Professional Documents
Culture Documents
PROFIL KESEHATAN
PROVINSI DIY 2008
PEMERINTAH PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DINAS KESEHATAN
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2009
Profil Kesehatan DIY 2008 1
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga Profil Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 ini
dapat tersusun.
Sebagai salah satu produk Sistem Informasi Kesehatan Propinsi DIY, maka Profil
Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2008 ini diharapkan dapat
memberi gambaran kepada para pembaca mengenai kondisi dan situasi kesehatan
di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2008.
Kami menyadari bahwa penyusunan profil kesehatan ini masih banyak kekurangan
baik kelengkapan maupun akurasi serta ketepatan waktu maupun penyajianya.
Untuk itu guna kesempurnaan penyusunan profil ini dimasa datang kami harapkan
kritik dan saran dari pembaca.
Demikian atas bantuan berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan profil ini kami
ucapkan terimakasih.
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR TABEL 4
BAB I PENDAHULUAN 5
3.2. MORBIDITAS 30
3.2.1 POLA PENYAKIT 30
3.2.1.1 POLA PENYAKIT MENULAR 32
3.2.1.2 POLA PENYAKIT TIDAK MENULAR 37
3.2.2 POLA PENYEBAB KEMATIAN 39
3.3. STATUS GIZI 41
BAB V KESIMPULAN 50
LAMPIRAN 57
DAFTAR TABEL
qqq
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I – Pendahuluan
Bab ini Berisi tentang maksud dan tujuan profil kesehatan dan sistematika dari
penyajiannya.
Bab ini menguraikan tentang visi dan misi dalam melaksanakan pembangunan
kesehatan, pelayanan kesehatan dasar & rujukan, perbaikan gizi masyarakat,
pelayanan kesehatan ibu dan anak, pembinaan kesehatan lingkungan, serta perilaku
hidup bersih dan sehat.
Bab VI – Kesimpulan
Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah
lebih lanjut dari Profil Kesehatan Provinsi DIY di tahun 2008.
Lampiran
Pada lampiran ini berisi resume/angka pencapaian Provinsi DIY dan 63 tabel data
yang merupakan gabungan table indicator Provinsi sehat dan Indikator pencapaian
kinerja standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan.
qqq
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1. WILAYAH
Secara administratif terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438
kelurahan/desa, yaitu:
Menurut altitude, Provinsi DIY terbagi menjadi daerah dengan ketinggian <
100 m, 100-500 m dan 500– 1.000 m (sebagian besar di Kabupaten Bantul),
1.000–2000 m diatas permukaan laut terletak di Kabupaten Sleman. Secara
fisiografi, DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan wilayah :
(a) Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, mulai dari kerucut gunung hingga
bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian
Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan
lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Wilayah ini
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar
0,00 mm – 13,00 mm per hari. Suhu udara rata-rata berkisar antara 21-350 C.
Kelembaban udara berkisar antara 30 - 97 persen dan tekanan udara 1.005,3
mb – 1.017,2 mb dengan arah angin antara 180 derajat – 240 derajat dan
kecepatan angin antara 0 knot sampai 29 knot
(a) Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara dan
wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi;
(b) Gerakan tanah/batuan dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng
Pencemaran air, udara, dan tanah juga masih belum tertangani secara tepat
karena semakin pesatnya aktivitas pembangunan yang kurang
memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Untuk itu, kebijakan
pengelolaan lingkungan hidup secara tepat akan dapat mendorong perilaku
masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
agar tidak terjadi krisis sumberdaya alam, khususnya krisis air, krisis pangan,
dan krisis energi.
2.3. Kependudukan
Sumber: RPJMD 2009-2013, DIY Dalam Angka 2004-2008, Badan Pusat Statistik DIYTahun 2003-2004,
SUSENAS-2004, Tahun 2005-2008 Angka Proyeksi dari hasil SUPAS 2005
Rerata kepadatan penduduk DIY sekitar 1.078,08 jiwa per km2. Kepadatan
tertinggi di Kota Yogyakarta (13.880 jiwa/km2) terendah di Kabupaten
Gunungkidul (461 jiwa/km2). Permasalahan ketimpangan kepadatan tersebut
diperkuat dengan ketimpangan potensi sumber daya dimana Gunungkidul
adalah salah satu kabupaten di DIY yang memiliki kesuburan lahan kurang
dan keterbatasan suplai air.
Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota Luas (Km2)
th 2003 th2004 th2005 th2006 th2007 th2008
1. Kulon Progo 586.27 635.76 636.67 637.54 638.17 638.69
2. Bantul 506.85 1,645.74 1,681.97 1,718.86 1,744.28 1,769.74
3. Gunungkidul 1,485.36 455.97 457.42 458.85 460.12 461.31
4. Sleman 574.82 1,669.12 1,703.74 1,738.95 1,762.60 1786.24
5. Yogyakarta 32.5 12990.18 13252.86 13519.78 13700.25 13880.55
DIY 3185.8 1025.1 1040.64 1056.41 1067.27 1078.08
Sumber : RPJMD 2009-2013, Proyeksi Penduduk berdasarkan Pertumbuhan SP 2000 – SUPAS 2005,
DIY Dalam Angka 2008,Badan Pusat Statistik DIY
2.4. Ekonomi
(a) Investasi, Industri, dan Perdagangan
(a) Sosial
menjadi 18,45% pada tahun 2997 dan 17,77% pada tahun 2008.
