Professional Documents
Culture Documents
Pratiwi,Rahmania,Iqbal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi Lensa2,3
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula
Zinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humos
aquos dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia,
serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastic. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.
3
Gambar 1. Anatomi Lensa
b. Fisiologi Lensa2
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya
dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya.
Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan
usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi
refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning,
lensa menyumbang +18.0- Dioptri.
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa
lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi
dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K
ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP
shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
4
2.2. Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup
air tejun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Katarak yang terjadi akibat proses penuaan dan
bertambahnya umur disebut katarak senilis.4 Katarak senilis adalah kekeruhan lensa baik di
korteks, nuklearis tanpa diketahui penyebabnya dengan jelas, dan muncul mulai usia 40 tahun.
2.3 Epidemiologi
Katarak senilis terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Insidensi katarak di
dunia mencapai 5-10 juta kasus baru tiap tahunnya. Di Afrika katarak senile merupakan
penyebab utama kebutaan. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada usia tua, bahkan dapat
dikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya usia
penderita. Horlacher mendapatkan bahwa 65% dari seluruh individu antara usia 51-60 tahun
menderita katarak, sedangkan Barth menemukan bahwa 96% dari individu di atas usia 60 tahun
mempunyai kekeruhan lensa yang dapat terlihat jelas pama pemeriksaan slitlamp. Di negara
berkembang katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab kebutaan, selain kasusnya
banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan
5
1,2% dengan kebutaan katarak sebesar 0,67%, dan tahun 1996 angka kebutaan meningkat
1,47%.
2.4 Klasifikasi
Katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, seperti usia, saat munculan dan
tempat terjadinya. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun.
1. Katarak yang didapat (99% dari keseluruhan kasus katarak), terbagi lagi menjadi :
6
c. Katarak post-operatif, paling sering terjadi pada kasus vitrektomi dan tamponade
silikon retina, dan operasi filter
d. Katarak traumatik, karena kontusi atau perforasi, radiasi infra merah, sengatan
listrik, radiasi ion.
e. Katarak toksik, yakni katarak diinduksi kortikosteroid (paling sering), dank arena
obat lain seperti klorpromazin, agen miotik, atau busulfan
b. Katarak yang disebabkan oleh kerusakan saat masa embrionik dini (via
transplasental), karena infeksi rubella (40-60%), mumps (10-22%), hepatitis
(16%), dan toksoplasmosis (5%)
7
Gambar 3. Katarak subkapsular anterior dan posterior
KATARAK KONGENITAL2,4,6
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.6
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris
heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
8
1. kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan
katarak polaris.
2. katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks
atau nukleus saja.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum. Untuk mengetahui penyebab
katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada
kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat
riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji
reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital
akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria perlu pemeriksaan yang
lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemerisaan leukokoria dilakukan
dengan melebarkan pupil. Pada katarak kongenital penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak akan berkembang sempurna hingga
walupun dilakukan ekstraksi katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini
disebut ambliopia sensoris (ambyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan
komplikasi berupa nistagmus dan strabismus.
Kekeruhan katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran
morfologik.
9
Gambar 5. Katarak Kongenital Tipe Lamelar
Penanganan tergantung jenis katarak unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain,
dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena
bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia.
Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital.
KATARAK JUVENIL2,4,6
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan
katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya seperti:
1. Katarak metabolik
a.)Katarak diabetika dan galaktosemik (gula)
b.)Katarak hipokalsemik (tetanik)
c.)Katarak defisiensi gizi
d.)Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
10
e.)Penyakit Wilson
f.) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot
Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun)
3. Katarak traumatik
Seperti telah disinggung sebelumnya, katarak traumatik terjadi akibat adanya kontusi
terhadap bola mata atau paparan radiasi inframerah yang berulang dalam waktu lama. Katarak
traumatik ini sering terjadi berhubungan dengan pekerjaan dan bagian dari kecelakaan olahraga.
Insidennya lebih sering pada pria dari pada wanita karena faktor pekerjaan ini.
4. Katarak komplikata
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Dengan gejala distorsi
penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Katarak ini behubungan dengan bertambahnya
umur dan berkaitan dengan proses ketuaan yang terjadi dalam lensa.2 Karakteristik katarak
biasanya terdapat kekeruhan pada korteks lensa wedge shape.4,5 Secara klinik proses ketuan lensa
sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat mulai terjadinya
sklerosis lensa yang timbul pada usia decade 4 dalam bentuk keluhan presbiopi.
Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu : katarak nuklear,
kortikal dan subkapsularis posterior.
1. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning
sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih
dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik, suli menyetir pada malam hari . Penderita juga mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
2. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai
timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-shape
opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan
yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau.
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak subkapsularis
posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda daripada katarak kortikal dan
katarak nuklear. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
12
cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian
steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan
kabur pada kondisi cahaya terang.
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan.Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan
oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahadaw test, maka akan terlihat bayangn
iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3.Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif
menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan
besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat dan menyebabkan myopia lentikular.
4. Katarak Matur
13
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui
kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga
uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan
ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi
inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul
komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat
terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran
cairan bola mata.
14
Gambar.8 Katarak hipermatur dengan nucleus kecoklatan terpisah dari korteks yang
mencair
Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak.
Katarak terjadi secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara
berangsur. karena umumnya katarak tumbuh sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya
penglihatan sejak awal. Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar
3-5 tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium
kritis.
2.6. Diagnosis2,4,6,7
- Leukokoria
- Fibroplasti retrolensa
- Ablasi retina
- Oklusi pupil
- Retinoblastoma
2.8. Penatalaksanaan3,5
2. Indikasi medis : Kondisi katark harus dioperasi diantaranya katarak hipermatur, lensa
yang menginduksi glaukoma, lensa yang menginduksi uveitis, dislokasi/subluksasi lensa,
benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina atau patologi segmen
posterior lainnya.
16
3. Indikasi kosmetik : Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan retina
atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat diterima pasien,
operasi dapat dilkukan meskipun tidak dapat mengembalikan penglihatan.
Ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa..
ICCE masih sangat bermanfaat pada kasus-kasus yang tidak stabil, katarak intumesen,
hipermatur dan katarak luksasi. ICCE juga masih lebih dipilih pada kasus dimana zonula zini
tidak cukup kuat sehingga tidak memungkinkan menggunakan ECCE. Kontraindikasi absolut
ICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan ruptur kapsul akibat trauma.
Kontraindikasi relatif adalah miopia tinggi, sindrom Marfan dan katarak morgagni.
Keuntungan pembedahan ICCE ini adalah: tidak akan terjadi katarak sekunder, karena
lensa seluruhnya sudah diangkat. Kerugian ICCE dibanding ECCE sangat signifikan. Insisi
ICCE yang lebih luas yaitu 160-180o (12-14 mm), berhubungan dengan beberapa resiko, seperti:
penyembuhan yang lama, cenderung menimbulkan astigmatisme, kebocoran luka pos operasi,
inkarserasi iris dan vitreus. Komplikasi selama operasi dapat terjadi trauma pada endotel kornea.
Komplikasi pasca operaasi adalah cystoid macular edema (CME), edema kornea, vitreus prolaps
dan endoftalmitis.
Ekstraksi katarak ekstrakapsular, yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul
posterior. Operasi katarak ini adalah merupakan tehnik operasi untuk katarak Imatur/matur yang
nukleus atau intinya keras sehingga tidak memungkinkan dioperasi dengan tehnik
fakoemulsifikasi. Insisi kornea lebih kecil daripada ICCE (kira-kira 5-6mm) sehingga proses
penyembuhan lebih cepat sekitar seminggu. Karena kapsul posterior yang utuh, sehingga dapat
dilakukan penanaman lensa intraokular (IOL). Mengurangi resiko CME dan edema kornea.
Kerugiannya berupa membutuhkan alat yang lebih sukar dibandingkan ICCE. Penyulit pada
17
teknik ini berupa adanya ruptur kapsul posterior, prolaps badan kaca, hifema, peningkatan
tekanan intraokular, endofthalmitis, katarak sekunder.
c. Fakoemulsifikasi
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50
tahun, tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7
mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau subluksasi
lensa. Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps menurun. Insisi
yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan edema dapat
terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif labih cepat, mudah
dilakukan pada katarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris,
perdarahan ekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder sama seperti
pada teknik EKEK, sukar dipelajari oleh pemula, alat yang mahal, pupil harus terus
dipertahankan lebar, endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat melatih keterampilan berupa
trauma kornea, trauma iris, dislokasi lensa kebelakang, prolaps badan kaca. Penyulit pasca bedah
berupa edema kornea, katarak sekunder, sinekia posterior, ablasio retina.
