You are on page 1of 157

1

“Engkau sudah gila, Elleinder?” tanya Arwain tak percaya.


“Tidak,” sahut Elleinder tenang namun tegas.
Arwain tidak mengerti apa yang mempengaruhi pikiran Elleinder
sehingga pria itu tiba-tiba memutuskan untuk menikah dengan Putri dari
Kerajaan Aqnetta yang kecil tetapi subur dan makmur.
Tidak dapat disalahkan kalau pria yang baru saja diangkat menjadi Raja –
menggantikan ayahnya yang meninggal karena sakit – itu berambisi untuk
memasukkan kerajaan tetangga itu ke dalam wilayah kerajaannya yang luas,
Skyvarrna. Sebagai teman akrab sejak kecil, Arwain tahu Elleinder sejak dulu
mempunyai keinginan itu. Seperti banyak negara lain, kerajaan kecil itu sangat
menarik perhatian. Wilayahnya memang kecil tetapi kesuburan tanahnya dan
kekayaan alamnya sangat besar.
Konon sejak Kerajaan Aqnetta berdiri banyak yang berusaha
menguasainya tetapi tidak ada yang pernah berhasil. Dan sampai sekarang hal
itu tidak pernah terjadi. Kekuatan militer Aqnetta tidak dapat diabaikan.
Kekuatan militernya yang tangguh itulah yang membuatnya tetap damai dalam
kebebasannya.
Siapapun yang ingin menyerang Kerajaan Aqnetta selalu berpikir
berulang kali. Apalagi terdengar adanya kabar bahwa Kerajaan Aqnetta
mempunyai sekelompok pasukan rahasia yang tiada tandingnya.
Memang satu-satunya jalan yang termudah untuk memasukkan Aqnetta
ke dalam Skyvarrna adalah dengan menikahi Putri Kerajaan Aqnetta. Tetapi
Arwain tetap tidak setuju dan tidak mengerti mengapa Elleinder punya pikiran
seperti itu.
Semua Pangeran maupun Raja tahu itu satu-satunya jalan yang
termudah apalagi Putri Kerajaan Aqnetta saat ini hanya ada seorang dan
kemungkinan besar ialah pewaris tahta kerajaan kelak bila Raja Leland
meninggal. Tetapi tidak satupun yang mengambil jalan itu karena mereka tidak
tahu banyak tentang Putri Kerajaan Aqnetta ini. Bahkan penduduk Aqnetta
sendiri tidak banyak mengetahui Putri mereka.

1
“Engkau mengerti apa yang kaurencanakan ini, bukan?” tanya Arwain
untuk meyakinkan dirinya sendiri.
“Berapa kalikah aku harus mengatakannya padamu, Arwain?” Elleinder
balas bertanya, “Aku sudah memikirkannya masak-masak. Bahkan sebelum
aku mengatakannya padamu, aku telah menetapkan bahwa aku tidak akan
membatalkannya. Aku akan meneruskan rencanaku tak peduli kalau ada yang
tidak setuju.”
“Engkau harus tahu, Elleinder, Putri satu ini tidak banyak kita ketahui,”
Arwain memperingatkan, “Hampir tidak ada yang mengetahui tentangnya.
Bahkan penduduk Kerajaan Aqnetta sendiri tidak banyak mengetahuinya.”
“Aku tahu,” sahut Elleinder, “Ia tidak pernah meninggalkan Istana Vezuza
dan tidak pernah menampakkan dirinya pada siapapun.”
“Engkau juga harus tahu kabar tentangnya,” Arwain terus
memperingatkan sahabatnya demi berusaha membatalkan rencana yang
dianggapnya rencana paling konyol yang pernah diketahuinya. “Di kalangan
penduduk Aqnetta beredar kabar bahwa Putri Kerajaan Aqnetta tidak secantik
Putri-Putri yang lain. Bahkan mereka mempunyai keyakinan Putri mereka jelek
dan gemuk sehingga membuat Raja Leland malu dan melarangnya
meninggalkan Istana Vezuza.”
Elleinder terus mendengarkan ceramah Arwain sambil mengangguk-
angguk bosan.
“Mungkin ini terdengar aneh bagimu tetapi ini benar. Karena malunya,
Raja Leland tidak pernah mengucapkan nama putrinya kepada siapapun
sehingga tidak seorangpun di luar mereka yang tinggal bersama Putri yang
tahu namanya.”
Arwain jengkel melihat sikap Elleinder yang seakan mengacuhkannya.
“Engkau mendengarkanku, Elleinder?”
“Aku mendengar semuanya, Arwain dan engkau harus tahu aku sudah
tahu semua yang kaukatakan itu.”
“Lalu mengapa engkau mempunyai rencana konyol seperti itu?”
“Rencana konyol?” tanya Elleinder keheranan, “Kaukatakan rencana
hebat ini rencana konyol?”
“Apalagi kalau bukan rencana konyol?” tanya Arwain geram, “Tidak ada
seorang Pangeran pun yang mempunyai pikiran sepertimu. Tidak seorangpun
yang mengambil resiko untuk menikah dengan Putri yang tidak jelas itu.”
“Pikiran mereka lain denganku,” kata Elleinder santai.
2
“Dengar baik-baik, Elleinder,” Arwain menggebrak meja di depannya –
tanda ia mulai tidak sabar melihat sikap Elleinder yang tidak peduli pada
apapun yang dikatakannya, “Kita tidak tahu seperti apa rupa Putri satu ini. Kita
juga tidak tahu seperti apakah wataknya. Bagus kalau ia mempunyai sifat yang
baik walau wajahnya tidak seperti yang kauharapkan. Tetapi kalau wataknya
buruk, maka yang celaka adalah engkau kemudian Kerajaan Skyvarrna. Aku
tidak ingin engkau mengambil resiko itu.”
“Engkau juga harus mendengarkanku baik-baik, Arwain,” Elleinder turut
menggebrak meja Ruang Kerjanya dan menatap tajam wajah Arwain, “Aku
tidak peduli pada protes siapa pun tentang rencanaku ini. Aku tidak akan
membatalkan rencanaku ini.”
“Tidak akan,” ulang Elleinder dengan tegas.
Arwain duduk kembali di kursinya dengan putus asa. Dengan nada putus
asa pula ia berkata, “Baiklah, Elleinder. Percuma menghalangimu.”
Elleinder pun kembali duduk. Dengan senyum penuh kemenangan ia
menatap wajah putus asa Arwain.
“Aku tahu sejak dulu engkau memang tertarik pada Kerajaan Aqnetta,”
kata Arwain seperti orang yang kalah perang, “Mungkin ini satu-satunya jalan
yang teraman untuk mewujudkan impianmu menguasai kerajaan itu.”
Arwain menatap lekat-lekat wajah Elleinder sebelum dengan penuh
kesedihan berkata, “Aman bagi orang lain tetapi tidak bagimu.”
“Engkau tahu sendiri kekuatan Aqnetta tidak dapat diabaikan. Kerajaan
Aqnetta terlalu kuat untuk diserang oleh kita walau aku yakin kekuatan kita
sebanding dengan mereka.”
“Kabarnya Aqnetta mempunyai pasukan rahasia yang sangat kuat.”
Elleinder mengangguk. “Itulah yang membuatku tidak yakin kita akan
menang. Aku tidak tahu apa yang membuat mereka sangat kuat tetapi tidak
ada yang berani mencoba mengusik pasukan itu bahkan penduduk Kerajaan
Aqnetta sendiri.”
“Seorang temanku pernah berkunjung ke Istana Vezuza ketika ia ada
urusan dagang dengan kerajaan itu. Katanya ia merasa sangat tidak nyaman
ketika berada di sana. Ia merasa ribuan mata selalu mengawasinya dengan
ketat. Aku menduga perasaan itu karena keberadaan pasukan rahasia itu di
Istana Vezuza.”
“Mungkin juga.”

3
“Harus kauketahui selama berada di Istana Vezuza, ia sama sekali tidak
bertemu sang Putri juga tidak mendengar tentangnya dari orang-orang Istana,”
Arwain kembali mengingatkan kemisteriusan Putri Kerajaan Aqnetta.
“Aku tahu,” kata Elleinder, “Perkins juga pernah ke sana ketika ayahku
masih hidup. Dan ia juga tidak bertemu dengan Putri juga tidak mendengar
tentangnya.”
“Putri ini sangat misterius, Elleinder, jangan mengambil resiko apapun.
Aku tidak ingin melihatmu berdampingan dengan wanita yang tidak pantas
denganmu,” kata Arwain, “Aku tidak dapat membayangkan bila sang Putri
memang seperti yang dikabarkan itu.”
Elleinder hanya tertawa mendengarnya. “Mengapa engkau khawatir
seperti itu, Arwain? Engkau seperti ibu-ibu yang mencemaskan anaknya yang
akan menikah.”
Arwain geram karenanya.
“Jangan cemas, aku telah memikirkan semuanya. Tidak ada satupun
yang terlewatkan termasuk kemungkinan kalau Putri itu jelek, gemuk, atau
apapun yang buruk-buruk yang kita semua perkirakan. Bahkan kemungkinan
kalau ia ternyata lebih tua dariku.”
Arwain mengawasi Elleinder yang tampak percaya diri dengan
rencananya itu. Arwain tidak dapat membayangkan bila temannya itu harus
berdampingan dengan seorang Putri yang gemuk. Sebagai sahabatnya, Arwain
lebih senang kalau Elleinder menikah dengan seorang gadis yang cantik dan
ramping. Gadis seperti itulah yang cocok untuk Elleinder yang tampan dan
gagah, bukan Putri pilihannya.
Tetapi apa yang dapat dilakukan Arwain? Ia telah berusaha membuat
Elleinder membatalkan rencananya tetapi ia tidak berhasil.
“Sekarang bantu aku menyusun surat lamaran yang indah dan pasti
membuat sang Putri menerimanya.”
“Tanpa kata-kata yang indah pun, ia pasti akan menerimanya,” kata
Arwain setengah mengejek, “Ia pasti merasa sangat beruntung dapat menikah
dengan pria sepertimu.”
“Cepat bantu aku!” Elleinder pura-pura marah, “Surat ini harus sudah
siap dalam waktu lima menit.”
“Lima menit?” tanya Arwain tak percaya, “Engkau gila, Elleinder?”