(b) Pendidikan
Angka buta huruf di DIY umur 15-44 tahun di DIY menurun dari 26.183
pada tahun 2006 menjadi 14.159 pada tahun 2007 serta tahun 2008 angka
Tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dalam mengikuti
pendidikan pra-sekolah sudah mencapai 70%. Angka Partisipasi Sekolah
(APS) penduduk usia 7-12 tahun sebesar 100%, APS penduduk usia 13-
15 tahun sebesar 100% dan APS penduduk usia 16-18 tahun sebesar
79,89 %. APS tersebut telah melampaui SPM sebesar 95%, 95% dan
60,00%.
(c) Kebudayaan
Seni pertunjukan, seperti seni tari dan teater dikelola oleh 2.924 kelompok
yang tersebar di 78 kecamatan. Kesenian non pertunjukan, seperti seni
rupa, seni kerajinan, cukup banyak dan tersebar, dikelola perorangan
maupun kelompok dalam bentuk sanggar Budaya lokal Yogyakarta
memberi tempat tinggi pada tradisi yang menekankan hirarkhi sosial kuat
sehingga sulit menjalankan perubahan.
Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian
kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Realitas ini menunjukkan
bahwa untuk sektor pertanian dan sektor jasa relatif memberikan kontribusi
paling banyak dalam menyerap tenaga kerja. Demikian juga peranan
sektor pertanian cukup dominan dalam menciptakan lapangan kerja.
Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor
perdagangan dan industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan
dapat dikembangkan sebagai penunjang keterserapan tenaga kerja.
(g) Agama
(1) Komposisi pemeluk agama di DIY tahun 2006 terdiri dari 91,38%
agama Islam, 5,38% agama Katholik, 2,88% agama Kristen, 0,17%
(b) Hukum
(1) Ditetapkannya UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, maka proses pembentukan hukum
dan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah, dapat
diwujudkan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar
yang mengikat semua lembaga yang berwenang.
(2) Penegakan hukum dan perundang-undangan masih perlu ditingkatkan.
Tindak kejahatan dan kriminalitas semakin tinggi dan bervariasi
(3) Pada era pasar bebas dan globalisasi, telah dilakukan kerjasama dan
(a) Transportasi
(1) Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 13% per tahun dan
kendaraan pribadi 28% per tahun yang didominasi oleh sepeda motor.
Angkutan umum sebesar 20% dan kendaraan barang sebesar 15%.
(2) Volume lalu-lintas melebihi kapasitas jalan, penyalahgunaan ruas jalan
dan tingginya penggunaan kendaraan pribadi menyebabkan
kemacetan lalu-lintas, terutama di jaringan jalan pusat kota. Dampak
peningkatan volume kendaraan dan perilaku pengendara juga terjadai
pada tingkat risiko kecelakaan yang semakin tinggi. Intra cranial injury
(kecelakaan) telah menempati urutan kedua terbanyak sebagai
penyebab kematian. Kecelakaan lalu lintas di DIY mengalami
peningkatan cukup besar. Tahun 2000 tercatat 112 kecelakaan yang
meningkat menjadi 691 kecelakaan di tahun 2008 yang merenggut
nyawa 292 orang dan 3766 orang menderita luka berat dan ringan.
(3) Telah dilakukan perubahan manajemen angkutan umum dengan
konsep buy the service sebagai upaya memperbaiki pelayanan serta
jalur kereta api ganda yang menghubungkan Stasiun Solo Balapan-
Stasiun Tugu Yogyakarta-Stasiun Kutoarjo.
(4) Bandara internasional baru direncanakan telah beroperasi di wilayah
Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2019. Kegiatan operasional
penerbangan akan meningkat sangat tinggi demikian pula dengan
animo maskapai penerbangan untuk membuka jalur penerbangan.
Keberadaan bandara akan lebih maju lagi dengan adanya
pengembangan jalur angkutan terintegrasi antara darat, laut, dan
udara.
(1) Sumber daya air utama di DIY adalah Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo
yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Progo, Opak dan Serang.
Sumberdaya air dimanfaatkan untuk irigasi, kebutuhan rumah tangga,
(c) Keciptakaryaan
(a) Wilayah di luar DIY yang secara langsung maupun tidak mempengaruhi
pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan, antara lain:
(a) Semarang – Solo – Cilacap; (b) Magelang-Klaten-Purworejo-Salatiga-
Wonogiri-Sukoharjo; (c) Wilayah terpadu Joglosemar, Pawonsari
Bakulrejo, Gelangmanten.
