You are on page 1of 12

TEKNOLOGI INTENSIFIKASI PADI AEROB TERKENDALI BERBASIS ORGANIK (IPAT-BO) UNTUK MELIPATGANDAKAN PRODUKSI PADI DAN MEMPERCEPAT KEDAULATAN

PANGAN1 ORGANIC BASED OF CONTROLLED AEROBIC RICE INTENSIFICATION TECHNOLOGY TO DOUBLE OF RICE PRODUCTION AND TO ACCELERATE THE SUSTAINABILITY OF FOOD SOUVERENITY.
1)

Tualar Simarmata1) dan Yuyun Yuwariah2) Guru Besar Ilmu Biologi Tanah pada Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung, 022-7797200 Jatinangor 40600 (Email:Tualarsimarmata@yahoo.com 0811245491) dan 2)Guru Besar Ilmu Pangan dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

ABSTRAK Intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) selain menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis tanah (soil biological power), juga menghambat perkembangan sistem perakaran tanaman padi. Dalam kondisi anaerob, keanekaragaman hayati (biodiversity) tanah sangat terbatas. Biota tanah yang aerob tidak dapat berkembang dan diperkirakan hanya sekitar 25% perakaran tanaman padi yang berkembang berkembang dengan baik. Untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan (berswsembada) dengan luas panen hanya sekitar 11 juta ha, kita harus mampu meningkatkan produktivitas padi dari 4 6 ton/ha menjadi 6 8 ton/ha. Bila ingin menjadi ekspotir beras produktivitas padi harus ditingkatkan menjadi 8 12 ton/ha. Berdasarkan indikator kesehatan tanah, maka lahan sawah dengan kadar C-organik < 2% termasuk kategori sakit. Terobosan teknologi merevitalisasi kualitas dan kesehatan tanah (soil health and quality) serta meningkatkan produktivitas tanaman padi dapat dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan biologis tanah dalam Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO). Teknologi ini sistem produksi yang holistik (terpadu)) dengan menitikberatkan pemanfaatan kekuatan biologis tanah, managemen tanaman, pemupukan dan tata air secara terpadu dan terencana (by design) untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran padi dalam kondisi aerob. Hasil kaji terap intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT BO) dengan berbagai varietas padi pada berbagai lokasi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Bali ternyata mampu menghasilkan padi 8 12 ton/ha (peningkatan hasil rata-rata berkisar 50 150% dibandingkan dengan sistem anaerob). Kenaikan hasil tersebut berkaitan langsung dengan meningkatnya zona perakaran hingga 4 10 kali, jumlah anakan bermalai hingga 60 80 malai/rumpun, panjang malai 25 35 cm dan jumlah gabah 200 300 butir/malai serta meningkatnya keanekaragaman biota tanah (biodiversity) yang menguntungkan (beneficial organism in soils) dalam kondisi aerob. Mengapa teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) mampu melipatgandakan produksi dan bagaimana kontribusinya dalam percepatan pembambangunan kemandirian dan ketahanan (kedaulatan) pangan di Indonesia merupakan pokok bahasan dalam tulisan ini
1

Makalah Pada Rangkaian Seminar Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) Melipatgandakan Produksi Padi: Seminar Dan Lokakarya Peningkatan Produksi Padi Tanggal 17 Juli 2007 Di SPLPP Fak. Pertanian Unpad, Hari Krida Pertanian Kabupaten Bandung Tanggal 2 Agustus 2007 Di BPP Solokan Jeruk, Bandung, dan Safari IPAT-BO di Jatim (Kab. Tulung Agung, Blitar, Jombang, Mojokerto), Jateng (Kab. Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, Karang Anyar, Purworejo, dan Semarang), Jabar (Sumedang, Bogor, Karawang), Prop. Sumatera Utara (Kab. Serdang Bedagai) dan Prop NTT (Kupang, Rote Ndao, TTS, dan Ngada) Pada Periode Agustus Desember 2007), Seminar Nasional Agronomi Dan Kongres IX Perhimpunan Agronomi Indonesia di Bandung Tanggal 15 17 November 2007, Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Tanaman Padi Pada Tanggal 19 20 November 2007 di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang), Semiloka IPAT-BO pada 28 Maret Di Kab. Bogor 2008, April Di Kab. Gowa, 15 Mei Kab. Semarang 2008, Safari Seminar IPAT-BO pada 28 Mei 2008 di Kab. Humbang, Tanggal 29 Mei 2008 Di Kab. Taput, Tanggal 30 Mei 2008 di Kab. Tobasa, Tanggal 31 Mei 2008 Di Medan, Tanggal 3 Juni 2008 Di Kab. Bengkalis, Riau dan Dies UNPAD Oktober 2008.

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

ABSTRACT Intensification of permanent flooding (anaerobic) of paddy soils not only reduce of soil biological power significantly, but also restrict the roots growth. Biodiversity will be limited under anaerobic condition. Soil organisms can not growth optimally and estimated only about 25% rice roots can growth normally. In order to sustain the food security, the rice productivity must be increased from 4 6 t/ha to 6 8 t/ha, while to become a rice exporter, the rice production should be increased to 8 12 t/ha. The result of various field studies indicated mostly of paddy soils in the production centre has a low organic content (< 2%) and based on soil health indicator can be categorized as sick soils. Under these conditions, the increasing of inorganic fertilizers dosage application may give a nonsignificant effect on rice production. To increase the rice production and revitalize the soil quality and soils healt can be reached by using the soil biological power in organic based of controlled aerobic rice intensification technology (OB-CARI). This technology is a holistic rice production system by using and integrating the soil biological power, plant, fertilizers and water management according to the plan and design (by design). The results of field research of organic based of controlled aerobic rice intensification technology using several rice varieties in the Province of West Java, Center Java and East Java revelead that the rice has able to produce grain yield about 12 16 t/ha (average of an increasing about 50 150% compared to anaerobic rice cultivation). This high rice yield is highly correlated with the increasing of roots zone about 4 10 times, number of productive tillers about 60 80 tillers, number of panicles, length of panicles and number of grain/panicle, and as well as due to the increase of soil biodiversity (beneficial organism) under aerobic condition. Key words : intensification, irrigated rice, OB-CARI, food souverenity

