You are on page 1of 4

APA DELTA KIPAS DAN BAGAIMANA KITA DAPAT MENGENALNYA?

disarikan dari W Nemec dan RJ Steel. 1988. What is fan delta and how do we recognize it? dalam W Nemec dan RJ Steel (ed) Fan Deltas: Sedimentology and Tectonic Settings. Glasgow: Blackie and Sons. 3-13 Pendahuluan Selama dua dasawarsa terakhir, sejak istilah "delta kipas" (fan delta) diperkenalkan pertama kali oleh Holmes (1965), pengetahuan umum mengenai berbagai proses dan fasies delta kipas terus meningkat hingga mencapai suatu tingkat dimana para peneliti mulai menyadari bahwa definisi asli dari delta kipas hendaknya diformulasikan kembali agar sesuai dengan hasil-hasil penelitian selama ini. Meskipun selama ini telah ada usaha-usaha untuk memperbaiki konsep delta kipas (Rust, 1979; Rust dan Koster, 1984; McPherson dkk, 1987), namun hasilnya belum memuaskan. Pada tulisan ini kita akan membahas masalah tersebut secara kritis dan kemudian menyajikan sebuah konsep yang mungkin dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pemikiran untuk menyempurnakan definisi delta kipas. Pembahasan mencakup peninjauan terhadap berbagai tata peristilahan yang ada, disertai dengan sejumlah komentar mengenai usaha untuk mengenal delta kipas dalam rekaman batuan. Perlu ditekankan bahwa tulisan ini bukan merupakan sebuah tinjauan terhadap status topik delta kipas, melainkan hanya sekedar sumbangan pemikiran mengenai konsep delta kipas dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep Delta Kipas dan Masalah-Masalah yang Berkaitan Dengannya Definisi-Definisi yang Ada Selama Ini Dalam literatur yang ada selama ini, delta kipas umumnya didefinisikan sebagai "kipas aluvial yang berprogradasi dari wilayah yang relatif tinggi menuju suatu tubuh air yang diam, baik yang berupa danau maupun laut." Definisi seperti itu, meskipun diungkapkan dengan menggunakan frasa yang agak berbeda, dikatakan berasal dari Holmes (1965). Beberapa definisi lain pernah pula diformulasikan (a.l. Schumm, 1977; Nilsen, 1985). Namun, sebagaimana yang baru-baru ini dikemukakan oleh McPherson dkk (1987), definisi-definisi itu sebagian besar kurang sejalan dengan konsep delta kipas yang asli, hal mana terutama disebabkan karena para peneliti yang mengajukan definisi-definisi itu agak rancu dalam membedakan delta kipas aluvial dengan delta sungai biasa yang biasanya juga berbentuk seperti kipas. Definisi asli (Holmes, 1965; lihat juga McGowen, 1971) memperoleh popularitas tinggi diantara para ahli geologi, meskipun pemakaiannya menimbulkan kontroversi. Definisinya, meskipun jelas, namun sangat dipengaruhi oleh definisi kipas aluvial. Padahal, kipas aluvial pun biasanya didefinisikan secara luas dan istilah kipas aluvial itu pada hakekatnya merupakan istilah geomorfologi yang mencakup paling tidak beberapa tipe yang representatif dari spektrum kipas aluvial yang ditemukan di alam (a.l. Holmes, 1965; Schumm, 1977; lihat juga tinjauan oleh Rachocki, 1981, h. 3-4). Karena definisi-definisi yang ada selama ini umumnya didasarkan pada definisi kipas klasik yang mirip dengan kerucut atau pada definisi kipas kering, yang idealnya berkaitan dengan gawir sesar, maka sebagian ahli membatasi istilah "kipas aluvial" (dan "delta kipas") untuk kasus-kasus seperti itu saja (a.l. McPherson dkk, 1987). Kipas aluvial basah (kipas yang didominasi oleh sungai), khususnya yang dipasok oleh gletser, dipandang tidak "mewakili" proses-proses dan endapan kipas aluvial dan praktis dikeluarkan dari spektrum kipas aluvial (McPherson dkk, 1987; lihat juga Rust, 1979; Rust dan Koster, 1984). Alasan-alasan utama yang mendorong para ahli itu untuk memutuskan hal tersebut adalah: Proses-proses dan fasies sedimen dari kipas basah seringkali mirip dengan prosesproses dan fasies braidplain atau sungai menganyam sedemikian rupa sehingga endapan-endapan tersebut sukar dibedakan satu dari yang lain. Gradien kipas basah biasanya jauh lebih rendah dan dimensinya lebih besar daripada kipas aluvial "tipikal."

