengan memasukkan jarum ukuran
besar secara cepat kedalam ICS 2 pada midklavikular line dari sisi paru yang
terkena, kemudian diikuti dengan pemasangan chest tube pada ICS 5 anterior dari
mid aksilari line.
5. Tutup penumothorax yang terbuka dengan pelekat kassa steril, cukup besar untuk
menutupi tepi luka, dan lekatkan pada tiga sisi untuk menciptakan efek flutter-
valve. Kemudian masukkan chest tube pada sisi sisanya.
6. pasang peralatan monitoring end tidal CO2 (jika tersedia) pada endotrakeal tube.
116
Caveats
1. Membedakan gangguan pernafasan dengan airway compromised mungkin akan sulit,
karena jika gangguan pernafasan yang terjadi akibat pneumothorak atau tension
pneumothorax namun disalahartikan sebagai suatu masalah jalan nafas sehingga jika
pasien diintubasi, keadaan pasien akan semakin memburuk.
2. Intubasi dan ventilasi dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks; sehingga CXR
harus dilakukan segera setelah intubasi dan ventilasi.
3. jangan paksa pasien untuk berbaring pada trolley terutama bila pasien lebih nyaman
untuk bernafas pada posisi duduk.
• Caveats:
1. hipotensi persisten pada pasien trauma bisaanya terjadi karena hipovolemi akibat
perdarahan yang terus-menerus.
2. pada lansia, anak-anak, atlet, dan pasien lain dengan kondisi medis kronik, tidak
adanya respon terhadap hilangnya volume merupakan keadaan yang bisa terjadi.
Lansia mungkin tidak menunjukkan takikardi saat kehilangan darah, lebih parah lagi
pada pasien pengguna beta blocker. Pasien anak yang resah akan sering menunjukkan
tanda hipovolemi yang parah.
3. coba jangan memasukkan emergency suclavian line pada sisi yang sehat dari pasien
trauma dada. Jalur IV femoral dapat digunakan. Jika central line digunakan untuk
resusitasi harus digunakan jarum ukuran besar (>8Fr)
Catatan : GCS lebihdetil namun termasuk pada secondary survey; kecuali jika akan
melakukan intubasi maka pemeriksaan GCS harus dilakukan lebih dulu.
1. tentukan tingkat kesadaran dengan metode AVPUP
2. Periksa pupil untuk ukurannya, equalitas dan reaksinya.
Caveats
Jangan anggap AMS hanya terjadi akibat trauma kepala saja, pertimbangkan :
1. Hipoksia
2. Syok
3. intoksikasi alcohol/obat
4. hipoglikemi
5. sebaliknya jangan anggap AMS terjadi akibat intoksikasi alkohol atau obat, dokter
harus dapat mengeksklusi adanya cedera kepala.
2. Dada AP
3. Pelvis AP
Secodary Survey
• Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan
temperature
• Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
• Dapat disingkat menjadi ‘tubes and fingers in every orifice’
• Dimulai dengan anamnesa AMPLE :
A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury
Leher
• Pemeriksaan
1. Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, deviasi trakea, penggunaan otot pernafasan
tambahan
2. Palpasi : nyeri tekan, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutaneus, deviasi
trakea
3. Auskultasi : periksa ‘bruit’ pada arteri karotis
4. X ray lateral, cross-tabel cervical spine
• Manajemen
Pertahankan immobilisasi cervical spine in-line yang adekuat
Dada
• Pemeriksaan
1. inspeksi : trauma tumpul dan tajam, penggunaan otot pernafasan tambahan,
penyimpangan pernafasan bilateral.
119
Abdomen
• Pemeriksaan
1. inspeksi : trauma tumpul dantajam
2. Auskultasi : Bising usus
3. Perkusi : nyeri tekan
4. Palpasi
5. X ray Pelvis
• Manajemen
1. Pemeriksaan klinis pada trauma multiple bisaanya sering menghasilkan
pemeriksaan abdomen yang kurang terperinci. Sehingga diindikasikan
pemeriksaan FAST (Focuses Assessment using Sonography in Trauma), CT scan
abdomen atau peritoneal lavage. Lihat Bab Trauma, abdominal.
2. Pindahkan pasien ke ruang operasi, jika diperlukan.
Punggung
• Logroll pasien untuk mengevaluasi :
1. Deformitas tulang
2. adanya trauma tajam atau tumpul
Ekstremitas
• Pemeriksaan
1. inspeksi : deformitas, perdarahan yang meluas
2. Palpasi : nyeri tekan, krepitasi, pergerakan abnormal
• Manajemen
1. Splinting fraktur yang tepat
2. hilangkan nyeri
3. Imunisasi tetanus
Neurologik
• Pemeriksaan : reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran, skor GCS
1. Evaluasi Sensorimotor
2. Paralise
3. Parese
• Manajemen
Imobilisasi pasien secara adekuat
Perawatan Definitif/Pemindahan
• Jika trauma pada pasien membutuhkan penanganan yang lengkap, pindahkan pasien
secepatnya.
CAVEATS
• Beberapa penyebab umum dari retensi urin di kasus-kasus pria dewasa, termasuk
1. Hipertropi prostat jinak (BPH)
2. Konstipasi dengan faeces keras
3. Penyempitan uretra/kontraktur kandung kemih
4. Obat-obatan: (a) antispasmodis agents; (b) tricyclic antidepressants; (c)
antihistamines; (d) anticholinergic agents; (e) alpha-adrenergic stimulators, misalnya
“cold” tablet, ephedrine derivates
5. Masalah pada spinal cord
6. Carcinoma prostat
7. Prostatitis
Catatan: pada wanita, keluarkan kehamilan/massa pelvis sebagai penyebab dari retensi urin!
121
• Pada saat melakukan kateterisasi terhadap pria yang diduga menderita BPH, mulailah
Foley Kateter dengan ukuran 14. Bila pembukaan melalui leher kandung kemih tidak bisa
diterima, ulangi proses yang sama dengan ukuran Foley kateter yang lebih besar, bukan
yang lebih kecil, misalnya 16F. Tambahan rigiditas seringkali mempermudah pembukaan
tidak seperti ukuran yang lebih kecil,
• Pasien dengan recurrent urethral strictures seharusnya dilakukan pendekatan
menggunakan kateter kecil.
• Pasien dengan prostatitis (demam, menggigil, nyeri kelenjar prostat pada colok dubur)
lebih baik dilakukan kateter supra pubic terlebih dahulu.
• Jangan pernah memaksakan jalan untuk urin kateter. Bila tidak bisa dikateterisasi segera
cari pertolongan dari spesialis urologi atau pertimbangkan melakukan kateterisasi supra
pubic, hanya bila sudah berpengalaman.
• Obstruksi urin dengan demam merupakan emergensi urologi dan perintahkan pasien untuk
masuk rumah sakit. Pada situasi ini, urinalisis mungkin tidak bisa dipercaya dan ’miss’
pyuria.
Obstruksi Akut
• Ukur tanda vital penting dilakukan karena obstruksi urologi dengan demam merupakan
suatu emergensi.
• Labs: DL, ureum/kreatinin/elektrolit, urinalisis untuk mencari sel darah putih dan atau
nitrat positif.
• Untuk mengurangi nyeri biarkan 5 – 10 menit gel anastesi lokal beraksi dan pasien
beradaptasi atau rileks kemudian masukkan kateter urin dengan teknik steril. Drain urin
500 – 750 ml secara terbagi untuk mengurangi kemungkinan spasme kandung kemih,
yang mana, kadang-kadang mengikuti dekompresi kandung kemih. Biarkan 15 – 20
menit diantara masing-masing bagian. Nyeri akan dikurangi oleh pengambilan bagian
yang pertama.
• Disposisi: bisa dikeluarkan dengan kateter terpasang, untuk follow up awal di klinik
urologi bila tidak ada hematoria pyuria atau demam sementara masih di IRD. Bila terjadi
sebaliknya maka masukkan ke urologi.
kateterisasi urin bisa mengakibatkan diuresis hebat dengan dehidrasi dan instabilitas
hemodinamic (the old postcatheterization shock)
2. Hipotensi karena respon vasovagal atao pengurangan kongesti vena pelvic.
3. Haemorrhagea ex vacuo jarang terjadi, oleh karena gangguan mukosa setelah
pengilangan sumbatan dan biasanya membaik secara spontan.
• Disposisi : observasi di IRD selam 1-2 jam untuk diuresis, Bila Diuresis tidak terjadi dan
tidak ada demam, hematuria atau pyuria, pasien bisa dikeluarkan dengan kateter terpasang
dengan membuat janji follow up di klinik Urologi.
Pasien agresif menunjukkan keberadaannya dengan sangat jelas, sementara percobaan bunuh
diri bisa jadi hanya berupa kecurigaan terhadap sekelompok tampilan klinis. Yang umumnya
penting adalah kasus kecelakaan dengan kendaraan tunggal, pengemudi tunggal, ingesti tanpa
disengaja, perilaku berisiko dan pasien dengan alasan datang yang tidak jelas, seperti keluhan
somatik yang samara seperti sakit kepala persisten atau kelemahan kronis.
PERHATIAN
• Peran utama seorang dokter emergensi adalah untuk membedakan, bila mungkin,
penyebab organik dan anorganik dari psikosis.
• Jangan pernah tinggalkan pasien sendiri: gunakan bantuan setidaknya 5 petugas
keamanan berseragam untuk mendukung anda sebagai unjuk kekuatan bila memang
123
diperlukan. Jika pasien seorang wanita, setidaknya satu petugas wanita harus hadir setiap
saat.
• Ingatlah perlindungan diri sendiri: selalu ada potensi pasien dengan percobaan bunuh
diri untuk menjadi agresif.
TATA LAKSANA
• Penanganan Suportif
1. Pasien sebaiknya ditangani di area intermediate atau pelayanan kritis di UGD,
tergantung pada keadaan umum pasien. Observasi pasien secara kontinu dapat
dioptimalkan dengan cara ini.
2. Perhatikan ABC, hipoksia dapat menjadi penyebab perilaku gaduh gelisah.
3. Ukur tanda vital secara lengkap bila pasien mengijinkan: abnormalitas dapat
menunjukkan adanya penyebab organik yang mendasari, penyebab infeksius ataupun
toksikologis dari perilaku pasien.
4. Awasi: EKG, tanda vital setiap 30-60 menit, pulse oximetry, jika pasien
mengijinkan.
5. Mulai pemeriksaan gula darah acak dan elektrolit serum bila pasien
mengijinkan.
6. Tata laksana standar dan segera terhadap keadaan ingesti atau trauma harus
dilakukan.
7. Pertimbangkan penggunaan ikatan/bebat: pertimbangan penggunaan
ikatan/bebat fisik untuk mencegah pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain
sebaiknya selalu muncul dalam benak dokter jaga.
8. Upayakan untuk mengambil hati pasien: perhatikan privasi pasien (tarik tirai
untuk menutupi sebagian bilik), kenyamanan pasien dan pendekatan penuh empati
yang tidak menghakimi dapat menghasilkan kerjasama dan meningkatkan kemampuan
tim untuk memperoleh informasi yang akurat, mengevaluasi intervensi yang sesuai.
9. Evaluasi penilaian resiko pasien bunuh diri dengan menggunakan modifikasi
skala Sad Person’s (tabel 1).
• Terapi medikamentosa: jika pasien agresif, pertimbangkan penggunaan obat
antipsikosis ataupun penenang, baik tunggal, ataupun lebih baik lagi dalam bentuk
kombinasi.
Dosis: haloperidol 5-10 mg IV, dapat diulang 15 menit kemudian
diazepam 5-10 mg IV, dapat diulang 15 menit kemudian
• Alternatif lain yang dapat membantu adalah pemberian secara oral karena pasien
psikotik seringkali lebih agresif bila berhadapan dengan jarum suntik.
Dosis: haloperidol 20 mg PO (bentuk konsentrat)
diazepam 20 mg PO
124
• Disposisi: buat konsultasi dini dengan bagian Psikiatri, lebih baik sebelum sedasi
walaupun hal ini tidak selalu memungkinkan berkaitan dengan sifat tampilan klinis
pasien.
Caveats
• Gejala dan tanda kedaruratan asam basa bisaanya sangat bervariasi dan kurang
jelas/samar-samar.
• Peran dokter EM adalah untuk mengenali adanya gangguan asam basa, mendiagnosa
penyebab yang mungkin dan menangani pasien dalam optimalisasi resusitasi.
• Selalu pertimbangkan gangguan asam basa/elektrolit pada pasien AMS
• Level PaO2 100mmHg pada pasien yang menerima supplemental oksigen mungkin
tidak normal. Selalu kalkulasikan gradient oksigen alveolar-arterial (A-a gradient).
125
o Adanya anion gap yang sangat tinggi (> 20) menyokong adanya HAGMA
bahkan bila pHnya atau [HCO3-] normal.
o Tubuh tidak menghasilkan peningkatan anion gap untuk mengkompensasi
alkalosis yang terjadi.
• Rule 3 :
o Jumlah excess anion gap pada HAGMA dan hasil [HCO3-] harus equal dengan
[HCO3-] normal.
o Jika terdapat kelebihan [HCO3-], maka terdapat concurrent alkalosis metabolic.
o Dan jika [HCO3-] terlalu sedikit, maka terdapat concurrent NAGMA.
Asidosis Metabolik
• Definisi : pH < 7,35 dan [HCO3-] < 20 mmol/L
1. HAGMA : [HCO3-] < 20 mmol/L dan anion gap > 11 mmol/L
2. NAGMA (asidosis metabolic hiperkloremik) : [HCO3-] < 20 mmol/L dan anion
gap < 11 mmol/L
• Penyebab : Penyebab HAGMA dapat diringkas dengan SULK atau
CATMUDPILES (tabel 1). Sedangkan penyebab NAGMA dapat diringkas dengan
USEDCARP (tabel 2).
• Terapi asidosis metabolic : ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mendasari :
1. KAD (hidrasi dan terapi insulin)
2. Syok (hidrasi, inotropik, terapi sepsis)
3. Gagal ginjal (dialysis)
4. penelanan methanol/etilenglikol (etanol)
• Terapi bikarbonat: controversial
1. efek samping potensial meliputi gangguan elektrolit (cth : hipokalemia, hipokalsemia,)
asidosis intraserebral dan intraselular paradoksikal, post treatmen alkalosis, overload
cairan, hipernatremi/hiperosmolaritas. Lebih jauh lagi terapi bikarbonat tidak
menunjukkan perbaikan hasil.
2. keuntungan yang mungkin didapatkan perbaikan kontraktilitas miokard, respon
terhadap katekolamin dan status hemodinamik.
3. Patofisiologinya terapi bikarbonat mungkin lebih bermanfaat pada kasus NAGMA
daripada HAGMA. Karena pada NAGMA membutuhkan waktu beberapa hari untuk
penyembuhan ginjal maka ion bikarbonat akan bermakna. Sedang pada HAGMA,
terapi terhadap penyebab dasar menyebabkan perubahan excess anion menjadi
bikarbonat.
4. Pasien harus mampu untuk memventilasikan peningkatan CO2 sebelum terapi
bikarbonat diberikan.
5. Rekomendasi terbaru tidak menyarankan terapi bikarbonat secara rutin, kecuali pH <
7,1 dan pasien dalam keadaan compromised hemodinamik.
a. target yang disarankan termasuk pH > 7,1, [HCO3-] > 5 mmol/L
b. Titrasi 50 sampai 100 ml NaHCO3 8,4 % (dengan aliran infus yang lambat
dalam D5%) dan periksa ulang 30 menit setelah selesai.
Catatan : tidak ada rumus yang sempurna untuk menghitung jumlah
bikarbonat yang diperlukan untuk mengkoreksi pH karena status asam basa
mengalami perubahan secara konstan seiring dengan progresivitas penyakit
dan terapi.
c. Rumus yang digunakan :
HCO3- (mmol) yang diperlukan = 0,5 x berat badan (kg) x [target - hasil
pengukuran HCO3-] (mmol)
Asidosis Respiratori
• Definisi : pH < 7,35 dan PCO2 > 45 mmHg
• Penyebab : asidosis respiratori terjadi ketika ekshalasi CO2 berkurang . lihat tabel 3
untuk mengetahui penyebabnya.
Alkalosis metabolic
• Definisi : pH > 7,45 dan [HCO3-] > 25 mmol/L
• Penyebab : kelebihan bikarbonat menyebabkan alkalosis metabolic yang
bisaanya dikeluarkan oleh ginjal. Alkalosis metabolic timbul bila penyebab akut terus
berlangsung, atau mekanisme kompensasi renal terganggu terus menerus tabel 4).
Alkalosis respiratori
• Definisi : pH > 7,45 dan PCO2 < 35 mmHg
• Penyebab : lihat tabel 5
Tabel 5 : Penyebab Alkalosis Respiratori
Peningkatan Respiratory Nyeri, ansietas (hiperventilasi)
drive Demam
Lesi CNS primer (cth: tumor, infeksi, CVA)
Obat-obatan (cth : salisilat)
Kehamilan
Emboli paru
Hipoksia Pneumonia
Pneumothorax
Asma ringan
Anemia berat
High altitude
Keracunan CO
• Terapi alkalosis respiratori ditargetkan pada penyebab dasarnya :
1. Oksigen pada kondisi hipoksia
2. analgesic untuk nyeri
3. Antibiotik untuk pneumonia
4. Chest tube untuk pneumothorax
Alkalosis respiratori sendiri tidak butuh terapi, dan harus terkait dengan manajemen
kondisi penyebab.
• Efek klinis pengaturan kembali asam basa : pengaturan kembali yang
sering dilakukan adalah pada asidosis metabolic. Efek samping pengaturan kembali serupa
dengan asidosis atau alkalosis dengan perbedaan kecil pada manifestasinya:
1. Altered mental States
a. Letargi, mengantuk
b. Iritabilitas, kebingungan
c. Obtundation, koma
132
Definisi
Dilatasi arteri terlokalisisr lebih dari 50% diameter normal. Dilatasi kurang dari 50% diameter
arteri normal disebut sebagai ectasia.
133
Caveats
• Terjadi pada 5-7% individu berusia > 60 tahun.
• Di Singapura, rasio Pria : wanita 2 : 1, dengan insiden yang rendah pada ras India.
• Dapat bermanifestasi sebagai :
1. rupture intraperitoneal katastropik yang menyebabkan kollaps, syok dan kematian.
Sering terjadi perdarahan masuk ke retroperitoneum, yang kemudian menjadi
rupture pada intraperitoneal.
2. nyeri abdomen, flank area atau punggung (kadang menyerupai kolik ureterik).
Catatan : nyeri punggung bisa terjadi karena ekspansi AAA akibat erosi spinal
vertebrae atau menunjukkan adanya rupture aneurisme, yang membutuhkan
pembedahan segera.
3. Massa abdomen, sering berdenyut, namun kadang tidak berdenyut.
4. Sinkope dengan hipotensi postural
5. embolisasi menyebabkan iskemik tungkai bawah akut atau ‘mottling’ trunkus
bawaj dan ekstremitas. Embolisasi peripheral dapat menyebabkan ‘blue toe
syndrome’
6. fistula aortoenterik timbul sebagai melena.
7. Kompresi bowel, lambung, dan esog\fagus dapat menyebabkan disfagia, perasaan
cepat kenyang, nausea dan vomiting.
Catatan : Mayoritas (75%) asimptomatik.
• Sifat AAA simptomatik yang difus dan nonspesifik dapat menyebabkan
salah diagnostic. Pasien lansia dengan hipotensi, syok dan nyeri punggung harus
dieksklusi dari rupture AAA. Kesalahan diagnosa tersering disebabkan kegagalan
meraba massa yang berdenyut.
• Cari expansile versus transmitted pulsation dengan menempatkan jari
sepanjang pulsasi; deviasi jari kea rah lateral bisaanya diakibatkan oleh aneurisme.
• Semua pasien dengan massa yang berdenyut > 3 cm harus di USG
• Angka mortalitas dari pembedahan emergency adalah 75-90%, dimana
pada tindakan operasi repair elektif hanya sekitar 3-5%.
Patofisiologi
• Sebagian besar aneurisme aorta terkait dengan aterosklerosis, sementara etiologi lain
meliputi nekrosis kistik medial, Ehlers-danlos syndrome, dan disseksi.
• Penelitian menunjukkan penurunan jumlah elastin dan kolagen pada dinding AAA.
• Komponen immunologic pada penyakit atherosclerotic pembuluh darah juga telah
dikenali., dengan infiltrasi makrofag dan limfosit T&B pada dinding aorta. Factor
penting dalam patogenesa AAA adalah ketidakseimbangan antara protease dinding
aorta dan antiprotease.
• Susceptibilitas genetic terjadi pada 15-20% insiden AAA diantara hubungan ‘first
degree relative’.
134
Factor resiko
• Hipertensi : pada 40% AAA
• Merokok : 8 kali lebih tinggi untuk menderita AAA dibanding tidak merokok
• Hiperlipidemi dan hiperhomosisteinemia
Resiko rupture
• Berdasarkan Diameter aneurisme :
1. Aneurisme dengan diameter 4-5,5 cm memiliki resiko rupture sebesar 5%
2. Aneurisme dengan diameter 6-7 cm memiliki resiko rupture sebesar 33%
3. Aneurisme dengan diameter >7 cm memiliki resiko rupture sebesar 95%
• Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hipertensi dan COLD merupakan
prediktor utama rupur AAA dengan ukuran kecil.
• Percobaan terbaru pada UK Small Aneurysm Trial dan ADAM Trial
menunjukkan tidak adanya angka keselamatan jangka panjang pada tindakan
pembedahan pada aneurima < 4 cm.
1. Stress karena, misalnya operasi bedah atau trauma pada pasien yang mengalami
insufisiensi adrenal kronis.
2. Efek withdrawal steroid secara mendadak pada pasien dengan pemakaian steroid
jangka panjang.
3. Setelah bilateral adrenalectomy atau kerusakan pada kedua adrenal setelah trauma,
perdarahan dll.
Gambaran klinis tidak khas:
1. Kelemahan non-spesifik (9%), kelelahan dan penurunan berat badan adalah 3
gambaran utama.
2. Gangguan GI: nausea dan muntah, sakit perut (34%), diare (20)%.
3. Riwayat operasi atau prosedur bedah terakhir, suatu penyakit, cedera,penyakit
autoimun, penggunaan steroid kronis atau penggunaan obat-obatan tradisional china
(TCM) untuk sakit persendian.
Temuan-temuan Pemeriksaan fisik:
1. hipotensi secara terus menerus dan hipotensi orthostatik.
2. dehidrasi: mukosa kering, berkurangnya turgor kulit
3. hiperpigmentas pada insufisiensi adrenocortical awal, mukosa bukal, daerah terbuka
atau daerah yang mengalami gesekan.
PENANGANAN (MANAJEMEN)
Ukuran-ukuran pendukung
137
• Pasien harus ditangani dalam area penanganan kritis karena hal tersebut berpotensi sebagai
kondisi yang dapat mengancam nyawa.
• Berikan oksigen suplemen high-flow dengan non-rebreather reservoir mask.
• Pantau ECF, tanda-tanda vital tiap 10-15 menit pulse oximetry.
• Buat 2 jalur IV perifer (14G/16G) yang besar
Berikan cairan IV 0,9% saline/D5W dengan infus cepat sampai hipotensi disembuhkan
(deficit umum mencapai 2 – 31t).
• Investigasi:
1. gula darah kapiler
2. darah lengkap
3. Urea/elektrolit/kreatin (wajib), untuk mengetahui
a. hiponatraemia
b. hiperkalaemia
c. metabolic acidosis
d. peningkatan urea
e. hipoglycaemia
4. AGD
5. plasma cortisol (plain tube) dan ACTH (EDTA tube pada es). Kirim ke lab
secepatnya.
6. ECG: dapat menunjukkan QRS voltase rendah dan perubahan gelombang ST-
T non-spesifik dan/atau perubahan dikarenakan hiperkalaemia., dapat kembali
dengan pemberian glucocorticoid.
7. CXR mungkin normal, namun seringkali menunjukkan jantung yang kecil,
mungkin terdapat stigmata dari infeksi awal atau bukti adanya TB atau infeksi
jamur, jika hal ini menjadi penyebab dari penyakit Addison.
8. urinalisis dengan pengujian urine stick untuk menyingkirkan UTI.
• Koreksi faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, AMI.
Terapi Obat
138
Disposisi
• Konsultasikan Endokrin/penyakit dalam terkait untuk perawatan di MICU untuk
monitoring tanda-tanda vital.
Peter Manning
PENTING
• Penggunaan ethanol berhubungan secara bermakna dengan peningkatan cedera yang
serius yang disebabkan kekurangan mekanisme penilaian dan kontrol
• Penekanan derajat kesadaran menutupi respon dari penyakit dan penyakit yang
mendasarinya
• Penggunaan etanol sering berhubungan dengan penekanan pernafasan dan reflek muntah
• Ada diagnosis banding yang bermakna dari penderita dengan intoksikasi alkohol (tabel 1)
• Kadar etanol darah turun 20-30 mg % perjam
• Glascow Coma Scale (GCS) secara statistik tidak dipengaruhi oleh alkohol sampai kadar
alkohol darah mencapai > 200 mg %. Jadi jangan memasukkan penuturunan kesadaran
karena alcohol kecuali kadar alkohol penderita sedikitnya 200 mg %
PENANGANAN:
Filosofi daripenanganan
Tujuannya adalah:
• Mencegah penderita menyakiti diri sendiri dan orang lain
• Mengatasi keadaan yang mengancam nyawa tanpa di tunda, misalnya keadaan yang
reversible seperti: hipoksemia, dehidrasi, hipoglisemia dan hipotermi
• Memastikan disposisi dan pelaksanaan selanjutnya yang tepat
• Periksa luka-luka yang mungkin terlewatkan
140
• Perhatian adanya ensefalopati Wernicke : 3 gejala klasik yang hanya nampak pada 10
% penderita. Lihat adanya perubahan status mental depresi, apatis, bingung (80%),
perubahan ocular nigtagmus horizontal atau kelumpuhan otot rektus lateral, dan
ataksia (20% kasus)
Penanganan penunjang
• Kecuali bila penderita sadar dan mengenali, penderita mabuk harus dievaluasi
terhadap lokasi
• Evaluasi jalan nafas dan servikal
• Jalan nafas oral/ nasofaring tergantung adanya reflek muntah
• Peralatan untuk suction harus selalu tersedia dengan cepat
• Jika penderita diduga trauma, sediakan kollar yang kaku dengan atau tanpa imobilisasi
manual
• Sediakan akses intravena perifer
• IV kristaloid dijalankan dengan kecepatan pengganti cairan yang tepat. IV D5W 500
ml dalam 3-4 jam cukup untuk penderita normovolume
• Gunakan pengendali fisik: dengan cara ini penderita dikontrol tanpa menambahkan
obat yang akan membuat kacau penilaian penderita yang level kesadaran nya telah
menurun
• Lepas pakaian penderita
• Ukur suhu tubuh dengan tepat
• Lab: minimum untuk penderita dengan penderita yang bingung, periksa gula darah
kapiler. Karena riwayat dan pemeriksaan fisik biasanya terbatas, penderita
laboratorium dan radiologi
141
• Pencitraan:
1. Foto dada: berguna jika riwayat nya ada trauma dada, atau ada demam,
atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan auskultasi.
2. foto servikal lateral, AP pelvis dan ekstremitas: dibutuhkan berdasarkan
riwayat dan pemeriksaan fisik
3. Scaning kepala diperuntukkan pada kasus yang:
142
Terapi obat:
• Tiamin 100 mg IV: gudang tiamin seringkali tidak ada pada penderita alkoholik.
• D50W 40 ml IV bolus untuk hipoglisemia yang ditemukan.
Catatan: Secara teori, sangat penting untuk memberikan dekstrose dengan tiamin pada
penderita malnutrisi karena pemberian awal dekstrose akan memacu terjadinya
ensefalopati Wernike (trias dari ataxia, kebingungan menyeluruh dan abnormalitas
ocular, terutama nistagmus horizontal atau paralise nervus enam bilateral). Pandangan ini
tidak didukung oleh bukti. Masih diperdebatkan apakah itu memakan waktu bejam-jam
ataupun berhari-hari, untuk ensefalopati Wernike untuk berkembang secara klinis; juga,
tiamin dapat diberikan segera setelah pemberian dekstrosa.
• Haloperidol 5 mg IV dapat diulang dalam waktu 5-10 menit. Obat-obat ini
dipergunakan pada penderita intoksikasi dengan agitasi yang berat dalam pembatasan
aktivitas fisik. Haloperidol menghasilkan efek sedasi minimal dengan control tingkah
laku yang sangat bagus.
• JIka riwayat dan pemeriksaan fisik menyatakan dugaan adanya penggunaan narkoba,
nalokson 2 mg IV membantu mengidentifikasi dan mengembalikan susunan saraf
pusat dan depresi pernafasan.
Disposisi
• Rawatlah di ruangan ICU atau ruangan dengan pengawasan , setelah memperoleh
konsultasi yang diperlukan, seperti berikut:
143
1. Trauma multipel
2. Penggunaan methanol dan etilen glikol
3. Sepsis
4. Perdarahan saluran pencernaan
5. Infark miokard akut
6. Sindrom putus obat utama
• Masukkan pada bagian Kedokteran umum untuk melihat adanya Pneumonia, Hepatitis
atau Pankreatitis yang mengikuti. Masukkan ke bagian Bedah Umum atau Bedah
Saraf jika Cedera Kepala yang stabil mengikuti tergantung dari institusi.
Kriteria pemulangan
• Dapat makan/ minum
• Berjalan dengan langkah yang tegap orientasi terhadap sekitar
• Tersedianya teman atau keluarga yang bersama dengan penderita.
Situasi khusus:
Anak-anak
• Anak-anak dengan etanol baik karena minum minuman yang mengandung alkohol
atau pencuci mulut. Seringkali terjadi depresi pernafasan setelah dosis etanol yang
kecil.
• Hipoglikemi sering terjadi : obati dengan 2-4 ml/kg D25W IV Campurkan D50W 1:1
dengan air steril karena D50W sangat hiperosmoler
Catatan; pemberian berulang seringkali tidak diperlukan dan dapat menyebabkan keadaan
hiperosmoler.
menghasilkan toksisitas 6-12 jam setelah di konsumsi. Perlambatan dalam gejala yang
muncul dapat lebih besar jika bersamaan dengan intoksikasi etanol.
• Kadar alkohol serum tidak siap tersedia sehingga pemeriksaan indirek seperti beda
kadar amnion dan osmolalitas sangat berguna.
Catatan : beda osmolalitas meningkat pertama kalinya sebelum metabolisme, hanya beda
anion akan meningkat kemudian.
• Metabolit methanol menyebabkan:
1. Iritasi saluran pencernaan: nausea, muntah dan nyeri perut
2. Intoksikasi susunan saraf pusat: pusing, bingung dan penurunan kesadaran
3. Toksisitas okuli: lihat apakah ada edema retina dan hiperemi dari discus dan tajam
penglihatan
4. Asidosis metabolic
• Metabolit etilen glikol menyebabkan:
1. Sama seperti pada methanol dengan tambahan gagal ginjal
• Penanganan :
1. Perawatan suportif seperti pada keracunan etanol
2. Terapi obat:
a. Pengobatan agresif asidosis metabolic dengan natrium bikarbonat
b. Hambat metabolisme dari komposisi induk untuk mengatasi toksisitasnya dengan
memberikan etanol kalau alkohol dehidrogenase memiliki afinitas yang lebih besar
terhadap etanol dibandingkan dengan methanol atau etilen glikol
c. Terapi etanol:
Untuk mempertahankan kadar etanol 100-120 mg/dl
Beban : 0,6-0,8 g/kg
Pemeliharaan : 0,11 g/kg/j
Dialysis : 0,24 g/kg/j
Metode oral: tidak dipergunakan jika penderita menolak dan tidak mempunyai reflek
muntah
Beban : gunakan 50% cairan unatuk memenuhi beban dengan tabung Rele’s: 2
ml/kg dari 50% berikan 0,8 g/kg
Pemeliharaan : 0,11-0,13 g/kg/j
145
Penggunaan : 0,16 ml/kg/j dari 95% larutan tetapi didilusikan dengan air 1:1 untuk
menghindari terjadinya gastritis dan berikan 0,33 ml/kg/j
Tingkatkan proporsional dengan dialisis.
d. Fomeprisole (suatu inhibitor alkohol dehidrogenase sintetik) terapi untuk penderita
yang diduga ataupun peminum dan terintoksikasi etilen glikol ataupun methanol.
Tanpa hemodialisis
Beban : IV fomeprizole 15 mg/kg, diikuti dengan dosis 10 mg/kg setiap 12
jam X 4 dosis, kemudian 15 mg/kg 12 jam setelahnya
Catatan : semua dosis yang diberikan melalui intravena dan perlahan dengan normal salin atau
dilarutkan sepanjang 30 menit. Jangan memberikan tanpa dilarutkan ataupun bolus.
Selama hemodialise : seringnya dosis harus ditingkatkan setiap 4 jam dengan
kecepatan yang sama. Terapi harus dilanjutkan sampai kadar etilen glikol atau
methanol kurang dari 20 mg/dl dan tidak ada gejala pada penderita.
Fomediprizole oral : cocok untuk kasus2 dimana baru saja minum dan tidak ada
muntah.
Dosis: 15 mg/kg awalnya, diikuti dengan 5 mg/kg 12 jam kemudian; kemudian 10
mg/kg setiap 12 jam sampai kadar etilen glikol dalam plasma tidak dapat dideteksi.
Isopropanol
• Di metabolisme menjadi aseton tetapi jumlahnya sedikit dan tidak menyebabkan asidosis
• Melewati sawar otak lebih cepat dan toksisitasnya kira-kira 2 kali dari etanol
• Efek toksik:
1. depresi susunan saraf pusat
2. iritasi saluran pencernaan dengan gastritis, muntah, dan hematemesis
Penanganan:
Kadar serum isopropyl alcohol menambah sedikit pada manajemen
146
Alkohol ketoasidosis
• Terlihat klasik pada peminum alkohol yang menahun yang pesta minuman keras dan
datang dengan nausea, muntah, nyeri perut, dan kelaparan dengan makan kalorinya buruk
• Ketoasidosis merupakan hasil dariakumulasi dari asetoasetat dan beta hidroksi butirat.
• Pemeriksaan laboratorium pH sekitar 7,1, bikarbonat serum 10, kalium dan fosfat serum
rendah, dan kadar glukosa darah rendah atau normal.
• Penanganan: rehidrasi dengan dekstrosa 5% dengan cairan salin, anti muntah jika
diperlukan, benzodiazepine jika diperlukan untuk gejala putus obat.(Tabel 2). Kalium dan
pengganti kalium.
Catatan : terapi insulin kontraindikasi dan bikarbonat jarang dibutuhkan.
• Kemungkinan perkembangan gejala putus obat yang berat bertambah dengan infeksi yang
menyertainya atau maslah kesahatan, riwayat yang terjadi sebelumnya dengan kejang
karena putus obat atau delirium tremens, dan pemakaian alkohol yang lebih banyak.
• Kejang putus obat :
1. Biasanya kejang umum dan terbatas sendiri
2. Onset biasanya dalam 49 jam dari penggunaan alcohol
3. Biasanya tidak mungkin dapat dibedakan antara kejang karena putus obat dengan
penyebab yang lain dari riwayat dan pemeriksaan fisik
4. Diduga:
a. kejang local: Ct scan kepala
b. kejang demam: pungsi lumbal setelah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala. Mulai
pemberian antibiotika
c. Kejang status: CT Scan kepala dan cari kelainan metabolic
Penanganan :
Sediakan penghilang rasa ansietas dan halusinasi
Hentikan progresivitas AWS
Terapi suportif:
Amankan ABC
Cairan pengganti: IV dextrose :
5% salinebergantian dengan D5%
Koreksi kelainan elektrolit dan metabolisme: glukosa, tiamin, potassium, magnesium
147
• Takut Hiperrefleksia
• Kehilangan
nafsu
makan
• Tidak bisa
tidur
• Tremor
2. the horrors/ 0-24 jam 2-3 hari Di atas ditambah Di atas di
mengerikan Halusinasi tambah:
Demam
Berkeringat
3.kejang karena 7-48 jam 6-12 hari Di atas
putus alcohol ditambah
Kejang
menyeluruh
4. delirium 3-5 hari 2-5 hari Hal di atas Hal di atas
tremens ditambah ditambah
Bingung Demam
Mimpi buruk midriasis
149
Definisi
• Urtikaria : plak edematous dan gatal dengan bagian tengah yang pucat dan tepi yang
meninggi.
• Angioedema : Edema pada lapisan dalam kulit yang tidak gatal namun dapat terasa
seperti terbakar, mati rasa atau nyeri.
• Anafilaksis : reaksi alergi sistemik yang hebat terhadap antigen yang dipresipitasi
oleh pelepasan mediator kimia pada pasien yang tersensitisasi. Paparan sebelumnya
terhadap antigen merupakan syarat yang diperlukan untuk terjadinya syok anafilaksis.
• Reaksi Anafilaktoid mirip dengan reaksi anafilaksis, namun tidak membutuhkan
kontak dengan zat karena bukan merupakan proses yang dimediasi oleh system imun.
Kedua keadaan tersebut terjadi karena pelepasan histamine dari mast cell dan
makrofag.
Caveats
• Keadaan ini menunjukkan spectrum reaksi hipersensitivitas yang bervariasi dari
urtikaria ringan sampai pada anafilaksis yang dapat mengancam jiwa; progresivitas
dari bentuk yang ringan sampai pada anafilaksis yang full-blown dapat terjadi.
• Frekuensi
Urtikaria 200 kasus
Angioedema 20 kasus
Anafilaksis 1 kasus
• Reaksi ini dimediasi oleh IgE atau IgG4 dan bertanggungjawab terhadap reaksi
anafilaksis yang terjadi, contoh pada reaksi drug-induced (paling sering : Penisilin dan
NSAID) serta :
1. Makanan (kerang, putih telur, kacang)
2. Racun Hymenoptera (lebah, tawon, hornets/penyengat)
3. Reaksi lingkungan (debu, serbuk sari, dll)
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
• Lebih aman untuk merujuk pasien dengan presentasi reaksi alergi yang bermacam-
macam pada ED, kecuali dengan rash urtika yang ringan .
• Selalu tanyakan adanya ‘a lump in the throat’ dan terapi dengan SQ adrenaline
(kalau tidak ada kontraindikasi seperti IHD), sebelum mengirim pasien ke ED
dengan ambulan, karena ini merupakan tanda awal dari edema laring atau uvular.
• Adrenalin merupakan terapi utama pada anafilaksis. Pada pasien normotensive,
berikan adrenalin 1 : 1.000 SQ atau IM 0,01 ml/kg (sampai 0,3 ml). pada pasien
hipotensi berikan 0,1 ml/kg (sampai 0,5 ml) larutan adrenalin 1 : 10.000 IV selama
5 menit, atau dengan IM dalam jika akses IV tidak dapat dilakukan.
• Pasang IV line perifer dan berikan infus kristaloid dan antihistamin sebelum
mengirim pasien ke ED dengan ambulan.
150
Anafilaksis
Syok, stridor, bronkospasme
Manajemen
• Supportif
1. Jika relevan, hentikan allergen yang dicurigai
2. Jika relevan, ‘cungkil keluar’ bekas sengatan dengan pisau. jangan meremas,
karena akan menyebabkan masuknya venom lebih dalam.
3. Jika allergen telah ditelan, pertimbangkan gastric lavage dan karbon aktif
4. Jika nadi tidak ada, lakukan external cardiac massage
5. Pasien harus ditangani pada area resusitasi
6. Berikan oksigen aliran tinggi
7. Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5 menit
8. Pasang jalur intra vena besar 14G/16G
9. Support sirkulasi : 21 Hartmann’s atau NS bolus.
10. Bersiap untuk melakukan Intubasi atau krikotiroidotomi
Catatan : Perhatian ekstra diindikasikan pada pemberian sedasi dan paralysis
sebelum intubasi. Pertimbangkan menggunakan Awake Oral Intubation’; lihat
bab Airway Management / Rapid Sequence Intubation untuk detilnya. Sedasi dan
151
• Terapi Obat
1. Adrenalin : DOC ( drug of choise )
a. Pasien normotensi : 0,01ml/kg (sampai 0,5 ml) larutan 1 : 1.000 SC/IM
dalam.
b. Pasien Hipotensi : 0,1 ml/kg (sampai 5 ml) larutan 1 : 10.000 diberikan
perlahan IV selama 5 menit (atau dengan injeksi IM dalam jika akses IV
tidak tersedia).
c. Pada kasus lain setengah dosis dapat diinfiltrasikan di sekitar lokasi
sengatan.
2. Glukagon : pertimbangkan menggunakannya jika adrenalin merupakan
kontraindikasi relative, cth : IHD, hipotensi berat, kehamilan, pasien pengguna
beta blocker, atau yang tidak berespon terhadap adrenalin.
Dosis : 0,5-1,0 mg IV/IM; dapat diulang sekali setelah 30 menit.
3. Pilih salah satu antihistamin pada tabel 1.
Tip : encerkan tiap ml dari 25 mg promethazine (phenergan) sampai 10 ml
dengan NS dan berikan IV pada kecepatan tidak lebih dari 2,5 mg/menit untuk
menghindari efek samping hipotensi transient.
4. Cimetidine (Tagamet : sebuah H2-blocker) untuk gejala persisten yang tidak
merespon terapi diatas.
Dosis 200-400 mg IV bolus.
5. Bronkodilator nebulisasi untuk bronkospasme yang persisten. Berikan salbutamol
(Ventolin) 2 : 2 dengan nebulizaer tiap 20-30 menit.
6. Kortikosteroid untuk mempotensiasi efek adrenalin dan menurunkan
permeabilitas kapiler; efek tidak didapat dengan cepat.
Dosis hidrokortison 200-300mg IV bolus; dapat diulang tiap 6 jam.
• Penempatan
Pasien di-MRS-kan pada ICU/HD setelah konsultasi, untuk observasi dan
pengulangan dosis antihistamin dan steroid.
Chlorpheniramine 10 mg IM/IV
(Piriton; sebuah H1-blocker)
Angioedema
Penyebab defisiensi C1-esterase inhibitor dan bisaanya dicetuskan oleh trauma atau stress.
• Manifestasi klinis
- Edema, pembengkakan bibir dan lidah, palatum molle, dan struktur laryngeal
- Nyeri abdomen disertai nausea, vomiting, dan diare
• Manajemen
1. Berikan Fresh Frozen plasma ( mengandung C1-inhibitor)
2. Adrenalin seperti tersebut diatas mungkin efektif.
Catatan : kasus HAE sering tidak respon terhadap kortikoid, antihistamin atau
dosis standar adrenalin, dan definitive airway mungkin diperlukan.
• Penempatan : MRS-kan pasien pada High dependency Unit selama 12-24
jam untuk memberikan tendensi apabila terjadi resistensi terapi.
153
Urtikaria
Reaksi Anafilaktoid
Reaksi anfilaktoid mirip dengan reaksi anafilaksis, namun tidak didahului dengan paparan
allergen sebelumnya karena bukan merupakan keadaan yang dimediasi oleh proses
imunologi. Keadaan ini disebabkan oleh pelepasan histamine langsung dari sel Mast dan
makrofag.
154
Manajemen
• Penyebab yang sering : bahan kontras radiografik, aspirin, NSAID, opiate.
• Terapi : sama dengan anafilaksis
Definisi
• Diseksi aorta merupakan robeknya tunika intima, hematoma intramural atau separasi
tunika media yang terjadi pada pasien dengan factor resiko seperti Marfan’s
syndrome, hipertensi, merokok, aterosklerotik aorta atau pasien yang hamil.
• 2 Klasifikasi primer : the DeBakey dan Stanford classification
• Sistem DeBakey :
1. Tipe I melibatkan aorta ascending, aortic arch dan aorta descending.
2. Tipe II melibatkan aorta ascending, namun tidak meluas ke atas arteri subclavian
sinistra.
3. tipe 3 melibatkan hanya aorta descending, dimulai pada atau distal dari arteri
subclavian sinistra.
