You are on page 1of 28

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah Sejak dahulu kawasan Asia Tenggara memiliki nilai yang sangat strategis, baik secara geopolitics maupun geoekonomi. Namun sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi di antara sesama negara Asia Tenggara seperti konfrontasi antara Indonesia-Malaysia, klaim territorial antara Malaysia-Filipina mengenai Sabah serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia. Oleh karena itu negara-negara di kawasan Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerja sama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerja sama pembangunan kawasan. Sebelum ASEAN terbentuk, negara-negara di Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerja sama regional, baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan, seperti: Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan Asia and Pacific Council (ASPAC). Namun organisasi-organisasi tersebut dianggap kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan. Untuk mengatasi perseturuan yang sering terjadi di antara negara-negara Asia Tenggara dan membentuk kerja sama regional yang lebih kokoh, maka lima Menteri Luar Negeri yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok yang menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerja sama regional di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut ditandatanganilah Deklarasi ASEAN 1. Dengan ditandatanganinya ASEAN Declaration atau lebih dikenal dengan sebutan Bangkok Declaration maka resmilah ASEAN terbentuk. Dimulai dari lima negara pendiri, yang kemudian dikenal dengan sebutan the founding fathers, kini ASEAN memiliki 10 anggota. Dan lima negara yang bergabung kemudian, seperti di antaranya Brunei Darussalam bergabung pada tanggal 8 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Myanmar dan Laos pada tanggal 23 Juli 1997 dan yang terakhir bergabung adalah Kamboja pada tanggal 30 April 19992.
1

ASEAN Declaration, Bangkok, 8 Agustus 1967 Ditandatangani oleh Adam Malik dari Indonesia, Narcisci R. Ramos dari Filipina, Tun Abdul Razak dari Malaysia, S Rajaratman dari Singapura dan Thanat Khoman dari Thailand 2 http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, diakses pada tanggal 18 November 2009

Kerja sama regional ini semakin diperkuat dengan semangat stabilitas ekonomi dan social di kawasan Asia Tenggara, antara lain melalui percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan social dan budaya dengan tetap memerhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi landasan untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerja sama regional ASEAN memiliki karakteristik tersendiri antara lain tercermin dari baru dibentuknya Sekretariat ASEAN hampir 10 tahun setelah pendiriannya (1976) dan komitmen kerja sama yang lebih didasarkan pada ASEAN way 3. Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1997. Kesepakatan yang cukup menonjol dan menjadi cikal bakal visi pembentukan AEC pada tahun 2015 adalah disepakatinya Common Effective Preferential Tariff ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi semula tahun 2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Pada tahun 1995, ASEAN mulai memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan kerjasamanya yang ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Selanjutnya pada tahun 1998 disepakati pula kerja sama dalam bidang investasi ASEAN Investment Area (AIA). Dengan berjalannya waktu dan dalam rangka menghadapi berbagai tantangan kerja sama regional-termasuk krisis ekonomi di 1997- para pimpinan negara ASEAN kembali memformulasikan ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada 15 Desember 1997 yang menjadi tujuan jangka panjang ASEAN, yaitu: as a concert of Southeast Asia nations, outward looking, living in peace, stability and prosperity, bonded together in partnership in dynamic development and in a community of caring socities.4 Rencana jangka panjang pembentukan komunitas ASEAN ini terdiri dari tiga pilar, yaitu ASEAN Economic Community (AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN-MEA), ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC). Ketiga pilar tersebut saling berkaitan satu sama lain dan saling memperkuat tujuan pencapaian perdamaian yang berkelanjutan, stabilitas serta pemerataan kesejahteraan di kawasan.

ASEAN way adalah cara ASEAN mengatasi berbagai masalah, baik internal maupun eksternal organisasi melalui consultation and consensus 4 Arifin, Sjamsul (Ed.). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. h. 1

Pada tahun 2004, ASEAN mulai bekerjasama dengan negara di luar ASEAN dalam bidang ekonomi, yang pertama dengan China (ASEAN-China FTA) dalam sector barang (Goods). Pada tahun 2005, semangat integrasi ekonomi ASEAN semakin ditingkatkan dengan menambah sector prioritas (Priority Integration Sector (PIS)) yaitu untuk secara agresif diliberalisasikan pada tahun 2010 dan jasa logistic pada tahun 2013. Satu tahun kemudian yaitu tahun 2006, disepakati ASEAN-Korea FTA (Goods). Pada bulan Januari 2007, Kepala Negara-Kepala Negara sepakat mempercepat pencapaian AEC dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Pada tahun yang sama ditandatangani ASEAN Charter and AEC Blueprint, ASEAN-China FTA (Services) dan ASEAN-Korea FTA (Services). Selanjutnya pada tahun 2008, AEC Blueprint mulai diimplementasikan dan ASEAN Charter mulai berlaku 16 Desember 2008. Pada waktu yang sama, ASEAN-Japan CEP mulai berlaku. Pada 2009 ditandatangani ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA), ASEAN-Australia-New Zealand FTA, ASEAN-India FTA (Goods), ASEAN-Korea FTA (Investment), ASEAN-China FTA (Investment), dan AEC Scorecard. Sebagai pembuka, pada Bab II penulis akan membahas teori-teori yang mendasari kerja sama perdagangan internasional. Dan pada Bab III membahas lebih rinci tentang konsep AEC, termasuk tujuan, pilar, sistem pelaporan jadwal strategis. Pemahaman ini menjadi penting untuk melihat keterkaitan antar pilar, inisiatif maupun komitmen yang telah dilakukan (termasuk oleh Indonesia). Sebagai pembahasan akhir dan untuk memfokuskan perhatian, maka pada Bab IV membahas peluang dan tantangan pembentukan AEC bagi Indonesia. ASEAN secara bersama-sama menawarkan peluang pasar yang besar bagi Indonesia mengingat pada 2006 penduduknya mencapai 567,4 juta orang dengan nominal Produk Domestik Bruto senilai USD1.064,4 miliar. Kondisi tersebut perlu dimanfaatkan baik sebagai kesempatan memperluas lapangan pekerjaan, pasar produksi, peluang mendapatkan peningkatan investasi dan aliran modal, maupun peningkatan disiplin dan peningkatan kapasitas. Tetapi di lain pihak, pencapaian MEA juga menghadapi tantangan yang tidak mudah terutama bila Indonesia ingiin berperan aktif di tingkat regional. Tantangan tersebut antara lain kesamaan sector unggulan di kawasan, kemajuan Negara lain dalam daya saing sector prioritas, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan penyesuaian agenda nasional dengan AEC. Menjaga stabilitas makroekonomi dan sector keuangan tetap harus dilakukan dan menjadi prioritas dalam proses pencapaian MEA, hal ini harus dilakukan bersamaan dengan upaya
3

diseminasi AEC sehingga dapat menarik peran serta sector swasta dalam mewujudkan AEC 20155.

B. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Melihat Bagaimana Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 2. Mengetahui Peluang dan Tantangan Pembentukan AEC 2015 Bagi Indonesia dan Strategi Umum Menuju AEC 2015 .