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

I. PENDAHULUAN Intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) tidak saja menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis tanah (soil biological power), tetapi juga menghambat perkembangan sistem perakaran tanaman padi. Dalam kondisi anaerob, keanekaragaman hayati (biodiversity) tanah sangat terbatas. Biota tanah yang aerob tidak dapat berkembang dan diperkirakan hanya sekitar 25% perakaran tanaman padi yang berkembang berkembang dengan baik. Konsekuensinya, potensi hasil dari berbagai varietas tanaman padi yang diperoleh saat ini (7 8 ton/ha) merupakan hasil dari 25% sistem perakaran saja. Pertanaman dengan sistem aerob (lembab) menghasilkan sistem perakaran paling tidak sekitar 3 4 kali lebih besar dibandingkan dengan sistem tergenang. Perkembangan sistem perakaran yang optimal dan didukung oleh keanekaragaman hayati dalam tanah dapat meningkatkan potensi hasil padi menjadi 3 4 kali lipat. Untuk membangun kemandirian dan ketahanan pangan (berswsembada) dengan luas panen hanya sekitar 11 juta ha, kita harus mampu meningkatkan produktivitas padi dari 4 6 ton/ha menjadi 6 8 ton/ha. Bila ingin menjadi ekspotir beras produktivitas padi harus ditingkatkan menjadi 8 12 ton/ha. Masalah utama yang dihadapi dalam membangun kemandirian pangan Indonesia adalah meningkatkan produksi padi untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk dan berkurangnya areal lahan sawah. Kebutuhan beras saat ini sekitar 34 juta ton beras setara dengan 54 juta ton GKG. Dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,49%, maka Jumlah penduduk di Indonesia diproyeksikan pada tahun 2025 akan mencapai 296 juta jiwa dan kebutuhan beras sekitar 41,5 juta ton (65,9 juta ton GKG). Di sisi lain luas areal panen hanya sekitar 11 12 juta ha dan konversi lahan sawah ke pertanian lainnya atau industri terus meningkat. Konsekuensinya, keberlanjutan ketahanan pangan sangat tergantung pada peningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya lahan (kualitas dan kesehatan tanah). Jika produktivitas padi saat ini berkisar 4 6 ton/ha (rata-rata nasional sekitar 4,54 ton/ha pada tahun 2004). Pertanyaannya adalah apakah kita mampu meningkatkan produksi padi menjadi 8 12 ton/ha? Di lain pihak, hasil berbagai kajian menunjukkan bahwa kadar C-organik pada lahan-lahan sawah di sentra produksi padi umumnya sudah rendah (< 2%). Berdasarkan indikator kesehatan tanah, maka lahan sawah dengan kadar C-organik < 2% termasuk kategori sakit. Akibatnya, walaupun dosis pupuk anorganik ditingkatkan, tetapi tidak memberikan kenaikan hasil yang signifikan. Bahkan indikasi kenaikan produktivitas padi dengan pemupukan yang intensif sudah mencapai titik jenuh (levelling off) dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kesehatan tanah sawah. Pendekatan holistik untuk meningkatkan produktivitas tanaman secara spektakuler dapat dilakukan dengan memaduserasikan kekuatan biologis tanah dan tanaman secara terpadu dan terencana. Salah satu teknologi berbasis pendekatan sistem produksi yang holistik dan terencana adalah Intensifikasi Padi Aerob Terkendali (controlled of aerobic rice intensification) Berbasis Organik (IPAT-BO) untuk merevitalisasi kualitas dan kesehatan tanah (soil health and quality) serta meningkatkan produktivitas tanaman padi secara berkelanjutan. Teknologi ini sistem produksi yang holistik (terpadu)) dengan menitikberatkan pemanfaatan kekuatan biologis tanah, managemen tanaman, pemupukan dan tata air secara terpadu dan terencana (by design) untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran padi dalam kondisi aerob. Hasil kaji terap intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT - BO) dengan padi Varitas Ciherang dan IR 64 pada beberapa lokasi Jawa Barat & Banten, Jawa Tengah Jawa Timur, NTT, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Bali pada periode 2007 2008 ternyata mampu menghasilkan padi 8 12ton/ha (peningkatan hasil rata-rata berkisar 50 150% dibandingkan dengan sistem anaerob). Hasil terbaru pada Pekan Padi Nasional ke III di Balitpa Sukamandi sebesar 9 10 ton/ha (Tanam Mei 2008 dan dipanen Tanggal 1
Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) 3

