Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
Harga transfer dalam arti luas yaitu Harga produk atau jasa yang ditransfer antar pusat
pertanggungjawaban dalam perusahaan. Contoh: Biaya listrik yang dialokasikan dari dept.
pembangkit listrik ke dept. lain yang menikmati listrik. Sedangkan dalam arti sempit, pengertian
harga transfer adalah harga produk atau jasa yang di transfer antar pusat laba dalam satu
perusahaan. Adanya transfer barang dan jasa dihubungkan dengan proses deferensiasi bisnis dan
karena perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis.
yang berperan sebagai pusat laba, yang diserahi fungsi produksi, pemasaran dan diberi tanggung
jawab untuk menghasilkan laba yang sepadan dengan investasi yang ditanam dalam bisnis
divisi).
Harga transfer menetapkan dengan tegas hak masing-masing manager divisi untuk
mendapatkan laba. Tiap-tiap divisi yang terlibat merundingkan unsur-unsur yang membentuk
harga transfer, karena unsur-unsur tersebut akan berdampak terhadap laba yang pada
Manajemen puncak dapat mewajibkan suatu divisi untuk memilih sumber pengadaan dari
divisi lain dalam perusahaan ketimbang dari luar perusahaan, hanya jika hal ini bisa
puncak ini, manajer divisi yang terlibat dipaksa untuk merundingkan harga transfer yang adil
Pada dasarnya penentuan harga transfer dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Full Costing
Biaya Penuh
BIAYA ABC
Full Costing
Biaya Penuh
Harga Transfer
ABC
HARGA PASAR
2.3.1 Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Biaya
Berdasarkan biaya penuh produk yang ditransfer, yang dapat dipilih antara biaya penuh
riil dan biaya penuh standart. Bila biaya riil yang dipilih, ada kemungkinan tejadi
ketidakefisienan divisi penjual dibebani ke divisi pembeli (karena biaya penuh divisi penjual
mengandung pemborosan) Biaya ini tidak baik digunakan sebagai dasar penetapan harga
transfer. Bila biaya penuh standart yang dipilih, hal di atas dapat dihindari karena biaya
standart mencerminkan operasi terbaik dengan biaya yang seharusnya dibebani oleh divisi
penjual. Tapi biaya standar ini akan membuat keenganan divisi penjual untuk memperbaiki
efisiensi produksi, karena jika efisiensi ditingkatkan harga transfer menjadi kecil dan
akhirnya laba yang dihasilkan divisi penjual turun maka kinerja turun. Untuk memacu divisi
penjual untuk melakukan efisiensi, penurunan biaya standart sebagai hasil perbaikan
efisiensi, biaya stndart tidak langsung digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer,
tetapi dalam waktu tertentu, divisi penjual diberi kesempatan untuk menikmati tambahan laba
Hal-hal yang harus diperhatikan Jika biaya dijadikan sebagai dasar penentuan harga transfer:
1. Metode Penentuan harga transfer harus mendorong divisi penjual senantiasa melakukan
2. Jika terjadi ketidakefisienan pada divisi penjual, tidak boleh dialihkan ke divisi pembeli
3. Untuk menentukan harga transfer, harus ada aturan, oleh sebab itu tiap ada transfer
3. Pendekatan ABC
Jika produk yang mau ditransfer punya harga pasar, maka harga pasar dapat dipandang
sebagai dasar yang adil. Harga pasar dipandang sebagai Opportunity Cost :
Penjual Penghasilan yang akan dikorbankan di dalam mentransfer produk kepada divisi
pembeli
Penjual Biaya yang seharusnya dikeluarkan jika produk tersebut dibeli dari luar.
penghematan pada divisi penjual, sehingga terjadi potongan volume (volume discount)
2. Dalam transfer barang, divisi penjual tidak mengeluarkan biaya-biaya seperti iklan,
2. Divisi penjual punya pasar yang sudah pasti (yaitu divisi pembeli) sehingga keuntungan ini
hanya dinikmati oleh divisi pembeli saja (divisi penjual hanya dituntut harus bisa capai harga
pasar)
3. Tentukan Harga pasar terkadang sulit saat harga pasar sangat berfluktuatif
Menurut Mulyadi (2001:382-383) karena setiap divisi yang dibentuk perusahaan diukur
kinerjanya atas dasar laba yang diperoleh masing-masing, maka dua masalah yang selalu
Dalam penentuan harga transfer, divisi pembeli dan divisi penjual harus menyepakati dasar yang
akan dipakai sebagai landasan penentuan harga barang yang ditransfer antar divisi tersebut. Ada
dua dasar yang dapat digunakan sebagai landasan dalam penentuan harga transfer, yaitu biaya
dan harga pasar. Biaya yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer adalah biaya penuh,
penuh sesungguhnya dan biaya penuh standar. Baik biaya penuh sesungguhnya maupun biaya
penuh standar dapat direkayasa dengan salah satu pendekatan: full costing, variabel costing dan
Laba yang diperhitungkan disini dapat ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari biaya
penuh atau berdasarkan aktivapenuh yang digunakan untuk memproduksi produk jika laba
ditentukan sebesar persentase tertentu dari biaya penuh, harga transfer yang dihasilkan tidak
memperhitungkan modal yang digunakan dalam memproduksi produk yang ditransfer. Aktiva
dalam harga transfer, namun banyak masalah yang timbul dalam memperhitungkan aktiva penuh
sebagai investment base.Menurut Mulyadi (2001:383-384) jika aktiva penuh divisi dipakai
sebagai dasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer, dua faktor yang harus
dipertimbangkan adalah:
Jenis aktiva yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer
dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar.