Arifin, Sjamsul (Ed.). MEA 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. h.7

Bab II Teori Kerja Sama Perdagangan Internasional


A. Prinsip-Prinsip Dasar Perdagangan Internasional Ada beberapa alasan mengapa negara-negara terlibat dalam perdagangan internasional. David Ricardo mengembangkan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) untuk menjelaskan perdagangan internasional atas dasar perbedaan kemampuan teknologi antar Negara. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin berpandangan bahwa perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan kekayaan factor produksi produksi yang dimiliki negaranegara. Perdagangan internasional juga bisa terjadi karena perbedaan preferensi negaranegara terhadap barang dan jasa tertentu. Apabila China memiliki prefernsi (permintaan) yang lebih besar terhadap kopi daripada Indonesia, Indonesia bisa mengekspor kopi tersebut ke China. Keuntungan skala ekonomi (increasing return to scale) dalam produksi juga dapat melahirkan perdagangan antar negara.

1. Teori Keunggulan Komparatif David Ricardo Ricardo mengembangkan konsep keunggulan komparatif dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political Economy and Taxation yang diterbitkan pada tahun 1817. Ricardo dalam penjelasannya menggunakan Portugal dan Inggris sebagai contoh. Meski tenaga kerja Portugal lebih produktif baik dalam produksi anggurmaupun pakaian, Ricardo menunjukkan bahwa bila Inggris melakukan spesialisasi dalam produksi dan ekspor pakaian sementara Portugal anggur, kedua negara mampu memperoleh tingkat konsumsi yang lebih tinggi daripada konsisi sebelumnya. Spesialisasi produksi suatu negara dalam komoditi tertentu dilandasi oleh keunggulan komparatif yang dimiliki negara tersebut. Keunggulan komparatif tersebut berasal dari perbedaan kemampuan teknologi anntar negara. Berbeda dengan pandangan teori lain yang umumnya menyatakan bahwa perdagangan internasional tidak selalu mendatangkan keuntungan, Ricardo sebaliknya yakin bahwa semua Negara akan memetik keuntungan dari perdagangan internasional.

2. Teori Heckscher-Ohlin Teori ini merupakan pengembangan teori Ricardo. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, mahasiswa bimbingannya di Stockholm School of Economics, menambahkan sejumlah karakteristik produksi yang tidak ditemukan pda teori Ricardo. Faktor produksi diperkaya dengan menambahkan factor modal (K). Pemilik factor modal menikmati hasil sewa (r) atas penggunaan modal mereka seperti halnya upah w untuk tenaga kerja. Teori H-O dalam kaitan ini dikenal sebagai model 2x2x2 karena teori ini dalam elaborasinya mengasumsikan dua negara (dalam negeri dan luar negeri), dua jenis barang y1 dan y2, serta dua factor produksi L dan K6. Heckscher dan Ohlin menyatakan bahwa keunggulan komparatif yang dipunyai suatu Negara terhadap Negara lain berasal dari perbedaan kekayaan faktor-faktor produksi, entah itu tenaga kerja ataupun modal. Dalam pandangan H-O, harga barang sangat ditentukan oleh harga input (factor produksi) yang digunakan. Barang yang dalam tahap produksinya lebih memerlukan factor produksi yang relatif melimpah di suatu Negara dapat diproduksi dengan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan barang yang dalam tahap produksinya lebih memerlukan factor produksi yang sulit didapatkan.

Teori juga dapat dikembangkan kea rah penggunanaan jumlah barang lebih dari dua. Hal ini misalnya dilakukan oleh Bhagwati dalam Bhagwati, Jagdis N. (1972). The Heckscher-Ohlin Theorem in the Multi-commodity Case. Journal of Political Economy 80:1052-1055

Bab III Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015


A. Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN7 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), Bali, Oktober 2003. AEC adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN Vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). AEC adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020: to create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic region in which there is a free flow of goods, services, investment, skilled labor and a free flow of capital, equitable economic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020. Pembentukan AEC dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Upaya pencapaian masing-masing kerangka tersebut dilakukan melalui berbagai elemen dan strategi yang tercakup di dalamnya. Pencapaian AEC melalui penciptaan pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, ditujukan sebagai upaya perluasan melalui integrasi regional untuk mencapai skala ekonomis yang optimal (Gambar A.1). Langkah-langkah integrasi tersebut (proses liberalisasi dan penguatan internal ASEAN) menjadi strategi mencapai daya saing yang tangguh dan di sisi lain akan berkontribusi positif bagi masyarakat ASEAN secara keseluruhan maupun individual negara anggota. Pembentukan AEC juga menjadikan posisi ASEAN semakin kuat dalam menghadapi negosiasi internasional, baik dalam merespons meningkatnya kecendrungan kerja sama regional, maupun dalamm posisi tawar ASEAN dengan mitra dialog, seperti China, Korea, Jepang, Australia-Selandia Baru dan India.
7

Djaafara, Rizal A. dan Aida S Budiman dalam tulisannya pada MEA 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. h.9 Rizal A Djaafara ialah Pemimpin Bank Indonesia Makassar dan Aida S Budiman adalah Analis Ekonomi Madya Senior di Direktorat Internasional

Gambar A.1 Peta Menuju Kawasan ASEAN yang Berdaya Saing

Kompetisi Global Mencapai Skala Ekonomis ASEAN Pasar Tunggal dan Basis Produksi Proses Liberalisasi Membuka Pasar Domestik Negara Anggota (Produk dan Faktor Produksi)
Memperkuat Integrasi
Memperkuat Integrasi

Peluang
Persaingan Bebas Antarnegara Anggota Dengan Kawasan Lain

Daya Saing

Mekanisme Pasar

Tantangan

Melalui proses integrasi ekonomi maka ASEAN secara bertahap menjadi kawasan yang membebaskan perdagangan barang dan jasa serta aliran faktor produksi (modal dan tenaga kerja), sekaligus harmonisasi peraturan-peraturan terkait lainnya. Strategi pencapaian AEC mengacu pada Vientiane Action Programme (VAP) 2004-2010 yang merupakan strategi dan program kerja mewujudkan ASEAN vision. Berdasarkan VAP, High Level Task Force-HLTF memberikan evaluasi dan rekomendasi untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi (lihat boks A.1) Secara umum, HLTF merekomendasikan pendekatan integrasi ekonomi melalui prosedur dan kebijakan baru untuk memperkuat implementasi beberapa inisiatif ekkonomi yang suudah ada, termasuk ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan ASEAN Investment Area (AIA); mempercepat integrasi regional di sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan tenaga kerja ahli dan bisnis; memperkuat institusi ASEAN, termasuk perbaikan lembaga ASEAN Dispute Settlement Mechanism dalam menjamin kecepatan dan kekuatan hukum apabila terjadi sengketa. Di luar itu, juga diupayakan agar integrasi ekonomi yang berlangsung memberikan manfaat bagi seluruh anggota ASEAN khususnya Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (CLMV). Dengan strategi tersebut diharapkan Negara ASEAN secara bersama-sama dapat mencapai AEC pada 2015. Pencapaian AEC memerlukan immplementasi langkah-langkah liberalisasi dan kerja sama, termmasuk peningkatan kerja sama dan integrasi di area-area baru antara lain:
8

pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas (capacity-building); konsultasi yang lebih erat di kebijakan makroekonomi dan keuangan; kebijakan pembiayaan perdagangan; peningkatan infrastruktur dan hubungan komunikasi; pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN; integrasi industry untuk meningkatkan sumber daya regional; serta peningkatan keterlibatan sector swasta. B. Percepatan Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Cebu Declaration pada 13 Januari 2007 (12th ASEAN Summit) memutuskan untuk mempercepat pembentukan AEC menjadi 2015 guna memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global, terutama dari China dan India. Beberapa pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah: (i) potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar 10-20 persen untuk barang konsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi 8; (ii) meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi standar dan praktik internasional, intelectual property rights, dan adanya persaingan. Dengan integrasi ekonomi diharapkan infrastruktur kawasan dapat lebih berkembang bersamaan dengan integrasi transportasi, telekomunikasi dan energy. Integrasi ekonomi juga memberikan manfaat bagi sector swasta yang terlibat selama proses berlangsung. Dari evaluasi yang dilakukan terhadap 12 sektor prioritas integrasi, Sembilan di antaranya menyumbang lebih dari 50 persen perdagngan barang di ASEAN. Dengan demikian langkah percepatan integrasi ASEAN menjadi penting untuk memanfaatkan semua potensi yang ada. Pada saat ini juga dilakukan upaya perjanjian kkerja sama perdagangan antara ASEAN dan negara mitra dagang, yaitu China, India, Jepang, Korea, Australia dan Selandia baru. Semua perjanjian bilateral ASEAN tersebut pada saat realisasinya nanti diharapkan meningkatkan skala ekonomi ASEAN dan mendukung daya saing ASEAN di pasar global. Pada akhirnya integrasi ekonomi menjadi langkah penting bagi pencapaian masyarakat ASEAN yang kuat dan berperan di masyarakat dunia. Ekonomi kawasan pada 2006 yang bernilai lebih dari USD1,1 triliun dengan populasi lebih dari 550 juta penduduk akan menjadi tujuan yang semakin menarik bagi perdagangan dan investasi internasional. Guna memperkuat langkah percepatan integrasi ekonomi tersebut, ASEAN melakukan transformasi cara kerja sama ekonomi dengan meletakkan sebuah kerangka hukum yang menjadi basis komitmen negara ASEAN melalui penandatanganan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007. Bersamaan dengan penandatanganan Piagam ASEAN, cetak biru yang merupakan arah panduan AEC dan jadwal strategis tentang
8

Mc Kinsey & Company. 2003. ASEAN Competitiveness Study. ASEAN Secretariat

waktu dan tahapan pencapaian dari masing-masing pilar juga disepakati. Selanjutnya komitmen tersebut menjadi arah pencapaian AEC ke depan baik bagi ASEAN secara kawasan maupun oleh individu Negara anggota. Masing-masing Negara berkewajiban menjaga komitmen tersebut sehingga kredibilitas ASEAN semakin baik di masa depan. Secara teknis, monitoring pencapaian AEC dilakukan melalui ASEAN Baselinne Report. Beberapa kelengkapan tersebut menjadikan komitmen ASEAN dalam pencapaian MEA tidak lagi bersifat persaudaraan tetapi mempunyai kekuatan hukum. C. Piagam ASEAN (ASEAN Charter) Setelah 40 tahun berdirinya ASEAN, bentuk kerja sama regional semakin diperkuat dan bertransformasi dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-13, 20 November 2007. Penandatanganan Piagam ASEAN menjadi prasasti hasil evolusi dari kerja sama yang bersifat persaudaraan menjadi organisasi yang berdasarkan suatu kerangka yang lebih kohesif berlandaskan rule based framework. Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan struktur organisasi, pengambilan keputusan dan mekanisme dispute settlement serta peningkatan peran dan mandate Sekretariat ASEAN, diharapkan dapat lebih menjamin implementasi kesepakkatan-kesepakatan ASEAN yang telah dicapai. Untuk mewujudkan harapan dann keinginan bersama ASEAN, yakni hidup damai, aman, stabil, makmur dan sejahtera, Piagam ASEAN merumuskan secara detail tujuan dan prinsip ASEAN. Tujuan yang ingin dicapai sejalan dengan tujuan AEC, yaitu (i) menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi; dan (ii) mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan di antara Negara anggota melalui bantuan dan kerja samma yang saling menguntungkan. 9 Dalam hal prinsip kerja sama, ASEAN tetap memegang teguh prinsip yang telah dianut selama ini, yang intinya menghormati kedaulatan Negara lain, tidak melakukan intervensi kebijakan dalam negeri Negara lain, serta melakukan konsultasi secara insentif atas berbagai permasalahan regional. Transformasi mendasar yang dilakukan oleh Piagam ASEAN telah memberikan legal personality kepada ASEAN. Kini ASEAN sebagai organisasi kerja sama antar pemerintah memiliki identitas tersendiri terpisah dari identitas Negara-negara ASEAN. Sebagai legal personality, ASEAN beraktivitas dan membuat perjanjian atas namanya dan dapat pula menuntut dan dituntut secara hukum. Sejalan dengan transformasi ini dilakukan pula
9

ASEAN Charter:Chapter I, Article 1 To create a single market and production base which is stable, prosperous, highly competitive and economically integrated with effective facilitation for trade and investment in which there is free flow of goods, service and investment; facilitated movement of business persons, professionals, talents and labor; and free of capital, and to alleviate poverty and nnarrow the development gap within ASEAN trough mutual assistance and cooperation. (paragraph 5 & 6)

10

penyempurnaan kelembagaan, sehingga ASEAN diharapkan dapat merespons lebih baik berbagai permasalahan regional dan global yang semakin kompleks di masa yang akan datang. Badan pengambil keputusan tertinggi di ASEAN adalah ASEAN Summit Meeting (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT), yakni forum yang terdiri dari Kepala

Negara/Pemerintahan Negara anggota. KTT ASEAN diselenggarakan satu tahun sekali di Negara yang menjadi Ketua ASEAN. Masa jabatan Ketua ASEAN berlaku satu tahun dan dirotasi berdasarkan ururtan alphabet. KTT ASEAN dibantu oleh ASEAN Coordinating Council yang terdiri dari menteri luar negeri ASEAN, yang melakukan pertemuan paling sedikit 2 tahun sekali. Badan ini akan mengoordinasikan kebijakan, efisiensi dan kerja sama dalam mencapai Masyarakat ASEAN dengan ASEAN Community Councils yang terdiri dari (i) ASEAN Political-Security Community Council, (ii) ASEAN Economic Community Council dan (iii) ASEAN SocioCultural Community Council. Perkembangan ASEAN dilaporkan kepada KTT ASEAN. ASEAN Sector Ministerial Bodies merupakan badan di bawah koordinasi ASEAN Community Councils sesuai dengan masing-masing pilar dalam Masyarakat ASEAN. Badan ini akan melakukan kerja sama di masing-masing sektor dan mengimplementasikan keputusan-keputusan KTT ASEAN. Dalam rangka mengefektifkan dan memfasilitasi proses integrasi dan implementasi keputusan, ASEAN Charter memperkuat kelembagaan ASEAN dengan meningkatkan peran dan mandat Sekretariat ASEAN. Sekretariat ASEAN akan dipimpin oleh SekJen yang dipilih dalam KTT ASEAN untuk jangka waktu lima tahun dan kemudian dirotasi di antara Negara anggota ASEAN secara urutan alphabet. Sekretariat Jenderal ASEAN akan berpartisipasi dalam semua pertemuan ASEAN mulai dari KTT sampai dengan Sector Ministerial Bodies. Sekretariat Jenderal juga dapat berpartisipasi dalam pertemuan ASEAN dengan pihak eksternal. Selain tugas-tugas tersebut, Sekretariat Jenderal ASEAN juga bertindak selaku Chief Administrative Officer of ASEAN. Mengingat Sekretariat ASEAN bukan lagi representasi kepentingan masing-masing Negara anggota, melainkkan representasi kepentingan bersama di kawasan, maka ASEAN Charter menetapkan pembentukan dua badan yang dapat mewakili kepentingan masingmasing Negara anggota yaitu: (i) Committee of Permanent Representatives to ASEAN dan (ii) ASEAN National Secretariats.
11