4
“Tidak,” sahut Elleinder, “Aku sudah memanggil Perkins sebelum engkau
datang tadi. Dan kuperkirakan ia telah siap berangkat ke Aqnetta dalam waktu
lima menit lagi.”
“Engkau benar-benar Raja paling gila yang pernah kuketahui,” kata
Arwain, “Juga paling tidak masuk akal.”
“Sudah cukupkah ejekan itu?” tanya Elleinder acuh, “Aku rasa justru itu
yang membuatmu terus berteman denganku.”
“Engkau benar,” sahut Arwain, “Sejak dulu engkau memang seperti itu.
Sekali mempunyai keinginan, selalu berusaha mewujudkannya tanpa peduli
apa kata sahabatmu ini.”
Elleinder tersenyum puas sambil menyodorkan pena kepada Arwain.
“Ini benar-benar gila,” kata Arwain, “Engkau yang akan menikah tapi aku
juga harus ikut repot.”
“Kau tahu sendiri aku tidak pandai merayu wanita,” Elleinder berkata
jujur, “Engkau lebih pandai dari aku.”
“Engkau memang pandai memanfaatkan orang lain,” gerutu Arwain,
“Sekarang katakan apa yang harus kutulis. Bahwa engkau jatuh cinta pada
sang Putri atau bahwa engkau ingin mempersatukan dua kerajaan melalui
ikatan perkawinan.”
“Karena tujuan pernikahan ini murni karena politik, katakan saja untuk
mempersatukan dua kerajaan,” sahut Elleinder tegas, “Aku yakin ia pasti
menerimanya.”
“Aku tidak tahu harus mengucapkan apa atas semua kekonyolanmu ini,”
gerutu Arwain.
“Terus saja menulis,” perintah Elleinder.
Suara ketukan yang tiba-tiba terdengar menghentikan gurauan kedua
sahabat itu.
“Masuk!” sahut Elleinder.
Perkins muncul lengkap dalam pakaian kementeriannya. “Selamat siang,
Paduka. Selamat siang, Sir Arwain,” sapa Perkins.
“Selamat siang,” sahut mereka.
“Saya melaporkan bahwa saya telah siap menuju Kerajaan Aqnetta.”
“Tetapi surat lamarannya belum siap,” keluh Arwain.
“Surat lamaran?” tanya Perkins tak mengerti.
Pandangan menyelidik Arwain menatap tajam wajah tak bersalah
Elleinder.
5
“Sudah lanjutkan tugasmu,” kata Elleinder pada Arwain kemudian pada
Perkins ia berkata, “Duduklah dulu.”
“Baik, Paduka.”
Perkins mengambil tempat tepat di samping Arwain.
“Kalau boleh saya tahu, Paduka. Untuk apakah surat lamaran itu?”
“Raja kita punya rencana konyol yang tak masuk akal,” jawab Arwain, “Ia
bermaksud menikahi Putri Kerajaan Aqnetta.”
Perkins terkejut karenanya.
Sebelum pria setengah baya itu sempat mengatakan apapun, Elleinder
mendahuluinya, “Jangan berkomentar apapun. Tidak ada gunanya. Rencana ini
tetap berjalan walau kalian tidak setuju.”
“Ia benar,” Arwain setuju, “Aku telah berusaha membujuknya tetapi ia
tetap tidak berubah pendirian.”
“Anda tahu resikonya bila menikah dengan gadis yang tak banyak kita
ketahui, bukan? Resikonya bukan hanya akan menimpa diri Anda tetapi juga
Kerajaan Skyvarrna.”
“Aku tahu.”
Elleinder sudah bosan diceramahi hal yang sama sepanjang siang hari
ini. Untuk mengalihkan perhatian Perkins, ia bertanya, “Sudah selesai,
Arwain?”
“Sebentar lagi,” kata Arwain.
Perkins terus memperhatikan Arwain yang sibuk menyelesaikan tugasnya
sementara itu Elleinder yang melihat surat lamaran itu hampir selesai, segera
mempersiapkan penanya.
“Selesai,” kata Arwain pada akhirnya, “Ditambah tanda tanganmu, maka
surat ini akan resmi darimu.”
Elleinder menerima surat itu dan membacanya sebelum membubuhkan
tanda tangannya kemudian memasukkan surat itu ke dalam sampul surat yang
telah disiapkannya.
“Berikan surat ini pada Raja Leland dan sampaikan maafku padanya
karena tidak dapat datang sendiri.”
Perkins bangkit dan menerima surat itu. “Baik, Paduka.”
“Setelah tugasmu selesai, segera kembali ke sini.”
“Baik, Paduka,” sahut Perkins.
Segera setelah berpamitan pada Elleinder dan Arwain, Perkins
meninggalkan Kamar Kerja.
6
Sepanjang perjalanan ke kereta kudanya, Perkins terus memandangi
surat di tangannya sambil terus berpikir. Tetapi ia tetap tidak mengerti
mengapa Elleinder tiba-tiba melamar Putri Kerajaan Aqnetta yang sangat
misterius bagi semua orang.
“Kita berangkat,” kata Perkins pada kusir kudanya sebelum naik kereta.
“Baik.”

-------0-------

Raja Leland duduk di Ruang Rekreasi sambil bersantai membaca koran


dan menikmati hangatnya kopi hitam. Itulah kebiasaannya di pagi hari.
Seharian mengurus banyak urusan kerajaan membuatnya lelah dan
hanya di pagi hari seperti inilah ia bisa beristirahat.
Tengah ia menikmati istirahatnya, seseorang mengetuk pintu.
“Masuk!” kata Raja Leland jengkel.
“Lapor, Paduka,” kata prajurit itu, “Menteri Luar Negeri Kerajaan
Skyvarrna ingin bertemu Anda. Katanya ini urusan yang sangat penting yang
menyangkut dua kerajaan.”
“Sepenting apakah urusannya?” gumam Raja Leland jengkel.
“Maafkan saya, Paduka,” kata prajurit itu, “Saya telah mengatakan
padanya bahwa Anda tidak senang diganggu pada pagi hari tetapi ia
mengatakan Raja Elleinder memberinya tugas yang sangat penting dan ia
harus bergegas kembali ke Kerajaan Skyvarrna.”
“Baiklah,” kata Raja Leland, “Katakan padanya untuk menungguku di
Ruang Tahta. Aku akan menemuinya di sana.”
“Baik, Paduka.”
Prajurit itu pergi untuk melakukan tugas yang diperintahkan padanya.
Tak lama kemudian pintu diketuk lagi.
“Ada apa lagi?” kata Raja Leland geram.
Calf terkejut melihatnya. “Ada apa, Paman?”
“Kukira engkau adalah prajurit itu lagi.”
“Ada apa Menteri Luar Negeri Kerajaan Skyvarrna datang sepagi ini?”
“Aku tidak tahu. Katanya sangat penting.”
Calf ingin tahu apa yang dibawa Menteri itu dari kerajaannya yang luas.
“Boleh aku ikut?” tanyanya hati-hati.

7
“Justru aku mengharapkan engkau ikut,” kata Raja Leland, “Engkaulah
calon penggantiku.”
Calf senang mendengarnya. Ribuan kali ia mendengarnya, ia tidak akan
bosan. Memang sejak dulu itulah yang diharapkannya, menggantikan
pamannya.
Berdua mereka menemui Menteri Luar Negeri Kerajaan Skyvarrna di
Ruang Tahta.
“Selamat pagi, Paduka,” sapa Perkins ketika melihat mereka, “Maafkan
saya yang telah menganggu Anda sepagi ini.”
“Selamat pagi,” kata Raja Leland sambil tersenyum ramah, “Urusan
penting apakah yang membuatmu datang sepagi ini?”
“Saya diperintahkan oleh Paduka Raja Elleinder untuk menyampaikan
surat pada Anda. Sebelumnya ia minta maaf karena tidak dapat datang
sendiri.”
“Katakan padanya aku mengerti. Memang sulit memerintah kerajaan
yang seluas itu.”
Perkins merogoh sakunya dan mengeluarkan surat itu. “Ini surat dari
Paduka Raja Elleinder,” katanya sambil menyerahkan surat itu.
Calf menerima surat itu kemudian memberikannya pada Raja Leland.
Raja Leland membuka surat itu dan membacanya.
Calf yang ikut membaca terkejut melihat isi surat itu yang berbunyi:
Kepada Yang Terhormat Paduka Raja Leland,

Hubungan antara Kerajaan Aqnetta dan Kerajaan Skyvarrna


telah terjalin dengan baik sejak lama. Persahabatan yang telah
berlangsung selama lebih dari tiga abad ini telah mempererat
hubungan kedua kerajaan. Sebagai kerajaan yang bertetangga,
saya merasa tidak ada salahnya kalau kita semakin mempererat
hubungan itu.
Saya telah banyak mendengar tentang Putri Anda. Banyak
yang mengatakan ia sangat cantik sehingga Anda tidak rela ia
dilihat oleh orang lain. Sayapun kemudian merasa tidak pantas
untuk mendampinginya. Tetapi demi mempererat hubungan dua
kerajaan yang bertetangga ini, saya memberanikan diri untuk
melamarnya.

8
Dengan pernikahan ini, Kerajaan Aqnetta yang makmur dan
Kerajaan Skyvarrna yang luas dapat lebih saling mendukung. Pada
akhirnya kedua kerajaan ini akan mempunyai hubungan yang
sangat erat yang kelak akan sangat bermanfaat bagi generasi
mendatang.
Melalui pernikahan antara saya sebagai Raja Kerajaan
Skyvarrna dan Putri Mahkota Kerajaan Aqnetta, dapat dikatakan
Kerajaan Skyvarrna menjadi wilayah dari kerajaan Kerajaan
Aqnetta demikian pula sebaliknya. Hal ini selain dapat memperluas
hubungan kerjasama antara dua negara juga dapat
menghilangkan perbedaan yang selama ini ada di kedua kerajaan.
Pada akhirnya, pernikahan ini akan menguntungkan kedua
belah kerajaan.
Hormat saya,

Elleinder
Calf mengawasi raut tak percaya Raja Leland dengan cemas.
“Hal ini tidak pernah kubayangkan sebelumnya,” kata Raja Leland tak
percaya. “Katakan pada Raja Elleinder aku setuju dengan pendapatnya.”
“Paman?” bisik Calf cemas, “Raja Elleinder hanya ingin menguasai
kerajaan kita.”
“Mengapa engkau cemas, Calf?” Raja Leland balas bertanya dengan
berbisik, “Kedua kerajaan akan menjadi satu dengan pernikahan ini. Sejak dulu
aku ingin menguasai kerajaan yang luas seperti Kerajaan Skyvarrna dan
dengan pernikahan ini impianku terwujud.”
“Tetapi kerajaan kita menjadi milik mereka.”
“Tidakkah engkau mengerti, Calf? Pernikahan dua Putra Mahkota dari dua
kerajaan akan mempersatukan dua kerajaan. Seperti yang dikatakan Raja
Elleinder dalam suratnya, Kerajaan Skyvarrna menjadi wilayah Kerajaan
Aqnetta dan Kerajaan Aqnetta menjadi wilayah Kerajaan Skyvarrna.”
“Berarti aku bukan lagi pengganti Paman?” tanya Calf tak percaya.
“Maafkan aku, Calf. Aku tidak ingin mengecewakanmu tetapi inilah yang
akan terjadi dengan pernikahan ini,” kata Raja Leland, “Demi kemajuan
Kerajaan Aqnetta, engkau harus merelakan hal ini.”
Calf kecewa bercampur geram karenanya. Tanpa mengatakan apapun, ia
meninggalkan Ruang Tahta.
9
Perkins kebingungan melihat pemuda itu berlalu begitu saja dengan
marah.
“Abaikan dia,” kata Raja Leland, “Sekarang kita akan membicarakan isi
surat Raja Elleinder.”
“Katakan padanya aku sepenuhnya setuju padanya. Aku menerima
lamarannya,” kata Raja Leland dengan gembira, “Atau aku harus menulis surat
untuknya.”
“Menurut saya, lebih baik kalau Baginda membalas surat Paduka Raja
Elleinder sehingga tidak akan ada keraguan ketika saya menyampaikan
balasan Anda.”
“Tentu. Tentu saja,” kata Raja Leland, “Tunggulah sebentar.”
Raja Leland memerintahkan kepada prajurit untuk mengambilkan kertas
dan pena dari Ruang Gambar yang dekat dengan Ruang Tahta.
Sambil menunggu prajurit itu kembali, Raja Leland mengajak Perkins
bercakap-cakap.
“Raja Elleinder memang seorang raja yang cakap walau ia masih muda.
Aku tidak pernah menyangka ia mempunyai pikiran yang sangat jauh tentang
hubungan dua kerajaan ini.”
“Anda benar, Paduka,” sahut Perkins, “Ketika Raja Fahrein meninggal,
Kerajaan Skyvarrna menjadi kacau tetapi Raja Elleinder dapat segera
menguasai keadaan.”
“Aku tidak pernah memikirkan bahwa dengan menikahkan putriku
dengannya, kedua kerajaan ini akan mempunyai hubungan kerabat bahkan
kedua kerajaan tetangga ini dapat menjadi satu kerajaan. Sungguh merupakan
suatu keberuntungan bagi kerajaan kecil ini untuk dapat menjadi satu dengan
Kerajaan Skyvarrna yang luas.”
Akhirnya Perkins mulai dapat memahami mengapa Elleinder melamar
Putri Kerajaan Aqnetta. Tetapi ia tetap tidak mengerti mengapa demi
menguasai Kerajaan Aqnetta, ia rela mengorbankan dirinya sendiri untuk
menikah dengan Putri yang konon sangat tidak cocok menjadi seorang Putri
sejati.
“Juga merupakan keberuntungan bagi Kerajaan Skyvarrna untuk dapat
bergabung dengan Kerajaan Aqnetta yang makmur dan kaya hasil alam,” kata
Perkins merendah.
Raja Leland tertawa karenanya. “Kerajaan Skyvarrna beruntung memiliki
seorang menteri sepertimu.”
10
Lagi-lagi Perkins merendahkan diri. “Kerajaan Aqnetta juga beruntung
memiliki seorang Raja yang sebijaksana Anda, Paduka.”
Raja Leland senang melihat sikap Perkins yang penuh rasa hormat dan
kesopanan.
Prajurit yang ditugaskan Raja Leland untuk mengambil kertas beserta
pena itu akhirnya tiba. Dengan setengah membungkuk hormat, ia
menyerahkan benda-benda itu pada Raja Leland.
Segera setelah menerimanya, Raja Leland menulis surat jawabannya.
Tidak sampai sepuluh menit ia telah selesai menuliskan semua kegembiraan
dan persetujuannya atas lamaran Elleinder.
“Berikan ini pada Raja Elleinder,” katanya sambil menyerahkan surat itu
pada Perkins.
“Baik, Paduka,” jawab Perkins.
“Apakah engkau mau sarapan pagi di sini bersamaku?” Raja Leland tiba-
tiba mengundang Perkins sebagai wujud kegembiraannya.
“Saya akan senang sekali tetapi maafkan saya, Baginda. Paduka Raja
Elleinder memerintahkan saya untuk segera kembali setelah menerima
jawaban Anda atas suratnya.”
“Ya… ya tentu saja,” kata Raja Leland berulang-ulang. “Bila demikian
halnya, aku tidak dapat memaksamu lagi. Sampaikan juga salam dan hormatku
pada Raja Elleinder.”
“Baik, Baginda,” kata Perkins sambil membungkuk hormat, “Semua
perkataan Anda akan saya sampaikan pada Paduka Raja Elleinder.”
Tak lama kemudian Perkins meninggalkan Istana Vezuza dengan berbagai
perasaan.
Lamaran telah diterima. Untuk hubungan kedua kerajaan sudah jelas
tetapi tidak untuk masa depan Raja dari Kerajaan Skyvarrna. Perkins tidak
dapat membayangkan seperti apakah rupa Putri Kerajaan Aqnetta. Dan kalau
apa yang dikatakan banyak orang tentangnya itu benar, Perkins tidak dapat
membayangkan bagaimana kebahagiaan Elleinder yang harus berdampingan
dengan Putri itu.
Perkins telah menjadi Menteri Luar Negeri Kerajaan Skyvarrna sejak
Elleinder masih kecil. Dan hubungan mereka sudah akrab seperti ayah dan
anak.
Perkins tahu seperti dirinya, Raja Fahrein mengharapkan Elleinder
menikah dengan seorang gadis yang cantik jelita bukan dengan putri yang tak
11
banyak diketahui orang. Bahkan dikatakan gemuk, buruk dan entah apa lagi.
Yang pasti kesan yang dikatakan banyak orang tentang Putri Kerajaan Aqnetta
adalah bahwa Putri itu tidak pantas menjadi seorang Putri sejati yang anggun,
cantik dan penuh pesona. Karena itu Raja Leland malu dan melarang sang Putri
meninggalkan Istana Vezuza.
Kalau memang ini yang diinginkan Elleinder, Perkins tidak dapat berbuat
apa-apa lagi. Ia baru mengetahui rencana ini setelah semuanya terlambat.
Ketika utusan Elleinder datang ke rumahnya untuk menyampaikan
perintah Elleinder, Perkins tanpa curiga segera mempersiapkan diri untuk
berangkat ke Kerajaan Aqnetta. Dan di Istana Qringvassein, ia tidak punya
banyak kesempatan untuk mengetahui apa yang tengah direncanakan
Elleinder hingga memerintahkannya untuk segera berangkat ke Kerajaan
Aqnetta.
Semua telah siap ketika ia tiba dan yang dapat dilakukannya hanya
melakukan tugas itu walau hatinya bingung dan tidak setuju dengan rencana
ini. Arwain benar, ini rencana konyol tetapi juga rencana yang sangat berani.
Menempuh resiko yang sangat besar hanya untuk menguasai Kerajaan Aqnetta
yang kecil tetapi sangat menarik perhatian kerajaan manapun.
Pangeran-pangeran dari kerajaan lain pasti juga tahu dengan menikah
sang Putri, mereka dapat menguasai Kerajaan Aqnetta. Tetapi sebesar apapun
ambisi mereka, tidak ada yang berani mengambil resiko itu. Hanya Elleinder
saja yang berani mengambil resiko itu.
Perkins memandangi halaman Istana Vezuza yang sangat luas.
Istana Vezuza sangat megah dan indah. Walaupun Kerajaan Skyvarrna
lebih luas dari Kerajaan Aqnetta, tetapi Perkins mengakui Istana Vezuza lebih
indah daripada Istana Qringvassein. Di dalam istana yang indah bagai istana
negeri dongeng itu, tinggal seorang Putri yang penuh misteri bagi siapapun
kecuali orang Istana Vezuza sendiri.
Perkins menghela napas dengan pasrah. Seperti apapun rupa sang Putri,
ia berharap Putri itu dapat membahagiakan Elleinder. Perkins juga berharap
Elleinder tidak menyesal dengan jalan yang ditempuhnya ini bila ia tahu rupa
sang Putri.
Perkins menyapu seluruh Istana Vezuza beserta halamannya itu dengan
pandangannya sebelum akhirnya ia memasuki kereta.