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

Agustus 2008). Pada lahan sawah yang relatif baik (produksi 6 8 ton/ha) kenaikan produksi berkisar 50 100% sedangkan pada lahan yang kurang subur (hasil 4 5 ton/ha) kenaikan produksi mencapai 100 150%. Kenaikan hasil tersebut berkaitan langsung dengan meningkatnya zona perakaran hingga 4 10 kali, jumlah anakan bermalai hingga 60 80 malai/rumpun, panjang malai 30 35 cm dan jumlah gabah 200 300 butir/malai serta meningkatnya keanekaragaman biota tanah (biodiversity) yang menguntungkan (beneficial organism in soils) dalam kondisi aerob. Keunggulan lain dari IPAT adalah hemat air (hanya 25% dari sawah konvensional), hemat bibit (20 - 25%) dan hemat pupuk anorganik, hemat pestisida (masalah hama keong dapat dikendalikan dengan mudah) dan panen lebih awal sekitar 7 10 hari. Penggunaan pupuk organik dan pengendalian tata udara tanah agar berada dalam kondisi aerob, ternyata mampu meningkatkan keanekaragaman hayati biota tanah dan memacu pertumbuhan system perakaran. Peningkatan aktivitas biota tanah secara visual terlihat pada banyaknya kotoran cacing dan lubang-lubang udara (pori) pada permukaan lahan yang diberi pupuk organik dan lahan tidak tergenang (Simarmata, 2007). Mengapa teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) mampu meningkatkan produksi padi secara spektakuler dan bagaimana kontribusinya dalam percepatan pembambangunan kemandirian dan ketahanan pangan di Indonesia merupakan pokok bahasan dalam tulisan ini II. KONSEP DASAR IPAT-BO Tanah merupakan media tumbuh dan tempat berlangsungnya berbagai proses biologis, reaksi biokimia dan aliran energi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebagai mesin biologis (konversi energi magnetik menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis). Jika proses di atas dapat berlangsung dengan baik, maka tanaman tumbuh dengan baik sehingga mampu berproduksi mendekati potensi hasilnya. Dasar pemikiran atau konsep dasar IPAT - BO secara ringkas diuraikan di bawah ini 2.1. EKOSISTEM TANAH SEBAGAI SISTEM HIDUP DAN PENCERNAAN EKSTENAL TANAMAN Tanah merupakan sistem hidup yang kompleks dan dinamis. Organisme tanah dari yang berukuran yang paling kecil (mikroba) hingga yang berukuran besar (meso dan mega fauna) berinteraksi satu sama lain membentuk suatu jaringan makanan (food web) yang mempengaruhi kualitas lahan secara signifikan. Dalam satu hektar tanah lapisan atas yang subur dan sehat (healthy soil) terdapat sekitar 1200 kg bakteri, 1200 kg aktinomycetes, 2400 kg buluk (molds), 120 kg algae, 240 kg protozoa, 51 kg nematoda, 120 kg insekta, 1200 kg cacing tanah dan 2400 kg akar tanaman membentuk komunitas dalam ekosistem tanah (Simarmata, 2002; Ingham, 2001; Sullivan, 2004). Ekosistem tanah yang sehat dan subur (healthy soils) mencerminkan adanya interaksi harmonis, baik antara komponen abiotik dengan biotik, maupun sesama komponen biotik membentuk suatu rangkaian aliran energi. Komponen biotik dari suatu ekosistem dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) produsen: organisme (tumbuhan dan mikroba) yang mampu memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbon melalui proses fotosintesis untuk menghasilkan biomassa organik (perubahan energi magnetik menjadi energi kimia yang disimpan dalam ikatan senyawa hidro karbon atau senyawa organik), (2) konsumen: organisme yang mengkonsumsi senyawa organik untuk memenuhi kebutuhan energinya, dan (3) destruen atau pengurai (dekomposer): mikroba yang merombak senyawa organik yang sudah mati (tanaman, hewan, limbah organik dari perkotaan maupun industri) untuk mendapatkan energi dan nutrisi melalui proses respirasi atau fermentasi. Dari perspektif tanaman, tanah merupakan tempat terjadinya proses konversi hara yang terikat dalam senyawa organik maupun anorganik menjadi hara tersedia atau yang

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

dapat diserap oleh tanaman. Hal ini berarti bahwa tanah merupakan bagian pencernaan eksternal dari tanaman. ntungkan tana. Oleh karena itu, managemen input dalam pertanian organik diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan biodiversitas yang menguntungkan tanaman sehingga tanah sebagai pencernaan eksternal tanaman berfungsi dengan baik. Kunci utamanya terletak pada pasokan bahan organik tanah sebagai entry point of energy into the soil dan konservasi tanah dan air. 2.2. PADI DAN POTENSINYA Tanaman padi pada dasarnya bukan tanaman air, tetapi dapat tumbuh dalam kondisi tergenang karena memiliki jaringan aerenchym untuk mensuplai oksigen ke sistem perakaran. Dalam kondisi tergenang, tanaman memanfaatkan sebagai energinya untuk mensuplai oksigen ke sistem perakaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenangan menyebabkan kerusakan pada jaringan perakaran karena terbatasnya pasokan oksigen yang sangat diperlukan dalam proses respirasi akar. Akibatnya hanya sekitar 30% akar yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, tingkat perolehan hasil padi (produktivitas) yang diperoleh saat ini merupakan kontribusi dari 30% sistem perakaran. Dengan IPAT-BO, sistem perakaran padi berkembang dengan baik dan padi meningkat hingga 3 10 kali dibandingkan dengan sistem konvensional, jumlah anakan produktif 60 80 anakan. Bila pasokan unsur hara cukup dengan komposisi yang tepat, maka tidak mengherankan bila teknologi ini mampu meningkatkan hasil sekitar 2 3 kali dibandingkan sistem konvensional. 2.3. KONTRIBUSI KEKUATAN BIOLOGIS Keberhasilan mengagumkan dari sistem intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) dalam meningkatkan pertumbuhan (jumlah anakan hingga 60 80/rumpun, sistem perakaran meningkat paling tidak sekitar 100% dan hasil tanaman padi sekitar 12 18 ton/ha) berhubungan erat dengan managemen tata air (kondisi ekosistem lembab atau aerob), penanaman bibit yang muda dan tersedianya substrat organik (pupuk organik) sebagai sumber energi bagi organisme heterotof dan meningkatnya keanekaragaman biota tanah (mikroba menguntungkan), managemen nutrisi dan pemeliharaan tanaman. Kondisi ini menghasilkan (a) pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman berlangsung dengan baik (penggenangan menyebabkan sekitar 2/3 akar padi tidak dapat berkembang dan pertumbuhannya terhambat), (b) meningkatkan populasi dan keanekaragaman biota tanah (bakteri, jamur, aktinomycetes, protozoa, nematoda, antrophoda, cacing tanah) yang membentuk suatu rantai makanan (food web) dan aliran energi. 2.3.1. Pupuk Hayati (Pupuk BIO) Pupuk hayati (biofertilizers) adalah pemanfaatan inokulan yang mengandung sel hidup atau dorman untuk meningkatkan ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman. Berdasarkan pengertian ini, yang termasuk pupuk hayati antara lain adalah mikroba penambat N baik simbiotik maupun non simbiotik, mikroba pelarut fosfat, mikroba panghasil fitohormon dan cendawan mikoriza (Subra Rao, 1982; Sharma et al., 2004; Simarmata, et al., 2005). Pengunaan pupuk hayati (biofertilizers) sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan produktivitas tanaman dengan biaya yang relatif murah. Pupuk hayati yang potensial untuk tanah sawah dengan sistem IPAT-BO antara lain adalah a. Bakteri Penambat N. Pada ekosistem padi sawah, terdapat mikroba penambat N dari kelompok auttrof maupun heterotrof yang hidup bebas (free living), asosiasi (associative) atau symbiosis (symbiotic). Keberhasilan usaha tani tanaman padi (padi sawah) sangat tergantung pada input (pemupukan) untuk memasok kebutuhan hara (makro dan mkiro)

