You are on page 1of 17

Laporan Praktikum ke-5 Tanggal mulai : 31 Maret 2011

M.K . Analisis Zat Gizi Makro Tanggal selesai : 31 Maret 2011

PENETAPAN KADAR PATI DENGAN METODE LUFF SCHOORL


Oleh :
Kelompok 2C
Yusvita Sari I14090031
Estu Nugroho I14090069
Agustian Bimo W I14090082
Fauzah Atsaniyah I14090113
Wiwi Febriani I14090125

Asisten Praktikum :
Panji Azahari
Adiarti Nursasanti

Koordinator Mata Kuliah :


Prof. Ir. Ahmad Sulaeman Ph.D

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karbohidrat merupakan zat gizi makro yang memiliki fungsi utama bagi
tubuh manusia yaitu sebagai sumber energi. Karbohidrat merupakan suatu
molekul atau zat yang tersusun atas atom-atom C, H, dan O. Karbohidrat
memiliki banyak jenis tergantung pada komposisi atom-atom tersebut. Karbhidrat
terbagi atas 2 kategori utama yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat
kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri dari monosakarida dan disakarida
sedangkan karbohidrat kompleks terdiri atas glikogen, pati, dan serat.
Manusia menyimpan cadangan glukosa dalam bentuk glikogen,
sedangkan tumbuhan menyimpan dalam sel-selnya dalam bentuk pati. Pati
merupakan gabungan dari ratusan bahkan ribuan molekul glukosa yang
terangkai menjadi satu membentuk suatu rantai panjang yang bercabang
maupun tidak bercabang. Pati dapat ditemukan dalam serealia seperti gandum
dan beras, dalam leguminosa seperti polong dan kapri, dan dalam tanaman umbi
pada tanaman seperti kentang dan umbi-umbian. Manusia memanfaatkan pati
dengan cara menghidrolisinya menjadi polisakarida dan maltosa yang kemudian
dapat digunakan sebagai sumber energi.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin,
dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras (pera)
sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna
ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi (Aulana 2005).
Jenis-jenis makanan yang mengandung pati biasanya berupa bahan
pangan yang bersumber pada tumbuhan atau sering disebut dengan pangan
nabati. Kandungan pati tertinggi dapat ditemukan pada pangan jenis serealia.
Serealia merupakan makanan pokok sumber energi bagi mayoritas penduduk
dunia. Beras merupakan makanan pokok bagi penduduk Asia, gandum bagi
penduduk Eropa, Kanada, dan Amerika Serikat, jagung bagi penduduk Amerika
Tengah dan Selatan. Selain beras, gandum, dan jagung masih ada beberapa
pangan sumber pati yang penting, diantaranya adalah umbi-umbian dan polong-
polongan (leguminosa).
Pati merupakan sumber energi yang utama bagi sebagian besar
penduduk dunia, oleh karena itu penting mengetahui kandungan pati dari
berbagai macam jenis pangan. Hal itu penting dalam hal penetapan jumlah
pangan yang dikonsumsi agar kebutuhan energi atau proporsi energi yang harus
dipenuhi dengan mengonsumsi pangan sumber pati dapat ditentukan dengan
tepat.
Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menetapkan kadar pati pada sampel
yang digunakan dan mempelajari proses penetapan kadar pati dengan metode
Luff Schoorl.
TINJAUAN PUSTAKA
Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama
yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai
produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan
pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda.
Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan
amilopektin tidak bereaksi (Aulana 2005).
Tepung Beras
Tepung beras mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain
bahan yang terkandung pada butir beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung
yang merupakan campuran dua atau lebih pati. Kata tepung lebih berkaitan
dengan komoditas ekonomis. Tepung beras merupakan bahan pokok yang
sangat penting dalam pembuatan kue-kue Indonesia. Dengan munculnya tepung
beras yang halus dan kering dipasaran, maka tepung beras untuk pembuatan
kue-kue sangat mudah untuk didapat. Kualitas kue yang dibuat dari tepung beras
yang baru ditumbuk lebih baik dibandingkan dengan kue yang dibuat dari tepung
beras kering yang banyak dijual dipasaran (Aulana 2005). Berdasarkan DKBM
(2004), kadar pati dalam tepung beras sebesar 80 gram.
Gula Pereduksi
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat
ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan
merah bata (Cu2O). Selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga
bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto 1989). Penentuan gula
pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti
metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan reaksi
gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl,
Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula
pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual.
Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCTK). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat
digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk
senyawa yang tidak tahan panas (Swantara 1995).
Penetapan Kadar Pati Luff Schorrl
Metode Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan menguji adanya
gugus aldehid (-CHO). Komponen utama reagent Luff adalah CuO. Uji ini
dilakukan dengan menambahkan reagen luff pada sampel, kemudian
dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan merah.
Reaksi yang terjadi adalah:

Pada reaksi tersebut terjadi reduksi CuO menjadi Cu2O. Cu2O ini
kemudian membentuk endapan merah bata. Salah satu manfaat praktis uji luff
adalah mengetahui adanya gula pereduksi atau aldosa (contohnya sukrosa),
yang memiliki gugus aldehid (Anonim 2009). Pada metode Luff Schoorl terdapat
dua cara pengukuran yaitu Penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan Menggunakan
prosedur Lae-Eynon
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O.
Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2.
I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya
prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan
menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana
proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat
netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat
oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan
dengan banyaknya oksidator (Hartati dan Titik 2003). I2 bebas ini selanjutnya
akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk
kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu
titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum harus sebelum
titik ekuivalen (TBKKP 2008).
Fungsi Pereaksi
Hasil titasi ditambahkan dengan akuades dan larutan Luff kemudian
dipanaskan. Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi
reduksi dari monosakariada pada gula terhadap CuO menjadi CuO2 dan dalam
pemanasan ditambahkan batu didih hal ini dimaksudkan untuk meratakan
pemanasan. Pemanasan cukup lakukan pendinginan dengan es (TBKKP 2008).
Larutan ditambahkan larutan KI 10 % sebanyak 10 ml untuk mereduksi
kelebihan CuO sehingga I2 terlepas dan juga dilakukan penambahan H2SO4 25 %
sebanyak 25 ml yang bertujuan untuk mengasamkan larutan karena pada
suasana basa, tio sebagai larutan standar akan tereduksi secara parsial menjadi
sulfat makanya perlu dilakukan pengasaman tersebut. Warna akan menjadi
coklat keruh dari awalnya berwarna biru karena larutan luff. Dititrasi dengan
larutan standar tio sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning, hal ini
menandakan larutan tersebut mendekati titik ekuivalen. Sesuai dengan metode
maka di tambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes dan titrasi sampai terjadi
perubahan warna larutan yang berubah menjadi putih susu. Dan pada blanko
dilakukan juga hal yang sama, hanya saja tidak menggunakan sampel. Dari
analisa yang diperoleh dan di konversikan ke persamaam luff maka di peroleh
kadar pati (TBKKP 2008).
Kelebihan dan Kekurangan Metode Luff Schoorl
Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar
karbohidrat yang berukuran sedang. Metode Luff Schoorl merupakan metode
tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar
10%. Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan
oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang
menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan
reagen yang berbeda.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat


Praktikum Analisis Zat Gizi Makro ini dilakukan pada hari Kamis tanggal
31 Maret 2011, pukul 09.00-12.00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Makanan dan Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penetapan kadar pati dengan metode
Luff Schoorl antara lain erlenmeyer 500 mL, kondensor, pemanas listrik, labu
ukur 500 mL, kertas saring, piala gelas, magnetic stirer, dan buret. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan antara lain HCl 3%, NaOH 4 N, CH3COOH, H2O,
pereaksi Luff, KI 30%, H2SO4 4 N, larutan tiosulfat, indikator kanji, dan berbagai
jenis tepung sebagai sampel, yaitu tepung sagu, tepung beras, tepung maizena,
tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung hunkwe.
Prosedur Percobaan
Penetapan kadar pati dengan metode Luff Schoorl dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Sampel ditimbang sebanyak ± 3 gram dan dimasukkan ke dalam labu


erlenmeyer 500 mL

Ditambahkan 200 mL HCl 3%

Dipanaskan selama 3 jam kemudian diangkat dan didinginkan

Dipindahkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan NaOH hingga


larutan bersifat netral

Ditambahkan 1 mL CH3COOH dan diaduk

X
X

Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL dan diencerkan denan H2O


hingga tanda tera

Larutan disaring dengan kertas saring


as

Diambil 5 mL filtrat dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan 25 mL pereaksi Luff dan 15 mL H2O

