You are on page 1of 17

1

TEKNOLOGI ARSITEKTUR TRADISIONAL


RUMAH HONAI SUKU DANI PAPUA

A. Pendahuluan
Secara umum, arsitektur tradisional suku-suku yang terdapat di Papua
terbagi menjadi beberapa tipe bentuk hunian, yaitu:
1. Bentuk kotak
2. Segi enam bertingkat 3 ( kariwari )
3. Lingkaran ( pada honai suku Dani )
Ketiga bentuk hunian tersebut merupakan adaptasi masing-masing suku terhadap
kondisi geografis daerah tempat mereka berhuni.
Pada makalah ini, yang akan dibahas adalah arsitektur tradisional suku
Dani yang bertempat tinggal di lembah Baliem, Wamena, yang merupakan
wilayah pegunungan dan perbukitan. Lembah Baliem ini memiliki ketinggian
sekitar 2500 dari permukaan laut.
Suku Dani merupakan suku yang hidup secara berkelompok dalam satu
kesatuan kelompok teritorial. Mata pencaharian utamanya adalah bercocok tanam
ubi jalar (hipere) dengan sistem ladang berpindah dan berburu, di dalam batas
wilayah teritorial mereka. Selain itu, masayarakat suku Dani juga beternak babi
dalam kompleks permukiman mereka. Babi memiliki makna khusus bagi suku
Dani, karena melambangkan status sosial dan tingkat kekayaan. Babi digunakan
sebagai alat tukar dalam proses penyerahan mas kawin ketika melamar gadis,
menyelesaikan masalah perang, serta sebagai hidangan utama dalam pesta-pesta
dan upacara adat yang besar. Semakin banyak babi yang dimiliki, maka semakin
tinggi status sosial di dalam masyarakat.
Pakaian yang mereka kenakan adalah holim bagi para lelaki dan sali untuk
para wanita. Holim terbuat dari sejenis buah labu yang dibuang isinya dan
dikeringkan, kemudian digunakan sebagai pakaian untuk menutup kemaluan.
Sedangkan Sali terbuat dari kulit kayu atau rumput yang dibentuk menjadi
semacam rok dan dikenakan dari pinggul sampai ke lutut.
2

Sistem kepercayaan masyarakat Dani adalah Atou, yaitu kepercayaan


terhadap kekuatan gaib, roh leluhur, serta roh kerabat. Pada perkembangannya,
setelah masuknya ajaran Katolik dan Kristen, maka kepercayaan Atou tersebut
mulai bergeser dan berkurang.

B. Pola Permukiman Suku Dani


Kompleks permukiman terkecil dari suku Dani adalah Silimo. Satu
kompleks silimo terdiri dari beberapa massa bangunan dengan fungsi-fungsi
khusus, dan satu silimo dihuni oleh satu keluarga luas terbatas (extended family).
Kemudian beberapa silimo akan membentuk suatu perkampungan yang memiliki
batas teritori wilayah berupa bentukan bentang alam, seperti gunung, bukit,
lembah, atau sungai. Pola permukiman dalam satu perkampungan ini terpencar-
pencar dan tidak mengikuti suatu pola khusus. Biasanya untuk mendirikan suatu
silimo, mereka memilih suatu daerah yang tinggi dan tidak terlalu jauh dengan
sungai. Pemilihan lokasi yang tinggi ini merupakan salah satu cara masyarakat
Dani untuk menghindari bahaya banjir, air tergenang, serbuan binatang buas, serta
sergapan suku-suku lain (Agustinus, SAA: 1997).
Pada suatu silimo, konsep yang dipakai adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Konsep berhuni suku Dani


Sumber: Agustinus, 1997

Konsep berhuni masyarakat Dani membagi unit-unit massa huniannya sesuai


dengan fungsi dan makna masing-masing. Pada satu silimo, terdiri dari unit-unit
massa bangunan sebagai berikut:
 Honai tempat tinggal laki-laki
3

 Pilamo (rumah adat)


 Honai tempat tinggal perempuan (ebeai)
 Hunila (dapur)
 Wamdabu (kandang babi)
Konsep penataan massa pada silimo yaitu berbentuk huruf U atau berbentuk
melingkar, dengan dikelilingi oleh pagar dari kayu sebagai penanda teritori dan
pengaman dari gangguan manusia suku lain atau binatang. Berikut adalah ilustrasi
konsep penataan massa di dalam satu silimo:

Keterangan:
1. Pintu masuk (muso
holak)
2. Dapur bersama
(hunila)
3. Honai perempuan
(ebeai)
4. Lubang bakar
5. Honai laki-laki
6. Rumah adat
(Pilamo)
7. Kandang babi
(wamdabu)
8. Halaman bermain babi

Gambar 2. Konsep penataan Silimo suku Dani


Sumber: Agustinus, 1997

Letak honai laki-laki adalah tegak lurus dengan pintu masuk, agar kepala
keluarga dapat segera berhadapan dengan tamu ataupun gangguan dan ancaman
yang masuk ke kompleks silimo. Honai untuk laki-laki dan rumah adat/pilamo
merupakan bangunan yang terlarang bagi para wanita untuk memasukinya.
Demikian juga dengan honai untuk perempuan merupakan area terlarang bagi
para lelaki. Pada beberapa silimo, honai perempuan/ebeai jumlahnya lebih dari
4

satu. Hal ini karena masyarakat Dani menganut sistem perkawinan monogami dan
juga poligami, dengan tujuan untuk menghasilkan banyak keturunan sehingga
dapat menambah tenaga kerja dan generasi penerus suku Dani. Jumlah istri juga
merupakan lambang prestise, karena orang yang mampu mempunyai istri lebih
dari satu maka dianggap memiliki status sosial yang lebih tinggi. Biasanya kepala
suku atau orang-orang yang kaya, akan memiliki istri lebih dari satu. Berikut
adalah ilustrasi silimo dengan jumlah ebeai yang lebih dari satu:

Keterangan:
1. Dapur bersama (hunila)
2. Honai perempuan (ebeai)
3. Honai laki-laki
4. Rumah adat (Pilamo)
5. Kandang babi (wamdabu)

Gambar 3. Konsep penataan silimo dengan beberapa ebeai


Sumber: Agustinus, 1997

Perletakan masing-masing massa bangunan pada silimo tersebut memiliki


makna tersendiri. Honai laki-laki/kepala keluarga diibaratkan sebagai kepala
manusia yang membuat keputusan di dalam slimo, bangunan honai perempuan
diibaratkan sebagai tangan kanan yang melaksanakan hasil keputusan, kandang
babi diibaratkan sebagai tangan kiri, sedangkan pintu masuk diibaratkan sebagai
kaki, dan bagian tengah silimo yang berupa ruang terbuka untuk umum,
diibaratkan sebagai jantung.
5

Selain penataan massa bangunan di silimo seperti ilustrasi sebelumnya,


ada juga penataan massa bangunan di silimo yang meletakkan dapur dan kandang
babi bersebelahan, yaitu sebagai berikut:

Gambar 4. Bagan silimo suku Dani


Sumber: epository.binus.ac.id
6

Berikut adalah fungsi masing-masing bangunan di sebuah silimo:


1. Honai laki-laki
Merupakan tempat tinggal untuk kepala keluarga, kerabat dan keluarga laki-
laki, serta anak laki-laki yang telah berumur lebih dari 5 tahun. Honai laki-
laki ini berbentuk bulat dan terdiri dari dua lantai, dengan sebuah perapian
terletak di pusat bangunan. Lantai satu difungsikan sebagai tempat bersantai
dan lantai dua sebagai tempat beristirahat/tidur. Masyarakat suku Dani tidur
dengan pola kepala membujur di bagian dinding dan kaki mengarah ke pusat
honai (perapian).
2. Rumah adat / Pilamo
Pilamo berbentuk bulat dan terdiri dari dua lantai. Lantai pertama difungsikan
sebagai tempat untuk mendidik dan membina para remaja suku Dani agar
menjadi laki-laki yang kuat dan tangguh (sejak berusia 4-5 tahun). Selain itu,
juga difungsikan untuk tempat mengatur strategi perang, membicarakan
konflik dan masalah yang menyangkut peperangan dan mas
kawin/perkawinan. Lantai dua berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan
benda-benda pusaka dan senjata perang, serta mumi dari leluhur.
3. Honai perempuan/ebeai
Ebeai berbentuk bulat dan terdiri dari dua lantai, dengan sebuah perapian
terletak di pusat bangunan. Lantai pertama digunakan untuk mendidik para
anak-anak dan remaja suku Dani agar mengerti dan dapat mengerjakan tugas-
tugas kewanitaannya. Selain itu, juga digunakan sebagai tempat bersantai dan
mengobrol, yaitu di sekeliling perapian. Lantai dua digunakan sebagai tempat
beristirahat/tidur bagi para wanita.
4. Dapur/hunila
Dapur bersama/hunila merupakan bangunan yang berbentuk persegi panjang,
dengan tinggi sekitar 1,5 meter – 2 meter. Dapur digunakan sebagai tempat
memasak sehari-hari, biasanya memasak hipere/ubi jalar. Pada bangunan
dapur ini para anggota keluarga biasanya berkumpul dan bersantai pada
waktu siang atau malam hari.
7