(d) Karakteristik tata ruang internal DIY ditandai tingginya kebutuhan ruang
untuk kegiatan budidaya namun dilain pihak menghadapi keterbatasan
daya dukung maupun daya tampung lingkungan. Wilayah DIY seluas
318.580 Ha, dengan 47,188% (150.332 Ha) merupakan kawasan lindung
(belum termasuk rawan gempa).
qqq
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
3.1. MORTALITAS
Tahun 2008, umur harapan hidup masyarakat DIY diperkirakan telah meningkat
mencapai 74,1 tahun (BPS 2009, www.datastatistik-Indonesia.com). Jika dirunut
sejak tahun 1971, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan selama 30
tahun dari tahun tersebut yang baru mencapai 45,5 tahun. Gambaran
perkembangan tersebut memperlihatkan telah terjadinya transisi demografi di DIY
yang sebenarnya telah dimulai pada masa 90-an yang ditunjukkan dengan
semakin meningkatnya usia lanjut.
Peningkatan umur harapan hidup ini dipengaruhi oleh multifaktor yang dalam hal
ini kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting didalamnya. Peran
pengaruh kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka kematian,
perbaikan sistem pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat.
mengalalami penurunan sangat signifikan yaitu sebesar 3,1 selama satu tahun
setiap 1000 penduduk. Hal ini dapat disebabkan banyaknya wanita usia subur
yang tidak menikah maupun tidak melahirkan.
Gambar 3 : Jumlah & Angka Kematian Ibu DIY tahun 2004 – 2007
(sumber : Profil Dinkes Propinsi DIY, Laporan Program 2008)
Data kematian ibu dalam 4 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup
baik. Tahun 2008 angka kematian ibu di DIY berada pada angka 104/100rb
menurun dari 114/100rb pada tahun 2004. Jumlah kematian ibu maternal yang
dilaporkan kabupaten / kota pada tahun 2008 mencapai 41 ibu. Meskipun terlihat
kecenderungan penurunan, namun jika diamati tingkat laju penurunan selama
periode 5 tahun terakhir terlihat melandai / kurang tajam. Target MDG’s di tahun
2015 untuk angka kematian Ibu nasional adalah tiga perempat dari kondisi tahun
1999 (132/100 ribu) yaitu 97,5/100 ribu, untuk DIY angka tersebut relative sudah
mendekati.
Angka Kematian Bayi (AKB) di D.I. Yogyakarta dari tahun 2000 sampai dengan
tahun 2025 berdasarkan parameter hasil Proyeksi Penduduk di Provinsi
D.I.Yogyakarta sebagai berikut:
pada tahun 2008 terjadi sebanyak 376 bayi meninggal dengan berbagai sebab.
Angka kematian bayi tahun 2008 masih tetap / sama dengan tahun sebelumnya
yaitu 17 per 1000 kelahiran hidup.
Gambar 4 : Angka Kematian Bayi Propinsi DIY tahun 1971 – 2008 (Sumber
Sensus, SDKI, Supas, Profil Depkes, Profil Dinkes DIY)
Angka Kematian Bayi tahun 2008 jauh lebih baik dibandingkan 20 tahun
sebelumnya yang mencapai 62 / 1000 kelahiran hidup (tahun 1980). Dengan pola
penurunan tersebut maka diprediksikan pada tahun 2013 angka kematian bayi di
DIY diharapkan akan mencapai 16 / 1000 kelahiran hidup.
Pola penurunan dan kenaikan angka kematian bayi sensitif terhadap berbagai
faktor lain. Seperti yang terlihat pada periode tahun 1997 sampai dengan 1999
dimana terjadi krisis multidimensi yang berdampak secara tidak langsung kepada
peningkatan angka kematian bayi di DIY. Secara Nasional, target MDG’s untuk
angka kematian bayi pada tahun 2015 ditargetkan akan menurun menjadi dua
pertiga dari kondisi tahun 1999 (dari 25 menjadi 16).
Pola penurunan sedikit mengalami pola yang berbeda pada kisaran tahun 1997
sampai dengan 2002 yang kemungkinan disebabkan oleh adanya krisis multi
dimensi di Indonesia. Laporan kabupaten / kota tahun 2008 menunjukkan jumlah
kematian balita berbeda. Hal ini disebabkan oleh akurasi data kematian balita
yang masih perlu dilakukan perbaikan.
Dengan pola penurunan sejak tahun 1971 tersebut maka diprediksikan di tahun
2013 angka kematian balita akan mencapai 16/1000. Secara Nasional target
MDG’s untuk angka kematian balita pada tahun 2015 ditargetkan akan menurun
menjadi dua pertiga dari kondisi tahun 1999.
3.2. MORBIDITAS
Penyakit menular yang selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit (Puskesmas)
selama beberapa tahun terakhir adalah ISPA, penyakit saluran nafas (Bronchitis,
Asma, Pneumonia), penyakit kulit, hipertensi, pulpa, diare. Sementara untuk
Balita, pola penyakit masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi.