12
Seperti yang diharapkan Elleinder, Perkins sudah tiba di Istana
Qringvassein hanya dalam waktu tak lebih dari dua minggu setelah
kepergiannya.
Begitu mencapai Skyvarrna, Perkins segera menuju Istana Qringvassein
untuk menyerahkan surat jawaban Raja Leland kepada Raja Elleinder.
Elleinder tampak begitu percaya diri ketika menerima surat itu. “Engkau
secepat yang kuharapkan, Perkins.”
“Terima kasih, Paduka.”
Dengan penuh percaya diri, Elleinder membuka surat itu.
Arwain juga ingin tahu jawaban Raja Leland tetapi ia tahu batas-batas
keakraban mereka sebagai sahabat. Walaupun mereka adalah sahabat akrab
sejak kecil, Arwain tahu ia harus menjaga sikapnya kepada orang nomor satu di
Skyvarrna.
“Aku sudah menduganya,” kata Elleinder puas, “Mungkin engkau mau
melihatnya, Arwain.”
Arwain tentu saja mau. Ia segera menerima surat itu dan membacanya
cukup keras sehingga Perkins juga dapat mendengarnya.
Kepada Yang Terhormat Raja Elleinder,

Saya merasa sangat beruntung atas lamaran Anda kepada


putri saya. Saya menyadari apa yang Anda katakan dalam surat
Anda benar. Persahabatan antara kerajaan kita telah terjalin cukup
lama dan tidak ada salahnya bila kita mempererat hubungan ini
dalam suatu ikatan pernikahan. Saya dan putri saya merasa
sangat beruntung dengan lamaran Anda ini.
Saya akan merasa sangat beruntung dapat mempunyai
menantu yang hebat seperti Anda.
Hormat saya,

Raja Leland
“Tentu saja ia merasa sangat beruntung mempunyai menantu yang
sangat tampan sepertimu untuk putrinya yang jelek,” Arwain memberi
komentar setelah selesai membaca surat itu.

13
Elleinder diam saja mendengarnya. Ia senang rencananya berjalan mulus
seperti harapannya. Dan ia tidak mau memikirkan yang lain selain
keberhasilannya ini.
Arwain menatap lekat-lekat wajah penuh kemenangan Elleinder.
“Rencanamu berhasil,” katanya, “Aku hanya dapat mengucapkan selamat
menjadi pengantin yang bahagia.”
Elleinder hanya tersenyum mendengarnya.
“Paduka,” kata Perkins tiba-tiba, “Apakah Anda yakin dengan rencana
Anda ini? Rencana ini terlalu besar resikonya.”
Entah untuk yang keberapa kalinya, Elleinder berkata, “Aku telah
memikirkan semuanya.” Untuk meyakinkan Perkins kalau ia tidak bisa
mencegahnya, Elleinder menambahkan, “Kalaupun engkau ingin
menghentikanku, semuanya sudah terlambat. Engkau tidak ingin kerajaan kita
berperang dengan Kerajaan Aqnetta, bukan?”
“Tentu saja bukan itu maksud saya. Tapi…”
“Sudahlah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Dengan penuh
keyakinan, Elleinder berkata, “Setelah menjadi istriku, ia harus menurut
padaku. Aku adalah suaminya dan ia tidak akan bisa melawanku.”
“Kuharap engkau bisa mengendalikannya,” Arwain berkata acuh, “Kurasa
ia akan terpesona padamu hingga ia akan selalu menuruti semua kata-
katamu.”
Elleinder mengacuhkan sahabatnya dan berpaling pada Perkins. “Apakah
Raja Leland mengatakan sesuatu tentang rencana pernikahan putrinya?”
“Tidak, Paduka,” jawab Perkins.
“Baiklah,” kata Elleinder tiba-tiba, “Sudah kuputuskan.”
“Memutuskan apa, Paduka?”
“Aku akan ke Kerajaan Aqnetta, Perkins. Aku akan menemui Raja Leland
untuk membicarakan pernikahan ini dan mengaturnya.”
“Anda bisa menyuruh saya melakukannya untuk Anda, Paduka,” kata
Perkins, “Lagipula banyak yang harus Anda kerjakan di sini.”
“Tidak, Perkins. Aku merasa lebih baik kalau aku sendiri yang
membicarakannya dengan Raja Leland. Aku tidak ingin membuat Raja Leland
tersinggung.”
“Aku rasa engkau ingin ke sana karena ingin bertemu calon istrimu,” kata
Arwain mengejek.

14
“Aku memang berharap seperti itu. Setidaknya aku sudah tahu
bagaimana rupa gadis yang akan menjadi istriku sebelum aku menikahinya.”
Arwain terus menganggu Elleinder. “Kalau ia buruk rupa, engkau akan
tetap menikahinya?”
“Sudah berulang kali kukatakan aku tidak akan membatalkan
rencanaku,” kata Elleinder jengkel, “Lagipula aku tidak yakin dapat
menemuinya. Raja Leland tentu akan menyembunyikannya entah di mana.”
“Saya juga tidak pernah bertemu dengannya ketika dulu saya ke Istana
Vezuza,” kata Perkins, “Tampaknya putri ini benar-benar disembunyikan oleh
Raja Leland dari semua orang.”
“Baiklah, sekarang semua telah diputuskan. Perkins, engkau boleh
kembali ke rumahmu untuk beristirahat. Arwain, engkaupun boleh kembali
kalau engkau ingin.”
“Aku ingin ikut denganmu. Aku ingin melihat calon istrimu.”
“Tidak,” kata Elleinder tegas, “Aku yang akan pergi sendiri.”
“Paduka,” kata Perkins, “Saya akan lebih tenang kalau Sir Arwain juga
ikut Anda.”
“Tidak,” sekali lagi Elleinder berkata tegas, “Ini perintah dan tidak ada
yang boleh membantahnya.”
“Kalau aku ikut, aku dapat mencari tahu tentang sang Putri sementara
engkau sibuk berunding dengan Raja Leland,” Arwain tidak berhenti membujuk
Elleinder, “Aku juga ingin bertemu dengan calon istri sahabat baikku yang juga
rajaku.”
“Saya pikir apa yang dikatakan Sir Arwain benar, Paduka. Seperti yang
Anda katakan, lebih baik Anda mengetahui seperti apa rupa sang Putri sebelum
Anda menikah dengannya. Sehingga Anda bisa tahu apa yang harus dilakukan
sebelum memboyongnya ke sini.”
“Membawa Arwain sebenarnya adalah bencana. Tetapi kalau kalian
memaksa Arwain ikut, aku tidak akan mencegah,” kata Elleinder, “Aku juga
tidak akan bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu padamu ketika engkau
berusaha menyelidiki sang Putri.”
“Aku telah melarangmu,” Elleinder memperingatkan.
“Jangan khawatir,” Arwain tersenyum senang.
“Sebelum engkau kembali, Perkins, tolong panggilkan salah seorang
prajurit.”
“Baik, Paduka.”
15
Perkins segera berlalu dari ruangan itu.
“Keputusan yang sangat bijaksana untuk membawaku pergi besertamu,
Elleinder,” kata Arwain puas.
“Seperti yang kukatakan membawamu sepertinya bukan ide yang baik.
Tetapi kupikir daripada aku harus sibuk menceritakan apa yang terjadi selama
aku berada di Istana Vezuza, lebih baik engkau melihatnya sendiri.”
Arwain tersenyum penuh kemenangan.
“Sebaiknya engkau lekas bersiap-siap. Kalau tidak malam ini,
kemungkinan aku akan berangkat besok pagi.”
“Baik, Paduka,” kata Arwain. Kemudian pria itupun segera berlalu.
Sesaat setelah kepergian Arwain, pintu diketuk seseorang.
“Masuk!”
“Paduka memanggil saya?” tanya prajurit itu.
“Aku ingin engkau memanggil Brasch untukku. Dan aku ingin sesegera
mungkin, ini masalah yang sangat mendesak.”
“Baik, Paduka,” sahut prajurit itu sebelum meninggalkan Kamar Kerja.
Elleinder menyandarkan punggungnya ke kursinya yang tinggi dengan
puas. Ia sangat puas dengan keberhasilannya ini hingga ia yakin ia tidak akan
dapat tidur malam ini. Sejak kecil ia berambisi menguasai Kerajaan Aqnetta ke
dalam kekuasaan Kerajaan Skyvarrna.
“Kerajaan kecil yang hijau permai namun tak terjangkau,” gumam
Elleinder sambil membayangkan keindahan tempat itu.
Hanya sekali Elleinder berkunjung ke Kerajaan Aqnetta, itupun ketika ia
masih berusia sepuluh tahun. Tetapi sejak itu dan terus selama tujuh belas
tahun terakhir ini, ia tidak pernah melupakan tempat itu. Ia seperti terbius oleh
pesona alamnya yang indah.
Pegunungan Alpina Dinaria yang memanjang di perbatasan barat dengan
Gereja Chreighton-nya yang lebat dan masih liar. Kota-kotanya yang damai dan
penuh pesona. Istana Vezuza-nya yang indah seperti istana negeri dongeng.
Kerajaan Aqnetta. Sebuah kerajaan kecil yang indah dan kaya namun tak
berani disentuh kerajaan manapun.
Elleinder puas bahkan sangat puas dengan keberhasilan rencananya ini.
Ia merasa telah menang dari kerajaan manapun.
Mereka tidak berani mengambil resiko untuk menghadapi Kerajaan
Aqnetta. Elleinder pun juga tidak mau mengorbankan pasukannya ke dalam
cengkeraman kekuatan Kerajaan Aqnetta yang terkenal sangat kuat. Kekuatan
16
Kerajaan Aqnetta terlalu kuat untuk diusik kerajaan manapun bahkan bila
mereka bersatupun, belum tentu mereka dapat menang dari pasukan Kerajaan
Aqnetta terutama pasukan rahasianya.
Tetapi Elleinder lebih berani mengambil resiko untuk menikahi Putri
Mahkota Kerajaan Aqnetta. Walau ia tidak pernah tahu seperti apakah rupa
sang Putri, ia berani mengambil resiko itu. Tidak peduli sang Putri jelek, tua,
gemuk atau apapun, Elleinder tetap akan menjalankan rencananya ini. Setelah
menjadi istrinya sang Putri harus tunduk padanya dan ia tidak akan dapat
bertindak sekehendak dirinya sendiri.