155
• System Stanford :
1. tipe A melibatkan aorta ascending (dengan atau tanpa keterlibatan aorta
descending)
2. Tipe B melibatkan aorta descending saja
Klasifikasi Stanford lebih sederhana dan terkait dengan terapi.
Caveats
• Pertimbangkan diagnosis disseksi aorta pada pasien dengan:
1. nyeri dada/abdomen atas yang mendadak, hebat dan merobek yang menjalar ke
punggung, maksimal pada outset dan migrating/berpindah sejalan dengan waktu.
Nyeri pada IMA tidak bersifat migratory, dan jika keduanya terjadi bersamaan,
diseksi aorta bisaanya terjadi lebih dulu daripada IMA.
2. nyeri dada terkait dengan gejala neurologik, sinkope, TIA, stroke atau paraplegia.
3. Nyeri dada dengan peningkatan resiko diseksi aorta, cth : hipertensi, Marfan’s
Syndrome.
4. Defisit Nadi atau perbedaan tekanan darah sistolik pada kedua lengan > 20 mmHg
atau tekanan darah pada tungkai bawah lebih rendah daripada ekstremitas atas.
5. Nyeri dada dengan onset baru murmur aortic regurgitation.
6. nyeri dadadengan mediastinum melebar > 8 cm pada PA CXR.
• Diagnosa yang menyebabkan kebingungan dengan disseksi aortic thoracic,
meliputi :
1. Infark miokard atau unstabel angina
2. Abdominal disease
3. stroke
4. Iskemik trombosis ekstremitas bawah
5. Pneumonia
6. Penyakit pericardial
Catatan : Diseksi aorta dapat terjadi bersamaan dedngan salah satu penyakit diatas.
• Jika diagnosa awal pasien adalah diseksi aorta, sedangkan lebih lanjut tidak
ditemukan, ingat :
1. Pada beberapa kasus, multiple test (transesofageal echocardiography [TEE] diikuti
dengan CT scan, dll) diperlukan untuk mendeteksi penyakit.
2. penyebab paling mungkin selanjutnya adalah penyakit jantung yang serius.
3. jika pasien perlu dievaluasi sebagai diseksi aorta, MRSkan pasien
4. pasien dengan hasil pemeriksaan diseksi eorta yang negative emiliki kemungkinan
mengalami IMA (23%) atau unstabel angina
• ingat bahwa diseksi aorta akut lebih sering terjadi 2-3 kali dibanding
rupture aneurisme aorta, dan rata-rata misdiagnosa sebesar 90%. Lebih lanjut,
mortalitas pada diseksi tipe a yang tidak diterapi adalah 1% tiap jam pada 48 jam
pertama.
Manajemen
Catatan : target terapi adalah untuk mencegah kematian dan kerusakan end-organ yang
irreversible. Tujuan terapi medical adalah untuk menurunkan laju peningkatan tekanan darah
(dP/dT) dan untuk menurunkan rata-rata BP dan Heart Rate.
1. Pelebaran mediastinum superior (> 8 cm pada film PA; paling sering yaitu pada 75%
CXR).
2. Ekstensi aortic shadow > 5 mm diatas dinding yang terkalsifikasi (‘eggshell’ atau
‘calsium’ sign; hal ini terjadi karena diseksi akut memisahkan tunika adventitian dan
intima yang terkalsifikasi; merupakan yang paling spesifik namun jarang terjadi.).
3. Obliterasi aotic knob atau tonjolan yang terlokalisir.
4. pembesaran aortic
5. densitas dobel aorta (false lumen kurang radioopaque)
6. hilang ruang antara aorta dan arteri pulmonal.
7. Pelebaran jalur/garis paravertebral.
8. efusi pleural baru (hemathorax bebas)
9. apical Pleural cap ( hemothorax apical yang terlokalisir).
10. Depresi cabang utama bronkus kiri > 140o.
11. pergeseran dan elevasi cabang utama bronkus kanan.
12. Deviasi trakea/endotrakeal tube/NG tube kea rah kanan (menjauhi hematoma yang
terbentuk)
• Observasi pasien pada chart sirkulasi dan neurology
• Mulai terapi hipotensif jika pasien hipertensi. Tujuannya untuk menurunkan
tekanan sistolik sampai 100-120 mmHg. Pertahankan output urin > 30ml/jam. Berikan
:
157
40………………………………………
41. KEKERASAN (NON SEKSUAL)
Definisi :
Abrasi
1. Jenis cedera paling superficial,misalnya tergores.
2. Tindakan pada epidermis atau sebagian besar permukaan dermis.
Contusio, misalnya babras-bruise
1. Cedera tumpul pada jaringan merusak pembuluh darah dibawah permukaan,
menjadikan darah ekstravasasi (bocor) kedalam jaringan sekitar.
158
PERHATIAN
Simpulkan bahwa semua kasus kekerasan akan dibawa ke pengadilan dan bahwa
anda akan dipanggil untuk memberikan kesaksian, dimana kemudian opini anda
menjadi pengetahuan publik.Kasusnya dibawa ke pengadilan beberapa tahun
kemudian setelah kejadian.Anda akan dihubungkan dengan yang anda tulis pada
waktu pemeriksaan sebagai tambahan pada bukti diagramatik atau fotografik yang
anda dapatkan.
Oleh karena itu, rekam medik anda harus cermat dan akurat.
Tidak ada sesuatu sebagai x-ray ’medicolegal’. X-ray akan diminta, atau tidak
diminta, berdasar hanya atas dasar klinis.Ini adalah dokumentasi yang secara
medicolegal kritis.
RIWAYAT
Catat secara akurat dengan dimanapun memungkinkan kata-kata milik pasien, yang
meliputi:
1. Waktu dari kekerasan.
2. Metode kekerasan,misalnya tendangan, pukulan, hantaman dengan senjata,
dsb.
3. Senjata yang digunakan misalnya pisau,parang,senjata api.
PEMERIKSAAN
Catat semua cedera mayor dan minor.
Meliputi bentuk,ukuran,kedalaman, warna, diameter.
Foto semua lesi (dengan kamera Polaroid,walaupun sekarang gambar lebih baik
dengan kamera digital dengan printer yang menyatu):
1. Gunakan foto sebagai aide-memoire sehingga anda dapat secara akurat
merekap seluruh cedera tanpa menyia-nyiakan waktu anda membuat
kekeliruan multiple
42. Asma
Caveats
• ‘Tidak semua Wheezing adalah ASMA’ : diagnosa lain seperti gagal
jantung kongestif, obstruksi jalan nafas atas, karsinoma bronkogenik dengan obstruksi
atau metasatase karsinoma dengan metastasis limfangitik.
• Asma merpakan kelainan inflamasi kronik yang dikarakterisasi dengan
peningkatan responsivitas jalan nafas sehingga terapi yang diperlukan adalah steroid.
159
Status mental Dapat agitasi Bisaanya agitasi Bisaanya agitasi Mengantuk atau
kebingungan
Tanda
Laju Nafas Meningkat Meningkat Sering>30x/menit Menurun
Penggunaan otot Bisaanya tidak Sering Sering Paradoksikal
Bantu nafas gerakan
thorakoabdominal
Wheezing Sedang, kadang Nyaring, saat Bisaanya nyaring Tidak ada
saat akhir ekshalasi saat inhalasi dan wheezing (‘silent
ekspirasi ekshalasi chest’)
160
• Siapkan intubasi secepatnya : sediakan obat sedasi dan paralysis (lihat bab
Airway Management/Rapid Sequence Intubation).
• Lakukan serial BGA untuk mendeteksi hipksemia progresif, hiperkapnea
dan asidosis
• Indikasi intubasi: hiperkarbi persisten, hipoksia hebat dengan PaO2 <
60mmHg
Terapi Suportif
1. Tangani pada Area critical care dengan oksigen aliran tinggi
2. Monitoring : EKG, pulseNon-Responder/Berespon
oksimetri, tanda vital tiap 5-10 menit
sebagian
3. Akses IV kristaloid 500ml selama 3-4 jam
1. PEFR<50% diprediksi min
4. CXR : pasien yang tidak berespon terhadap
60menit: terapi awal
ulang nebul: cari2-3x
adanya
pneumothorax, pneumonia atau CCFmenggunakan salbutamol 5mg atau
Perbaikan 7,5mg dengan 2ml ipatropium, 1,5ml
1. cek pasien dan PEFR : NS dicampur hingga 5ml.
Terapi Obat-obatan
(optional 1. dan juga 2. kortikosteroid: hidrokortison IV
harusInhaler) dengan
MDI (Metered Dose jarak : 4 hirupan salbutamol
memeriksa(100µg)
tinggi)+ 4baseline dan 400-500mg, 4-6mg/kg pada anak. Pertimbangkan MRS
hirupan atrovent (20mg) tiap 15 menit sampai 1 jam
setelah 2 kali nebulizer. siklus 2-4jam sekali.
diulangsesuai 3. MgSO 4 IV 1-2mg bolus perlahan 1. Pasien tidak
2. Reassessment:
2. Terapijika PEFRSalbutamol
nebulizer ≥ (20menit)
(Ventolin) : 1 ml (5mg) salbutamol dengan mampu untuk
50% dan2 ml perbaikan
ipatropiumsubyektif, 4. Adrenalin: (gunakan hati-hati
bromide dan 2 ml NS sehingga menjadi 5 ml. (Pada anak mempertahankan
pertimbangkan
0,03ml/kg KRS
Ventolin dengan pada2 ml
didilusikan dalam lansia,
saline IHD atauduahipertensi
: diulang kali). Terapi PEFR≥50%
follow upalternative
dalam waktu 48 jam berat) 0,3-0,5ml larutan 1:1000
pada 1 kecuali suspek SARS; dapat digunakan jika pilihan terapi SC setelah terapi dan
(klinik Spesialis Paru).
obat pertama gagal. tiap 20menit pada dewasa>45kg atau observasi 1-2 jam
3. Semua3.pasien yang KRSoral
Prednisolone harus 0,01ml/kg
0,5-1mg/kg (maksimum 60mg).(sampai 3ml) latrutan 2. Previous
menerima prednisolone oral 0,5- 1:1000 pada dewasa <45kg atau pada intubation/MRS di
1mg/kg/hari (40mg maksimum anak-anak. ICU.
tanpa tap off) selama 7-10 hari dan ATAU Terbutalin : (lebih β2 selektif 3. Bukti Xray
follow up. daripaada adrenalin) 0,25ml SC tiap menunjukkan
4. Tambahan : inhalasi steroid 20-30mmenit prn pada dewasa, pneumothorax,
(pulmicort turbuhaler 200µg 0,01ml/kg larutan 1mg/ml sampai infeksi atau
2x/hari. 0,25ml pada anak-anak. concomitant CCF.
161
Evaluasi Ulang
43.............................
Penting
162
• Yang terpenting pada kasus gigitan ular adalah korban sulit memastikan apakah
ularnya berbisa atau tidak.
• Tanda/gejala gigitan ular berbisa:
1.rasa nyeri pada daerah gigitan
2.bengkak pada sekeliling luka gigitan dan secara bertahap menyebar ke proksimal.
3.munculnya perdarahan kulit dan bula yang berisi cairan serosa atau darah.
4.munculnya gejala sistemik seperti mual,muntah, diare,rasa sakit sekali pada
perut,gelisah,hipotensi,perdarahan(epistaksis,gusi berdarah,perdarahan saluran
perncernaan),ganggua sistim saraf(paralysis,ptosis,gangguan gerakan bola
mata,gangguan bicara,gangguan menelan,sempoyongan,kejang),gagal nafas dan urin
yang gelap(mioglobinuria).
• Bila ular yang menggigit dapat ditangkap,maka dapat minta bantuan pada kebun
binatang local atau ahli reptile untuk mengidentifikasi ular tersebut.
Lihat bagan 1 untuk cara identifikasi gigitan ular.
• Hati-hati agar jangan membawa ular yang diduga telah mati,karena refleks
envenomasi akibat dekapitasi kepala ular masih dapat terjadi beberapa jam setelah
mati.
• Hanya sedikit jumlah ular tanah yang berbisa.
• Semua ular laut berbisa.Diduga bila terjadi gigitan tanpa rasa sakit yang terjadi saat
berenang di laut atau saat menangkap ikan.Nyeri pada semua otot dan sakit,dan rasa
kaku bila digerakkan.Biasanya terjadi cepat dalam setengah sampai sejam setelah
gigitan.
• Bisa ular dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.hematotoksin atau kardiovaskular toksin (seperti pada jenis Crotalidae)
2.neurotoksin (seperti pada jenis Elapidae dan Hydropiidae)
3.miotoksin (seperti pada hydropiidae)
• Lihat table 1 untuk derajat kekuatan bisa ular
• Anti bisa ular harus diberikan di rumah sakit pada korban gigitan ular berbisa yang
menunjukkan gejala keracunan sedang sampai berat
• Daerah ektremitas yang digigit harus diimobilisasi untuk menurunkan metabolisme,
absorption dan penyebaran bisanya.
• Dalam imobilisasi jangan memakai torniket atau memanipulasi luka.Tapi gunakan
konstrikting band sebelah proksimal dari luka.Bebat yang dilakukan harus cukup
menekan,tapi jari pemeriksa juga harus dapat masuk diantara bebat dengan permukaan
kulit yang luka.Cara ini berguna bila gigitan ular belum lebih dari 30 menit.
Penatalaksanaan:
• Pasien dirawat di ruang resusitasi,letakkan berbaring dan bagian tubuh yang digigit
harus diimobilisasi pada posisi dependent.
• Pertahankan jalan nafas tetap terbuka bebas,jika bahaya paralysis pernafasan atau
bulbar akan terjadi maka pasien harus diintubasi atau ventilasi dengan pembedahan
jika intubasi tidak mungkin dilakukan karena berbagai sebab.
• Berikan O2 high flow
• Pemeriksaan tanda-tanda vital secara lengkap
• Monitoring EKG,pulse oksimetri dan tanda vital tiap 5-10 menit
164
Derajat bisa ular secara klinis Dosis serum anti bisa ular
Minimal Tidak indikasi diberikan SABU
Sedang 20-40 cc(2-4 vial) (masih kontroversi)
Berat 50-90 cc(5-9 vial)
Sangat berat 100-150 cc(10-15 vial)
• Irigasi mata yang terkena semprotan bisa ular (beberapa jenis kobra akan
menyemprotkan bisanya kea rah mata korban).
• Jangan menekan bagian proksimal daerah luka gigitan ular berbisa dengan torniket.
• Jangan mengompres luka dengan es,karena pada saat kompres dihentikan,efek
vasodilatasi akan mempercepat penyerapan bisa ular.
• Jangan melakukan insisi ataupun menghisap luka gigitan.
Perhatian khusus
• Berikan serum anti bisa ular untuk menetralisir bisa ular: anti bisa ular polivalen harus
selalu tersedia di ruang P1 dan harus disimpan di lemari es pada suhu 2-6ºC.
Ketika SABU sudah keluar dari lemari es,maka harus cepat diberikan karena pada
suhu ruangan akan cepat kehilangan khasiatnya.
• Indikasi dan dosis pemberian dapat dilihat pada Tabel 2.
• Pencegahan akibat reaksi SABU:
1.apakah pasien sudah pernah mendapat suntikan serum sebelumnya,misalnya
ATS(bukan ATT).
2.pasien punya alergi atau punya keluarganya ada yang alergi:
a.tes sensitivitas pasien terhadap serum dengan diberikan suntikan 0,1 cc serum yang
telah didilusi dengan perbandingan 1:10 secara intradermal.Observasi selama 30 menit
apakah ada reaksi local dan menyeluruh.Bila terjadi reaksi, dapat diberikan
difenhidramin IV,kortikosteroid IV dan atau adrenalin IM 1:1000 atau IV 1:10.000.
b.berikan SABU pada pasien dengan riwayat alergi setelah lebih dulu diberikan
antihistamin dan hidrokortison 15-30 menit sebelumnya.
• Antikolinesterase diberikan pada pasien dengan gejala neurotoksin yang berat, dengan
diberikan dosis percobaan edrofonium klorida(Tensilon) 10 mg dengan atropine 0,6
mg.Bila respon setelah pemberian obat tersebut kurang,dapat diberikan neostigmin.
• Analgesic/sedasi diberikan jika pasien sangat kesakitan.Dapat diberikan morfin atau
diazepam,atau keduanya dalam dosis kecil dititrasi sampai efek yang diinginkan
165
Disposisi
• Semua penderita gigitan ular berbisa harus diobservasi,bila gejala keracunannya berat
harus dikonsultasikan pada tim ICU.
BAB 45
1. sebagian dan seluruhnya >10% dari permukaan tubuh, pada anak < 10 th atau orang
3. sebagian dan seluruh luka pada daerah khusus spt; wajah,mata, telinga, kepala, leher,
7. trauma inhalasi
9. luka baker pada pasien dengan penyulit yang dapat menyebabkan komplikasi dan
kematian.
Penanganan luka baker menurut ATLS pada primary survey adalah mengatasi masalah jalan
nafas dan respirasi, sedangkan pada secondary survey adalah penanganan gejala klinis pada
tubuh yang mengalami luka baker tan total cairan yang hilang.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan luka baker dilakukan di IRD. Setelah penenganan ABC nya maka dilakukan
profilaksis intubasi pada pasien dengan resiko sumbatan jalan nafas, spt pada;
2. adanya jelaga pada lubang hidung, atau hilangnya bulu hidung karena terbakar.
intubasi jalan nafas ini sangat beresiko, sehingga harus dilakukan secata cepat.(RSI)
1. oleh karena sangat berpotensi menimbulkan kesulitan jalan nafas, maka sebelum
4. intubasi dilakukan oleh dokter emergency senior atau oleh ahli anastesi
• penatalaksanaan hipotermi
* yang dipakai sbg dasar pengobatan adalah luas luka baker terutama untuk kalkulasi cairan.
Banyak pasien dengan luka baker >20% membutuhkan caira resusitasi. Pemasangan infuse
dengan jaru 16G dapat dilakuakn pada tempat yang tidak mengalami luka baker. Cairan yang
digunakan dapat di kombinasi antara cairan kristaloid dengan cairan koloid.
PARKLAND’S FORMULA
_____________________________________________________________
Total cairan yang diberika dalam 24 jam= 2-4 ml/kgbb/%luas luka baker
PENANGANAN NYERI
• escharotomi jika luka luas dan dalam serta melingkari leher dan dada
3. incise sesuai dengan garis anatomi dimulai dari garis tersebut dan
luka terutama daerah persendian. Luka baker yang melingkari dada dilakukan
incise dua arah pada garis anterior axilla terutama jika mengganggu otot-otot
prenator.
pembuluh darah.
46…..
DEFINISI
• Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai oleh keterbatasan aliran udara parsial
yang bersifat reversibelm yang berlangsung progresif dan berkaitan dengan respon
inflamasi abnormal jarinagn paru terhadap gas ataupun partikel toksik.
PERHATIAN
• Gejala khas meliputi batuk, produksi sputum kronis dan sesak yang diinduksi oleh
aktvitas fisik dengan sebagian besar pasien mengalami paparan terhadap tembakau.
• Sekitar 10% pasien PPOK tidak mempunyai riwayat kebiasaan merokok
• 10% pasien PPOK menunjukkan gejala klinis asma dan harus ditangani sebagai kasus
asma.
•
DIAGNOSIS BANDING
• Gagal jantung kongestif (CHF): pemeriksaan beta natriuretic peptide (BNP)
merupakan metode terbaik untuk membedakan PPOK dari CHF.
• Sindroma Koroner Akut (ACS)
• Emboli paru (PE)
• Pneumothoraks/ kolaps paru
• Penumonia
TATA LAKSANA
171
• Suplemen O2 aliran rendah terkendali untuk semua pasien dengan distres nafas atau
SpO2<90% untuk mencapai saturasi 90-95%. Dapat digunakan kanul hidung atau
sungkup venturi.
• Indikasi RSI dan ventilasi:
1. Ancaman henti nafas
2. Sesak hebat & nyata
3. Asidosis berat atau hiperkapnia
4. Penurunan kesadaran
5. Syok
Catatan: Pengaturan ventilasi sebaiknya menggunakan frekuensi rendah, volume tidal rendah
dan fase ekspirasi yang lebih panjang.
• Obat-obatan meliputi:
1. Agonis β-2: salbutamol 5mg (1ml) diuapkan. Efikasi obat ini tergantung pada tingkat
ireversibilitas kondisi PPOK pasien.
2. Antikolinergik: ipraptropium bromide 2ml (0.5 mg). Kombinasi antara 1 dan 2 tidak
memberikan tambahan efek samping dan menghasilkan efek bronchodilatasi yang
lebih unggul dibandingkan hanya menggunakan salah satunya.
3. Kortikosteroid: 0.5-1.5 mg/kg prednisolon oral selama 10-14 hari.
4. Metilsantin (aminofilin) tidak menunjukkan perbaikan FEV1 ataupun mempengaruhi
lama rawat inap.
5. Antibiotika: indikasinya meliuti peningkatan keluhan sesak, peningkatan produksi dan
purulensi sputum. Koloni bakteri yang umumnya ditemukan meliputi Strep
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Klebsiella,
Mycoplasma, Pseudomonas dan Streptococcus. Antibiotika yang bermanfaat meliputi
generasi lanjut makrolid dan kuinolon.
Catatan: Tidak terbukti manfaat Sulfas Magnesikus pada kasus PPOK
• Ventilasi non-invasif (VNI), merupakan standar pelayanan baru, dapat
menurunkan mortalitas, kebutuhan intubasi, komplikasi dan lama rawat inap bila
dibandingkan dengan terapi medikamentosa biasa. Indikasi VNI adalah:
1. Asidosis respiratorik sedang (pH 7.26-7.32)
2. Distres nafas persisten (RR >22/menit) setelah terapi awal PPOK eksaserbasi akut.
• Pasien yang tidak sesuai untuk dilakukan VNI adalah pasien dengan:
1. Henti nafas
2. Instabilitas kardiovaskuler (hipotensi, aritmia, infark miokard)
3. Penurunan tingkat kesadaran dan memberatnya penurunan kesadaran
4. Resiko aspirasi tinggi
5. Baru menjalani pembedahan pada wajah atau gastroesofagus
6. Trauma kraniofasial dan abnormalitas nasofaring yang menetap
7. Obesitas ekstrim
• Kriteria pasien dipulangkan meliputi:
1. Tidak memerlukan terapi inhalasi agonis β-2 lebih sering dari setiap 4 jam.
2. Pasien yang sebelumnya memiliki mobilitas dan dapat berjalan dengan nyaman.
3. Pasien telah stabil secara klinis selama 12-24 jam.
4. Hasil AGD yang stabil selama 12-24 jam.
5. Pasien ataupun pihak yang merawatnya memahami dengan baik penggunaan obat-
obatan secara tepat.
6. Perjanjian untuk kunjungan lanjutan ataupun perawatan di rumah telah diselesaikan.
7. Pasien, keluarganya dan dokter yang merawat merasa yakin bahwa pasien akan dapat
dirawat dengan baik di rumah.
48. Coronary syndromes, akut
172
Definisi
Acute Coronary Syndromes (ACS) meliputi kondisi yang meiliki kesamaan patofisiologi
oklusi koronaria, contoh unstabel angina, non ST elevasi MI (NSTEMI) dan ST-segment
elevation MI (STEMI). Manajemen unstabel angina dan NSTEMI pada dasarnya serupa.
Caveats
• Pasien bisaanya datang dengan gejala :
1. Onset baru (<2bulan) severe angina.
2. Angina yang memburuk, dengan gejala yang lebih sering, lebih parah, atau leboih
lama dan kurang berespon terhadap gliseril trinitrat. (GTN).
3. Angina yang memanjang padaa saat istirahat (>15 menit).
Catatan : Non-STEMI harus didiagnosa pada pasien dengan peningkatan enzim
kardiak tanpa adanya gelombang Q pada IMA. Sebuah keadaan NSTEMI tidak harus
ditandai dengan perubahan EKG.
• EKG mungkin menunjukkan :
1. Depresi ST segment
2. Elevasi ST segment transient yang akan mengalami resolve secara spontan setelah
GTN.
3. Inversi gelombang T
4. bukti adanya miokard infark sebelumnya.
5. Left Bundle Branch Block
6. perubahan minor yang tidak spesifik.
7. atau bisa juga normal
EKG tidak harus menunjukkan elevasi akut ST segment yang persisten.
• Enzim kardiak konvensional (CK,CK-MB, AST, LDH) dapat normal atau
meningkat. Peningkatan troponin T atau I spesifik untuk kerusakan miokard. Troponin
T > 0,1 µg/l, tes kualitatif troponin T yang positif dan troponin I > 0,4 µg/l,
merupakan penanda yang terkait dengan peningkatan resiko kematian dini pada pasien
ACS tanpa ST elevasi pada hasil EKG. Semakin tinggi konsentrasi troponin semakin
besar resiko kematian selama hari 30-42. Konsentrasi troponin yang normal atau tidak
terdeteksi dalam > 12 jam setelah onset mengindikasikan pasien memiliki resiko yang
rendah unutk mengalami komplikasi.
• Penelitian membandingkan troponin T dengan troponin I menunjukkan
keduanya sensitive dan spesifik, punya signifikansi indikasi prognostic yang serupa,
serta berperan pada stratifikasi resiko.
• Pasien ACS memiliki resiko efek samping dini yang meningkat dibawah
kondisi berikut:
1. Usia > 65 tahun
2. Komorbid terutama dengan DM
3. Nyeri jantung yang memanjang pada saat istirahat (>15 menit).
4. Iskemik EKG depresi ST segment pada saat MRS atau selama gejala muncul.
5. EKG menunjukkan inverse gelombang T
6. Bukti adanya kerusakan fungsi ventrikel kiri (preexisting atau selama iskemik
miokard).
7. Pelepasan troponin jantung yang positif
8. Peningkatan C-reactive protein
• Kategori resiko rendah : troponin jantung normal pada 12 jam setelah onset
gejala. Kelompok ini juga memiliki EKG yang normal serta CK-MB yang normal,
serta tidak perlu MRS di CCU atau high dependency ward.
173
Manajemen
Nyeri Dada iskemik berkelanjutan/perubahan EKG menunjukkan Unstabel angina atau
NSTEMI
• Monitoring tanda vital pada area critical care
• Berikan O2 via mask
• Aspirin oral 300mg
Catatan : ini merupakan terapi dasar ACS, yang akan mencapai platelet inhibition dalam 1
jam. Hindari enteric-coated aspirin, karena onset akan lebih lambat sampai 3-4 jam.
Aspirin mengurangi resiko kematian jantung dan infark miokard non-fatal pada sekitar
50% kasus dalam 3 bulan.
• IV plug dan pemeriksaan darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim kardiak,
troponin T atau I, profil koagulasi, GXM 2 unit packed cells.
• Berikan IV GTN 20-200 µg/menit untuk mengurangi nyeri atau iskemik.
Tingkatkan 5-10 µg/lmenit pada interval 5-10 mneit sampai nyeri dada hilang atau
MAP turun 10%. Hentikan jika terjadi hipotensi.
Catatan : IV GTN bermanfaat pada ACS dan hipertensi/gagal jantung. Tidak ada bukti
bahwa IV infusion lebih efektif dibanding dengan long-acting nirate yang diberikan
melalui rute lain, namun titrasi dosis dapat lebih cepat dan lebih mudah dilakukan dengan
jalur IV. GTN merupakan kontraindikasi bagi infark ventricular kanan.
• Berikan IV morfin secara titrasi untuk mengurangi nyeri jika nyeri menetap
setelah pemberian GTN.
• Berikan beta-blocker untuk mengurangi resiko infark jika tidak ada kontraindikasi,
cth gagal jantung, gagal nafas, heart block derajat 2 atau lebih, tekanan darah sistolik
< 90mmHg. Contoh : atenolol/metoprolol oral 50-100mg/hari.
• Berikan Calsium Channel Blocker bersama dengan beta blocker atau pada pasien
dengan kontraindikasi betablocker namun tidak meilki gagal jantung atau disfungsi
ventrikel kiri. Titrasi sampai HR 60x/menit. Cth : Diltiazem IV 5mg selama 2-5menit,
diulang tiap 5-10 menit samapai dosis total 50mg. diikuti dengan infus 5
mg/menitsampai 15mg/menit.
• Heparin, ketika digunakan IV, mengurangi insiden iskemik berulang dan progresi
Q-wave MI.
Penggunaan IV heparin butuh monitoring hati-hati. Namun tidak diperlukan bila
menggunakan heparin molekul kecil dan cara kerjanya lebih mudah diprediksi karena
memiliki bioavaibilitas yang nyaris komplit. Diberikan 2 kali sehari dengan injeksi SC
selama 3 hari.
174
Catatan : resiko komplikasi pada pasien unstabel angina dan non-STEMI akan berkurang
pada keadaan dibawah ini:
1. unfractioned heparin tanpa aspirin lebih efektif ddari pada placebo.
2. Unfractioned heparin dikombinasikan dengan aspirin lebih efektif dibanding dengan
aspirin saja.
3. Low molecular weight heparin dikombinasikan dengan aspirin lebih efektif daripada
aspirin saja.
• Kasus resiko tinggi harus diterapi dengan intravenous small molecule platelet
glycoprotein IIb/IIIa inhibitor selama 96 jam. Juga harus diberikan pada pasien dengan
troponin T yang meningkat yang dijadwalkan menjalani intervensi koronari
perkutaneus menggunakan unfractioned heparin. 3 jenis agent yang digunakan
adalah : abciximab, tirofiban dan eptifibatide.
• Deteksi dan koreksi factor pencetu yang jelas : anemia, demam, tirotoksikosis,
hipoksia, takidisritmia, stenosis aorta atau obat simpatomimetik.
• Lakukan CXR.
• MRS pada CCU.
Caveats
• Kegagalan mengenali kondisi ini menyebabkan kematian tinggi
• Metabolik toksin dari kerusakan otot menyebabkan:
1. Sumbatan tubulus ginjal mengakibatkan gagal ginjal
2. Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa menyebabkan disritmia diikuti DIVC
• Penyebab:
1. Luka bakar
2. Terjepitnya otot besar > 60 menit, misal pada crush injury, alkoholik dan
pengguna obat saat tidak sadar
3. Non traumatik neuroleptic malignant syndrome
4. Kejang grand mall yang lama
• Masalah: hipovolemia, hiperkalemia, hipokalsemia, myoglobinuria, gagal ginjal,
ARDS, DIVC
Penatalaksanaan
• ABC merupakan protocol utama
• Kateter intravena 2 jalur dan resusitasi cairan secepatnya minimal 1.5 L/ jam
• Lab: darah lengkap, urea/elektrolit/kreatinin, kalsium serum, faal koagulasi
• Urinalisis untuk myoglobin
• ECG untuk mendeteksi aritmia akibat hipokalsemia dan hiperkalemia
• Monitor produksi urine: pasang kateter urine. Jika produksi urine buruk, force diuresis
mannitol – alkaline sampai pH urine > 6,5
• Profilaksis antitetanus jika ada luka terbuka
• Beritahu orthopedik untuk segera fasiotomi
176
50 Dengue Fever
Definisi
Dengue fever merupakan penyakit infeksi demam akut, disebabkan oleh virus dari genus
Flavivirus, vector : Aedes aegypti. Patofisiologi penyakit terjadi karena peningkatan
permeabilitas kapiler yang berlebihan, dengan keluarnya plasma kapiler yang difus,
hemokonsentrasi, dan beberapa kasus terjadi syok hipovolemik hemorrhagic.. periode
inkubasi : 3-6 hari; bebepara kasus mencapai 15 hari.
Manifestasi klinis
Dengue fever (DF)
• Gejala klinis dengue fever pada tahap awal serupa dengan pasien infeksi virus.
• Ditandai dengan demam dan trombositopenia.
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
• Fase awal tidak dapat dibedakan dengan DF.
• Setelah 2-5 hari, beberapa kasus pada infeksi yang pertama atau lebih sering setelah
infeksi yang berulang akan menunjukkan trombositopenia (<100.000/mm3) dan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20% atau >45%).
• Manifestasi perdarahan dapat muncul atau tidak; limphe tidak teraba, terdapatnya
pembesaran hepar serta nyeri tekan merupakan tanda prognosis yang buruk.
• Manifestasi lain: efusi pleural, hipoalbunemia, ensefalopati dengan cairan
serebrospinal yang normal.
• Acute liver failure dengan perubahan kesadaran yang jarang terjadi serta didapatkan
tanda neurologik yang abnormal (Hiperrefleksia) dapat timbul. Pasien seperti itu akan
mudah mengalami perdarahan hebat, gagal ginjal, edema otak, edema paru dan infeksi
sekunder. Intervensi dini diperlukan. Pelepasan plasma dari kapiler secara difus
bertanggungjawab terhadap terjadinya hemokonsentrasi.
• Klasifikasi DHF menurut WHO :
Grade I demam, gejala konstitusional, tes tourniquet positif
Grade II Grade I dengan adanya perdarahan spontan
Grade III Grade II dengan instabilitas hemodinamik dan mental confusion
Grade IV Grade III dengan syok
Kasus disertai dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Grade III dan IV dinamakan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Caveats
• Diagnosa DF pada ED muncul bila didapatkan riwayat demam > 3
hari dan tidak merespon terapi yang diberikan.
• Gejala abdomen seperti nausea, vomiting, nyeri epigastrial, dan
diare sering menyebabkan misdiagnosa manjadi GE atau gastritis viral, terutama pada
anak-anak.
• Demam bisaanya tinggi dan memnjang, resisten terhadap terapi.
Bisaanya nyata pada pasien yang tinggal di daerah endemis dengue.
• Beberapa pasien dapat menunjukkan nyeri punggung yang hebat.
• Pasien dengan riwayat keluarga positif dengue, memiliki resiko
lebih tinggi untuk menderita infeksi yang sama, sehingga diperlukan monitoring
hitung trobosit.
Manajemen
• Tidak ada terapi dengue yang spesifik. Pemberian terapi suportif (replacement cairan
dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit) merupan kunci penanganan pasien infeksi
dengue.
1. Monitor hitung trombosit tiap hari sampai menunjukkan peningkatan.
2. Monitor profil koagulasi : ulang tes jika diperlukan.
• Pasien yang serius ditangani pada area critical care untuk dimonitoring.
• FBC penting pada semua pasien demam tinggi yang terus menerus tanpa
sumber infeksi yang jelas. Penemuan penting pada pasien dengue :
1. lekopeni; adanya lekositosis dan netrofilia mengeksklusi adanya kemungkinan
dengue, dan infeksi bacterial harus dipertimbangkan.
2. Trombositopeni (< 100.000/mm3): leptospirosis, measles, rubella,
meningococcemia, septisemia, malaria, dan SARS juga dapat menyebabkan
trombositopeni namun rash tidak sering timbul pada malaria tanpa komplikasi.
3. Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi.
4. Urea dan elektrolit : hiponatremia
5. LFT : abnormalitas enzim hati.
• Monitoring tanda vital, adanya hemokonsentrasi, penggantian cairan
intravascular dengan RL atau isotonic salin, koreksi asidosis metabolic, serta
pemberian oksigen merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa pasien
DSS. Ketika pasien stabil, leakage kapiler berhenti dan resorpsi cairan ekstravaskular
dimulai, penanganan cairan intravena harus hati-hati untuk menghindari edema
pulmonal.
• Salisilat harus dihindari sebagai analgesic, karena potensinya dalam
menyebabkan perdarahan diatesis dank arena dengue terkait dengan Reye’s syndrome
pada beberapa kasus. Obat hepatotoksik dan sedative long-acting juga harus dihindari.
• Penempatan : MRS untuk terapi cairan IV jika diperlukan pada kasus :
1. dehidrasi signifikan (>10% berat badan normal) telah terjadi dan ekspansi volume
secara cepat diperlukan atau ketika terjadi perdarahan spontan. Berarti pasien
dengan grade I yang merespon terapi cairan per oral serta tidak memiliki
kompplikasi saja yang dapat dipulangkan.
2. Kecenderungan untuk terjadi perdarahan
3. Trombositopenia berat (<100.000).
4. Hitung platelet <20.000 akan membutuhkan bed rest karena ditakutkan akan
terjadi perdarahan spontan dan trauma yang tidak disengaja.
5. pasien lansia, atau yang sangat muda serta pasien dengan penyakit lain (cth :
alergi, DM, IHD).
Catatan: pasien dengan hitung trombosit 100.000-140.000 dapat dipulangkan namun harus
melakukan pemeriksaan FBC berkala sampai trombosit normal.
178
Caveats
• pasien febris dengan rash purpurik, pertimbangkan meningococcaemia.
• Pada pasien dengan rash ptechiae, pikirkan kemungkinan DIVC akibat sepsis.
• Pada pasien hipotensiv dengan nyeri sendi dan ‘bruising’, pertimbangkan
kemungkinan necrotizing soft tissue infection yang dapat memperdaya pemeriksa
pada awal presentasi penyakit.
• Ada kemungkinan untuk melakukan vaksinasi pada seseorang yang mengalami
chicken pox walaupun ringan dan mungkin salah artikan sebagai ‘viral fever’.
• Pikirkan varicella pneumonitis jika pasien menderita takipneu, batuk dan demam
tinggi 3-5 hari.
Manajemen
• Pertimbangkan asiklovir jika pasien datang pada 24-72 jam pertama sejak onset rash.
Dosis 800mg (dewasa) atau 20mg/kgBB (pediatric) 5 x per hari x 5hari.
• Antihistamin untuk mengontrol gatal dapat dipertimbangkan, misal CTM 4mg 3x/hari.
• Jangan berikan aspirin sebagai antipiretik karenadapat menyebabkan Reye’s
syndrome.
• Pertimbangkan antibiotik oral jika ada gejala infeksi bacterial, cth : penisilin V
(Streptococcus grup A merupakan penyebab tersering)/cephalexin/doxyciclin (jika
alergi penisilin atau cephalexin) atau Cloxacillin jika dicurigai karena Staphylococcus
aureus.
• Pasien dengan immunocompromised harus diMRS-kan.
Komplikasi
179
Isolasi
• Sarankan isolasi sampai tidak ada vesikel baru yang muncul dan lesi menjadi krusta.
• Wanita hamil yang tidak memiliki imunitas harus dipertimbangkan untuk VZIg.
Manajemen
• Kontrol nyeri dengan anlgesik pada fase akut. Trisiklik antidepresan seperti
amitryptilin 10 mg dapat dipertimbangkan bila nyeri persisten setelah vesikel mulai
menghilang (postherpetic neuralgia); obat lain seperti gabapentin dan narkotik
digunakan pada kasus yang berat.
• Obat antiviral, cth :Acyclovir :
1. menunjukkan pemendekan manifestasi herpes zoster bila diberikan dalam 48-72
jam pertama sejak onset rash muncul.
2. Dosis : 5 x 800mg selama 7-10 hari.
3. Berikan acyclovir IV pada pasien immunocompromised atau dengan penyakit
yang meluas.
• Steroid dapat mencegah postherpetic neuralgia.
• Rujuk ke ophthalmologist jika ada keterlibatan corneal.
Manajemen
• Pada umumnya keduanya membutuhkan manajemen yang melelahkan :
1. steroid sistemik ± immunosupresif
2. Perawatan luka local.
3. terapi infeksi
4. Koreksi kehilangan cairan dan elektrolit dari luasnya kulit yang luka.
Manifestasi Klinik
• Toksik, demam, dan sering hipotensif ± confusion dan delirium.
• Penampakan kulit yang minor dapat memperdayakan dibandingkan dengan
manifestasi klinis pasien yang toksik.
• Terdapat edema dan eritema pada awalnya, menjadi pucat dan keabu-abuan
dengan perdarahan bullae (karena iskemik ketika pembuluh darah rusak) atau
gangrene.
• Nyeri abdomen juga sering muncul sebagai keluhan.
Diagnosa Diferensial
• Selulitis dan infeksi jaringan lunak non-necrotizing lain
• Erisipelas, memiliki batas demarkasi yang jelas serta streaking pada limphangitis juga
menonjol; vesikel dan bula dapat terjadi pada infeksi berat (penyebab : Streptococcus
beta hemolitikus grup A)
181
Manajemen
• Ditangani pada area Critical Care
• Resusitasi cairan dan inotropic support jika diperlukan
• Pertimbangkan X ray jaringan lunak yang terlibat untuk mencari ‘free air’ pada
jaringan subkutan.
Catatan : Tidak adanya penemuan tersebut tidak akan menyingkirkan diagnosa.
• Lakukan kultur darah
• Beri antibiotik spectrum luas, IV kristaline penicillin + Clindamycin (untuk
streptococcus grup A + Anaerob dengan beberapa Staphylococcus) + Ceftazidime
(untuk bakteri batang Gram negative dan Meliodosis).
• Rujuk ke ortopedik/bedah umum (tergantung pada daerah yang terlibat) untuk
eksplorasi bedah secepatnya serta debridemen.
• Penempatan : HD atau ICU tergantung stabilitas pasien.
Meningococcaemia
Penyebab : N. meningitides (Diplococcus Gram negative pada pewarnaan Gram CSF).
Manifestasi Klinis
• Onset yang tiba-tiba dari demam, malaise, mialgia, athralgia, nyeri kepala, nausea, dan
vomiting.
• Bersifat toksik dengan progresivitas yang cepat menjadi tanda meningitis.
• Penemuan kulit yang terkait : jaringan parut berwarna merah muda atau papula
purpurik (lesi yang teraba < 1,5 cm) yang dapat menjadi vesicular atau pustular.
• Dapat berkembang menjadi purpura fulminan : plak irregular namun berbatas tegas,
berupa purpura ungu dengan bagian tengah yang keabu-abuan, kehitaman, ungu gelap
atau nekrosis kehitaman.
Manajemen
• Pasien harus ditangani pada area critical care
• Resusitasi cairan dan support inotropik jika diperlukan
• Kultur darah
• Antibiotik dapat dimulai sebelum pungsi lumbal
• Antibiotik pilihan : IV Penicillin G 4 juta U setiap 4 jam (pertimbangkan
Cloramfenikol jika alergi penisilin) atau Ceftriaxon 2 g 2x/hari.
• Penempatan : HD atau ICU (membutuhkan isolasi).
Profilaksis
• Indikasi :
1. Kontak dekat setidaknya 4 jam pada seminggu sebelum onset penyakit, cth : orang
yang tinggal serumah, kontak sehari-hari, teman satu ruang.
2. terpapar secret nasofaringeal pasien, cth : melalui ciuman, resusitasi mulut ke
mulut, intubasi, suction nasotracheal.
• Regimen
1. Ciprofloxacin po 500mg single dose atau rifampisisn 600mg po bd x 4 dosis
(dewasa)
2. Rifampicin 10mg/kg po bd x 4 dosis (pediatric).
Urtikaria Akut
Manifestasi Klinik:
182
• Rash merah muda, non-scaling, permukaan atas datar yang terjadi berpindah-pindah.
• Lesi terasa gatal
Penyebab :
• Viral: diyakinkan dengan adanya riwayat demam, mialgia, dan gejala URTI.
• Obat-obatan: Penisikin, sulfa NSAID
• Alergi makanan
• Factor lingkungan : dingin, sinar matahari, tekanana
• Tidak diketahui
Manajemen
• Identifikasi dan eliminasi factor penyebab jika mungkin
• Terapi simptomatis
• Antihistamin
1. pilihan rute parenteral
Promethazine : IM 25 mg (dewasa) atau
0,5 mg/kg (anak-anak)
Difenhidramin IM 25 mg (dewasa) atau
1 mg/kg (anak-anak)
2. Pilihan per Oral
CTM (piriton) tab 4 mg 3x/hari
Hydroxyzine (Atarax) tab 25 mg 3x/hari
Pilihan terbaru yang kurang sedative : Cetirizine (zyrtec), loratadine
(Clarityne)
• Steroid
1. dipertimbangkan jika lesi luas dan rekuren, atau terkait dengan angioedema
2. Prednisolone tab 1mg/kg OM selama 5 hari
• Penempatan : dapat KRS jika respon thd terapi baik, dan tidak ada
angioedema.
Erythema Multiforme
Merupakan reaksi hipersensitifiatas, diklasifikasikan:
• EM minor : ringan dan paling sering
• EM major/bullous/stevens-Johnson syndrome : bula dan erosi membrane mukosa yang
signifikan.