dan rekomendasi pencapaian Masyarakat

Setiap Negara anggota akan menunjuk Committee of Permanent Representatives to ASEAN yang kedudukannya setingkat Duta Besar. Committee of Permanent Representative antara lain bertugas mendukung tugas ASEAN Community Councils dan ASEAN Sector Ministerial Bodies serta melakukan koordiinasi dengan ASEAN National Secretariat. Badan terakhir ini berfungsi melakukan koordinasi tingkat nasional di masing-masing Negara dan menjadi national focal point. Komitmen dan mekanisme baru kelembagaan ASEAN telah memberikan keyakinan yang lebih besar bagi keberhasilan pencapaian tujuan ASEAN. Namun di sisi lain komitmen tersebut menuntut setiap anggota, termasuk Indonesia untuk segera mempersiapkann diri, dari sisi kebijakan, kelembagaan maupun sumber daya manusia untuk berperan aktif dalam member arah dan warna kerja sama ASEAN di masa depan. D. Cetak Biru dan Jadwal Strategis AEC 2015 Bersamaan dengan ditandatanganinya ASEAN Charter, para pemimpin ASEAN juga menandatangani cetak biru AEC 2015 yang merupakan grand design AEC yang berisi jadwal strategis, yakni tahapan pencapaian dari masing-masing pilar AEC. Target waktu pencapaian AEC terbagi dalam empat fase, yaitu 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013, dan 2014-2015. Cetak biru ini menjadi arah bagi kawasan maupun Negara anggota untuk mencapai AEC 2015. Masing-masing Negara berkewajiban untuk melaksanakan komitmen dalam cetak biru untuk membentuk kredibilitas ASEAN. Mengingat pentingnya perdagangan eksternal bagi ASEAN dan strategi pembangunan ekonomi di Negara ASEAN yang outward looking, cetak biru AEC memuat empat kerangka kerja atau pilar AEC, yaitu: ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan dan e-commerce. ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk Negara-negara CLMV yang termuat dalam Initiative for ASEAN Integration. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan koheren dengan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
12

Keempat pilar AEC saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional harus memiliki daya saing ekonomi yang tinggi, baik sebagai kawasan dalam kerangka persaingan dengan kawasan/Negara lain, maupun antarindividu anggota. Untuk itu, kesenjangan pembangunan ekonomi antara Negara anggota harus diperkecil sehingga playing field antar Negara anggota menjadi setara. Hal ini perlu dilakukan mengingat globalisasi dapat memperbesar kesenjangan pembangunan yang secara potensial dapat menciptakan kerenggangan dan memperlemah solidaritas ASEAN. Manfaat integrasi yang dirasakan oleh seluruh anggota akan menjamin integrasi ekonomi yang berkelanjutan. Sebagai basis produksi internasional, maka pasar ASEAN yang terintegrasi secara penuh dengan pasar global menuntut pula koordinasi kebijakan eksternal antar Negara anggota ASEAN. Keterkaitan keempat pilar AEC tersebut membutuhkan koordinasi, konsistensi dan kesatuan arah elemen-elemen dari setiap pilar, dimulai dari perencanaan sampai dengan tahap implementasi. Untuk menjamin hal tersebut maka keempat pilar perlu didukung oleh riset, capacity building dan efektivitas kelembagaan ASEAN, serta komitmen kuat tiap Negara. Secara teknis pencapaian AEC 2015 menggunakan mekanisme dan inisiatif yang telah dibentuk oleh ASEAN selama ini yang diperkuat dengan penguatan institusi dalam kerja sama ASEAN. Masing-masing institusi dan inisiatif yang terlibat di lima elemen pasar tunggal dan kesatuan basis produksi terlihat pada gambar D.1. Sebagai contoh, untuk elemen bebas aliran bebas barang, inisiatif penurunan tariff dan non-tarif serta fasilitasi perdagangan menuju aliran bebas barang AEC 2015 didasarkan pada perkembangan dan penyempurnaan mekanisme yang ada mulai dari Preferential Tarif Arrangement (PTA), ASEAN Free Trade Area dan dilanjutkan oleh konsep cetak biru AEC. Hal yang sama juga terjadi untuk elemenelemen lainnya di dalam pilar ini. Cetak biru AEC juga memuat pedoman umum implementasi AEC yang dituangkan dalam jadwal strategis. Implementasi AEC didasarkan pada prinsip open, outward-looking, inclusive and market-driven dengan memerhatikan perbedaan tingkat pembangunan dan kesiapan anggota ASEAN melalui penerapan formulasi ASEAN minus Negara X. Untuk menjamin pelaksanaan atas komitmen yang telah disepakati, terdapat prinsip tidak diperbolehkannya penarikan komitmen (no back-loading of commitments) dan terdapat fleksibilitas atas beberapa hal yang harus diajukan di awal perundingan serta disetujui bersama (pre-agreed flexibility).

13

Gambar D.1 Mekanisme Pencapaian AEC 2015

- Preferential Tariff Arrangement (PTA) - ASEAN Free Trade Area (AFTA) - Masyarakat Ekonomi ASEAN

Tarif Non-tarif Fasilitasi Perdagangan

Aliran Bebas Barang

ASEAN Framework Agreement Services (AFAS) ASEAN Investment Area (AIA) ASEAN Investment Guarantee Agreements(IGA) ASEAN Comprehensive Investment Agreements(ACIA)
Mutual Recognition Agreement(MRA) Visa dan Employment Pass Core competencies & qualification

Aliran Bebas Jasa

Aliran Bebas Investasi

- 12 sektor prioritas - Pengembangan sector makanan, pertanian dan kehutanan

AEC 2015

Sektor Lainnya

Aliran Bebas TK Terampil

Pengembangan & integrasi Pasar Modal Liberalisasi arus modal

Aliran Lebih Bebas Arus Modal

E. ASEAN Baseline Report Dalam rangka memantau kemajuan implementasi AEC disusun ASEAN Baseline Report (ABR) yang berperan sebagai scorecard dengan indicator kinerja utama yang dilaporkan setiap tahun oleh SekJen ASEAN kepada para menteri dan kepala Negara/pemerintahan semua Negara ASEAN. ABR memuat kondisi dasar yang menjadi acuan evaluasi implementasi tiga pilar Masyarakat ASEAN ( Keamanan, Ekonomi dan Sosial-Budaya), ukuran kemajuan kerja sama regional, dan panduan dalam mempersempit gap pembangunan
14