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah dan komposisi yang optimal untuk mencapai tingkat hasil tertentu (output oriented). Nitrogen termasuk salah satu hara utama dan diperlukan dalam jumlah yang relatif besar. Untuk menghasilkan 15 20 kg gabah memerlukan pasokan sekitar 1 kg N. Pengalaman menunjukkan bahwa, padi sawah dengan mengandalkan ketersediaan N dalam tanah secara alami hanya menghasilkan sekitar 2 3 ton gabah per hektar, bahkan pada lahan-lahan marginal (gambut, lahan sulfat masam) produktivitasnya sangat rendah (tidak jarang < 1 ton/ha) atau masih jauh di bawah standar produksi revolusi hijau. Dalam ekosistem demikian kebutuhan N sangat tergantung pada ketersediaan N dalam tanah dan fiksasi N dari udara (oleh mikroba penambat N). Introduksi pupuk N buatan sejak revolusi hijau pada tahun 1960-an telah mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi sekitar 100 -200%. Untuk memenuhi kebutuhan pangan pada tahun 2025 diperlukan peningkatan produksi sekitar 70% dari produksi saat ini (460 juta ton, IRRI, 1993). Konsekuensinya diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan produkvitas tanaman padi dari 8 ton menjadi 12 ton/ha akan memerlukan peningkatan kebutuhan N dari 220 kg menjadi 400 kg N/ha (green revolution 2). Pupuk hayati atau biofertilizers (penambat N) mampu mensuplai hingga 300 - 500 kg N/ha b. Mikroba Pelarut Fosfat. Mikroba pelarut fosfat (bakteri dan jamur) berperan penting dalam menyediakan P larut bagi tanaman. Sebagian besar P dalam tanah (organik dan anorganik) berada dalam bentuk terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Kehadiran mikroba pelarut fosfat akan mempercepat dan meningkatkan ketersediaan P dari pupuk organik (kompos, jerami) dan sumber P lainnya (fosfat alam). Pemanfaatan pelarut fosfat pada ekosistem sawah masih jarang. Peranan mikroba ini pada pertanaman padi berbasis organik sangat sentral karena sumber utama P berasal dari kompos jerami atau pupuk organik lainnya. Biomassa mikroba di dalam tanah mengandung P yang signifikan (berkisar 10 sampai 50 kg P ha-1, bahkan dapat mencapai 100 kg P ha-1) dan secara umum jumlahnya antara 2 sampai 5 % dari total P serta merupakan bagian 10 sampai 15 % dari P organik tanah (Richardson, 2003). Oleh karena itu, P mikrobia merupakan komponen dinamis pada siklus P. Menurut McLaughlin et. al (1988) dilaporkan bahwa 25 % dari residu tanaman yang ditambahkan ke tanah dapat terintegrasi dalam biomassa mikroba dalam 7 hari. Bahkan penelitian lain menunjukkan bahwa P dapat terintegrasi dalam biomassa mikroba dalam 2 sampai 3 hari dan selanjutnya dapat dilepaskan kembali ke larutan tanah (Richardson, et al. 2003). Mikroba pelarut fosfat pada ekosistem lahan sawah antara lain Pseudomonas sp, Bacillus sp, Aspergilus sp, penicillum sp, Streptomycetes sp dan lain-lainnya c. Mikroba penghasil fitohormon. Peranan mikroba ini sangat penting dalam ekosistem tanah. Fitohormon yang dihasilkan mikroba ini berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman dan mobilsasi unsur hara dalam tanah. Keunggulan budidaya padi dengan metoda IPAT dibandingkan dengan sistem konvensinal adalah memiliki sistem perakaran yang lebih besar. Mikroba yang berperan sebagai penghasil fitohormon antara lain adalah Azotobacter sp, Pseudomonas sp, Bacillus sp, dan bakteri lainnya. 2.3.2. Pupuk Organik Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa bahan organik merupakan titik awal (entry point) aliran energi dalam ekosistem tanah. Kunci keberhasilan budidaya padi dengan IPAT-BO sangat bertumpu pada keberadaan dan suplai bahan organik dalam tanah. Pupuk organik selain sebagai aktivator, dinamisator dan regulator sistem hidup (biota tanah), juga sekaligus sebagai sumber nutrisi (hara makro dan mikro) yang mutlak diperlukan. Kebutuhan pupuk organik dapat dipenuhi dengan memanfaatkan jerami padi. Perbandingan