Manifestasi klinis
• Papula merah, permukaan datar ukuran 1-3 cm.
• Tidak gatal dan bersisik
• Bull’s eye atau lesi target : kehitaman, violaceous atau bagian tengah kecoklatan.
• Lesi menetap
• Bisaanya dimulai pada tangan dan kaki, termasuk telapak tangan dan kaki, sebelum
kemudian menyebar.
• Bula dapat muncul pada lesi target.
• Erosi membrane mukosa dapat terjadi.
Penyebab
• Infeksi : HSV, EBV, Streptococcus, Mycoplasma merupakan yang paling sering.
• Obat : Sulfa, penisilin, tetrasiklin, antikonvulsan (cth : fenitoin, carbamazepin,
barbiturate) NSAID, allopurinol, hidroclorothiazide, procainamide.
183
Manajemen
• Tentukan penyebab dan eliminasi allergen jika mungkin
1. review medikasi pasien
2. review simptomatologi untuk penyakit infeksi yang sering terjadi
3. Alergi makanan
4. Gigitan serangga/sengatan
5. Penyakit autoimun
• EM minor
1. berikan kenyamanan
2. Medikasi bisaanya tidak diperlukan karena bisaanya rash tidak gatal dan tidak
nyeri.
3. foolow up pada klinik kulit/general medicine.
• EM major
1. MRS untuk perawatan inpatient
2. perawatan suportif umum : maintenance cairan dan elektrolit
3. Perawatan luka
4. Kontrol infeksi
5. perhatikan bahwa steroid sistemik adalah controversial.
6. MRS pada Unit Luka Bakar atau HD jika terjadi skin loss yang signifikan atau
toxic epidermal.
Erythema Nodosum
Merupakan reaksi hipersensitivitas
Manifestasi klinis
• Onset akut nodul kemerahan yang nyeri
• Terdistribusi terutama pada kaki bagian bawah
Penyebab
• Infeksi : Streptococcus, tuberculosis, infectious mononucleosis, Chlamydia, Yersinia.
• Terkait dengan sarcoidosis, Hodgkin’s disease, ulcerative disease.
• Obat: kontrasepsi oral, sulfonamide, penisilin, tetrasiklin
Manajemen
• Review sistemik untuk mengetahui kemungkinan infeksi
• Eliminasi penyebab/pencetus
• Terapi simptomatik, cth NSAID sebagai analgesic.
• Sarankan ke ahli dermatologi untuk follow up.
184
Caveats
• DKA disebabkan penurunan kadar insulin secara absolute atau relative yang terjadi
pada saat terjadi kelebihan glukagon. Kriteria diagnosa :
1. Hiperglikemia dengan glukosa darah ≥ 14 mmol/L
2. Asidemia dengan pH arteri < 7,3, bikarbonat < 15 mmol/L
3. Ketonemia atau ketonuria
• Kadar glukosa plasma yang tinggi menyebabkan diuresis osmotic dengan
hilangnya sodium dan air, hipotensi, hipoperfusi dan syok. Pasien datang dengan
signifikan poliuri, polidipsi, berat badan turun, dehidrasi, kelemahan dan sensorium
yang berkabut.
• Pasien muda yang tidak didiagnosa diabetes sering muncul dengan DKA
yang berlangsung selama 1-3 hari. Kadar glukosa plasma mungkin tidak meningkat
tajam.
• Keluhan GIT seperti nausea, vomiting dan nyeri abdomen merupakan
keluhan yang paling sering didapatkan, terutama pada usia muda. Keadaan ini sering
disalahartikan sebagai ‘acute surgical abdomen’. Kadar amylase serum sering
meningkat tanpa adanya pankreatitis.
• Hiperventilasi dengan nafas yang cepat dan dalam (‘air hunger’) serta bau
nafas acetone merupakan tanda khas DKA.
• Penyebab:
1. Infeksi : UTI, respiratory tract, kulit
2. Infark: miokard, CVA, GIT, vaskularisasi perifer.
3. Insulin insuffisien
4. Intercurrent illness
• Tanda infeksi kadang tidak jelas. Temperature jarang meningkat, dan
peningkatan hitung total sel darah putih mungkin hanya merefleksikan ketonemia,
namun adanya demam walaupun tidak tinggi mengindikasikan adanya sepsis. Jika
ragu, akan lebih aman untuk memberikan antibiotik broad spectrum.
• Replacement cairan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan gagal jantung,
edema serebral, dan ARDS, terutama pada pasien dengan underlying cardiac disease
atau pada lansia. Monitoring CVP mungkin diperlukan.
Manajemen
Terapi suportif
• Harus ditangani pada area yang dapat dimonitoring
• Oksigen aliran tinggi
• Monitoring : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 15-30 menit, kadar glukosa darah,
keton, potassium dan keseimbangan asam basa tiap 1-2 jam.
185
Terapi spesifik
• IV Volume Replacement : Berikan NS 15-20ml/kg/jam pada jam I, dengan pemberian
koloid jika pasien tetap hipotensi. Jika pasien tidak hipotensif atau hiponatremia,
barikan 0,45% NS 10-20ml/kg/jam selama 2-4jam kemudian dengan monitoring yang
ketat dari kadar glukosa serum. Ganti menjadi D5W/0,45% NS jika kadar glukosa
serum turun dibawah 14 mmol/L. Normal atau setengah NS dapat diteruskan
bersamaan dengan IV D5% untuk mengkoreksi derangement cairan dan elektrolit.
Monitoring output urin setiap jam, dan cek elektrolit serta kreatinin tiap 2-4 jam
sampai stabil.
Catatan : tidak ada efek menguntungkan bila diberikan pada pH yang lebih
tinggi. Ulangi BGA setelah 1 jam hidrasi dan terapi bikarbonat; jika pH masih
< 7,0, berikan NaHCO3 8,4% 50ml dalam 200ml NS selama 1-2 jam dalam
infus.
186
Penempatan:
• MRS-kan semua kasus DKA
• Pasien dengan hipotensi atau oliguri sebagai rehidrasi dini, atau pasien yang memiliki
gangguan mental/koma, dengan osmolalitas serum total > 340 mOsm/kg, harus
dipertimbangkan untuk HD atau MICU.
• Kasus ringan dapat dimasukkan pada general Ward atau tangani pada ED dengan
konsultasi pada general medicine.
187
Ada dua jenis kegawatan menyelam yang sering ditemukan di Emergency departemen
1. Penyakit decompresi (decompression illness/DCI)
2. Emboli udara arteri cerebral (CAGE)
Diagnosis tersebut memerlukan kecurigaan kuat :
1. Baru terjadi (<24 jam) pada orang yang berada pada udara tekanan tinggi (penyelam
atau pengguna alat bantuan nafas lainnya)
2. Mengalami kombinasi gejala berikut :
• Gejala umum : malas, kelemahan yang
tidak biasa, amnesia, perasaan tidak enak badan
• Muskuloskeletal : nyeri sendi, mialgia,
nyeri punggung
• Neurologis : kelemahan, gait, gangguan
visual
• Dada : nyeri dada, sesak nafas, batuk
persisten
• Kulit : rash yang gatal
Tabel 1 menunjukkan gejala yang sering timbul dari 1249 kasus penyakit dekompresi
yang dilaporkan oleh Divers Alert Network (DAN)
MANAJEMEN
Terapi yang segera dilakukan : bila kondisi pasien stabil
1. Pasien dirawat di ruangan intermediate
2. Posisi kepala lebih rendah dari badan
3. Berikan oksigen 100%
4. Siapkan infus intravena
5. Berikan carian NS 500ml dalam 1jam dilanjutkan dengan 500ml dalam 4 jam
6. Bila pasien tidak stabil manajemen dilakukan di ruangan critical care. Lakukan
monitoring ABC. Pada kasus berat dengan komplikasi cardiopulmonary arest lakukan
manajemen sesuai standar ACLS
7. Pasien harus diperiksa kemungkinan adanya trauma fisik yang menyertai komplikasi
menyelam
Investigasi :
1. Rontgen foto thoraks untuk mengetahui adanya pneumothoraks atau
pneumomediastinum
2. EKG untuk menyingkirkan penyebab dari jantung bila gejala utama yang dominan
adalah nyeri dada
3. Analisa gas darah bila pasien sesak nafas atau saturasi oksigen rendah
189
Terapi definitif : terapi definif emergency diving adalah terapi rekompresi segera
1. Bila dicurigai adanya DCI atau CAGE, segera hubungi spesialis diving medicine
setelah kondisi pasien stabil
2. Bila diagnosis cedera karena menyelam telah jelas, jangan rawat pasien di bangsal
neurologi atau penyakit dalam untuk investigasi karena :
a. Departemen ini tidak memiliki fasilitas untuk rekompresi
b. Terapi yang lambat pada DCI dan CAGE akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas
54. EKLAMPSIA
DEFINISI
• Preeklampsia: peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolic yang terjadi setelah
minggu ke-20 sampai 24 kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensi ataupun
hipertensi.
• Eklampsia: preeklampsia yang disertai kejang grand mal atau koma.
PERHATIAN
• Tujuan dari tata laksana adalah, pertama-tama, stabilisasi ibu dan kemudian
melahirkan bayi:
1. Tata laksana jalan nafas ibu
2. Pencegahan dan pengendalian kejang dengan terapi sulfas magnesikus
3. Pemulihan volume intravaskuler
4. Pengendalian tekanan darah
• Kelahiran bayi: bagaimana dan kapan bayi akan dilahirkan merupakan keputusan yang
harus dibuat oleh seorang ahli kebidanan dan kandungan.
• Konsultasi ke ahli kebidanan dan kandungan harus segera dibuat begitu diagnosis
ditegakkan.
• Sindroma HELLP merupakan bentuk preeklampsia yang sangat berta yang ditandai
dengan:
1. Hemolisis
2. Peningkatan enzim hati
3. Hitung platelet yang rendah (<100.000/mm3)
Gejala: nyeri hipokondrium kanan disertai dengan mual dan muntah adalah yang
tersering. Tanda yang dapat ditemukan meliputi edema anasarka, nyeri tekan
hipokondrium kanan, ikterus, perdarahan saluran cerna dan hematuria.
TATA LAKSANA
Penanganan suportif
• Pasien harus ditangani di area critical care.
• Peralatan untuk tata laksana jalan nafas harus segera tersedia
Catatan: Pasien yang tidak memerlukan intubasi harus diletakkan pada posisi lateral kiri
• Obat-obatan resusitasi harus segera tersedia.
• Kalsium klorida (antidotum untuk intoksikasi magnesium) harus segera tersedia.
• Berikan suplementasi oksigen aliran tinggi dengan sungkup bereservoir.
191
BAB 55
KET
Setiap waqnita usia subur dengan nyeri abdomen dan perdarahan pervaginam dengan atau
tanpa amenorrhoe kita curigai KET sampai terbukti tidak.
Diagnosis dapat dengan mudah salah keculai jika kita mencurigainya. Curigai KET pada
wanita usia subur.
Tidak adanya nyeri atau kekakauan pada perababan cervical tidak menyingkirkan diagnosa
KET.
Catatan penting :
- KET harus dicurigai pada wanita usia subur yang dating dengan nyeri abdomen.
- Sebagaian besar gejalanya tidak khas.
- Riwayat ligasi tuba tidak menyingkirkan KET.
- Tes kehamilan urine adalah simple tetapi hati-hati akan keterbatasannya.
Manajemen
1. Urine HCG test.
2. Sebagian besar HCG kit test memiliki 100% spesificitas tetapi berfariasi pada
sensitifitasnya.
3. seluruh wanita usia subur dengan abdominal pain harus di tes urinenya untuk
menghilangkan kemungkinan KET. Dari suatu penelitian potensi kesalahandiagnosa
sekita 40% jika berdasarkan riwayat penyakit, menjadi 3% jika urine HCG negative
dan 2% jika serum HCG negative dan 1% jika USG negative.
4. test urine positip setelah 4 – 5 minggu setelah konsepsi dan serum HCG positip setelah
3 – 4 minggu setelah konsepsi.
5. Alat tes urine yang berbeda emberi sensitifitas yang berbeda. Beberapa dapat
mendeteksi 10 IU/L.
6. False positip urine test : trophoblastic disease ( hydatidiform moles atau
choriocarcinoma )
7. False negatifdapat terjadi jika urine specimen terlalu banyak dilarutkan atau pasien
sedang minum obat diuretic.
194
Unstable pasien :
1. Masukkan pasien ke P1
2. ABC, O2 via NRBM.
3. Pasang 2 jalur IVFD
4. I liter kristaloid
5. Cari risk factor : infertilitas, smoking, usia tinggi, smoking, riwayat PID, IUD
Faktor resiko terjadinya KET
1. riwayat operasi tuba ektopik.
2. riwayat infertile
3. fertilisasi in vitro
4. Usia lanjut.
5. merokok.
6. riwayat PID
7. IUD
Gejala yang timbul
1. biasanya berupa 8 bulan amenorrhoe.
2. spectrum gejala klinis dari KET bervariasi dari nyeri pada pelvis s/d perdarahan
pervaginam yang harus dibedakan perdarahan intraabdomen yang profus.
Tipikal presentasi :
1. Nyeri abdomen unilateral yg tiba2 disertai kolaps dan perdarahan pervaginam.
Atipikal sign :
1. Nyeri kronik dan berulang pada abdomen disertai perdarahan irregular pervaginam,
gastrointestinal symptom ( muntah dan diare ), urinary symptom seperti disuria atau
shoulder tip pain.
Laboratorium :
1. FBC, RFT, elektrolit
2. GXM 2-4 unit
3. Urine HCG
4. Pasang urine kateter
5. DIVC
- Pasang urine kateter
- Pasang uririne kateter untuk mengawasi
Pasien stabil :
195
1. NRBM
2. Pindahkan pasien ke P1.
3. Ureum, kriatinin
Pasien stabil
Pasang IV-Line.
Monitor vital sign setiap 10 -15.
196
Caveats
• Trauma elektrik tegangan rendah (<1000 volt) lebih jarang menyebabkan keadaan
yang serius daripada trauma tegangan tinggi. Semakin tinggi tegangan, maka semakin
cenderung untuk menyebabkan luka bakar.
• Resistensi bervariasi pada tiap jaringan, dimana tulang merupakan jaringan yang
paling resisten.
• Semakin tinggi durasi kontak, maka semakin parah injury.
• Kulit yang kering membutuhkan 3000 volt untuk menginduksi VF, sedangkan kulit
yang basah membutuhkan 220-240 volt.
• Alternating Current (AC) lebih berbahaya dibanding dengan Direct Current (DC),
menyebabkan kontraksi tetanik otot fleksor, sehingga korban akan mengalami
‘freezing’ ketika kontak dengan sumber elektrik.
• DC menyebabkan kontraksi otot tunggal yang dapat menyebabkan korban terlempar
dari lokasi awal; demikian juga dengan efek Petir.
• Pathway : ketika kulit tersentuh, aliran listrik berjalan melalui jaringan yang kurang
resisten (nervus, pembuluh darah, otot) dengan kerusakan yang berbanding terbalik
dengan diameter cross-sectional dari jaringan yang terkena.
• Konduksi true-electrical injury lebih mirip dengan ‘crush injury’ daripada thermal
injury, dimana jumlah total kerusakan sering tidak terlihat secara nyata.
• Manajemen cairan yang baik sangat penting untuk menghindari gagal ginjal akut.
Catatan : Replacement cairan tidak dapat dikalkulasi berdasarkan Wallace Rule of 9
seperti luka bakar.
• Jangan lupa untuk mencari trauma lain:
1. trauma servical spine
2. Toksik inhalasi
3. Jatuh dengan Fraktur/dislokasi
4. perawatan luka bakar dengan injury inhalasi
5. fetal injury selama kehamilan
Manajemen
Terapi suportif
• Pasien dengan AMS atau disritmia kardiak harus ditangani pada area critical care
• pertahankan jalan nafas dengan imobilisasi cervical spine
• Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
• Pasang akses IV peripheral (2 jika hemodinamik tidak stabil).
• Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, DIVC screen, urinalisis termasuk mioglobin,
cardiac screen, kreatininminase, BGA dan kadar COHb pada keterlibatan trauma
inhalasi dan GXM jika dibutuhkan.
• EKG pada semua trauma elektrik.
• IV kristaloid untuk memaintenance perfusi jaringan perifer dan urin output sebesar 1-
1,5ml/kg/jam.
• X ray : C spine; jika ada injury, CXR pada injury inhalasi.
• Manajemen nyeri:
1. Pethidine 50-75mg IM atau 25mg IV atau
2. Sodium diklofenac (Voltaren) 50-75mg IM
• Pasang kateter foley
• Pertimbangkan alkalinisasi urin untuk mencegah renal tubular necrosis jika mioglobin
terdapat pada urin. Dosis : IV sodium bikarbonat 1 mmol/kg/bb selama 2 jam (1ml
sodium bikarbonat 8,4% = 1mmol).
• Pertimbangkan placement Ryle’s tube jika ada kecurigaan ileus paralitik.
• Berikan ATT 0,5ml IM sesuai protocol standar.
• Pertimbangkan fasciotomi dan konsul ke Hand Surgery atau orthopedics pada kasus:
1. Muscle tightness
2. Hilangnya sensori
3. Circulatory compromise
4. pembengkakan jaringan yang cepat
• Pada kasus serangan jantung, ikuti protocol standart ACLS kecuali pada
recovery prolonged asistole yang membutuhkan usaha resusitasi yang lebih panjang.
Situasi Khusus
• Pasien anak-anak
1. luka bakar commisura oral secara eksklusif terjadi pada anak-anak dan dapat
menyebabkan morbiditas.
2. fatalitas jarang dimana sirkuit elektrik terletak pada mulut.
3. terdapat penonjolan local jaringan pada hari ke 7 samapi hari ke 10 dan dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat.
4. MRSkan pasien dengan luka bakar seperti itu
• Konsiderasi Obstetrik
1. Injury fetal tergantung pada aliran listrik yang masuk ke tubuh ibunya.
198
2. fetal injury yang signifikan (kematian atau IUGR) dapat terjadi setelah terkena
aliran listrik walaupun dalam derajat yang rendah, terutama pada kasus
oligohidramnion.
3. Konsultasi OBG pada tiap kasus trauma elektrik selama kehamilan dan lakukan
monitoring fetal.
Penempatan
• Kriteria MRS
1. semua pasien dengan high voltage injury (> 1000 volt).
2. Semua pasien dengan keterlibatan system organ spesifik.
3. Semua pasien dengan suspek neurovascular compromise pada ekstremitas.
4. Semua pasien dengan luka bakar komisura oral
5. Luka bakar dalam pada tangan
• Kriteria KRS
1. Pasien tanpa bukti luka bakar
2. pasien dengan trauma minor, disarankan untuk control pada unit rawat jalan.
199
Kulit Kontak elektrothermal , non kontak arc dan flash burn, luka bakar
thermal sekunder dengan berbagai kedalaman (terbakarnya pakaian
dan pemanasan perhiasan dari metal)
Skeletal Trauma tumpul sekunder pada kedua tipe meliputi fraktur kompresi
vertebral, fraktur tulang panjang, dislokasi sendi besar, nekrosis
aseptic, periosteal burn, osteomielitis.
Luka bakar Oral Perdarahan arteri labial delayed (pada anak yang menggigit kabel
listrik) dengan jaringan parut dan deformitas wajah, keterlambatan
kemampuan berbicara, gangguan perkembangan mandibular/ gigi
geligi.
BELL’S PALSY
Merupakan penyebab paralysis wajah yang paling sering di dunia
Merupakan diagnosis eksklusi
Tugas dari seorang dokter emergency adalah untuk :
1. Menyingkirkan penyebab paralisis wajah yang lain
2. Segera memulai terapi yang sesuai
3. Melindungi mata
4. Mengatur follow-up yang tepat
Gambaran klinis
1. Onset yang cepat : paralisis parsial dengan onset yang perlahan biasanya
menunjukkan penyebab etiologi
2. Paralisis/kelemahan satu sisi pada wajah : perhatikan bagian wajah sepertiga
atas (orbikularis dan frontalis) yang mengindikasikan lesi di upper motor
neuron
3. Gejala yang lain seperti air liur yang menetes, keluarnya air mata, perubahan
rasa, nyeri dibelakang telinga
4. Keluhan yang berhubungan dengan sindrom infeksi traktus respirasi bagian
atas/ infeksi virus
201
Menghentikan perdarahan
Sebagian besar perdarahan berasal dari ruptur
vaskuler didaerah septum nasal. Tidak adanya perdarahan dari bagian anterior,
adanya perdarahan bilateral atau darah yang mengalir ke orofaring menunjukkan
bahwa sumber perdarahan berasal dari posterior.
Diferensial diagnosis : blood dyscrasias,
malformasi pembuluh darah lokal, contohnya teleangieksia herediter, tumor nasal
Lakukan usaha stabilisasi saat pasien datang di
emergency departemen :
1. Pijat hidung dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari sedikitnya selama
10 menit
2. Kompres hidung dengan es batu
3. Pasien dengan posisi duduk, memegang mangkuk digunakan untuk
menampung darah. Hal-hal yang dapat menyebabkan menghilangkan
terbentuknya bekuan darah seperti gerakan menelan sebaiknya dihindari.
4. Bila hemodinamik tidak stabil :
a. Pindahkan pasien ke ruangan critical care
b. Pasang infuse intravena, berikan cairan kristaloid dengan tetesan yang
cukup untuk mempertahankan perfusi
c. Ambil darah untuk pemeriksaan cross match, darah lengkap,
ureum/creatinin/elektrolit, fungsi koagulasi
d. Monitor : EKG, tanda vita setiap 5-15 menit, pulse oksimeter
Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui sumber perdarahan
(gunakan lampu kepala)
1. Ambil bekuan darah menggunakan forcep Tilley atau
suction
2. Bila bagian septum dapat terlihat, dapat dilakukan
penyemprotan cophenylcaine (menyebabkan vasokonstriksi vaskuler dan
menganestesi mukosa)
Selama perdarahan berlangsung :
1. Bila sumber perdarahan terlihat dapat dilakukan kauterisasi menggunakan
perak nitrat (hindari melakukan kauterisasi pada kedua sisi septum karena
203
resiko terjadinya perforasi) atau lakukan pemasangan tampon yang telah diberi
adrenalin 1 : 10.000 selama 15-30 menit
2. Bila tidak tampak lagi adanya perdarahan setelah observasi selama beberapa
saat, pasien dapat dipulangkan dengan nasihat untuk istirahat total dan kontrol
ke poliklinik THT
3. Bila perdarahan terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior :
a. Hubungi dokter THT
b. Pilihan : pasang tampon Merocoel (ukuran 8-10cm untuk dewasa)
basahi dengan cairan tetrasiklin, BIPP (bismut subnitrat dan pasta
iodoform) gunakan forsep nasal Tilley
c. Pasien dirawat diRS untuk observasi dan pemberian antibiotik
4. Bila perdarah tetap terjadi walaupun telah dipasang tampon anterior, maka
perlu untuk dipasang tampon posterior
a. Hubungi dokter THT
b. Lakukan kembali pemeriksaan hemodinamik: monitor tanda vital,
ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap, fungsi pembekuan, cross
match, ureum/creatinin/elektrolit
c. Masukkan folley kateter ukuran 12 melalui lubang hidung (pilih
lubang dengan perdarahan yang lebih banyak) dorong sampai ujungnya
terlihat di orofaring
d. Kembungkan balon dengan mengisi air sebanyak 8ml, tarik kateter
kedepan sampai menyangkut dibagian posterior hidung, tambahkan 8ml
air
e. Pertahankan kateter dengan memasang klem dibagian anterior hidung,
lindungi ala nasi dari tekanan kateter.
Disposisi : rawat pasien untuk observasi dan pemberian
antibiotik setelah konsultasi dengan dokter THT. Selalu rujuk pasien ke dokter
THT untuk melakukan evaluasi bila :
1. Epistaksis berlangsung lama
2. Pasien datang berulangkali
3. Epistaksis berulang
4. Pasien tua
PATAH TULANG HIDUNG
204
3. Terdapat resiko aspirasi benda asing atau tersangkut pada dinding faring
4. Fiberoptik nasofaringoskop
5. Lakukan pemeriksaan yang teliti pada kutub tonsil, dasar lidah, daerah
valekula epiglotika dan fosa piriformis
Bila benda asing tidak tampak, lakukan pemeriksaan radiologi foto rontgen
leher lateral kondisi jaringan lunak
Bila pada pemeriksaan radiologi tampak benda asing segera hubungi dokter
THT
Benda asing ditenggorok pada anak : lakukan pemeriksaan dengan mendorong
lidah kebawah, bila tidak tampak rujuk pasien ke dokter THT
Bila pada pemeriksaan radiologi dan laringoskop indirek benda asing tidak
tampak dan pasien merasa tidak terganggu, berikan terapi simptomatik dengan
obat hisap dan kumur. Dapat dipertimbangkan pemberian antibiotik (amoksisilin)
bila ditemukan adanya ulserasi dan abrasi. Rujuk pasien ke poliklinik THT 1-2
hari kemudian untuk evaluasi. Pasien harus diingatkan untuk segera kembali bila
ada gejala sesak nafas, panas, nyeri dada atau hematemesis.
Bila pada pemeriksaan radiologi dan laringoskop indirek benda asing tidak
tampak namun pasien merasakan gejala tidak berkurang, segera hubungi dokter
THT untuk evaluasi dan melakukan pemeriksaan barium shallow (khususnya pada
pasien dengan keluhan nyeri leher dan dada) atau pemeriksaan rigid esofagoskopi
Lihat gambar 1 algoritme manajemen benda asing di tenggorok
3. Tes rinne : dapat positif (pada tuli parsial : konduksi melalui udara tetap lebih
baik daripada konduksi tulang) atau false negatif (tuli total : suara konduksi
tulang pada telinga yang tuli akan terdengar oleh koklea yang intak pada sisi
yang lain)
Penyebab :
1. Trauma pada telinga atau kepala : trauma menyebabkan robeknya membrana
intralabirin (fistula perilimfe)
2. Infeksi virus : mumps, campak, varisela
3. Vaskuler : gangguan mendadak pada aliran darah ke koklea
4. Sifilis
5. Neuroma akustik : biasanya muncul dengan gejala kehilangan pendengaran
unilateral
6. Idiopatik
Terapi dilakukan secara empiris bila penyebab tidak ditemukan
1. Kortikosteroid sistemik : prednisolon dengan dosis yang diturunkan selama 5
hari
2. Obat-obatan vasodilator : Tanakan (ginko biloba) 1 tab 3x/hari
3. Anti virus : acyclovir (800mg 5x/hari selama 1 minggu)
Tidak
Foto roentgen leher lateral
kondisi jaringan lunak
Tidak
Ya
Benda asing Rujuk ke dokter THT
terlihat?
Tidak
Ya Rujuk ke dokter THT untuk
Apakah pasien masih evaluasi, pemeriksaan barium
merasakan gejala? swallow/ rigid esofagoskopi
SINUSITIS
Secara klasik dibagi menjadi :
1. Akut : gejala < 3 minggu
2. Subakut : gejala antara 3 minggu sampai 3 bulan
210
Pemeriksaan radiologis :
1. Sinusitis tanpa komplikasi sering tidak terdiagnosis secara klinis dan
pemeriksaan radiologis tidak disarankan untuk dilakukan
2. Pemeriksaan foto polos sinus seringkali false negatif (40%). Tanda infeksi
pada pemeriksaan radiologis memberikan gambaran : air-fluid level pada
daerah sinus atau paranasal yang terinfeksi.
Singkirkan adanya komplikasi : perluasan infeksi intrakranial, osteomyelitis
dan selulitis orbitalis pada anak
Target terapi pada sinusitis tanpa komplikasi :
1. Mengurangi obstruksi pada ostium sinus
2. Jangan gunakan antihistamin karena membuat sekret bertambah tebal :
a Dekongestan nasal : oxymetazoline (Iliadin) tetes nasal, Dosis :
Dewasa 0.05%; anak : 0.025%; bayi 0.01% selama 3-5 hari
b. Dekongestan sistemik : pseudoefedrin (sudafed)
c. Antibiotik : secara empiris yang sesuai untuk H.influenzae dan
Streptococcus pneumonia; Moraxella catarrhalis pada pasien anak.
Dosis: diberikan minimal 10-14 hari
Augmentin Bactrim
Dewasa 625mg 2x/hari 2 tab 2x/hari
211
TONSILITIS AKUT
Pasien datang dengan keluhan panas dan nyeri tenggorok
Pemeriksaan fisik : tonsil tampak kemerahan, bengkak disertai dengan eksudat
purulen
Penyakit lain yang perlu diperhatikan : difteri, mononukleosis infeksiosa
Terapi pasien dengan antibiotik (penisilin adalah antibiotik pilihan untuk
tonsilitis akut), obat hisap, obat kumur dan antipiretik
Pikirkan untuk pemberian antibiotik intravena/hidrasi bila :
1. Tonsilitis yang lama
2. Pasien dengan panas yang berkepanjangan
3. Pasien yang kesulitan menelan
4. Pasien yang tampak dehidrasi
Pasien dapat dipulangkan dengan obat antibiotik oral selama 10 hari,
kemudian kontrol ke dokter umum bila tidak ada keluhan. Bila terjadi tosilitis
berulang dalam beberapa tahun, atau beberapa kali dalam setahun maka pasien
disarankan kontrol ke poliklinik THT.
Penting
• Keluhan seperti malaise atau kemampuan fungsional yang menurun dapat
merupakan tanda penyakit serius.
• Fungsi kognitif yang tidak normal dapat terlewatkan,kecuali prosedur formal
dilakukan di IRD.Fungsi kognitif dapat dievaluasi through dua langkah:
1.orientasi waktu,tempat dan personal.
2.mengingat tiga item setelah 1 menit.
• Bila hasilnya abnormal,alat formal untuk menilai status mental yaitu
AMT(Abbreviated Mental Test),can digunakan untuk menilai kemampuan
kognitif pasien.
• Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diagnosis&pengobatan pada
penderita tua:
1.keluhan yang tidak dapat disampaikan oleh pasien dan tanda-tanda pada
pasien yang tidak muncul dengan jelas akibat usia yang telah
lanjut,pendamping penderita yang teliti.
2.manifestasi penyakit serius yang tidak jelas pada orang tua menjadikan
diagnosis sulit.Bersiaplah untuk pemeriksaan lebih lanjut walaupun pada
pemeriksaan awal hanya ada temuan non spesifik.
• Pasien datang sudah dengan akumulasi dari banyak penyakit kronis yang dapat
mengaburkan adanya penyakit yang baru diderita.
• Pemberian polifarmasi dapat menurunkan komplians dan dapat terjadi
interaksi obat.Evaluasi semua obat yang diberikan untuk menyingkirkan
keluhan sekarang sebagai akibat dari pemberian polifarmasi.
213
2.Penurunan fungsi
• Didefinisikan sebagai penurunan yang progresif pada kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
• Ada dua kesalahan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter
emergensi,yaitu:
1.melupakan masalah tersebut.
2.menganggap bahwa keadaan tersebut disebabkan oleh proses penuaan.
214
• Selalu berpikir bahwa penurunan fungsi yang terjadi merupakan akibat dari
penyakit baru yang terjadi atau penyakit kronis yang sudah dekompensasi.
• Cara intervensi terbaik untuk evaluasi penurunan fungsi adalah dari riwayat
penyakit penderita dan heteroanamnesis dari pendampingnya yang dapat
secara obyektif menilai gangguan yang terjadi sebagai masalah baru atau
masalah lama yang memburuk.
7.Penyakit infeksi
• Pada pasien lansia dengan keadaan sistim imun yang menurun dan juga
menderita penyakit kronis seperti diabetes
mellitus,demensia,malnutrisi,penyakit kardiovaskular,penyakit paru
kronis,kanker dan kecanduan alcohol akan beresiko tinggi untuk menderita
penyakit infeksi dan komplikasi sekundernya.
• keluhan-keluhan utama penderita lansia yang menderita infeksi adalah
anoreksia,sangat lelah,penurunan berat badan yang tidak jelas
penyebanya,inkontinensia yang baru diderita,bingung.Demam dan lekositosis
mungkin tidak terjadi pada kondisi sepsis,tapi jumlah netrofil sering
meningkat.
• Infeksi saluran pernafasan sering diderita oleh penderita lansia,termasuk
influenza,bronchitis dan pneumonia.Infeksi saluran kemih menempati urutan
kedua dan infeksi intraabdominal,termasuk kolesistitis,divertikulitis dan
apendisitis.Keadaan yang berbeda terjadi di tempat/panti wredha,yaitu 70-80%
penyakit infeksi yang menduduki 3 besar,yaitu pneumonia,infeksi saluran
kemih dan infeksi jaringan lunak.
• Memutuskan mengobati penderita infeksi dapat berobat jalan atau MRS dapat
merupakan keputusan yang sulit.Pertimbangan yang dapat dijadikan ukuran
216
Manajemen
• Tangani pasien pada area yang dapat diawasi : tanda vital, pulse oksimetri,
monitoring EKG terus menerus.
• Pertahankan jalan nafas
• Berikan oksigen, awalnya 100% non-rebreather face mask untuk
mempertahankan SpO2 >95%.
• Pasang jalur IV dan periksa darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim
jantung dan marker kardiak serum.
• Untuk menurunkan venous return, pasien dapat duduk tegak dengan kaki
menggantung dari tempat tidur.
• Lakukan EKG untuk mendiagnosa concomitant iskemik kardiak, MI yang
sebelumnya, disritmia jantung, hipertensi kronik, dan penyebab hipertrofi
ventrkular kiri lain.
• Lakukan CXR untuk mencari kardiomegali, dan diversi lobus atas. Penemuan
radiografik akan menetap selama beberapa hari walaupun pemulihan sedang
berjalan.
• Berikan diuretic, IV furosemide 40-60mg jika hemodinamik pasien stabil.
• Nitrodisc 5-10mg dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi gejala akibat
kongesti paru.
• Pada kasus yang parah, Infusion GTN akan menurunkan left ventricular end-
diastolic volume and pressure secara cepat dengan resolusi dari gejala.
• Monitor output urin untuk mengecek respon terapi.
218
Penempatan
• Belum ada penelitian yang menyatakan criteria pasien gagal jantung untuk
MRS
• KRS jika pasien :
1. tidak ada nyeri dada atau penyakit lainnya.
2. respon terhadap diuretic yang diberikan di ED (nyaman saat istirahat pada
udara ruangan, SpO2 pada udara ruang ≥ 95%).
3. tidak menunjukkan bukti radiologik adanya gagal jantung
• KRS dengan ketentuan follow up pada klinik rawat jalan jika:
1. loop diretik, cth : lasix 40 OM, dan suplemen potassium, cth span K 1,2
mg OM jika pasien tidak menggunakan diuretic sebelumnya dan
urea/elektrolit/kreatinin normal.
2. tingkatkan dosis diuretic jika sebelumnya pasien telah menjalani
pengobatan tersebut.
3. jika terdapat concurrent hipertensi, disamping loop diuretic, berikan ACE
inhibitor cth Captopril 6,25-12,5mg 3x/hari atau hidralazin 25 mg 3x/hari.
4. nasehatkan diet rendah garam dan restriksi cairan.
• MRS jika pasien :
1. Disritmia simptomatik
a. Sinkope atau presinkope
b. Serangan jantung
c. Multiple discharge dari implantabel defibrillator
2. MI baru atau iskemik
3. Onset baru dengan gejala baru gagal jantung
4. Dekompensasi gagal janutng kronik
5. Faktor pencetus kurang reversible
6. Edema anasraka atau signifikan
7. Kurangnya support keluarga
8. Hipotensi
219
Definisi
Hepatic encephalopathy didefinisikan sebagai sindrom AMS dan keadaan
neuropsikiatrik reversible sebagai komplikasi dari penyakit liver.
Klasifikasi
• Encephalopathy terkait kegagalan liver akut
• Encephalopathy terkait sirosis hati dan hipertensi portal
• Anamnesa :
1. Overdosis paracetamol
2. penelanan toksin seperti fenfluramin
3. penggunaan kokain dan ekstasi.
4. penggunaan obat IV.
5. riwayat perjalanan dengan maksud menyingkirkan kemungkinan hepatitis
A dan E
6. Riwayat hubungan seksual untuk mengetahui kemungkinan hepatitis B.
• Pemeriksaan fisik harus tidak menunjukkan chronic liver disease,
tanda neurologik fokal atau demam tinggi, untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab ensefalopati yang lain.
• Grade ensefalopati :
I Kurangnya kewaspadaan ringan, ansietas, euphoria, atensi jangka
pendek.
II Letargi atau apati dengan disorientasi minimal terhadap waktu dan
tempat, pasien mungkin menunjukkan perubahan kepribadian atau
perilaku
III Stupor dan kebingungan
IV Koma
• Manajemen :
1. Tangani di area critical care
2. Pertahankan jalan nafas dan oksigenasi, kalau perlu lakukan intubasi (jika
px koma atau ada airway compromise)
3. Monitoring EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri.
4. Pasang jalur IV perifer
5. Cairan IV : infus NS untuk mempertahankan perfusi perifer
• Terapi obat : IV manitol 20% : 1g/kgBB
• Pemeriksaan Penunjang :
1. GDA
2. FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, LFT
3. Serum toksikologi (jika relevan)
4. Skrining hepatitis A,B,C, D dan E (anti-HAV IgM, HbsAg, anti-HBS,
anti-HCV, anti-delta, anti-HBE).
5. CT scan kepala urgen untuk mendeteksi edema serebral.
• Penempatan : konsul gastroenterology dan MRS pada ICU.
• Terapi obat:
1. IV D50% 40ml pada hipoglikemi, dan IV thiamine 100mg jika pasien
menderita sirosis alkoholik.
2. IV nalokson 2mg jika px memiliki significant obtundation.
3. IV Flumazenil 0,5mg diulang setelah 5 menit
• Membalikkan Keadaan Ensefalopati :
1. Lactulosa 30ml PO atau lactulosa enema: menyebabkan diare osmotic
yang membantu flora normal untuk menurunkan produksi ammonia.
2. Antibiotik Oral : RCT menunjukkan manfaat klinis pada penggunaan
antibiotik.
3. Proteksi mukosa GI : Omeprazole 20-40mg IV perlahan selama 5 menit.
• Penempatan : konsul gastroenterology untuk meng-MRSkan pasien
ke unit HD (atau ICU jika px diintubasi).
222
Masalah akut yang berasal dari system hepatobiliari yang datang pada dokter
emergency bisaanya dengan komplikasi biliary stone disease. Macam-macam
presentasinya adalah dibawah ini.
Kolik Bilier
• Manifestasi terseing dari biliary stone disease.
• Dapat terjadi pada pasien remaja, walaupun sering diderita oleh
pasien wanita yang mengalami obesitas pada usia 30 dan 50 tahun.
• Nyeri terdapat pada bagian tengah kuadran kanan atas atau
epigastrium.
• Nyeri bisaanya mulai secara akut dan dapat menjalar ke sudut
inferior pada scapula kanan.
• Nyeri bersifat kolik tanpa interval bebas nyeri antara eksaserbasi
(tidak seperti kolik ureterik dimana terdapat interval bebas nyeri)
• Nyeri dapat dicetuskan oleh ingestion makanan dan terutama yang
berlemak atau makanan besar.
• Gambaran lain yang terkait adalah sensasi distensi pada abdominal
bagian atas atau ‘bloating’, nausea dan vomiting.
Caveats
• Selalu cari gejala obstruktif jaundice dimana keadaan ini lebih sering
menunjukkan adanya biliary ductal daripada gallstone disease.
223
Kolesistitis Akut
• Bisaanya datang dengan keluhan nyeri visceral awal yang menyerupai kolik
bilier. Nyeri dapat berubah seiring waktu dan menjadi nyeri parietal yang konstan
yang terlokalisir tajam pada hipokondrium kanan. Nyeri bertambah seiring waktu
dan timbul dengan adanya gerakan.
• Sering terdapat latar belakang episode nyeri abdomen atas mirip dengan kolik
bilier, yang semakin memburuk dalam frekuensi dan severitasnya.
• Gejala terkait lain meliputi demam dengan atau tanpa menggigil, hilangnya
nafsu makan, nausea dan vomiting.
• Pada pemeriksaan, nyeri yang terlokalisir pada hipokondrium kanan dapat
menjadi petunjuk lebih lanjut.
• Massa palpable yang lunak, dan globular dibawah batas kosta kanan yang ikut
turun saat respirasi menunjukkan adanya masa inflamasi yang dibentuk oleh
omentum disekitar kandung empedu yang mengalami inflamasi, atau sebuah
empiema kandung empedu.
• Murphy’s sign ada ketika pasien mengeluh nyeri dan menahan nafas saat
dipalpasi di hipokondrium kanan; hal ini terjadi karena kandung empedu menjadi
bersentuhan dengan ujung jari pemeriksa selama inspirasi.
Caveats
• Nyeri tekan pada hipokondrium kanan tidak patognomonis untuk kolesistitis,
tanda ini juga ada pada kolangitis.
• Secara klasik, tidak terdapat tanda obstruktif jaundice.
• Selalu cari tanda dehidrasi atau labilitas hemodinamik pada pasien dengan
kolesistitis akut. Karena px sering mengalami vomiting dan anoreksia dan
dapat berkembang menjadi syok karena septisemia.
Kolangitis
• Tanda klasik adalah Charcot’s triad (nyeri abdomen kanan atas, demam dan
obstruktif jaundice).
• Mungkin ada riwayat batu embedu yang asimptomatik yang ditangani secara
konservatif, atau dengan pembedahan. Penelitian local menunjukkan 35,7%
pasien kolangitis menunjukkan Charcot’s triad, namun sebagian besar pasien
(95,7%) mengalami nyeri abdomen atas sebagai keluhan utama.
Caveats
• Sama dengan kolesistitis, pertimbangkan adanya dehidrasi dan labilitas
hemodinamik.
Diagnosa Banding
• Hepatitis, abses hati, eksaserbasi dyspepsia ulkus, perforasi ulkus peptic akut,
kolik ureterik, pankreatitis, divertikulosis juga pneumonia basalis kanan.
Manajemen
Pasien yang Stabil
• Tangani pada area intermediate acuity care
• Puasakan pasien selama investigasi dan terapi.
224
Caveats
• Riwayat penyakit terjadi dalam hitungan hari bukan dalam jam terkait dengan
keadaan diabetic ketoasidosis.
• Cenderung untuk terjadi hilangnya cairan, yang lebih besar daripada pada
DKA.
• Beberapa pasien dengan HHS sensitive terhadap insulin.
• HHS terkait dengan mortalitas yang tinggi dan harus diidentifikasi secara dini.
• Kriteria dignosa HHS :
1. Glukosa darah > 33mmol/l
2. pH arteri > 7,3 bikarbonat > 15 mmol/l
3. Tidak adanya ketonemia atau ketonuria hebat.
4. osmolalitas
Tips Khusus Bagi Dokter talal serum > 330 mOsm/kg H2O, atau serum osmolalitas
Umum:
+
efektif (2 x dx
• Pertimbangkan NaHHS+ kadar
padaglukosa
lansia + urea) >abnormalitas
dengan 320 mOsm/kg H2O
tanda
• Singkirkan penyebab lain seperti meningitis
vital atau status mental, atau dengan keluhan kelemahan, jika osmolalitas serum
tidak cukup
anoreksia atautinggi untuk menegakkan HHS.
fatigue.
• HHS dapat ditemukan bersamaan dengan pasien CVA, luka
bakar, MI, infeksi, pankreatitis atau obat (cth : diuretic, beta
blocker, glukokortikoid, neuroleptik, fenitoin, dan Calsium
Channel Blocker). Kemudian cek kadar GDA pada pasien lansia
untuk menyingkirkan adanya HHS atau DKA.
• Berikan infus NS sebelum mengirim pasien ke RS.
226
Manajemen
Terapi Suportif
o Pasien harus ditangani pada area yang dapat dimonitoring
o Berikan oksigen aliran tinggi
o Monitoring: EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 15-30 menit, kadar glukosa
dan potassium tiap 1-2 jam
o Suportif sirkulasi : deficit cairan rata-rata pada HHNK adalah 6-10 liter.