5. Kandang babi/wamdabu
Kandang babi merupakan suatu bangunan yang berbentuk persegi panjang
dan terletak melintang di seberang honai perempuan. Di depan kandang babi
terdapat tanah kosong yang digunakan sebagai tempat bermain bagi babi. Di
tanah ini babi-babi akan dilepas dan dihitung jumlahnya.

C. Karakteristik Rumah Honai


Bangunan rumah honai (rumah tinggal suku Dani, baik honai laki-laki
maupun perempuan), memiliki karakteristik yang merupakan bentuk adaptasi
terhadap cuaca dingin dan angin kencang, yaitu secara garis besar adalah sebagai
berikut:
• Berbentuk bulat/melingkar
• Ukurannya sempit (diameter 4m - 6m)
• Ketinggian sekitar 3m - 7m (2 lantai)
• Tidak berjendela dan ketinggian pintu sangat rendah (sangat minim
bukaan)

Gambar 5. Honai suku Dani


Sumber: http://arsitekturberkelanjutan.wordpress.com
8

Kemudian akan dibahas satu per satu detail konstruksi dan karakteristik
dari masing-masing elemen rumah honai.
a. Atap
Atap rumah honai berbentuk bulat kerucut dengan lingkaran-lingkaran besar
dari kayu buah yang dibakar sebagai kerangka atapnya, yang kemudian diikat
menjadi satu di bagian atas (membentuk dome). Terdapat 4 pohon muda yang
berfungsi sebagai kolom penyangga utama yang diikat di atas dan vertikal ke
bawah menancap ke dalam tanah. Pada lantai 1, ruang yang terbentuk diantara
4 kolom ini difungsikan sebagai tempat meletakkan perapian untuk
menghangatkan honai.

Gambar 6. Konstruksi atap honai


Sumber: http://globalwindow.wordpress.com/2009/01/23/honai-house/

Bahan penutup atap terbuat dari jerami/rumbia (rumput alang-alang), dengan


pertimbangan bahwa material tersebut ringan, lentur, menyerap goncangan
gempa, serta dapat menghangatkan dan melindungi dari hujan dan panas
matahari.
9

Gambar 7. Bahan penutup atap honai


Sumber: http://www.wahana-budaya-indonesia.com/

b. Dinding dan bukaan


Pada rumah honai, dinding terbuat dari bahan papan kayu kasar, dan terdiri
dari 2 lapis, dengan tujuan untuk menahan udara dingin dan angin kencang
dari luar. Di sekeliling dinding rumah, terdapat bukaan yang sangat minim,
yaitu berupa sebuah pintu masuk yang sempit dan rendah sehingga penghuni
rumah harus membungkuk untuk melewatinya. Terkadang terdapat sebuah
jendela sempit pada honai laki-laki, agar dapat mengetahui jika ada tamu yang
berkunjung atau musuh yang memasuki silimo. Sedangkan pada honai
perempuan, sama sekali tidak terdapat bukaan berupa jendela. Jadi, suasana di
dalam honai adalah remang-remang atau bahkan gelap. Pada malam hari,
hanya diterangi oleh nyala api dari perapian yang terdapat di tengah honai.

Gambar 8. Pintu honai yang sempit dan rendah


Sumber: http://globalwindow.wordpress.com/2009/01/23/honai-house/
10

c. Lantai
Honai terdiri dari dua lantai, yaitu lantai satu yang digunakan sebagai tempat
bersantai dan mengobrol di sekeliling perapian, serta lantai panggung yang
digunakan sebagai tempat menyimpan barang berharga dan istirahat/tidur.
Lantai honai dialasi dengan rumput atau jerami yang diganti secara berkala
jika sudah rusak/kotor.

