You are on page 1of 6

Lagu Seorang Gerilya

W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku.


Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
****

Rumpun Alang-alang

Ws. Rendra

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang


Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal

Gelap dan bergoyang ia


dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada
CHAIRIL ANWAR

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?


Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

MALAM

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji


Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat


Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
AKU

Kalau sampai waktuku


'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang


Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku


Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari


Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali


Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi


Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali


Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.


MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,


Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,


menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang


dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini


tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti


Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
PUISI AMIR  HAMZAH

08 Hanyut Aku

Hanyut aku, kekasihku!

Hanyut aku!

Ulurkan tanganmu, tolong aku.

Sunyinya sekelilingku!

Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin hati,

Tiada air menolak ngelak.

Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu,

Mati aku, sebabkan diammu.

Langit menyerkap, air berlepas tangan,

Aku tenggelam.

Tenggelam dalam malam.

Air di atas mendidih keras.

Bumi di bawah menolak keatas.

Mati aku, kekasihku, mati aku!

09 Mengawan

Rengang aku daripadaku, mengikut kawalku mengawan naik.

Mewajah kebawah, terlentang aku, lemah lunak,

Kotor terhampar, paduan benda empat perkara.

Datang pikiran membentang kenang,

Membunga cahaya cuaca lampau,

Menjadi terang mengilau kaca.

Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka,

Berkasih pedih, bagai merpati bersambut mulut.

Tersenyum sukma, kasihan serta.

Benda mencintai benda …

Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.

Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai


Celah tersentuh, di kursi kesturi.

judul puisi : gadis peminta-minta karya : toto sudarto bachtiar

setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil


senyummu terlalu kekal untuk kehal duka
tengadah padaku, pada bulan merah jambu
tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

ingin aku ikut gadis kecil berkaleng kecil


pulang ke bawah jembatan yg melulur sosok
hidup dari kehidupan angan-angan yg gemerlapan
gembira dari kemayaan riang
duniamu lebih tinggi dari menara katedral
melintas-lintas di atas air kotor, tapi yg begitu kau hafal
jiwa begitu murni, terlalu murni
untuk bisa membagi dukaku

kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil


bulan di atas itu, tak ada yang punya
dan kotaku, oh kotaku
hidupnya tak lagi punya tanda

You might also like