30 27,25
25
20
% 15 13
9,5 9 8,75
10 8 7
4,5 4,25
5
Pola kunjungan rawat jalan Puskesmas dari tahun ke tahun menunjukkan pola
yang hamper sama. Beberapa catatan penting dikaitkan dengan kunjungan rawat
jalan di Puskesmas adalah munculnya berbagai penyakit tidak menular yang
semakin tinggi. Hipertensi, alergi dan rheumatoid adalah diantara beberapa
penyakit yang memperlihatkan peningkatan signifikan dalam beberap atahun
terakhir.
Menarik bahwa penyakit Hipertensi telah menjadi penyakit paling dominan kedua
bagi kelompok keluarga tidak mampu di DIY. Tidak seperti ISPA, besaran
persentase penyakit hipertensi menurut kabupaten kota cukup bervariasi.
Persentase tertinggi adalah di Kota Yogyakarta yang mencapai 28%. Di urutan
kedua dan ketiga dengan perbedaan persentase yang cukup jauh adalah untuk
Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sleman masing-masing 14%.
Hasil ini mempertegas kesimpulan bahwa di Provinsi DIY telah terjadi transisi
epidemiologi dengan semakin menonjolnya penyakit-penyakit tidak menular
khususnya penyakit jantung dan pembuluh darah (CVD / cardiovascular disease).
Laporan dari puskesmas tersebut mempertegas kesimpulan lain bahwa penyakit
tidak menular seperti CVD yang semakin menonjol saat ini di Provinsi DIY tidak
hanya didominasi oleh kelompok keluarga mampu.
a. DBD
Tingkat kematian penyakit DBD (case fatality rate) lebih tinggi dari rata-rata
nasional. Data program P2M tahun 2007 menunjukkan bahwa CFR (case
fatality rate / angka kematian) DBD DIY mencapai 1,01 (nasional <1) dengan
angka insidensi tahun 2007 sebesar 74,38/100.000 penduduk.
Tingginya prevalensi penyakit DBD tidak terlepas dari masih tingginya faktor
risiko penularan di masyarakat seperti angka bebas jentik yang masih di
bawah 95% yaitu baru 64,46% rumah yang bebas dari jentik Aedes aegypti.
b. TBC
Penderita TBC yang tidak sembuh atau penderita yang tidak memperoleh
pengobatan karena belum ditemukan, merupakan sumber penular yang
mengancam pencapaian derajad kesehatan mengingat penyakit TBC
disamping bisa menimbulkan kematian yang tinggi juga menjadi prekursor
berbagai penyakit dengan fatal lain seperti HIV/AIDS, penyakit paru obstruksi,
dan lain sebagainya.
c. Malaria
Penyakit malaria telah menurun dengan sangat signifikan dalam lima tahun
terakhir. Namun demikian masih ditemukan adanya kasus penularan
indigenous malaria Kabupaten Kulonprogo. Total kasus (indigenous dan non
indigenous) tahun 2008 terlaporkan sejumlah 86 kasus terbanyak berasal dari
Kabupaten Kulonprogo yang mencapai 73 kasus.
Angka API / AMI per 100 penduduk tahun 2008 di Provinsi DIY mencapai 0.02.
Hasil pengamatan program P2M memperlihatkan bahwa episentrum KLB
malaria masih dijumpai di wilayah Kulonprogo. Sementara belum baiknya
kondisi lingkungan dan peningkatan pemanasan global dikhawatirkan akan
tetap memberikan peluang yang tinggi bagi perkembangan penyakit ini.
d. HIV/AIDS
DIY saat ini telah menempati urutan ke 17 provinsi dengan penderita penyakit
HIV/AIDS terbesar. Penularan telah berubah dengan dominasi dari jarum
suntik pengguna narkoba. Penderita HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok
usia 20-26 tahun. Laporan program P2M menunjukkan bahwa penemuan
kasus HIV/AIDS masih rendah yaitu dari target semula sebesar 2000 hanya
mampu dicapai 501 kasus. Sementara dari penderita yang ditemukan,
pengobatan VCT yang dijalankan juga masih rendah hanya mencapai 62,4%.
e. Filariasis
f. Kusta
g. Pneumonia Balita
Pneumonia pada balita banyak dijumpai di Provinsi DIY. Laporan dari berbagai
sarana pelayanan kesehatan pemerintah menunjukkan bahwa pada tahun
2008 ditemukan sejumlah 783 kasus Pneumonia Balita. Angka tersebut lebih
tinggi dibandingkan laporan kabupaten /kota pada tahun 2007 yang mencapai
632 kasus.
h. Diare
dan telah mencapai hasil yang cukup baik. Provinsi DIY merupakan wilayah
yang memiliki tingkat pencapaian kinerja dalam program imunisasi yang
terbaik di Indonesia. Hampir seluruh desa (96,57%) yang ada di Provinsi DIY
telah masuk dalam kategori desa UCI (Universal Coverage Immunization)
yaitu suatu indikasi yang menggambarkan bahwa desa tersebut penduduknya
telah menjalankan imunisasi. Hasil pencapaian program imunisasi juga terlihat
dari berbagai kasus penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi yang relatif
kecil dibandingkan dengan wilayah lain.