Separuh deficit air yang diperkirakan perlu untuk diganti selama 12 jam
pertama.
o Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin/kalsium/magnesium/fosfat, osmolalitas
serum, BGA, urinalisis.
o EKG, CXR untuk mencari penyebab keadaan HHS.
o Kateter urin untuk monitoring output urin.
Terapi Spesifik
o Replacement Volume intravena
1. jika pasien menunjukkan hipoperfusi jaringan signifikan, gunakan NS
sebagai bolus cepat sampai perfusi meningkat dan BP stabil. Berikan
setidaknya 1 liter NS pada jam pertama; selanjutnya diberikan dalam 2
jam. Kemudian ganti menjadi 1 liter NS 0,45% selama 4 jam berikutnya.
2. Jika pasien hipertensi atau mengalami hipernatremi signifikan (>155
mmol/l) berikan NS 0,45% dan ganti menjadi D5W IV ketika kadar
glukosa serum mencapai 16 mmol/l.
o Replacement Potassium : kurangnya potassium total tubuh pada
HHNK bisaanya lebih besar dari DKA. Pastikan terdapat output urin
sebelumnya, kemudian berikan :
1. Serum K+ <3,3 mmol/l berikan 20-40 mEq KCl pada jam pertama
2. Serum K+ 3,3-4,9 mmol/l berikan 10-20 mEq K+ per liter cairan IV (dapat
diberikan 2/3 KCl dan 1/3 KHPO4; penggantian fosfat diindikasikan jika
fosfat serum < 0,3 mmol/l).
3. Serum K+ > 5,0 mmol/l, tahan pemberian K+ namun periksa serum
potassium setiap 1-2 jam.
o Pemberian insulin : bolus tidak diperlukan karena pasien sanagt
sensitive sekali terhadap insulin. Berikan secara infus insulin regular 0,1
unit/kgBB/jam. Sesuaikan infus insulin untuk menjaga kadar glukosa darah
pada 14-16 mmol/l, sampai osmolalitas serum ≤ 315 mOsm /l dan pasien
dalam keadaan sadar.
227
Catatan : Kadar glukosa darah vena harus diperiksa tiap 1-2 jam karena dapat
berkembang menjadi HHH.
Panduan
o Osmolalitas Serum dapat diperhitungkan dengan persamaan ini: (2 x Na+)
+ glukosa + urea mOsm. (normal = sekitar 280-290 mOsm).
o Osmolal gap ditentukan dengan rumus diatas dan dibandingkan dengan
hasil lab yang diukur dengan metode molal freezing point depression.
Perbedaan yang didapat harus sekitar 10; jika lebih tinggi, partikel aktif
osmotic yang lain terdapat dalam serum seperti alcohol atau IVP dye.
Penempatan
o Lakukan konsultasi dengan bagian General medicine atau endokrin, lakukan
pengawasan pada HD. Setelah mendapatkan volume replacement awal,
bisaanya pasien tidak membutuhkan MRS dibagian ICU.
Definisi
• Hipertensi : tekanan darah (BP) 140/90 mmHg atau lebih, walaupun harus
diketahui bahwa tekanan darah merupakan suatu variable berkelanjutan. Tabel 1
menunjukkan klasifikasi berdasarkan JNC VII (seventh report of the Joint
National Committee) terhadap prevensi, deteksi, evaluasi, dan terapi tekanan
darah tinggi.
• Krisis hipertensi : peningkatan kritis BP dengan dengan peningkatan
tekanan darah diastolic. Tidak ada kadar BP absolute yang dapat mendefinisikan
krisis hipertensi, namun bila tekanan diastolic 120-130 mmHg dapat digunakan
sebagai pedoman. Krisis hipertensi meliputi hipertensi emergencies dan
urgencies.
1. Hipertensi emergency : jika peningkatan BP terkait dengan
disfungsi atau kerusakan end-organ yang akut atau sedang terjadi.
2. Hipertensi Urgensi : jika peningkatan BP terkait dengan disfungsi
atau kerusakan end-organ imminen. Hipertensi berat merupakan merupakan
228
Caveats
• Jika hasil BP terlalu tinggi atau terlalu rendah pada pemeriksaan dengan
menggunakan monitor, ulangi menggunakan pengukuran manual, dengan
ukuran cuff yang sesuai.
• Krisis hipertensi bisaanya terjadi pada pasien yang diketahui telah menderita
hipertensi. Penyebab sekunder hipertensi juga banyak ditemukan pada pasien
krisis hipertensi.
• Istilah accelerated hypertension, malignant hypertension, dan accelerated-
malignant hypertension digunakan untuk mendeskripsikan hipertensi berat
yang terkait dengan perubahan retina sesuai dengan Keith-Wagener-Barker
grading. Dimana dulu, grade 3 (perdarahan, cotton wool patches,
arteriosclerosis) dan grade 4 (papiledema) terkait dengan prognosis yang
buruk. Saat ini dinyatakan bahwa prognosis tidak berkaitan dengan
pemeriksaan funduskopi. Istilah ‘hipertensi emergency’ atau hipertensi
urgensi’ lebih disukai untuk digunakan saat ini.
• Hipertensi ensefalopati saat ini dipercaya jarang terjadi, dan keadaan AMS
sering ditemukan terjadi sekunder akibat stroke. Menyingkirkan diagnosa
tersebut sangat penting karena tindakan menurunkan BP pada pasien stroke
akut dapat berakibat serius. Pada stroke bisaanya BP hanya meningkat secara
ringan. CT scan kepala dapat membantu untuk membedakan kedua keadaan
tersebut.
229
Manajemen
Tangani pasien pada area yang dapat dimonitoring (critical atau intermediate)
• Berikan oksigen aliran rendah
• Monitor : EKG, pulse oksimetri, tanda vital tiap 5-10 menit
Apakah hasil pemeriksaan BP benar ?
• Ulangi dengan manual sphygmomanometer
• Periksa cuff yang benar
• Periksa lengan yang lain
• Ulang pemeriksaan kemudian jika asimptomatik
Apakah merupakan hipertensi emergency atau urgensi?
• Cari bukti adanya kerusakan end-organ
• Pemeriksaan klinik harus mencakup:
1. funduskopi untuk mencari pardarahan, eksudat, papil edema.
2. pemeriksaan neurologik untuk AMS, deficit fokal.
3. pemeriksaan kardiovaskular untuk kegagalan ventrikel kiri, murmur
regurgitasi aorta baru, bukti diseksis aortic.
• Bedside investigation : EKG, urin dipstick untuk hematuri dan
proteiuria, tes kehamilan urin pada wanita usia subur.
230
Penempatan
• Hipertensi Emergency : pasien harus MRS di ICU dengan konsultasi pada
General Medicine
• Hipertensi urgensi : dapat KRS jika respon baik dan BP dapat diterima setelah
4 jam monitoring, namun follow up harus dilakukan dalam 48 jam. Jika pasien
baru pertama kali didiagnosa hipertensi dengan penyebab yang belum pasti,
maka MRS pada bagian General medicine untuk evaluasi dan eksklusi
penyebab sekunder hipertensi.
64. Hipertermia
Francis Lee
PENTING
• Tidak ada petunjuk klinis untuk heat stroke dan banyak gejala dan tanda
adalah nonspesifik. Diagnosis, karena itu membutuhkan perhatian. Perubahan
status kesadaran, perubahan perilaku akut dan sinkop with suatu riwayat
paparan terhadap temperature yang tinggi seharusnya menyadarkan seseorang
untuk diagnosis dari diagnosis heat stroke.
• Banyak yang disertai temperature yang tinggi di luar ruangan. Penting untuk
dicatat bahwa aktivitas yang berkepanjangan atau berada di ruangan tertutup
tanpa ventilasi yang cukup atau pengatur aliran udara adalah faktor resiko
untuk heat stroke.
• Heat exhaustion adalah suatu prekursor dari heat stroke dan mempunyai
gambaran :
1. Kecemasan, irritabilitas, dan fatigue.
2. Rasa haus, polidipsi
3. hiperventilasi, carpopedal spasme.
4. Nausea, muntah
5. Peningkatan temperature rectal
6. Abnormalitas enzyme hepar ringan
7. Peningkatan level creatinin kinas.
• Tidak ada perbedaan yang jelas antara heat exhaustion dan heat stroke
dan dua kondisi tersebut mempunyai gambaran klinis yang sama,
membuat diagnosis sulit. Sebagai penuntun secara umum, pasien
dengan heat exhaustion umumnya tidak mempunyai riwayat perubahan
status kesadaran.
Diagnosis Diferential
Banyak kondisi menghasilkan perubahan status kesadaran dengan pireksia yang
menyerupai heat stroke :
1. Infeksi intracranial seperti meningitis, encephalitis.
2. Infeksi seperti typhoid, malaria.
3. hipertermia malignan, neuroleptic malignan syndrome.
4. Kelainan neurology seperti stroke, epilepsy.
5. Kelainan metabolic seperti thyroid storm.
Penatalaksanaan
• Langkah – langkah awal dalam penatalaksaan heat stroke :
1. Tempatkan pasien pada area resusitasi atau critical care
2. Kontrol ABC
3. Berikan oksigen
4. Pasang jarum intravena dengan jarum ukuran besar pada kedua fossa kubiti
dan infuse dengan cairan dingin
5. Pasang monitoring jantung dan vital sign.
6. Nilai temparatur rectal.
• Proses pendinginan penderita harus dilakukan dengan :
1. Lepaskan semua pakaian
2. Gunakan sebuah unit cooling body ( Metode pendinginan evaporasi )
atau kompres dan semprot dengan air dingin dan kipas angina.
3. proses pendinginan dilakukan sampai temperature rectal mencapai 38.5
C
• Pemeriksaan darah :
• Disposisi
1. Semua penderita heat stroke harus dirawat di rumah sakit
2. Pemulihan heat exhaustion tanpa kerusakan end organ dapat diobservasi di
IRD dan kemudian dapat dipulangkan.
Referensi
1. Weiner KS, Khogali M. A physiological body-cooling unit for heatstroke.
Lancet. 1980; 1:507.
2. Gaffin SL, Gardner JW, Flinn SD. Cooling methods for heatstroke victims.
Ann Intern Med 2000; 132(8):678.
65. Hipoglikemi
DEFINISI
Merupakan kadar glukosa darah yang rendah, bisaanya kurang dari 3,0 mmol/l pada
pemeriksaan vena, disertai dengan gejala dan tanda yang khas, yang akan kembali
membaik setelah dilakukannya koreksi.
CAVEATS
235
Penyebab
• Separuh jumlah kasus terjadi pada pasien diabetes yang sedang menjalani
pengobatan dengan insulin atau sulphonylurea.
• Penyebab hipoglikemi pada pasien yang terlihat sehat:
1. Medikasi/obat
a. Alkohol
b. Salisilat
c. Non selective beta blocker (dengan kelemahan respon adrenergic
terhadap stress)
d. Factitious hypoglycaemia atau overdosis insulin atau obat
hipoglikemik oral.
3. latihan/exercise yang berlebihan
4. Insulinoma
• Penyebab hipoglikemi pada pasien yang terlihat sakit
1. Sepsis dan syok
2. Infeksi : malaria, terutama dengan terapi quinine atau quinidine
3. Starvasi/kelaparan, anoreksia nervosa
4. gagal hati
5. Gagal Jantung (diffuse disfungsi liver)
6. Gagal ginjal (gluconeogenesis yang terganggu)
7. Endokrin
a. Insufisiensi Hipothalamus-pituitary-adrenal axis pada kortisol dan
growth hormone.
b. Insulin antibodies
8. Non islet cell tumour, cth sarcoma, mesothelioma
9. masalah hati congenital termasuk defek karbohidrat, asam amino dan
metabolisme asam lemak.
Manifestasi klinis
Hipoglikemi dapat muncul dengan manifestasi spectrum luas kelainan neurologik, a.l:
• Neurogenic/autonomic (BSL sekitar 2,8-3,0 mmol/l): keadaan simpatetic yang
berlebihan dengan diaforesis, takikardi, gugup, dan pucat.
• Neuroglycopenia (BSL < 2,5-2,8 mmol/l)
1. gangguan perilaku seperti iritabilitas, confusion dan agresi
2. penurunan tingkat kesadaran
3. Kejang
4. Defisit neurologik fokal
MANAJEMEN
• Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah vena, urea/elektrolit/kreatinin, LFT, FBC
2. Jika px tidak diabet, ambil 1-2 ekstra tube darah on ice untuk insulin
serum, C-peptide dan kortisol sebelum memberi terapi dan evaluasi
endokrinologi lanjutan.
3. jangan menunggu hasil lab akhir untuk memberikan terapi.
• Monitoring
1. periksa GDA 15 menit kemudian, selanjutnya setiap 30 menit pada 2 jam
pertama, dan setiap jam selanjutnya. Monitoring jangka panjang
dibutuhkan bila ada overdosis sulfonylurea dengan glibenklamide atau
chlorpropamide.
2. Pertimbangkan dosis ulangan jika tidak respon terhadap terapi, atau
berikan infus D5% atau 10% continous, jika ada kemungkinan penurunan
kadar gula darah yang terus menerus.
3. mayoritas pemulihan pasien terjadi dalam 20-30 menit.
4. jika terdapat keadaan AMS yang persisten, walaupun hipoglikemi telah
teratasi, pertimbangkan keadaan patologis lain, serta lakukan CT scan
kepala.
• Penempatan
1. Bergantung pada beberapa factor :
a. Etiologi hipoglikemi, termasuk agen penyebab.
b. Severitas deficit neurologik dan responnya terhadap terapi.
c. Respon kadar glukosa darah dan butuh replacement yang terus
menerus.
d. Adanya komorbiditis, seperti cedera kepala
e. Lingkungan social, ketersediaan yang merawat px, keinginan px
untuk bunuh diri.
2. secara umum, sebagian besar pasien harus di-MRS-kan dibawah
pengawasan bagian endokrinologi, General Medicine atau spesialis lain
tergantung etiologi dan komorbiditas. Semua kasus hipoglikemi karena
sulfonylurea harus di-MRS-kan karena efek jangka panjangnya.
3. pada kondisi yang menyebabkan kecenderungan hipoglikemi (overdosis
OHGA, kegagalan hati akut, sepsis berat), pertimbangkan MRS di ICU.
4. Jika penyebab hipoglikemi telah diketahui pasti dan bersifat reversible (cth
karena lupa makan setelah injeksi insulin), maka px dapat dipulangkan
setelah keadaan membaik.
238
66.OBSTRUKSI INTESTINAL
TITIK BERAT
Ψ presentasi klinis meliputi: nyeri perut, distensi, muntah
dan konstipasi,. Namun, muntah mungkin terlambat pada obstruksi letak
rendah and distensi mungkin minimal pada obstruksi letak tinggi
Ψ obstruksi usus dapat dibagi menjadi 2: mekanis dan
non-mekanis ( ileus )
Ψ selalu periksa kemungkinan hernia dan rectal tuse.
Sumbatan feses biasanya memberi gejala pseudoobstruksi
Ψ apabila sudah terdiagnosis, tentukan apakah terdapat
strangulasi
• Uremia
• pseudoobstruksi
Tabel 3 strangulasi
• Febris
• Shok
• Nyeri menetap setelah dekompresi
• Peritonitis dan shok
• Pada kasus strangulasi karena hernia eksternal, sumbatan terasa tegang, lunak,
tidak dapat berkurang, tidak dipengaruhi impuls batuk dan terdapat
peningkatan ukuran
Managemen
♣ pastikan airway paten dengan suplemen oksigen
♣ pasang infus kristaloid 500ml dalam 1-2 jam
♣ pemeriksaan lab. : DL, sample darah,
ureum/creatinin/elektrolit
♣ pasang NGT untuk dekompresi
♣ Rö: BNO 2 posisi ( berdiri dan supinasi) untuk
melihat dilatasi usus dan udara bebas
♣ EKG pada pasien tua
♣ Pasang kateter untuk mengetahui produksi urine
♣ Jika pernah terjadi strangulasi atau peritonitis,
segera konsultasi dengan ahli bedah
♣ Rochephin 1 gr IV dan metronidazole 500 mg IV
apabila pernah terjadi bowel sepsis
240
68. Malaria
Chong Chew Lan
Caveats
• Secara klasik, pasien tampak dengan paroxysm atau demam dengan puncak yang
tinggi setiap 48 jam (plasmodium vivax, p. Ovale) atau setiap 72 jam (P.
malariae). Infeksi P. falciparum bisa tidak menunjukkan paroxysm.
• Pertimbangkan malaria pada semua pasien dengan demam, terutama saat
rekrutmen tenaga militer, pekerja asing dan pasien yang baru saja mengadakan
perjalanan ke India, Amerika Selatan, Afrika atau Asia Tenggara.
• Chemoprophylaxis bisa jadi tidak menyebabkan malaria sebagai akibat dari
resistensi obat dan dosis yang tidak tepat.
• Tanda-tanda klinis:
1. Malaise 8. Cerebral oedema
2. Muntah 9. Gagal Jantung
3. Diare 10. Pulmonary oedema
4. Haemolytic anaemia 11. Shock
5. Jaundice 12. Gagal Ginjal
6. Splenomegaly 13. Hypoglycaemia
243
7. Pusing
• Penurunan kesadaran bisa sering terjadi, khususnya dengan infeksi p.falciparum.
• Cari hypoglycaemia sebagaimana malaria dan quinine dapat menyebabkan
hypoglycaemia.
• Selalu cari komplikasi dari malaria sebagai berikut:
1. Superimposed gram – negative sepsis
2. Malaria respiratory distress or pulmonary oedema
3. Cerebral malaria
4. Shock
5. Anaemia
6. Acidosis
• Mefloquine tidak direkomendasikan pada pasien dengan neuropsychiatric atau
cardiac conduction defects
PENATALAKSANAAN
• Kirim sediaan darah tebal dan tipis untuk pemeriksaan malaria pada setiap pasien
yang datang dari daerah malaria.
• Bila parasit tidak terlihat, usapan ulangan harus dilakukan setidaknya dua kali
dalam waktu tiga hari untuk mengeluarkan malaria.
• Masukkan semua pasien dengan malaria
Caveats
• 2-4% kasus MI secara tidak tepat dipulngkan ke rumah masing-masing.
Mayoritas kasus meliputi kasus pada pasien muda yang tidak dicurigai AMI,
px lansia yang tidak menunjukkan gx yang khas. Sehingga AMI harus
dieksklusikan pada px tua, juga pasien diabetes dengan gejala kardiak,
respirasi, dan neurology yang tidak terjelaskan.
• Faktor menyebabkan miss diagnosa MI:
1. kegagalan untuk melakukan pemeriksaan penunjang (EKG, serum marker)
2. Tidak dipertimbangkannya dx
3. KRS yang tidak tepat dari ED
4. interpretasi yang salah dari hasil tes (EKG atau serum marker)
5. Terlalu bergantung pada hasil pemeriksaan yang negative (EKG dan single
serum marker yang negative)
• Karakteristik AMI yang tidak spesifik :
1. kepribadian (maskulinitas, calmness, independent, kecemasan yang
rendah)
245
Manajemen
• oksigen dengan masker, monitoring tanda vital
• Aspirin oral 300mg
• S/L GTN 1 tab dan ulang setelah 5 menit (untuk menyingkirkan perubahan
EKG karena spame koroner).
• Lakukan right-side ECG pada MI inferior untuk menyingkirkan concomitant
right ventricular infarct.
• Pasang IV plug dan tes darah, cth: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim
kardiak, Troponin T, PT/PTT, dan GXM 2U PCT. Hindari arterial puncture.
246
• IV morfin 2-5mg bolus lambat. Ulangi dengan interval 10 menit sampai nyeri
berkurang.
• Pertimbangkan IV metoklopramid 10 mg sebagai antiemetik.
• IV GTN 20-200µg/menit, terutama pada:
1. nyeri dada iskemik yang terus-menerus
2. gagal ventrikel kiri
3. Hipertensi
Meningkat 5-10 µg/menit, pada interval 5-10 menit sampai nyeri dada
menghilang atau MAP turun 10%. Hentikan bila terjadi hipotensi. Hati-hati
pada MI inferior karena pasien dapat mengalami concomitant right ventricular
infarct, dimana nitrat merupakan kontraindikasi.
• Pertimbangkan Myocardial salvage therapy, contoh PCI
(procedural coronary intervention) versus trombolisis (PCI lebih disukai bila
tersedia). Lihat tabel 1.
Kerugian Patensi terbatas, cth arteri terkait Terbatas pada efikasi yang
infark, terjadi pada 60-85% terlambat
pada pasien, dengan normal Kurang luas tersedia
TIMI grade 3 epikardial Membutuhkan tenaga ahli
coronary flow pada 45-60%
pasien
Efikasi klinis yang lebih rendah,
cth : reperfusi optimal tidak
tercapai pada >50% pasien, dan
reoklusi infark pembuluh darah
terjadi 5-15% pada minggu I
dan 20-30% dalam 3 bulan
Resiko perdarahan
• Pertimbangkan apakah pasien merupakan kandidat untuk terapi
trombolitik dengan criteria sbb:
1. nyeri dada khas AMI
2. peningkatan segment ST paling tidak 1mm pada setidaknya 2 lead EKG
inferior atau elevasi paling tidak 2mm pada setidaknya 2 lead EKG
anterior
3. Kurang dari 12 jam dari onset nyeri dada
4. Kurang dari usia 75 tahun
247
SK rtPA
1. paling sering digunakan dan 1. dapat digunakan pada kedua
ekonomis gender
2. pilihan yang lebih baik jika resiko 2. kurang dari usia 50th
perdarahan intracranial lebih 3. anterior AMI
besar (cth: usia tua) karena 4. kurang dari 12 jam dari onset
penggunaan rtPA berakibat nyeri dada
terhadap peningkatan resiko
perdarahan intracranial.
SK rtPA
1. IV SK 1,5 mega unit dalam 1. 100mg rtPA dilarutkan dalam
100ml NS selama 1 jam 100ml air steril
2. berikan 15mg IV bolus
3. Berikan infus IV 0,75mg/kg
selama 30 menit (tidak lebih dari
50mg)
4. diikuti dengan infus IV 0,5mg/kg
selama 60 menit (tidak lebih dari
35mg)
• jika pasien syok, selalu cari factor penccetusnya:
1. lakukan pemeriksaan rectum untuk mencari perdarahan GIT.
2. jika pasien bradikardi, terapi menurut pedoman ACLS
3. jika pasien takikardi, terapi menurut pedoman ACLS
4. jika pasien memiliki right ventricular infarct
a. lakukan right-side lead pada adanya ST elevasi di lead II, III dan aVF
seperti AMI inferior (gambar 1a). cari paling tidak 1 mm ST elevasi
pada V4R, V5R dan V6R (gambar 1b).
b. jika demikian, berikan fluid challenge 100-200ml NS selama 5-10
menit dan periksa responnya.
c. Bisa diulang jika pasien tidak menjadi sesak dan tidak ada tanda klinis
edema pulmonal.
d. Mulai inotropik (IV dobutamin/dopamine 5-20 µg/kg/menit) jika BP
tetap rendah dengan pemberian 500ml cairan IV.
5. jika pasien syok kardiogenik karena komplikasi mekanik, cth disfungsi otot
papillary atau rupture, septal rupture atau tamponade jantung dari rupture
dinding dada.
a. konsul kardiologis dan bedah TKV
b. sementara itu mulai terapi support inotropik, cth dobutamin/dopamine
5-20 µg/kg/menit.
c. Pasang kateter untuk mengukur output urin.
Definisi
Drowning syndrome bervariasi dari minimal aspirasi air dengan angka keselamatan
mulai dari yang baik sampai pada severe pulmonary injury dengan kematian.
Bermacam-macam terminology digunakan untuk mendiskripsikan keadaan sebagai
berikut:
• Tenggelam : proses dimana usaha bernafas untuk menghirup udara terendam
didalam cairan.
• Near Drowning : tenggelam sebagian dengan temporary survival.
• Submersion incident : istilah yang paling ntral untuk mendeskripsikan
seseorang yang mengalami efek berkebalikan setelah mengalami tenggelam
sebagian di dalam air.
Caveats
• Penyelamatan segera (< 5 menit) dan resusitasi awal di tempat kejadian
merupakan kunci keselamatan pasien.
249
Penempatan
• bisaanya semua kasus near drowning diMRS-kan
• pasien yang terlihat baik harus ditangani dan diawasi selama 12 jam dan di-
KRS-kan bila:
1. pasien terlihat baik dan sadar
2. tidak ada abnormalitas tanda vital
3. CXR normal
4. memiliki pengawas yang dapat diandalakan di rumah
• MRS di ICU jika:
1. pasien diintubasi
2. AMS berkelanjutan
3. parameter tidak stabil setelah resusitasi
Prognosis
• Buruk jika :
1. anak usia < 3 tahun
2. durasi tenggelam diperkirakan > 5 menit
3. tidak resusitasi selama 10 menit setelah penyelamatan
4. datang pada ED dalam keadaan koma atau kollaps
5. delayed respiratory gasp hanya 20 menit setelah penyelamatan.
Penting
• Semua pasien malignansi dapat jatuh pada kondisi emergensi/gawat yang
diakibatkan karena pengobatan dengan sitostatika/kemoterapi atau akibat
langsung dari malignansinya.
• Ada beberapa prinsip penting yang harus diingat bila merawat penderita
tersebut di IRD:
1.bila perlu,dokter yang merawat penderita sebelumnya harus cepat diberitahu.
251
1.Sepsis netropenia
• Merupakan kondisi yang paling sering terjadi akibat kemoterapi dan fatal.
• Definisi netropenia adalah jumlah absolute netrofil < 1.000/m³
Penatalaksanaan:
A.terjadinya sepsis netropenia tergantung jenis obat yang diberikan(lihat table
1).
B.semua penderita malignansi yang dalam pengobatan kemoterapi atau
radioterapi dengan febris >38ºC harus dirawat di P2 dengan prioritas tinggi.
C.periksa laboratorium/penunjang:
-DL,urea/elektrolit/kreatinin,fungsi hati dan foto thoraks.
D.Bila terjadi netropenia,lakukan penanganan seperti penderita
sepsis,kerjakan:
1.kultur darah,baik kondisi aerobic maupun anaerobic sebanyak 2 kali
(satu pada masing-masing lengan)
2.kultur urin dan tes sensivitas antibiotic,dan
3.kultur semua pus yang keluar dari tubuh penderita.
E.secepatnya berikan antibiotic (setelah darah untuk kultur diambil) sebelum
MRS:
1.ceftazidime intravena(Fortum) 1-2 gram dan gentamisin 2mg/kgBB.
2.bila pasien tampak parah,berikan ceftazidime intravena(Fortum) 2gram,dan
amikasin 7.5mg/kgBB.
Peringatan:
1. jangan melakukan injeksi IM,pemasangan kateter atau colok dubur kecuali
kondisi pasien kritis.
2. untuk semua penderita malignasi yang dalam pengobatan
kemoterapi/radioterapi dengan keluhan demam tapi hasil hitung absolute
tidak netropenia,tidak perlu memberikan antibiotic di IRD.
3. bila penderita dalam pengobatan kemoterapi,tapi tidak ada febris dan tidak
netropenia,lebih baik penderita dirawat,terutama bila durasi terjadinya
keadaan netropenia belum terlewati(kecuali bila dokter yang merawat
penderita tersebut mengijinkan untuk pulang).
2.Trombositopenia
• akan terjadi ancaman perdarahan sistim saraf pusat bila jumlah trombosit
<20.000
• panatalaksanaan:
A.rencana tranfusi 6 labu trombosit.
B.peringatan:
-hindari suntikan IM,hindari pemberian NSAIDs dan,
-pasien dipaksa untuk istirahat total.
C.disposisi:kirim ke ruang onkologi.
3.Hiperkalsemia
• definisi jumlah serum kalsium yang terionisasi yang meningkat diatas normal.
• Pertimbangan untuk diagnosis:
Sulit untuk mendiagnosis hiperkalsemia berdasarkan keluhan pasien dan
secara klinis,tapi tanda-tanda umum yang dapat membantu:
1.nyeri/sakit,letargi,lemah,mual/muntah,dehidrasi,poliuria,polydipsia,konstipa
si,
bingung,penurunan kesadaran,kejang dan koma.
• Harus dicurigai terjadi hiperkalsemia semua penderita kanker yang merasa
tidak nyaman atau depresi,terutama jenis kanker yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia,misalnya karsinoma skuamous sel,kanker
payudara,limfoma,mieloma dan clear cell.
• Pemeriksaan lab: kadar ion kalsium dalam serum.
• Penatalaksanaan: rehidrasi aktif dengan normal salin sampai 3-4liter/24
jam(pada kondisi berat) untuk koreksi dehidrasi dan untuk meningkatkan
produksi urin dan ekskresi kalsium(100-250ml/jam)
• Hati-hati bila memberikan diuretika,karena dapat memperberat
hiperkalsemia,kecuali pasien dalam kondisi kelebihan cairan.
2.pendekatan praktis:
A.nyeri punggung tanpa disertai deficit neurologist:
1.foto roentgen vertebra,bila normal rencanakan pemeriksaan
scan tulang
2.bila foto roentgen tidak normal,cepat lakukan
MRI/mielogram.
B.nyeri punggung dengan deficit neurologist, segera berikan
injeksi steroid pada
Pasien dengan riwayat pasti menderita kanker(adanya hasil PA)
1.secepatnya steroid diberikan,bila kompresi spinal sudah
dipastikan atau
diduga kuat atau,
2.kolaps vertebra,
3.hilangnya gambaran pedikel pada roentgen.
Berikan deksametason dengan dosis 12-16 mg dilarutkan dalam
50ml normal,secara infuse cepat,dilanjutkan 4mg tiap 6 jam.
4.secepatnya kontak dan konsultasi dengan oncologist.
Peringatan:bila tidak ada bukti nyata bahwa pasien benar-benar
menderita kanker
Maka steroid jangan diberikan,tapi kontak ahli onkologi untuk minta saran.
6.Efusi pericardial
254
• Komplikasi ini sering pada pasien kanker paru dan kanker payudara,tapi dapat
terjadi oleh kanker lain,seperti limfoma yang menunjukkan metastase ke
pericardium.
• Mendiagnosis efusi pericardial sulit,tapi dapat dicurigai bila terdapat:
1.sinus takikardia
2.hasil EKG yang low voltage.
3.suara nafas yang bersih.
4.JVP distended(kussmaul’s sign)
5.Pulsus paradoksal(tekanan darah systole turun >10mmHg saat inspirasi).
7.Emboli paru
• Pasien kanker resiko untuk terjadi DVT dan emboli paru meningkat akibat
tirah baring yang lama dan masalah hiperkoagulabilitas.(lihat alur penanganan
Emboli Paru)
• Mampu mendiagnosis awal dan penanganan yang tepat akan memberikan hasil
yang lebih baik.
• Penatalaksanaan:segera kontak ahli onkologi/IPD.Bila mungkin pasien
dipersiapkan untuk CT scan spiral dengan kontras intravena.
73 Pankreatitis Akut
Definisi
255
Target Manajemen
Mengetahui:
• Apa penyebab penkreatitis? Penyebab mungkin antara lain batu empedu
dimana px memiliki riwayat kolik bilier sebelumnya atau fat dyspepsia.
Konsumsi alcohol kronik juga merupakan penyebab umum, dimana keluhan
nyeri abdomen ditemukan pada pengkonsumsi alcohol berat. Lihat tabel 2.
• Seberapa parah pankreatitis? Lihat petunjuk sbb:
1. Tanda kehilangan cairan yang berlebihan (‘Third space losses’) dan
compromised end organ perfusion.
a. Secara klinis dehidrasi
b. Kebingungan
c. Ascites
d. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat > 10%)
e. Peningkatan urea/creatinin
f. Asidosis metabolic
2. Tanda kegagalan organ
a. Koagulopati (DIC screen posistif)
b. Gagal ginjal (peningfkatan kreatinin, asidosis metabolic,
hiperkalemia)
c. Distress respiratori dan hipoksia (PaO2 dan SaO2 rendah)
3. Tanda sepsis
256
Protokol Manajemen
• Pada semua pasien pankreatitis akut
1. puasakan px
2. mulai drip saline. Bila tidak ada dehidrasi, berikan dengan maintenance
rate 2,5-3 liter/hari.
3. berikan oksigen dengan masker
4. jika px vomit (karena gastroparesis) masukkan NGT untuk dekompresi
lambung
5. berikan analgesic parenteral. Opiate seperti pethidin tidak secara tegas
menjadi kontraindikasi dan memberikan penghilang nyeri yang terbaik.
Hindari NSAID pada px dehidrasi atau organ compromise karena resiko
nefrotoksik.
6. jika pasien memiliki riwayat penyakit ulkus peptikum, berikan profilaksis
terapi supresi asam. Reduksi asam tidak mempengaruhi keparahan
pankreatitis.
7. lakukan penentuan serum amylase.
8. lakukan CXR, untuk mencari respiratory compromise dan mengeksklusi
ddx lain, seperti pneumonia basalis atau perforasi viscus.
9. pada px dengan factor resiko kardiak, lakukan EKG dan enzim kardiak
untuk mengeksklusi angina atypical/AMI.
10. pada pasien dengan tanda kolangitis (demam tinggi, peningkatan TWC dan
kolestatik LFTs) berikan antibiotik IV setelah sebelumnya melakukan
kultur darah. Gunakan cephalosporin generasi ketiga, cth : cefuroxime atau
257
Caveats
• Agent aktif pada banyak pestisida dan insektisida adalah parathion, yang
berikatan secara irreversible dengan kolinesterase untuk membentuk ikatan
dietilfosfat.
• Atropin merupakan antidote fisiologi antimuskarinik yang bekerja secara
kompetitif memblok efek muskarinik asetilkolin.
• Atropin tidak memiliki efek pada reseptor nikotinik pada myoneural junction
pada otot bergaris, yaitu tidak akan mengembalikan paralysis.
• Pralidoxime merupakan antidote biokimia yang bereaktivasi dengan
kolinesterase yang menyebabkan proses fosforilasi oleh organofosfat. Naumn
pralidoxine harus diberikan dalam waktu 24-36 jam pertama setelah paparan.
Jika tidak, molekul kolinesterase dapat berikatan erat serta kolinesterase baru
akanmembutuhkan waktu berminggu-minggu untuk regenerasi.
• Presentasi klasik : pasien dengan vomiting dan diare, diaforesis, nafas berbau
insectisida dan pupil yang kecil. Hati-hati dx yang berlebihan terhadap
gastroenteritis.
Patofisiologi
• Organofosfat menghambat asetilkolinesterase, yang akan berakibat pada
akumulasi asetilkolin yang berlebihan pada myoneural junction dan sinaps.
• Asetilkolin yang berlebihan akan mengeksitasi kemudian membuat paralise,
neurotransmisi pada motor end plate dan menstimulasi nikotinik dan
muskarinik:
1. efek muskarinik : singkatan DUMBELS berguna untuk mengingat karena
gejala dan tanda ini berkembang lebih awal, 12-24 jam setelah ingestion.
D Diare
U Urinasi
M Miosis (absent pada 10% kasus)
B Bronchorrhoe/bronkospasme/bradikardi
E Emesis
L lacrimasi
S salivation dan Hipotensi
2. Efek Nikotinik
a. Diaforesis, hipoventilasi, dan takikardi
b. Fasikulasi otot, kram dan kelemahan yang menyebabkan flaccid
muscle paralysis
3. Efek CNS
a. Ansietas dan insomnia
b. depresi nafas
259
Manajemen
Terapi suportif
• Pastikan semua staff menggunakan perlengkapan proteksi karena absorsi
perkutaneus dan inhalasi dapat menyebabkan keracunan.
• Px ditangani pada area critical care, dengan perlengkapan resusitasi yang
selalu tersedia.
• Lakukan detoksifikasi dengan melepas pakaian px dan cuci kulit px
seluruhnya.
• Pertahankan patensi jalan nafaslakukan intubasi orotrakeal jika px apnue,
atau tidak memiliki gag reflex. Suction aktif berkala dibutuhkan bila ada
bronkorhoea.
• Berikan oksigen aliran tinggi via non-rebreather reservoir mask.
• Lakukan gastric lavage jika ada indikasi, terutama pada beberapa jam
pertama setelah ingestion.
• Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
• Pasang jalur IV.
• Cairan IV : kristaloid untuk menggantikan hilangnya cairan melalui vomiting
dan diare.
• Lab : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, kolinesterase plasma gaster dan
specimen toksikologi serum
Terapi Obat
• Arang aktif via gastric lavage tube. Dosis 1g/kgBB
• Atropin : obat pertama yang diberikan pada keracunan simptomatik.
1. penggunaan utamanya adalahreduksi bronkorrhoea/bronkospasme
2. Dosis besar mungkin dibutuhkan untuk mengontrol sekresi jalan nafas.
Dosis : dewasa : 2 mg IV tiap 10-15 menit prn; dosis dapat digandakan tiap 10
mneit sampai sekresi terkontrol atau tanda atropinisasi jelas (flush, kulit
kering, taikardia, midriasis, dan mulut kering).
Anak-anak : 0,05 mg/kgBB tiap 15 menit prn, dosis dapat digandakan tiap 10
menit sampai sekresi terkontrol.
• Pralidoxime (2-PAM, Protopam)
1. pralidoxime harus diberikan dengan atropine pada tiap pasien simptomatik
2. efek akan terlihat dalam 30 menit dan meliputi hilangnya kejang dan
fasikulasi, perbaikan kekuatan otot dan pemulihan kesadaran.
3. pemverian pralidoxim bisaanya mengurangi jumlah atropine yang
diberikan serta dapat unmask toksisitas atropine.
Dosis : Dewasa : 1gm IV selama 15-30 mneit; dapat diulang dalam 1-2 jam
prn
Anak-anak : 20-25 mg/kgBB IV selama 15-30 menit; dapat diulang 1-2 jam.
• Diazepam (Valium) : digunakan untuk mengurangi kecemasan dan
restlessness dan mengontrol kejang.
Dosis : 5-10 mg IV untuk kecemasan/restlessmess
Catatan : dosis dinaikkan sampai 10-20 mg IV mungkin diperlukan untuk
mengkontrol kejang.
Penempatan
260
BAB 74
Penting :
Kehamilan ektopik dan radang pelvis banyak terjadi pada pasien dengan keluhan
Ada trias klasik berupa nyeri/tenderness bagian perut bawah, nyeri gerak cervixal dan
nyeri pada kedua adnexa yang dideteksi dengan colok rektal atau vaginal. Gejalanya
meliputi keluarnya cairan vaginal, perdarahan atau dispareunia. Panas lebih dari 38
C, mual dan muntah serta ditemukan cairan purulen pada 95% wanita dengan
spekulum. Jika ada masa diadnexa bisa juga terdapat abses tuba maka perlu
dilakukan USG.
Faktor Predisposisi :
5. Aborsi
6. Kontrasepsi
7. Seringnya kencing
261
8. Merokok
Keadaan umum pada nyeri abdomen supakut adalah nyeri yang dalam dan bilateral.
Satu sisi perut nyeri dan ketegangan adnexa bukan radang pelvis. Bisa juga terjadi
nyeri kedua sisi perut dan ketegangan adnexa seperti kehamilan ektopik, abses tuba
ovarium atau torsi adnexa. Pada wanita yang kena apendiksitis gejala nampak singkat
dengan gejala gastrointestinal lebih menonjol, penderita kelihatan sakit dan lokasi
DL dan UL.
Penatalaksanaan
1. Menatalaksanaan di UGD.
2. Melakukan swab vagina untuk kultur, juga swab indocervikal untuk menemukan
Tips:
Konsul obstetri dan ginekologi jika didtemukan keadaan pasien yang toksic, tidak
1. Pemberian infus dan darah juga pemeriksaan lab : DL, RFT, elektrolit.
3. Melepas kontrasepsi
selama 10 – 14 hari dapat bergantian dengan erythromixin 500 mg per oral untuk
- Jika pasien keluar cairan maka selama 48 – 72 jam tidak boleh melakukan
PERHATIAN
• Sebagian besar pasien tidak datang ke IRD dengan penyakit ulkus peptik
karena keadaan tersebut hanya dapat didiagnosis secara endoskopis atau
radiologis. Sebagian besar datang dengan nyeri/rasa tidak enak pada perut kanan
atas.
• Diagnosis dyspepsia harus dipertimbangkan dahulu pada pasien dengan
nyeri/rasa tidak enak perut kanan atas kronis.
• Semua pasien berusia 40 tahun ke atas yang mengalami dyspepsia harus
diperiksa secara teliti terhadap kemungkinan keganasan lambung.
• Ulkus duodenum umumnya terjadi pada orang berusia 30-50 tahun sedangkan
ulkus gaster umumnya pada orang berusia diatas 60 tahun.
• Helicobacter pylori (H. pylori) berperan dalam >95% kasus ulkus duodenum
dan 70-80% kasus ulkus gaster.
• Penyebab kedua terpenting ulkus peptik adalah NSAID yang berperan pada
sebagian besar kasus ulkus dengan H. pylori negatif.
• Penyebab lain yang jarang adalah kondisi hipersekresi patologis seperti
gastrinoma (Zollinger-Ellison syndrome).
• Alkohol tidak terbukti berkaitan dengan ulkus peptik. Akan tetapi ulkus lebih
sering ditemukan pada pasien dengan sirosis hati, suatu penyakit yang berkaitan
dengan konsumsi alkohol.
GEJALA
• Pasien dengan ulkus peptik tanpa komplikasi umumnya datang dengan nyeri
atau rasa tidak enak pada perut. Selera makan yang buruk, rasa terbakar, mual dan
muntah juga dapat ditemukan.
• Gejala yang mencurigakan meliputi: penurunan berat badan, hematemesis atau
melena, anemia, disfagia, teraba massa di abdomen.
263
TATA LAKSANA
Tujuan tata laksana rasa tidak nyaman perut atas adalah untuk:
• Membuat diagnosis kerja (lihat Nyeri, Perut)
• Meredakan gejala
• Menentukan pasien yang memerlukan rawat inap
• Menentukan pasien yang memerlukan konsultasi spesialis.
DISPOSISI
Indikasi Rawat Inap
264
PERHATIAN
• Perdarahan per anum umumnya segar dan berwarna merah terang. Darah yang
bercampur dengan tinja menunjukkan etiologi yang lebih proksimal.
• Nyeri dan perdarahan yang timbul saat defekasi terjadi pad fisura ani.
Perdarahan yang berasal dari wasir umumnya tanpa nyeri.
• Pada abses perianal yang dalam dapat ditemukan nyeri kronis yang menetap
pada anus dengan sedikit tanda klinis. Pada keadaan ini diperlukan evaluasi
ultrasound endoanal oleh seorang ahli bedah saluran cerna.
• Abses perianal yang berulang pada daerah yang sama menunjukkan adanya
fistula ani yang mendasarinya.
265
HEMORRHOID
• Tampilan klinis
1. Perdarahan per rectum berwarna merah segar yang umumnya terjadi
setelah defekasi.
2. Perdarahan dapat terjadid alam jumlah yang bervariasi, tetapi umunya
swasirna.
3. Adanya massa yang prolaps memerlukan reduksi manual.
4. Massa yang prolaps dan nyeri serta berwarna kebiruan menunjukkan
adanya trombosis dan umumnya tak dapat direduksi.
5. Hemorrhoid derajat I tidak tampak di anus setelah defekasi. Gejala
utama adalah perdarahan setelahd efekasi.
6. Hemorrhoid derajat II menonjol melalui anus pada saat defekasi tetapi
tereduksi secara spontan.
7. Hemorrhoid derajat III tetap berada diluar anus kecuali didorong
kembali secara manual.
8. Hemorrhoid derajat IV tidak dapat didorong kembali ke dalam anus.
• Tata laksana akut
1. Perdarahan akibat hemorrhoid derajat I dan II
a. Tenangkan pasien
b. Lakukan pemeriksaan RT dan anuskopi untuk menyingkirkan
etiologi yang lebih proksimal.
c. Pulangkan pasien dengan pemberian bulking agents selama 6
minggu, misalnya dengan 1 sachet ispaghula, 2x/hari; atau dengan
micronized flavonoids dengan dosis 2x3 tablet selama 3 hari kemudian
2x2 tablet selama 2 minggu.