Dipanaskan dengan kondensor selama 10 menit atau sampai terbentuk


endapan merah bata

Setelah didinginkan ditambahkan dengan 10 mL KI 30% dan 25 mL


H2SO4 4 N

Dititrasi dengan larutan tiosulfat dan ditambahkan indikator kanji saat


dilakukan titrasi

Bagan 1 prosedur percobaan penetapan kadar pati dengan metode Luff Schoorl
PEMBAHASAN

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama
yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai
produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan
pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam
karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda.
Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan
amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas
dijelaskan (Aulana 2005).
Pati terdapat pada bahan pangan yang kaya akan sumber karbohidrat.
Dalam percobaan kali ini, dilakukan penetapan kadar pati dengan menggunakan
sampel yang berasal dari tepung-tepungan. Tepung yang digunakan antara lain
tepung sagu, tepung beras, tepung maizena, tepung terigu, tepung tapioka, dan
tepung hunkwe. Penetapan kadar pati pada berbagai jenis tepung ini dilakukan
dengan menggunakan metode Luff Schoorl.
Dasar penetapan ini adalah hidrolisis pati menjadi gula-gula pereduksi
yang kemudian ditetapkan secara Luff schoorl. Gula-gula pereduksi seperti
glukosa dan maltose dapat mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Kemudian Cu2+ yang
tidak tereduksi (sisa) dapat dititer secara iodometri. Jumlah Cu2+ asli ditentukan
dalam suatu percobaan blanko dan dari perbedaannya dapat ditentukan jumlah
gula dari larutan yang dianalisis.
Metode Luff school digunakan untuk menetapkan kadar pati karena
metode Luff Schoorl baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang
berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff
Schoorl merupakan metode terbaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan
tingkat kesalahan sebesar 10% (TBKKP 2008).
Metode Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan menguji adanya
gugus aldehid (-CHO). Komponen utama reagent Luff adalah CuO. Uji ini
dilakukan dengan menambahkan reagen luff pada sampel, kemudian
dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan merah.
Reaksi yang terjadi adalah:
Bagan 2 Reaksi antara aldehida dengan reagen Luff

