You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

Appendiks disebut juga umbai cacing, atau istilah usus buntu yang dikenal

di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah

sekum. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang

berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan

bawah abdomen. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan

masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah

segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1

Sekitar 7 % orang-orang di negara barat mengalami appendisitis pada

suatu waktu ketika mereka hidup dan sekitar 250.000 appendiktomi pada akut

appendisitis dilakukan untuk tiap-tiap tahun di Amerika. Insidensinya telah

menurun secara stabil selama kurun waktu 25 tahun terakhir, hal ini diduga

disebabkan oleh meningkatnya pengunaan makanan berserat dalam menu sehari-

hari. Namun insidensi di negara-negara berkembang yang pada kurun waktu

sebelumnya sangat sedikit angka insidensinya tapi sekarang sudah mulai naik

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup manusianya.2

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang

dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30

tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada laki-laki lebih tinggi.1

1
Penatalaksanaan standar untuk apendisitis adalah operasi. Pernah dicoba

pengobatan dengan antibiotik, walaupun sembuh namun tingkat kekambuhannya

mencapai 35 %. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup

(laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotika selama

7-10 hari.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Appendiks

Appendiks disebut juga umbai cacing, istilah usus buntu yang dikenal

di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah

sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah

kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera

untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1

Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang

berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan

bawah abdomen. Appendiks belum diketahui fungsinya, operasi pengangkatan

appendiks tidak menyebabkan gangguan fungsi pencernaan.1

Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya

insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, appendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan ruang

geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.1

Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di

belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon

asendens, gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak appendiks.1

3
Gambar 1. Anatomi appendiks4

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang

mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan

persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri

visceral pada appendistis bermula di sekitar umbilikus.4

Pendarahan appendiks berasal dari arteri apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1,5

Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama

seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submukosa

oleh mukosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang

utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi

pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks. Jika

appendiks terletak retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh

tunika serosa.5

4
Mukosa appendiks terdiri atas sel-sel dari gastrointestinal endokrin

sistem. Sekresi dari mukosa ini adalah serotonin dan terkenal dengan nama sel

argentaffin. Tumor ganas paling sering muncul pada appendiks dan tumbuh

dari sel ini.5

B. Definisi

Appendisitis adalah peradangan pada appendiks. Appendiks disebut

juga umbai cacing. Kita sering salah kaprah dengan mengartikan appendisitis

dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ

appendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak

mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi appendiks adalah

sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi

immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh). Organ ini cukup sering

menimbulkan masalah kesehatan dan peradangan akut appendiks yang

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumya berbahaya.6

Appendisitis adalah inflamasi appendiks yang terjadi secara tiba-tiba.

Letak appendiks bisa retrosekal, pelvik, subsekal, preileal, atau perikolik

kanan. Keadaan anatomik ini mempunyai kepentingan klinik yang penting

dalam masalah appendisitis akut. Appendiks memiliki lebar sekitar 0.8 cm dan

panjang 4-12 cm.7,8

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor

5
yang diduga sebagai faktor pencetus disamping hiperplasi jaringan limfe.

Fekalit, tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendisitis ialah

erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica.3

C. Epidemiologi

Appendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun.

Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua,

dikarenakan bentuk anatomis appendiks yang berbeda pada usia tersebut.3

Sekitar 7 % orang-orang di Negara barat mengalami appendisitis pada

suatu waktu ketika mereka hidup dan sekitar 250.000 appendiktomi pada akut

appendisitis dilakukan untuk tiap-tiap tahun di Amerika. Insidensinya telah

menurun secara stabil selama kurun waktu 25 tahun terakhir, hal ini diduga

disebabkan oleh meningkatnya pengunaan makanan berserat dalam menu

sehari-hari. Namun insidensi di negara-negara berkembang yang pada kurun

waktu sebelumnya sangat sedikit angka insidensinya tapi sekarang sudah

mulai naik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup

manusianya.2

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak

kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok

umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan

umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih

tinggi.1

6
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

appendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intasekal, yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya

appendisitis akut.9,10

Pada bayi appendik berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya

insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, appendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan ruang

geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.9,10

Appendisitis akut adalah keadaan yang sering memerlukan tindakan

emergensi pada anak. Kesulitan dalam membedakan diagnosis appendisitis

akut dengan penyebab nyeri abdomen yang lain dapat menyebabkan

appendisitis perforasi, sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan

mortalitas. Risiko perforasi paling banyak pada usia 1-4 tahun yaitu 70 – 75 %

dan 30-40% pada umur remaja. Lima puluh persen anak dengan appendisitis

perforasi tampak pada saat pasien datang sebelum diagnosis ditegakkan. Di

Amerika kasus appendisitis didapatkan pada 4:10000 pada anak umur

dibawah 14 tahun dan lebih dari 80.000 kasus dalam setahun. Pada penelitian

multietnik pada 53.555 kasus appendisitis anak yang dilakukan di Amerika,

didapatkan hasil 63,5% appendisitis perforasi dan 36,5% appendisitis simpel.11

7
Appendisitis akut adalah infeksi bakterial pada appendiks vermiformis.

Appendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan

pembedahan segera. Di Indonesia ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus

menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1991 – 2000. Terdapat

15-30 persen (30-45 persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal

pada hasil appendiktomi.11

D. Patofisiologi

Sesuai dengan yang disebutkan diatas, maka patologi yang didapat

pada appendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh

lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan

tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan

omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler

yang salah dikenal dengan istilah infiltrate appendiks. Di dalamnya dapat

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika

tidak terbentuk abses, appendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler

akan tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1

Appendisitis diyakini terjadi sebagai akibat adanya obstruksi lumen

appendiks. Obstruksi paling sering disebabkan oleh fekalit, dimana

diakibatkan oleh akumulasi dan pengeringan kandungan feses yang

mengandung serat tumbuhan. Pembesaran folikel lymphoid akibat infeksi

virus, barium mongering, cacing (cacing pita, Ascaris, dan Taenia), dan tumor

dapat pula mengobstruksi lumen ini. Penemuan patologis lainnya yang umum

yaitu adanya ulkus appendiks. Penyebab ulkus ini tidak diketahui, walaupun

8
etiologi virus telah dipostulatkan. Infeksi Yersinia mungkin dapat

menyebabkan penyakit ini karena terlihat peningkatan antibodi terhadap

infeksi ini pada 30% kasus appendisitis. Bakteri di lumen memperbanyak diri

dan menginvasi dinding appendiks bersamaan dengan terjadinya

pembengkakan vena dan kemudian gangguan arterial akibat tingginya tekanan

intralumen. Pada akhirnya, gangrene dan perforasi terjadi. Jika proses ini

berjalan perlahan, struktur sekitar seperti terminal ileum, cecum, dan omentum

dapat menutupi area ini sehingga abses terlokalisasi akan muncul, dimana

perkembangan dari gangguan vaskuler dapat menyebabkan perforasi dengan

akses bebas ke kavum peritoneum. Ruptur pada abses appendiks dapat

menyebabkan adanya fistula antara appendiks dan buli-buli, usus halus,

sigmoid, atau secum. Biasanya appendisitis akut merupakan manifestasi klinis

pertama Chron’s Disease.6

Sementara infeksi kronis pada appendiks seperti tuberculosis,

amebiasis, dan actinomycosis dapat terjadi, suatu pernyataan klinis

menyatakan bahwa inflamasi appendiks kronik tidak biasanya menjadi

penyebab dari nyeri abdominal yang berlangsung selama berminggu-minggu

atau berbulan-bulan. Di lain pihak, appendisitis akut rekuren dapat terjadi,

biasanya diikuti dengan hilangnya inflamasi dan gejala diantara dua serangan.

Appendisitis akut rekuren dapat juga terjadi jika sisa appendix ditinggalkan

begitu saja setelah appendiktomi.