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali
terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang
serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan,
18
selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi
mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan
sembuh.
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada katarak tergantung stadiumnya. Pada stadium imatur
dapat terjadi glaukoma sekunder akibat lensa yang mencembung, sehinnga mendorong iris dan
terjadi blokade aliran aqueus humor. Sedangkan pada stadium hipermatur dapat terjadi glaukoma
sekunder akibat penymbatan kanal aliran aquous humor oleh masa lensa yang lisis, dan dapat
19
juga terjadi uveitis fakotoksi. Komplikasi juga dapat diakibatkan pasca operasi katarak, seperti
ablasio retina, astigmatisma, uveitis, endoftalmitis, glaukoma, perdarahan, dan lainnya.
Seperti pembedahan pada umumnya, operasi katarak ini berisiko memiliki komplikasi
yang dapat terjadi pada saat operasi katarak dilakukan atau sesudah operasi dilakukan. Tidak
jarang komplikasi yang terjadi justru bisa berakibat fatal. Sangat penting mengetahui berbagai
komplikasi ini agar tatalaksana terhadap katarak dapat dilakukan secara komprehensif dan juga
agar teknik operasi dapat dilakukan secara berhati-hati untuk meminimalisir terjadinya
komplikasi. Pengetahuan mengenai gejala awal beberapa komplikasi yang sering ditemukan
post-operatif.
Komplikasi Intraoperatif
a. Vitreous Loss7
Vitreous loss merupakan komplikasi intraoperasi katarak yang paling ditakuti karena bisa
menyebabkan penurunan visus yang berat serta ablasio retina sampai menyebabkan kebutaan.
Vitreous loss bisa terjadi pada ICCE yaitu jika terjadi robekan kapsul posterior secara tidak
sengaja, selain itu juga bisa disebabkan oleh dehisensi zonula sewaktu ECCE atau bisa juga
disebabkan oleh trauma sebelumnya pada kapsul dan zonula
Selama ECCE atau fakoemulsifikasi bisa terjadi COA dangkal yang disebabkan karena
infus garam fisiologis yang tidak adekuat ke COA, kebocoran melalui insisi yang terlalu besar,
tekanan eksternal ke bola mata, tekanan positif pada vitreous, atau perdarahan suprakoroid.
Tekanan eksternal terhadap bola mata dapat dikurangi dengan memperbaiki surgical drapes atau
speculum palpebra. Tekanan vitreous positif sering dijumpai pada pasien gemuk, leher pendek;
20
seperti pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK); dan pada pasien dengan
kandung kemih penuh yang melakukan valsava manuever. Manitol intravena biasanya dapat
mengurangi peningkatan tekanan vitreous.
d. Iridodialisis2
Iridodialisis atau disebut juga dengan coredialysis adalah pemisahan atau robeknya iris
dari insersinya pada prosesus siliaris. Hal ini dapat terjadi sebagai komplikasi operasi katarak
intraoperatif ketika dilakukan manipulasi jaringan intraocular, penyisipan tip phaco, atau
pemasangan lensa intraocular.
e. Siklodialisis2
Siklodialisis adalah pemisahan korpus siliaris dari penyisipan di scleral spur , juga dapat
terjadi sebagai akibat dari manipulasi bedah jaringan intraokular. Pengamatan gonioscopic
menunjukkan reses sudut dengan adanya celah antara sclera dan korpus siliaris. Operasi
perbaikan kembali celah cyclodialysis sering diindikasikan untuk mengurangi hipotoni yang
berkepanjangan dengan menggunakan laser argon fotokoalgulasi untuk menutup celah tersebut.
Jika penggunaan laser tidak efektif, mungkin diperlukan jahitan untuk menautkan kembali
korpus siliaris ciliary dengan tersebut.
Komplikasi Postoperatif
a. Edema Kornea2
Edema stroma dan atau epitel kornea dapat terjadi segera pada periode pasca operasi.