Kasus penyakit campak merupakan salah satu penyakit yang bisa dicegah
dengan imunisasi yang paling banyak ditemukan. Tahun 2008 tercatat
sebanyak 450 kasus. Jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat
dibandingkan laporan profil kabupaten / kota tahun 2007 (240 kasus). Namun
demikian peningkatan ini belum mengindikasikan adanya peningkatan
prevalensi karena sistem pendataan yang masih berbasis kepada sarana
pelayanan kesehatan pemerintah. Di sisi lain pencapaian program imunisasi
penyakit campak menunjukkan bahwa cakupan masih belum mencapai 100%
(92,57%).
Kasus penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi lain yang juga cukup
banyak ditemui adalah hepatitis. Tahun 2008 kabupaten / kota melaporkan
terjadi 203 kasus sementara pada tahun 2007 sejumlah 66 kasus. Namun
demikian peningkatan ini belum mengindikasikan adanya peningkatan
prevalensi karena sistem pendataan yang masih berbasis kepada sarana
pelayanan kesehatan pemerintah.
Seiring dengan peningkatan status ekonomi, perubahan gaya hidup dan efek
samping modernisasi, maka problem penyakit tidak menular pun cenderung
meningkat. Beberapa penyakit tersebut diantaranya adalah Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah (kardiovaskuler), Diabetes Mellitus, Kanker, Gangguan
Jiwa.
Sejak tahun 1997 data menunjukkan bahwa, pola kematian yang tercatat di
rumah sakit – rumah sakit di DIY telah mulai menunjukkan pergeseran. Jenis
penyakit penyebab kematian terbanyak dari semula penyakit-penyakit menular
menjadi kematian akibat penyakit yang masuk dalam kategori penyakit tidak
menular. Perkembangan lebih lanjut semakin menunjukkan dominasi penyakit
tersebut sebagai penyebab kematian di DIY.
Pada beberapa tahun yang akan datang, jumlah penderita penyakit tidak menular
akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan jumlah penduduk usia tua semakin
Data pada saat ini memperlihatnkan bahwa pola penyakit pada semua golongan
umur telah mulai didominasi oleh penyakit-penyakit degeneratif, terutama
penyakit yang disebabkan oleh kecelakaan, neoplasma, kardiovaskuler dan
Diabetes Mellitus (DM).
Penyakit yang berhubungan dengan organ paru juga menjadi penyakit yang perlu
diwaspadai di DIY. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan
bahwa penyakit paru termasuk asma selalu masuk 10 penyebab langsung dan
tidak langsung kesakitan dan kematian utama di Indonesia termasuk DIY.
Penyakit jantung dan stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10
penyakit penyebab kematian tertinggi. Analisis tiga tahun terakhir dari data di
seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit kardiovaskuler
seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit CVD
(cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian.
20
15
10
Penyakit infeksi saluran nafas merupakan satu dari dua penyakit infeksi yang
masuk sebagai penyebab kematian terbanyak di Yogyakarta. Dalam catatan
medis jenis penyebab terbanyak adalah Bronchitis dan Pneumonia, namun
dengan melihat kondisi prevalensi dan penemuan kasus TBC di DIY pada
khususnya, maka sangat dimungkinkan bahwa penyakit TBC ikut pula menjadi
salah satu kontributor kematian penyakit tersebut.
Kematian akibat penyakit terkait dengan persalinan ibu masuk dalam kelompok
10 besar penyakit penyebab kematian di rumah sakit-rumah sakit di DIY dalam
tiga tahun terakhir. Dalam periode tersebut, jumlah kematian akibat bersalinan ini
cenderung menurun bahkan pada tahun 2007 penyakit tersebut tidak masuk
dalam 10 besar penyebab kematian di rumahsakit rumahsakit di DIY.
Gambar 8 : Gambaran Status Gizi Balita di Propinsi DIY tahun 2004 s/d 2008
(Sumber Laporan Rutin Gizi 2004-2008)
Meskipun angka gizi buruk DIY telah jauh melampaui target nasional (15% di
tahun 2010) namun penderita gizi buruk masih juga dijumpai di wilayah DIY.
Tahun 1998 sampai 2002 terdapat peningkatan prosentase balita dengan status
gizi baik, namun demikian tahun 2004 prosentase balita gizi buruk masih tetap
dijumpai dengan prosentasenya mencapai 1,14%. Angka tersebut terus
menunjukkan kecenderungan penurunan.
Penderita gizi buruk di DIY sebagaimana idlaporkan oleh Program Gizi kabupaten
/ kota, sampai dengan tahun 2008 telah berada mencapai 0,90%.Angka tersebut
berbeda dengan lalkporan profil kabupaten / kota yang baru menunjukkan baru
mencapai 0,53%). Permasalahan perbedaan data terjadi sebagai akibat belum
optimalnya integrasi data diantara kedua program tersebut.
Berdasarkan laporan kabupaten / kota tahun 2008, jumlah kasus BBLR (Berat
Bayi Baru Lahir Rendah) mencapai 2,94%. Balita BGM (Bawah Garis Merah)
yaitu standar yang menggambarkan status gizi balita, memperlihatkan angka
2,71%. Sementara itu laporan dari kabupaten / kota menunjukkan bahwa 61,04%
Balita berhasil menaikan berat badanya pada kurun waktu tahun 2008.