17
2

Seperti keinginan Elleinder, dalam waktu empat hari ia telah tiba di


Istana Vezuza.
Elleinder berdiri memandang Istana yang tinggi itu. Seumur hidupnya ia
akan selalu mengagumi Istana itu walau ia juga mempunyai Istana yang besar
dan indah.
Istana Vezuza yang berdinding putih dengan tamannya yang selalu
berseri sepanjang tahun. Berbagai macam bunga tampak bermekaran di
seluruh halaman Istana walau saat ini adalah pertengahan musim gugur.
Tanaman perdu diatur rapi mengelilingi pohon-pohon tinggi yang
berbagai macam. Bunga-bunga kecil tampak di antara rerumputan dan semak-
semak. Angin berhembus menimbulkan suara gemerisik dedaunan. Dedaunan
terus bergemerisik menyambut kedatangan setiap tamu. Bunga-bunga terus
berseri dengan warnanya yang indah memberi senyuman ramah pada tiap
tamu.
Prajurit berbaju putih kebiru-biruan berbaris rapi di depan pintu masuk.
Di pintu gerbang, berbaris prajurit yang dengan teliti memeriksa setiap tamu
yang datang.
“Benar-benar Istana yang indah,” kata Arwain.
Elleinder mengangguk.
“Selamat datang,” sambut seorang prajurit.
“Kami datang untuk menemui Raja Leland,” kata Elleinder.
“Ijinkanlah saya mengetahui siapa Anda dan ada keperluan apa Anda
mencari Paduka Raja?” tanyanya pula.
“Saya adalah Raja Kerajaan Skyvarrna. Kami datang untuk membicarakan
perjanjian yang penting yang telah kami sepakati bersama.”
“Silakan masuk, Paduka,” prajurit itu sedikit membungkuk. Tangan
kirinya melintang ke pundak kanannya dan tangan kanannya menunjuk ke
dalam Hall.
Prajurit itu kemudian mengantar mereka ke Ruang Duduk. “Silakan
menanti di sini, Paduka. Saya akan memberitahukan kedatangan Anda pada
Paduka Raja Leland.”
18
“Terima kasih,” kata Elleinder.
Arwain tiba-tiba bertanya, “Apakah setiap tamu selalu disambut oleh
prajurit yang kaku seperti itu?”
“Sepertinya seperti itu,” jawab Elleinder.
“Benar-benar ketat penjagaan di sini,” bisik Arwain.
Tak lama kemudian pintu terbuka dan Raja Leland datang sambil
tersenyum ramah. “Selamat datang. Anggaplah ini sebagai rumah kalian.”
“Terima kasih, Paduka,” kata Elleinder.
“Senang dapat bertemu dengan Anda, Raja Elleinder,” kata Raja Leland.
“Saya juga senang dapat berjumpa dengan Anda.”
Raja Leland melihat seorang pria yang berdiri di samping Elleinder.
“Ijinkanlah saya memperkenalkan teman saya, Arwain kepada Anda,
Paduka.”
“Saya merasa terhormat dapat berjumpa dengan Anda, Paduka,” kata
Arwain sopan.
“Saya juga senang dapat berkenalan dengan Anda, Tuan Arwain.”
“Ia ikut bersama saya karena ia mendengar tentang keindahan kerajaan
ini. ia tertarik untuk melihatnya sendiri. Di sini ia juga bertindak sebagai
seorang pengawal saya.”
Raja Leland mengangguk-angguk melihat Arwain kemudian ia kembali
pada Elleinder dan berkata, “Saya merasa tersanjung mendapatkan lamaran
Anda itu. Ijinkanlah saya mewakili putri saya mengucapkan terima kasih atas
lamaran Anda.”
“Saya juga senang dapat mempersunting putri Anda yang cantik.”
Raja Leland tersenyum dan berkata, “Saya tidak pernah menduga akan
mendapatkan lamaran Anda. Harus saya akui Andalah orang pertama yang
melamar putri saya.”
“Saya merasa tersanjung mendengarnya, Paduka,” kata Elleinder.
“Tidak perlu merasa seperti itu. Mungkin putri saya ditakdirkan untuk
menjadi istri Anda.” Raja Leland tertawa senang lalu melanjutkan, “Karena kita
akan menjadi ayah dan menantu, sebaiknya panggilan sopan itu mulai kita
hilangkan dari sekarang. Aku takkan senang mendengar menantuku
memanggilku Paduka terus menerus. Kurasa mulai sekarang engkau harus
membiasakan diri memanggil aku ayah.”
“Tentu, tetapi saya akan mulai melakukannya setelah saya menikah
dengan putri Anda.”
19
“Ya, tentu saja,” Raja Leland setuju. “Kapankah kalian akan menikah?”
“Itulah yang ingin saya bicarakan dengan Anda juga dengan putri Anda.”
“Putri saya akan selalu siap kapan saja,” Raja Leland cepat-cepat
menyahut, “Anda tidak perlu mengkhawatirkan itu.”
“Kedatangan saya kemari juga ingin bertemu dengan putri Anda.”
“Maafkan saya,” kata Raja Leland, “Putri saya sedang tidak enak badan.
Ia tidak dapat menemui Anda dalam beberapa hari ini. Anda tidak perlu
khawatir. Ia akan cukup sehat untuk menghadiri pesta pernikahannya.”
“Saya berharap demikian. Saya tidak ingin putri Anda sakit ketika
upacara itu berlangsung.”
“Saya meyakinkan Anda ia akan cukup sehat untuk menikah dengan
Anda,” kata Raja Leland kemudian ia mengalihkan pembicaraan dengan
berkata, “Menginaplah di sini untuk beberapa hari hingga kita selesai
membicarakan pernikahan ini.”
“Saya juga berencana tinggal beberapa hari di Kerajaan Aqnetta untuk
membicarakan masalah ini.”
Raja Leland tersenyum senang. “Makan siang akan siap sebentar lagi.
Saya berharap Anda mau turut makan bersama kami. Anda juga, Tuan Arwain.”
“Terima kasih atas undangan Anda,” kata Elleinder dan Arwain hampir
bersamaan.
Elleinder memberi tanda dengan matanya kepada Arwain ketika Raja
Leland membawanya meninggalkan ruang itu.
Arwain tersenyum. Sekarang bukan waktunya ia memulai sandiwaranya
sebagai seorang pengawal. Tidak tertutup kemungkinan saat makan siang
nanti, mereka akan makan bersama sang Putri.
Sayangnya, harapan tinggallah harapan.
Di meja makan yang besar itu tidak tampak seorang gadis pun. Yang ada
hanya Raja Leland, Elleinder dan Arwain serta beberapa prajurit pengawal.
Pelayan-pelayan berbaju biru cerah dengan celemek putihnya mulai
bermunculan dengan nampan perak di tangan mereka. Mereka terus bergerak
melayani ketiga orang itu.
“Hidangannya sangat lezat, Paduka,” puji Arwain, “Belum pernah saya
merasa dijamu semewah ini.”
“Anda hanya melebih-lebihkan, Tuan Arwain,” kata Raja Leland
merendah.
“Hidangan yang Anda sajikan ini sangat lezat,” timpal Elleinder.
20
“Terima kasih, saya senang Anda menyukainya,” kata Raja Leland.
Raja Leland melihat sinar matahari yang menyinari ruangan itu. “Hari
sudah siang,” katanya, “Saya kira Anda lelah setelah perjalanan jauh Anda.
Silakan Anda beristirahat. Besok kita baru membicarakan rencana pernikahan
ini.”
“Anda benar, Raja Leland,” kata Elleinder, “Sebaiknya kita mulai
membicarakannya esok hari.”
“Luke!” panggil Raja Leland, “Antarkan Raja Elleinder dan temannya ke
kamarnya.”
“Baik, Paduka,” kata Luke kemudian pada Elleinder ia berkata, “Saya
akan mengantar Anda berdua.”
“Kami permisi dulu, Paduka,” kata Arwain. Kemudian mereka
meninggalkan Ruang Makan.
Ketika merasa cukup jauh dari Ruang Makan, Arwain berbisik, “Sang Putri
tidak ada.”
Elleinder mengangguk.
“Sepertinya ia benar-benar disembunyikan bahkan dari calon suaminya
sendiri,” bisik Arwain lagi.
“Kurasa kata-katamu tempo hari benar,” bisik Elleinder, “Sementara aku
berunding, engkau mencari sang Putri.”
Arwain tersenyum puas.
Keduanya berdiam diri dan terus mengikuti Luke.
Luke membuka pintu sebuah ruangan. “Ini kamar untuk Anda, Paduka,”
kemudian Luke melihat Arwain, “Di sampingnya adalah kamar untuk Tuan.”
“Terima kasih,” kata Elleinder.
Pria itu membungkuk dan meninggalkan mereka.
Elleinder memasuki kamarnya. Dibandingkan luas kamarnya di Kerajaan
Skyvarrna, kamar ini sama besarnya.
“Benar-benar kamar yang indah,” kata Arwain.
Sebuah tempat tidur antik dengan tirai-tirai putihnya yang tipis terletak
di dekat jendela. Antara jendela dan tempat tidur hanya berbatasan sebuah
meja kecil. Sebuah meja lain terletak di depan perapian besar di hadapan
tempat tidur. Di atas meja terdapat sebuah vas bunga dengan bunga-bunga
keringnya yang ditata rapi dan indah.
Lantainya berselimutkan permadani hijau yang cerah. Dinding kamar
putih bersih tanpa noda sedikit pun. Di sudut langit-langit kamar terdapat
21
ukiran-ukiran malaikat yang indah. Langit-langit putih yang tinggi itu menaungi
kamar yang rapi itu.
Tirai-tirai jendela menari-nari tertiup angin yang sejuk. Di luar jendela
tampak sehamparan permadani alam yang hijau berseri.
“Inilah kamar Istana negeri dongeng,” kata Elleinder lalu ia melangkah
masuk.
“Aku ingin tahu kamarku seperti apa.” Arwain berlari ke kamarnya dan
tak lama kemudian ia kembali ke kamar Elleinder dengan wajah sedih.
“Ada apa?” tanya Elleinder ingin tahu.
“Kupikir kamarku akan lebih indah dari kamarmu tetapi…”
“Kamarmu lebih jelek,” sambung Elleinder.
“Tidak,” kata Arwain sedih, “Kamarku sama dengan kamarmu.”
“Mengapa engkau sedih seperti anak kecil?” tanya Elleinder, “Tidak ada
gunanya menangisi kamar Istana ini. Kita sudah beruntung mendapat
kehormatan untuk menginap di Istana negeri dongeng ini.”
Arwain menunduk sedih.
“Aku lelah sekali. Aku ingin beristirahat kemudian aku akan mencari tahu
seperti apa rupa sang Putri.”
Tiba-tiba Arwain menjadi bersemangat lagi. “Istirahatlah,” katanya lalu
menghilang dari kamar Elleinder.
Elleinder tersenyum. Ia yakin Arwain akan mencari sang Putri saat ini
juga. Elleinder menjatuhkan diri di kasur bulu angsa yang lembut.
Sekarang ia dapat beristirahat dan menanti Arwain memberikan
laporannya.
Arwain menuju lantai terdasar dari Istana Vezuza dan berjalan santai
seperti layaknya penghuni Istana lainnya.
Orang-orang yang berlalu lalang di Hall tidak mempedulikan
kedatangannya. Mereka tampak sibuk sendiri dengan pembicaraan mereka.
Tidak adanya orang yang memperhatikan, membuat Arwain merasa
senang dan bebas. Ia dapat mencari sang Putri tanpa khawatir seorang prajurit
akan menangkapnya karena mencurigainya.
Mengingat sang Putri tidak pernah meninggalkan Istana, sang Putri pasti
telah terbiasa berada di dalam Istana. Karena sang Putri tidak pernah
menampakkan diri, ia pasti tidak berada di Hall yang ramai seperti ini.
Berada di dalam Istana terus juga tidak mungkin. Bagaimana pun
senangnya sang Putri tinggal di dalam Istana, ia pasti ingin melihat dunia luar.
22
Siang hari seperti ini, jarang ada orang di halaman. Halaman Istana
sangat luas dan sang Putri tidak akan menemukan kesulitan untuk mencari
tempat persembunyian yang sejuk dan menyenangkan.
Arwain terus melangkah ke taman dan berharap melihat seorang gadis
buruk rupa seperti yang dikatakan orang-orang itu.
Berjalan di bawah teriknya matahari bukanlah hal yang menyenangkan.
Tumbuhan di halaman sangat banyak dan lebat tetapi tidak dapat menandingi
keangkuhan sang surya.
Belum ada setengah halaman yang dilalui Arwain tetapi seluruh
tubuhnya telah basah oleh keringat. Arwain tidak kuat lagi untuk berjalan di
teriknya matahari. Ia kembali ke Istana.
Sang Putri tidak pernah meninggalkan Istana tentu ia juga tidak pernah
merasakan teriknya matahari. Jadi, kemungkinan satu-satunya adalah sang
Putri sekarang berada di dalam Istana. Di suatu tempat yang jarang didekati
orang.
Tidak mungkin di lantai pertama karena tempat itu sangat ramai oleh
orang yang berlalu-lalang. Lantai dua juga tidak mungkin karena di sanalah
kamarnya juga kamar Elleinder berada. Lantai tiga masih mungkin apalagi
lantai tertinggi Istana Vezuza.
Dengan penuh percaya diri Arwain melangkah ke lantai tiga. Seperti
dugaannya di tempat itu jarang ada orang. Yang tampak olehnya hanya
pelayan-pelayan yang bertugas membersihkan tempat itu.
Setelah lama mencari akhirnya Arwain menemukan sebuah tempat yang
tidak tampak dihuni. Tidak seorang pun yang tampak di sana walaupun tempat
itu sangat bersih. Lorong-lorongnya yang terang tampak kosong.
Arwain tersenyum puas dengan temuannya itu. Walau tidak tampak
seorang pun di tempat ini, ia yakin sang Putri berada di sini di lantai empat ini.
Arwain mulai berjalan lambat-lambat dan berhenti di tiap pintu untuk
mendengar bila ada kehidupan di dalamnya. Bila tak ada orang, Arwain
membuka pintu yang tak terkunci itu dengan harapan sama yaitu melihat sang
Putri.
Tetapi harapan Arwain tidak pernah terwujud. Dengan sedih ia
melanjutkan pencariannya dan semakin lama semangat ingin tahunya semakin
besar.