Pada reaksi tersebut terjadi reduksi CuO menjadi Cu2O. Cu2O ini
kemudian membentuk endapan merah bata. Salah satu manfaat praktis uji luff
adalah mengetahui adanya gula pereduksi atau aldosa (contohnya sukrosa),
yang memiliki gugus aldehid (Anonim 2009).
Dalam metode Luff Schoorl, monosakarida akan mereduksikan CuO
dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI
berlebih, sehingga dilepaskan I2. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang
digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk
dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi
terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat
(misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam
penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi
dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya
oksidator (Hartati dan Titik 2003). I2 bebas ini selanjutnya akan dititar dengan
larutan standar natrium tiosulfat sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-
amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, dalam suatu titrasi
membutuhkan indikator amilum sehingga penambahannya harus sebelum titik
ekuivalen (TBKKP 2008).
Penentuan kadar pati dilakukan dengan menimbang sampel dan
memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Sebanyak 200 mL HCl 3% dan batu didih
ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan selama 3 jam. Fungsi
dari penambahan HCl ini adalah untuk mengikat kandungan-kandungan yang
ada di dalam sampel selain gula, seperti pati, serat, dan lain-lain. Sampel yang
telah dingin kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala dan dilakukan
penambahan NaOH 4N hingga larutan menjadi netral, dan ditambahkan juga 1
mL CH3COOH. Penambahan NaOH bertujuan untuk memberikan suasana basa
pada larutan, karena reaksi hanya bisa berlangsung dalam suasana basa.
Larutan yang telah tercampur kemudian dipindahkan ke dalam gelas ukur
500 mL, dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Larutan kemudian disaring
dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 mL filtrat dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer dan dilakukan penambahan larutan Luff dan akuades. Penambahan
larutan Luff ini adalah untuk memberikan warna biru pada larutan, serta sebagai
bahan untuk direduksi oleh gula pereduksi sehingga menghasilkan kompleks
biru. Setelah larutan bercampur sempurna, dilakukan kondensasi dengan
pemanasan selama 10 menit setelah itu didinginkan. Menurut TBKKP (2008),
pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi reduksi dari
monosakariada pada gula terhadap CuO menjadi Cu2O dan dalam pemanasan
ditambahkan batu didih hal ini dimaksudkan untuk meratakan pemanasan.
Pemanasan cukup lakukan pendinginan dengan es.
Larutan yang telah didinginkan kemudian ditambahkan dengan larutan KI.
Fungsi dari penambahan larutan KI ini adalah untuk untuk mereduksi kelebihan
CuO sehingga I2 terlepas.Setelah itu, dilakukan juga penambahan H2SO4 ke
dalam larutan. Penambahan H2SO4 ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati,
karena reaksi yang terjadi bersifat eksoterm sehingga menghasilkan panas.
Penambahan H2SO4 ini bertujuan untuk mengasamkan larutan karena pada
suasana basa, tio sebagai larutan standar akan tereduksi secara parsial menjadi
sulfat makanya perlu dilakukan pengasaman tersebut (TBKKP 2008).
Setelah larutan bercampur sempurna, dilakukan titrasi dengan
menggunakan larutan tiosulfat dan kanji sebagai indikator. Larutan kanji
ditambahkan sebelum larutan mencapai titik ekuivalen. Hal ini dilakukan karena
titrasi dengan menggunakan larutan tiosulfat dengan indikator amilum akan
membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Titrasi dilakukan
hingga larutan berubah warna menjadi putih susu yang awalnya berwarna biru
karena larutan Luff (hingga mencapai titik ekuivalen). Jika indikator kanji masih
menyebabkan larutan berwarna biru menandakan bahwa proses titrasi belum
selesai. Setelah proses titrasi selesai, dilakukan pembacaan volume tio yang
terpakai saat titrasi dan di hitung dengan menggunakan rumus yang ada.
Dalam penetapan kadar pati ini, dilakukan juga pengukuran blanko
dengan cara yang sama. Namun penentuan blanko tidak menggunakan sampel,
hanya menggunakan larutan Luff dan air destilasi. Penetapan blanko ini
bertujuan untuk dijadikan sebagai perbandingan dalam penentuan jumlah gula
dalam larutan yang dianalisis.
Pada penentuan kadar pati pada tepung beras, diperoleh volume tio yang
terpakai pada saat titrasi adalah sebesar 39,1 mL. Penentuan kadar pati
dilakukan dengan menggunakan tabel sakar. Tabel ini digunakan untuk
mengetahui mg glukosa yang terpakai. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh
kadar pati pada tepung beras sebesar 67,8%. Berdasarkan DKBM (2004),
kandungan pati pada tepung beras sebesar 80 gram. Hal ini berarti kadar tepung
beras sebesar 80%. Terdapat perbedaan hasil antara hasil percobaan dengan
literatur yang ada. Hasil yang diperoleh dari praktikum lebih kecil dibandingkan
dengan literatur.
Perbedaan antara hasil praktikum dengan literatur yang ada disebabkan
oleh beberapa kesalahan yang dilakukan pada saat praktikum. Kesalahan
tersebut antara lain jumlah tiosulfat yang digunakan dalam titrasi berlebihan atau
kurang, karena sulit untuk menentukan perubaan warna yang terjadi dengan
menggunakan indikator kanji. Hal ini mungkin akan mempengaruhi hasil
perhitungan dari kadar pati. Selain itu, kesalahan juga mungkin terjadi pada saat
pemindahan filtrat ke dalam erlenmeyer. Sebagian filtrat mungkin masih tersisa
pada dinding labu karena proses pembilasan dengan akuades yang kurang
sempurna. Berikut merupakan tabel yang berisi kadar pati pada keenam jenis
tepung yang digunakan dalam praktikum.
Tabel 1 Kadar pati pada berbagai jenis tepung
No Sampel % Pati
1 Sagu 80,7
2 Beras 67,8
3 Maizena 68
4 Terigu 36,72
5 Tapioka 73,5
6 Hunkwe -