BAB IV
Pelaksanaan upaya kesehatan di provinsi DIY tidak terlepas dari Visi dan Misi
provinsi DIY dalam melaksanakan pembangunan kesehatan.
VISI DINAS KESEHATAN PROPINSI DIY sebagai berikut :
Dengan target yang mengacu pada Visi indonesia Sehat 2010 dan standar
pelayanan yang mengacu pada kepmenkes RI No. 281/menkes/SK/IX/2008
tentang standar Palayanan Minimal bidang Kesehatan.
100,00%
Pusk
90,00%
dokter
RS
80,00%
Bidan
70,00%
Bidan
60,00%
50,00%
dokter
40,00%
30,00%
Pusk
20,00%
dokter
RS
Pusk
RS
dokter
Bidan
Bidan
RS
Pusk
10,00%
0,00%
< 1km 1-5km 6-10km >10km
100,0%
90,0%
80,0%
70,0% Bantul
60,0% Gunungkidul
50,0% Kota
40,0% Sleman
30,0% Kulonprogo
20,0%
10,0%
0,0%
< 1km 1-5km 6-10km >10km
Meskipun akses jangkauan sarana cukup baik namun tidak demikian dengan
akses informasi pelayanan kesehatan. Salah satu hasil survey tahun 2008 yang
Jumlah peserta sampai dengan tahun 2008 secara kelseuruhan telah mencapai
1.211.660 penduduk miskin yang terjamin oleh jaminan kesehatan atau 35,86%
dari total penduduk di DIY. Terbanyak berasal dari Program Jamkesmas yabng
mencapai. sebanyak 942.129 orang.
Akses penduduk miskin terhadap sarana pelayanan kesehatan juga cukup baik.
Peserta jaminan kesehatan penduduk miskin (Jamkemas, Jamkesos, Jamkesda)
yang membutuhkan perawatan seluruhnya telah mendapatkan pelayanan
kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penduduk miskin
sebagaimana tergambar dari hasil survey Dinas Kesehatan Provinsi DIY tentang
aksesibilitas penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sebagai berikut :
Kunjungan keluarga miskin selama periode tahun 2008 mencapai lebihd ari 1 juta
kunjungan. Jumlah kunjungan terbanyak secara keseluruhan adalah di
Kabupaten Gunungkidul, demikian pula untuk kunjungan Jamkesmas terbanyak.
Sementara untuk kunjungan jamkesos terbanyak berada di Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulonprogo. Dua Kabupaten telah mengembangkan sistem jaminan
kesehatan yaitu Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Di kedua kabupaten /
kota ini Jamkesda juga banyak dimanfaatkan untuk pemeriksaan kesehatan.
Deteksi tumbuh kembang balita merupakan tools dalam program peningkatan gizi
kepada anak balita. Hasil evaluasi terhadap penyelenggaraan menunjukkan
bahwa deteksi tumbuh kembang balita belum dapat berjalan secara optimal yang
ditunjukkan tingkat capaian yang baru mencapai 46,05%.
Dari sisi pelayanan kesehatan untuk permasalahan gizi, seluruh balita dengan
status gizi buruk, sebagaimana dilaporkan oleh Kabupaten /kota, telah
mendapatkan perawatan (100%). Dengan demikian seperti yang terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya, seluruh kasus balita dengan gizi buruk akan
mendapatkan perawatan kesehatan sesuai dengan prosedur dan melalui
pendekatan multisektoral.
Distribusi vitamin A kepada balita sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
status gizi balita telah mencapai tingkat cakupan cukup baik namun belum
mampu menjangkau keseluruhan target (85,73%). Sementara untuk distribusi
ASI eksklusif merupakan salah satu program yang cukup sulit dikembangkan
karena berkaitan dengan berbagai permasalahan sosial di masyarakat. Sampai
dengan tahun 2008 cakupan ASI ekslusif di provinsi DIY baru mencapai 23,72%.
Aksesibilitas pelayanan kesehatan yang cukup baik di DIY juga tergambar dari
proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga medis bagi ibu melahirkan.
Persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2008 di Provinsi DIY berdasarkan
laporan kabupaten /kota telah mencapai hampir 100% (96%). Angka tersebut
meningkat dibandingkan tahun 2006 yang baru mencapai 87,79%. Pencapaian
prestasi tersebut merata terjadi di seluruh wilayah yang juga mengindikasikan
bahwa akses pelayanan relatif merata di seluruh wilayah di DIY.