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan

sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan

9
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan

keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat

meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.1

E. Gejala Klinis

Appendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak appendik yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik appendisitis

adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah

epigastrum di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan dan

kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri

akan berpindah ke kanan bawah titik Mc. Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih

tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Kadang tidak ada nyeri epigastrum tetapi terdapat konstipasi sehingga

penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap

berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat

perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan

atau batuk.1,2

Bila letak appendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

terlindung sekum maka tanda perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak

ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau

nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi psoas mayor yang menegang

dari dorsal.1,2

10
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat

menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga

peristaltik meningkat, pengosongan rectum akan lebih cepat dan berulang-

ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.1,2

Gejala appendiks pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan

anak menjadi lemah dan letargik.1,2

Pada orang lanjut usia gejalanya juga lebih samar-samar saja. Tidak

jarang terlambat didiagnosa. Akibatnya lebih dari setengah penderita baru

dapat didiagnosa setelah perforasi. Pada kehamilan keluhan utama

appendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu diperhatikan

adalah pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah.

Pada kehamilan lanjut sekum dengan appendiks terdorong ke kraniolateral

sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio

lumbal kanan.1,2

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu

lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu

aksilar dan rectal sampai 100 C. Pada inspeksi perut tidak terdapat gambaran

spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.

Penonjolan perut kanan bawah bisa terlihat pada massa atau abses

appendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka

11
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini

merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan

nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis

retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya

rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal, paralitik dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforasi.

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai

dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.1,2

Pada appendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas waktu dilakukan colok dubur. Colok dubur

pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator

merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak

apendiks. Uji psoas dilakukan dengan perangsangan m.psoas lewat

hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel pada

m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan

untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator

internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan

menimbulkan nyeri.1,2

F. Diagnosis

o Pemeriksaan fisik.

12
Pada appendisitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya

pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak

mengencang (distensi). Pada palpasi didaerah perut kanan bawah, seringkali

bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri

(Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis appendisitis akut.

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai di

angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan

adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur

dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. Suhu dubur (rektal) yang lebih

tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus

buntu.

o Pemeriksaan Laboratorium.

Pada pemeriksaan laboratorium, yang dapat ditemukan adalah

kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi

peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah

mengalami perforasi.1

o Pemeriksaan radiologi

Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat memperlihatkan

adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan

diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam

penegakkan diagnosis appendisitis (71 – 97 %), terutama untuk wanita hamil

dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan

pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas

13
gambaran appendiks. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa

meningkatkan akurasi diagnosis.

Peran USG terutama untuk memperkuat diagnostik karena USG

memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi. Laparoskopi diagnostik

dapat dilakukan pada kasus yang meragukan, pemeriksaan ini merupakan

tindakan invasif namun berguna untuk mengurangi tindakan appendiktomi

yang tidak diperlukan.1,12,13,14

Alvarado skor adalah scoring yang digunakan untuk diagnosis

apendisitis. Skor ini terdiri dari 6 gejala klinis dan 2 temuan laboratorium

dengan total 10 poin.

