You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji

kualitas, tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain

menentukan adanya suatu zat dalam seidaan dan menentukan seberapa besar

kandungan zat aktifnya.

Analisa kuatitatif dan kualitatif suatu senyawa obat yang diproduksi

sangat penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar di pasaran

harus diketahui kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia

obat harus esuai dengan yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku

resmi lainnya.

Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah praktikan

dapat mengetahui cara-cara penarikan zat aktif dari sediaan obat serta cara

penentuan kadarnya dengan metode titrasi atau metode lainnya. Sehingga

ditentukan bahwa kadar suatu zat memenuhi syarat atau tidak. Dan

diharapkan keterampilan dalam bekerja dapat meningkat.

Dalam praktikum kali ini akan dilakukan analisa kualitatif maupun

kuantitatif dari sediaan tablet yang mengandung isoniazid dan piridoksin

HCl. analisa kualitatif digunakan untuk menentukan ada tidaknya suatu zat

dalam sediaan berdasarkan hasil yang positif pada penambahan/reaksi

dengan pereaksi golongan maupun pereaksi spesifik. Hasil positif dapat


berupa perubahan warna atau terbentuknya endapan. Dalam analisa

kuantitatif akan ditentukan kadar isoniazid dan piridoksin HCl dalam sediaan

tablet dengan metode titrasi.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara-cara analisis kualitatif dan

analisis kuantitatif dari suatu sediaan farmasi.

I.2.2 Tujuan Percobaan

1. Menetapkan kadar Vitamin B6 (piridoksin HCl) dalam sediaan

Suprazid® Forte dengan menggunakan metode argentometri.

2. Menetapkan kadar Isoniazid dalam sediaan Suprazid® Forte

dengan menggunakan metode iodimetri.

3. Mengidentifikasi piridoksin HCL dan Isoniazid dalam sediaan

Suprazid® Forte

I.3 Prinsip Percobaan

1. Identifikasi senyawa isoniazid dan piridoksin HCl dalam tablet kombinasi

dengan pemeriksaan organoleptis yang meliputi warna, bau, rasa, benttuk,

kalarutan dan pemijaran yang dilanjutkan dengan uji reaksi kimia dengan

pereaksi tertentu berdasarkan terbentuknya gas, perubahan warna dan

endapan yang terbentuk.


®
2. Penetapan kadar isoniazid dalam sediaan tablet Suprazid Forte dengan

metode iodometri berdasarkan reaksi reduksi oksidasi antara sampel yang

akan dioksidasi oleh titran iodin baku yang ditambahkan berlebih,


kemudian sisa iodin dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat

0,0949 N dengan indikator kanji dimana titik akhir titrasi ditandai dengan

perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna..


®
3. Penetapan kadar piridoksin HCl dalam Sprazid forte dengan metode

argentometri berdasarkan reaksi pengendapan antara sampel dengan

larutan baku perak nitrat 0,1067 N sebagai titran dengan menggunakan

indikator kalium kromat dimana titik akhir titrasi ditandai dengan

perubahan warna endapan dari putih menjadi merah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

1. Golongan antibiotika

Antibiotika (latin ; anti : lawan, bios : hidup) adalah zat-zat

kimia yang dihasilkan organisme hidup terutama fungi dan bakteri tanah

yang memiliki khaisat mematikan atau menghambat pertumbahan

banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya

terhadap manusia relatif kecil. (1)

Antibiotika untuk pertama kali ditemukan oleh sarjana Inggris,

dr.Alexander Flemming pada tahun 1928 yaitu menemukan penisillin.

Tetapi penemuan ini baru diperkembangkan dan digunakan dalam terapi

di tahun 1041 oleh dr.Florey (Oxford). Kemudian banyak zat lain

dinyatakan mempunyai khasiat antibiotika diisolir oleh banyak

penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat

toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat.

(1)

Sifat-sifat antibiotika (2) :

 Suatu bentuk metabolisme

 Suatu produk sintetik dengan struktur serupa dengan

antibiotik yang alami.


 Mengisolasikan pertumbuhan atau kelangsungan hidup satu

atau lebh jumlah mikroorganisme.

 Efektif dalam kadar rendah.

 Bakteriostatik dan bakteriosid.