Kejadiannya lebih sering terjadi pada mata dengan disfungsi endotel kornea yang telah ada
sebelumnya seperti distrofi Fuchs. Mekanisme terjadinya edema ini bisa disebabkan oleh
kombinasi dari trauma mekanik, operasi yang berlangsung lama, peradangan, dan peningkatan
tekanan intraokular tinggi (TIO), menyebabkan terjadinya dekompensasi endotel akut dengan
peningkatan ketebalan kornea. Edema dari trauma bedah umumnya menghilang total dalam 4-6
minggu sesudah operasi.
21
Gambar 10. Edema kornea
b. Induced Astigmatism2
Astigmat pasca operasi dapat disebabkan oleh jahitan radial yang terlalu kuat, yang
membuat kornea menjadi cembung pada aksis jahitan. Pada ECCE melalui insisi superior,
sampai dengan 2 D astigmat with the rule biasanya akan berkurang seiring berjalannya waktu
sehingga tidak perlu membuka jahitan.
Peningkatan TIO umum terjadi setelah operasi katarak, biasanya ringan dan bersifat self-
limited, serta tidak memerlukan terapi antiglaukoma jangka panjang. OVD seperti hialuronat
yang tertingggal pada operasi katarak merupakan penyebab yang sering menimbulkan
peningkatan TIO. Walau telah dibersihkan dari COA pada saat atau akhir operasi, OVD dapat
tertinggal di Camera Oculi Posterior (COP) atau di belakang IOL.
Ciliary Block Glaucoma atau aqueous misdirection (dulu dikenal dengan nama glaucoma
maligna), terjadi karena akuos yang salah arah masuk ke korpus vitreous. Hal ini menimbulkan
pendorongan diafragma lensa-iris ke depan, sehingga bagian sentral dan perifer COA menjadi
sangat dangkal, yang menimbulkan peningkatan TIO sekunder karena terjadi obstruksi sudut.
e. Hifema2
22
Hifema yang terjadi segera pada periode postoperatif umumnya berasal dari insisi atau
dari iris, biasanya ringan dan dapat terjadi resolusi secara spontan. Resolusi dapat timbul lebih
lama jika vitreous bercampur dengan darah.
f. Endoftalmitis2
Endoftalmitis dapat terjadi akut atau kronik. Endoftalmitis akut biasanya terjadi 2-5 hari
setelah operasi dan bisa menjadi serius sehingga menyebabkan kehilangan visual permanen.
Dengan demikian, pasien yang mengalami nyeri yang semakin bertambah dan penurunan visus
dalam 2-5 hari setelah operasi katarak seharusnya cepat dievaluasi. Sangat penting untuk
menegakkan diagnosis dini, karena terapi yan terlambat dapat mempengaruhi prognosis visual.
Endoftalmitis kronik mempunyai onset berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah
operasi. Ditandai dengan adanya iritis kronik atau uveitis granulomatosa dan sering disertai
dengan penurunan visus, nyeri ringan ataupun tanpa nyeri.
23
Gambar 12. Endoftalmitis dengan Gambar 13. Endoftalmitis bakteri
hipopion setelah operasi EKEK dengan keratitis
2.10. Prognosis1
24
BAB III
KESIMPULAN
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat keparahan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kelainan bawaan, kecelakaan,
keracunan obat, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Sebagian besar kasus bersifat
bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama.
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-
mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi.2
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, dan kerusakan
kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium
perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya sedikit opak, katarak matur yang keruh
total (tahap menengah lanjut) mengalami edema. Apabila kandungan air maksimal dan kapsul
lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur
(sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh, relatif
mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput2.
Pada stadium intumesensi terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan
dalam keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia
lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah yang memberikan miopisasi. Pada pemerikasaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.2
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Optometric Clinical Practice Guideline :Care of the Adult Patient with Cataract.
American Optometric assosiation diakses dari
http://www.aoa.org/documents/CPG-8.pdf: CPG-8
2. Vaugan daniel, Taylor asbury, Paul riordan-eva; Alih bahasa Jan Tamboyang,
Braham U Pendit; Editor, Y. Joko suyono. Oftalmologi Umum. Ed 14. Jakarta:
Widya Medika.2000.hal 175-83.
4. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2007. Hlm , 200 211.
7. Zare, dkk. Risk Factors for Posterior Capsule Rupture and Vitreous Loss during
Phacoemulsification. Journal Of Ophthalmic And Vision Reseach. 2009, vol. 4,
no. 4.
26