2. Perdarahan akibat hemorrhoid derajat III dengan trombosis ringan
a. Baringkan pasien telungkup dan berikan kompres es untuk mengurangi
edema.
b. Berikan analgetika parenteral, missal NSAID atau agonis opiat.
c. Upayakan reduksi manual dengan sejumlah besar pelumas.
d. Jika berhasil, pulangkan pasien dengan pemberian analgetika, bulking
agents dan flavonoid.
e. Jika tidak berhasil, rawat inapkan pasien untuk tata laksana lebih
lanjut.
HEMATOM PERIANAL
• Tampilan klinis
1. Akibat robekan pembuluh darah dari kompleks vena hemorrhoid eksterna.
266
FISURA ANI
• Tampilan klinis
1. Perdarahan per rectum berwarna merah terang saat defekasi.
2. Nyeri yang hebat menjadi pembeda keadaan ini dengan wasir.
3. Penyebab yang sering memperberat keadaan ini adalah asupan cairan yang
kurang dan diet yang rendah serat.
4. Pemeriksaan RT menunjukkan adanya robekan berbentuk garis di posterior
dan anterior saat menyusuri dinding anus perlahan. Pemeriksaan RT mungkin
sulit dilakukan akibat nyeri yang hebat dan adanya spasme.
• Tata laksana akut: jika nyeri sangat hebat sehingga tidak
memungkinkan RT yang baik, rawat inapkan pasien untuk pemeriksaan dengan
bantuan anesthesia. Sebagian besar fisura ani sembuh spontan dengan regulasi
defekasi yang tepat. Akan tetapi, bila gejala menetap setelah 8 minggu, fisura
tidak dapat sembuh tanpa intervensi bedah. Tanda kronisitas meliputi adanya
ulkus berbentuk perahu dengan adanya serat anus berwarna putih yang tampak
pada dasarnya. Seringkali ditemukan tonjolan dari kulit (sentinel pile) pada tepi
distal fisura serta papilla ani yang mengalami hipertrofi pada apeks. Terapi utama
adalah penanganan konservatif yang meliputi:
1. Pemberian bulking agent selama 6 minggu, misal 1 sachet ispaghula husk
2x/hari serta asupan cairan 2 liter /hari.
2. Analgetika topikal: oleskan jelly lidokain 2% di sekitar anus sebelum defekasi
untuk membantu mengurangi nyeri; hal ini bisa dilanjutkan dengan rendam
duduk.
3. Pasta gliseriltrinitrat dapat digunakan untuk sphincterotomi khemis.
4. Perhatikan bahwa pencahar jarang diperlukan, bahkan diare yang diakibatkan
justru dapat memperberat keadaan.
267
5. Atur pasien untuk suatu kunjungan lanjutan pada seorang ahli bedah saluran
cerna.
SEPSIS ANOREKTAL
• Klasifikasi: klasifikasi dari Park menggolongkan sepsis anorektal
dalam hubungannya dengan kompleks sphincter ani. Sebagian besar abses berasal
dari kelenjar yang berada di dalam dan sekitar sphincter ani dan dapat terletak
submukosa, perianal, intersphincter, ischiorektal atau supralevator.
• Drainase persisten dari abses yang telah didrainase sebelumnya (2
bulan atau lebih) menunjukkan adanya fistula.
• Tampilan klinis
1. Abses klasik muncul sebagai pembengkakan yang disertai
hiperemi dan nyeri tekan, yang mungkin sudah mengandung atau mengalirkan
pus.
2. Diagnosis banding abses perianal dari abses ischiorektal:
perhatikan hubungan antara abses dengan kulit perianal yang hiperpigmentas.
Abses pada daerah kulit yang hiperpigmentasi menunjukkan suatu abses
perianal, sedangkan abses yang terletak lebih lateral dari kulit yang
hiperpigmentasi menunjukkan suatu abses ischiorektal.
3. Abses kecil yang terletak dalam mungkin hanya
menunjukkan sedikit tanda selain dari nyeri dan nyeri tekan saat pemeriksaan
RT. Kekhasannya adalah terdapat riwayat terapi antibiotika atau analgetika
dari dokter pribadinya. Karenanya pasien dengan nyeri perianal kronis harus
dirujuk pada ahli bedah saluran cerna untuk eksklusi absesyang letaknya
dalam.
4. Drainase persisten dari sinus atau pembengkakan yang
berlangsung lebih dari 2 bulan setelah drainase abses menunjukkan adanya
fistula ani. Pemeriksaan RT seringkali menunjukkan adanya alur indurasi
submukosa yang berjalan melingkar dari ujung eksternal ke arah anus. Alur ini
adalah jalur fistula.
• Tata laksana akut
1. Abses akut
a. Insisi dan drainase di IRD dengan conscious sedation dan
anestesi lokal: insisi linier di atas bagian yang paling fluktutatif yang
kemudian diubah menjadi insisi berbentuk palang dan kemudian tepinya
digunting untuk menghilangkan atap abses.
b. Setelah semua pus dikeluarkan, pasang tampon pita untuk
hemostasis (dapat dibuang pada hari berikutnya setelah rendam duduk).
c. Berikan analgetika selama 1-2 hari dengan rujukan pada
seorang ahli bedah saluran cerna dalam 1 minggu. Jika nyeri atau demam
menetap, sarankan pasien untuk datang kembali ke IRD lebih dini, karena
mungkin abses belum sepenuhnya terdrainase.
d. Kriteria rawat inap: (1) penderita diabetes dengan abses
perianal untuk drainase dan kendali kadar gula darah, (2) kecurigaan suatu
necrotizing fasciitis (indurasi yang nyeri dengan krepitas di sekitar abses).
2. Abses perianal rekuren atau dengan kecurigaan suatu fistula ani: rawat
inapkan penderita untuk drainase oleh ahli bedah saluran cerna.
3. Abses ischiorektal: rawat inapkan pasien untuk drainase oleh ahli
bedah saluran cerna.
268
PROLAPS REKTI
• Tampilan klinis
1. ‘True’ prolaps ditemukan pada bayi dan wanita usia lanjut tetapi jarang
terjadi. Seluruh ketebalan dinding rectum mengalami intusussepsi melalui
anus. Uji ‘pinch’ menunjukkan adanya dua lapisan.
2. ‘Pseudo’ prolaps adalah hemorrhoid atau mukosa rectum yang
mengalami prolaps, dan hal ini sering terjadi. Uji ‘pinch’ menunjukkan tidak
adanya lapisan dinding rectum lain di bawahnya. Prolaps mukosa seringkali
berkaitan dengan riwayat sering mengedan. Keadaan ini juga dapat
menyebabkan pruritus.
• Tata laksana akut
1. ‘True’ prolaps: reduksi manual, regulasi defekasi pada orang
dewasa untuk mencegah mengedan; rujukan dini pada ahli anak (bayi) atau
bedah saluran cerna (dewasa). Jika reduksi tidak dapat dilakukan berarti terjadi
inkarserata yang merupakan suatu kedaruratan bedah.
2. ‘Pseudo’ prolaps mukosa rectum: berikan bulking agent dan
sarankan penderita untuk banyak minum guna menghindarkan mengedan pada
saat defekasi. Rujuk pasien pada ahli bedah saluran cerna untuk tata laksana
definitive.
78. Pneumothorax
PERINGATAN
• penanganan penumothorax tergantung pada ukuran, keadaan kesehatan si pasien,
dan apakah paru-parunya sakit atau normal.
271
PENANGANAN AWAL
• seorang pasien yang diduga menderita pneumothorax dan memiliki tanda-tanda
vital yang tidak stabil harus ditangani dalam area kritis. Pasien pneumotorak lain
dapat ditangani di perawatan intermediet.
• Nilai tanda-tanda vital dan monitor pasien untuk ECG, dan pulse oximetry
• Berikan oksigen 100%.
Investigasi
• Investigasi utama adalah x-ray dada.
272
PENANGANAN
• Penanganan tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. stabilitas pasien
2. ukuran pneumothorax
3. jenis pneumothorax
SARAN PNEUMOTHORAX
• Saran Pneumothorax harus diberikan kepada semua pasien yang telah pulang dari
ED, dengan mengabaikan apakah paru-parunya telah meluas atau belum.
• Kontraindikasi mutlak, bahkan setelah resolusi sempurna Pneumothorax, meliputi:
1. mendaki gunung
2. menyelam
• Kontraindikasi relative, untuk periode 1 bulan setelah resolusi sempurna
Pneumothorax (ditunjukkan secara klinis dan pada x-ray), meliputi:
1. Perjalanan udara
aktifitas berat (misalnya mendorong dan menarik beban BERAT)
Penting
• Kematian karena kebanyakan bensodiasepin secara umum jarang kecuali di
gunakan bersamaan dengan sedatif yang lain seperti etanol atau barbiturat
• Pengukuran pengobatan suportif secara umum biasanya semua yang
membutuhkan dengan penekanan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
• Penggunaan antagonis bensodiasepin seperti pengunaan flumasenil yang berlebih
merupakan controversial. Jangan memberikan flumasenil IV pada penderita
dengan ketergantungan bensodiasepin dan pada penderita dengan penggunaan
antidepresan trisiklik yang bersamaan, atau penggunaan obat lain yang dicampur
dan berlebihan.
Patofisiologi:
• Bensodiasepin menyebabkan depresi umum dari reflek spinal seperti
menghambat sistem aktivasi reticular yang menyebabkan letargi/lesu, bicara
seperti tertelan, ataksia, hiporefleksia, mengantuk, stupor, koma atau mungkin
henti pernafasan.
• Pupil pada penderita pengguna bensodiasepin yang berlebihan biasanya tidak
khas dan umumnya tidak kecil sekali seperti titik jarum seperti pada penderita
opiate yangberlebihan.
• Setelah penggunaan suntikan IV diazepam dapat terjadi hipotensi dan henti
jantung paru
• Waktu paruh bensodiasepin sangat bervariasi lebarnya dari 2-5 jam untuk
midasolam, 5-30 jam untuk klordiasepoksid dan 50-100 jam untuk flurasepam.
Penanganan
Pengukuran suportif
• Penderita dengan penurunan kesadaran dengan gangguan reflek muntah dan
depresi pernafasn, hemodinamik tidak stabil atau koma harus ditangani di
ruang kritis
• Jalan nafas harus dijaga dan jika perlu penderita dintubasi dan diventilasi.
Penderita harus diberikan Oksigen 100% melalui masker yang tidak
menghisap kembali/ non rebreather mask
• Penderita harus diperiksa tanda ital, monitoring jantung dan saturasi oksigen
setiap 15 menit.
• Pertahankan jalur intravena perifer.
• Ambil darah untuk darah lengkap, urea/elektrolit/kreatinin, lakukan
pemeriksaan gula darah di tempat.
• Selama kadar serum bensodiasepin tidak penting selama penanganan akut dari
dosis berlebih tetapi metode kuantitatif dan darah jika ada, dapat dilakukan
pada kasus yang belum jelas
275
Terapi antidot
• IV flumasenil dengan dosis 0,2 mg diberikan dalam waktu 30 detik dapat
diberikan tergantung dari respond an diulangi sampai pemberian 0,5 mg.
Karena efek yang sebentar, dosis ulangan dibutuhkan. Walaupun demikian,
kontraindikasinya adalah:
1. Jika bersamaan dengan penggunaan antidepresan berlebih dimana efek
bensodiasepin dapat memacu keadaan status epileptikus
2. Flumasenil dapat memicu reaksi putus obat yang akut, bermanifestasi dengan
kejang dan tidak stabilnya sistem autonomi, pada penderita yang mungkin
pecandu bensodiasepin
Disposisi :
• Semua penderita dengan penggunaan bensodiasepin berlebih harus dirawat di
bagian penyakit dalam dan jika perlu di bagian yang dengan pengawasan yang
tinggi atau ICU khususnya pada penderita dengan yang membutuhkan
pendukung ventilator.
PENTING
276
METABOLISME
Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
277
PAPARAN AKUT
Sistem Saraf Pusat : sakit kepala, neuropati perifer, penurunan
kesadaran, koma, kejang, edema cerebral, perubahan kepribadian dan perilaku,
ataksia, gangguan daya ingat
Respirasi : dyspnue dan hyperpnue, bronkopneumonia dan
edema paru non kardiogenik
278
6. Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam (termasuk
kelainan test psikometer dan takikardia)
7. Neonatus
Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO berkurang
menjadi 23 menit, kecuali bila terapi dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk
melakukan terapi yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh
Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%, berikan
oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam sampai kadar
COHb kembali ke normal
Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali mengalami
komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen dengan nasihat
untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut :
1. Kesulitan untuk bernafas atau sesak
2. Nyeri dada atau rasa berat didada
3. Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki
4. Gangguan daya ingat
5. Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan
Pasien yang dipulangkan harus dirujuk kebagian psikiatri untuk melakukan
screening neuropsikiatri karbon monoksida untuk mendeteksi deterioration
Pasien harus diberitahu untuk tidak merokok selama 72 jam
PERHATIAN
• Antidepresan yang umum diresepkan adalah: imipramin, trimipramin,
desipramin, amitriptilin, doksepin, maprotilin dan amoksapin.
• Heterosiklik bersifat terikat sangat kuat pada protein (92% pada pH fisiologis);
karenanya diuresis, dialisis dan hemoperfusi tidak memiliki peran dalam tata
laksana pada keadaan overdosis.
• Pokok dari terapi adalah pemberian natrium bikarbonat karena zat ini
mengubah ikatan obat terhadap pompa natrium iokardium dan juga meningkatkan
ikatan obat ini pada protein, sehingga menjadikannya tidak aktif secara
farmakologis.
• Obat-obatan yang harus dihindari:
1. Obat antiaritmia kelas IA (quinidine, procainamide) dan IC
(fleicainide), yang dapat memperburuk toksisitas ‘serupa quinidine’ pada
miokardium.
2. Pnyekat beta dan penyekat kanal kalsium yang dapat memperberat
hipotensi.
281
PATOFISIOLOGI KLINIS
Efek pada Jantung
• Aktivitas antikolinergik yang dapat menimbulkan takikardia
• Aktivitas serupa quinidine (hambatan pompa natrium dan kalium) yang dapat
menimbulkan blok intraventrikel dan atrioventrikel. Blok cabang berkas dan
fasikulus umumnya didahului dengan kompleks QRS yang melebar. Sinus
takikardia yang menyertai keadaan ini dapat menimbulkan gambaran yang serupa
dengan takikardia ventrikular.
• Hipotensi akibat hambatan efek alfa adrenergik perifer.
• Edema paru
Efek antikolinergik (dapat muncul maupun tidak; todak adanya tanda berikut tidak
menyingkirkan toksisitas)
• Flushing
• Mulu/kulit kering
• Pupil midiriasis
282
• Demam
• Bising usus menghilang
• Retensio urin
• Pandangan kabur akibat gangguan akomodasi
Efek lainnya
• Bula pada kulit
• Rhabdomyolisis dan gagal ginjal
• Pneumonia
• ARDS
TATA LAKSANA
Penanganan suportif
• Pasien harus ditangani di area yang dilengkapi dengan monitor dan alat
resusitasi, termasuk defibrillator.
• Jaga patensi jalan nafas; lakukan intubasi bila terjadi penurunan tingkat
kesadaran atau hilangnya reflek muntah.
• Berikan suplementas oksigen aliran tinggi dengan sungkup non-rebreathing.
• Monitoring: EKG dan tanda-tanda vital setiap 5-15 menit, pulse oximetry.
• Pasang jalur intravena prefer
• Pilihan cairan intravena adalah NS
• Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, uji
saring obat-obatan (kirimkan tabung sediaan ke bangsal bersama pasien jika
dicurigai terjadi overdosis akibat lebih dari 1 macam obat).
Catatan: Jangan meminta pemeriksaan kadar obat antidepresan dalam plasma;
hasilnya tidak akan mengubah prosedur tata laksana.
• Peneriksaan analisis gas darah untuk memonitor pH seiring perjalanan terapi.
• Foto thoraks untuk membuktikan adanya edema paru, pneumonia dan ARDS.
• Pasang kateter urine untuk mengawasi produksi urin dan status kecukupan
cairan.
• Lakukan kumbah lambung jika diindikasikan dan kirimkan hasil bilasan
pertama ke bangsal bersama dengan pasien.
Terapi medikamentosa
• Arang aktif: dosis 1 mg/kg BB. Berikan melalui pipa orogastrik
• Alkalinisasi darah sampai nilai pH 7,45 – 7,50. Cara terbaik untuk
mencapainya adalah dengan kombinasi hiperventilasi dan pemberian natrium
bikarbonat:
283
Hipotensi
• Pendekatan pertama adalah dengan menggunakan NS dan alkalinisasi.
• Jika respon tidak abaik atau tidak ada: berikan terapi medikamentosa
• Noradrenalin atau dopamine dosis tinggi: keduanya efektif pada saat awal
toksisitas.
Dosis: Noradrenalin: hanya diberikan dengan infus kontinyu, 0.5-1.0μg/menit dan
dititrasi sampai tercapai efek yang diinginkan.
Dopamine: hanya diberikan dengan infus kontinyu, 10-20μg/kgBB/menit
dan dititrasi sampai tercapai efek yang diinginkan.
• Kegagalan dari semua upaya di atas menunjukkan perlunya dipertimbangkan
penggunaan pompa balon intra aorta (IABP).
DISPOSISI
284
Caveats
• Agent aktif pada banyak pestisida dan insektisida adalah parathion, yang
berikatan secara irreversible dengan kolinesterase untuk membentuk ikatan
dietilfosfat.
• Atropin merupakan antidote fisiologi antimuskarinik yang bekerja secara
kompetitif memblok efek muskarinik asetilkolin.
• Atropin tidak memiliki efek pada reseptor nikotinik pada myoneural junction
pada otot bergaris, yaitu tidak akan mengembalikan paralysis.
• Pralidoxime merupakan antidote biokimia yang bereaktivasi dengan
kolinesterase yang menyebabkan proses fosforilasi oleh organofosfat. Naumn
pralidoxine harus diberikan dalam waktu 24-36 jam pertama setelah paparan.
Jika tidak, molekul kolinesterase dapat berikatan erat serta kolinesterase baru
akanmembutuhkan waktu berminggu-minggu untuk regenerasi.
• Presentasi klasik : pasien dengan vomiting dan diare, diaforesis, nafas berbau
insectisida dan pupil yang kecil. Hati-hati dx yang berlebihan terhadap
gastroenteritis.
285
Manajemen
Terapi suportif
• Pastikan semua staff menggunakan perlengkapan proteksi karena absorsi
perkutaneus dan inhalasi dapat menyebabkan keracunan.
• Px ditangani pada area critical care, dengan perlengkapan resusitasi yang
selalu tersedia.
• Lakukan detoksifikasi dengan melepas pakaian px dan cuci kulit px
seluruhnya.
• Pertahankan patensi jalan nafaslakukan intubasi orotrakeal jika px apnue,
atau tidak memiliki gag reflex. Suction aktif berkala dibutuhkan bila ada
bronkorhoea.
• Berikan oksigen aliran tinggi via non-rebreather reservoir mask.
• Lakukan gastric lavage jika ada indikasi, terutama pada beberapa jam
pertama setelah ingestion.
• Monitoring: EKG, tanda vital tiap 5-15 menit, pulse oksimetri
• Pasang jalur IV.
286
Terapi Obat
• Arang aktif via gastric lavage tube. Dosis 1g/kgBB
• Atropin : obat pertama yang diberikan pada keracunan simptomatik.
3. penggunaan utamanya adalahreduksi bronkorrhoea/bronkospasme
4. Dosis besar mungkin dibutuhkan untuk mengontrol sekresi jalan nafas.
Dosis : dewasa : 2 mg IV tiap 10-15 menit prn; dosis dapat digandakan tiap 10
mneit sampai sekresi terkontrol atau tanda atropinisasi jelas (flush, kulit
kering, taikardia, midriasis, dan mulut kering).
Anak-anak : 0,05 mg/kgBB tiap 15 menit prn, dosis dapat digandakan tiap 10
menit sampai sekresi terkontrol.
• Pralidoxime (2-PAM, Protopam)
4. pralidoxime harus diberikan dengan atropine pada tiap pasien simptomatik
5. efek akan terlihat dalam 30 menit dan meliputi hilangnya kejang dan
fasikulasi, perbaikan kekuatan otot dan pemulihan kesadaran.
6. pemverian pralidoxim bisaanya mengurangi jumlah atropine yang
diberikan serta dapat unmask toksisitas atropine.
Dosis : Dewasa : 1gm IV selama 15-30 mneit; dapat diulang dalam 1-2 jam
prn
Anak-anak : 20-25 mg/kgBB IV selama 15-30 menit; dapat diulang 1-2 jam.
• Diazepam (Valium) : digunakan untuk mengurangi kecemasan dan
restlessness dan mengontrol kejang.
Dosis : 5-10 mg IV untuk kecemasan/restlessmess
Catatan : dosis dinaikkan sampai 10-20 mg IV mungkin diperlukan untuk
mengkontrol kejang.
Penempatan
• Lakukan konsultasi pada general medicine pada HD/ICU
• Untuk kasus terapi keracunan subklinis yang tidak diperlukan, namun px harus
MRS setidaknya 24 jam untuk meyakinkan bahwa keracunan yang delayed
tidak akan berkembang.
.
287
• Merupakan kasus overdosis obat yang paling sering, dimana pada dosis 7,5
gr(15 tablet @ 500mg) secara empiris sudah mencapai ambang terjadinya
intoksikasi.
• Efek toksis sudah dapat terjadi bila seorang dewasa menelan >150mg/kg BB
atau 7,5g (15 tablet @ 500mg)
• Efek toksis dapat terjadi pada dosis yang lebih rendah pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi hati, bersamaan minum obat antikonvulsi atau
pasien anoreksia yang mengalami kekurangan glutation.
• Pada kasus2 seperti di atas, pakailah garis pengobatan resiko tinggi pada
tabel/normogram Rumack-Matthew dibanding garis normal pengobatan.
• Pedoman penanganan berdasarkan normogram Rumack-Matthew hanya
bermanfaat dalam menentukan kebutuhan dosis antidote N-acetylcystein
(Parvolex) hanya pada intoksikasi tunggal dan akut.
• N-acetylcystein (NAC) paling efektif diberikan dalam waktu 8 jam pertama
setelah menelan. Kadang masih di berikan pada 24 jam pertama, bila dari
anamnesis diperoleh data overdosis yang signifikan dan pemeriksaan serum
parasetamol tidak tersedia.
288
• Pasien dengan overdosis parasetamol sering tampak baik2 saja pada tahap
awal, biasanya hanya mengeluh mual2 dan muntah.
• Jangan merangsang penderita untuk muntah sebelum mengirim ke IRD.
Penatalaksanaan:
289
• Pertahankan jalan nafas, pasang intubasi orotrakeal tube jika terjadi penurunan
refleks muntah (antisipasi kumbah lambung atau pemberian karbon aktif atau
keduanya)
• Lakukan kumbah lambung bila kejadian menelan obat terjadi dalam 1 jam
pertama dan ambil cairan lambung untuk pemeriksaan toksikologi.
Laboratorium:
Parvolex®(N-Acetylcystein) IV Infusion
Dosis pada orang dewasa:
• Dosis inisial: 150mg/kgBB iv selama 15 menit, dilanjutkan infuse secara
kontinyu (50mg/kgBB dalam 500mL 5% dextrose dalam 4 jam), dilanjutkan
infuse secara kontinyu(100mg/kgBB dalam 1L D5% selama 16 jam).
• Dosis total: 300mg/kg dalam 20 jam.
CAVEATS
• termasuk aspirin, peptobismol, sport liniments, minyak wintergreen, dan obat
tradisional cina
• keracunan ringan ditandai dengan
1. hyperpnoea dengan alkalosis respiratorik ( oleh karena stimulasi dari
pusat respirasi )
2. tinnitus merupakan tanda ototoksik yang jelas
• alkalinisasi urine diindikasikan untuk pasien resiko dan kadar salisilat > 30 mg
%;
1. salisilas adalah asam yang di ekskresi lewat urin dan meningkat karena
ionisasi
2. ginjal hanya menyerap salisilat yang tidak terionisasi; setelah urin
leralkalinisai.
3. jika PH urin meningkat sampai 8, maka ekskresi salisilat dalam urin akan
meningkat 10-20 kali.
Management
Supportive measure
• pasien dengan penurunan kesadaran dan tanda vital yang buruk harus di
tempatka di P1
• pelihara jalan nafas, pasang intubasi bila reflel muntah sudah hilang (juga
diantisipasi dengan gastric lavage), atau pasien dengan hipoksemia.
• Berikan O2 100 % melalui NRBM
• Monitoring ECG, pulse oksimetri, dan vital sign tiap 5-15 menit.
• Pasang gastric lavage bila kejadian kurang dari 1 jam.
• Pasang infuse
• Berikan cairan kristaloid untuk memperbaiki perfusi perifer
• Laboratorium;
1. kadar serum salisilat
292
Drug terapy
• aktif chargo, dg dosis 1g/kgbb
• sodium bikarbonat, dosis bolus 1-2 mmol/kgbb 8,4% NaHCO3
infusion; 150 mmol NaHCO3 8,4 %(150ml) dalam 850 cc D5, mulai 1,5 -2
kali maintenance dititrasi sampai PH 7.5-8
Disposisi
• untuk keracunan yang berat dan terdapat peningkatan kadar serum salisilat
yang cukup tinggi, pasien di disposisi ke ICU/HD
Caveats
• Thrombotic Pulmonary Embolism (PE) bukan merupkan penyakit yang
terpisah dari dada, namun merupakan komplikasi venous thrombosis. Deep
venous Thrombosis (DVT) dan PE merupakan bagian dari proses yang sama,
venous thromboembolism.
• DVT pada kaki ditemukan pada 70% pasien PE. Sebaliknya PE terjadi pada
50% dengan DVT di kaki (yang melibatkan popliteal dan atau vena yang lebih
proksimal) dan kurang sering terjadi ketika thrombus didapatkan pada vena
daerah betis.
• Faktor predisposisi PE dan DVT sama dan memenuhi trias Virchow stasis
vena, cedera dinding vena dan peningkatan koagulabilitas darah. (tabel 1)
Rendah (kemungkinan < Tidak adanya onset mendadak dispneu dan takipneu
15%) serta nyeri dada
Dispneu, takipneu, atau nyeri dada ada, namun dapat
dijelaskan oleh adanya kondisi lain
Tidak adanya factor resiko
Radiografi yang abnormal dapat dijelaskan oleh
kondisi yang lain
Antikoagulasi yang adekuat (INR > 2 atau aPPT >
1,5 kali control) selama minggu sebelumnya.
hipoksemia dan pelebaran AaPO2 dapat jelas terjadi karena banyak penyebab.
BG, dapat meningkatkan kecurigaan PE namun tidak sufficient untuk
mengeksklusi diagnosa PE.Catat FiO2 pada saat blood sampling.
• FBC
• Urea/elektrolit/kreatinin
• DIVC Screen : D-dimer assay memiliki sensitivitas 85-94% untuk
mendiagnosa PE. Spesifisitasnya sekitar 67-68%. D-dimer ELISA yang
normal berguna untuk menyingkirkan dx PE pada px dengan probabilitas
pretest PE yang rendah atau memiliki non-diagnostik lung scan.
• GXM 4-6U packed cells
• CXR : pada PE :
1. secara umum, CXR tidak spesifik untuk diagnostic PE, namun
membandingkan dengan foto terdahulu akan memberikan manfaat.
2. hasil dapat menunjukkan :
a. Normal (~ 40%)
Catatan : film yang normal dapat terjadi pada semua tipe PE akut.
Namun hasil yang normal pada px severe acute dyspnoea tanpa
wheezing sangat mencurigakan adanya PE.
b. Bukti adanya infark pulmonal : opasitas perifer, kadang berbentuk
baji dengan apeks menunjuk pada hilum atau semisirkular dengan
basis pada permukaan pleural. (Hampton’s hump)
c. Oligaemia pulmonal fokal pada sebagian paru yang terkena emboli
(Westermark sign) , namun sulit untuk terlihat pada foto yang
didapat pada keadaan akut.
d. Atelektasis
e. Efusi pleural kecil
f. Diafragma yang meningkat
Catatan : gambaran d, e dan f memiliki spesifisitas yang rendah untuk
PE
g. infiltrate yang terlokalisir
h. konsolidasi
i. ‘plump’ pulmonary arteries pada PE massif
3. CXR bernilai untuk mengeksklusi kondisi yang menyerupai PE
(pneumothorax, pneumonia, gagal jantung kiri, tumor, fraktur kosta, efusi
pleura massif, kollaps lobar), namun PE dapat terjadi bersamaan dengan
proses kardiopulmonal lainnya.
Pemeriksaan Definitif
• Lung scintigraphy
1. perfusi yang normal sangant penting untuk menyingkirkan dx yang relevan
dengan recent PE karena occlusive PE pada semua tipe akan menyebabkan
defek perfusi.
2. namun banyak kondisi selain PE seperti tumor, konsolidasi, gagal jantung
kiri, lesi bullous, fibrosis paru, dan obstructive airway disease, yang dapat
menyebabkan defek perfusi.
3. PE bisaanya menyebabkan defek perfusi namun tidak dengan ventilasi
(‘mismatch’)dimana kondisi lain menyebabkan defek perfusi pada area
yang sama dengan defek perfusi (‘matched defects’).
4. probabilitas defek perfusi sebagai penyebab PE dapat di nyatakan sebagai
tinggi, intermediate, atau rendah tergantung pada tipe scans abnormalitas
(tabel 4).
297
Caveats
• Mekanisme patogen utama adalah sympathetic overdrive dengan distribusi
sentral volume darah yang dihasilkan oleh peningkatan left ventricular end-
diastolic volume and pressure.
• Karena tidak ada overload volume, manajemen dengan penggunaan
vasodilator harus menjadi dasar terapi utama dibandingkan dengan diuretic.
• Target terapi edema pulmonal adalah resolusi sympathetic drive, yang ditandai
dengan normalnya nadi, restorasi ekstremitas yang kering dan hangat serta
kenyamanan px.
• BP akan menjadi panduan untuk mengetahui keberhasilan terapi dibanding
dengan target terapi itu sendiri.
299
Manajemen
Harus ditangani pada area critical care
Monitoring penuh, pasang defibrilator
Periksa ABC dan lihat kemungkinan untuk dilakukannya intubasi jika terjadi
impending respiratory failure.
Berikan oksigen 100% dengan non-rebreather reservoir mask
Pasang akses IV
Lakukan EKG 12 lead untuk menyingkirkan adanya inferior/right ventricular
infarction (yang merupakan kontraindikasi nitrat)
Cek Darah: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, enzim kardiak, dan troponin T
BGA diambil sebagai dasar penilaian
CXR portabel
Kateterisasi untuk mengukur urin output.
300
Terapi farmakologis
Pilihan Obat
1. Nitrogliserin : 10-200µg/menit. Mulai dengan 10 µg/menit, perlahan
meningkat sampai 5 µg setiap 5 menit.
Titrasi untuk respon dan efek BP. Tidak ada monitoring invasive yang
diperlukan. Turunnya BP dapat terjadi cepat dengan menggunakan dosis
tinggi. Lakukan monitoring berlanjut terhadap BP. Infus harus diturunkan
ketika MAP mencapai 90mmHg.
2. nitropruside : 0,25-10 µg/kg/menit. Mulai pada dosis rendah dan titrasio
sampai berespon. Merupakan vasodilator yang sangat kuat. Monitoring
invasive biasanya diperlukan. Perawatan harus dilakukan untuk mencegah
penurunan BP.
3. Hydralazine : IV 10mg setiap 30 menit
Vasodilatasi kuat, efek dapat bertahan sementara waktu. Harus dilakukan
untuk monitoring px, terutama bila dikombinasi dengan obat lain.
Obat lainnya
1. furosemide : 40-80 mg IV bolus
Efektif namun bervariasi pada onset efek yaitu antara 20 menit sampai 2
jam. Efek tidak dapat dititrasi. Efeknya tidak fisiologis. Dosis tinggi
diperlukan pada px gagal ginjal.
2. Morfin : 0,1 mg/kg. Diberikan sebagai bolus tambahan 1 mg. beberapa
regimen dimulai dengan IV morfin 3-5mg. merupakan venodilator yang
lemah dibanding dengan obat lain, tidak mudah dititrasi, juga menurunkan
respiratory drive. Hindari bolus dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan apneu.
Obat Oral : dapat diberikan bila akses IV terlambat atau tidak
mungkijn dilakukan. Dapat ditambahkan sebagai kombinasi untuk edema
pulmonal akut.
1. Gliseril trinitrat : 0,5 -1,5 mg dapat diberikan SL. Dalam bentuk tablet atau
aerosol spray. Efek serupa dengan bentuk IV .
2. Captopril : SL captopril 6,25 mg atau 12,5mg. Dosis tergantung pada BP
dan bila digunakan secara tunggal atau dengan kombinasi dengan obat
lain. Efek tidak mudah dititrasi.
Regimen Kombinasi
1. IV GTN ditambah dengan Furosemide : Furosemid diberikan dalam stat
dose, sedangkan IV GTN diberikan sebagai infus yang dititrasi. Dosis
infus IV GTN harus lebih rendah.
2. IV GTN ditambah dengan Captopril : SL captopril diberikan sebagai stat
dose, IV GTN diberikan seperti diatas.
3. Furosemide ditambah dengan morfin : kombinasi tradisional.
Penempatan
MRS-kan px dibawah ini pada CCU:
1. pasien yang diintubasi
2. concomitant ACS
MRS-kan px yang membutuhkan CPAP pada high Dependency
unit
MRS-kan px sisanya pada bangsal umum kardiologi.
Hiperkalemia
Caveats :
Severitas hiperkalemia terkait dengan kadar potassium plasma namun
tergantung juga pada variabilitas antar pasien. Perkembangan hiperkalemia
dapat berefek secara signifikan pada keadaan klinis pasien. Jangan menunggu
selesainya pemeriksaan kadar potassium untuk memberikan terapi bila
pemeriksaan klinis serta EKG menunjukkan hiperkalemia.
302
CRF dengan overload cairan tanpa adanya akses intravena yang tercapai
Lakukan 4 langkah diatas
Terapi obat
1. Morfin 5-10mgIM
2. GTN 0,5mg SL atau nitroderm 5-10mg patch
3. Felodipine 2,5mg PO jika BP tinggi
4. Furosemide 120-240 mgPO
Manajemen
Terapi suportif
1. Tangani pada area critical care
2. pastikan patensi jalan nafas
3. Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5-10 menit
4. Pasang jalur IV dengan NS
5. Lab: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, GDA, BGA, osmolalitas serum,
urinalisis, EKG
6. X ray : tidak ada manfaat yang spesifik pada keadaan asam basa. Namun
KUB dapat digunakan untuk mengidentifikasi substansi yang telah ditelan,
cth : tabelt besi, atau masalah GI yang menyebabkan ketidakseimbangan
asam basa, seperti obstruksi bowel atau iskemik bowel.
Prioritas Keputusan
Ketika hasil lab telah ada, dan akurat, 3 langkah untuk
melanjutkan evaluasi keadaan asidosis. Lihat bab Acid Base Emergencies dan
rumus yang disarankan untuk lebih detilnya.
1. tentukan abnormalitas asam basa primer dan sekunder
2. Perhitungkan osmolal gap untuk mendeteksi adanya low molecular weight
osmotically active substance (lihat rumus yang disarankan).
3. review kadar potassium yang berhubungan dengan pH abnormal (lihat bab
Useful Formulae).
Terapi Spesifik
Terapi bikarbonat adalah untuk mengembalikan keadaan asidosis
organic yang hebat serta yang dapat kembali dengan mudah. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan pH arterial diatas 7,2. Tidak perlu untuk mengkoreksi pH
jika pH 7,2 atau lebih kecuali ada maalah yang mengancam nyawa yang perlu
ditangani. Tidak ada rumus yang sempurna namun rumus dibawah ini dapat
digunakan : Dosis NaHCO3 [mEq] = ([HCO3-] yang diinginkan – [HCO3]
yang terukur) x 50% berat badan dalam kg. setengah dosis diberikan pada
awal, sedang sisanya disesuaikan dengan hasil lab. Jangan bertujuan untuk
mengkoreksi bikarbonat sampai pada kadar yang normal.
Dosis : terapi bolus direkomendasikan hanya pada asidosis berat atau jika ada
hemodinamik compromise. Pasien dengan asidosis yang kurang mengancam
nyawa dapat diterapi dengan infus IV bicarbonate. Tambahkan 100-150mEq
NaHCO3- (2-3 ampul NaHCO3- 8,4%) pada 1 liter D5W serta berikan selama
1-2 jam dengan mengulangi BGA sebagai pedoman terapi.
Komplikasi potensial; terapi adalah hipernatremi, hiperosmolalitas, overload
volume, hipokalemi, dan alkalosis posttreatment.
Indikasi Dialisis
Edema pulmonal severe
Hipertensi berat tidak terkontrol dari overload cairan yang severe
tidak berespon terhadap diuretic.
Hiperkalemi
305
Hemodialisis
A. komplikasi terkait akses vascular
Perdarahan
1. tekan pembuluh darah namun jangan menyumbatnya dengan
tekanan yang berlebihan
2. catat adanya thrill
3. lanjutkan dengan konsultasi pada Dialysis Access Team serta
Renal medicine.
Loss of thrill in shunt : konsultasi cepat pada Dialysis Access
Team serta Renal medicine.
Infeksi
1. sementara tanda klasik sering muncul, namun pasien juga dapat
muncul dengan keluhan demam saja.
2. lakukan FBC dan kultur darah, berikan dosis awal antibiotik, cth:
IV ceftazidime 1-2g.
3. MRS pada Renal medicine;
B. Komplikasi terkait dengan non-vaskular
Hipotensi
1. hipotensi post hemodialisis dapat terjadi karena penurunan
volume intravaskuler di sirkulasi. Cek seberapa banyak cairan
hilang pada saat melakukan hemodialisa.
2. masalah yang serupa juga terjadi pada peritoneal dialysis,
yaitu hilangnya cairan selama peritoneal dialisa.
3. sebagian besar kasus membutuhkan observasi setelah dialisa,
namun juga membutuhkan cairan IV.
4. Pertimbangkan dan eksklusikan :
a. Occult Haemorrhage : lakukan PR untuk
mendeteksi perdarahan GIT.
b. AMI akut/ disritmia atau tamponade jantung
c. Hiperkalemi yang mengancam nyawa; berikan
terapi empiris.
d. Infeksi.
e. Emboli udara atau pulmonal dan hemolisis akut
saat hemodialisis
Dispneu
1. sebagian besar karena overload volume: pertimbangkan gagal
jantung mendadak, tamponade jantung, efusi pleural, asidosis
berat, anemia berat (yang berasal dari kehilangan darah akut dan
kronis) serta sepsis.
2. Eksklusi MI akut ; juga emboli udara dan emboli pulmonal atau
dan hemolisis pada hemodialisis.
Nyeri dada
306
Peritoneal Dialisis
Komplikasi terkait dengan Dialisis
Peritonitis
1. Cloudy Effluent, nyeri abdomen non-spesifik, malaise, demam, dan kasus
kedinginan yang ringan sampai moderate.
2. Vomiting, nyeri hebat, syok, dan tanda klasik peritonitis pada beberapa
kasus yang severe.
3. manajemen
a. cek FBC, urea/elektrolit/kreatinin dan kultur darah
b. berikan antibiotik cth IV Ceftazidime 1-2 g
4. Informasikan pada Renal Medicine
Kebocoran kateter
Hipotensi
Akut abdomen
1. karena kondisi intraabdomen yang serius yang mirip dengan peritonitis
2. konsultasi pada Renal medicine dan bedah umum.
Catatan : pasien CAPD memiliki resiko hernia abdominal/inguinal karena
peningkatan tekanan intrabdomen, serta obstruksi intestinal sekunder akibat
adhesi.
Infeksi tunnel/kateter ext site
1. sering sulit untuk dideteksi secara klinis
2. Konsultasikan pada Renal Medicine.
Definisi
Tipe I : PaO2 ≤ 60 mmHg (8 kPa)
307
Caveats
Pasien dengan gagal nafas tipe II saja dapat terlihat ‘nyaman namun
memperdayakan’, dimana px tidak menunjukkan takipneu. Pasien hiperkarbi
terlihat mengantuk, sedangkan pasien hipoksia sering terlihat agitasi, dan
kadang berlaku kasar. Mereka membutuhkan pemeriksaan BGA ulang untuk
monitoring PaCO2 atau end tidal CO2.
SaO2 91% berespon terhadap PaO2 60 mmHg secara umum, namun keadaan
ini dipengaruhi pH, temperature dan level 2,3 DPG.
Jangan memberi terapi kadar PaCO2 yang tinggi pada pasien dengan chronic
compensated gagal nafas tipe II, cth jika pH normal (pH > 7,35).
Selalu berikan oksigen sebanyak mungkin yang diperlukan untuk mengkoreksi
hipoksia (SaO2 > 90% namun tidak > 95%)
Gunakan pulse oksimetri untuk mentitrasi oksigenasi (SaO2) dan BGA untuk
mengevaluasi ventilasi (CO2 dan pH).
Jika CO2 mulai meningkat karena hilangnya hipoksik drive, pasien butuh
support ventilasi dalam bentuk biphasic positive airway pressure (BIPAP),
atau Intermittent positif Pressure Ventilation (IPPV).
Penyebab umum meliputi :
1. Edema pulmonal
2. Pneumonia
3. Emboli paru
4. asma berat/COLD
5. trauma dada
6. Tenggelam
7. Aspirasi
8. acute respiratory distress syndrome
9. Metastase pulmonal
Catatan : untuk pasien hiperventilasi dengan penemuan normal pada dada. Lihat
Hiperventilasi.
Pertimbangkan serius dx Emboli paru pada pasien hipoksik dengan
CXR normal. Lihat bab Pulmonary Embolism.
Pasien yang mengalami aspirasi, mungkin mengalami perunbahan
CXr yang terlambat.
Terapi oksigen; lihat tabel 1.
Manajemen
• tangani pada area resusitasi
309
• berikan oksigen aliran tinggi via face mask dan monitoring jantung secara
kontinous, RR dan saturasi oksigen. Kurangi FiO2 sesuai pulse oksimetri dan
atau monitoring blood gas yang berkala setelah perbaikan pada px COLD.
Target saturasi O2 pada px COLD adalah 90-92% namun tidak > 92%. Awasi
px mungkin saja terdapat perburukan retensi CO2 dan narcosis.
• Tanda klinis perburukan retensi CO2 dan asidosis respiratori tidak dapat
dipastikan. Pemeriksaan BGA diperlukan.
• Semua px dengan COLD membutuhkan pemeriksaan BGA setelah titrasi
oksigen dan terapi awal diberikan dengan pengulangan nebulisasi
bronkodilator.
• Lakukan anamnesa secara cedpat untuk menentukan target pemeriksaan dalam
mencari penyebab dasar gagal nafas.
• Terapi penyebab yang mendasari.
• Jika px tidak membaik dengan pemberian oksigen dan terapi penyebab dasar,
pertimbangkan support ventilasi mekanis.
• Pada hipoksia berat atau gagal nafas tipe I akut, pertimbangkan CPAP (non
invasive) atau PEEP (intubasi px)
• Pada hiperkapnia berat atau gagal nafas tipe II akut, pertimbangkan IPPV atau
non invasive lain atau post intubasi.
• Pertimbangkan BIPAP bagi pasien COLD dengan retensi CO2 dan pH antara
7,26 dan 7,32. pasien dengan pH < 7,26 bisaanya membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik.
• Jangan memberikan sodium bikarbonat pada px dengan pH yang rendah
karena adanya retensi CO2. hal ini akan mengeksaserbasi asidosis respiratori.
Definisi
310
Caveats
• Pada pasien lansia, anak kecil, atau immunocompromise, manifestasi klinis
dapat tidak khas tanpa adanya demam atau lokalisasi yang jelas dari sumber
infeksi. (lihat bab Geriatric Emergencies).