Jenis aktiva lancar yang digunakan oleh divisi penjual adalah aktiva lancar yang
dipergunakan untuk operasi divisi penjual. Dengan demikian investasi sementara dalam
surat berharga tidak diperhitungkan sebagai aktiva yang dipakai sebagai dasar
penentuan laba dalam harga transfer. Begitu pula dengan investasi jangka panjang
divisi penjualan tidak diperhitungkan dalam aktiva tidak lancar yang dipakai sebagai
adalah kondisi aktiva tetap divisi penjual pada awal tahun berlakunya harga transfer.
Jika dalam tahun berjalan, divisi penjual melakukan investasi dalam aktiva tetap,
jumlah ini biasanya diperhitungkan dalam penentuan harga transfer tahun berikutnya.
Begitu pula jika dalam tahun berjalan divisi penjual melakukan penghentian pemakaian
aktiva tetapnya, perubahan ini baru diperhitungkan dalam penentuan harga transfer
berikutnya. Cara penilaian aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan laba yang
diperhitungkan dalam harga transfer dapat dibagi menjadi dua cara: cara penilaian
aktiva lancar dan cara penilaian aktiva tetap. Jika jenis aktiva lancar yang
diperhitungkan dalam investment base telah ditetapkan, penilaian aktiva lancar dapat
dipilih dari :
a. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) aktiva lancar pada awal
b. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) aktiva lancar rata- rata
2.3.3.1. Desentralisasi
keputusan oleh manajer yang lebih tinggi kepada tingkatan manajer yang lebih rendah.
pengambilan keputusan adalah organisasi yang besar tingkat desentralisasinya. Sebaliknya suatu
organisasi yang seluruh pengambilan keputusannya terpusat di tangan manajer puncak disebut
Pembentukkan unit-unit organisasi tidak selalu diikuti dengan desentralisasi wewenang manajer
puncak kepada manajer divisi ketika manajer puncak telah membentuk pusat pusat laba dalam
wewenang kepada para manajer divisi. Pembentukkan unit-unit organisasi yang tidak diikuti
dengan desentralisasi akan menimbulakan pseudo profit center (pusat laba tidak dalam arti
sebenarnya) karena manajer divisi tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan pendapatan
Menurut Mulyadi (2001:378-380) desentralisasi dapat mengambil salah satu dari ketiga bentuk
berikut ini:
pokok dalam suatu perusahaan seperti fungsi-fungsi produksi, pemasaran, keuangan dan
berdasarkan pusat-pusat laba. Proses pembentukan unit-unit organisasi sebagai pusat laba
ini disebut dengan divisionalisasi. Selanjutnya dalam setiap pusat laba tersebut,
Pengertian Unit Bisnis menurut Mia dan Clarke yang dikutip oleh Faisal (2005:262) adalah
sebagai berikut: …sebuah organisasi atau bagian dari organisasi yang mempunyai aktivitas
rutin seperti bagian pemasaran, produksi, finansial, personalia dan research and
development (R&D).
Menurut Faisal (2005:262) kinerja unit bisnis didefinisikan sebagai: …tingkat keberhasilan
pencapaian target yang telah direncanakan. Sedangkan kinerja unit bisnis didefinisikan oleh
Mia dan Clarke yang dikutip oleh Gudono (2007:186) adalah: …seberapa tinggi tingkat
pencapain target yang telah direncanakan, misalnya pencapaian produksi, kos, kualitas,
pengiriman produk, service atau pelayanan, volume penjualan, pangsa pasar dan tingkat
laba.