antar Negara anggota. Tahun dasar yang digunakan adalah kondisi dan situasi ASEAN pada 2003, saat Bali Concord II dideklarasikan. Dengan ABR, antisipasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan pencapaian ASEAN Community dapat dilakukan sedini mungkin. Secara teknis, ABR menyediakan analisis kuantitatif dengan indikator terpilih yang memenuhi kriteria: (a) memiliki relevansi terhadap kebijakan, (b) sederhana, (c) konsisten secara statistik, (d) valid, (e) ketersediaan data, (f) cakupan indikator. Berbagai indikator tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu: indicator proses (process indicators), indikator output (output indicators) dan indikator hasil (outcome indicators), yang kemudian disusun menjadi indeks tingkat Negara dan kawasan. Indeks tingkat Negara digunakan untuk perbandingan antarnegara dalam pencapaian tujuan Masyarakat ASEAN. Sementara, indeks level kawasan digunakan untuk menilai kinerja secara keseluruhan kawasan pada setiap tujuan Masyarakat ASEAN. Dalam pilar ekonomi, ABR menilai tingkat integrasi ekonomi di kawasan dalam perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan jasa pendukung seperti keuangan, informasi, teknologi komunikasi, transportasi serta infrastruktur. Sebagai contoh indicator integrasi perdagangan yang digunakan secara umum adalah: (i) perdagangan intra-ASEAN sebagai persentase dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun dasar 2003, perdagangan intra-ASEAN mencapai 22,1 persen dari total perdagangan ASEAN dibandingkan dengan 67,3 persen di Uni Eropa, 44,6 persen di NAFTA dan 14,9 persen di MERCOSUR. Sementara, pangsa perdagangan intra-ASEAN sebagai persentase PDB rata-rata mencapai sekitar 25 persen. Nilai tersebut di EU, NAFTA dan MERCOSUR masing-masing mencapai 38,5 persen, 10,3 persen dan 4,1 persen. Kredibilitas penyusunan ABR ini sangat bergantung pada ketersediaan data di setiap sektor dan kemampuan setiap Negara dalam penyusunan statistic dan manajemen database. Dengan tingkat pembangunan ekonomi yang berbeda, harmonisasi definisi variabel dan metode statistic menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan.

15

Bab IV Peluang dan Tantangan Pembentukan MEA (AEC) 2015 Bagi Indonesia

A. Peluang dan Tantangan Integrasi Ekonomi bagi ASEAN Teori tentang integrasi ekonomi regional menawarkan manfaat yang menjanjikan bagi suatu kawasan dan perekonomian domestic dari masing-masing negara. BI-DKM (2008) meringkas berbagai dampak positif dari integrasi ekonomi. Pertama adalah dampak alokasi, yang mendorong terjadinya efisiensi alokasi sumber daya lama yang tercapai melalui efek pro-kompetitif (dengan penghapusan hambatan aliran barang dan factor produksi) serta restruksturisasi industri dan efek skala usaha. Kedua, dampak akumulasi baik capital secara fisik maupun human capital. Ketiga, dampak lokasi yang mendorong suatu negara untuk melakukan spesialisasi sesuai dengan keunggulan komparatifnya maupun pembentukan pusat kegiatan ekonomi tertentu di wilayah tertentu (aglomerasi). Studi empiris untuk mengkaji manfaat integrasi ekonomi ASEAN telah banyak dilakukan. Agus Syarip Hidayat dalam jurnalnya yang berjudul ASEAN Economic Community (AEC): Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia menyebutkan bahwa pemberlakuan skema aliran bebas barang dalam kerangka AEC berpotensi meningkatkan volume perdagangan intra ASEAN. Indonesia yang selama ini mempunyai intensitas perdagangan intra ASEAN relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata perdagangan intra ASEAN mempunyai peluang untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pasar ekspor di kawasan ASEAN10. Kajian yang menjadi latar belakang percepatan MEA menjadi 2015 menyimpulkan bahwa integrasi ekonomi ASEAN berpotensi untuk meningkatkan PDB kawasan sebesar 10 persen dan menurunkan biaya produksi sector elektronik 10-20 persen. Peningkatan perdagangan di ASEAN5 juga dipengaruhi signifikan oleh perjanjian AFTA dan PDB per kapita (model gravity, BI-DKM 2008). Lebih lanjut, Jalilian dan Weiss, 2002 dalam BI-DKM 2008 menemukan bahwa 10 persen peningkatan PMA di kawasan menyebabkan peningkatan pendapatan perkapita kaum miskin sebesar 0,17 persen. Namun, tentunya manfaat tersebut terjadi bila serangkaian asumsi yang mendasarinya dapat dicapai. Sebagai contoh, untuk bisa mendapatkan manfaat yang optimal dari pergerakan factor produksikeuntungan dari integrasi ekonomi berbentuk pasar bersama (common market)maka pendekatan dengan model gravity menunjukkan pentingnya suatu
10

Penjelasan lebih lanjut mengenai jurnalnya dapat dilihat pada lampiran

16

negara meningkatkan efisiensi supaya bisa memanfaatkan proses liberalisasi yang dilakukan. Hal yang sama berlaku bagi kerja sama ekonomi ASEAN. Meski tidak mutlak dilakukan secara staging, pendekatan Balassa tentang tahapan integrasi memperlihatkan adanya suatu proses untuk mencapai integrasi ekonomi. Paling tidak kawasan harus mempunyai persyaratan yang diperlukan dalam mencapai tahapan perdagangan bebas, common union, dan akhirnya common market. Dengan kata lain, tidak ada hambatan baik dalam pergerakan komiditi maupun faktor produksi. Lintasan menuju integrasi ekonomi regional telah dipilih oleh ASEAN. Suatu jalan yang harus dilalui tidak hanya karena komitmen yang telah disepakati, tetapi perlu dilakukan dilakukan bila ASEAN ingin meningkatkan peranannya di mata dunia. Secara global fenomena integrasi ekonomi dan keuangan terus berlanjut bahkan dengan intensitas yang semakin tinggi. Kecanggihan teknologi telah membuat dunia menjadi datar, dalam arti suatu jasa dapat berpindah tempat dari waktu ke waktu sesuai dengan permintaan tanpa melihat batasan geografi11. China dan India sebagai pusat kekuatan ekonomi Asia sudah mulai memanfaatkan tren globalisasi tersebut sehingga kekuatannya semakin diperhatikan di mata dunia. Sudah saatnya bagi ASEAN untuk secara bersama-sama meningkatkan perannya di mata dunia dengan tetap memerhatikan manfaatnya bagi perekonomian domestik.

1. Peluang Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 bagi Indonesia ASEAN sebagai suatu kawasan merupakan pasar yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Pada 2006, penduduk ASEAN mencapai sekitar 567,6 juta orang, dengan tingkat pertumbuhan yang terus meningkat, pertumbuhan tahun ini mencapai 2,3 persen dari tahun lalu12. Pada periode yang sama nilai total Produk Domestik Bruto (PDB) di kawasan tercatat sebesar USD1,1 triliun sehingga PDB per kapita mencapai USD1.890. Nilai PDB tersebut dicapai dengan pertumbuhan 5,7 persen dengan prospek pertumbuhan yang menjanjikan. Dari sisi penduduk, 80 persen penduduk ASEAN terdiri dari usia di bawah 44 tahun. Pertumbuhan ekonomi individu negara juga terus meningkat, di 2006 pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh Kamboja (10,8 persen) dan Vietnam (8,2 persen). Stabilitas makroekonomi ASEAN juga cukup terjaga dengan inflasi sekitar 3,5 persen13.