Cakupan kunjungan ibu hamil (K4) meningkat dibandingkan tahun 2007 yaiti
dari 84,01% menjadi 89,58% pada tahun 2008. Sementara untuk kunjungan K1
tingkat capaiannya sudah sangat tinggi yaitu mencapai 100%. Capaian K1 dan K4
yang sudah cukup tinggi menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang cukup
baik terhadap kesehatan ibu hamil. Meskipun demikian dari tingkat capaian yang
diperlihatkan, untuk K4 masih perlu ditingkatkan lebih lanjut sehingga bisa
mendukung penurunan tingkat kematian ibu.
hamil risiko tinggi atau dengan komplikasi kehamilan. Hasil pantauan kohort ibu
hamil dari kunjungan K1 dan K4 memperlihatkan bahwa persentase ibu hamil risiko
tinggi cukup tinggi yaitu mencapai 14,49%. Dari jumlah tersebut tidak seluruhnya
mendapatkan perawatan lebih lanjut di sarana pelayanan kesehatan (25%). Ibu
hamil risiko tinggi yang tidak mendapat perawatan di sarana pelayanan kesehatan
sebagian merujuk di sarana pelayanan kesehatan swasta sebagian tidak menjalani
perawatan sama sekali.
Dalam banyak kasus, kehamilan dan persalinan risiko tinggi sangat membutuhkan
persediaan darah, dan dalam hal ini ketersediaan darah untuk ibu hamil maupun
untuk neonatus di Provinsi DIY cukup baik (100%).
Upaya kesehatan remaja masuk dalam ranah upaya kesehatan ibu dan anak.
Program dilaksanakan dengan pemeriksaan siswa SD/MI dan SMP/SMU. Cakupan
program ini belum mampu menjangkau seluruh target sasaran, tahun 2008 tingkat
capaian sebagaimana dilaporkan kabupaten /kota baru mencapai 68% uyntuk
SD/MI dan 41% untuk SMP/SMU.
Kondisi perumahan di Provinsi DIY dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh
kabupaten / kota menunjukkan bahwa baru 64,65% yang masuk dalam kategori
rumah sehat. Program pemantauan sendiri baru mampu menjangkau sejumlah
38,89% dari target yangdiharapkan. Meskipun demikian beberapa parameter
rumah sehat pada masyarakat di DIY menunjukkan telah cukup baik diantaranya
adalah pemanfaatan air bersih (94%) dan jamban sehat (75%).
Akses terhadap air bersih terbaik adalah di Kabupaten Kulonprogo yang mencapai
100% dan terendah adalah di Kabupaten bantul yang baru mencapai 59,46%.
Sementar auntuk jamban sehat terbaik adalah di Kabupaten Kulonprogo dan
Sleman. Parameter tempat sampah sehat dan air limbah sehat masih perlu
ditingkatkan yang diperlihatkan dari capaian yang baru 50,23% untuk tempat
sampah sehat dan 65,47% untuk pengelolaan limbah sehat.
Faktor risiko penyakit kardiovaskuler penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Hasil
Survey oleh Dinas Kesehatan Provinsi DIY tahun 2006 dan 2008 menunjukkan
bahwa sebanyak 56% rumah tangga di DIY tidak bebas asap rokok, sementara
18,7% remaja di DIY adalah perkok aktif. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang
melakukan aktifitas olahraga. Hanya 19,8% penduduk DIY yang mengkonsumsi
serat mencukupi. Sementara 34,8% wanita dan 24,1% pria di DIY mengalami
obesitas. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas pada anak-anak di DIY
meningkat hampir 7%. Kegemukan pada usia dini memberikan risiko lebih besar
untuk terjadinya penyakit-penyakit seperti kardovaskuler dan diabetes mellitus di
masa dewasanya.
BAB V
SUMBERDAYA KESEHATAN
dokter, dokter spesialis , dokter gigi, apoteker bidan dan perawat, ahli gizi, ahli
sanitasi ahli kesehatan masyarakat serta penduduk yang menjadi peserta
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Rasio dokter spesialis pada tahun 2007 adalah 37,62 : 100.000 penduduk.
Rasio dokter spesialis ini mengalami peningkatan selama enam tahun terakhir
dan telah melampaui angka nasional (target nasional tahun 2010 sebesar
6/100.000 penduduk). Rasio dokter gigi tahun 2008 mencapai 6,44 : 100.000
penduduk. Angka tersebut mengalami penurunan dari 6.64 pada tahun 2007.
Rasio dokter gigi pada tahun 2008 belum mencapai angka nasional pada tahun
2010 yaitu sebesar 11/100.000 penduduk. Rasio dokter umum di Provinsi DIY
pada tahun 2008 mencapai 37.82 menurun dari 39,76 : 100.000 penduduk pada
tahun 2007.
496 orang dengan dominasi pegawai adalah dari latar belakang pendidikan
umum yang mencapai 256 (52%). (Selengkapnya data dalam lampiran)
SKPD Dinkes Provinsi DIY memiliki 4 UPT yang meliputi Bapelkes, BP4, BLK dan
Jamkesos. Tiga UPT merupakan unit pelayanan yang bersifat teknis medis yang
membutuhkan tenaga medis dan kesehatan yang lebih banyak. Ketiga UPT
dimaksud adalah BP4, BLK dan Bapelkes. Sementara satu UPT yaitu Jamkesos
memiliki karakter yang lebih menonjol dalam aspek manajemen yaitu manajemen
pembiayaan kesehatan, Ditinjau dari komposisi ketenagaan di ketiga UPT
menunjukan bahwa untuk tiga UPT pertama yang membutuhkan tenaga teknis
lebih banyak telah sesuai dengan yang diharapkan demikian pula untuk
Jamkesos.