• Gejala sepsis meliputi demam, kedinginan dan gejala konstitusional seperti
fatigue, malaise, kecemasan atau kebingungan. Gejala ini tidak
pathognomonik untuk infeksi dan mungkin dapat terlihat dalam variasi yang
luas dari kondisi inflamasi non-infeksi.
• Abnormalitas tanda vital seperti takipneu, takikardi dan peningkatan pulse
pressure dapat menunjukkan sepsis walaupun tidak didapatkan demam.
Catatan : pada tahap awal sepsis, cardiac output dipertahankan dengan baik atau
meningkat, berakibat pada kulit dan ekstremitas yang hangat. Seiring perjalanan
sepsis, pasien mulai menunjukkan tanda perfusi distal yang buruk, cth : kulit dan
311
ekstremitas yang dingin. Sehingga, late syok septic tanpa adanya demam sulit
dibedakan dengan tipe syok yang lain dan tingkat kecurigaan yang tinggi sangat
diperlukan.
• Lokasi infeksi yang paling sering ditemukan dapat dilihat pada tabel 1.
Manajemen
• Harus ditangani pada area resusitasi
• Monitoring : EKG, tanda vital tiap 5 menit, pulse oksimetri
• Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen aliran tinggi. Intubasi
endotrakeal harus dipertimbangkan jika jalan nafas terncam atau jika ventilasi
dan oksigenasi tidak adekuat.
• Pasang 2 jalur IV dan koreksi hipotensi secara agresif dengan resusitasi
cairan ( 1-2 liter kristaloid). Pertimbangkan central venous line.
• Lab :
1. GDA
2. FBC
3. kultur darah (2 tempat yang berbeda)
4. DIVC screen
5. Urea/elektrolit/kreatinin
6. BGA
7. Kultur Urin
• CXR untuk mencari tanda konsolidasi dan ARDS
• Pertimbangkan EKG
• Pasang kateter urin untuk monitoring urin output.
• Semua px harus menerima terapi antibiotik empiris segera
mungkin. Jalur pemberian harus IV.
Catatan : tabel 2 merupakan suatu panduan. Spectrum sensitivitas bakteri terhadap
antibiotik bervariasi pada masing-masing RS.
• Inotropic vasoactive agents support dapat digunakan jika tidak ada respon
terhadap Fluid challenge. Noradrenalin merupakan pilihan pada syok septic,
dimulai pada 1µg/kg/menit. Sebagai alternative, dopamine dapat digunakan
(dosis 5-20 µg/kg/menit). Resusitasi cairan diindikasikan oleh stabilisasi
mentation, BP, respirasi, nadi, perfusi kulit serta baiknya output urin.
• Penggunaan kortikosteroid pada syok septic masih controversial.namun ia
memiliki peran utama jika terdapat insufisiensi adrenal.
• Konsul ke tim di ICU untuk melakukan pemindahan pasien.
313
Mekanisme T
• Trauma te
• Trauma tu
314
91. Stroke
DIAGNOSA
• Stroke akut ditandai dengan onset mendadak dari deficit neurologik fokal,
bisaanya terjadi pada teritorium pembuluh darah otak. Manifestasi klinis yang
sering timbul : hemiparesis, hilangnya hemisensori, kelemahan wajah,
disartria, afasia dan gangguan penglihatan, terjadi secara tunggal atau dalam
kombinasi.
• Stroke diklasifikasikan :
1. Stroke iskemik (IS, 70-90%, insiden lebih tinggi pada ras kaukasian).
Etiologi yang sering meliputi atherothrombosis arteri besar,
kardioembolisme, dan small vessel disease (stroke lakunar)
2. Stroke Hemorragic, dimana terjadi perdarahan intraserebral (ICH, 10-
30%, lebih tinggi insidennya pada ras non-kaukasian) dan
subarachnoid haemorrhage (SAH, sekitar 2%).
CAVEATS
• Pertimbangkan beberapa keadaan yang menyerupai stroke,
yang terlihat pada tabel 1. selalu lakukan pemeriksaan GDA untuk
mengeksklusi hipoglikemi.
• Stroke dikenal sebagai keadaan yang sangat sensitive dengan
waktu, terutama pada penggunaan rtPA sebagai terapi stroke iskemik yang akut,
dimana akan sangat bermanfaat bila diberikan pada 3 jam pertama setelah onset
serangan. Pasien suspek stroke harus dirujuk menggunakan ambulan pada ED
terdekat.
• Defisist neurologist terkait dengan sakit kepala, nausea,
vomiting, penurunan tingkat kesadaran dan peningkatan BP yang besar cenderung
menunjukkan stroke hemorrhagic.
• Terapi hipertensi pada stroke akut sering controversial dan
harus ditangani hati-hati.
MANAJEMEN
SBP < 180 mmHg Bisaanya tidak membutuhkan terapi di ED, terapi
DBP < 105 mmHg yang lebih agresif dapat dipertimbangkan setelah
316
MRS
Stroke iskemik
Tidak ada data yang menyebutkan keuntungan control BP secara
agresif pada stroke iskemik akut
Sebagian besar pasien BP akan secara spontan membaik pada beberapa
jam dan kembali ke baseline setelah beberapa hari sejak onset gejala stroke.
Kebanyakan ahli saraf menyatakan bahwa penurunan BP secara
signifikan akan membahayakan px karena dapat menurunkan perfusi kollateral
pada daerah iskemik penumbra, yang berakibat pada ekstensi dari infark.
Control BP diindikasikan pada px stroke dengan:
1. Gagal jantung kongestif
2. acute Myocard iskemik/infark.
3. gagal ginjal akut
4. hipertensi ensefalopati
5. Diseksi aorta
6. terapi dengan trombolitik atau antikoagulan
Target manajemen BP pada stroke iskemik akut
SBP < 220 mmHg Jangan diterapi, kecuali ada indikasi untuk
DBP < 120 mmHg mengkontrol BP
DISPOSISI
seluruh px stroke harus MRS untuk evaluasi, terapi dan rehabilitasi lebih
lanjut. Namun px yang stabil dengan lakunar infark > 48 jam yang tidak
progresif serta tidak memiliki disabilitas neurology/deficit dapat KRS dengan
follow up segera di poliklinik.
Sebagian besar px TIA yang datang ke ED harus MRS untuk workup dan
inisiasi terapi medis. Merujuk ke spesialis neurology segera pada hari yang
sama merupakan alternative lain yang dapat dilakukan.
317
Px datang dengan gx stroke < durasi 7hari, cth:
Kelemahan pada 1 sisi tubuh
Inkoordinasi limb pada 1 sisi
Bicara yang ‘pelo’ 318
Rasa pusing/mabuk dengan kesulitan bicara
Matirasa pada salah satu sisi tubuh
Gambar 1 : Jalur klinis Stroke pada ED Ketidakmampuan untuk mengekspresikan suatu pikiran,
atau untuk mengerti yang lainnya.
Kebutaan yang mempengaruhi sebagian atau seluruh
lapang pandang pada satu atau kedua mata
Diplopia atau kelemahan wajah dan atau limb
Dengan Ambulan
Area critical care Px datang sendiri
atau intermediate
Caveats
• SAH meningkat seiring usia, dan mengalami plateu setelah usia 60 th, dengan
insiden tertinggi pada 40-60 tahun.
• Kecepatan timbulnya onset sakit kepala (mendadak, seperti thunder-clap)
lebih berguna sebagai pedoman daripada severitas dari sakit kepala.
• Pada saat kunjungan, 50% pasien sadar, 30% letargi, dan sisanya 20% stupor
atau koma.
• Kaku kuduk membutuhkan waktu 2-3 jam untuk muncul.
• Pemeriksaan funduskopi menunjukkan perdarahan preretinal pada 20% pasien.
• Gejala dan tanda neurologik non-fokal sering muncul, cth: nausea, vomiting,
demam, sinkope, kebingungan, migraine like headache, atau koma.
• Pasien dengan posterior cerebral artery communicating aneurysm dapat
muncul dengan pupil berdilatasi ipsilateral, atau deviasi mata akibat palsy
Nervus kranialis ketiga.
• Pasien dengan middle cerebral artery aneurysm dapat memiliki hemiparesis
kontralateral sekunder akibat perdarahan pada lobus temporalis atau fissure
Sylvia.
• Nistagmus dan ataksia dapat muncul ketika perdarahan terjadi pada fossa
posterior (10% berry aneurysm).
Catatan: sebagian besar (90%) aneurisme serebral spontan dapat ditemukan pada
sirkulasi anterior yang meliputi arteri communis kanan anterior dan posterior serta
pada arteri middle serebral.
• Pada saat kedatangan, 20-50% pasien melaporkan sakit kepala berat dalam
waktu beberapa hari sampai minggu sebelum kedatangannya ke ED. Keadaan
ini dikenal sebagai warning/peringatan atau sentinel. Sakit kepala merupakan
sekunder dari perdarahan aneurisma sac dan subsequent trombosis.
• Pasien dengan aneurisme SAH, px dengan perdarahan sekunder terhadap
arteriovenous malformation (AVMs) lebih cenderung untuk muncul dengan
kejang, cerebral bruit, disfagi dan iskemik.
• Jangan mendiagnosa migren jika episode pertama sakit kepala terjadi
setelah usia 50 th.
• SAH banyak terjadi karena perdarahan saccular (berry) aneurysm atau
AVM (3-6%), namun juga dapat terjadi akibat trauma. Riwayat akan berguna
untuk membedakan keduanya namun, kadangkala perdarahan akan terjadi
akibat keadaan traumatic. Riwayat yang dicari dengan berhati-hati sangatlah
320
penting. Penyebab yang jarang terjadi adalah mikotik, onkotik, dan aneurisme
terkait dengan aliran darah.
• Perubahan EKG yang bervariasi, cth: peak atau symmetrically inverted T
waves, gelombang U, prolongasi QRS complex, prolonged interval QT dan
disritmia, dapat terjadi terkait dengan SAH dan membingungkan dokter dalam
menegakkan dx kardiak.
Manajemen
Terapi Suportif
• Tangani pada area critical care
• Sediakan peralatan intubasi dan resusitasi.
• Pastikan patensi jalan nafas.
• Berikan oksigen aliran tinggi via reservoir mask
• Tinggikan kepala 30o
• Monitoring: EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri
• Pasang jalur IV perifer
• Lab: FBC, urea/elektrolit/kreatinin, PT/aPTT, GXM 2 unit.
• EKG, CXR (hati-hati akan terjadinya edema pulmonal)
• Hati-hati terhadap komplikasi akut (0-48 jam setelah terjadinya perdarahan) :
1. Rebleeding : merupakan komplikasi akut spontan yang paling
signifikan. Resiko rebleeding adalah 4% pada hari I setelah SAH
spontan dan meningkat 1,5% setiap harinya sampai hari ke-13.
321
Catatan:
1. CT scan tidak dapat mendeteksi SAH. Sensitivitas untuk mendeteksi SAH
hanya 93%. Sensitivitas CT menurun dengan waktu. Paling sensitive dalam 12
jam dan secara dramatis turun setelah 2-7 hari.
2. pungsi lumbal sangat penting untuk work up SAH jika CT scan negative.
Adanya xanthochromia pada specimen CSF yang segar merupakan penemuan
yang patognomonis pada SAH.
Penempatan:
• MRS-kan pasien ke bagian Neurologi atau neurosurgery.
322
Definisi
Arteritis temporal adalah sebuah inflamasi granulomatous dari satu atau lebih cabang
arteri carotid externa.
Diagnosis
Merujuk pada American College of Rheumotology, diagnosa dari temporal arteritis
mencakup tiga kriteria dibawah ini:
• Usia >50 tahun
• Onset baru dari sakit kepala terlokalisasi
• Nyeri arteri temporal dari penurunan denyut
• ESR > 55 mm/h
• Histology positif pada biopsi
Caveats
• Diduga arteritis temporal pada wanita, biasanya berusia lebih dari 50 tahun,
menunjukkan rasa berdebar-debar yang amat sangat, perasaan terbakar dan nyeri
kepala temporal satu sisi. Sering kali, sakit kepala bertahan hingga beberapa
bulan. Simptom yang berhubungan termasuk malaise, anoreksia, penurunan berat
badan, kelemahan rahang dan lidah, amaurosis, nyeri otot, TIA, neuropathy dan
stroke.
• Tiba-tiba, tanpa nyeri, kehilangan penglihatan satu sisi (karena oklusi paskular
dari optalmic atau arteri-silier posterior dengan infark dari nervus optik atau
retina) adalah komplikasi yang paling serius sejak kehilangan penglihatan yang
biasanya permanen.
• Terdapat peningkatan insidensi arteritis temporal dengan polimialgya rheumatica.
Penatalaksanaan
Terapi suportif
323
Disposisi:
• Masukkan dibawah konsultasi neurologi yang sesuai.
94. Tetanus
Caveats
• Kecurigaan yang tinggi harus dilakukan untuk menangani px yang
datang dengan gejala tetanus.
• Debridement luka juga penanganan di ICU dilakukan pada semua
suspek tetanus.
Patofisiologi
• Tetanus disebabkan oleh eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani,
mikrorganisme batang Gram negative anaerob yang masuk ke dalam luka.
C.tetani bisaanya masuk ke dalam luka dalam bentuk spora, dalam keadaan
non-invasive, namun dapat menghasilkan toksin, dan berubah menjadi bentuk
vegetatif jika jaringan tubuh host mengalami compromised dan tekanan
oksigen jaringan turun.
• Tetanus berada pada luka tusukan yang dalam, laserasi, crush injury juga pada
orang yang menyalahgunakan obat-obatan suntik dimana kondisi yang
anaerob memfasilitasi pembentukan spora.
• Tanda dan gejala klinik berkembang karena perpindahan eksotoksin ke CNS,
dimana ia akan memblok transmisi pada inhibitory interneuron yang
menyebabkan spasme otot yang bertentangan.
Manifestasi Klinik
• Periode inkubasi dapat bervariasi dari 3-21 hari sejak onset infeksi
• Tanda tetanus generalisata meliputi kekakuan yang terasa sakit pada rahang
dan otot-otot trunkus.
• Bentuk khas tetanus, meliputi risus sardonikus, disfagia, opistotonus, fleksi
lengan, tangan yang mengepal, kekakuan otot abdomen, ekstensi ekstremitas
324
bawah, yang disebabkan oleh kontraksi tonik intermittent dari kelompok otot
yang terlibat.
• Fraktur spine atau tulang panjang dapat terjadi akibat spasme konvulsif otot-
otot skeletal juga akibat kejang.
• Kesadaran bisaanya tidak menghilang kecuali terjadi laringospasme atau
spasme otot pernafasan.
• Instabilitas otonomik terjadi berupa demam, diaforesis, takikardi, dan
hipertensi.
Manajemen
• Penanganan terbaik dihasilkan bila px ditempatkan pada tempat isolasi yang
sunyi, pada lingkungan ICU.
• Terapi utama meliputi paralysis neuromuskular, intubasi orotrakeal dan
ventilasi. Trakeostomi sering diindikasikan untuk perawatan ventilasi jangka
panjang.
• Debridemen luka penting untuk meminimalisasi perkembangan penyakit yang
lebih lanjut.
• Single dose human Tetanus Immunoglobulin IM 3.000-5000 IU harus
diberikan.
• Pemberian anti tetanus toxoid (ATT) 0,5ml harus diberikan jika px telah
melewati fase akut, kemudian dilanjutkan setelah 6 minggu serta 6 bulan
kemudian.
• Penicillin G IV 10 juta IU/hari dibagi dalam beberapa dosis harus diberikan.
Antibiotik lain meliputi IV metronidazole 500mg tiap 6 jam atau IV
Doksisiklin 100mg tiap 12 jam. Jika px alergi penisilin, IV erythromycin 2
g/hari atau tetrasiklin 2 g/hari dapat menjadi penggantinya.
• Relaksasi otot dengan IV Diazepam 10 mg tiap 1-3 jam/prn sangat penting
untuk mengontrol refleks nyeri akibat spasme otot.
• Blockade neuromuscular yang memanjang dapat dicapai dengan pemberian IV
atracurium atau pancuronium.
• Instabilitas otonomik harus dikontrol dengan medikasi yang tepat, konsulkan
ke bagian Intensivist.
325
Caveats
• Krisis thyrotoksik didefinisikan sebagai eksaserbasi yang mendadak yang
mengancam nyawa dari hipertiroidisme yang terkait dengan dekompensasi
multiple organ.
• Suspek keberadaan thyroid storm pada semua kasus hipertiroidisme yang
mengalami demam.
• Thyroid storm merupakan kasus yang fatal : angka mortalitasnya 20-50%.
• Hindari antipiretik berbasis aspirin: karena dapat mengebabkan pelepasan free
T4 dan T3 dari protein bond site-nya.
• Manifestasi klinis:
1. Demam sebagai indicator adanya sepsis atau konsekuensi thyroid
storm.
2. Takikardi out of proportion to fever secara khas terjadi saat px tidur.
3. Adanya gejala dan tanda tirotoksis yang jelas seperti penurunan berat
badan, tremor.
4. Disfungsi Multiorgan :
a. Disfungsi CNS : AMS dengan kebingungan mental, delirium,
agitasi, stupor, koma
b. Disfungsi GIT : nyeri abdomen, diare, dan vomiting, jaundice
dapat terjadi dengan disfungsi hati.
c. Disfungsi CVS : Hiper- atau hipotensi sistolik, gagal jantung,
atrial fibrilasi yang cepat/Flutter.
5. riwayat terbaru thyroid disease yang membutuhkan terapi, kejadian
pencetus seperti sepsis, pembedahan, kontras CT iodine.
6. Pasien trauma dengan peningkatan nadi dan BP.
7. deplesi volume dari demam, metabolisme yang meningkat, diare.
• Hati-hati terhadap manifestasi yang tidak khas terutama pada lansia, yang
bisaanya hanya menunjukkan kelemahan, gagal jantung atau atrial fibrilasi,
dimana goiter mungkin tidak terlihat.
Tips Khusus Bagi Dokter Umum:
• Thyroid torm harus dapat dikenali dan diterapi 326
berdasarkan pemeriksaan klinis, karena konfirmasi
laboratorium terhadap penyakit bisaanya tidak bisa
Manajemen
Terapi Supportif
• Tangani pada area critical care karena dapat mengancam nyawa
• Berikan oksigen aliran tinggi deangn non-rebreather reservoir mask
• Monitoring: EKG, tanda vital tiap 10-15 menit, pulse oksimetri.
• Pasang jalur IV perifer
• Cairan IV : Dekstrose-Saline melalui infus pelan dengan elektrolit dan vitamin
yang cukup; koreksi deplesi volume hati-hati untuk menghindari tercetusnya
atau memburuknya gagal jantung; namun hilangnya cairan dapat
membutuhkan replacement sebesar 3-5 liter/hari.
• Labs :
1. FBC
2. Urea/elektrolit/kreatinin
3. Liver panel
4. Thyroid screen untuk memeriksa TSH, free T4.
5. CXR untuk mengetahui gagal jantung dan infeksi
6. EKG untuk menentukan adanya iskemik, infark, atau disritmia
7. Urinalisis dengan reagen dipstick: C&S jika ada kecurigaan sepsis.
• Koreksi factor pencetus, cth: sepsis, AMI
• Berikan paracetamol, aplikator/teknik untuk mendinginkan,
untuk menurunkan demam.
Terapi Obat
• Beta Blocker : pada keadaan kegagalan gagal jantung high cardiac output
1. berikan ultra-short acting IV esmolol : dosis 250µg/kg diikuti dengan infus
50 µg/menit jika tersedia.
2. Berikan IV propanolol 1mg tiap 5 menit sampai takikardi berat dapat
dikontrol. Jika px dapat untuk mengkonsumsi per oral, maka berikan
propanolol 60mg PO tiap 4 jam atau 80mg tiap 8 jam.
Catatan : terapi penyakit kardiovaskular lain dengan tx konvensional seperti
digoksin, diuretic.
• PTU (Propylthiouracil) memblokade iodinasi juga konversi T4
menjadi T3. Dosis : 400-600mg PO atau via Ryle’s tube, diikuti dengan 200-
300mg tiap 4 jam.
Catatan : PTU per rectal dapat diberikan jka px NBM. Encerkan pada
pediatric fleet enema dan berikan melalui kateter Nelaton.
327
Penempatan:
• Konsultasi ke Endokrin/general medicine dalam rangka antisipasi
MRS ke MICU.
Titik berat
ℵ trauma abdomen merupakan penyebab kematian yang utama
ℵ personil perawatan emergensi harus waspada dan dapat melakukan
perawatan dengan benar
ℵ luka tusuk yang terlihat diantara atau disekitar putting susu paerlu
juga diwaspadai masuk ke rongga abdomen
ℵ penderita harus dilakukan log-roll untuk memeriksa punggung dan
flank area pada kasus trauma
ℵ pada penderita dengan multi trauma dengan hipotensi harus
dicurigai adanya trauma abdi\omen sampai terbukti tidak
ℵ pemeriksaan klinis pada abdomen mungkin dapat ditemukan
keadaan berikut:
ℵ resusitasi dan stabilisasi harus didahulukan pada proses investigasi
Managemen
pasien harus dirawat di area perawatan kritis
pemeriksaan fisik dan resusitasi harus berjalan simultan
prinsip ATLS harus diikuti dengan prioritas pada:
airway: pertahankan airway
breathing: pada pasien sadar berikan O2 dosis tinggi. Pada pasien tidak
sadar, pasang ETT dengan ventilasi mekanis
328
investigasi
pada selain keadaan diatas, berikut terdapat tabel yang dapat dipakai untuk
pertimbangan pada pasien stabil
Tabel 1 model investigasi pada pasien dengan dugaan trauma abdomen
Penilaian hemodinamik
Tidak
stabil
stabil
pasien yang dikirim ke ruang CT harus ada continuous monitoring vital sign dan
harus diikuti dokter
CT scan abdomen:
329
Caveats
• Manajemen trauma dada mengikuti protocol ATLS :
1. Amankan ABC merupakan protocol.
2. Berikan penanganan secepatnya untuk mendeteksi lesi
3. keterlibatan tim trauma dari RS harus segera dilakukan.
• Selama Primary Survey, dokter harus mendeteksi kondisi yang
mengancam nyawa namun bersifat reversible, a.l:
1. Obstruksi jalan nafas (karena laryngeal injury atau fraktur dislokasi
sternoclavicular joint posterior).
2. Tension Pneumothorax (sucking chest wound)
3. Pneumothorax terbuka
4. Flail Chest
5. Hemothorax massif
6. Tamponade jantung
Manajemen Awal
• Rujuk px pada Critical care atau area resusitasi pada ED.
• Aktifkan in-house Trauma Team menurut protocol institutional
• Tangani px sesuai protocol ATLS
• Pertimbangkan intubasi pada px menggunakan teknik RSI dengan kondisi:
1. airway compromised
2. ventilasi inadekuat
3. SpO2 tidak dapat dipertahankan diatas 94% walaupun telah menggunakan
non-rebreathing mask.
Catatan : Jika mungkin, perikardiosentesis harus dilakukan sebelum intubasi
karena adanya excessive ventilation pressure yang mengurangi venous return
dapat menyebabkan serangan jantung.
• Pasang jalur IV ukuran besar (14G/16G) pada kedua fossa cubiti.
Pilihan pertama cairan resusitasi awal adalah kristaloid (Hartmann’s atau NS).
• Cek darah untuk :
1. GXM 6 unit WB
2. FBC, urea/elektrolit/Kreatinin, dan BGA
1. Haemothorax massif
2. Tension pneumothorax
3. Tamponade pericardial
• Sangat penting untuk mengatasi keadaan tersebut dalam hitungan
menit Karena dapat menyebabkan kematian ! tidak ada waktu untuk
melakukan pemeriksaan investigasi.
Pneumothorax terbuka
• Patofisiologi : defek dinding dada yang luas dengan adanya kesamaan tekanan
intrathoracic dan tekanan atmosfer akan menyebabkan ‘sucking chest wound’.
• Manajemen :
1. Berikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
2. tutup defek dengan kassa steril, dengan merekatkan di 3 sisi untuk
menghasilkan efek ‘flutter-valve’.
3. Jangan merekatkan pada keempat sisi karena dapat menyebabkan tension
pneumothorax.
4. kemudian lakukan insersi chest tube.
Catatan: Chest tube tidak boleh diinsersikan melalui luka penetrasi karena
akan secara tepat mengikuti traktus yang terbentuk menuju paru atau
diafragma sehingga akan merusak organ tersebut atau menyebabkan
perdarahan yang massif.
Flail Chest
• Definisi : terjadi ketika ada 2 atau lebih tulang rusuk yang fraktur pada 2
tempat yang berbeda.
• Diagnosis didasarkan pada :
1. Gerakan paradoksikal segment dinding dada (keadaan ini saja tidak akan
menyebabkan hipoksia).
2. Distress respirasi
3. bukti eksternal adanya trauma dada
4. nyeri pada usaha bernafas
catatan : penyebab utama hipoksia pada flail chest adalah karena underlying
kontusi pulmonal, walaupun adanya nyeri dan restriksi gerakan dinding dada
334
Haemothorax Massif
• Definisi : kehilangan darah > 1500 ml ke dalam cavum dada pada
initial output.
• Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi adekuat (berikan oksigen 100%)
2. Pasang 2 jalur IV besar dan lakukan resusitasi cairan
3. transfuse darah dan koreksi koagulopati
4. Tube thoracocentesis
5. Waspada terhadap penghentian mendadak dengan drainase, cek untuk
blocked tube.
• Indikasi Thorakotomy (konsul TKV secepatnya):
1. Drainase darah awal > 1500 ml
2. ongoing drainase > 500 ml/jam pada jam pertama, 300ml/jam pada 2 jam
berikutnya atau 200 ml/jam pada 3 jam berikutnya.
3. kasus yang membutuhkan transfusi darah persisten
4. retained pneumothorax besar, terutama jika terkait dengan perdarahan
yang terus menerus.
5. instabilitas hemodinamik yang terus-menerus
6. kecurigaan injury esophageal, cardiac, pembuluh darah besar atau bronkus
utama.
Catatan : pikirkan kemungkinan kerusakan pembuluh darah besar, struktur
hilar dan jantung pada luka penetrasi dada bagian anterior, sebelah medial dari
nipple line dan luka dada posterior medial dari scapula.
335
Tamponade jantung
• Dx membutuhkan kecurigaan yang tinggi. Kombinasi dari keadaan dibawah
ini akan membawa kita pada kemungkinan dx.
1. Trauma dada dan hipotensi
2. Trias Beck’s (hipotensi, muffled heart sound/suara jantung yang terdengar
jauh, distensi pembuluh vena di leher)
Catatan : Trias Beck’s hanya terlihat pada 50% kasus. Vena di leher yang
mengalami distensi tidak akan didapatkan pada tamponade jantung sampai
paling tidak terjadi koreksi parsial hipovolemi. Muffled heart sound
merupakan tanda yang paling sedikit terjadi pada trias Beck’s.
3. Trauma dada dan pulseless electrical activity
4. Tanda Kussmaul (peningkatan neck distension selama inspirasi dan pulsus
paradoksus)
• Bukti lain yang menyokong dx, a.l:
1. pembesaran jantung yang terlihat pada CXR (jarang) atau
2. Voltase EKG yang rendah (tidak lazim) atau
3. Cairan pericardial yang terlihat pada 2D Echo atau FAST (definitive)
• Manajemen :
1. Pastikan oksigenasi yang adekuat (O2 100%)
2. pasang jalur IV ukuran besar
3. Berikan Cairan IV bolus 500 ml
4. lakukan perikardiosentesis dengan :
a. Panduan EKG (dengan Lead EKG yang terhubung dengan
jarum perikardiosentesis)
b. Panduan 2D Echo. Dapat bersifat diagnostic atau terapetik.
Catatan : Resusitasi cairan yang agresif akan membantu mempertahankan
cardiac output dan memberikan waktu untuk px. Jangan melakukan
tusukan dengan jarum tanpa panduan karena resiko iatrogenic cardiac
injury sangatlah tinggi.
Kontusio Pulmonal
• Injury yang terjadi akibat rusaknya susunan jaringan paru, kerusakan
membrane alveoli dengan perdarahan dan edema pada alveolar space.
• Manifestasi kontusio pulmonum bisaanya butuh waktu untuk timbul.
• Penyebab, a.l:
1. trauma tumpul atau penetrasi
2. blast injury
3. compressive injuries
• Tanda klinis yang mungkin, a.l:
1. Distress respiratori
2. penurunan suara nafas
3. krepitasi pada lapang paru yang terkena
4. Hipoksemia
• Manajemen :
1. Berikan supplementasi O2
2. berikan support vantilasi, jika diperlukan
3. Lakukan terapi cairan dengan bijaksana
Tracheobronchial Injuries
336
Fraktur Costae
• Manajemen dipengaruhi oleh level dan jumlah costae yang terkena
juga pada underlying visceral injuries.
Catatan : banyak fraktur costae yang tidak terlihat pada CXR. Tujuan utama
CXR pasien dengan kemungkinan fraktur costae adalah untuk mengeliminasi
haemothorax yang terkait, pneumothorax, kontusio paru, serta injury organ
lain.
Subkutaneus emfisema
• Etiologi:
1. Injury jalan nafas
2. Injury paru dan pleural
3. injury esophagus dan faringeal
4. Blast Injury
• Tanda :
1. Krepitus
2. Pembengkakan wajah, leher dan jaringan yang terlibat.
• Manajemen : emfisema subkutaneus jarang membutuhkan terapi.
Tangani penyebab dasarnya. Asumsikan bahwa emfisema subkutaneus
memiliki penyebab dasar pneumothorax walaupun tidak terlihat pada CXR.
Sehingga tindakan insersi chest tube harus dilakukan sebelum ditempatkan
pada ventilator.
Trauma Esofageal
• Indikasi adanya trauma esophageal:
1. Emfisema subkutaneus
2. udara mediastinum tanpa adanya pneumothorax
3. Udara retrofaringeal pada x ray leher lateral
4. Left-side pleural effusion : tes drainase positif untuk amylase
5. left pneumo atau haemothorax tanpa fraktur kosta.
6. hantaman yang kuat pada bagian bawah sternum atau epigastrium dan
pasien mengalami nyeri atau shock out proportion terhadap injury yang
terlihat.
339
Trauma Laring
• Walaupun merupakan injury yang jarang terjadi, yang dapat terjadi bersamaan
dengan obstruksi jalan nafas akut.
• Diagnosis berdasarkan trias sbb:
1. Hoarseness (suara parau)
2. emfisema subkutaneus
3. Fraktur yang dapat terpalpasi
• Manajemen :
1. jika jalan nafas px mengalami obstruksi total atau jika px berada dalam
keadaan distress respiratori hebat, maka lakukan intubasi
2. jika intubasi tidak berhasil dilakuakan, emergency tracheostomi
merupakan indikasi.
3. surgical cricothyroidotomy, walaupun tidak disukai pada situasi ini, dapat
menyelamatkan nyawa jika terdapat kegagalan trakeostomi.
4. kontak spesialis THT dan ahli anestesiologi secepatnya.
Hematoma Subungual
• Klasifikasi : persentase area dibawah kuku yang menunjukkan
adanya darah
• Terapi : trephine dengan sebuah red hot tip dari unfolded paper
clip (gambar1).
1. Blok digital tidak diperlukan kecuali pada px yang ketakutan. Nail plate
akan terbakar dan mengalami evaporasi saat ‘tip’ yang telah dipanaskan
dipenetrasikan. Ujung klip kertas yang telah dipanaskan kemudian akan
menjadi dingin secara langsung karena aliran darah, dan penetrasi yang
lebih jauh serta cedera nail bed jarang terjadi. Jangan melakukan tekanan,
namun biarkan panas berpenetrasi ke nail plate karena keadaan ini akan
menghindarkan keadaan benturan klip kertas ke dalam nail bed (resiko
osteomielitis).
2. usap jari yang terluka dengan povidone iodine (bukan alcohol karena
bersifat mudah terbakar).
3. tempatkan 2 lubang pada dua sisi disebelahnya untuk memfasilitasi
drainase. Hematoma dievakuasi dengan memijat lembut diikuti dengan
menghisap povidone iodine.
• Follow up dengan salep antibiotik, kassa dan protective splint
• Untuk hematoma subungual lebih dari 50%, disarankan untuk
melepaskan kuku, eksplorasi dan suturing nail bed.
Cara memeriksa integritas flexor digitorum superficialis (FDS) dan Flexor Digitorum
Profundus (FDP)
• Cara memeriksa fungsi FDS (gambar 2a), dengan jari yang berdekatan
ekstensi penuh (menghambat gerakan FDP), usaha fleksi jari menghasilkan
gerakan isolated FDS, dimana diindikasikan dengan adanya solitary flexion
PIP joint.
• Cara memeriksa fungsi FDP (gambar 2b). isolated DIP flexion anya dapat
dilakukan dengan intake-nya FDP muskulotendinous unit.
Catatan : terlihatnya tendon yang intake pada lacerated sheath tidak berarti
bahwa tendon tidak cedera. Tendon mungkin berada pada posisi yang lain ketika
cedera terjadi juga pada saat pemeriksaan dilakukan. Bagian tendon yang
mengalami laserasi telah pindah kebagian proksimal atau distal. Periksa dan
dokumentasikan integritas nervus digital yang terlibat (menggunakan 2-point
discrimination dengan menggunakan ujung klip kertas, dengan jarak sekitar
5mm).
Riwayat/anamnesa :
• Mekanisme injury : laserasi dan trauma tertutup/tumpul.
• Okupasi
• Tangan yang dominant
X ray jari dengan tujuan :
• Eksklusi FB pada luka laserasi
• Eksklusi avulse FDP insertion pada bagian dasar distal phalanx pada fraktur
yang tertutup (lateral film).
342
Mallet Finger
• Rusaknya insersi tendon ekstensor pada bagian terminal phalanx
• Mekanisme injury :
1. Trauma tumpul via fleksi akut dari DIPJ dengan beban dari aksila
bertumpu pada terminal phalanx, cth : menangkap bola.
2. Laserasi, yang lebih jarang terjadi
• Manifestasi klinis:
1. Nyeri, bengkak dan nyeri tekan DIPJ
2. ketidakmampuan untuk meluruskan DIPJ
3. Subluksasi volar DIPJ
• X ray jari : cari fraktur pada basis distal phalanx.
• Manajemen tergantung dari tipe cedera:
1. cedera tertutup tanpa fraktur : mallet splint (gambar4) selama 6 minggu.
Follow up di bagian Hand Surgery setelah 5 hari.
2. Avulsi tendon dengan fragment tulang kecil (< 33%) : mallet splint.
Follow up di bagian Hand Surgery setelah 5 hari.
3. Avulsi tendon dengan fragment tulang besar : MRS untuk surgical repair.
4. Cedera terbuka : MRS untuk surgical repair.
343
Mallet splint
• Pemasangan volar splint pada distal phalanx, yang menjaga DIPJ
agar berada pada posisi sedikit hiperekstensi smentara PIPJ dan MCPJ bebas
bergerak.
Deformitas Boutonniere
• Kerusakan central slip dari tendon ekstensor PIPJ. Lateral band
yang secara normal berada pada dorsal dari aksis rotasi sehingga dapat
membuat gerakan meluruskan jari, saat ini menjadi jatuh ke volar dari aksis
tersebut dan gerakan yang dihasilkan jadi berkebalikan yaitu menyebabkan
fleksor PIPJ.
• Mekanisme cedera:
1. pukulan langsung pada dorsum PIPJ.
2. Beban aksila yang memaksa fleksi PIPJ saat jari sedang ekstensi.
3. Laserasi di sepanjang atau distal dari PIPJ.
• Presentasi klinis:
1. Nyeri dan pembengkakan PIPJ
2. Pasien awalnya dapat melakukan ekstensi penuh dari PIPJ (karena lateral
slip functioning) walaupun kebanyakan px dengan cedera seperti ini
menunjukkan kelemahan pada saat ekstensi PIPJ.
3. deformitas Boutonniere bisaanya tidak muncul langsung setelah cedera
namun sering timbul setelah 10-14 hari.
4. kebanyakan memiliki associated dislocation yang telah direduksi sebelum
datang ke ED; ditunjukkan dengan pergerakan yang terbatas akibat nyeri.
• X ray jari: jika terdapat fraktur avulse dari dorsal basis middle
phalanx.
• Diagnosis: membutuhkan kecurigaan yang tinggi, dx bisaanya
tidak terlihat saat itu karena adanya pembengkakan akut.
• Manajemen :
1. Cedera tertutup : boutonnire splint. Follow up pada hand surgery dalam 5
hari.
2. cedera terbuka : MRS untuk primary repair.
Boutonniere Splint
• pasang volar splint pada PIPJ, posisikan pada ekstensi penuh, DIPJ
dan MCPJ bebas. (gambar 5).
Catatan : (1) antibiotik sistemik profilaksis secara rutin tidak disarankan. (2)
cedera partial thickness dapat dibedakan dari full thickness dengan hilangnya
sensasi pada pin prick test, dan (3). Pertimbangkan cedera non-accidental pada
anak.
Infeksi Tangan
Paronychia
• Abses nail fold
• Pembengkakan jaringan subungual dan kemerahan dengan atau tanpa frank
pus.
• Screening untuk DM
• Terapi :
1. Awal : antibiotik oral, cth cloxacilin (versus S. aureus) dan rendam air
hangat setiap hari.
2. Lanjut : antibiotik oral dan I&D abses dibawah blok digital.
• Metode drainase (lihat gambar 6 dan 7)
1. Iris mess/blade ke dalam nail sulcus di dekat titik dengan nyeri tekan yang
paling maksimal.
2. Hilangkan sebuah potongan longitudinal kuku jika terdapat abses
subungual.
• Penempatan : rujuk ke Hande sugery untuk follow up pada hari
kerja berikutnya untuk dibalut.
346
Felon
• Infeksi distal pulp space dari sebuah jari.
• Pembengkakan, nyeri dan kemerahan dari ujung jari
• X ray : singkirkan FB dan keterlibatan tulang
• Terapi : insisi dan drainase dibawah block digital
• Metode drainase
1. Insisi high lateral (hindari neurovascular bundle) dimulai 5mm distal dari
lipatan kulit DIPJ dan teruskan sampai bagian akhir nail plate.
2. insisi palmar longitudinal : pilihan insisi tergantung penemuan titik nyeri
tekan yang paling maksimal.
3. Septa fibrous pada finger pad harus diinsisi secara tajam untuk
menghasilkan drainase yang adekuat dari space yang tertutup.
• Antibiotik : Cloxacilin (versus S.aureus)
• Penempatan
1. control ke Hand surgery untuk follow up setelah I&D.
2. MRS pada Hand suregery untuk amanajemen adanya komplikasi seperti
osteitis atau osteomielitis dari phalanx distal, piogenik arthritis DIPJ,
pyogenic Flexor tenosynovitis.
347
Caveats
• Cedera kepala merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas setelah
trauma.
• Walaupun bisaanya tidak ada terapi spesifik untuk mengatasi primary brain
injury, beberapa secondary brain injury dapat dicegah atau diterapi.
Catatan : Primary brain injury merupakan kerusakan yang terjadi secara langsung
oleh trauma/gerakan mekanikal. Secondary brain injury terjadi setelah initial
trauma.
• Hipoksemia dan hipotensi merupakan penyebab sistemik yang paling
sering menyebabakan secondary brain injury.
• Jangan mengasumsikan AMS pada px trauma kepala terjadi karena
intoksikasi alcohol. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh hipoglikemi,
hiperkarbi, hipotensi atau concomitant dengan intoksikasi obat.
348
Manajemen
Skull X ray (SXR)
• Indikasi: controversial. SXR bisaanya tidak diindikasikan untuk cedera kepal
aringan yang akan di MRSkan untuk observasi dengan pengecualian pada
keadaan berikut:
1. Large boggy scalp hematoma yang menghalangi palpasi akurat terhadap
adanya depressed skull fracture (dimana CT scan kepala juga harus
dilakukan).
2. Suspek benda asing radioopaque pada laserasi kulit kepala (cth : karena
pecahan kaca).
349
50% abnormalitas intrakranial yang terdapat pada kasus trauma kepala, tidak
berkaitan dengan adanya fraktur tulang tengkorak. Sehingga dengan adanya
fraktur tulang tengkorak akan meningkatkan kecurigaan adanya lesi
intracranial, namun dengan tidak adanya fraktur tengkorak tidak akan
menghilangkan pentingnya CT scan untuk dilakukan.
Catatan : simple scalp laceration bukan merupakan criteria dilakukannya
SXR. Luka harus dipalpasi terlebih dahulu sebelum T&S dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan fraktur.
• Apa yang harus dicari pada sebuah SXR
1. fraktur tulang tengkorak linear atau depressed
2. posisi midline dari kalsified glandula pineal. Pergeseran > 3mm pada satu
sisi menandakan adanya hematoma intracranial yang besar.
3. Air-fluid level pada sinus (termasuk sinus sphenoidal)
Catatan : fluid level pada sinus sphenoidal terdeteksi pada SXR lateral yang
diambil dengan horizontal beam menunjukkan basal skull fracture. Base of
skull fracture bukan indikasi urgent untuk dilakukannya CT scan kepala jika
GCS 15, namun merupakan indikasi untuk MRS. Penelitian terbaru
menunjukkan tidak adanya bukti penggunaan profilaksis antibiotik pada basal
skull fracture. Hal ini karena occult CSF leakage dapat berlanjut berbulan-
bulan dan bertahun-tahun serta delayed meningitis dapat muncul kadang-
kadang pada beberapa tahun setelah cedera. Antibiotik diberikan apabila
terdapat posttraumatic meningitis, bisaanya karena infeksi Streptococcus
pneumoniae, yang umumnya sensitive terhadap benzyl penicillin.
4. aerocele
5. fraktur facial
6. Benda asing
7. diastasis (pelebaran) sutura.
CT scan
• Indikasi emergent CT scan setelah cedera kepala
1. GCS ≤ 13 tanpa adanya intoksikasi alcohol atau fraktur tulang tengkorak.
2. GCS ≤ 14 dengan adanya fraktur tulang tengkorak
3. Pupil yang berdilatasi unilateral pada keadaan AMS
4. depressed skull fracture
5. Defisit neurologik fokal
6. pasien cedera kepala yang membutuhkan ventilasi
7. pasien cedera kepala yang membutuhkan anestesi general untuk operasi
lainnya.
Catatan: CT scan emergent masih controversial. Menurut ATLS, semua px
bahkan dengan cedera kepala ringan membutuhkan CT scan kepala, namun
akan sangat membutuhkan biaya yang besar.
Resusitasi
Prioritas resusitasi menurut ATLS, a.l :
• control jalan nafas dan cervical spine
• pernafasan
Catatan : penyebab respiratory impairment meliputi : (1) penyebab sentral
seperti obat-obatan dan brain stem injury, (2) penyebab perifer seperti
obstruksi jalan nafas, aspirasi darah/vomit, trauma dada, adult respiratory
distress syndrome dan edema pulmonary neurogenik.
350
• Sirkulasi
1. Pemeriksaan darah : FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, GXM
± kadar serum etanol.
Catatan : kadar alcohol darah < 2g/l menunjukkan bahwa AMS yang
terjadi adalah akibat cedera kepala bukan karena intoksikasi alcohol.
Namun tingginya kadar alcohol tidak dapat dikatakan sebagai penyebab
terjadinya keadaan AMS pada px cedera kepala tersebut.
2. lakukan pemeriksaan GDA pada semua px cedera kepala dengan
penurunan kesadaran untuk mengeksklusi adanya hipoglikemi.
• Pemeriksaan neurologik
• Indikasi Intubasi pada cedera kepala
1. Koma (GCS <8)
2. deteriorasi GCS yang cepat ≥ 2.
3. GCS ≤ 14 dengan adanya dilatasi pupil unilateral.
Catatan : dilatasi atau fixed pupil pada px trauma bisaanya disebabkan
oleh hematoma atau kerusakan otak, namun juga disebabkan oleh
expanding trauma mata, cedera langsung pada nervus kranialis ketiga,
bermacam-macam obat, aneurisme intracranial, hipoksia, hipotensi,
kejang dan expanding aneurisme intrakrnial.