o Muntah :1

o Abdominal pain :2

o Nyeri tekan :1

o Nyeri lepas :1

o Demam :1

o Anoreksia :1

o Leukositosis :2

o Shift to the left :1

Skor 5 atau 6 berarti sesuai dengan appendisitis, skor 7 atau 8 kemungkinan

appendisitis, dan skor 9 atau 10 sangat mungkin appendisitis.15

G. Diagnosis Banding

14
Appendisitis akut telah disebut juga sebagai masquerader dan

diagnosis lebih sulit ditegakkan pada wanita muda. Memperoleh anamnesa

termasuk dari aktivitas seksual dan keberadaan secret vagina, akan membantu

membedakan appendicitis dengan Penyakit Radang Panggul (PID/Pelvic

Inflammatory Disease). Adanya sekret vagina yang berbau dan didapatkannya

bakteri gram negative intraseluler merupakan patognomonik untuk PID. Nyeri

pada pergerakan serviks juga lebih spesifik untuk PID namun dapat pula terjadi

pada appendisitis jika perforasi telah terjadi atau appendix berada dekat dengan

uterus atau adnexa. Rupture of graafian follicle (mittelschmerz) tejadi pada

pertengahan siklus dan akan menyebabkan nyeri dan perih lebih diffuse dan

biasanya derajatnya lebih ringan dibandingkan appendisitis.Ruptur kista korpus

luteum mirip secara klinis dengan ruptur folikel graafian namun muncul pada

periode menstruasi. Adanya massa adnexal, adanya perdarahan, dan tes

kehamilan positif menunjukkan adanya rupturk kehamilan tuba. Kista ovarium

yang terlilit dan endometriosis biasanya juga sulit dibedakan dengan

appendisitis. Pada keadaan wanita seperti ini, USG dan laparoskopi memiliki

nilai diagnosis yang tinggi. 6

Lymphadenitis mesenterika akut dan gastroenteritis akut menjadi

diagnosis jika nodus limfe terlihat membesar atau kemerahaan pada

mesenterika dan appendiks normal biasanya terlihat pada operasi pada pasien

yang biasanya mengalami keperihan pada kuadran kanan bawah. Sebelumnya

pasien ini mungkin memiliki suhu tubuh yang tinggi, diare, nyeri abdomen

yang lebih diffuse, dan lymphositosis. Diantara kram, abdomen biasanya

15
relaksasi secara sempurna. Anak-anak sepertinya lebih sering mendapatkannya

dibandingkan pada orang dewasa. Beberapa dari pasien ini terkena infeksi Y.

pseudotuberculosis atau Y. enterocolitica, dimana diagnosis hanya dapat

ditegakkan dengan kultur nodus mesenterika atau dengan pemeriksaan

serologic. Pada gastroenteritis akibat Salmonella, penemuan abdominal mirip,

walaupun nyeri dapat lebih berat dan terlokalisasi, dan demam sering

ditemukan. Keberadaan gejala yang serupa pada keluarga membantu diagnosis.

Penyakit Crohn’s biasanya berkaitan dengan riwayat gejala yang lama, sering

dengan eksaserbasi sebelumnya yang dinilai sebagai episode gastroenteritis

kecuali diagnosis telah ditegakkan sebelumnya. Seringpula massa akibat

radang dapat dipalpasi. Sebagai tambahan, kolesistitis akut, ulkus perforasi,

divertikulitis akut, obstruksi usus strangulated (teremas), kalkulus uretra, dan

pyelonephritis dapat mempersulit diagnosis. 6

H. Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinik sudah jelas maka maka tindakan paling tepat

adalah appendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik.

Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan

abses atau perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun

dengan cara laparoskopi. Bila appendiktomi terbuka, insisi McBurney paling

banyak dipilih ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas

sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan

ultrasonografi bila dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. 1,4

16
Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus

meragukan akan segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak. Pada

appendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,

kecuali pada appendisitis gangrenosa atau perforasi.4

Laparaskopi yaitu suatu tindakan mini invasif yang digunakan untuk

diagnostik atau berupa terapi pembedahan, pengangkatan jaringan, serta

pemeriksaan terhadap rongga abdomen, pelvis, thorax, kepala, dan leher.

Beberapa tindakan untuk jantung dan kardiovaskuler juga dapat dilakukan

dengan laparaskopi.15

Gambar 2. Tindakan laparaskopi15

17
Gambar 3. Melihat monitor pada laparaskopi15

Laparaskopi seperti teleskop yang dimasukkan ke dalam tubuh, ada

lensa, cahaya, dan kamera mini. Kamera mengirimkan gambar ke monitor

yang terletak di kamar operasi.