2.3.3.3. Pusat Laba
atau unit bisnis) yang manajernya diberi tanggung jawab terhadap fungsi produksi (pengadaan)
dan fungsi pemasaran sekaligus sehingga manajer tersebut bertanggung jawab terhadap laba
divisinya. Oleh karena itu, manajer divisi harus diberi wewenang untuk
melakukan pembuatan keputusan yang berhubungan dengan laba, meliputi keputusan biaya
(keputusan sumber) dan sekaligus pendapatan (keputusan pasar). Manajer divisi tersebut
memperoleh wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan laba maka manajer divisi
kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur dalam ruang lingkup laba (yaitu, selisih
antara pendapatan dan beban), maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center).
Menurut Supriyono (2000:384) pengertian pusat laba (unit bisnis) adalah: …unit organisasi yang
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:427) pengertian pusat laba (profit center) adalah: …pusat
1. Kualitas keputusan dapat meningkat karena keputusan tersebut dibuat oleh para manajer
3. Manajemen kantor pusat bebas dari pengambilan keputusan harian sehingga dapat
4. Manajer karena tunduk hanya pada sedikit batasan dari korporat, lebih bebas untuk
5. Karena pusat-pusat laba serupa dengan perusahaan yang independen, maka pusat laba
memberikan tempat pelatihan yang sempurna bagi manajer umum. Para manajer
yang lebih tinggi mendapatkan kesempatan untuk mengevaluasi potensi pekerjaan yang
6. Kesadaran laba (profit consciousness) dapat ditingkatkan karena para manajer yang
bertanggung jawab atas laba akan selalu mencari cara untuk meningkatkan labanya.
7. Pusat laba memberikan informasi yang siap pakai bagi manajemen puncak (top
8. Karena keperluan (output) yang dihasilkan telah siap pakai, maka pusat laba sangat
Selain manfaat yang diperoleh tadi, menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan
2. Jika manajemen kantor pusat lebih mampu dan memiliki informasi yang lebih baik
daripada manajer pusat laba pada umumnya, maka kualitas keputusan yang diambil pada
yang sesuai, pengalokasian biaya umum (comon cost) yang tepat, dan kredit untuk
pendapatan yang sebelumnya dihasilkan secara bersama-sama oleh dua atau lebih unit
bisnis.
4. Unit-unit organisasi yang pernah berkerja sama sebagai unit fungsional akan saling
berkompetisi satu sama lain. Peningkatan laba untuk satu manajer dapat berarti
pengurangan laba bagi manajer yang lain. Dalam situasi seperti ini, seorang manajer
dapat gagal untuk memberikan potensi penjualan ke unit lain yang lebih tepat untuk
merealisasikannya; menimbun pegawai atau peralatan yang akan lebih baik, dari sudut
pandang seluruh perusahaan jika digunkan di unit lain; atau membuat keputusan produksi
karena tidak adanya kesempatan yang cukup bagi mereka untuk mengembangkan
7. Mungkin ada terlalu banyak tekanan atas profitabilitas jangka pendek dengan
8. Tidak ada sistem yang sangat memuaskan untuk memastikan bahwa optimalisasi laba
keseluruhan.
Pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut transaksi tidak hanya antara suatu pusat laba
dengan pihak luar, namun juga transaksi dengan pusat laba yang lain, dengan kantor pusat, dan
dengan bagian-bagian perusahaan lain. Oleh karena itu, tidak seperti pengukuran laba untuk
suatu organisasi yang benar-benar independen, pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut
transaksi-transaksi yang tidak selalu merupakan transaksi independen (arm’s length transaction).
transaksi yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak secara independen. Menurut Supriyono
a. Pendapatan Bersama
Pendapatan bersama (pendapatan gabungan) adalah pendapatan yang timbul karena suatu
bagian pemasaran divisi tertentu dapat menemukan pembeli atau dapat menjual produk
yang dihasilkan divisi lainnya dalam perusahaan yang sama. Dalam hal ini timbul
masalah adanya pendapatan perusahaan yang sebenarnya merupakan hasil usaha bersama
dua divisi.
b. Biaya Bersama
Biaya bersama (biaya gabungan) adalah biaya yang timbul karena penyelenggaraan
fasilitas bersama yang dinikmati bersama oleh berbagai pusat laba. Alokasi biaya
pengaruhi oleh tujuan pengukuran laba. Jika tujuan pengukuran laba untuk menilai
kinerja manajer, maka biaya gabungan dialokasikan pada setiap pusat laba hanya jika
biaya tersebut terkendalikan oleh manajer pusat laba yang bersangkutan dan jika
c. Harga Transfer
Masalah harga transfer timbul jika dua pusat laba melakukan transaksi transfer
barang atau jasa. Untuk penentuan laba yang jadi bagian masing-masing pusat laba harus
diperhitungkan harga transfer barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba tersebut.