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa tepung yang memiliki kadar
pati yang pati yang paling tinggi adalah tepung sagu, sedanmgkan tepung yang
memiliki kadar pati terendah adalah tepung terigu. Dalam percobaan kali ini,
kadar pati pada tepung hunkwe tidak dapat ditentukan karena terjadi kesalahan
pada saat melakukan percobaan.
Penetapan kadar pati dengan menggunakan metode Luff Schoorl
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Metode Luff Schoorl ini baik
digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam
penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode
tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar
10%. Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan
penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan menggunakan prosedur Lae-Eynon
(Anonim 2001). Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama
disebabkan oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M
Maiden yang menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan
oleh pebuatan reagen yang berbeda.
Penentuan kadar pati dalam bahan pangan penting untuk mengetahui
kandungan pati dalam bahan pangan. Dengan mengetahui kadar pati, dapat
diketahui karakteristik dari bahan pangan tersebut sehingga dapat ditentukan
pengolahan yang tepat untuk bahan pangan tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Metode Luff Schoorl merupakan metode yang umum dilakukan untuk
penetapan kadar pati pada bahan pangan. Metode ini merupakan metode tebaik
untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.
Berdasarkan hasil praktikum, kadar pati pada tepung beras lebih kecil
dibandingkan dengan kadar pati berdasarkan literatur. Kadar pati hasil praktikum
sebesar 67,8% sedangkan kadar pati berdasarkan literatur sebesar 80%.
Diantara keenam jenis tepung yang digunakan, tepung yang memiliki kadar pati
tertinggi adalah tepung sagu, yaitu sebesar 80,75. Sedangkan tepung yang
memiliki kadar pati terendah adalah tepung terigu, yaitu sebesar 36,72%.
Saran
Pembilasan labu ukur sisa filtrat harus dilakukan dengan baik, sehingga
tidak ada sisa filtrat yang menempel pada dinding yang akan mempengaruhi
hasil pengukuran. Selain itu, penambahan H2SO4 harus dilakukan dengan hati-
hati. Hal ini karena reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm yang
menghasilkan panas, sehingga jika tidak hati-hati dapat mengancam
keselamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Luff Schoorl (terhubung berkala) www.wikipedia.org/Luff Schoorl


(16 April 2011)
Anonim. 2009. Metode Luff Schoorl (terhubung berkala) http://monruw.wordpress
.com/tag/gula-pereduksi/ (17 April 2011)
Apriyanto A. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pus
at Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor
Aulana L. 2005. Pemanfaatan hidrolisis pati sagu untuk produksi asam laktat
oleh
Lactobassilus casei FNCC 266 [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi In
dustri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Hartati NS dan Titik KP. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat. Yogyakarta :
Kanisius
Swantara DIM. 1995. Kromatografi Cair Kerja Tinggi Beberapa Senyawa Monosa
karida dan Dosakarida serta Penerapannya Untuk Analisis Madu dan ba
han Jenis lainnya [Tesis]. Bandung : Universitas Padjadjaran
TBKKP. 2008. Analisis gula pada jeruk siam dan Sunkist (terhubung berkala) http
://www.scribd.com/doc/29548552/ANALISA-KADAR-GULA(18 April 2011)
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
LAMPIRAN

Gambar Hasil Pengamatan

Gambar 1 Proses Deastilasi Gambar 2 Pengenceran 500 ml

Gambar 3 Bahan didinginkan Gambar 4 Tepung tapioka


Tabel Perhitungan
Tabel 2 Hasil percobaan pada semua sampel
No. Sampel Berat Sampel (g) mL Tio % Pati
1. Tepung sagu 3,1419 34,9 80,7
2. Tepung beras 3,0637 39,1 67,8
3. Tepung maizena 3,1333 38,6 68,0
4. Tepung terigu 3,1803 47,6 36,7
5. Tepung tapioka 3,2829 36,0 73,2
6. Tepung hunkwee 3,3750 - -
7. Blanko 59

Z mL = (b-a) x N Tio / 0,1

% Pati = %

Keterangan :
b = Volume tiosulfat yang dipakai saat menitrasi blanko
a = Volume tiosulfat yang dipakai saat menitrasi sampel
N Tio = Normalitas Tiosulfat
fp = Faktor Pengenceran
N Tio = 0,04418
mg glukosa dilihat di tabel sakar-Luff Schoorl
Contoh perhitungan (sampel tepung beras) :
Z mL = (59-39,1) x 0,04418 / 0,1
= 8,79
Tabel equivalensi
8  19,8
0,79 x 2,6  2,054 +
21,854
% pati = [21,854 x (500/5) x 0,95 / 3063,7] x 100%
= 67,8 %
Pembagian Tugas Pembuatan Laporan Penetapan Kadar Pati Metode Luff
Schoorl
Yusvita Sari I14090031  Tinjauan pustaka dan daftar pustaka
Estu Nugroho I14090069  Editor dan lampiran
Agustian Bimo W I14090082  Cover, pendahuluan, dan metodologi
Fauzah Atsaniyah I14090113  Tinjauan pustaka dan daftar pustaka
Wiwi Febriani I14090125  Hasil dan Pembahasan

You might also like