Pada tindakan laparaskopi, insisi yang dibuat sangat kecil sekitar 0,5 –

1 cm. Insisi ini dibuat untuk memasukkan alat laparaskopi. Ahli bedah

biasanya menggunakan laparaskop yang dihubungkan dengan video monitor.

Namun bukan berarti tindakan ini tanpa risiko terutama jika posisi alat

laparaskop tidak benar. 15

18
Gambar 4. Tempat insisi pada laparaskopi15

Gambar 5. Peralatan laparakopi dengan robot15

I. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik

berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks,

sekum, dan lekuk usus halus sering disebut sebagai massa periapendikuler

atau infiltrat. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot

dinding perut kuadaran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau

abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin

jelas.

19
Sedangkan menurut mulai terjadinya komplikasi, komplikasi

appendistis dapat dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi segera, intermediate,

komplikasi lanjut. Komplikasi segera diantaranya adalah perdarahan,

trombosis, peritonitis, perlengketan, dilatasi lambung akut. Komplikasi

intermediate salah satu contohnya adalah abses di daerah pelvinal, prerectal,

perimetritis, subfrenik, dapat pula terjadi pyelopielitis, hemofilia,

tromboflebitis femoralis, emboli pulmo, fistel luka operasi. Untuk komplikasi

lanjut yang dapat terjadi adalah hernia incisional, perlengketan usus atau

streng ileus. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 639-48. 2004.

2. Santacroce, Luigi. Appendicitis. http://www.emedicinen.com. 2005.

3. Anonymous. Appendisitis. Copyright © 2008 http://www.klik dokter.com.


2008

4. Anonymous. Apendiks, Umbai cacing atau vermiform appendix. Keperawatan


kesehatan. Blogger.com. Diakses 2009.

5. Anonim, 2005. The Merck Manual section 3 chapter 25 Acute abdomen and
Surgical Gastroenterology. http://www.merck.com/pubs/append.htm.

20
6. Molmenti H.Medical encyclopedia : appendicitis. Available in:http:/
www.nlm.nih.gov/ medlineplus/print/ency/ 000256.htm,accessed in Dec
29.2002

7. Kozar RA.Roslyn JJ.Appendix.In: Principles of surgery. Schwartz (eds),7th


ed.New York,Mc Graw-Hill;2000:1383-94

8. Bizer LS.Diseases of the colon, rectum and anus.In: General surgery board
review.Gold MS (eds),3rd ed., Lippincott,Philadelphia,1999:39-53

9. Mansjoer Arif et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media
Aesculapius. Jakarta. 2000. Hal 307-13

10. Marijata. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus. FK UGM.
Jogjakarta. 2006. hal :273-81

11. Addis DG, Shaffer N, Fowler BS, Tauxe RV. The epidemiologi of
appendicitis and appendectomy in the United States. The Johns Hopkins
University School of Hygiene and Public Health research-article. American
Journal of Epidemiology Vol. 132, No. 5: 910-925.

12. Murtala B, Adityawarman, Rauf M. NIlai diagnostic pemeriksaan


Ultrasonografi pada appendicitis akut. Bagian Radiologi dan Bagian Bedah
FK UNHAS, Makassar. J Med Nus Vol. 27 No.1 Januari-Maret 2006.

13. Teruhiko Terasawa, MD; C. Craig Blackmore, MD, MPH; Stephen Bent, MD;
and R. Jeffrey Kohlwes. Systematic Review: Computed Tomography and
Ultrasonography To Detect Acute Appendicitis in Adults and Adolescents.
Annals Online 5 October 2004 | Volume 141 Issue 7 | Pages 537-546

14. Paulson EK, Kalady MF, Pappas TN. Suspected Appendicitis. The New
England Journal of Medicine. Volume 348:236-242, January 16, 2003.
Number 3.

15. Anonymous. Alvarado Score. From Wikipedia, the free encyclopedia. Diakses
8 Juli 2009.

16. Siss JE, Granger J. Laparoscopy. Encyclopedia of Surgery: A Guide for


Patients and Caregivers : Fi-La. 2007.

21

You might also like