Sarana pelayanan kesehatan di Provinsi DIY relatif cukup banyak baik dari segi
jumlah maupun jenisnya. Sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah
(Puskesmas) telah menjangkau keseluruhan Kecamatan yang ada di Kabupaten /
kota bahkan jika digabungkan dengan puskesmas pembantu sebagai jaringan
pelayannya, telah mampu menjangkau seluruh desa yang ada. Jumlah
puskesmas terbanyak adalah di Kabupaten Gunungkidul dengan 29 puskesmas
disusul oleh Kabupaten Bantul dan Sleman masing-masing 27 dan 24
puskesmas. Sementara untuk Kota Yogyakarta memiliki 18 puskesmas. Dari
sejumlah total 122 puskesmas tersebut, sebanyak ….. diantaranya telah
Sarana rujukan di Provinsi DIY juga relatif telah memadai dengan berbagai jenis
pelayannya. Rumah sakit pemerintah tersedia di kelima kabupaten / kota. Secara
kumulatif Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta adalah dua wilayah yang
memiliki jumlah sarana pelayanan kesehatan rujukan terbanyak dibandingkan
dengan tiga wilayah lain. Perkembangan pelayanan rujuakn di sektor swasta
sangat pesat dalam 10 tahun terakhir. Sarana pelayanan rujukan khusus juga
telah berkembang diantaranya untuk jenis pelayanan kesehatan mata, jiwa, dan
paru.
Unit Pelayanan Teknis juga berkembang baik di tingkat provinsi dan Kabupaten /
Kota. UPT laboratorium tersedia di setiap wilayah. Sementara untuk UPT jaminan
kesehatan baru berkembang di tingkat provinsi, Kabupaten Sleman dan Kota
Yogyakarta. UPT balai paru merupakan unit pelayanan pemeriksaan paru yang
dimiliki oleh Pemerintah Provinsi yang menjadi pusat rujukan untuk pemeriksaan
paru dan di masa mendatang akan dikembangkan lebih lanjut menjadi rumah
sakit khusus. UPT Bapelker (balai pelatihan kesehatan) dikelola oleh Dinas
Kesehatan Provinsi DIY untuk memberikan dukungan dalam pengembangan
sumberdaya manusia kesehatan di Provinsi DIY.
Total pembiayaan kesehatan di Provinsi DIY dan Kabupaten / Kota pada tahun
2008 mencapai Rp. 448,121,989,015 terbesar adalah berasal dari APBD
Kabupaten / Kota yang mencapai 83,2% dan anggaran yang berasal dari APBN
yang mencapai 15,51% (DAK, Askeskin, lain-lain).
Anggaran di SKPD Dinas Kesehatan Provinsi DIY diperoleh dari anggaran APBD
dan APBN. Anggaran APBN hanya meliputi anggaran dekonesntrasi karena
untuk tahun 2009 tidak mendapatkan jatah untuk tugas pembantuan. Gambaran
alokasi dan realisasi anggaran menurut sumber penganggaran adalah sebagai
berikut :
Penyerapan anggaran APBD cukup tinggi yaitu mencapai 98% sementara untuk
APBN hanya mencapai 73%. Rendahnya realisasi anggaran APBN tidak terlepas
dari DIPA yang terlambat (akhir bulan September) yang menyebabkan waktu
efektif untuk implementasi berbegai program hanya berlangsung dalam kurun
waktu 3 bulan. Kondisi tersebut sangat tentu menjadi kendala yang menyulitkan
dalam pelaksanaannya.
qqq
BAB VI
KESIMPULAN
1. Umur harapan hidup waktu lahir di Provinsi DIY cenderung meningkat dan
pada tahun 2008 diperkirakan telah mencapai angka 74,1 tahun.
2. Angka Kematian Bayi mengalami perbaikan namun tren penurunan
cenderung melandai. Sampai dengan tahun 2008 kematian bayi di Provinsi
DIY telah mencapai angka 17 per 100.000 kelahiran hidup. AKB di DIY
tersebut merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia namun masih
tertinggal jika dibandingkan negara-negara ASEAN.
3. Angka Kematian Balita (AKABA) cenderung membaik dengan tren penurunan
yang cenderung melandai / menetap. Angka kematian balita sampai dengan
tahun 2008 adalah 19 per 1000 balita.
4. Angka Kematian Ibu terus mengalami perbaikan dan sampai tahun 2008 telah
mencapai angka 104 per 100.00 kelahiran hidup. Angka tersebut merupakan
salah satu yang terbaik namun jauh tertinggal di tingkat Asia Tenggara.
5. Gizi buruk cenderung terus membaik dengan ditunjukan penurunan di tahun
2008 yaitu menjadi 0,90%.
qqq
LAMPIRAN