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

produksi jerami dengan gabah berkisar 0,8 : 1 1,2 : 1 atau sekitar sekitar 8 10 ton jerami/ha. Pengomposan jerami selain dapat meningkatkan kualitas (kandungan hara, kandungan mikroba menguntungkan), juga berperan dalam membunuh bibit penyakit atau patogen Pengomposan dengan komposisi yang baik dapat menghasilkan kompos jerami dengan kandungan 1,5 - 2 %N, 15 - 24% C, 1,5 - 2 % K, 2 - 3% P dan 1,5 2 % Ca, 0,5 % Mg dan hara lainnya serta mengandung mikroba menguntungkan. 2.3.3 Agen hayati dan Dekomposer (inokulan) Keberhasilan pertanian padi berkaitan erat dengan serangan penyakit (bakteri dan jamur). Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memanfaatkan agen hayati. Agen hayati yang potensial antara lain Pseudomonas sp, penicillium sp, Trichoderma sp dan Gliocladium dan lain-lain. Salah satu metoda yang paling mudah dan murah adalah memanfaatkan inokulan dekomposer yang berfungsi ganda yaitu sebagai dekomposer dan agen hayati dalam proses pengomposan. Penggunaan Trichoderma, Gliocladium dan penicillium, Streptomyces dan Aspergillus sebagai inokulan kompos (dekomposer) selain menghasilkan kompos yang baik (nutrisi dan kandungan humus), juga mengandung agen hayati untuk mengendalikan penyakit secara langsung maupun tidak langsung (induce resistence) 2.4. Konsep Pemupukan Konsep dasar pemupukan metoda IPAT adalah berorientasi hasil (output oriented) dengan LEISA (low external input of sustainable agriculture). Oleh karena itu, memupuk adalah memasok bahan baku (hara makro dan mikro) atau makanan yang diperlukan tanaman sebagai mesin biologis dalam jumlah dan komposisi yang tepat untuk mencapai tingkat hasil yang diinginkan (target). Metoda IPAT menerapkan pola pemupukan terpadu, yaitu menggunakan perpaduan pupuk organik (pupuk kandang, kompos, pupuk organik beragen hayati, dll), pupuk hayati (biofertilizers), biostimulan dan pupuk anorganik. Dalam konteks ini, pemupukan berimbang mencakup hara makro, mikro dan pupuk organik. Dosis dan komposisi unsur hara (NPK) didasarkan pada fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman berdasarkan spesifik lokasi. Penentukan dosis pupuk N digunakan indikator warna daun (bagan warna daun, BWD) langsung di lapangan (pemupukan real time). III. STRATEGI TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKSI PADI IPAT-BO Strategi utama untuk meningkatkan keberhasilan sistem IPAT-BO adalah mengoptimalkan dan memanfaatkan kemampuan padi dalam mengembangkan sistem perakaran dan pembentukan anakan serta meningkatkan peranan kekuatan biologis dalam memasok nutrisi dan memproduksi senyawa bioaktif (fitohormon, eksudat akar) untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran dan tanaman. Tahapan dan tindakan yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Sistem perakaran dan pembentukan anakan Upaya untuk menghasilkan sistem perakaran yang luas dan anakan yang banyak antara lain adalah; a. jarak tanam yang lebar. Makin lebar jarak tanam, semakin luas daerah perakaran. Berdasarkan kajian lapang jarak tanam minimal adalah 30 cm x 30 cm dan maksimal 50 cm x 50 cm b. Bibit muda. Umur semai yang ideal adalah 7 15 hari. Pada saat transplanting upayakan perakaran tidak terganggu sehingga setelah penanaman bibit tanaman tidak mengalami stress dan dapat langsung tumbuh. c. Penanaman satu bibit (semai) per lubang tanaman dengan sistem kembar (twin seedling), yaitu 2 semai ditanam berdampingan (jarak 5 7 cm) pada setiap titik

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

penanaman sesuai dengan jarak tanam. Penanaman satu bibit akan mengurangi kompetisi pada awal penanaman dan meningkatkan jumlah maupun kualitas anakan menjadi relatif seragam. Satu bibit padi mampu menghasilkan sekitar 80 100 anakan, tergantung pada jarak tanam d. Teknik penanaman dangkal. Akar tanaman dibenamkan hingga kedalaman 1 cm dan upaya akar dengan batang bibit membentuk huruf L. Jika menggunakan sistem Tabela, benih ditempatkan dalam lubang tanam dangkal (maksimum 1 cm) sekitar 1 3 benih per lubang tanam dengan jarak tanam lebar. e. Tata air dan Udara. Setelah penanaman pertahankan kondisi tanah dalam keadaan lembab macak-macak (aerob) agar akar dapat melakukan respirasi dan tumbuh dengan baik. Selain itu, penggenangan dapat menghambat pembentukan anakan. Pengairan dilakukan setelah tanah retak-retak sekitar 1 2 cm. Retakan selain berperan dalam memasok oksigen ke dalam ekosistem tanah, juga merangsang pertumbuhan akar untuk mendapatkan air. 2. Kekuatan biologis Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan biota tanah yang berperan penting dalam proses mineralisai, ketersediaan hara, produksi fitohormon dan aliran energi dalam ekosistem tanah sawah, antara lain adalah Bahan organik. Pertumbuhan dan perkembangan mikroba tanah menguntungkan (beneficial microbes) sangat tergantung pada ketersediaan dan pasokan substrat organik. Dosis pupuk anorganik dapat dikurang hingga 50%. Semakin banyak dosis pupuk organik, semakin rendah dosis pupuk anorganik. Tata Air dan Udara. Sebagian besar biota tanah bersifat aerob sehingga ketersediaan oksigen untuk proses respirasi mutlak diperlukan. Oleh karena itu, dengan mempertahankan kondisi tanah dalam keadaan lembab akan mendukung pertumbuhan mikroba maupun fauna tanah. Adanya pergantian suasana oksidasi dan reduksi dapat mengoptimalkan berbagai reaksi biokimia dalam ekosistem Retakan Pada Tanah. Adanya retakan sangat penting untuk memasok oksigen ke dalam tanah untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan mikroba dan fauna tanah. 3. Pemupukan. Konsep pemupukan metoda IPAT adalah berorientasi hasil (output oriented) yang spesifik lokasi. Dosis dan komposisi pupuk didasarkan pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk menentukan kecukupan hara dan dosis pemupukan susulan menggunakan indikator warna daun (bagan warna daun, BWD). Pemupukan dimaksudkan untuk memasok unsur hara dalam jumlah dan komposisi yang tepat sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dan mempertahan kualitas dan kesehatan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pemupukan pada IPAT-BO merupakan pemupukan terpadu, yaitu perpaduan pupuk organik, pupuk hayati, biostimulan dan pupuk anorganik. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik diutamakan pemanfaatan kompos jerami atau pupuk kandang yang tersedia ditempat sehingga dapat mengurangi biaya transportasi dan biaya pemupukan. Pemberian pupuk anorganik memudahkan pengaturan atau komposisi hara berdasarkan fase pertumbuhan tanaman. IV. TEKNIS PELAKSANAAN IPAT-BO 4.1. Pengolahan Dan Penataan Lahan Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak atau ditraktor. Setelah pengolahan dan perataan dilakukan pembuatan saluran (lebar dan dalam 30 cm) setiap 3 4 m. Penataan lahan sangat penting untuk memudahkan pengaturan air irigasi. Tinggi permukaan air dalam saluran yang ideal adalah sekitar 10 20 cm di bawah permukaan tanah.