Gambar 9. Perapian pada lantai satu honai


Sumber: tjontheroad.blogspot.com

Gambar 10. Lantai panggung rumah honai


Sumber: http://globalwindow.wordpress.com/2009/01/23/honai-house/
11

D. Tahapan Konstruksi
Pada proses pembangunan honai, terdapat beberapa tahapan konstruksi
yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengukuran, pembersihan, pemerataan tanah
Sebelum mendirikan suatu silimo, maka dilakukan musyawarah antara
anggota keluarga dan klen untuk menentukan lokasi yang tepat. Kemudian
dilakukan pembersihan dan pemerataan tanah di lokasi tersebut, dan
dilakukan pengukuran. Penentuan diameter honai didasarkan pada ukuran
tinggi badan anggota keluarga yang paling tinggi, dikarenakan masyarakat
suku Dani tidur dengan tubuh membujur dari dinding dan kaki ke arah
perapian (bagian pusat honai).
2. Tahap pemasangan tiang-tiang utama dan pembagian lantai atas dan
bawah
3. Tahap pekerjaan rangka rumah
4. Tahap penyelesaian akhir

Gambar 11. Tahapan konstruksi pembangunan honai


Sumber: Agustinus, 1997
12

Berikut merupakan dokumentasi pembangunan honai suku Yali, yaitu salah satu
suku yang juga menghuni daerah pegunungan di Papua, sehingga dapat
memberikan gambaran lebih jelas tentang proses pembangunan sebuah honai:

Gambar 12. Pembersihan dan pengukuran lahan


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 13. Penanaman papan dinding


Sumber: Boissiere, 1999
13

Gambar 14. Pemasangan balok lantai


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 15. Pemasangan balok lantai


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 16. Pemasangan balok melingkar


penahan dinding
Sumber: Boissiere, 1999
14

Gambar 17. Ikatan rotan pada bagian dinding


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 18. Pemasangan 4 tiang utama


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 19. Pengikatan 4 tiang utama


Sumber: Boissiere, 1999
15

Gambar 20. Detail konstruksi atap


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 21. Pemasangan lingkaran2 penahan atap


Sumber: Boissiere, 1999

Gambar 22. Pemasangan penutup atap


Sumber: Boissiere, 1999
16

Gambar 23. Pengerjaan finishing


Sumber: Boissiere, 1999

E. Filosofi Honai
Bentuk bulat dan melingkar dari rumah honai memiliki filosofi yang
dipegang teguh oleh masyarakat Dani, yang mencerminkan nilai-nilai yang
diturunkan dari generasi ke generasi, yaitu sebagai berikut:
 Kesatuan dan persatuan yang paling tinggi untuk mempertahankan dan
mewariskan budaya, suku, harkat, martabat yang telah di pertahankan
oleh nenek moyang dari dulu hingga saat ini.
 Bermakna sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan.
17

REFERENSI:
Agustinus, SAA. (1997). Pola Permukiman Keluarga Orang Dani Di Lembah
Balim Wamena Kabupaten Jayawijaya. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Anonim. (2010). Arsitektur Tradisional Papua.
http://othisarch07.wordpress.com/arsitektur-tradisional-papua/ (4 Maret 2011)
Anonim. Honai, Rumah Adat Papua. http://www.wahana-budaya-
indonesia.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=788:honairumah-adat-
papua&catid=101:arsitektur-tradisional&Itemid=77&lang=en (4 Maret 2011)
Anonim. (2010). Tropical Architecture Rumah Adat Papua-Honai.
http://arsitekturberkelanjutan.wordpress.com/2010/05/06/tropical-architecture-
rumah-adat-papua-honai/ (4 Maret 2011)
Boissiere, Manuel. (1999). Membangun Homea.
http://www.papuaweb.org/gb/foto/boissiere/homea.html (4 Maret 2011)
Korst, TJ. (2009). tjontheroad.blogspot.com (7 April 2011)
Marhaen, Gerry. Pengertian Pilamo. http://pilamo.wordpress.com/pilamo/ (8
April 2011)
Purwoaji, Ayos. (2010). Menemui Ksatria Mabel.
http://aci.detik.com/read/2010/10/25/054540/1473785/1001/menemui-ksatria-
mabel/2 (4 Maret 2011)
Saragi, Rizalina Tama. (2009). Honai House.
http://globalwindow.wordpress.com/2009/01/23/honai-house/ (8 April 2011)
Uaga, Ogia Nuel Siep. (2009). Sistematika Pembangunan Honai Suku Dani.
http://linceogiapapualina.blogspot.com/2009/11/sistematika-pembangunan-
honai-suku-dani.html (4 Maret 2011)
Universitas Bina Nusantara. (2007). Kebudayaan Papua.
epository.binus.ac.id/content/G0542/G054214231.ppt (4 Maret 2011)

You might also like