23
Tiba-tiba Arwain merasa hawa dingin di sekitarnya. Rasanya seperti ada
beratus-ratus orang yang tengah mengawasinya dengan mata tajam mereka
dan siap menghunuskan pedang ke perutnya.
Arwain melihat ke sekeliling lorong mulai dari atas hingga bawah tetapi ia
tidak melihat seorang pun. “Mungkin hanya perasaanku saja,” kata Arwain
pada dirinya sendiri tetapi pikiran Arwain mengatakan pasukan rahasia
Kerajaan Aqnetta sedang mengawasinya.
Arwain memarahi dirinya sendiri. Sejak tadi hingga saat ini ia sama sekali
tidak ingat tempat ia berada saat ini adalah markas dari pasukan rahasia
Kerajaan Aqnetta yang sangat terkenal. Tentu sejak tadi mereka telah
mengawasinya.
Celaka sudah dirinya! Sekarang seluruh pasukan Kerajaan Aqnetta akan
mencurigainya.
Arwain mengutuki dirinya sendiri dan kembali ke kamarnya.
Walau ia telah meninggalkan lantai empat, perasaan diawasi itu masih
tetap ada. Arwain merasa seluruh tubuhnya bergetar ketakutan
membayangkan sekelompok pasukan rahasia sedang mencurigainya.
Dengan terpaksa Arwain harus membatalkan pencariannya untuk hari ini.
Ia harus beristirahat agar pasukan rahasia itu tidak curiga lagi padanya. Kalau
ia berhasil, maka pasukan itu akan menganggap perbuatannya sepanjang
siang ini hanya karena ia ingin melihat seluruh isi Istana Vezuza bukan
memata-matai kegiatan di Istana Vezuza.
Hari ini Arwain membatalkan pencariannya tetapi bukan berarti ia akan
membatalkannya untuk seterusnya.
Pagi ini setelah makan bersama Raja Leland, Elleinder diajak Raja Leland
ke ruangannya untuk membicarakan pernikahannya. Kesempatan ini
dimanfaatkan Arwain dengan baik untuk mulai mencari sang Putri.
Pencariannya hari ini berbeda dengan pencarian kemarin. Hari ini ia
mencari perhatian para wanita di Hall.
Seperti yang dilakukannya kali ini, Arwain mendekati sekelompok wanita
yang sedang berbincang-bincang.
“Selamat pagi,” sapanya, “Maaf saya menganggu pembicaraan Anda.
Kalau Anda tidak keberatan, saya ingin bertanya pukul berapa sekarang.”
“Saat ini sekitar pukul setengah sepuluh.”
“Sudah siang rupanya,” Arwain berpura-pura mengeluh, “Saya tak
menyangka waktu terasa lebih cepat berlalu di negeri ini.”
24
“Anda tidak berasal dari sini?” tanya seorang wanita tertarik.
“Saya berasal dari Kerajaan Skyvarrna.”
“Anda berasal dari negeri yang luas itu rupanya. Ada keperluan apa Anda
datang kemari?” tanya yang lain.
Arwain puas mendapat perhatian dari para wanita itu.
“Saya ke sini menemani teman saya menyelesaikan masalahnya di sini.”
“Tampaknya masalah yang teman Anda hadapi itu bukan masalah
mudah.”
“Anda benar. Saya yang hanya sebagai penonton ikut pusing karenanya.”
“Saya berharap dapat membantu Anda.”
“Anda sudah membantu saya bila Anda mengijinkan saya
memperkenalkan diri pada wanita-wanita yang cantik seperti Anda semua.”
“Anda pandai memuji, Tuan.”
“Saya berkata yang sejujurnya. Saya belum pernah melihat wanita yang
secantik Anda semua. Saya yakin sang Putri kalah cantik dari Anda semua.”
“Putri kami yang Anda maksud?” tanya seorang wanita.
“Ya, kata orang ia cantik tetapi saya yakin ia kalah cantik dengan Anda
semua.”
Wanita-wanita itu tertawa geli.
“Siapakah yang mengatakan hal itu pada Anda, Tuan?”
“Putri kami sangat memalukan Paduka hingga Paduka melarangnya
meninggalkan Istana Vezuza. Sejak lahir ia sudah buruk rupa karena itu Paduka
tidak mengijinkannya keluar.”
“Benarkah itu?” tanya Arwain pura-pura tak percaya, “Apa yang saya
dengar sangat berlainan dengan yang Anda katakan.”
“Kami mengatakan yang sebenarnya, Tuan. Semua orang di kerajaan ini
juga tahu sang Putri sangatlah buruk hingga untuk menyebut namanya saja,
Paduka malu. Kami dengar sang Putri sudah tua. Raja tampaknya sudah
menyerah untuk mencarikan suami bagi putrinya itu.”
“Siapa yang mau menikah dengan wanita yang sudah buruk, gemuk juga
tua walaupun ia seorang Putri Raja?”
“Orang yang menikah dengannya pasti orang gila.”
“Saya setuju dengan Anda,” sahut Arwain tak mau kalah, “Hanya orang
gila yang mau menikah dengan gadis seperti itu.”
“Ia bukan seorang gadis muda lagi, Tuan,” kata seorang wanita
mengingatkan, “Ia gadis tua.”
25
“Karena tua dan buruknya dia, Paduka sampai tak mengijinkannya
meninggalkan kamarnya.”
“Benarkah itu?” Arwain pura-pura tak percaya, “Tidak mungkin Paduka
Raja Leland menyembunyikan putrinya sampai tidak mengijinkanya
meninggalkan kamarnya.”
“Itu benar, Tuan. Ayah saya telah bekerja di Istana ini selama berpuluh-
puluh tahun tetapi belum pernah ia melihat sang Putri. Ia hanya tahu mengenai
kelahirannya setelah itu ia tidak tahu apa-apa lagi tentangnya.”
“Jadi apa yang saya dengar selama ini sangat salah,” gumam Arwain.
“Benar, Tuan. Semuanya itu sangat salah.”
“Kalau Anda tidak mempercayai kami, Anda bisa menanyakannya pada
para pelayan di Istana ini.”
“Anda jangan heran bila mereka mengatakan tidak pernah bertemu sang
Putri.”
“Saya akan mencoba saran Anda,” kata Arwain, “Terima kasih atas
pembicaraan yang menyenangkan ini.”
“Bila Anda sangat ingin tahu mengenai sang Putri, Anda bisa mencari
Nissha. Kata ayah saya, wanita itulah yang merawat sang Putri sejak ia lahir.”
“Terima kasih atas saran Anda. Saya akan mencarinya.”
Arwain tersenyum puas ketika meninggalkan sekelompok orang itu.
Elleinder akan sangat terkejut bila mengetahui apa yang dikatakan para
wanita itu padanya. Mungkin ia akan membatalkan pernikahan konyolnya ini.
Bila itu terjadi, Arwain sebagai temannya akan sangat senang.
Arwain tidak perlu menemui pelayan yang disebut wanita itu. Ia yakin
wanita itu akan mengatakan hal yang sama padanya.
Ketika melihat Elleinder kembali ke kamarnya, Arwain segera menuju
kamar pria itu.
“Dari wajahmu, aku melihat engkau telah menemukan sesuatu yang
sangat menyenangkan hatimu.”
“Kau benar,” sahut Arwain, “Apa yang kutemukan ini pasti dapat
mengubah semua rencanamu.”
Elleinder hanya memandang tak percaya.
“Aku yakin, Elleinder. Sangat yakin,” kata Arwain tegas.
Elleinder tetap memandang tak percaya.