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

4.2. Seleksi Benih dan Persemaian 3.2.1. Seleksi Benih Bermutu Benih merupakan kunci utama yang menentukan keberhasil usaha tani. oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan benih bermutu baik dengan cepat dan murah. metoda yang murah dan murah adalah dengan memasukkan benih ke dalam larutan garam. benih yang mengambang dibuang dan benih yang tenggelam diambil untuk disemaikan. langkahlangkah pemilihan benih adalah sebagai berikut: 1. Masukkan air yang bersih sekitar 2 10 L ke dalam ember plastik atau wadah 2. Masukkan telur ayam atau itik ke dalam ember atau wadah yang berisi air tersebut 3. Kemudian masukkan garam dapur perlahan-lahan dan diaduk sehingga larut dan penambahan garam dihentikan ketika telur sudah naik ke permukaan air. 4. Masukkan benih ke dalam larutan bergaram di atas. Benih yang mengambang ke permukaan air dipisahkan 5. Ambil benih yang tenggelam dan dicuci dengan air bersih. Benih diperam terlebih dahulu selama 1 hari dan 1 malam yaitu dikeringanginkan dalam wadah yang dilapisi dengan kertas tissue, koran atau daun pisang 4.2.2. Persemaian Persemaian benih dilakukan pada lahan di lapangan dengan sistem bedengan dan bedengan beralas plastik (dapog nursery). Lahan/bedengan persemaian di lapangan diberi pembatas bambu atau kayu agar memudahkan dalam pemindahan bibit (transplanting). Untuk meningkatkan kualitas bibit dan meningkatkan pertumbuhan dan kaulitas bibit serta mempermudah dalam pemisahan bibit taburkan 500 gram/m2 campuran kompos dengan inokulan pupuk bio (50 gram inokulan dicampurkan dengan 20 50 kg kompos atau pupuk kandang kering) pada persemain sekitar 1 2 hari sebelum penebaran benih. 4.3. Penanaman 4.3.1. Pengaturan Jarak Tanam Penanaman dilakukan dengan pola bujur sangkar dengan jarak tanam (30 x 30, 35 X 35, 40 X 40 dan 50 x 50 cm). Semakin besar jarak tanam, maka semakin baik pertumbuhan dan perkembangan akar dan anakan produktif meningkat. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 30 cm x 30 cm. Untuk memudahkan penandaan tempat penanaman dapat menggunakan alat sederhana. 4.3.2. Pemberian pupuk Dasar Pupuk dasar adalah perpaduan pupuk organik dengan dosis 400 600 kg/ha (pupuk kandang, kompos, pupuk organik beragen hayati, dll) dengan pupuk anorganik dan pupuk hayati (biofertilizers). Misalnya pada Pusat Demplot IPAT Faperta Unpad di Jelekong, Bale Endah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan Desa Kali Dawir, Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur digunakan 50 200 kg pupuk organik beragen hayati (ABG BIOS) + 50 - 100 kg Urea + 25 - 50 kg SP-36 dan 25 - 75 kg KCl + 200 gram inokulan pupuk BIO (ABGBIO). Alternatifnya adalah 400 600 kg pupuk kandang kering (kompos) ditambah inokulan pupuk BIO sebanyak 100 200 gram + 100 kg urea + 50 kg SP-36 + 25 kg KCl. Pupuk disebar merata pada petakan (diaduk) 1 2 hari sebelum penanaman dan selanjutnya dilakukan penggaritan/pencaplakan sesuai dengan jarak tanam. 4.3.3. Penanaman (Transplating) Bibit tanaman padi (semai) ditanam pada umur 7 15 hari (15 hari maksimal), sebaiknya ditanam 12 hari dengan jumlah satu semai/lubang tanam dengan sistem kembar atau twin seed (IPAT-TS). Pada setiap titik penanaman 2 semai ditanam berjejer (jarak 5 7 cm). Akar semai dibenamkan pada tanah hingga kedalam 1 1,5 cm dengan posisi perakaran horizontal seperti huruf L, kondisi air saat tanam macak-macak. Penanaman
Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) 9