Beberapa kipas basah berkaitan dengan gletser, bukan dengan muka pegunungan yang tersesarkan sedemikian rupa sehingga "informasi paleotektonik dan paleogeografi yang berharga tidak tertampilkan" jika kipas basah harus dianggap sebagai kipas aluvial. Kami merasa kurang setuju dengan alasan-alasan tersebut dan kami akan mencoba untuk mengkajinya secara kritis di bawah ini. Kemiripan antara proses-proses dan fasies kipas basah dengan proses-proses dan fasies braidplain dan sungai menganyam, meskipun mungkin sukar dibedakan dan dapat menimbulkan kerancuan, tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk mengeluarkan kipas basah dari lingkup kipas aluvial karena hal itu semata-mata didasarkan pada kenyataan bahwa selama ini kita belum memiliki sejumlah kriteria yang mantap untuk mengenal endapan kipas basah dalam rekaman batuan. Perlu dicamkan bahwa banyak sistem pengendapan lain yang produk-produknya mirip satu sama lain dan seringkali tampak sukar untuk dikenal atau dibedakan satu sama lain dalam rekaman batuan, terutama jika singkapannya terbatas atau tidak memadai; bahkan untuk sistem-sistem yang sebenarnya berbeda seperti sungai menganyam atau delta dengan kipas laut dalam (lihat, sebagai contoh Hein, 1984; bandingkan juga dengan Harms dkk, 1981; Stow dkk, 1982; Harms dan McMichael, 1983). Walau demikian, masalah vital adalah bagaimana sistem tertentu hendaknya dibedakan dari sistem-sistem yang lain, bukan apakah sistem-sistem itu harus dibedakan atau tidak. Pendapat Rust dan Koster (1984, h. 55) bahwa outwash fan "cocok dengan model braidplain" (bukan dengan model kipas aluvial) sukar untuk diterima; semua itu sekedar model-model sedimentologi yang harus disesuaikan dengan sistem-sistem yang nyata ada di alam, bukan sebaliknya. Mengeluarkan kipas basah dari lingkup spektrum kipas aluvial karena gradiennya lebih rendah dan dimensinya lebih besar dari kipas aluvial pada umumnya merupakan sebuah kekeliruan. Hal ini mirip dengan mengatakan bahwa jika suatu sungai tertentu tidak mirip dengan Brahmaputra atau Donjek, maka sungai itu bukanlah sungai yang sebenarnya. Seperti telah sama-sama diketahui, secara umum, kipas pada daerah kering terutama dibangun oleh endapan aliran massa, sedangkan kipas pada daerah basah terutama dibangun oleh endapan aliran sungai. Tanpa adanya vegetasi berakar (pelapukan kimia dapat diabaikan) dan/atau gawir sesar aktif (lereng tidak stabil yang dipenuhi oleh material rombakan), aliran massa kemungkinan tidak akan terbentuk. Hal yang sama berlaku pada kondisi-kondisi air hasil lelehan gletser. Kita juga telah samasama mengetahui bahwa cekungan penyaliran yang relatif landai dan besar menghasilkan kipas besar yang relatif landai dan didominasi oleh proses-proses fluvial, sedangkan cekungan penyaliran yang kecil dan curam menghasilkan kipas yang juga relatif curam dan didominasi oleh aliran massa (lihat pembahasan oleh Kostaschuk dkk, 1986). Meskipun ada faktor-faktor yang menimbulkan komplikasi pada pola tersebut, kipas besar umumnya berkaitan dengan cekungan penyaliran yang besar semata-mata karena wilayah resapan yang besar dapat memasok sedimen dan air dalam jumlah yang lebih besar kepada sistem kipas. Proses-proses fluvial mampu mengangkut sedimen melalui lereng yang lebih landai dibanding proses-proses aliran massa (Hooke, 1967) dan, akibatnya, kipas basah memperlihatkan gradien yang relatif lebih rendah dibanding kipas aluvial pada umumnya (Schumm, 1977; Kostaschuk dkk, 1986). Luah yang lebih tinggi, seperti pada tatanan proglacial, lebih jauh menyebabkan makin menurunnya nilai kemiringan kipas (Hooke, 1968; Hooke dan Rohrer, 1979). Air hasil pelelehan es atau daerah resapan yang besar dapat menghasilkan aliran yang cukup besar untuk mengangkut sejumlah besar sedimen melalui kipas, bukan mengendapkannya, sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan terbentuk kipas yang relatif besar (Kostaschuk dkk, 1986). Oleh karena itu, perlu dan jauh lebih tepat bagi kita untuk menujukan perhatian pada kebenaan aktual dari kipas basah dalam analisis cekungan, bukan mengeluarkan sistem tersebut dan kemudian memasukkannya begitu saja ke dalam kategori sungai menganyam. Terakhir, kami sama sekali tidak setuju dengan pendapat McPherson dkk (1987) mengenai hilangnya "informasi yang berharga." Pernyataan itu tampaknya didasarkan pada penalaran yang agak terlalu disederhanakan. Sebenarnya cukup apabila kita mengatakan bahwa banyak kipas basah (kipas fluvial) tampaknya berasoasi dengan tepian cekungan aktif atau bahkan dengan orogenic front dan bahwa ada kipas aliran massa yang boleh dikatakan tidak berkaitan sama sekali dengan aktivitas tektonik atau ada kipas aliran massa yang semata-mata berkaitan dengan provenansi glacial (mis.