Antibiotik dibagi atas (2) :

 Golongan betalaktam (penisillin dan sefalosforin).

 Aminoglikosida (sterptomisin, gentamisin,

kanamisin).

 Tetrasiklin (metasiklin, demeklosiklin, monosiklin,

oksitetrasiklin).

 Kloramfenikol (thiamfenikol).

 Makrolida dan Linkomisin (eritromisin, linkomisin,

spiromisin).

 Polipeptida (gramisin, polimiksin B, basitrasin).

 Antibiotik lain (rifampisin, asam fusidat).

Titrasi pengendapan atau argentometri didasarkan atas

terjadinya pengendapan kuantitatif, yang dilakukan dengan penambahan

larutan pengukur yang diketahui kadarnya pada larutan senyawa yang

hendak dititrasi. Titik akhir tercapai bila semua bagian titran sudah

membentuk endapan (3).

Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri

yang tergolong pembentukan kompleks) dibedakan atas 3 macam

berdasarkan indikator yang dipakai untuk penentuan titik akhir, yaitu :


a. Cara Mohr

Titrasi pertama untuk penentuan ion klorida dan bromida dalam

larutan, sedangkan indikator yang dipakai adalah kalium kromat

(K2CrO4) dan larutan baku AgNO3 sebagai titran. Pada titik akhir

kromat terikat oleh ion perak membentuk senyawa yang sukar larut

berwarna merah bata. Disini terjadi pengendapan 2 tingkat yaitu

pembentukan AgCl dan pembentukan Ag2CrO4. Perak klorida

merupakan garam sukar larut sehingga konsentrasi ion klorida tinggi,

maka AgCl diendapkan.

b. Cara Volhard

Ion halogen diendapkan oleh ion perak berlebih, kelebihan ion

perak dititrasi dengan NH4SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan

adalah besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat, sampai titik

ekivalen harus terjadi reaksi antara titran dan ion perak membentuk

endapan putih :

Ag+ + SCN- AgSCN (putih)

Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator,

membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).

SCN- + Fe3+ FeSCN2+

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.

c. Cara Fajans

Dalam titrasi secara Fajans digunakan indikator adsorbsi.

Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan


endapan dan menyebabkan timbulnya warna, penyerapan ini dapat titik

ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan

pH. Indikator ini adalah asam lemah atau basa lemah organik yang

dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang

dapat digunakan dalam titrasi ion klorida dalam suasanan netral (4).

Untuk penentuan langsung halogenida dapat dengan titrasi

Mohr yang menggunakan iod dan amilum sebagai indikator. Secara

tidak langsung, ion halogenida dan halogen organik setelah penyabunan

atau penguraian oksidatif dan dititrasi dengan Volhard (3).

2. Golongan vitamin.

Vitamin adalah faktor nutrisi esensial dan senyawa kimai yang

aktif. Vitamin juga didefinisikan sebagai senyawa organik kompleks

yang esensial untuk untuk pertumbuhan dan fungsi biologis yang lain

bagi mahluk hidup. (5,6)

Istilah vitamin pertama kali diutarakan oleh seorang ahli kimia

Polandia bernama Funk, yang percaya bahwa zat penangkal beri-beri

yang larut dalam air itu sebuah amina yang sangat vital dan dari kata

tersebut lahirlah istilah vvitamin yang kemudian menjadi vitamin. Kini

vitamin dikenal sebagai suatu kelompok senyawa organik yang tidak

termasuk golongan protein, karbohidrat ataupun lemak. dan terdapat

dalam jumlah yang kecil dalam bahan makanan tetapi sangat penting

peranannya bagi beberapa fungsi tertentu tubuh untuk menjaga

kelangsung kehidupan dan pertumbuahan. Vitamin merupakan suatu


molekul organik yang sangat diperlukan tubuh untuk proses

metabolisme dan pertumbuhan normal. (6)

Banyak vitamin yang telah dikenal dan dapat dibedakan

menjadi dua golongan, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin

yang larut dalam lemak. Jenis vitamin yang dapat larut dalam air ialah

vitamin B kompleks dan vitamin C, sedangkan vitamin yang dapat larut

dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K serta provitamin A. (5)

Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti

natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku

secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat

reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku

berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat

baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan

larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan oksidator

ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang

dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku

natrium tiosulfat. (4)

