You are on page 1of 22

TEXTBOOK READING

APRIL 2011

PENANGANAN NYERI AKUT PADA UNIT GAWAT DARURAT


(Raymond S. Sinatra, Oscar A. de LeonCasasola, Brian Ginsberg, Eugene R. Viscusi,
New York, United States of America, Cambridge University Press, : 2009; 1 stEd., 36: (589-596) )

Oleh:
Helmina
C 111 04167
Pembimbing:
dr. Donal
Konsulen:
dr. Alamsyah, Sp.An
Dokter UGD memberikan perawatan untuk
jangkauan yang luar biasa luas dari penyakit dan
cedera, yang kebanyakan melibatkan beberapa derajat
nyeri.
dokter UGD juga seringkali menyebabkan nyeri dalam
rangkaian prosedur diagnostik dan terapeutik darurat.
Nyeri adalah keluhan yang muncul hingga 78%
kedatangan pasien di UGD di A.S.
Penanganan nyeri  mengurangi penderitaan pasien
Nyeri secara tak terpisahkan bersifat subjektif dan
kompleks.
How? kosa kata yang dapat dimengerti secara umum
sistem klasifikasi dalam penilaian nyeri
Untuk mereka yang tidak mempunyai gangguan
kognitif, intensitas nyeri dapat dinilai menggunakan
11-point numerical rating scale (NRS)
NRS sensitif terhadap perubahan jangka pendek pada
intensitas nyeri yang dihubungkan dengan perawatan
darurat.
 a graphical rating scale (GRS).
` GRS atau skala gambar khususnya berguna untuk
populasi dengan keterbatasan huruf, termasuk anak-anak.
MASALAH DARI UNIT GAWAT DARURAT OLIGOANALGESIA

Kegagalan mengenali dan menangani nyeri berakibat :


§ gelisah, depresi, gangguan tidur, peningkatan
kebutuhan oksigen dengan potensi iskemia organ akhir,
dan berkurangnya pergerakan dengan peningkatan
resiko dari trombosis vena.
§ ketidakpuasan terhadap perawatan medis, permusuhan
terhadap dokter, meningkatkan resiko litigasi (proses
pengadilan).
penggunaan yang kurang optimal dari analgesia yang
disebut sebagai oligoanalgesia oleh Wilson dan
Pendleton di tahun 1989
Berbagai macam faktor dirasa menjadi sumber
terjadinya penanganan nyeri yang tidak
optimal/oligoanalgesia
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap oligoanalgesia di UGD

Kurangnya perhatian pembelajaran pada penanganan


nyeri
Sistem peningkatan kualitas UGD yang tidak adekuat
Kurangnya penelitian mengenai nyeri di UGD,
khususnya pada pasien-pasien geriatri dan pediatri.
Perhatian penyedia pelayanan darurat sehubungan
dengan addiksi dan penyalahgunaan opioid.
Ketakutan akan efek-efek merugikan opioid.
Bias pada ras dan etnis.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
oligoanalgesia di UGD
Terdapat Perbedaan, dalam gaya dari pasien-pasien
yang mempunyai latar belakang kultural yang berbeda
dalam mengekspresikan nyeri.
Ketidakcocokan kultural antara pasien dan dokter
dapat menghalangi kemampuan pasien untuk
mengubah pemahaman mereka atas nyerinya kepada
dokter.
Disparitas/perbedaan dalam penanganan nyeri
sepertinya akibat dari variasi dalam penilaian daripada
variasi dalam pengobatan diantara pasien-pasien yang
dinilai memiliki derajat nyeri yang serupa.
perbedaan antara penilaian intensitas nyeri oleh
dokter dan pasien dapat berakibat pada tidak
tertanganinya nyeri secara adekuat
Dalam menangani pasien yang menerima terapi opioid
kronik, kebingungan pada konsep dari ketergantungan
fisik, reaksi toleransi, adiksi, dan pseudoadiksi juga
dapat menjadi penghalang untuk penanganan yang
tepat.
Ketika prevalensi dari masalah semacam itu ditaksir
terlalu tinggi, maka oligoanalgesia adalah akibat yang
bisa diperkirakan.
PENANGANAN NYERI DAN SEDASI
PROSEDURAL DI UGD

Penanganan nyeri yang efektif melibatkan modalitas


farmakologis maupun non-farmakologis.
Protokol-protokol analgesik membuat penanganan
nyeri dapat menurunkan waktu untuk penanganan
efektif dan meningkatkan outcome pasien.
Cara pemberian oral
IV
IM
MODALITAS PENGOBATAN YANG TEPAT

Non-Opioid
Ketika opioid dibutuhkan untuk penanganan nyeri,
non-opioid seharusnya dimasukkan untuk
mempotensiasi efek dari analgesik opioid dan
mengurangi beratnya efek samping.
Opioid
Analgesik kombinasi opioid biasanya digunakan pada
nyeri sedang hingga berat.
Opioid adalah terapi utama di UGD untuk nyeri sedang
hingga berat dan morfin sebagai standar untuk
pembanding terhadap semua agen di kelas ini.
Fentanil mempunyai keuntungan dengan daya kerjanya
yang relatif singkat dan dipilih pada keadaan multipel
trauma, cedera kepala, dan instabilitas hemodinamik
yang potensial.
Meperidin  sudah tidak dipakai  bermasalah untuk
sejumlah alasan
PROSEDUR SEDASI DAN ANALGESIA (PSA)

Pasien seringkali masuk ke UGD dengan keadaan


yang membutuhkan prosedur yang kompleks dan
menyakitkan yang membutuhkan kerjasama pasien
dan harus dilakukan dengan segera.
Tidak seperti kebanyakan pasien yang menjalani
sedasi pada latar keadaan yang lain, pasien di UGD
mempunyai status nil per os (NPO) yang tidak dapat
diduga, seringkali mempunyai penyakit sistemik berat
secara bersamaan, dan biasanya mengalami nyeri yang
berat sebelum dilakukan tindakan.
Indikasi untuk PSA di UGD mempunyai range dari
kontrol nyeri untuk prosedur menyakitkan yang singkat
hingga kebutuhan akan kepatuhan pasien dengan
prosedur emergensi yang kompleks.
Tujuan untuk level sedasi selama PSA di UGD
mempunyai range dari minimal terus sedang hingga
sedasi yang dalam, bergantung pada kebutuhan
prosedur yang spesifik.
Selama sedasi minimal, fungsi kardiovaskuler dan
pernafasan secara umum terjaga dengan baik  tetap
harus dimonitor
Sedasi sedang diberikan pada pasien yang akan
mendapat keuntungan dari level sedasi yang lebih
dalam untuk memperbesar prosedur ataupun amnesia
dari kejadian itu sendiri.
Sedasi yang dalam dilakukan pada pasien yang kiranya
akan memperoleh keuntungan dari level sedasi yang
lebih dalam, seringkali untuk melengkapi prosedur
yang telah dimulai.
Monitoring karbondioksida end-tidal selama PSA
memunculkan status ventilatorik pasien dalam bentuk
grafik  detektor sebelum munculnya depresi
pernafasan
Obat-obat yang biasa digunakan untuk PSA
di UGD
Ketamin
Kombinasi fentanyl dan midazolam
Metoheksital
Propofol
Etomidat
PENGEMBANGAN PRAKTIK PENANGANAN NYERI DI UGD
Thank you

You might also like