4. distress respirasi secara klinis, RR > 30x/menit atau < 10x/menit,
abnormalitas pola pernafasan atau hipokemia yan gtidak terkoreksi dengan
O2 100% yang diberikan melalui non-rebreather mask.
5. concomitant maxillofacial injuries
6. konvulsi berulang
7. concurrent edema pulmonal berat, cedera kardiak atau abdominal bagian
atas.
Catatan : hiperventilasi harus digunakan untuk mencapai PCO2 antara
30-35 mmHg jika ada indikasi peningkatan tekanan intrakrnial. Dalam
keadaan bisaa, PCO2 harus berada pada kisaran 34-40 mmHg. Cek
ulang BGA 10-15 menit setelah hiperventilasi.
• Indikasi penggunaan Mannitol pada cedera kepala :
1. pasien koma yang awalnya memiliki pupil yang normal dan reaktif namun
kemudian berkembang menjadi dilatasi disertai atau tanpa adanya
hemiparesis.
2. Dilatasi pupil bilateral dan nonreaktif tetapi tidak hipotensive.
Dosis Mannitol : 1g/kgBB, cth [5x BB (kg)] ml larutan mannitol 20%
dalam infus cepat selama 5 menit.
• Pneumokranium
• Penetrating skull injuries
• Penemuan yang positif pada CT scan
Caveats
• Walaupun cedera tulang terlihat serius, kasus tersebut sering tidak mengancam
nyawa dan termasuk dalam secondary survey pada pasien trauma.
• Semua dislokasi bisaanya bukan merupakan kasus serius dan hanya
membutuhkan analgesic yang adekuat, kecuali pada 3 kasus sbb, yang
membutuhkan reduksi secepatnya:
1. Dislokasi lutut (karena popliteal artery compromise)
2. dislokasi pergelangan kaki (karena nekrosis kulit)
352
• Manifestasi klinis
1. dislokasi panggul posterior : panggul fleksi ringan, adduksi dan rotasi ke
dalam, kaki terlihat lebih pendek, femoral head terpalpasi pada bokong.
2. Dislokasi panggul anterior : panggul fleksi ringan, abduksi dan rotasi ke
luar, tonjolan dislocated head di bagian anterior terlihat dari arah samping.
3. Dislokasi panggul sentral : kaki dalam posisi yang normal, nyeri tekan
pada trochanter dan pangkal paha, serta masih terdapat gerakan yang
kecil/terbatas.
Fraktur Patellar
• Mekanisme
1. Kekerasan langsung cth akibat kecelakaan lalu lintas dengan dashboard
injury, jatuh pada permukaan yang keras, serta jatuhnya benda yang berat
diatas lutut.
2. dengan kekerasan tidak langsung sebagai akibat kontraksi otot yang
mendadak.
• Manifestasi klinis
354
Dislokasi Patellar
• Mekanisme
1. riwayat khas : saat sedang berlari, lutut terbentur dan px jatuh. Px sering
memperlihatkan tonjolan di bagian medial yang prominent dari condilus
medialis femur (walaupun patella bisaanya mengalami dislokasi ke
lateral).
2. dislokasi patella dapat berkurang secara spontan
• Manifestasi Klinis
1. effuse mild knee
2. nyeri tekan pada bagian medial lutut
• X ray : AP, lateral dan skyline view. Skyline view digunakan untuk
menyingkirkan fraktur lain pada kondilus lateral dari femur.
• Terapi :
1. berikan analgesic dan reduksi dislokasi
2. Aplikasikan cylinder backslab selama 6 minggu pada dislokasi yang
pertama untuk mencegah dislokasi yang rekuren.
3. jika terjadi dislokasi rekuren, aplikasikan pressure bandage selama 1-2
minggu.
Dislokasi Lutut
Merupakan Keadaan yang Emergensi!
• Mekanisme trauma : bisaanya karena kecelakaan lalu lintas, terutama dash
board injury
• Manifestasi klinis : pembengkakan, deformitas yang besar, sering dengan
marked posterior sag.
• X ray : AP dan lateral view dari lutut
• Komplikasi :
1. Cedera arteri popliteal : cari keadaan pucat, dingin, pulseless atau parestesi
pada tungkai bawah.
2. Palsy nervus peronealis
• Terapi
1. berikan analgesic IV
2. Reduksi dislokasi secepatnya, terutama jika terdapat keterlambatan dalam
X ray.
3. Aplikasikan cylinder backslab.
355
Haemarthrosis Lutut/effusi
• Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma pada daerah lutut.
Haemarthrosis pada lutut yang terjadi cepat disebabkan oleh :
1. robeknya ligament cruciatum
2. Robeknya ligamentum collateral
3. Fraktur osteokondral
4. peripheral meniscal tear
Effusi yang terlambat bisaanya terjadi akibat meniscal tear
• Manifestasi klinis: pembengkakan yang besar dari haemarthrosis
atau effuse.
• X ray :
1. AP dan Lateral View dari lutut. Catat bahwa fat fluid level pada bursa
suprapatellar mengindikasikan adanya fraktur intraartikular walaupun
fraktur tidak terlihat. (gambar 2).
2. skyline view digunakan pada subtle fracture dari condilus femoralis
(terutama pada dislokasi lateral patella) dan patella.
• Komplikasi : hati-hati bahwa px mungkin tidak mengalami
dislokasi lutut atau concomitant fraktur lutut.
• Terapi :
1. jika haemarthrosis lutut tidak tegang, px dapat KRS dengan istirahat, es,
kompresi (aplikasikan crepe bandage) dan terapi elevasi (RICE).
2. berikan analgesic
• Penempatan
1. rujuk ke klinik ortopedi dalam 24-48 jam
2. jika terdapat tense haemarthrosis, px harus MRS untuk aspirasi.
Fraktur Tibia/Fibula
• Mekanisme trauma :
1. tekanan torsional (cedera olahraga)
2. Kekerasan yang ditransmisikan melalui kaki (cth : jatuh dari ketinggian,
kecelakaan lalu lintas)
356
3. Hentakan langsung (cth kecelakaan lalu lintas, tertimpa benda yang berat)
Isolated fracture tibia atau fibula dapat terjadi akibat kekerasan secara
langsung walaupun relative jarang. Kekerasan tidak langsung menyebabkan
fraktur pada tibia sekaligus fraktur fibula.
• Manifestasi klinis :
1. nyeri
2. pembengkakan
3. Deformitas
4. Nyeri tekan
5. Fraktur krepitus
6. sering berupa fraktur terbuka karena 1/3 tibia adalah subkutaneus
• X ray : AP dan Lateral view dari tibia/fibula (harus meliputi lutut
dan pergelangan kaki)
• Komplikasi : compartment syndrome pada fraktur tertutup dan
infeksi pada fraktur terbuka.
• Terapi:
1. fraktur tertutup undisplaced dari tibia dan fibula
a. berikan analgesic IM/IV sebelum X ray
b. aplikasikan backslab diatas lutut
c. ulangi X ray untuk mengecek final position dari fraktur.
d. MRS untuk observasi
2. Fraktur tertutup displaced dari tibia dan fibula
a. Berikan narkotik IV sebelum X ray
b. Dibawah conscious sedation dengan IV Midazolam dan
narkotik, coba untuk mereduksi fraktur.
c. Aplikasikan backslab diatas lutut
d. Ulangi X ray sebelum MRS
3. Fraktur terbuka tibia dan fibula
a. berikan analgesic IM/IV
b. lakukan swab c/s dari luka
c. tutup luka dengan dibalut
d. cek status immunisasi tetanus px.
e. Berikan antibiotik (Cefazolin)
f. Aplikasikan long leg backslab atau temporary splint
g. Rencanakan debridemen luka
4. Isolated Closed Fracture of Fibula
a. Berikan analgesic IM
b. Singkirkan fraktur tibia dengan cedera pada sendi pergelangan kaki
c. Crepe bandage
d. KRS dengan diberikan analgesic
e. Rujuk ke klinik ortopedi.
Catatan : pasien dapat diijinkan untuk menahan berat badan.
1. Malleolus medialis
2. Malleolus lateralis
3. Seluruh bagian panjang fibula
4. Basis metatarsal ke-5
• X ray : tidak harus dilakukan pada kasus sprained ankle
Indikasi X ray pada cedera ankle :
1. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus lateralis.
2. Nyeri tekan pada tepi posterior (distal 6cm) atau ujung malleolus medialis.
3. tidak mampu untuk menahan berat badan
4. pada kasus dimana terdapat pembengkakan yang nyata sehingga tidak
memungkinkan palpasi yang akurat.
5. pada kasus dimana terdapat instabilitas klinis.
6. pada px usia > 50 tahun dimana menurut penelitian klinis mengindikasikan
kemungkinan insiden fraktur sekitar 30%.
7. untuk alasan social, cth : pada seorang atlit.
Catatan: Kriteria 1 sampai 3 dikenal sebagai Ottawa Ankle Rules.
X ray yang disarankan:
1. AP dan lateral view dari ankle untuk suspek fraktur ankle.
2. Seluruh fibula jika terdapat nyeri tekan pada fibula yang dapat
menyingkirkan fraktur Maissoneuve.
3. Posisi PA dan lateral dari kaki jika terdapat nyeri tekan pada basis
metatarsal ke-5.
• Komplikasi : Nekrosis kulit pada delayed reduction dislokasi ankle.
• Terapi :
1. sprained ankle :
a. berikan analgesic pada ED
b. KRS dengan terapi RICE dan analgesic
c. Rujuk ke fisioterapi untuk strapping ankle pada severe sprain.
2. Fraktur ankle :
a. Aplikasikan backslab dibawah lutut
b. MRS untuk fiksasi internal kecuali pada isolated stabel fracture
of lateral malleoulus dibawah ankle mortise yang dapat diterapi
secara konservatif.
3. Dislokasi ankle
a. Pasang heparin plugdan berikan narkotik IV sebelum
dilakukannya X ray
Catatan : dislokasi ankle harus direduksi secepatnya dibawah
conscious sedation dengan midazolam dan narkotik, atau inhalasi
Entonox (N2O/O2) untuk mencegah nekrosis kulit. Sehingga, jika
terdapat katerlambatan X ray > 10-15 menit atau jika terdapat tanda
circulatory compromise, ankle tersebut harus direlokasi bahkan
sebelum X ray dilakukan.
b. Aplikasikan short leg backslab setelah reduksi
c. Lakukan post reduksi X ray
d. MRS untuk fiksasi internal.
Fraktur Calcaneum
• Mekanisme trauma : jatuh dari ketinggian pada tumit
Catatan : ingat untuk menyingkirkan fraktur calcaneal bilateral dan wedge
fracture of spine.
358
• Manifestasi klinis :
1. tumit ketika dilihat dari arah belakang akan
nampak melebar, memendek, mendatar atau miring ke lateral membentuk
valgus.
2. Pembengkakan yang menegang pada tumit
3. Nyeri tekan local yang jelas
4. Jika px muncul kemudian, mungkin akan timbul
bruising yang dapat menyebar ke sisi medial telapak kaki dan proksimal
dari betis.
• X ray : AP, lateral, dan axial view dari
calcaneum
• Terapi :
1. jika sendi subtalar tidak terlibat
a. aplikasikan firm bandaging over wool
b. KRS dengan crutches (tongkat penyangga), analgesic, dan
sarankan untuk melakukan elevasi tungkai di rumah.
2. Jika fraktur kalkaneum bilateral ada, sarankan untuk istirahat.
3. Jika kalkaneum mengalami pergeseran atau ‘crushed’:
a. aplikasikan backslab di bawah lutut
b. MRS
FOOT INJURY
Catatan : yang paling sering terjadi a.l :
• Fraktur kalkaneum
• Dislokasi Tarso-metatarsal
• Fraktur metatarsal
• Fraktur phalangeal/dislokasi
Dislokasi Tarso-metatarsal (Lisfranc’s)
• Mekanisme trauma:
1. jatuh pada plantar flexed foot
2. Hantaman pada forefoot seperti pada kecelakaan lalu lintas
3. hantaman pada tumit ketika berada pada posisi berlutut/bersujud
4. run over kerb side accident
5. Inverse, eversi atau abduksi dari forefoot yang dipaksakan.
• Manifestasi klinis : bengkak dan ‘penyimpangan’ dari kaki
• X ray : AP dan Oblique view dari kaki (gambar 3)
Catatan : Lisfranc’s dislocation tidak selalu menyediakan bukti yang
jelas pada radiografi, dan tetap menjadi fraktur kaki yang paling sering
mengalami missdiagnosa
• Komplikasi : arteri dorsalis pedis atau anastomosis medial plantar dapat
berada dalam ancaman.
• Terapi :
1. berikan analgesic sebelum X ray
2. Aplikasikan backslab
3. MRS untuk open reduction and Internal Fixation (ORIF)
Fracture Metatarsal
• Mekanisme : sering disebabkan karena Crushing injury
• X ray : AP dan Oblique view dari kaki
• Prinsip manajemen :
359
Phalangeal Fracture/dislokasi
• X ray : AP dan oblique view dari kaki
• Prinsip manajemen :
1. tangani cedera jaringan lunak serta nail bed injury terlebih dahulu.
2. Reduksi dislokasi menggunakan digital block atau Entonox.
3. Immobilisasi Fraktur dan dislokasi menggunakan adhesive strapping pada
jari kaki yang berdekatan.
4. KRS dengan analgesic dan rujuk ke klinik ortopedik.
5. Untuk dislokasi jari kaki multiple, MRS untuk reduksi.
PERHATIAN
• Perhatikan adanya suatu komplikasi luka pada wajah: utamanya komplikasi
obstruksi saluran napas, perdarahan, tulang leher, dan perlukan mata.
360
PENATALAKSANAN
Secara umum dikatakan, penderita dapat dibagi dalam 2 kelompok :
• Kelompok perlukaan maxillofasial sekunder pada relative trauma kecil,
misalnya dipukul atau ditendang, dapat di terapi pada intermediate atau area
terapi biasa pada ruang gawat darurat.
• Kelompok perlukaan maxillofasial berat sekunder kedalam trauma tumpul
berat, misalnya penurunan kondisi secara cepat dari kecelakaan lalulintas atau
jatuh dari ketinggian, harus diterapi di tempat perawatan kritis pada rawat
darurat :
1. Trauma maxillofasial berat harus di rawat pada kristis area diikuti
dengan teknik ATLS.
2. Yakinkan dan jaga patensi jalan napas dengan immobilisasi tulang
leher.
a. Setengah duduk jika tidak ada kecurigaan perlukaan spinal,
atau jika penderita perlu melakukannya.
b. Jaw trush dan chin lift.
c. Traksi lidah : 1. dengan jari 2. O-slik suture 3. dengan handuk
361
8. Foto rongen: waktu foto rongen wajah tidak prioritas dalam multiple
injury. 2 posisi radiografi adalah :
a. occipitomental atau posisi OM (water’s).
b. posteroanterior atau posisi PA (Caldwell)
c. posisi lateral
d. posisi submentovertical (SMV) atau ‘jughandle’
e. posisi towne
Catatan : posisi a,b, dan c diatas digunakan sebagai posisi standard wajah. Yang mana
Goh et al (2002) menunjukan bahwa posisi 30 derajat tunggal OM seharusnya cukup
untuk melihat trauma maxillofacial. Meningkat, jika dicurigai patah tulang wajah,
suatu posisi 30 derajat OM tungal seharusnya diminta dan tidak posisi wajah.
Posisi OM (water’s)
Lihat figur 1: baik untuk wajah bagian tengah, memperlihatkan rongga mata dan dasar
dan darah dalam sinus maxillary.
Posisi PA (Caldwell)
Lihat figur 2 : tampak tulang frontal dan sinus paranasal. Dapat kadang-kadang
tampak tsebelah atas suture frontal zygomaticus diastasis dalam patah tripod lebih
baik pada foto OM. 3
Posisi Towne
Lihat figure 5 : tampak ramus mandibula dan condyles.
Figure 4 : Figure 5 :
SMW (posisi posisi Towne
jughandle)
Garis 1 (figur 7) : mulai sisi luar wajah, mengikuti lewat celah antara tulang
frontal dan zygomatic pada tepi lateral mata melintang dahi, penilaian tepi
orbita superior dan sinus frontal disisi luar. Bandingkan sisi bagian perlukaan
dan bukan. Cari :
1. Patah tulang.
2. Pelebaran suture zygomatikus.
3. Garis pada sinus frontal.
• Garis 2 (figur 8) : mulai sisi luar wajah, telusuri keatas sepanjang dinding tepi
sudut zygoma (atas elephant’s trunk), melintang badan zygoma, kebawah tepi
orbita, mengarah bentukan hidung ke sisi lain dari wajah. Bandingkan pada
perlukaan dengan sisi yang bukan. Amati patah tulang sudut zygoma melalui
tepi bawah mata bayangan jaringan lunak pada dinding atas antrum maxillaris
(blow out fracture).
• Garis 3 (figur 9) : mulai luar wajah, mengikuti sepanjang tepi sudut zygoma
( bawah elephant’s trunk), dan bawah lateral dinding antrum maxillaris ke
dinding inferior dari antrum, melintang sepanjang maxilla garis gigi kesisi
lainnya.
Figur 10 : mekanisme injury yang menyebabkan blow out frakture pada dasar mata.
Trauma lurus pada mata meningkatkan tekanan intraorbita. Patah tulang mata adalah
bagian yang paling lemah – dinding orbita – daripada bola mata. Alternative, trauma
pada dinding inferior mata menyebabkan dinding orbita mengeser dan patah.
Catatan : suatu patah tulang Blow out pada mata tidak termasuk pada dinding mata.
Kenyataannya , adanya patah tulang dinding mata seharusnya diamati adanya patah
tulang ‘tripode’ pada zygoma.
• Pemeriksaan fisik :
1. cari perdarahan subconjunctival lateral.
2. cari drooping cantus lateral
3. uji anestesi infraorbita
4. periksa secara terbuka
Catatan : alur patah tulang mungkin gabungan. Misalnya Lefort II pada satu sisi, dan
Lefort III pada sisi lainnya.
Posisi water
Patah tulang mid-face bilater adalah ciri khas semua patah tulang LeFort
Level udara pada sinus maxillaris bilateral atau bayangan opaq sering kali ada.
LeFort I
Patah tulang dinding lateral sinus maxillaris bilateral.
Patah tulang dinding medial sinus maxillaris bilateral (sulit untuk dilihat).
Patah tulang septum nasal (inferior).
Sumber : Tabel dihasilkan dengan ijin perusahaan McGraw-Hill, dari Schwartz dan
Reisdorff (2001) ; page 361, table 15-5.
Ellis klas I
• Patah hanya enamel : nyeri minimal.
• Disposisi: ahli gigi pada hari berikutnya.
Ellis klas II
• Patah pada enamel dan tampak berwarna merah muda atau gigi kuning
• Disposisi: langsung ke doker gigi jika seorang anak: hari berikutnya jika
dewasa.
Caveats
368
Manajemen
• ABC merupakan manajemen yang utama
• Koreksi hipovolemia : paling tidak 2 jalur IV ukuran besar terpasang pada px.
• Kirim darah untuk FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi, dan GXM
4-6 unit rapid matched blood.
• Lakukan pemeriksaan Fisik :
1. Pembengkakan area suprapubik atau groin area.
2. ekimosis pada genitalia eksterna, paha bagian medial dan area flank.
3. darah dari urethra.
4. abrasi, kontusio dari tulang yang menonjol
5. step-off, instabilitas
6. krepitus pada palpasi bimanual iliac wing
catatan :
(1) jangan mencoba untuk melakukan spring/menutup pelvis untuk
medapatkan stabilitas karena hal ini tidak reliable, tidak diperlukan dan
dapat menyebabkan perdarahan tambahan.
(2) laserasi perineum, groin atau buttock setelah trauma
mengindikasikan adanya fraktur pelvic terbuka kecuali terbukti bukan.
(3) pemeriksaan neurology harus dilakukan dimana injury pleksus
sakralis dapat terjadi.
PERHATIAN
Selalu ingatlah akan adanya perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan.
• Pertimbangan kondisi jalan nafas (pada primary survey)
1. Intubasi mungkin sulit dilakukan dengan adanya edema jalan nafas
2. Terdapat peningkatan resiko aspirasi akibat berkurangnya tekanan esofagus
bagian bawah disertai peningkatan tekanan gaster akibat tekanan uterus.
• Pertimbangan kondisi pernafasan (pada primary survey)
1. Peningkatan konsumsi oksigen sebesar sekitar 15%, mengakibatkan
menurunnya cadangan oksigen.
2. Peningkatan ventilasi per menit yang mengakibatkan hipokarbia fisiologis.
Keadaan normocarbia, jika terdeteksi, bisa jadi sesungguhnya menunjukkan
kondisi hipoventilasi.
3. Keterbatasan gerak diafragma yang terjadi selama kehamilan mengakibatkan
menurunnya kapasitas residual fungsional dan menyebabkan pneumothoraks
dan heamtothoraks lebih mengancam nyawa.
4. Tekanan ventilasi dapat meningkat akibat berkurangnya compliance dinding
dada dam keterbatasan gerak diafragma.
5. Karena diafragma dapat berubah ketinggiannya sampai 4 cm, pemasangan
chest tube sebaiknya dilakukan diatas ICS IV.
• Pertimbangan kondisi ventilasi (pada primary survey)
1. Tekanan darah ibu berkurang sebanyak 5-15 mmHg dan
denyut jantung meningkat sebanyak 15-20 denyut/menit selama trimester II,
tetapi tanda vital ini sebaiknya tidak serta merta dianggap normal sampai
dievaluasi secara menyeluruh kemungkinan adanya perdarahan.
2. Kehilangan darah pada ibu sampai 35% (sekitar 1.5 liter)
dapat ditoleransi sebelum tanda syok menjadi jelas.
3. Bukti adanya gawat janin bisa jadi merupakan tanda pertama
adanya syok perdarahan pada ibu karena aliran darah uterus dialihkan untuk
mendukung sirkulasi ibu.
4. Syok hipovolemik yang tidak tertangani dengan baik dapat
mengganggu sirkulasi plasenta. Syok pada ibu berkaitan dengan tingkat
mortalitas janin yang mencapai 80%. Juga dapat menyebabkan infark
hipofisis, yang secara normal bertambah besar ukurannya selama kehamilan
(sindrom Sheehan).
5. Sindroma hipotensi pada posisi telentang terjadi (biasanya
sejak usia kehamilan 20 minggu) bila uterus menekan vena cava inferior dan
dapat memperburuk syok pada ibu.
6. Anemia fisiologis terjadi akibat peningkatan volume darah
ibu sekitar 50% tetapi hanya disertai dengan peningkatan masa sel darah
merah sebesar 25%.
• Pertimbangan kondisi anatomis (pada secondary
survey)
1. Uterus mencapai pelvis pada usia kehamilan 12 minggu, mencapai umbilicus
pada 20 minggu, xyphisternum pada 36 minggu, dan dapat mempersulit
penilaian abdomen.
371
TATA LAKSANA
Prinsip-Prinsip Umum
• Prioritas masalah dan ABC dalam tata laksana trauma tidaklah berbeda oleh
adanya kehamilan.
• Terdapat 2 pasien yang harus distabilisasi, tetapi lakukan stabilisasi terhadap
ibu terlebih dahulu.
• Libatkan secara dini seorang ahli Obstetri dalam tim Trauma.
• Tangani pasien di area yang dilengkapi dengan monitor (perawatan
intermediat):
1. Berikan oksigen
2. Awasi: EKG, pulse oximetry, tanda-tanda vital setiap 5-10 menit, CTG
secara terus menerus untuk pasien dengan kehamilan >20 minggu.
• Posisi pasien:
1. Bila dicurigai terjadi trauma spinal, posisikan pasien dengan
memletakkan kantong pasir atau baji (baji Cardiff) dibawah bokong kanan dan
pindahkan uterus secara manual ke sebelah kiri.
2. Jika tidak, tangani pasien dengan posisi lateral kiri.
Primary Survey
• Bebaskan jalan nafas seperti pada pasien yang tidak hamil.
• Lakukan penekanan krikoid untuk mengurangi aspirasi gaster pada pasien
dengan penurunan kesadaran yang kehilangan refleks protektif jalan nafas.
• Pasang NGT untuk dekompresi lambung.
• Lakukan intubasi bila perlu.
372
Secondary Survey
• Secondary survey dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pasien yang
tidak hamil.
• Indikasi pemasangan chest tube adalah sama. Akan tetapi, jangan lakukan
pemasangan chest tube dibawah ICS IV.
• Selain itu, penilaian terhadap uterus dan kondisi fetus harus meliputi:
1. Pengawasan CTG secara kontinu terhadap iritabilitas uterus,
penurunan denyut jantung janin maupun hilangnya variabilitas denyut jantung
janin.
2. Tinggi fundus uteri dan adanya nyeri tekan.
3. Gerakan janin.
4. Adanya darah di jalan lahir, cairan ketuban (pH>7.5), effacement
cervix dan ancaman persalinan.
• Cedera dan komplikasi yang khas pada kehamilan:
1. Abruptio placentae
a. Penyebab utama kematian janin setelah trauma
tumpul.
b. Terjadi sebagai akibat regangan total oleh
trauma tumpul atau deselerasi mendadak.
c. Trias klinis terdiri dari nyeri perut, perdarahan
per vaginam, iritabilitas uterus, walapun mungkin samar.
d. Dapat terjadi akumulasi darah ibu di uterus
sampai 2 liter.
e. Berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya
DIC.
2. Ruptur uterus
a. Jarang terjadi
b. Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul abdomen.
c. Resiko lebih tinggi pada wanita dengan riwayat SC.
d. Gambaran klinis meliputi peritonismus, uterus asimetris dan teraba
bagian janin.
3. Partus prematurus
a. Peningkatan iritabilitas uterus dapat terjadi sebagai akibat trauma
uterus.
b. Disebabkan oleh peningkatan asam arakidonat.
c. 90% terjadi abortus spontan.
4. Cedera janin
a. Jarang terjadi, karena janin lebih sering mengalami gangguan akibat
hipoksia atau hipovolemik pada ibu.
b. Dapat terjadi akibat trauma tajam maupun tumpul.
5. Sensitisasi Rh
373
a. Terjadi bila darah dari janin Rh positif masuk ke dalam sirkulasi ibu
yang rh negatif.
b. Perlu dipertimbangkan pemberian Imunoglobulin Rh (IM RhoGAM
300mg) pada semua ibu Rh negatif yang mengalami trauma abdomen,
dengan konsultasi ke ahli Obstetri.
6. Emboli cairan ketuban
a. Jarang terjadi dan dengan prognosis yang buruk
b. Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler, distres nafas, kejang atau
DIC.
Pemeriksaan
• Darah lengkap, ureum, creatinin, elektrolit
• Faal hemostasis
• Persediaan darah yang telah dilakukan Uji Silang (jangan
lupa mencantumkan status Rh ibu).
• Tes Kleihauer (bagi ibu Rh negatif).
• Pemeriksaan sinar X dan CT yang diperlukan tidak boleh
ditunda, gunakan pelindung timbal yang sesuai, walaupun dapat dipertimbangkan
sarana diagnostik lain seperti DPL dan USG.
• Indikasi dilakukannya DPL tetap sama. Akan tetapi, tindakan
ini harus dilakukan di lokasi yang terletak lebih tinggi dari fundus uteri, atau
setidaknya di atas umbilikus. Karena usus terdorong ke superior oleh uterus,
terdapat peningkatan resiko terjadinya perforasi pada kasus trauma tumpul
abdomen atas, dan harus digunakan jumlah sel lekosit yang lebih rendah
(5000/mm3) sebagai batasan untuk menentukan nilai positif pemeriksaan ini.
• Pemeriksaan ultrasonografi (FAST) sangat berguna dalam
mendeteksi hemoperitoneum, serta mendeteksi gerakan janin dan abruptio
plasenta.
Penanganan Definitif
• Keputusan untuk penanganan definitif cedera yang terjadi harus dibuat oleh
ahli Bedah maupun Obstetri yang terlibat.
• Situasi yang mungkin memerlukan terminasi segera kehamilan meliputi:
1. Abruptio plasenta
2. Gawat janin
3. Henti jantung ibu
• Sekalipun tidak terjadi cedera yang bermakna pada ibu, pasien harus menjalani
pengawasan CTG secara kontinu selama setidaknya 4 jam. Karena cedera yang
sepele saja dapat menyebabkan separasi plasenta.
Disposisi
• Pasien dengan trauma mayor secara umum harus dirawat di ICU Bedah Umum
atau HDU.
• Pasien dapat pula dirawat di ruangan subspesialis bedah sesuai dengan jenis
cedera yang dialami ibu (misalnya ibu hanya mengalami trauma kepala, dapat
dirawat di bagian Bedah Syaraf; atau di bagian Ortopedi jika mengalami patah
tulang semata).
• Jika tidak terdapat cedera yang nyata dan bermakna, pasien dapat dirawat di
ruang bersalin untuk dilakukan pengawasan.
374
Caveats
• Walaupun cedera tulang terlihat serius, kasus tersebut sering tidak mengancam
nyawa dan termasuk dalam secondary survey pada pasien trauma.
• Untuk semua dislokasi sendi yang membutuhkan manipulasi dan
reduksi pada ED, jangan berikan opioids IM, namun berikan secara IV.
Karena opioid yang diberikan lewat IM absorbsinya baik. Sehingga ketika
dibutuhkan conscious sedation, seseorang harus memastikan dosis efek
penghilang nyerinya. Hal ini akan menyebabkan supresi pernafasan dan
hipotensi ketika dosis total opioid IM diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
• Untuk setiap cedera ortopedi, selalu ingat untuk mencatat status
neurovascular sebelum dan sesudah manipulasi/reduksi atau aplikasi gips.
Fraktur Klavikular
• Mekanisme trauma
1. Sebagian besar terjadi karena jatuh dengan tangan yang terulur.
2. Dapat juga terjadi karena hantaman langsung pada bahu, cth: terjatuh pada
posisi samping.
• Manifestasi klinis :
1. Nyeri Tekan pada lokasi fraktur
2. Deformitas dengan pembengkakan local.
• X Ray: bisaanya Foto AP bahu cukup adekuat.
• Komplikasi : jarang, fragment fraktur dapat membahayakan
struktur neurovascular subklavial.
• Terapi: Broad arm sling dan control ke klinik ortopedik 5 hari
kemudian.
375
Dislokasi Sternoklavikular
• Mekanisme trauma : bisaanya akibat jatuh atau hantaman pada daerah anterior
bahu:
1. Asimetri dari inner end klavikula
2. Nyeri tekan local
• Manifestasi klinis:
1. Nyeri tekan dan bengkak pada sendi sternoklavikular
2. Nyeri pada saat lengan digerakkan dan pada saat kompresi bahu ke lateral.
3. Dengan cedera berat, klavikula medial bergeser relative terhadap
manubrium.
4. Dispneu, disfagi, atau tersedak (pada px dengan dislokasi posterior karena
kompresi struktur mediastinal).
• X ray : AP dan Oblique view sulit untuk diinterpretasi. Dx
bisaanya berdasarkan pemeriksaan klinis. Namun tomogram atau CT mungkin
dapat dilakukan.
• Komplikasi : jarang, dislokasi mungkin dapat membahayakan
pembuluh darah posterior dari klavikula.
• Terapi:
1. Subluksasi minor : Broad arm sling, Analgesic dan control ke klinik
ortopedi setelah 3 hari.
2. Gross Displacement : MRS dibagian Ortopedi untuk eksplorasi / reduksi di
bawah GA.
Catatan : Cedera yang mengancam nyawa, bila mengenai struktur didekatnya
terjadi pada 25% kasus dislokasi posterior.
Fraktur Skapula
• Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada dada
posterolateral.
• Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya
associated injury.
• X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.
• Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera
intrathorax yang signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur klavikular,
cedera pembuluh darah pulmonal dan pleksus brachialis.
376
• Terapi :
1. Isolated Scapular Fracture : Broad arm sling dan analgesic, control ke
klinik ortopedi setelah 3 hari.
2. Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.
Dislokasi bahu
Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio ercto).
Dislokasi Anterior
• Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.
• Manifestasi :
1. Khas : px bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku
dengan menggunakan tangan sebelahnya .
2. lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat ‘squared off’
4. Nyeri yang sangat.
• X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu
membedakan dislokasi anterior dengan posterior.
Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk
menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan
Reduksi ( M & R). ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi
bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-M&R X ray.
Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.
• Komplikasi :
1. Rekuren
Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari humeral
head) dapat terlihat pada px yang sebelumnya menderita dislokasi anterior.
2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada px > 45 tahun).
3. Fraktur anterior Plenoid lip
4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus brakialis.
Catatan : Harus memeriksa :
1. Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada deltoid atau
‘regimental badge’area.
2. Pulsasi pada pergelangan tangan
3. Fungsi Nervus radialis.
• Terapi :
1. Isolated anterior dislocation : M&R (dengan bermacam-macam teknik)
dibawah conscious sedation.
2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :
M&R dibawah conscious sedation.
3. dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : M&R dibawah
GA, pertimbangkan ORIF.
• Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV
plug untuk antisipsi M&R), kemudian X ray yang diikuti M&R dibawah
conscious sedation.
• M&R : merupakan teknik traksi yang disukai untuk digunakan
daripada teknik terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.
377
Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana
px dapat dimonitoring, dan px berada pada kondisi conscious sedation (lihat
bab Conscious sedation).
1. Teknik Cooper-Milch
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan px pada posisi supine
dengan siku fleksi 90o.
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada
posisi abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana
seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi
medial dan inferior dari humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.
2. Teknik Stimson’s
Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada
ED yang sangat sibuk.
a. berikan analgesic IV dimana px berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat
2,5-5kg terikat pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
3. Teknik Countertraction
Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas
gagal.
a. Dibawah conscious sedation, tempatkan px berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line
traction sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang
berlawanan menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, paang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
4. Teknik Spasso, walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas, namun
teknik ini telah digunakan pada departemen kami, dan kami anggap bahwa
metode ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.
a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit dengan
dengan dinding dada.
b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar
simultan. Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi
kedepan 90o, akan terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus telah
kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.
Dislokasi posterior
• Mekanisme Trauma
1. Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta terjulur
atau karena hantaman pada bagian depan bahu.
2. Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum
listrik.
• Manifestasi
378
Dislokasi Inferior
• Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan lengan berada pada posisi
abduksi.
• Manifestasi klinis :
1. Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’
2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.
• X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.
• Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
• Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:
1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba M&R dibawah
IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba M&R dibawah GA,
KIV ORIF>
• Teknik :
1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada
lengan yang dibduksi.
2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.
• Penempatan : control ke poli ortopedi setelah 3 hari.
379
Dislokasi Siku
• Mekanisme trauma : karena pada posisi tangan terulur, yang paling
sering ditemukan adalah dislokasi posterolateral.
381
• Manifestasi :
1. Deformitas siku dengan nyeri tekan dan bengkak
2. Bentukan segitiga antara olekranon, epicondilus lateral dan medial
mengalami kerusakan.
• X ray : AP dan lateral siku.
• Komplikasi : cedera arteri brakialis, nervus ulnaris atau medianus
• Terapi : M & R di bawah IV conscious sedation
1. Dengan posisi px supine, paang traksi pada garis lengan
2. Fleksi ringan siku mungkin dipelukan selama mempertahankan traksi.
3. setelah relokasi, pasang long arm back slab
4. Jika tidak ada bukti kerusakan neurovascular, control ke klinik ortpedi
setelah 3 hari.
5. jika terdapat kerusakan neurovascular walaupun sangat ringan, MRS di
bagian ortopedi untuk observasi.
6. pastikan bahwa sendi telah tereduksi, X ray kadang bisa menipu.
Fraktur Olekranon
382
Fraktur Colle’s
383
Fraktur Barton’s
Merupakan bentuk fraktur Smith dimana hanya bagian anterior radius yang terlibat.
• Mekanisme trauma : karena jatuh pada saat tangan terulur.
• Manifestasi klinis: nyeri tekan local, pembengkakan dan deformitas.
• X ray : foto AP dan lateral pergelangan tangan.
• Terapi : pasang short arm volar slab dan MRS pada bagian ortopedi untuk
ORIF.
384
• Terapi :
1. pada kasus fraktur scaphoid definitive : pasang scaphoid spica splint dan
control pada klinik ortopedi setelah 5 hari.
2. Pada kasus dengan kecurigaan fraktur scapoid namun tidak ada gambaran
fraktur pada X ray, maka paang scaphoid spica splint dan control pada
klinik ortopedi setelah 10-14 hari.
Dislokasi Lunate
• Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang
terulur.
• Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak
• X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)
• Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudeck’s
atrophy.
• Terapi :
1. Reduksi dibawah Bier’s Block
2. Monitor tanda vital dan EKG.
• Teknik Reduksi
1. Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan
2. Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.
3. Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.
4. Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate
masuk ke dalam tempatnya.
5. Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.
• Penempatan
1. bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.
2. Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk
ORIF
Dislokasi Perilunate
385
Fraktur Rennett’s
Merupakan fraktur metacarpal ibu jari, dimana ada fragmen medial kecil dari tulang
yang miring, namun tetap terhubung dengan ‘trapezium’.
• X ray : AP dan Lateral view dari metacarpal ibu jari.
Catatan : garis vertical fraktur melibatkan trapezo-metacarpal joint dan
terdapat subluksasi proksimal dan lateral dari metacarpal ibu jari.
• Terapi : pasang scaphoid thumb spica backslab dan MRs pada bagian hand
surgey untuk ORIF.
105. Urolithiasis
Caveats
• Kolik ureter menyebabkan pasien gelisah daripada posisi diam.
• Kebanyakan dapat diterapi dengan konservatif, missal dengan meningkatkan
intake cairan.
• Analgesik adekuat dengan NSAIDS atau agonis opioid.
• Obstruktif uropati dan infeksi merupakan emergency urology dan perlu
opname.
• Sebanyak 75-80% batu dapat keluar spontan
• Faktor kontribusi:
1. Dehidrasi, diet tinggi protein dan tinggi natrium.
2. Hipertensi esensial.
3. Hipercalsiuria. Diet kalsium dan oksalat tidak meningkatkan pembentukan
batu.
4. Pria lebih sering dari wanita.
• Kolik renal pada pasien > 50 tahun, tanpa riwyat masalah ginjal sebelumnya,
mungkin robeknya aneurisma aorta abdominal atau diseksi aorta abdomen.
Tips khusus
387
Pada kehamilan, batu mudah keluar karena dilatasi normal dari ureter.
Allopurinol untuk batu asam urat.
Disposisi
• Rujuk ke urology
1. Nyeri menetap setelah analgesik
2. Ukuran batu > 8mm pada KUB
3. Pasien dengan batu solid
4. Adanya infeksi, khususnya dengan obstruksi
• Rujuk pasien hamil untuk poliklinik dini.
PENTING
• Anamnesis yang baik mengenai kejadian sangatlah penting untuk menentukan
kemungkinan cedera penyerta dan derajat kontaminasi, misalnya punch bite,
cedera akibat injeksi tekanan tinggi, crush injuries.
• Pemeriksaan yang menyeluruh terhadap adanya benda asing, fungsi tendon,
fungsi neurovaskuler, kontaminasi dan infeksi sangatlah penting.
• Luka harus dieksplorasi dengan pemberian anestesi yang memadai untuk
memungkinkan penilaian yang menyeluruh.
• Jangan mengeksplorasi luka di leher di IRD, sesuperfisial apapun luka itu
terlihat.
• Catat ada tidaknya abnormalitas. Pengambilan foto dapat berguna pada kasus
tertentu, misalnya penyiksaan.
• Pada kasus berikut ini harus dilakukan pemeriksaan X-Ray (AP/lateral):
1. Semua kasus dengan luka yang diakibatkan oleh kaca
2. Kasus tertentu untuk menyingkirkan adanya fraktur terbuka,
keterlibatan sendi dan menyingkirkan adanya benda asing.
• Petanda radioopak (misalnya penjepit kertas) yang dilekatkan pada luka dapat
membantu untuk identifikasi hubungan antara benda asing dengan luka.
• Pemeriksaan apusan luka tidak diperlukan pada cedera yang baru terjadi
kecuali berkaitan dengan adanya fraktur.
• Perdarahan harus dikontrol dengan bebat tekan dan elevasi tungkai: jangan
gunakan forsep arteri atau tourniquet.
• Jangan pernah mencukur alis.
389
• Jangan berusaha melepaskan benda asing berukuran besar yang tertancap pada
luka.
• Jangan meresepkan antibiotika pada pasien dengan status imunitas normal
dengan kontaminasi luka yang minimal.
• Antibiotika tidak dapat menggantikan debridement luka yang baik.
• Pergunakan kesempatan untuk mengevaluasi status tetanus pasien (riwayat
imunisasi, booster terakhir)
TATA LAKSANA
• Jika perdarahan hebat:
1. Amankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
2. Pasang jalur intravena ukuran besar dan lakukan resusitasi cairan.
3. Sediakan darah yang telah diuji silang 2-4 unit.
4. Elevasi anggota gerak yang mengalami perdarahan dan berikan bebat
tekan.
• Teknik
1. Pembersihan luka merupakan bagian terpenting perawatan luka. Luka
sebaiknya dibersihkan dengan larutan chlorhexidine kecuali luka di daerah
wajah (larutan salin normal steril).
2. Jika luka terjadi pada daerah berambut, harus dilakukan pemotongan rambut di
sekitarnya dengan gunting, pencukuran dapat menjadi predisposisi infeksi
pada luka melalui kerusakan epidermis.
3. Buang semua debu dan benda asing yang terlihat; luka dalam harus diirigasi
dengan setidaknya 200 cc larutan steril salin normal.
4. Untuk anestesi lokal gunakan lignocaine 1%, yang digunakan untuk infiltrasi
lokal dan blok saraf.
5. Lakukan eksplorasi luka bila (a) kecurigaan adanya benda asing dan (b) dari
riwayat terdapat kecurigaan kerusakan yang dalam tanpa didapatkan
konfirmasi klinis.
• Metode penutupan: jika terdapat keraguan, penjahitan luka merupakan pilihan
terbaik
1. Steristrips
a. Cara ini relatif tidak terlalu nyeri, dan jarang menyebabkan iskemia
jaringan.
b. Hemat waktu
c. Sesuai untuk anak-anak, laserasi flap pada orang berusia lanjut dan
penutupan kulit setelah dilakukan jahitan pada lapisan yang lebih dalam.
d. Tidak untuk digunakan di daerah persendian.
390
2. Perekat jaringan
a. Sesuai untuk luka kecil dan laserasi pada anak-anak dan paling sesuai
untuk laserasi dengan jarak antara kedua tepi luka <3mm.
b. Teknik: bersihkan luka dan lakukan hemostasis dengan baik. Dekatkan
kedua tepi luka dan aplikasikan perekat di sepanjang tepi luka dalam
bentuk satu garis yang tak terputus. Rekatkan kedua tepi luka dan tahan
selama setidaknya 30 detik sampai perekat melekat erat. Jangan
meletakkan perekat ini di dalam luka, karena bahan tersebut berperan
sebagai benda asing.
3. Teknik penjahitan
a. Gunakan teknik 2 lapis (kulit dan subkutan) pada luka dalam
untuk menghasilkan penyembuhan luka yang lebih baik.
b. Gunakan benang yang dapat diserap, misal Dexon atau Vicryl
untuk jaringan subkutan: untuk badan dan ekstremitas: 4/0; untuk wajah:
5/0.
c. Gunakan benang yang tidak dapat diserap untuk kulit, misal
Prolene atau Silk: untuk scalp: silk 2/0; badan dan ekstremitas: Prolene
4/0; wajah: Prolene 6/0.
d. Secara umum, dapat digunakan benang dengan satu ukuran
lebih kecil untuk anak-anak dan jahitan dapat dibuka lebih dini.
• Disposisi: pertimbangkan rawat inap atau rujukan pada
kasus berikut:
1. Jika luka meluas sampai otot, terkontaminasi hebat atau terdapat bukti
adanya gangguan motoris atau sensoris, atau tidak dapat memastikan
debridement luka yang adekuat, rawat inap di bagian Orthopedi.
2. Rawat inap untuk semua pasien dengan kerusakan tendon. Pasien
dengan cedera di distal bahu harus dirawat inap di bagian Bedah Tangan.