26
“Putrimu itu benar-benar seperti yang dikatakan orang-orang. Wanita-
wanita yang kutemui tadi mengatakan seperti apa rupa sang Putri tepat seperti
yang kita ketahui. Mereka berulang kali menekankan sang Putri sudah tua.”
“Apa pun yang terjadi, aku tidak akan membatalkan pernikahan ini.”
“Ia lebih tua darimu, Elleinder. Ia sangat tidak pantas untukmu.”
“Engkau terlambat, Arwain. Aku dan Raja Leland telah mencapai kata
sepakat untuk menikah secepat mungkin. Kami juga telah membicarakan di
mana dan kapan kami akan menikah. Malam ini puaskan rasa kagummu pada
Istana Vezuza sebab besok siang kita akan kembali ke Kerajaan Skyvarrna
untuk melaksanakan apa yang telah kusepakati dengan Raja Leland.”
Arwain hanya dapat terpana mendengar kata-kata tegas itu.
Elleinder menepuk pundak Arwain. “Bersenang-senanglah malam ini.
Hanya malam ini satu-satunya kesempatan yang tersisa.”
Arwain tidak mengerti mengapa Elleinder secepat ini memutuskan
pernikahannya. Elleinder dengan cepat memutuskan akan menikah di mana
dan kapan. Masalah ini bukan masalah kecil tetapi kedua raja itu telah
menyelesaikannya dalam sekali bicara. Tampaknya kedua raja merasa
diuntungkan dengan pernikahan ini sehingga dengan cepatnya memutuskan
akan segera menikahkan sang Putri dengan Elleinder.
Arwain yakin Raja Leland merasa sangat lega karena pada akhirnya ada
pria yang mau menikah dengan putrinya yang buruk rupa.
Karena segalanya telah diputuskan berarti masa depan Elleinder juga
Kerajaan Skyvarrna sudah jelas. Mereka akan mempunyai ratu yang buruk rupa
dan sangat memalukan sepanjang sejarah Kerajaan Skyvarrna.
“Tidak,” kata Arwain dalam hatinya. Arwain tidak mau mempunyai ratu
yang memalukan seperti itu. Satu-satunya jalan untuk membuka mata
Elleinder adalah mempertemukannya dengan pengasuh sang Putri.
Arwain segera keluar mencari wanita itu.
“Di mana Nissha?” tanya Arwain kepada pelayan yang ditemuinya di
lorong.
“Itu Nissha.” Pria itu menunjuk seorang wanita yang baru saja
meninggalkan Ruang Perpustakaan.
Arwain segera menghampiri wanita tua itu. “Mrs. Nissha,” panggilnya.
Nissha berhenti. “Apakah saya mengenal Anda?” tanyanya heran.

27
“Saya Arwain, teman baik Raja Elleinder dari Kerajaan Skyvarrna. Saya
tahu Anda adalah pengasuh sang Putri. Saya ingin bertanya pada Anda
mungkinkah teman saya bertemu sang Putri.”
“Maaf, Putri sangat sibuk,” kata Nissha ketus.
Arwain tidak mengerti mengapa wanita itu bersikap ketus padanya.
“Teman saya sangat ingin bertemu sang Putri sebelum menikah dengannya.”
“Untuk melihat apakah Putri seperti yang orang-orang katakan?” tanya
Nissha tajam.
Arwain terdiam.
“Paduka Raja Elleinder telah melamar Putri tanpa melihat seperti apa
rupanya. Ia juga tidak peduli seperti apa sang Putri. Sekarang ia ingin bertemu
Putri. Apakah ia ingin lebih mengolok Putri?” tanya Nissha ketus, “Apakah ia
ingin semakin mempermalukan Putri dengan membatalkan pernikahannya
setelah bertemu dengannya dan semakin memperbesar mulut orang-orang itu?
Maaf, saya tidak dapat membantu Anda.”
Nissha pergi dengan angkuhnya.
Arwain terpana melihat wanita itu.
Wanita itu tampaknya sangat mencintai sang Putri hingga tidak mau ada
orang yang menjelek-jelekkannya. Itu berarti sang Putri memang seperti apa
yang dikatakan orang-orang itu. Arwain yakin pada apa yang didengarnya
tetapi Elleinder tentu tidak mau mempercayai apa yang baru saja terjadi ini.
Dengan lesu Arwain kembali ke kamarnya.
Tampaknya tidak ada jalan lagi untuk menyelamatkan Elleinder dari
pernikahan konyol ini.

28
3

Hari pernikahan yang direncanakan akhirnya tiba.


Dalam pertemuan antara Elleinder dengan Raja Leland, diputuskan untuk
segera melangsungkan pernikahan. Dan untuk menunjukkan pernikahan ini
untuk mempererat persahabatan dua kerajaan, pernikahan dilangsungkan di
gereja yang paling dekat dengan perbatasan antara dua kerajaan.
Pernikahan yang baru diumumkan setelah semuanya siap ini
mengejutkan banyak kerajaan.
Banyak yang menilai tindakan Elleinder sangat berani. Tidak ada seorang
Pangeran pun yang mau menikah dengan Putri yang buruk rupa itu walau
untuk menguasai Kerajaan Aqnetta.
Yang pertama kali terkejut dengan rencana pernikahan ini tentu saja
penduduk Kerajaan Skyvarrna. Tetapi mereka sudah terlalu terlambat untuk
menghentikan Raja mereka. Semua hal yang menyangkut pernikahan hampir
selesai ketika mereka tahu. Para pejabat istana pun baru tahu setelah Raja
Leland menerima lamaran Elleinder.
Yang diharapkan penduduk Kerajaan Skyvarrna hanya Raja mereka tahu
tindakannya ini dan ia tidak menyesal menikah dengan Putri yang dikatakan
sangat buruk rupa hingga Raja Leland sangat malu karenanya.
Dalam pernikahan ini diundang banyak keluarga kerajaan dari kerajaan
lain. Dan semua sudah hadir sebelum waktunya.
“Lihatlah Gereja Chreighton sudah penuh,” kata Arwain yang hari itu
menjadi pendamping pengantin pria, “Kurasa mereka lebih ingin melihat rupa
sang Putri daripada pernikahanmu sendiri.”
“Mengapa mereka belum datang?” kata Elleinder cemas, “Raja Leland
berjanji akan datang tepat waktu.”
“Engkau tidak sabar rupanya. Tidak mengetahui rupa calon istri saja
sudah tidak sabar seperti ini belum lagi kalau tahu.”
“Aku tidak mengerti mengapa Raja Leland sangat menyembunyikan
putrinya. Bahkan ketika aku menanyakannya, ia mengelak mengatakan segala
sesuatu tentang putrinya.”