Bagan reaksi :

Ox + 2 I- I2 + red

I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6=

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan

iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga

titik akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih
mudah dengan penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena

amilum akan membentuk kompleks dengan I2 yang berwarna biru

sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir

titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus I2 yang

menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna

biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. (7)

Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim

digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam

keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri

sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya

dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang

biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam

formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur

dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol. (8)

Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter

pada 25oC), namun sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung

ion iodida. Iodium membentuk kompleks triiodida dengan iodida,

dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25oC. Penambahan KI untuk

menurunkan keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4 %

dalam larutan 0,1 N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik dan

menggunakan botol yang berwarna gelap untuk menghindari penguraian

HIO oleh cahaya matahari. (8)


Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah

atau nertal karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang

terbentuk dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara

iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :

I2 + O 2 HI + IO-

3 IO- IO3- + 2 I-

dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat

menjadi ion sulfat sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun

pada proses iodometri juga perlu dihindari konsentrasi asam yang tinggi

karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan mengendap dengan

pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :

S2O3= + 2 H+ H2S2O3

8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S

Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang

memakan belerang akan masuk ke dalam larutan ini dan proses

metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO3=, SO4= dan

belerang koloidal. (8)

Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam

sehingga endapan mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak

terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam larutan iodium yang asam dan

dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi tiosulfat

menjadi ion tetraionat

I2 + 2 S2O3= 2 I- + S4O6=
Reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa

reaksi samping. Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa oksidasi ke

sulfat tidak terjadi terutama jika digunakan iodium sebagai titran. (3)

Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4

golongan yaitu :

a. Titrasi iod bebas.

b. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang

terbentuk dari iodida.

c. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.

d. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi

atau subsitusi.
II.2 Uraian Bahan

1. Iodium (5,316)

Nama resmi : Iodum

Sinonim : Iodium

RM/BM : I2 / 126,91

Pemerian : Keping atau butir, mengkilat seperti logam hitam

kelabu, bau khas.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam garam

iodida, mudah larut dalam etanol 95% P.

Khasiat : Anti infeksi kulit

Kegunaan : Sebagai larutan baku

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Amylum manihot (5,93)

Nama resmi : Amylum manihot

Sinonim : Pati singkong

Pemerian : Serbuk halus, kadang-kadang berupa gumpalan

kecil, putih, tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol

95 % P

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai indikator

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk dan

kering.
3. Natrium tiosulfat (7)

Nama resmi : Natrii Tiosulfas

Nama lain : Hipo, Natrium tiosulfat

Rumus molekul/BM : Na2S2O3.5H2O/248,17

Pemerian : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur

kasar, dalam udara lembab meleleh basah, dalam

hampa udara di atas suhu 33 oC merapuh

Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut dalam

etanol 95 (%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai larutan baku


DAFTAR PUSTAKA

1. Tan, H.T., Raharja K., (1978), “Obat-obat Penting”, Depkes RI, Jakarta.

2. Wilson G., (1982), “ Kimia Farmasi dan Medisinal Organik”, IKIP Semarang

Press, Semarang.

3. Roth, H.J., dkk, (1998), “Analisis Farmasi”, UGM Press, Yoyakarta,

252,253,254,255

4. Harjadi, W., (1986), “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, Gramedia, Jakarta, 176,

179, 181

5. Sudarmaji, S., (1996), Analisa Bahan Makanan dan Pertanian”, Liberty Press,

Yogyakarta.

6. Winarno, F.G., (1989), “ Kimia Pangan dan Gizi”, PT. Gramedia, Jakarta.

7. Wunas, J., Said, S., (1986), “Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif”< UNHAS,

Makassar, 122-123

8. Underwood, A.L., day, RA., (1993), “Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V,

Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga, Surabaya, 302-304

9. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta,

96, 47, 53, 58, 317

10. .,( ), “Scorl”, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, UGM

Press, Yogyakarta, 25

11. Sie Kesejahteraan ITB., (1979), “Card System Dan Reaksi Warna”, ITB

Bandung, 56

12. Kovar., A, (1987), identifikasi Obat”, ITB, Bandung, 44,

You might also like