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

dilakukan secepat mungkin. Pola tanam dapat dilakukan dengan sitem tegel atau sistem legowo (IPAT-LG). Semakin lebar jarak tanam semakin meningkatkan jumlah anakan produktif, karena persaingan oxygen, energi matahari dan nutrisi semakin berkurang. Jika menggunakan sistem Tabela, tempat benih dalam lubang tanam (larikan dengan kedalaman sekitar 1 cm) dengan menggunakan alat sederhana dan kemudian ditutup dengan tanah. 4.4. Pemupukan Susulan Pemupukan pada IPAT-BO merupakan pemupukan secara terpadu: Pupuk anorganik : O Jika pada 18 21 HST pertumbuhan kurang memuaskan berdasrkan BWD (bagan warna daun) tanaman dipupuk dengan 50 kg urea/ha. O Pupuk susulan II pada 35 42 HST adalah 50 - 150 kg urea + 50 - 100 kg KCl. Pemupukan dilakukan setelah penyiangan gulma. Biostimulan (Growth Booster) yang digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan perkembangan adalah Amazing Bio-Growth (ABG D & B) o Biostimulan pertumbuhan (perakaran, anakan dan generatif) tanaman padi o Merangsang inisiasi pembungaan dan memacu pengisian bulir serta mengurangi kerontokan gabah o Memasok nutrisi dengan cepat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman o Meningkatkan kualitas dan kesehatan tanaman sehingga dapat menekan penggunaan pestisida ABG D dengan konsentrasi 2 3 cc/L diberikan pada 15, 25 dan 35 hari setelah tanam (HST) dan ABG B dengan konsentrasi 2 3 cc/l diberikan pada 45, 55 dan 65 HST

4.5. Pengendalian Gulma Penyiangan gulma sekitar 2 - 3 kali secara manual atau dengan menggunakan alat sederhana (caplak) atau rotary weeder. Untuk memperlambat pertumbuhan gulma pada awal pertumbuhan dapat dilakukan dengan memberikan herbisida pratumbuh sebelum tanam (dosis dan teknik aplikasi disesuaikan dengan jenis herbisida yang digunakan). Khsusus untuk pertanian padi organik penyiangan hanya dilakukan secara manual atau mekanis. Untuk mempermudah penyiangan, lakukan terlebih dahulu penggenangan sawah dengan air irigasi hingga 1- 2 cm. Penyiangan sangat penting karena pada awal penanaman pertumbuhan gulma relatif cepat, biasanya peniyangan dilakukan 10 HST, 20 HST dan 35 HST bila tidak menggunakan herbisida pratumbuh. 4.6.Pengelolaan Tata Air (Irigasi) Pengaturan air dilakukan selain untuk memenuhi kebutuhan tanaman, untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan perakaran padi serta meningkatkan populasi dan keanekaragaman hayai (kekuatan biologis tanah). Sistem pemberian airnya adalah sebagai berikut. 1. Pada fase vegetatif awal pertahankan tanah dalam kondisi lembab hingga macak-macak. Pada umur 1-8 HST, keadaan tanah lembab supaya tata udara tanah baik, kemudian menjelang penyiangan pertama (hari ke 9 10 setelah tanam) digenang 1-2 cm untuk mempermudah penyiangan. 2. Pada umur 19 -20 HST tanaman lahan digenangi, ini untuk memudahkan penyiangan ke II. Pengaturan pemberian air dilakukan untuk mempertahankan tanah tetap lembab. Untuk merangsang pertumbuhan akar biarkan tanah sampai retak (tapi tanaman tetap segar).

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

10

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

3. Selanjutnya, kondisi aerob dipertahankan hingga padi masak susu dengan mengatur atau mengendalikan sistem pemberian air (sekitar 20 25 hari menjelang panen). Dari fase pemasakan hingga panen, sistem pemberian air dihentikan dan biarkan lahan kering. V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. IPAT-BO adalah sistem peningkatan produksi yang hemat bibit, air dan pupuk anorganik dengan menitikberatkan pada managemen kekuatan biologis tanah, tanaman, tata air/udara dan pemupukan secara terpadu (by design) 2. IPAT-BO merupakan teknologi andalan dan solusi cepat untuk membangun kedaulatan pangan (kemandirian & ketahanan pangan) dan menjadi eksportir beras karena IPAT mampu memberikan kenaikan hasil setidak-tidaknya sekitar 50% dibandingkan dengan pertanian padi sawah konvensional (anaerob) 3. Percepatan penerapan IPAT dapat dilakukan melalui penyebaran DEMPLOT dan Pelatihan di berbagai Kabupaten 4. Perlu dibentuk kelompok Kerja Nasional maupun Daerah (POKJA) dari berbagai Instansi terkait dan stakeholder (Swasta dan Petani) atau memanfaatkan kelembagaan yang telah ada. 5. Perlu disusun Master Plan (blue print) tahapan dan target waktu (3 - 5 tahun) untuk mencapai kemandirinan pangan dan menjadi eksportir beras VI. DAFTAR BACAAN
Abbott, L.K, Murphy, D.V. 2003. Soil biological fertility: A key to sustainable land use in agriculture. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. Abbott. L and D. Murphy. 2004. Overview of soil biology tests. Soil Biology in Agriculture. Proceedings of a workshop on current research into soil biology in agricultureTamworth Sustainable Farming Training Centre 11-12 August 2004 (Ed. R. L. Kelly). NSW Department of Primary Industries Anthofer, J. 2004. The Potential of the System of Rice Intensification (SRI) for Poverty Reduction in Cambodia. German Development Co-operation (GTZ), consultant, private address: Danzigerstr. 10, 78549 Spaichingen,Germany; e-mail: juergen.anthofer@t-online.de Barrett, C. B., Moser, C. M., Barison, J., and McHugh, O. V. 2004 Better technology, better plots or better farmers? Identifying changes in productivity and risk among Malagasy rice farmers. American Journal of Agricultural Economics 86: 869-888. Gasparillo, R. (2002). SRI experience in the Philippines. In: Uphoff, N., Fernandes, E.C.M., Gasparillo, R. 2003. Growth and yield response of traditional upland rice on different distances of planting, using Azucaena variety. Report for Broader Initiatives for Negros Development (BIND), Bacolod City, Philippines. Gupta, V.V.S.R and D.K. Rog. 2004. Understanding soil biota and biological functions:Management of soil biota for improved benefits to cropproduction and environmental health. 2004. Soil Biology in Agriculture. Proceedings of a workshop on current research into soil biology in agricultureTamworth Sustainable Farming Training Centre 11-12 August 2004 (Ed. R. L. Kelly). NSW Department of Primary Industries Herwanto, T. 2006. Efisiensi air irigasi metode system of rice intensification (SRI). Makalah Pelatihan Efisiensi Air Irigasi Melalui Metoda SRI (System of Rice Intensification) Tanggal 21 23 Agustus 2006 di Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Unpad Ho, M. W. 2004. Fantastic Rice Yields: Fact or Fallacy? Institute of Science in Society (ISIS) press release 02/07/04. <http://www.i-sis.org.uk> IFOAM. 2000. The international federation of organic agricultural movements. Basel, Switzerland. http://www.ifoam.org/whoisifoam/generel.htlm (Diakses aApril 2001) Ingham ER. (2001). The food web and soil health. Soil Biology Primer [online]. www.statlab.iastate.edu/survey/SQI/soil_biology_primer.htm Ladha J.K and P.M. Reddy. 2000. Steps toward nitrogen fixation in rice. In Nitrogen fixation in Rice (2000). International Rice Research Institute, Los Banos, Philiphines