29
“Kurasa ia benar-benar malu akan putrinya,” Arwain memberi pendapat.
“Selama kita di Istana Vezuza, aku juga tidak dapat menyelidiki lebih jauh.
Istana itu sangat ketat penjagaannya. Sampai sekarang aku masih ingat
bagaimana aku merasa seluruh bulu kudukku berdiri ketika menginjak halaman
istana.”
Elleinder pun masih ingat suasana ketika berada di Istana Vezuza.
Rasanya puluhan mata selalu mengawasi gerak-geriknya walau ruangan itu
kosong. Penjagaan di Istana Vezuza memang sangat ketat bahkan lebih ketat
dari penjagaan di Istana Qringvassein. Tidak heran kalau tidak ada yang berani
mengusik kedamaian Istana Vezuza.
“Tampaknya calon istrimu sudah tiba,” kata Arwain ketika melihat
keributan di luar pintu Gereja Chreighton.
Tak lama setelah Arwain mengucapkannya, Elleinder melihat seorang
gadis yang berkerudung putih panjang memasuki pintu gereja dengan
perlahan.
Raja Leland dengan bangga menggandeng gadis itu ke arahnya. Sesekali
ia mengangguk kepada orang-orang yang mengucapkan selamat padanya.
“Seperti apa yang rupa gadis itu. Aku sama sekali tidak tahu apakah ia
cantik atau jelek. Apakah ia gemuk atau tidak.”
“Apa boleh buat,” kata Elleinder, “Dari rambut sampai kakinya tertutup
kerudung putihnya yang panjang. Dan sepertinya kerudungnya sangat tebal
sehingga sukar melihat wajahnya.”
“Tampaknya Raja Leland benar-benar tidak mau putrinya terlihat
siapapun sebelum engkau menikahinya.”
“Tampaknya memang seperti itu.”
Tiba-tiba Uskup berdehem cukup keras.
Kedua pria itu segera menyadari kesalahan mereka. Mereka diam seribu
bahasa dan terus menantikan gadis yang semakin dekat itu.
“Gadismu datang,” bisik Arwain ketika gadis itu telah tiba di depan altar.
“Saat ini adalah saat terakhir kita berhubungan sebagai dua Raja,” kata
Raja Leland sebelum menyerahkan putrinya kepada Elleinder, “Aku ingin
engkau menjaga putriku baik-baik.”
“Tentu, Raja Leland,” jawab Elleinder.
Raja Leland tersenyum. “Terimalah putriku. Aku berharap dia tidak
mengecewakanmu dan engkau mau membahagiakannya,” katanya sambil
mengulurkan tangan putrinya pada Elleinder.
30
Elleinder tertegun melihat tangan itu. Tangan yang terbungkus sarung
tangan putih itu kecil dan jari-jari lentiknya terulur anggun.
Perlahan tapi pasti Elleinder meraih tangan itu. Kembali ia tertegun
ketika merasakan dinginnya tangan itu di tangannya. Tangan mungil itu terasa
sangat tenang. Sama sekali tidak ada getaran khawatir atau sejenisnya. Juga
tidak ada getaran gembira.
Elleinder heran. Setahunya setiap gadis pasti akan gugup menghadapi
pernikahannya tapi tangan gadis yang akan menjadi istrinya ini sama sekali
tidak menampakkan kegugupannya. Tangan itu sangat tenang dan lembut.
Segera setelah keduanya berlutut di depan altar, Uskup memulai upacara
suci itu. Dalam keheningan yang sakral itu, Elleinder sama sekali tidak
merasakan kecemasan sang Putri dan itu membuatnya semakin ingin tahu
seperti apakah rupa sang Putri. Dalam upacara itu pula ia baru mengetahui
nama sang Putri.
“Illyvare,” gumam Elleinder dalam hatinya sesaat setelah mengucapkan
janjinya.
Keingintahuan Elleinder semakin besar ketika sang Putri mengucapkan
janjinya dengan perlahan namun tetap tenang. Suara lembut itu mengusik
keingintahuan Elleinder. Elleinder tahu ia harus bersabar hingga upacara
selesai.
Ketika Uskup akhirnya berkata “Dengan ini kalian resmi menjadi suami
istri”, Elleinder sudah tidak sabar untuk menyingkap kerudung yang menutupi
seluruh wajah istrinya.
Dengan menahan perasaan ingin tahunya yang besar, Elleinder
membuka kerudung itu perlahan-lahan. Ketika akhirnya kerudung itu benar-
benar tersingkap, Elleinder tertegun.
Entah untuk keberapa kalinya dalam upacara pernikahannya ini ia dibuat
tertegun oleh istrinya yang tak pernah dilihatnya sebelumnya juga tidak
pernah dilihat orang lain. Tetapi kali ini Elleinder bukan hanya tertegun tetapi
juga terpesona oleh wajah cantik yang menatapnya dengan tenang.
Wajah cantik itu tampak tenang setenang sinar bola matanya yang
kecoklatan. Dengan rambut hitamnya yang indah yang disanggul rapi, gadis itu
tampak anggun. Kulit putihnya bersemu rona merah muda yang membuatnya
sangat manis.
Sungguh merupakan suatu kejutan melihat istrinya ternyata jauh
berbeda dari apa yang diperkirakan semua orang. Putri Illyvare sangat cantik
31
dan mungil seperti seorang peri. Kecantikkan timur yang lembut yang
dimilikinya membuatnya tampak sangat anggun dan lembut.
Uskup tampaknya juga tertegun melihat Putri kerajaannya itu. Ia tidak
segera menghentikan Elleinder yang terus menatap lekat-lekat wajah Illyvare.
Dibiarkannya mata terpesona Elleinder terus beradu dengan mata tenang
Illyvare.
Untung Elleinder cepat menyadari ia berada di tengah upacara
pernikahan. Dengan perlahan seolah takut mengusik ketenangan gadis cantik
itu, Elleinder mencium istrinya.
Rupanya sang Putri masih merasa belum cukup membuat Elleinder
tertegun dalam upacara pernikahannya ini. Sekali lagi Elleinder tertegun oleh
dinginnya bibir sang istri. Bibir yang lembut itu dingin dan tenang. Rasanya
semua yang ada pada gadis itu dingin dan tenang tetapi juga lembut.
Setelahnya Uskup melanjutkan upacara dengan upacara peneguhan
cincin pernikahan.
Ketika akan memasukkan cincin pernikahan itu ke jari istrinya, Elleinder
baru sadar cincin itu terlalu besar untuk istrinya. Seperti semua orang, ia
percaya sang Putri gemuk dan ia menyiapkan cincin yang cukup besar. Tak
pernah sekalipun terlintas dalam benaknya kalau sang Putri ternyata seorang
gadis yang sangat cantik seperti seorang peri.
Dengan perasaan bersalah, ia memasukkan cincin itu ke jari manis
Illyvare yang tetap tenang dalam kediamannya.
Setelah semua rangkaian upacara pernikahan selesai, keduanya masih
tidak dapat meninggalkan gereja. Mereka masih harus menanti upacara
penobatan mereka sebagai Raja dan Ratu Kerajaan Aqnetta. Dan untuk Illyvare,
ia harus mengikuti upacara penobatan dirinya menjadi Ratu Kerajaan
Skyvarrna.
Mereka berdua terus berlutut di depan altar – membelakangi semua
tamu yang ingin tahu seperti apakah rupa sang Putri.
Dalam ketenangan penantian itu, Illyvare kembali teringat saat-saat ia
mengetahui pernikahannya ini.
“Putri! Putri Illyvare!”
Illyvare yang berada di antara kebun bunganya yang tinggi,
memalingkan kepalanya dengan perlahan seolah tidak ingin rambut
panjangnya merusak kuntum-kuntum bunga warna-warni yang bermekaran di
sekitarnya.
32
Nissha yang terburu-buru lupa pada tujuannya semula karenanya. Nissha
tidak pernah tidak mengagumi kecantikan Putri yang diasuhnya sejak kecil,
ketika gadis itu berada di antara bunga-bunga di kebun bunganya.
“Ada apa, Nissha?” Illyvare membuyarkan senyuman yang menghiasi
wajah Nissha.
Pertanyaan yang diucapkan dengan lembut itu membuat Nissha kembali
teringat pada tujuannya semula. “Gawat, Tuan Puteri. Gawat sekali.”
Illyvare hanya menatap pengasuhnya itu.
“Baru saja Menteri Luar Negeri Kerajaan Skyvarrna meninggalkan Istana
Vezuza.”
Illyvare kembali melanjutkan kesibukannya merawat bunga-bunga di
sekelilingnya dengan penuh perhatian.
“Tuan Puteri!” panggil Nissha merajuk.
“Aku mendengarkanmu,” sahut Illyvare sambil terus memilih bunga-
bunga yang cukup tua untuk dipotongnya.
“Dengarkanlah saya, Tuan Puteri. Masalah ini benar-benar gawat,” kata
Nissha setengah memohon, “Ini menyangkut masa depan Anda.”
Pandangan Illyvare menerawang jauh ke langit biru yang tak berujung
sebelum ia kembali menatap Nissha.
“Menteri Luar Negeri itu datang untuk menyampaikan lamaran Raja
Elleinder pada Anda. Dan ayah Anda menerimanya.”
Illyvare menatap Nissha dengan tenang.
Nissha keheranan melihat Illyvare tetap tenang walau ia tahu ia harus
menikah dengan seorang pria yang belum pernah ditemuinya. “Tuan Puteri?”
“Tadi Calf menemuiku dan mengatakan semua hasil pembicaraan Menteri
Perkins dengan mereka.”
“Mengapa Anda tenang-tenang saja seperti itu, Tuan Puteri?” Nissha
mengungkapkan keheranannya, “Masalah ini bukan masalah sepele. Ini
menyangkut masa depan Anda.”
Illyvare sambil menghela napasnya dengan pasrah. Kembali mata gadis
itu menerawang jauh di langit biru yang tak berujung. “Langit sedemikian
luasnya dan kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan di mana ujungnya.”
Nissha tidak mengerti apa yang dikatakan Illyvare. Dan ia tidak bertanya
lebih jauh lagi.
“Saya rasa Raja Elleinder mengajukan lamaran bukan karena ia
mencintai Anda,” gumam Nissha.
33
Mendengar perkataan itu, Illyvare menggelengkan kepalanya. Dan tanpa
berkata lebih banyak lagi, ia melanjutkan kesibukannya.
“Ia pasti melamar Anda karena ia ingin menguasai Kerajaan Aqnetta.
Anda sering berkata banyak yang ingin menguasai kerajaan ini sejak dulu. Pasti
Raja Elleinder termasuk di antara mereka. Kalau tidak, ia tidak mungkin
melamar Anda yang kata orang-orang, jelek dan gemuk dan entah apa lagi.”
Sambil terus membantu Illyvare, Nissha terus berkata, “Saya tidak
mengerti mengapa mereka mempunyai pikiran yang buruk-buruk tentang
Anda.”
“Aku tidak pernah menampakkan diriku pada siapapun selain pada kalian
yang tinggal di Istana ini, Nissha,” Illyvare memberi penjelasan.
“Tetapi tidak seharusnya mereka punya pikiran seperti itu walau Anda
tidak pernah meninggalkan Istana.”
Illyvare tahu percuma berusaha memberi penjelasan lebih banyak
kepada Nissha. Dibiarkannya Nissha terus menggumam.
“Putri! Putri Illyvare!” Kembali seseorang memanggil gadis itu.
Kembali pula Illyvare memalingkan kepalanya dengan perlahan.
“Paduka Raja Leland memanggil Anda,” kata prajurit itu, “Paduka ingin
Anda menemuinya di Ruang Kerja.”
Illyvare tahu kalau ayahnya memanggilnya ke Ruang Kerja, berarti apa
yang akan dikatakannya ini sangat penting dan menyangkut Kerajaan Aqnetta.
Illyvare tahu apa yang akan dibicarakan ayahnya padanya.
“Paduka pasti memanggil Anda karena masalah itu,” Nissha memberi
pendapat.
Illyvare mengabaikan Nissha. Dengan tenang dan tanpa kecemasan ia
berkata, “Bawalah keranjang ini ke kamarku.”
Nissha keheranan melihat Illyvare yang tampak tenang walau tahu apa
yang akan dibicarakan ayahnya. Gadis itu memang selalu tenang tetapi tidak
pernah disangkanya bahwa ia sedemikian tenangnya hingga tetap tenang
walau ada masalah besar yang menyangkut masa depan dan kebahagiaannya
sendiri.
Nissha terus memandangi punggung Illyvare yang semakin jauh dan
akhirnya menghilang di balik pepohonan yang tinggi di halaman Istana Vezuza
yang memagari Istana Vezuza.
Illyvare tahu apa yang sedang dipikirkan pelayan sekaligus pengasuhnya
itu tetapi ia tetap diam saja. Tanpa mengkhawatirkan apa pun, Illyvare terus
34
menuju Ruang Kerja. Ia sudah tahu apa yang akan dikatakan ayahnya padanya
dan ia sudah tahu apa yang harus dilakukannya.
“Masalah apakah yang ingin Ayahanda bicarakan hingga memanggil saya
sepagi ini?” tanya Illyvare dengan sopan.
“Duduklah dulu,” kata Raja Leland tak dapat menahan luapan
kegembiraannya.
Illyvare menuruti perintah ayahnya.
“Beberapa saat yang lalu Menteri Luar Negeri Kerajaan Skyvarrna datang
untuk menyampaikan surat dari Raja Elleinder. Dalam suratnya, Raja Elleinder
ingin melamarmu demi semakin mempererat hubungan kedua kerajaan. Aku
telah menerimanya dan aku ingin engkau juga menerimanya dengan ikhlas.”
“Saya mengerti, Ayahanda,” kata Illyvare, “Demi kesejahteraan
penduduk Kerajaan Aqnetta, saya akan menikah dengan Raja Elleinder dengan
segenap perasaan saya. Dan demi dua kerajaan saya akan melakukan tugas
saya dengan baik.”
“Bagus,” kata Raja Leland puas, “Engkau harus tahu pernikahan kalian ini
akan membuat kemungkinan dua kerajaan ini menjadi satu dengan kalian
sebagai raja dan ratunya. Aku baru saja memutuskan akan segera
menyerahkan tahtaku kepadamu setelah pernikahanmu. Dengan demikian
engkau dapat dengan mudah membuat rakyat kita menjadi semakin
sejahtera.”
“Saya lebih mengharapkan Ayahanda yang memegang tampuk
pemerintahan Kerajaan Aqnetta sampai saya benar-benar siap,” kata Illyvare
merendah, “Tetapi bila Ayahanda memaksa, saya hanya dapat melakukannya
dengan sebaik-baiknya. Saya berharap kelak Ayahanda mau membantu saya
yang belum berpengalaman ini.”
Raja Leland tertawa senang karenanya.
“Bagus. Bagus sekali,” katanya berulang-ulang, “Memang itu yang harus
kaulakukan. Engkau sudah beruntung bisa dilamar oleh Raja dari kerajaan luas
seperti Kerajaan Skyvarrna.”
Illyvare terdiam mendengar kata ‘beruntung’ yang diucapkan dengan
penuh kemenangan itu. Ia tahu yang lebih beruntung dengan pernikahan ini
adalah ayahnya dan Kerajaan Aqnetta bukan dirinya. Illyvare tahu ia hanya
sebagai suatu pion dalam penyatuan dua kerajaan sahabat ini, pion yang
sangat penting.

35
“Karena pernikahanmu ini aku telah mengecewakan Calf. Aku tidak akan
memaafkanmu kalau engkau tidak melakukan tugas ini dengan baik.”
“Saya mengerti besarnya tanggung jawab yang berada di tangan saya
ini. Saya tidak akan mengecewakan Ayahanda juga rakyat Kerajaan Aqnetta,”
Illyvare berjanji.
Raja Leland kembali tertawa senang dan penuh kemenangan.
“Illyvare! Illyvare!”
Illyvare terkejut mendengar panggilan yang semakin lama semakin keras
itu. Dengan segera ia menguasai perasaannya kemudian dengan tenang
memalingkan kepala pada pria yang kini menjadi suaminya.
“Aku minta maaf.”
Illyvare hanya menatap bingung sebagai jawabannya.
“Cincin yang kusiapkan terlalu besar untukmu.”
“Lupakan saja,” sahut Illyvare kemudian ia kembali menatap lurus ke
depan.
Elleinder terus memperhatikan Illyvare yang memandang lurus ke depan.
Pandangan yang lurus dan jauh ke depan. Pandangan yang tenang.
Illyvare tahu Elleinder sedang menatapnya namun ia tidak
mempedulikannya. Sejak tahu ia akan menjadi Ratu dari dua kerajaan, Illyvare
terus berdoa memohon bantuan-Nya agar dapat melakukan tugas beratnya
dengan baik.
Elleinder terus memperhatikan gadis itu menutup matanya setelah
sekian lama menatap lurus ke salib Yesus di belakang altar.
Tidak dapat dimengerti oleh Elleinder mengapa Raja Leland
menyembunyikan putrinya yang sedemikian cantik bahkan malu karenanya.
Gadis ini terlalu cantik untuk disembunyikan dari siapapun. Tidak ada suatupun
pada diri Illyvare yang dapat menimbulkan perasaan malu.
Elleinder menatap lekat-lekat bulu mata hitamnya yang lentik. Mulutnya
yang menekuk lembut di bawah hidungnya yang mungil. Semua yang ada pada
gadis ini tampak begitu indah untuk terus dipandang. Elleinder yakin ia takkan
menemukan gadis yang jauh lebih mempesona dari Putri satu ini.
Seorang wanita tua mendekati Illyvare.
Elleinder melihat Illyvare merendahkan kepalanya seolah tahu apa yang
akan dilakukannya. Kemudian gadis itu membiarkan wanita itu bersama
pelayan-pelayannya yang lain melepas mahkota pengantinnya beserta
kerudungnya yang panjang.
36
“Semoga Anda berbahagia bersamanya, Tuan Puteri,” bisik Nissha sesaat
sebelum meninggalkan gadis yang terus berlutut di depan altar itu.
“Terima kasih, Nissha,” bisik Illyvare pula. Dan ia kembali tenggelam
dalam doanya.
Sesaat setelah itu, Raja Leland dengan pakaian kerajaannya yang
lengkap dengan jubah merahnya yang panjang dan berjahitkan benang emas
keperak-perakan, memasuki Gereja Chreighton dan terus menuju altar.
Tampak seorang prajurit yang berpakaian seragam lengkap membawa
sebuah mahkota yang bertahtakan emas dan berbagai macam batu indah di
belakangnya. Beberapa prajurit lain yang juga berpakaian lengkap mengawal
mereka dengan ketat.
Elleinder melihat Illyvare masih terus memejamkan matanya walau
tamu-tamu menjadi ramai karena terpesona pada mahkota Kerajaan Aqnetta
yang indah. Elleinder tidak tahu apakah yang sedang dilakukan gadis itu. Ia
hanya menduga gadis itu ingin menikmati saat-saat terakhir sebelum ia
menjadi Ratu dan ia membiarkannya.
Sesaat sebelum Raja Leland berdiri di depan mereka, Illyvare membuka
matanya perlahan-lahan. Ia tahu saatnya sudah tiba dan ia telah siap menjadi
Ratu dari dua kerajaan.
Uskup muncul kembali di altar. Setelah itu Raja Leland baru melepas
mahkota di kepalanya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala
Elleinder.
“Hari ini dalam pernikahan kalian, aku menyerahkan tahta Kerajaan
Aqnetta kepada kalian,” Raja Leland memulai upacara penyerahan tahta, “Aku
ingin kalian memerintah Kerajaan Aqnetta dengan jujur, adil dan bijaksana.
Dan demi kemakmuran dan kebahagian seluruh rakyat Kerajaan Aqnetta, aku
ingin kalian bersumpah dengan hati yang tulus.”
Kemudian pada Elleinder, Raja Leland berkata, “Elleinder, hari ini aku
mengangkatmu menjadi Raja dari Kerajaan Aqnetta menggantikan aku, Raja
Leland. Engkau adalah Raja dari Kerajaan Skyvarrna dan aku ingin engkau tidak
membedakan kedua kerajaan.”
Kemudian Uskup mendekati Elleinder dan meletakkan tangan Elleinder di
atas Kitab Suci. “Sebelum engkau menjadi Raja, aku ingin mendengar
sumpahmu. Sekarang ucapkanlah sumpahmu dalam kekudusan Allah,”
katanya.