Kasus lainnya dirawat di bagian Orthopedi.
3. Pasien immunocompromise, misal diabetes, GGK dan pasien onkologi.
4. Luka yang besar: perlu waktu lebih dari 30-60 menit untuk
menanganinya.
5. Rujuk luka khusus, seperti laserasi kelopak mata, ke bagian Bedah
Plastik.
Perawatan luka
• Luka harus dibalut dengan pembalut yang tidak melekat, misal Sofra-tulle.
• Tidak diperlukan pembalutan untuk luka di daerah wajah dan scalp.
• Luka harus dijaga tetap bersih dan kering selama setidaknya 48 jam setelah
penutupan primer.
• Pengangkatan jahitan:
1. Scalp: 7 hari
2. Wajah: 3-5 hari
3. Tungkai: 10-14 hari
391
4. Tubuh: 10 hari
• Periksa kondisi luka yang terkontaminasi setiap hari; luka
bersih dapat diperiksa setelah 3-5 hari.
• Pertimbangkan pemberian profilaksis antibiotik:
1. Fraktur ujung jari
2. Luka gigitan
3. Luka pada penderita berisiko tinggi, yaitu: penyakit katup jantung dan
pasca splenektomi
4. Cedera tembus yang tidak ter-debridement dengan baik
5. Luka yang berusia >6 jam
6. Luka intraoral
7. Pekerja dengan resiko tinggi, misalnya petani, nelayan.
8. Pilihan antibiotika: cloxacillin dan penisillin (organisme yang tersering
menimbulkan infeksi adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus beta-
hemolytic) adalah pilihan yang efektif dari segi biaya, atau Augmentin®.
LUKA KHUSUS
Luka tusuk pada telapak kaki
• Walaupun luka tidak terlihat serius, ingatlah bahwa persendian pada kaki ridak
terletak dalam, sehingga mungkin terjadi penetrasi luka ke dalam sendi dengan
peluang terjadinya komplikasi infeksi serius. Area dari collum metatarsal ke distal
jari merupakan daerah paling berisiko terjadinya infeksi.
• Komplikasi meliputi:
1. Infeksi jaringan lunak oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada
sebagian besar pasien.
2. Osteomyelitis (90% osteomyelitis diakibatkan oleh Pseudomonas
aeruginosa)
• Lakukan pemeriksaan X-Ray untuk menyingkirkan adanya benda asing
dan penetrasi sendi.
• Tata laksana luka tusuk merupakan hal yang kontroversial. Berikut ini
adalah acuan tata laksana pada berbagai presentasi klinis:
1. Luka tusuk sederhana
Biasanya diakibatkan oleh benda yang bersih seperti paku payung,
jarum, paku kecil yang tidak berkarat. Jika tidak satupun dari berikut ini
terlihat, yaitu:
a. Indikasi adanya benda asing yang tertahan dalam jaringan
b. Tepi luka yang kotor dan non vital, dan
c. Lokasi tusukan yang meninggi atau sangat nyeri
Pembersihan luka dan pemberian salep antibiotika, diikuti dengan
penutupan luka dengan plester sudah memadai
Berikan profilaksis tetanus
2. Luka tusuk dengan benda asing yang tertahan di dalam jaringan
a. Luka tusukan seringkali lebih besar dari yang disebutkan
sebelumnya. Tepi luka terkontaminasi, dengan bentuk yang tak beraturan.
b. Biasanya akibat paku yang sudah lama dan benda tidak bersih
yang saat menusuk patah, atau kemungkinan bagian dari kaus kaki atau
sepatu yang terdesak masuk ke dalam luka.
c. Setelah diberikan anestesi, lakukan insisi paralel dengan garis
kerutan kulit melalui lokasi tusukan dan buang benda asing tersebut.
392
Luka flap
• Suplai darah pada luka flap seringkali terganggu, terutama pada flap distal.
• Luka flap sesuai untuk penjahitan primer bila terjadi pada daerah wajah, atau
pada pasien muda dimana kualitas kulitnya masih baik.
• Kulit pada pasien usia lanjut tipis, sehingga flap seringkali tidak dapat hidup
jika dilakukan penjahitan dengan tegangan. Pada kasus ini luka harus dibersihkan
dan didekatkan dengan steristrips dan dievaluasi dini. Metode ini meliputi eksisi
primer dan tandur alih, terutama bila flap berukuran besar.
simpul dan ditahan dengan perekat jaringan, merupakan teknik baru untuk
menangani laserasi scalp.
107. .................
394
108 BRONCHIOLITIS
PERHATIAN
• Istilah bronchiolitis mengacu pada suatu sindroma virus pada bayi (< 2 tahun)
yang ditandai dengan:
1. Diawali dengan riwayat gejala common cold, misalnya, batuk,pilek, 2-
3 hari.
2. Diikuti dengan gejala saluran nafas bawah: dyspnoea,wheezing, sulit
makan, dan gelisah karena obstruksi jalan nafas.
395
MANAJEMEN
Sebagian besar kasus bronchiolitis sembuh sendiri. Monitoring yang cermat pada
apnoea, hypoxia, dan perawatan supportive yang baik tetap merupakan pokok dari
management.
• Bacaan SpO2 : <92% menunjukkan bahwa terjadi distress nafas yang sedang
sampai berat.
396
• Nilai hidrasi: Intake per oral yang jelek akibat sesak dan muntah akibat batuk
mengakibatkan dehidrasi.
• Nilai beratnya distress nafas:
1. Ringan: tidak ada retraksi
2. Sedang :retraksi intercostal, tanpa sianosis
3. Berat: sianosis, apnoea, hypoxia(<92%), dehidrasi, retraksi intercostal
yang berat.
• Foto rontgent thorax diindikasikan pada bayi yang sakit, dengan tanda yang
tidak khas, dan pemeriksaan respirasi yang sulit pada bayi yang menangis.
• Indikasi rawat inap:
1. Bayi dalam kelompok resiko tinggi (jika tidak gejalanya sangat ringan
dan orangtuanya konfiden menangani pasien di rumah)
2. Bayi muda < 4 bulan yang beresiko apnoea dan berkembang cepat
menjadi penyakit yang lebih parah.
3. Makanan buruk, dehidrasi, agitasi/gelisah.
4. Pada mulanya terlihat oleh beberapa dokter umum selama penyakit ini
berlangsung dengan potensial pemburukan kondisi khususnya dalam 3-
4 hari onset penyakit.
• Pasien yang dipulangkan:
1. Jika tidak distress sedang atau berat, bisa makan dan hidrasinya baik.
2. Orang tua dapat mengerti dan mengenali tanda-tanda pemburukan:
makan buruk, gelisah.
3. Review follow up di klinik pediatri dalam 1-2 hari
Terapi supportif :
• Terapi oksigen yang dilembabkan
• Hidrasi (jaga jangan sampai over hidrasi)
Terapi spesifik:
• Bronchodilator:
1. Sering digunakan tetapi manfaatnya diperdebatkan.
397
2. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa oba ini efektif, dan pada
beberapa kasus bisa disertai dengan efek yang memburuk (hypoxia dari
peningkatan V/Q mismatch khususnya jika nebulasi tanpa oksigen).
3. Pada bayi yang lebih tua dimana bisa jadi sulit membedakan
bronchiolitis dari bentuk lain wheezing akibat virus, suatu trial
bronchodilator ternyata beralasan karena proporsi pasien tersebut
memberi respon.
4. Pada umumnya hindari peresepan untuk pasien yang dipulangkan
(alternatifnya mocolitik, misalnya bisolvon, bisa jadi pilihan yang lebih
baik)
• Steroids: tidak ada aturan konsisten dalam menajemen bronchiolitis pada fase
akut.
• Antibiotika:
1. Tidak diindikasikan secara rutin jika tidak ada kecurigaan infeksi
ganda (misal RSV dan infeksi bakteri) tetapi ini tidak umum
2. Hindari penggunaan empiris dari antibiotika pada pasien rawat jalan.
Untuk pasien dimana diperlukan antibiotika , pertimbangkan rawat
inap .
• Ribavirin tidak secara rutin digunakan tapi bisa memberikan peran pada pasien
resiko tinggi tertentu.
Definisi :
-Pengalamam kejang pertama pada anak-anak dihubungkan suhu lebih dari 38o C
dan biasanya dalam 24 jam pertama sakit, seringkali cepat meningkat.
- Anak antara 6 bulan dan 6 tahun
- Tidak ada infeksi atau inflamasi CNS
- Tidak ada kelainan metabolik sistemik akut.
398
Perhatian
- 4% anak normal umur 6 bulan – 6 tahun akan mengalami kejang demam
- Kejang berulang lebih banyak terjadi pula riwayat keluarga mengalami kejang
demam, atau kejang demam pertama muncul diatas satu tahun.
- Riwayat : Maloxon merangsang okulogirik krisis yang menyerupakan kejang
demam dan mempunyai managemen yang berbeda sama sekali, misalnya
benzotropin IM/IV (cogentin)
- Ingat untuk mencatat sejarah alergi akibat pemberian panadol rktal atau
voltaren.
- Catat postur dan temperamen anak:
1. postur opistotonik pada anak yang gelisah yang dicurigai peningkatan
tekanan intra kranial
2. anak yang iritabel sulit diperiksa bisa mengalami iritasi meningeal :
catat ada perbedaan antara iritabilitas dan crankiness yang ditujukkan
oleh anak yang merasa tidak baik.
3. Anak dengan palasia post ictal lebih menyerupai mengalami tanda-
tanda neurologis abnormal.
- Ingat kaku kuduk menjadi tidak bisa pada bayi atau sulit disingkirkan pada
anak yang tidak kooperative
- Sianosis bisa menunjukkan adanya obstruksi atau aspirasi jalan napas.
- Ingat untuk menilai hepaomegali, yang biasanya umum ditemukan pada anak
dengan sepsis atau sindroma reye.
- Rujuk semua pasien dengan kejang demam pertama ke ED.
399
Managemen
Anak dengan kejang aktif
- Amankan jalan napas
- Beri oksigen dengan masker
- Berikan diazepam 0,1-0,25 mg/Kg BB dengan kecepatan tidak lebih dari 2
mg/menit atau berikan diazepam perrektal (valium/stesolid). Cara i8ni
lebih baik untuk praktek dokter umum :
1. 5 mg > 1 tahun
2. 2,5 mg untuk bayi
Catatan : jika kejang melampau 30 menit tangani sebagai status epilepsi, yang
meliputi infus phenitoin IV dalam NS 20 mg/kgBB dsengan kecepatan tidak melebihi
50 mg/ menit dibawah monitor ECG
- Monitor : ECG, pulse oximetri.
- Pasang IV line pherifer
- Laborat : segera gula darah kapiler, ureum – creatinin, kalsium dan
magnesium.
- Ukur dan catat suhu dan nadi.
Anak tidak kejang
- Ukur nadi dan suhu : jika suhu > 38,5 oC , berikan antipiretik atau kompres
dingin.
- Berikan oksigen dengan masker jika cyanosis.
- Pertimbangkan pemeriksaan urinalisa (UC9) untuk menyingkirkan UTI
Disposisi
Kriteria MRS
- Kejang demam pertamasetelah keluarga atau pengasuhnya terlalu stress untuk
menangani di rumah.
- Kecurigaan penyakit intrakranial atau metabolik
- Anak mengalami lebih dari satu kali kejang selama sakit berlangsung.
- Kejang status epileptikus
400
Kriteria dipulangkan
- MRS tidak diperlukan jika seluruh kriteria berikut ditemukan :
1. barusaja terjadi (<15 menit) kejang demam sederhana dengan pulih
sepenuhnya dan tidak ada tanda neurologis abnormal. Hal ini berarti
bahwa jika anda mereview anak dalam satu jam terakhir, anak menjadi
normal dan dapat bicara, berjalan atau berlari sekitar ruangan.
2. anak diatas 2-3 tahun (yang lebih mudah memeriksa anak lebih tua,
dan anda lebih konfiden dengan tanda-tanda klinisnya).
3. kejang muncul dalam 24 jam pertama demam.
4. anda konfiden bahwa kausa demamnya dikarenakan virus (misalnya
anda telah menyingkirkan meningitis otitis media, pneumonia dan
bahwa anaknya bukan sepsis).
5. orang tua percayadiri, tenang dan berkeinginan mengobservasi di
rumah secara tertutup, dan follow up rawat jalan diarahkan dalam 24-
48 jam berikutnya.
6. anda telah memberikan instruksi yang jelas bagaimana memberikan
antipiretik dan stesolit rektal (catatan:jangan resepkan NSAID untuk
lebih dari 48 jam).
Kadang-kadang , orangtua yang melaporkan bahwa pasien sibling
mengalami menyerupai kejang demam yang lalu bisa menggantikan tidak
meng MRS kan anak. ini tanggung jawab anda bahwa diatas 6 kriteria
ditemukan sebelum anda memulangkan pasien.
401
- Definisi WHO : kekerasan pada anak atau salah asuh baik dalam bentuk fisik
dan emosional, penyimpangan seksual, penelantaran atau komersial atau
eksploitasi pada anak, dimana hal ini mengakibatkan potensial membahayakan
kesehatan, kelangsungan hidup, perkembangan atau harkat martabat anak.
- Diperlukan pertimbangan budaya, perilaku, dan nilai-nilai masyarakat untuk
mendiagnosa cedera non kecelakaan pada anak. Tipe-tipe cedera selain
kecelakaan :
1. Kekerasan fisik
402
2. Kekerasan emosional
3. Penelantaran dan kelalaian
4. Penyimpangan seksual
5. Eksploitasi
Beberapa tips untuk dokter umum
- Jika dijumpai kecurigaan yang kuat terjadinya hal tersebut diatas , rujuk segera
- Pengetahuan tentang perkembangan anak adalah penting untuk mendeteksi hal
tersebut di atas, seperti anak usia 1 tahun jatuh dari tempat tidur dan
ditemukan fraktur tulang kepala
Diagnosa
Diagnosa didasarkan atas kecurigaan yang kuat dan disertai temuan pada pemeriksaan
fisik yang tidak jelas hubungan dengan anamnesa, jenis cederanya yang mengarah
pada kekerasan, serta ciri dan kebiasaan dari anak dan keluarga
- Keluarga
1. Stres terhadap jumlah anggota keluarga dan keuangan
2. Konflik perkawinan dan masalah pribadi
403
Gejala klinis
- Cedera pada anak tidak sesuai atau berlawanan dengan anamnesa
- Terlambat untuk segera memeriksakan anak
- Respon orang tua yang kurang tanggap dalam mengasuh nak
- Anak tidak diimunisasi
- Gagal dalam perkembangan anak baik disertai keterlambatan atau tidak
- Tingkah laku dan pengetahuan seksual anak seusianya tidak sesuai
- Cedera multipel tidak sesuai dengan usia
- Bentuk memar atau luka bakar, misalnya 3 atau 4 memar oval kemungkinan
dari tamparan pada wajah atau bekas genggaman pada anggota badan
- Memar pada pantat, payudara, abdomen bagian bawah, atau pada bagian
tengah paha
- Tanda melingkar pada pergelangan tangan atau kaki kemungkinan akibat
ikatan
- Cedera pada genital dengan anamnesa yang tidak jelas
- Cedera kepala dengan anamnesa tidak jelas
- Hematon subdural disertai dengan perdarahan bilateral retina pada bayi,
kemungkinan “Shaken Baby Syndrome”
- Fraktur pada tepi metafise, fraktur sternum, fraktur iga posterior dan fraktur
spiral tulang panjang pada anak
- Anggota badan bawah dan abdomen terkena air mendidih dengan tidak ada
tanda-tanda tamparan, bentuk seperti donat, sarung tangan dan stoking;
kemungkinan luka bakar karena tersiram air panas
- Luka bakar puntung rokok
- Penyakit menular seksual pada anak
404
Manajemen
- Ketika kekerasan anak dicurigai, anak sebaiknya dirujuk ke ahli anak
- Disarankan rawat inap. Ini untuk menggali lebih dalam lagi anamnesa dan
pemeriksaan fisik sementara anak berada di lingkungan yang aman
- Tegas, sopan, dan ramahlah terhadap orang tuanya untuk menggali lebih
dalam tentang cedera anak demi masa depan anak tersebut
- Jika keselamatan anak terancam, atau orang tua tidak kooperatif dan menolak
berbagai saran medis, maka staff medis dapat menghubung departemen sosial
atau kepolisian untuk memaksa anak tersebut tetap berada di rumah sakit
- Rawat anak di bagian yang terkait untuk mengatasi problem medis yang
ditemukan seperti bagian orthopedi untuk frakturnya. Anak tersebut sebaiknya
langsung dirujuk ke bagian ahli anak pada saat itu. Dokter anak bersama
timnya akan merawat dan mengobati selama di rumah sakit.
- Kekerasaan seksual pada anak :
1. Korban wanita dirujuk ke bagian ginekologis dan diperiksa sesegera mungkin di
IRD. Ahli Bedah anak biasanya memeriksa korban pria, sesuai protokol yang
berlaku
2. Anamnesa dan pemeriksaan medis dilakukan seminimal mungkin untuk
menghindari trauma pada anak
- Polisi mempunyai hak untuk mengambil foto seluruh cedera yang ada sebagai
bukti. Mereka sebaiknya segera dihubungi.
- Buatlah catatan yang baik.
405
Caveats
• Anak dengan cedera multisistem dapat mengalami deteriorasi yang cepat serta
akan mengalami komplikasi yang serius.
• Karakteristik anatomic yang unik membutuhkan pertimbangan yang khusus
dalam pemeriksaan dan tatalaksananya.
• Tulang pada anak lebih lentur, sehingga kerusakan organ dalam dapat terjadi
tanpa adanya fraktur. Sehingga bila didapatkan adanya fraktur kosta, dapat
406
dipastikan anak tersebut telah mengalami high impact injury yang multiple,
sehingga harus dicurigai adanya cedera pada organ lain yang serius.
• Waspada terhadap kemungkinan non-accidental injury sebagai penyebab
cedera yang terlihat.
Manajemen
Jalan Nafas
• Intubasi orotrakeal dibawah direct vision dengan immobilisasi yang adekuat
serta proteksi terhadap cervical spine.
• Preoksigenasi sebelum melakukan intubasi.
• Gunakan uncuffed endotracheal tubes (ETT) untuk intubasi anak-anak.
Ukuran ETT dapat diperkirakan dengan mengukur diameter external nares
atau jari kelingking anak tersebut. Lihat Bab Paediatrics Drugs Equipment
• Atropin (0,1-0,5mg) harus diberikan sebelum intubasi untuk mencegah
bradikardia selama intubasi.
• Ketika akses dan control jalan nafas tidak bisa dipenuhi oleh bag-valve mask
atau orotracheal intubation, maka needle cricothyroidotomy merupakan
metode yang dipilih. Surgical cricothyroidotomy jarang digunakan, jika ada,
harus ada indikasinya.
Bernafas
• Respiratory Rate (RR) pada anak menurun seiring usia
Bayi : 40-60 x/menit
Anak yang lebih besar : 20 x/menit
407
• Pemberian Ventilasi berlebihan dengan high tidal volume dan airway pressure
dapat berakibat pada iatrogenic bronchoalveolar injury. Volume tidal : 7
sampai 10ml/kg.
• Dekompresi pleural dilakukan dengan tube thoracostomy, sama seperti dewasa
yakni pada ICS 5, anterior dari midaxillary line. Chest tube ditempatkan pada
cavum thorax dengan memasukkan tube melewati kosta pada lokasi kulit yang
telah diinsisi.
Sirkulasi
• Peningkatan physiologic reserves pada anak memberikan kemungkinan untuk
mempertahankan tanda vital berada pada kisaran normal, walaupun px berada
pada keadaan severe shock. Tanda awal adanya syok hipovolemik pada anak
adalah takikardia dan perfusi kulit yang buruk. Penurunan volume darah
sirkulasi minimal sebesar 25% akan menunjukkan tanda/manifestasi syok:
1. Takikardi
2. Perfusi kulit yang buruk
3. Penurunan pulse pressure
4. Skin mottling
5. ekstremitas dingin bila dibandingkan dengan kulit bagian torso.
6. penurunan tingkat kesadaran dengan respon yang tumpul terhadap nyeri.
7. penurunan BP
8. urin output yang sedikit
• Hipotensi pada anak menunjukkan keadaan shock yang tidak
terkompensasi dan mengindikasikan kehilangan darah yang banyak > 45%
dari volume darah sirkulasi. Takikardi akan berubah menjadi bradikardi sering
disertai dengan keadaan hipotensi serta tanda lainnya :
SBP = 70 + (2x usia dalam tahun)
DBP = 2/3 x SBP
Resusitasi Cairan
• Resusitasi cairan pada anak didasarkan pada berat badan anak. Gunakan
Broselow resuscitation measuring tape.
• Untuk syok, bolus cairan 20ml/kg kristaloid yang hangat dapat diberikan.
Mungkin akan diperlukan total cairan sebesar 3 bolus 20ml/kgBB jika terjadi
408
Trauma Abdominal
• Cedera penetrasi pada abdomen membutuhkan perhatian yang besar dari ahli
bedah.
• Pemeriksaan abdomen pada anak dengan trauma tumpul dapat sulit dilakukan
karena anak bisaanya tidak kooperatif, terutama bila mereka mengalami
ketakutan akibat trauma yang telah dialami.
• Dekompresi gaster dan urinary dapat memfasilitasi evaluasi.
• Alat pembantu diagnostic a.l:
1. Computed tomography (CT)
409
Trauma Kepala
• Manajemennya sama seperti pada orang dewasa. GCS
sangat bermanfaat. Namun komponen skor verbal pada anak harus
dimodifikasi :
Respon Verbal Skor V
1. kata-kata yang terarah, atau tersenyum, menurut 5
2. Menangis, namun dapat dihibur 4
410
spinal cord injury, sehingga hasil yang normal tersebut tidak dapat digunakan
untuk menyingkirkan dx spinal injury yang signifikan.
• Cedera spinal cord pada anak diterapi sama seperti pada orang
dewasa. Untuk spinal injury non-penetrating yang terjadi dalam 8 jam sejak
cedera, dapat diberikan methylprednisolone 30mg/kg dalam 15 menit pertama,
dilanjutkan dengan 5,4 mg/kg per jam untuk 23 jam selanjutnya.
BAB 112
PENATALAKSANAAN TRANSFUSI DI IRD
Pemberian darah dan produk darah hanya diberikan saat dibutuhkan saja.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian transfusi darah;
1. pemberian awal 2 unit labu WBC atau PRC bisa langsung diberikan setelah
disimpan di kulkas .Penghangatan diperlukan untuk pemberian dalam jumlah
volume besar dan cepat kira-kira > 50 mg /kg/jam
2. Komponen darah harus ditransfusi sesuai standar filter dimana mengeluarkan
clothing dan debris
412
Tabel 1 dan 2
PLATELET
1. Indikasi :
- Trombositopeni berat mengancam jiwa diberikan 20 X 10 9/l
- Setelah tranfusi 15 – 20 unit WB /RBC
Hitung plateled sebelum 80 –100 X 10 9 /l karena pemberian plateled indikasi untuk
keadaan hemostasis yang adekuat dengan trauma mayor bedah atau pengobatan
trauma yang berat.
Penting memperhatikan keadaan klinis pasien dan bukan hasil lab saja.
Pada tranfusi masif dimana mengganti total kebutuhan pasien selama 24 jam maka
bisa diberikan FFP dengan perdarahan abnormal. Jadi FFP hanya diberikan jika ada
gangguan faal hemostasis berupa bleeding dan coagulasi.
Cryoprecipitale
Cryoprecipitale adalah faktor VIII, fibronogen dan von Willebrond’s. Faktor dimana
digunakan untuk terapi pada pasien Willebrond’s sindrom atau hemophili A tapi jika
penyebabnya virus tidak dianjuarkan.
Hemophili A
Faktor VIII (IU) dibutuhkan = Berat (kg) X level 1 X 0,5
1 Vial faktor VIII = 250 IU
Hemophili B
Fakto IX (IU) dibutuhkan = Berat (kg) x level 1
1 Vial faktor IX = 500 IU
pasien hemophlili dikonsulkan penyakit dalam
Komplikasi Transfusi
Reaksi hemolitik (0,03% dari 10 – 40 % mortality rate) tanda-tanda :
a. Pasien dengan panas
dingin, nyeri punggung atau sendi dan dada serta sensasi terbakar pada tempat
infus bisa manifestasi shock
b. Pengobatan awal sebelum
shock dan renal cortical hipoperfusi adalah:
1. Melepas transfusi.
2. Memberi infus cairan dan furosemide 80 – 100 mg untuk keluarnya
kencing 30 mg/jam.
3. Injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5mg/kg untuk anak).
4. Konsul haematologi
Reaksi panas (3 – 4 %) dan kurang gawat dibanding reaksi tranfusi
Tandanya :
a. Pasien mengeluh panas dingin lemas.
b. Pengobatan
1. Lepas transfusi
2. Beri antipiretik
3. Injeksi hidrocortison 200 mg untuk dewasa (5 mg/kg untuk anak).
4. Konsul hematologi.
416
Definisi
Rapid sequence Intubation (RSI) merupakan pemberian agen induksi potensial yang
secepatnya diikuti dengan rapidly acting neuromuscular blocking agent untuk
menginduksi penurunan kesadaran serta paralysis motorik untuk intubasi trakea pada
px dengan resiko aspirasi gastric. Asumsi pada RSI:
• Pasien tidak berpuasa sebelum dilakukannya intubasi, sehingga merupakan
factor resiko terjadinya aspirasi.
• Pasien tidak diketahui atau tidak pernah diperiksa mengenai apakah akan
terdapat kesulitan dalam intubasinya.
• Pemberian obat-obatan didahului dengan fase preoksigenasi (lihat pada ‘P’
yang kedua pada RSI untuk lebih detailnya) untuk memungkinkan
terlewatinya periode apneu dengan selamat selama pemberian obat-obatan dan
intubasi trakea tanpa memberikan bantuan ventilasi tambahan.
• Gunakan tekanan pada krikoid atau Sellick’s manoeuvre untuk mencegah
aspirasi cairan gaster.
Indikasi
• Keputusan intubasi berdasarkan 3 hasil pemeriksaan klinik yang fundamental :
1. Apakah ada kegagalan mempertahankan atau memproteksi jalan nafas?
Catatan: jalan nafas yang adekuat dikonfirmasi dengan kemampuan px
untuk bicara/mengeluarkan suara. Kemungkinan adanya jalan nafas yang
inadekuat adalah ketidakmampuan px untuk mengeluarkan fonasi
sederhana, stridor, serta AMS. Gag reflex juga tidak sensitive atau spesifik
digunakan sebagai indicator hilangnya refleks proteksi jalan nafas.
2. Apakah ada kegagalan Ventilasi (cth status asmatikus) atau oksigenasi (cth
severe pulmonary oedema)?
3. Apa manifestasi klinik lain yang harus diantisipasi?
Px akan dapat mengalami deteriorasi dalam usaha nafas bila mengalami
multiple major injuries.
• Jika laringoskopi tidak berhasil, pertimbangkan:
1. apakah posisi px optimal?
2. gunakan straight blade jika epiglottis panjang, terkulai, atau ‘in the way’
3. apakah petugas yang melakukan sellick’s manoeuvre menekan airway
keluar dari midline yang mengaburkan lapang pandang?
417
Manajemen
Ingat 7 Ps RSI.
• Preparation (persiapan)
1. Px harus ditangani pada area resusitasi
2. Monitoring EKG, pulse oximetry, tanda vital tiap 5 menit.
3. Sediakan obat sedative dan obat paralyzing yang dapat dijangkau
segera.
4. Persiapkan perlengkapan airway meliputi stylets, Mess berbagai
ukuran, orofaringeal airway atau cricothrotomy tray yang dapat
dijangkau segera.
5. susun rencana alternative bila gagal melakukan intubasi.
6. harus memiliki asisten yang terampil.
7. Pasang setidaknya 2 jalur IV peripheral: Hartmann’s atau NS.
8. selalu antisipasi vomiting pada semua pasien trauma. Jika px
muntah, lakukan 3 manuver berikut ini :
a. lakukan suction segera dengan large bore yankauer sucker
b. putar pasien ke posisi lateral atau pada posisi recovery.
c. Letakkan px pada posisi trendelenburg (jika mungkin).
9. pemeriksaan pada ‘jalan nafas yang sulit’ harus dilakukan.
Gunakan ‘LEMON law’ :
L Look externally (cth trauma maksilofasial, trauma penetrasi
pada leher, trauma tumpul leher, dan identifikasi kesulitan
ventilasi seperti pasien yang berjenggot, obesitas morbid,
418
Terapi Obat
Obat Induksi
Penting bagi px yang sadar ketika RSI dilakukan untuk mengurangi efek fisiologi dan
efek memori dari prosedur yang dilakukan terhadap diri px. (lihat ringkasan obat-
obatan induksi pada tabel 2).
421
Etomidate 0,3mg/kg 15-30 detik 15-30 menit Serebroprotektif Nausea, vomiting, Merupakan obat induksi
(vena besar) stabilitas nyeri saat injeksi, dengan hemodinamik yang
hemodinamik gerakan mioklonik, paling stabil, cedera
hiccups kepala, px hipotensi
Ketamin 2mg/kg 15-30 detik 15-30 menit Pelepasan Peningkatan ICP Peningkatan ICP Px bronkospastik, px
katekolamin hipotensi tanpa cedera
Analgesic, kepala, instabilitas
amnestik hemodinamik karena
tamponade jantung atau
penyakit miokard.
422
Obat Paralyzing
Obat yang optimum memiliki onset yang cepat dan durasi yang pendek. Agen depolarizing
lebih superior daripada agent non-depolarizing untuk RSI.
• Suksinil kolin : agen utama yang digunakan untuk paralysis emergency yang
bertujuan mengontrol jalan nafas. Efek samping yang signifikan:
1. Bradikardi (terutama pada anak dan px dengan preeksistensi bradikardi).
2. Peningkatan tekanan intraocular /intraoccular (kontraindikasi pada penetrating
globe trauma).
3. Peningkatan tekanan intragastrik (dapat mencetuskan emesis).
4. Hiperkalemi (terutama pada px dengan paralysis otot kronik, cth cerebrovascular
accident dan spinal cord injuries).
Catatan : peningkatan potassium plasma setelah pemberian suksinilkolin (bisaanya
< 0,5 mmol/l).
5. hiperkalemia pada px gagal ginjal kronik sebelum potassium serum diketahui.
Catatan : ada bukti terbaru yang menyebabkan suksinilkolin cukup aman pada
hiperkalemia, walaupun resiko akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar
potassium. Tindakan terbaik adalah menghindari penggunaan suksinilkolin pada
px dengan serum K+ > 6 mmol/l; rocurium merupakan alternative yang baik pada
kasus tersebut. Jika kadar K+ tidak diketahui dan EKG normal, penggunaan
suksinilkolin dapat dilakukan, walaupun px menderita ESRF. Suksinilkolin
423
Penempatan
Pasien yang menjalani RSI merupakan kandidat untuk masuk pada ICU atau langsung menuju
ke OT sesuai konsultasi yang telah dilakukan.
114...................
424
Caveats
• X ray dari C-spine tidak dibutuhkan jika terdapat criteria sbb:
1. Pasien sadar, bangun dan tenang
2. tidak ada keluhan nyeri pada leher
3. tidak ada distracting injuries pada tubuh atau nyeri selama pemeriksaan
4. tidak ada nyeri tekan pada pemeriksaan Spine.
5. dapat menggerakkan leher kekanan dan kekiri serta melakukan fleksi dan ekstensi
tanpa nyeri
6. Tidak ada deficit neurologist
• Jika memenuhi criteria diatas, banyak penelitian yang menyatakan bahwa
pasien tidak mengalami C-spine injury yang bermakna.
• Pada px trauma yang lainnya, lakukan pemeriksaan:
1. Foto polos C-Spine
c. posisi AP
d. Posisi lateral atau swimmer’s view : basis oksiput sampai batas atas
T1 harus terlihat
e. Open Mouth Odontoid View. Tidak mungkin dilakukan bila px tidak
kooperatif untuk melakukan foto dengan mulut terbuka. Posisi
oblique dari proscesus odontoid atau gambaran foramen magnum
dapat diperiksa untuk melihat densitas.
2. CT scan : diindikasikan sebagai pengganti foto polos C-spine pada area yang
mencurigakan atau area yang tidak adekuat untuk dilihat.
• C-collar harus dipasang pada situasi sbb:
1. ada keraguan pada pemeriksaan foto polos
2. Adanya masalah pembedahan akut lain yang membutuhkan pengiriman pasien ke
OT yang mendesak sebelum pemeriksaan Spine selesai dilakukan.
3. koma, AMS dan pasien pediatric (yang terlalu muda untuk menyatakan
keluhannya), sampai mendapatkan evaluasi yang tepat oleh orthopaedics atau
neurosurgeon.
425
Periksa Pasien
Tidak
Apakah Px sadar,
bangun dan tenang ?
Ya
Periksa adanya deficit Neurologikal
Tidak
Defisit neurologik Lepaskan C-collar
Ya
Ya
Tidak
Ya Nyeri atau
Tidak perlu
Nyeri tekan
X-ray
positif?
Lepaskan C-Collar
Pemeriksaan Radiologis:
1. C-spine X ray
• Wajib pada posisi lateral. Coba untuk menekan bahu kebawah untuk
mendapatkan paparan yang adekuat terhadap T1. lakukan swimmer’s view jika
paparan tidak adekuat.
• Posisi AP jika mungkin
• Open mouth Odontoid view jika mungkin
2. C-Spine lateral view dimana px secara sukarela melakukan fleksi dan ekstensi
dari lehernya
• Dipertimbangkan bila screening 3 view C-spine normal, namun px
mengeluhkan nyeri leher yang bermakna.
• Maneuver ini harus dilakukan dibawah pengawasan dokter yang
berpengalaman.
426
manfaat
• membantu kita untuk menilai secara kwantitatif berat ringannya injury pada pasien-
pasien trauma.
• Membantu kita untuk memperkirakan hasil akhir trauma tersebut. Bahkan sangat
berguna dalam pemeriksaan klinis dan untuk penelitian.
• Trauma score dilakukan di triage dan keputusan klinis dapat dipakai untuk
menentukan kemana pasien akan di transfer.
Score fisiologis
Glasgow Coma Score (GCS)
• GCS banyak dipakai untuk menilai kesadaran pasien melalui 3 respon yaitu; respon
membuka mata, respon verbal, dan respon motorik.
Respon verbal
* orientasi bagus 5
* bicara bingun 4
* hanya berupa kata-kata 3
* hanya keluar suara saja 2
* tidak ada respon suara 1
Respon motorik
* sesuai dengan perintah 6
* dengan rangsangan mampu melokalisir nyeri 5
* dg rangsang nyeri, respon witdrawl 4
* dg rangsang nyeri, respon gerakan fleksi 3
* dg rangsang nyeri, respon gerakan ekstensi 2
* tidak ada respon 1
________________________________________________________________
Total GCS poin (1+3+3) 3 s/d 15
_______________________________________________________
• GCS juga dapat diterapkan pada anak-anak.namun untuk verbal pada anak < 4 tahun
harus dimodifikasi (table 2).
• GCS dapst dikorelasikan dengan mortalitas dan dengan Glasgow outcome score, yang
dapat mengukur tingkat kerusakan fungsi otak. Score ini digunakan luas untuk
prehospital triage dan untuk membedakan tingkat kesadarn setelah pasien MRS.
__________________________________________________________________
Tabel 3: RTS
______________________________________________
GCS SBP RR code value
___________________________________________________________
13-15 >89 10-29 4
9-12 76-89 >29 3
6-8 50-75 6-9 2
4-5 1 – 49 1-5 1
3 0 0 0
___________________________________________________________
RTS=0.9368 GCS + 0.7326 SBP + 0.2908 RR.
Score Anatomi
Abbreviated Injury Scale (AIS)
• score AIS berkisar antara 1- 6 untuk masing-masing individu yang mengalami trauma.
(table 4). Score ini muncul sejak th 1971.
428
******************************
429
DEFINISI
• Terminologi ini mengacu pada depresi minimal tingkat kesadaran dimana reflek
proteksi jalan nafas dan jantung pasien masih dapat dipertahankan, dan pasien masih
mampu memberi respon dengan tepat terhadap stimulasi fisk dan atau perintah verbal.
Agen yang digunakan untuk mencapai keadaan ini termasuk obat sedasi, dengan rentang
keamanan yang cukup lebar yang jarang menimbulkan hilangnya kesadaran seperti
midazolam dan analgesic, yaitu agonis opiate, yang memiliki efek samping sedasi dan
menimbulkan depresi nafas.
• Istilah lain yang diajukan saat ini adalah sedasi dan analgesia prosedural, yangs erring
disingkat PSA.
PERHATIAN
• Diasumsikan bahwa pasien telah dinilai kelayakan dan kesesuaian untuk sedasi, yang
meliputi dokumentasi akan adanya alergi, terapi medikamentosa yang sedang dijalani
serta abnormalitas patensi jalan nafas.
• Pada keadaan tidak adanya dokter emergensi senior atau ahli anestesi, pertimbangkan
rawat inap untuk anestesi general pada pasien anak berusia <5 tahun.
• Jika terdapat keraguan terhadap kemampuan anda melakukan sedasi sadar pada
seorang pasien, anda dapat merawatinapkan pasien tersebut atau meminta advis dari
dokter emergensi yang bertugas jaga.
• Penggunaan ketamin memerlukan dua operator. Operator pertama akan melakukan
prosedur sementara yang lain bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan secara
konstan status jalan nafas dan hemodinamik pasien.
INDIKASI
• Pasien dengan dislokasi sendi sedang dan besar
• Abses yang akan dilakukan insisi dan drainase
• Laserasi pada lokas yang secara anatomis rumit, misalnya pada wajah anak berusia <5
tahun.
TATA LAKSANA
Penanganan suportif
• Pasien harus ditangani di area yang dilengkapi dengan monitor tanpa memandang usia
dan kondisi fisik yang terlihat baik ataupun riwayat medis lampau yang baik. Reaksi
alergi dan idiosinkrasi sulit untuk diprediksi
• Monitoring: EKG, pulse oximetry dan tanda-tanda vita setia 5-10 menit.
• Suplementasi oksigen
• Peralatan resusitasi yang harus segera tersedia meliputi:
1. Alat bantu jalan nafas oral
430
Terapi medikamentosa
• Benzodiazepin, mis. midazolam memiliki keuntungan akibat efek
amnesia selain sedasi dan pelemas otot. Akan tetapi obat ini tidak memiliki efek analgesia.
Karenanya obat ini paling baik digunakan bersamaan dengan analgesic agonis opiate.
• Analgesik opiate/obat sedasi, mis. morfin, meperidin, fentanyl: dari
ketiga obat yang serupa ini fentanyl memiliki keuntungan nyata yaitu tidak menimbulkan
pelepasan histamin (reaksi anafilaktoid).
• Ketamin: obat sedasi dengan efek amnesia disosiasi dan anagesik
yang lemah, terutama digunakan pada anak-anak.
Disposisi
Saat pasien dipulangkan, perlu diberikan instruksi bahwa untuk 24 jam berikutnya pasien
sebaiknya tidak:
• Mengendarai kendaraan bermotor maupun sepeda
• Memanjat di ketinggian
• Berenang
• Mengkonsumsi alcohol ataupun obat-obatan yang menyebabkan kantuk.
432
Sebagian diberikan cairan hasil penjumlahan replacement dan maintenance 8 jam pertama
Kristaloid (NS atau Hatmann’s) = 10-20 cc/kg secepat mungkin dalam 15 menit untuk
mengisi volume extrasel ( ulangi jika dibutuhkan )
434
ANALGESIK
• Asam asetilsalisilat (aspirin)
• Acetophenetidin (Phenacetin®)
ANTIMALARIA
• Primakuin
• Pamakuin
• Klorokuin
KARDIOVASKULER
• Prokainamid
• Kuinidin
LAIN-LAIN
Vitamin C Biru metilen
Analog vitamin K Arsine
Naphthalene (kapur barus) Phenylhydrazine
Probenecid Biru toluidin
• Dimerkaprol (BAL) • Mepacrine
435
CAVEATS
Sebelum meresepkan pada ibu hamil, selalu pertimbangkan keuntungan maupun resiko
pengobatan. Daftar obat-obat berikut biasanya hanya digunakan dalam ED. Ada beberapa
obat yang mempunyai efek merugikan pada ibu hamil dan hanya ada beberapa yang aman
keselamatan ibu lebih diprioritaskan daripada janinnya.
436
Definisi
Kontaminasi ini biasanya akibat kecelakaan, potensial mengenai pelayan kesehatan atau
anggota masyarakat.
Caveats
• Di rumah sakit, luka akibat memindahkan jarum dari satu orang kelainnya selama
injeksi, punctie vena atau kanulasi IV hampir sepertiga luka terjadi jauh dari waktu
dan tempat perawatan pasien, misalnya luka pada kulit dari jarum terbuka di tempat
sampah..
• Paramedis mengalami paparan baik parenteral maupun non parenteral.
• Resiko hepatitis lebih besar dari HIV.
• Tipikal, infeksi HIV pada paramedis akibat sekunder dari kecelakaan dengan darah
dari pasien HIV.
• Seorang dengan tes negatif untuk anti HIV serokonversi dapat lambat atau tidak ada
setelah inokulasi virus.
Tip khusus
• Kemoprofilaksis antiretroviral post paparan merupakan standar dan harus segera
diberikan setalah paparan HIV positif.
Penatalaksanaan
• Perawatan pasien:
1. Paparan percutaneus: cuci tempat inokulasi secepatnya dengan air mengalir.
Desinfeksi dengan Chlorhexidine atau Povidone iodine dan balut jika perlu.
2. Paparan membran mukosa; irigasi secepatnya dengan sejumlah besar air.
3. Paparan kulit non intak: cuci dengan sabun dan air atau antiseptik. Kemudian
desinfeksi dengan Chlorhexidine atau Povidon iodine.
Catatan: untuk semua kontak mengikuti kebijakan dan prosedur institusi.
• Darah/ cairan tubuh dari pasien yang teridentifikasi
1. Kirim darah paramedis yang terpapar untuk HbsAg, anti-HBS, dan anti HIV
2. Kirim darah dari pasien untuk HbsAg dan anti HIV
437
ALAT
• Ukuran ETT anak : 4 + umur(thn) /4 ( diatas umur 2 th )
• Panjang ETT anak (cm) dari mulut: 12 + umur(th) /2 tambahkan 3 cm bila melalui hidung
( untuk anak > 2 th ), atau ukuran ETT x 3
1. Kardioversi untuk gangguan irama atrium:
1 joule/kg
2. Kardioversi untuk gangguan irama
ventrikel: 2-4 joule/kg
umur lahir 1 bln 3 bln 6 bln 1 thn
439
DAFTAR HALAMAN.
1. AMS…..4
2. …..
3. …..
4. ….
5. …….
6. …..
7. …….
8. ……
9. …..
10. ……
11. ….
12. …..
13. …..
14. …
15. …
16. …14
17. ……16
18. ….18
19. …..
20. …20
21. ..25
22. …30
23. …..
24. …32
25. ….39
26. ….
27. …48
28. ….50
29. …53
30. …56
31. …60
32. …
33. …
34. …66
35. …72
36. …
37. …
38. …74
39. ….78
40. …
41. …
42. …81
43. ….
44. …
45. ….
46. …
47. .
48. …84
49. ….
441
50. …86
51. …88
52. …93
53. …
54. ..
55. …
56. …95
57. …
58. …
59. …99
60. …101
61. …103
62. …105
63. …
64. …
65. …
66. …
67. …
68. …
69. …
70. …
71. ..
72. ..
73. …
74. …
75. ..
76. ..
77. ..
78. ..
79. ..
80. ..
81. ..
82. ..
83. ..
84. ..
85. ..
86. ..
87. ..
88. ..
89. ..
90. ..
91. ….
92. …
93. …
94. ….
95. …
96. …
97. …
98. ..
99. ..
442
100. …
101. ..
102. ..
103. ..
104. ..
105. ..
106. ..
107. ..
108. …
109. ..
110. ..
111. ..
112. ..
113. ..
114. ..
115. ..