Harga transfer bagi divisi penjual merupakan pendapatan, di lain pihak harga tersebut
merupakan biaya bagi divisi pembeli. Pendapatan dan biaya tersebut merupakan
komponen untuk perhitungan laba masing-masing divisi yang terkait dalam transfer
barang.
d. Konsep Laba
Konsep laba adalah konsep yang menyatakan bahwa konsep laba yang berbeda
manajer pusat laba menurut Anthony dan Govindarajan dalam F. X. Kurniawan Tjakrawala
1. Margin Kontribusi
dengan beban variabel. Bahwa karena beban tetap (fixed expense) berada diluar kendali menajer
tersebut, sehingga para manajer harus memusatkan perhatian untuk memaksimalkan margin
kotribusi. Permasalahan dari argumen tersebut adalah bahwa alasannnya tidak tepat; karena
pada kenyataannya, hampir seluruh pengeluaran tetap dapat dikendalikan oleh para manajer.
2. Laba Langsung
Laba langsung (direct profit) mencerminkan kontribusi pusat laba terhadap overhead umum dan
laba perusahaan. Ukuran ini menggabungkan seluruh pengeluaran pusat laba, baik yang
dikeluarkan oleh atau dapat ditelusuri langsung ke pusat laba tersebut tanpa mempedulikan
apakah pos-pos ini ada dalam kendali manajer pusat laba atau tidak. Meskipun demikian,
pengeluaran yang terjadi di kantor pusat tidak termasuk dalam perhitungan ini. Kelemahan dari
pengukuran laba langsung adalah bahwa ia tidak memasukkan unsur manfaat motivasi dari
dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan. Yang termasuk dalam kategori pertama adalah
pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikendalikan, paling tidak pada tingkatan tertentu, oleh
manajer unit bisnis—layanan teknologi informasi misalnya. Jika biaya-biaya ini termasuk dalam
sistem pengukuran, maka laba yang dihasilkan setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang
dipengaruhi oleh manajer pusat laba tersebut. Kekurangan utama dari ukuran ini adalah karena
ukuran tersebut tidak memasukkan beban kantor pusat yang tidak dapat dikendalikan, maka
ukuran ini tidak dapat langsung dibandingkan baik dengan data yang diterbitkan atau data
asosiasi dagang yang melaporkan laba dari perusahaan perusahaan lain di industri yang sama.
Dalam ukuran ini, seluruh overhead korporat dialokasikan ke pusat laba berdasarkan jumlah
relatif dari beban yang dikeluarkan oleh pusat laba. Ada dua argumen yang menentang
alokasi ini. Pertama, karena biaya-biaya yang dikeluarkan oleh staf di departemen korporat
seperti bagiam keuangan, akuntansi, dan bagian sumber daya manusia tidak dapat dikendalikan
oleh manajer pusat laba, maka manajer tersebut sebaiknya tidak dianggap bertanggung jawab
untuk biaya tersebut. Kedua, sulit untuk mengalokasikan jasa staf korporat dengan cara yang
secara wajar mencerminkan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pusat laba. Meskipun
demikian, ada tiga argumen yang mendukung dimasukkannya overhead korporat ke dalam
laporan kinerja dari pusat laba. Pertama, unit jasa korporat memiliki kecenderungan untuk
perusahaan kepada pusat laba akan menigkatkan kecenderungan bahwa para manajer pusat laba
akan mempertanyakan biaya-biaya ini, untuk memeriksa pengeluaran kantor pusat. Kedua,
kinerja setiap pusat laba akan lebih realistis dan lebih dapat diperbandingkan dengan kinerja para
pesaing yang memberikan jasa yang sama. Ketiga, ketika para manajer mengetahui bahwa pusat
laba mereka tidak akan menunjukkan laba kecuali semua biaya—termasuk bagian overhead
lain, yang akan memberikan manfaat (bahkan dalam memastikan potensi) bagi perusahaan secara
keseluruhan.
5. Laba Bersih
Di sini, perusahaan mengukur kinerja pusat laba domestic berdasarkan laba bersih (net income),
yaitu jumlah laba bersih setelah pajak. Ada dua argumen utama yang menentang penggunaan
metode ini:
a. laba setelah pajak sering kali merupakan persentase yang konstan atas laba sebelum
pajak, dalam kasus mana tidak terdapat manfaat dengan memasukkan unsur pajak
penghasilan; dan
b. karena banyak keputusan yang mempengaruhi pajak penghasilan dibuat di kantor pusat,
maka tidaklah tepat jika para manajer pusat laba harus menanggung konsekuensi dari
keputusan-keputusan tersebut.