11

Uraian yang menarik tentang ppeningkatan integrasi dunia dapat ditemui a.l pada The World is Flat oleh Thomas L Friedman. 12 Budiman, Aida S (2008). Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. h 286 13 ASEAN Secretariat. Februari 2008. Selected Key ASEAN Macroeconomic Indicators. www.aseansec.org

17

Kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara eksportir. Tidak hanya produk berbasis sumber daya alam, seperti mineral dan minyak bumi serta produk hasil pertanian, berbagai produk elekronik juga menjadi komoditas ekspor utama kawasan ini. Dengan kuatnya kenaikan harga komoditas internasional, sebagian besar negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian juga menyebabkan ASEAN menjadi salah satu tujuan penanaman modal yang menarik bagi dunia. Baiknya kinerja sector eksternal mampu meningkatkan posisi cadangan devisa negara ASEAN jauh dibanding posisi pada saat krisis 1997. Berbagai kondisi di atas, menjadikan ASEAN sebagai peluang pasar maupun basis produksi yang menjanjikan. Indonesia sebagai salah satu negara anggota dapat memanfaatkan daya tarik kawasan sehingga berkontribusi positif bagi perekonomian domestik. Indonesia perlu melihat peluang-peluang yang ada sehingga bisa berperan sebagai pemain dalam AEC 2015, bukan hanya menjadi tempat pemasaran negara ASEAN lainnya. Berbagai peluang yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut: Pertama, dilihat dari sisi jumlah tenaga kerja. Sebagian besar penduduk ASEAN (39,1 persen) berada di Indonesia, dengan jumlah yang potensial tersebut Indonesia mampu menawarkan ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan pasar yang besar sehingga dapat menjadi pusat industri. Di lain pihak, guna melengkapi dan mengisi investasi yang akan dilakukan dalam rangka AEC 2015, Indonesia juga dapat menjadikan ASEAN sebagai kawasan tujuan seseorang mencari pekerjaan. Standardisasi yang dilakukan melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dapat memfasilitasi pergerakan tenaga kerja tersebut. Kedua, dari sisi pasar produksi. Besarnya penduduk kawasan dan prospek perekonomian yang menjanjikan membuat kawasan ASEAN sebagai tujuan ekspor Indonesia. Indonesia secara kumulatif 1973-1983 baru mengekspor 26 persen dari total ekspor intra-ASEAN. Artinya, Indonesia mempunyai produk yang bisa ditawarkan di ASEAN dan mempunyai potensi untuk meningkatkan pangsanya di ASEAN dan mendiversifikasi negara tujuan ekspornya. Indonesia juga merupakan koordinator untuk sektor prioritas yang diintegrasikan di MEA, yaitu produk berbahan dasar kayu dan otomotif. Di lain pihak, produk otomotif Indonesia ada yang telah di ekspor di ASEAN. Keduanya menunjukkan potensi yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Ketiga, dari sisi peningkatan investasi. Berbagai negara ASEAN mengalami penurunan rasio investasi terhadap PDB sejak krisis, antara lain akibat berkembangnya regional hubproduction. Tapi bagi Indonesia, salah satu faktor penyebab penting adalah belum
18

membaiknya iklim investasi dan keterbatasan infrastruktur. Dalam rangka MEA 2015, berbagai kerja sama regional untuk meningkatkan infrastruktur (pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi pembiayaan menjadi agenda. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi perbaikan iklim investasi Indonesia melalui pemanfaatan program kerja sama regional, terutama dalam melancarkan program perbaikan infrastruktur domestik. Selain itu, kepentingan untuk harmonisasi dengan regional menjadi prakondisi untuk menyesuaikan peraturan investasi terkait sesuai standar kawasan. Keempat, dari sisi penarikan aliran modal asing kawasan ASEAN dikenal sebagai tujuan penanaman modal global, termasuk CLMV khususnya Vietnam. MEA membuka peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan aliran modal masuk ke kawasan yang kemudian ditempatkan di asset berdenominasi rupiah. Aliran modal tersebut tidak saja berupa porsi dari portofolio regional tetapi juga dalam bentuk aliran modal langsung (PMA) yang ditanamkan di sektor riil. Dengan keharusan harmonisasi regional, maka peluang Indonesia meningkatkan aliran dana masuk berbentuk PMA semakin terbuka. Terakhir, dari sisi peningkatan kapasitas dan kualitas lembaga, peraturan terkait, maupun sumber daya manusia, berbagai program kerja sama regional yang dilakukan tidak terlepas dari keharusan melakukan harmonisasi, standarisasi, maupun mengikuti MRA yang telah disetujui bersama. Artinya akan terjadi proses perbaikan kapasitas di berbagai institusi, sector, maupun peraturan terkait. Sebagai contoh adalah penerapan ASEAN Single Window di 2008 untuk ASEAN6 yang mengharuskan penerapan sistem National Single Window (NSW) di masing-masing negara. Indonesia telah mulai menerapkan NSW pada November 2007, kondisi yang memungkinkan pemusatan keputusan mengenai custom release dan cargo clearance. Kondisi ini juga berlaku bagi pengelolaan makroekonomi di mana diperlukan indicator ekonomi yang menyamai kinerja negara lainnya, seperti tingkat inflasi, defisit fiskal dan rasio utang luar negeri.

2. Tantangan Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 bagi Indonesia Laju Peningkatan Ekspor dan Impor. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India. Kinerja ekspor selama periode 2004 2008 yang berada di urutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan importir tertinggi ke-3 setelah Singapura

19

dan Malaysia, merupakan tantangan yang sangat serius ke depan karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang defisit terhadap beberapa negara ASEAN tersebut. Ancaman yang diperkirakan lebih serius lagi adalah perdagangan bebas ASEAN dengan China. Hingga tahun 2007, nilai perdagangan Indonesia dengan China masih mengalami surplus akan tetapi pada tahun 2008, Indonesia mengalami defisit USD 3600 juta. Apabila kondisi daya saing Indonesia tidak segera diperbaiki, nilai defisit perdagangan dengan China akan semakin meningkat. Akhir-akhir ini para pelaku usaha khususnya yang bergerak di sektor industri petrokimia hulu, baja, tekstil dan produk tekstil, alas kaki serta elektronik, menyampaikan kekhawatirannya dengan masuknya produk-produk sejenis dari China dengan harga relatif lebih murah dari produksi dalam negeri (Media Indonesia, 26 November 2009). Laju Inflasi. Tantangan lainnya adalah laju inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Stabilitas makro masih menjadi kendala peningkatan daya saing Indonesia dan tingkat kemakmuran Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Populasi Indonesia yang tersebar di ASEAN membawa konsekuensi tersendiri bagi pemerataan pendapatan, 3 (tiga) negara ASEAN yang lebih baik dalam menarik PMA mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari Indonesia. Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Bebas. Arus modal yang lebih bebas untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung pengembangan sektor keuangan dan akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun demikian, proses liberalisasi arus modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui dampak langsungnya pada kemungkinan pembalikan arus modal yang tiba-tiba maupun dampak tidak langsungnya pada peningkatan permintaan domestik yang akhirnya beujung pada tekanan inflasi. Selain itu, aliran modal yang lebih bebas di kawasan dapat mengakibatkan terjadinya konsentrasi aliran modal ke Negara tertentu yang dianggap memberikan potensi keuntungan lebih menarik. Hal ini kemudian dapat menimbulkan risiko tersendiri bagi stabilitas makroekonomi. Kesamaan Produk. Hal lain yang perlu dicermatiadalah kesamaan keunggulan komparatif kawasan ASEAN, khususnya di sector pertanian, perikanan, produk karet, produk berbasis kayu, dan elektronik. Kesamaan jenis produk ekspor unggulan ini merupakan salah satu penyebab pangsa perdagangan intra-ASEAN yang hanya berkisar 20-25 persen dari total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai tambah bagi
20