Wasson, 1977, 1979; Kostaschuk dkk, 1986). Namun, banyak kipas hanya memiliki endapan aliran massa dalam zona kepala kipas yang sempit (mis. Marzo dan Anadon, 1987) dan endapan itu tidak selalu terawetkan dalam rekaman batuan, terutama apabila kipas itu terletak pada tepian cekungan yang aktif. Kipas aluvial hanya akan memberikan informasi penting mengenai paleotektonik apabila asosiasi antara kipas dengan aktivitas tektonik dapat didokumentasikan. Kehilangan informasi yang benarbenar terjadi dan risiko yang serius dalam kesalahan penafsiran akan muncul jika kebenaan tektonik dikaitkan secara tidak kritis dengan satu tipe kipas tertentu (bandingkan dengan pendapat McPherson dkk, 1987, tabel 1). Informasi yang berharga hanya dapat diperoleh jika endapan kipas aluvial dan tipe kipas yang sebenarnya dikenal dengan baik dan ditafsirkan dalam rekaman batuan. Dari pembahasan di atas maka kami berpendapat bahwa istilah delta kipas hendaknya diterapkan pada semua tipe kipas aluvial apabila kipas itu memiliki kontak aktif denganlaut atau danau, tanpa tergantung pada apakah kipas itu terutama disusun oleh gravel atau pasir, apakah kipas itu kecil atau besar, apakah kipas itu didominasi oleh sungai atau aliran massa, dan apakah kipas itu berasoasi dengan gawir tektonik aktif atau dengan tatanan yang boleh dikatakan pasif. Dengan kata lain, tidak ada kipas "khusus" atau kipas yang "mewakili" terimplikasikan oleh Holmes (1965) dalam definisinya mengenai delta kipas atau dalam kipas aluvial sendiri. Holmes (1965, h. 551) mengatakan: Ketika suatu sungai yang banyak mengangkut beban mencapai suatu wilayah pedataran setelah mengalir melalui alur atau ngarai, kecepatannya akan menurun, meluas, dan banyak diantara sedimen yang menjadi bebannya kemudian diendapkan. Sungai itu kemudian menjadi menganyam dan terus-menerus mengubah lintasannya, seperti yang terjadi pada Kipas Kosi; atau seperti dalam pembentukan delta, alur-alur itu kemudian terbagi ke dalam sejumlah alur yang lebih kecil; atau dengan kedua cara tersebut. Sedimen yang diendapkan ditebarkan sebagai kipas aluvial ... Ada gradasi dari kipas lebar 26-260 km, yang biasanya hampir datar (kemiringan lereng kurang dari 1o), kipas-kipas dengan kemiringan dan lebar sedang (4-6o), hingga kerucut-kerucut yang relatif kecil dan curam (kemiringan lereng hingga 15o) dan disusun oleh material rombakan kasar yang diangkut oleh torrential stream yang pendek. Jadi, Holmes dengan jelas menekankan bahwa kisaran tipe kipas aluvial yang sangat lebar dapat ditemukan di alam dan pemakaian Kipas Kosi sebagai contoh dalam penjelasan itu bukan merupakan suatu hal yang kebetulan (lihat juga Schumm, 1977; Wells dan Kerr, 1987). Perlu ditekankan bahwa tidak ada endapan aliran massa atau karakter "diagnostik" lain seperti yang disajikan oleh McPherson dkk (1987, tabel 1) diungkapkan oleh Holmes dalam definisi yang panjang lebar itu. Meskipun McPherson dkk (1987) berulang-ulang berpendapat bahwa definisi asli yang diajukan oleh Holmes perlu diikuti secara ketat, namun dalam kenyataannya mereka justru menyimpang cukup jauh dari definisi itu dengan mengasosiasikan delta kipas dengan hanya satu varietas kipas aluvial (tidak peduli bagaimana "tipikal" atau "mewakili"-nya varietas itu. Adalah suatu hal yang paradoks, definisi yang mereka ajukan sebenarnya justru mengeluarkan contoh asli dari delta kipas yang diajukan oleh Holmes (1965, gambar 399) karena tidak sesuai dengan kriteria yang disajikan daftarnya oleh McPherson dkk (1987, tabel 1); delta itu akhirnya masuk ke dalam kategori "braid delta" menurut sistem klasifikasi tersebut. Penyempurnaan yang Disarankan Menurut hemat kami, paling tidak ada tiga aspek dari konsep dan definisi asli delta kipas yang tampaknya perlu dipertimbangkan kembali dan disempurnakan sekarang ini. Ketiga aspek tersebut akan dibahas di bawah ini. Sebagaimana yang dikemukakan oleh McPherson dkk (1987), delta kipas seringkali tertukarkan dengan delta sungai biasa yang berbentuk seperti kipas. Dalam rangka menghindarkan terjadinya kekeliruan, kami menyarankan bahwa kata sifat delta "kipas aluvial" dan delta "sungai" hendaknya digunakan, paling tidak ketika kita memberikan definisi-definisi dan ketika kita dihadapkan pada situasi dimana kemungkinan terjadi kerancuan dalam publikasi ilmiah. Kami juga menyarankan bahwa kata sifat selain "aluvial" diterapkan apabila lebih sesuai; sebagai contoh, ketika sebuah kipas