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

11

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

Namara, R. E., Weligamage, P., and Barker, R. 2004. Prospects for Adopting System of Rice Intensification in Sri Lanka: A Socioeconomic Assessment. Research Report No. 75. Richardson, A.E. 2002. Making microorganisms mobilize soil phosphorus. Csiro plant industry. Canbera. Australia. Webcd.usal.es/web/psm/abstracts/ richardson2.htm - 48k [diakses : 2 februari 2006] Sharma, R.A., Totawat, K.L. , Maloo S.R and L.L. Somani. 2004. Biofertilizer technology. Udaipur, Agrotech Publishing Academy. ISBN 81-85680-90-6. Simarmata, T. 2008. Teknologi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) Untuk Melipatgandakan Produksi Padi, Mempercepat Kemandirian Dan Ketahanan Pangan Di Indonesia. Makalah pada Pengukuhan Guru Besar Pada Tanggal 2 Mei 2008. Simarmata, T. 2007. Berswasembada dan menjadi eksportir beras: Teknologi melipatgandakan produksi padi dengan Sistem Intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT-BO) (Teknologi Hemat Air, Bibit dan pupuk anorganik). Makalah pada Seminar Peningkatan Produksi Padi Tanggal 21 Mei 2007. Kerjasama Fakultas Pertanian Unpad dengan Kementerian Riset dan Teknologi RI di Bandung Simarmata, T. 2007. Intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT) melipatgandakan produksi padi. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Peningkatan Produksi padi Tanggal 17 Juli 2007 di SPLPP Fak. Pertanian Unpad dan Hari Krida Pertanian Kabupaten Bandung Tanggal 2 Agustus 2007 di BPP Solokan Jeruk, Bandung, dan Safari IPAT di Jatim, Jateng dan Jabar Tanggal 4 11 Agustus 2007. Simarmata, T dan Benny Joy. 2006. Revitalisasi kesehatan ekosistem lahan pertanian dengan memanfaatkan pupuk organik dan bio (biofertilizers) untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas tanah secara berkelanjutan. Makalah Seminar Tanggal 17 18 Februari 2006 Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur Simarmata, T. 2006. Kekuatan biologis Tanah (Soil Biological Power) sebagai kunci keberhasilan budidaya padi berpola SRI (System of rice intensification). Makalah Pelatihan Efisiensi Air Irigasi Melalui Metoda SRI (System of Rice Intensification) Tanggal 21 23 Agustus 2006 di Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Unpad Simarmata, T. 2006. Teknologi Peningkatan Produksi Padi (TPPP ABG) Berbasis Organik. PT. Gateway Internusa Jakarta. Simarmata, T., Ririn K Setiawati dan Jajang Sauman. 2005. Aplikasi Ekstrak Organik untuk Meningkatkan Efisiensi Pupuk Kandang Ayam pada Inceptisols dengan Indikator Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) . Jur. Agrikultura. Vol 16, 2: 137-142. (Terakreditasi) Simarmata. T. 2005. Revitalisasi kesehatan ekosistem lahan kritis dengan memanfaatkan pupuk biologis mikoriza dalam percepatan pengembangan pertanian ekologis di indonesia. Seminar Nasional dan Workshop Pemanfaatan Cendawan Mikroriza Tanggal 9 Mei 2005 di Unversitasi Jambi. Soil Ecology and Management. 2004. Soil Biology. http://www.safs.msu.edu/soilecology/soilbiology.htm. Diakses Agustus 2005 Subra Rao, NS. 1982. Biofertilizers in agriculture. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi. Bombay. Calcuta Sullivan, P. 2004. Sustainable Soil Management. National Sustainable Agriculture Information Service. Tersedia pada www.attra.ncat.org (Diakses Agustus 2005) Uphoff N. 2004. The system of rice intensification (SRI):capitalizing on existing yield potentials by changing management practices to increase rice productivity with fewer inputs and mor profitability. Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD) Yang, C., Yang, L., Yang, Y., and Ouyang, Z. 2004. Rice root growth and nutrient uptake as influenced by organic manure in continuously and alternately flooded paddy soils.Agricultural Water Management 70: 67-81 http://www.elsevier.com/locate/agwat Yuan L.P., Peng J., Rafaralahy, S., and Rabenandrasana, J, eds., Assessments of the System of Rice Intensification: Proceedings of an International Conference, Sanya, China, April 1-4,2002, pp. 00-00. Ithaca, NY: Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development. <http://cifad.cornell.edu/sri/proceedings>

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO)

12

PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version http://www.pdffactory.com

You might also like