produk ekspornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dengan produk dari negaranegara ASEAN lainnya. Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi. Tantangan lain yang juga dihadapi oleh Indonesia adalah peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi. Saat ini Indonesia memiliki keunggulan di sector/komoditi seperti produk berbasis kayu, pertanian, minyak sawit, perikanan, produk karet dan elektronik sedangkan untuk tekstil, mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk kimia, karet dan kertas masih dengan tingkat keunggulan yang terbatas. Daya Saing SDM. Kemampuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal memenuhi ketentuan dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun 2008-2009, mode 3 pendirian perusahaan (commercial presence) dan mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja (movement of natural persons) intra ASEAN akan diberlakukan untuk sektor prioritas integrasi. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena memerlukan adanya cetak biru system pendidikan secara menyeluruh dan sertifikasi sebagai profesi terkait. Tingkat Perkembangan Ekonomi. Tingkat perkembangan ekonomi negara-negara anggota ASEAN hingga saat ini nasih beragam. Secara sederhana, penyebutan ASEAN-6 dan ASEAN-4 dimaksudkan selain untuk membedakan tahun bergabungnya dengan ASEAN, juga menunjukkan perbedaan tingkat ekonomi. Apabila diteliti lebih spesifik lagi, tingkat kemajuan berikut ini juga terdapat di antara Negara anggota ASEAN: (i) kelompok negara maju (Singapura), (ii) kelompok negara dinamis (Thailand dan Malaysia), (iii) kelompok negara pendapatan menengah (Indonesia, Filipina, dan Brunei) dan (iv) kelompok negara belum maju (CLMV). Tingkat kesenjangan yang tinggi tersebut merupakan salah satu masalah di kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar tidak menghambat percepatan kawasan menuju AEC 201514. Oleh karena itu, ASEAN dalam menentukan jadwal komitmen liberalisasi mempertimbangkan perbedaan tingkat ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun ekonomi yang merata di kawasan (region of equitable economic

development), ASEAN harus bekerja keras di dalam nnegeri masing-masing dan bekerja sama dengan sesame ASEAN.

14

Ibid

21

Kepentingan Nasional. Disadari bahwa dalam rangka integrasi ekonomi, kepentingan nasional merupakan hal utama yang harus diamankan oleh negara anggota ASEAN. Kepentingan kawasan, apabila tidak sejalan dengan kepentingan nasional, merupakan prioritas kedua. Hal ini berdampak pada sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen liberalisai AEC Blueprint. Dapat dikatakan, kelemahan visi dan mandat secara politik serta masalah kepemimpinan di kawasan akan menghambat integrasi kawasan. Selama ini ASEAN selalu menggunakan pendekatan voluntary approach dalam berbagai inisiatif kerja sama yang terbentuk di ASEAN sehingga grup pressure di antara sesame Negara anggota lemah. Tentu saja hal ini berkonsekuensi pada perwujudan integrasi ekonomi kawasan akan dicapai dalam waktu yang lebih lama. Kedaulatan Negara. Integrasi ekonomi ASEAN membatasi kewenangan suatu Negara untuk menggunakan kebijakan fiskal, keuangan dan moneter untuk mendorong kinerja ekonomi dalam negeri. Hilangnya kedaulatan Negara merupakan biaya atau pengorbanan terbesar yang diberikan oleh masing-masing Negara anggota ASEAN. Untuk mencapai AEC 2015 dengan sukses, diperlukan kesadaran politik yang tinggi dari suatu Negara untuk memutuskan melepaskan sebagian kedaulatan negaranya. Kerugian besar lainnya adalah seperti kemungkinan hilangnya peluang kerja di suatu Negara serta kemungkinan menjadi pasar bagi Negara ASEAN lainnya yang lebih mampu bersaing. Tantangan lainnya yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah bagaimana mengoptimalkan peluang tersebut. Bila Indonesia tidak melakukan persiapan yang berarti maka Indonesia akan menjadi Negara tujuan pemasaran bagi ASEAN lainnya. Rendahnya peringkat Indonesia dalam usaha di tahun 2010 (Doing Business 2010, International Finance Corporation, World Bank) yaitu 122 dari 185 negara, sementara peringkat Negara ASEAN lainnya seperti Thailand (12), Malaysia (23) dan Vietnam (93), dan Brunei D. (96) yang berada jauh di atas Indonesia, merupakan potensi kehilangan bagi Indonesia karena investor akan lebih memilih Negara-negara tersebut sebagai tujuan investasinya.

B. Strategi Umum Menuju AEC 2015 Indonesia harus segera menyusun langkah strategis yang dapat diimplementasikan secara target specific agar peluang pasar yang terbuka dapat dimanfaatkan secara optimal. Langkah strategis tersebut disusun secara terpadu di antara sektor, mulai dari hulu hingga ke hilir di bawah koordinasi suatu Badan Khusus atau Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian.

22

Langkah-langkah strategis setiap sector kemudian dijabarkan ke dalam tindakan-tindakan yang mengarah pada upaya perbaikan dan pengembangan infrastruktur fisik dan non fisik di setiap sektor dan dan lini dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mendorong kinerja ekspor harus dilakukan secara terkoordinasi dengan seluruh sector Pembina dan pelaku usaha. Koordinasi antar sektor dan instansi terkait, terutama dalam menyusun kesamaan persepsi antara pemerintah dan pelaku usaha, dan harmonisasi (reformasi) kebijakan di tingkat pusat dan daerah harus terus dilakukan. Secara garis besar, langkah strategis yang harus dilakukan antara lain adalah melakukan: Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi); Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional; Penguatan posisi usaha skala menengah, kecil dan usaha pada umumnya; Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta; Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi (juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan dan birokrasi); Pengembangan sector-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk

mengimplementasikan AEC Blueprint; Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakanprogram reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di negara-negara ASEAN termasuk Indonesia; dan Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha dari berbagai skala; Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi dan

restrukturisasi industry, dan lain-lain.