piroklastik, bukan kipas aluvial, yang menjadi bahan pembicaraan. Beberapa istilah yang kami sarankan disajikan pada gambar 1. Analog dengan delta sungai, delta kipas aluvial hendaknya dianggap sebagai delta dari suatu kipas aluvial. Dengan kata lain, delta kipas aluvial hendaknya didefinisikan sebagai "sebuah kipas aluvial (yang berprogradasi ...dst)," namun delta yang sebenarnya benar-benar dibentuk oleh kipas tersebut. Delta sungai adalah delta yang diciptakan dan dipasok oleh suatu sistem penyaliran yang aktif dalam bentuk sungai soliter (sistem sungai tunggal), sedangkan delta kipas aluvial diciptakan dan dipasok oleh suatu kipas aluvial aktif. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Postma (kom. pribadi, 1987) kepada kami, adalah suatu hal yang tidak tepat bahwa definisi asli menuntut kipas aluvial seluruhnya, mulai dari ujung terjauh yang terletak di bawah air hingga puncaknya yang terletak di darat untuk kemudian disebut sebagai sebuah delta. Kami setuju dengan pendapatnya itu. Cukup saja untuk dikemukakan bahwa definisi asli menimbulkan opini bahwa delta kipas "didominasi oleh proses-proses terestris" dan oleh karenanya "konotasi deltaik itu menyesatkan" (Rust, 1979, h. 10). Istilah "delta kipas" hendaknya dikaitkan dengan proses pengendapan pada tepian aktual dari suatu massa air yang diam, ke dalam mana sistem kipas dipasok. Pertanyaan apa "dataran delta" dan apa yang bukan "dataran delta" dalam kasus seperti itu sebenarnya masalah sekunder dan memerlukan pertimbangan tersendiri. Sebagaimana yang akan dibahas di bawah ini dan dibahas oleh Prior dan Bornhold (1987), pertanyaan-pertanyaan yang mirip dengan itu juga diajukan pada banyak delta sungai. Kami kurang sependapat dengan Rust (1979) serta Rust dan Koster (1984, h. 57) bahwa karena delta kipas tidak memiliki "gejala-gejala tipikal dari delta yang berupa titik perubahan kemiringan lereng (break of slope) dan perubahan fasies pada level permukaan air," maka istilah "delta kipas" dalam dirinya sendiri kemungkinan tidak tepat. Pertama, seperti yang akan ditunjukkan nanti dalam makalah ini dan seperti yang juga ditunjukkan oleh beberpa ahli lain, pendapat seperti itu terbukti tidak benar adanya. Kedua, jelas bahwa delta kipas tidak sama dengan delta sungai dan modus perkembangan dan fasiesnya pun berbeda. Selain itu, perbedaan itulah yang menyebabkan sdelta kipas merupakan sistem khusus yang penting dan menantang untuk dipelajari. Terakhir, karakter dari delta sungai sendiri bervariasi dan perbedaan antara beberapa tipe delta sungai tidak lebih sedikit dibanding perbedaan antara delta sungai dan delta kipas seperti telah disebutkan di atas. Definisi delta kipas hendaknya tidak mengimplikasikan bahwa kipas aluvial harus berprogradasi seluruhnya dari darat menuju wilayah perairan; hal ini juga mengimplikasikan lintap endapan yang dihasilkan harus mengindikasikan regresi progradasional. Ada beberapa kasus yang terdokumentasikan dengan baik yang langsung berhubungan dengan suatu massa air yang diam bukan karena delta-delta itu berprogradasi, namun karena laut atau danau itu sendiri yang menggenangi kipas aktif dan menyebabkan terjadinya interaksi diantara kedua lingkungan tersebut, di bawah kondisi-kondisi transgresi bahari atau lakustrin (lihat Maejima, 1987). Menuju Sebuah Definisi yang Telah Disempurnakan

You might also like