23

Bab V Penutup

A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa AEC adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada 2015. Dengan pencapaian tersebut maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan basis produksi di mana terjadi aliran barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas, serta aliran modal yang lebih bebas. Dengan adanya aliran komoditas dan faktor produksi tersebut diharapkan dapat membawa ASEAN menjadi kawasan yang makmur dan kompetitif, dengan perkembangan ekonomi yang merata dan berkurangnya kemiskinan dan pperbedaan sosial-ekonomi. Namun, pencapaian tersebut bukan jalan yang mudah dan memerlukan kerja keras untuk menjawab tantangan yang dihadapi Bagi Indonesia, peluang integrasi ekonomi regional tersebut perlu dimanfaatkan sebaikbaiknya. Jumlah populasi, luas geografi dan nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi asset agar Indonesia nantinya bisa menjadi pemain besar dalam AEC. Pelaksanaan AEC Blueprint adalah kerja besar bagi ASEAN termasuk Indonesia tentunya. Tugas berat Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai kementerian yang bertanggungjawab dalam mengkoordinasikan dan memantau pelaksaan AEC Blueprint di Indonesia. Kementerian ini harus mengkoordinasikan sedemikian banyak kepentingan sector yang dicakup dalam AEC Blueprint misalnya sector perdagangan (barang dan jasa), investasi, tenaga kerja, dan sebagainya. Di samping itu, elemen-elemen lain AEC Blueprint seperti kebijakan persaingan, hak kekayaan intelektual, perpajakan, usaha kecil menengah, pembangunan infrastruktur, permodalan, e-commerce dan lain-lain juga turut dalam koordinasi dan pemantauan kementerian tersebut. Dalam rangka tersebut, pemerintah telah menerbitkan kebijakan Inpres no. 5 Tahun 2008 tentang fokus program ekonomi tahun 20082009, di mana salah satu instruksi di dalamnya adalah Pelaksanaan Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC), inpres ini seyogyanya akan diperbaharui mengikuti jangka waktu pelaksanaan yang ditetapkan dalam AEC Blueprint.

24

Dengan terbentuknya AEC pada tahun 2015 tentunya diharapkan terdapat peningkatan kesejahteraan kawasan yang lebih baik terutama pada tiga pilar yakni (i) keamanan, (ii) social-budaya dan (iii) ekonomi.

B. Saran Dengan membatasi ruang lingkup pembahasan AEC pada Konsep AEC, Percepatan Pembentukan AEC 2015 dan Peluang-Tantangan Pembentukan AEC bagi Indonesia maka penulis menyarankan beberapa materi yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama, di antaranya adalah sebagai berikut: Aliran Bebas Barang ASEAN Aliran Bebas Sektor Jasa Aliran Bebas Investasi Aliran Modal yang Lebih Bebas di ASEAN Aliran Bebas Tenaga Kerja Terampil Dalam AEC 2015

25

Lampiran
Boks A.1 Rekomendasi Awal yang Dirumuskan HLTF High Level Task Force (HLTF) adalah unit kerja yang dibentuk guna merumuskan rekomendasi langkahlangkah yang diperlukan guna mencapai AEC, baik terkait dengan upaya liberalisasi maupun fasilitasi yang diperlukan. Rekomendasi tersebut terdiri dari langkah-langkah penguatan inisiatif yang sudah ada. 1. Langkah Penguatan Inisiatif Kerja sama yang Sedang Berlangsung Di Bidang Perdagangan Barang Guna mencapai arus perdagangan barang yang bebas antar kawasan maka diperlukan finalisasi konsep Rules of Origin (ROO); kejelasan langkah eliminasi hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures); harmonisasi di kepabeanan (termasuk implementasi ASEAN Single Window untuk proses elektronik dokumen perdagangan); percepatan implementasi Mutual Recognition Arrangements (MRAs) untuk lima sector prioritas (peralatan listriik, kosmetik, farmasi, telekomunikasi, peralatan dan makanan jadi) dan sector potensial lainnya; serta harmonisasi standar dan peraturan teknis lainnya. Perdagangan Jasa Menggunakan pendekatan ASEAN-X formula dalam proses liberalisasi perdagangan jasa; menyelesaikan MRAs untuk kualifikasi tenaga ahli dalam mendukung liberalisasi tenaga kerja ahli; serta melakukan serangkaian proses negosiasi guna pencapaian arus perdagangan jasa yang bebas di 2020. Investasi Menetapkan ASEAN-X formula dalam mempercepat pembukaan sektor yang masuk ke dalam sensitive list; membangun jaringan antara kawasan perdagangan bebas ASEAN (Free Trade Zones); dan upaya untuk meningkatkan aliran penanaman modal langsung (FDI) ke kawasan. Intellectual Property Rights (IPRs) Peningkatan kerja sama ASEAN yang lebih jauh dari trademark dan hak paten termasuk di bidang hak cipta (pertukaran informasi dan penerapannya). Aliran Modal Untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi dan mempercepat implementasi roadmap integrasi ASEAN di bidang keuangan.

26

2. Langkah Inisiatif Baru Mempercepat integrasi 11 sektor prioritas dengan negara koordinator, yaitu: Indonesia: produk berbahan kayu dan automotif Malaysia: produk berbahan karet, tekstil dan produknya Myanmar: produk berbasis pertanian dan perikanan Filipina: elektronika Singapura: e-ASEAN dan perawatan kesehatan Thailand: perjalanan udara dan turis

Pendekatan proses integrasi di sektor prioritas didasarkan pada memadukan kekuatan individu Negara guna keuntungan kawasan; memfasilitasi dan mendukung investasi intra-ASEAN; mempromosikan produk dan jasa made in ASEAN.

Menyusun roadmap untuk masing-masing sector dengan memerhatikan keterlibatan sektor swasta. Menyusun langkah-langkah pecepatan liberalisasi di perdagangan barang dan jasa Memfasilitasi pergerakan terkait dengan bisnis dan pariwisata.

3. Langkah Penguatan Institusi Memperkuat mekanisme pengambilan keputusan di forum/unit yang telah dibentuk, seperti AEM (ASEAN Economic Minister) dalam mengoordinasikan isu terkait dengan kerja sama dan integrasi keuangan, SEOM (Senior Economist Officials Meeting) untuk isu terkait teknikal/operasional. Membentuk sistem yang efektif (advisory, konsultasi, dan mekanisme adjudicatory) guna menjamin pelaksanaan komitmen dan mempercepat penyelesaian sengketa. Meningkatkan kapasitas Sekretariat ASEAN dalam melakukan studi terkait dengan perdagangan, investasi dan keuangan. 4. Diseminasi Meningkatkan kesadaran dan pemahaman isu ekonomi ASEAN pada dunia usaha, investor, maupun agen pemerintah. 5. Pembangunan dan Kerja sama Teknis Diperlukan upaya untuk penyamaan tingkat pembangunan dan percepatan integrasi ekonomi Negara CLMV.

27

Daftar Pustaka

Referensi Arifin, Sjamsul dkk (Ed.). 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Arifin, Sjamsul dkk (Ed.). 2004. Kerja Sama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. ASEAN. 2007. ASEAN Statistical Pocketbook 2006. ASEAN Secretariat. Austria, Myrna S. 2004. The Pattern of Intra ASEAN Trade in the Priority Goods Sectors, ASEAN-Australia Development Cooperation Program, REPSF Project No. 03/006e, August, www.aadcp-repsf.org Bank Indonesia. 2007. Outlook Ekonomi Indonesia 2007-2011. Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Intergrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional, Biro Riset Ekonomi, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, Jakarta. Bustami, Gusmardi. 2008. Menuju AEC 2015. Jurnal Departemen Perdagangan Republik Indonesia, h.78-86 Chaves, Jenina. 2008. Memahami Piagam ASEAN dan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. AFA Filipina Hidayat, Agus Syarip. 2008. AEC: Peluang dan Tantangan Bagi Indonnesia. h. 28-29 World Bank.2001. World Economic Outlook. World Bank Internet http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/162082739.pdf Perdagangan Indonesia Dengan ASEAN www.depdag.go.id www.aseansec.com www.worldbank.com WTO. Understanding the WTO, http: www.wto.org

28

You might also like