37
“Saya, Elleinder, bersumpah tidak akan membedakan Kerajaan Aqnetta
dari Kerajaan Skyvarrna dan akan melakukan segala sesuatu yang terbaik bagi
kebahagiaan Kerajaan Aqnetta.”
“Dengan demikian, sejak saat ini engkaukah Raja dari Kerajaan Aqnetta,”
kata Raja Leland sesaat sebelum memasangkan mahkota itu di kepala
Elleinder.
Upacara penobatan masih belum selesai dan tidak seorang tamupun
yang berani menganggu dengan tepuk tangan.
“Illyvare, pada hari ini pula aku mengangkatmu menjadi Ratu Kerajaan
Aqnetta, menggantikan ibumu, Ratu Saundra. Sebagai istri dari Elleinder,
engkau harus membantunya melakukan segala tugasnya demi kesejahteraan
Kerajaan Aqnetta.”
Sekali lagi setelah Raja Leland berbicara, Uskup mengambil alih. Ia
meletakkan tangan Illyvare di atas Kitab Suci dan berkata, “Sebelum menjadi
Ratu Kerajaan Aqnetta, aku ingin mendengar sumpahmu. Sekarang ucapkanlah
sumpahmu yang tulus dalam kekudusan Allah.”
“Saya, Putri Mahkota Kerajaan Aqnetta, Illyvare,” kata Illyvare tegas
namun tetap tenang dan perlahan-lahan, “Bersumpah atas nama Bapa, Putra
dan Roh Kudus akan membantu suami saya dalam memerintah Kerajaan
Aqnetta. Demi kemakmuran Kerajaan Aqnetta dan kebahagiaan rakyatnya,
saya bersumpah akan melakukan setiap tugas saya dengan sebaik-baiknya.”
Raja Leland kembali menggantikan tugas Uskup. Ia mengambil mahkota
lain dari prajurit tadi. Kemudian ia berkata, “Dengan ini aku mengangkatmu
menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta yang harus membantu setiap tugas suamimu.”
Dan iapun memasangkannya di kepala Illyvare.
Kemudian Raja Leland mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Raja
Leland mengangkat tongkat emas yang tak kalah indahnya dengan mahkota
Kerajaan Aqnetta di antara kedua Raja dan Ratu baru itu. “Ini adalah tongkat
kekuasaan Kerajaan Aqnetta. Sekarang aku ingin kalian berpegang pada
tongkat ini dan sekali lagi bersumpah akan memerintah bersama demi
Kerajaan Aqnetta.”
Elleinder segera melakukan apa yang diperintahkan Raja Leland diikuti
Illyvare. Bersamaan keduanya berkata, “Kami bersumpah akan bersama-sama
memerintah Kerajaan Aqnetta dan saling membantu demi kemakmuran
Kerajaan Aqnetta.”

38
“Dengan ini resmilah kalian menjadi Raja dan Ratu Kerajaan Aqnetta.
Atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus,” Uskup mengakhiri upacara penobatan,
“Semoga kalian memerintah dalam nama kebenaran dan keadilan.”
Akhirnya selesailah rangkaian upacara suci di Gereja Chreighton.
Kembali Uskup menyalami mereka. Kali ini bukan selamat atas
pernikahan mereka tetapi selamat atas pengangkatan mereka menjadi
penguasa Kerajaan Aqnetta yang baru.
Raja Leland juga tidak ketinggalan memberi selamat. Ketika menyalami
Illyvare, ia berkata, “Jangan kecewakan aku.”
Illyvare hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun.
Suasana ramai memenuhi Gereja Chreighton setelahnya. Tamu-tamu
sudah tidak sabar ingin melihat dari dekat wajah sang Putri dan memberi
ucapan selamat kepada mereka.
Prajurit yang tadi mengawal masuknya Raja Leland beserta mahkota
kerajaan, segera membuka jalan bagi keluarga kerajaan itu.
Dalam perundingan antara Elleinder dan Raja Leland, disepakati setelah
menikah di Gereja Chreighton, Illyvare akan segera dibawa ke Istana
Qringvassein. Alasan yang diberikan Raja Leland saat itu adalah putrinya pasti
lelah setelah menjalani dua upacara dalam waktu yang berturut-turut dan ia
tidak ingin putrinya jatuh sakit karenanya. Saat itu Elleinder hanya
mengangguk sambil tersenyum dalam hati. Ia tahu Raja Leland tidak ingin
orang lain tahu rupa putrinya yang buruk.
Tetapi itu adalah saat itu. Saat ini sudah lain dari saat itu. Saat ini
Elleinder menganggap apa yang dikatakan Raja Leland benar. Ia sendiri merasa
sangat lelah setelah menjadi dua upacara yang cukup melelahkan dalam waktu
satu hari. Belum lagi perjalanan panjang ke Istana Qringvassein yang harus
ditempuh.
Apapun alasan Raja Leland menyembunyikan istrinya dari orang banyak,
Elleinder tidak tahu. Tetapi Raja Leland benar-benar menyembunyikannya dari
siapapun.
Mungkin karena keingintahuan para tamu yang besar, prajurit yang
memagari mereka kewalahan. Di saat-saat genting sebelum mereka terdorong
oleh para tamu itulah datang pasukan lain dalam jumlah besar yang segera
membantu mereka.
Entah dari mana mereka datang tetapi mereka tampak tiba-tiba muncul
dari segala penjuru dan segera membuat pagar betis yang sangat kuat
39
sehingga Elleinder dan Illyvare dapat terus berjalan di lorong depan altar yang
memisahkan kedua baris bangku umat itu.
“Mungkin merekalah pasukan rahasia Kerajaan Aqnetta,” pikir Elleinder
saat melihat kesigapan pasukan yang baru datang itu.
Illyvare melihat Elleinder terus memperhatikan pasukan yang
membukakan jalan bagi mereka. Ia tahu apa yang sedang dipikirkan pria itu
dan berkata, “Mereka pasukan Pengawal Istana.”
Elleinder terkejut mendengarnya. “Pasukan Pengawal Istana?”
Illyvare hanya mengangguk untuk meyakinkan Elleinder.
“Tak heran kalau tidak ada yang berani mencoba kekuatan militer
Kerajaan Aqnetta,” pikir Elleinder tanpa berhenti memperhatikan pasukan itu.
Semua tampak tangguh dan kuat. Tidak seorangpun yang tampak lemah.
Pandangan tajam mereka menyiratkan kekuatan yang tersembunyi. Benar-
benar sekelompok pasukan yang tangguh. Pasukan Pengawal Istananya saja
sangat tangguh seperti ini apalagi Angkatan Bersenjatanya yang lebih penting
tugasnya yang bukan hanya melindungi keluarga Raja tetapi juga seluruh
Kerajaan Aqnetta.
Tanpa kesulitan mereka berhasil mencapai kereta yang telah
dipersiapkan di depan pintu.
Elleinder segera membantu Illyvare naik sebelum ia sendiri naik.
Pasukan Pengawal Istana Qringvassein segera mengambil alih tugas
Pasukan Pengawal Istana Vezuza. Mereka mengiringi kepergian kereta yang
membawa Raja dan Ratu.
“Untung kita berhasil lolos dengan mudah,” kata Elleinder setelah
mereka agak jauh dari Gereja Chreighton.
Illyvare tidak menanggapinya.
Elleinder melihat gadis itu memandang lurus ke luar jendela. Ia menduga
gadis itu masih enggan meninggalkan kerajaannya.
“Suatu hari nanti kita pasti akan kembali lagi ke sini,” Elleinder mencoba
menghibur Illyvare.
Illyvare memalingkan kepalanya dan mengangguk.
“Engkau tidak lelah?” tanya Elleinder – mencoba membuka percakapan.
“Tidak,” jawab Illyvare singkat.
“Lebih baik engkau tidur. Perjalanan ini sangat panjang. Ayahmu tidak
ingin engkau sakit,” Elleinder membujuk Illyvare. “Jangan khawatir, aku tidak

40
akan mengganggumu. Aku sendiri sangat lelah dan yang kuinginkan saat ini
hanya tidur.”
“Lakukanlah,” kata Illyvare tanpa meninggalkan ketenangannya.
“Tidurlah,” Elleinder kembali mencoba membujuk Illyvare, “Aku tidak
akan menyentuhmu. Aku janji.”
Elleinder pikir bila ia memberi contoh pada Illyvare, gadis itu akan
mengikutinya. Maka ia menyandarkan punggung dan memejamkan matanya.
Kesunyian yang ada di antara mereka membuat Elleinder menduga
Illyvare telah mengikuti tindakannya. Diam-diam ia membuka mata dan
terkejut melihat Illyvare masih tetap memandang ke luar jendela.
“Mungkin ia masih malu,” pikir Elleinder, “Tapi tak lama lagi ia akan lelah
dan akhirnya tidur.”
Elleinder kembali memejamkan mata.
Illyvare memandang tempat-tempat yang dilaluinya tanpa mengedipkan
mata. Sungguh aneh ia sekarang Ratu dari kerajaannya sendiri, Kerajaan
Aqnetta tetapi baru kali ini ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
Daerah-daerah hijau itulah yang kini harus diperintahnya. Penduduk-
penduduk yang ramah itulah yang kini menjadi rakyatnya. Ia sebagai Ratu
harus bertindak bijaksana demi kemakmuran mereka.
Diam-diam Elleinder memincingkan matanya. Lagi-lagi ia terkejut melihat
Illyvare tidak bergerak sejak tadi. Ia tidak bisa melihat wajah gadis yang duduk
membelakanginya itu tetapi ia bisa merasakan gadis itu terpesona oleh hal-hal
baru yang dilihatnya.
Elleinder tidak heran. Seumur hidup dikurung dalam Istana Vezuza yang
luas tanpa mengenal dunia luar, pasti tak tahu apa yang ada di luar istana.
Istana Vezuza memang indah dan luas tetapi lebih luas lagi daerah di luar
Istana Vezuza.
Elleinder tidak lagi berpura-pura tidur. Ia juga tidak mencoba membujuk
Illyvare lagi. Elleinder mengerti Illyvare terlalu terpesona untuk merasa lelah.

41
4

“Kita telah tiba, Paduka!”


“Akhirnya kita tiba juga. Aku sudah tidak sabar ingin beristirahat dan
makan sesuatu. Tak kusangka upacara pernikahan dan penobatan ditambah
perjalanan selama tiga jam membuatku menjadi lapar.”
Illyvare diam seribu bahasa. Sejak tadi ia hanya melihat keluar jendela
dan mengingat lingkungan yang baru pertama kali dilihatnya.
Elleinder turun dari kereta kemudian membantu Illyvare.
“Kami telah menantikan kedatangan Anda, Paduka,” sambut seorang
pelayan. Kemudian ia membawa mereka memasuki Istana Camperbelt.
Di dalam telah berdiri seluruh pelayan yang ada di Istana Camperbelt.
Mereka berbaris rapi membentuk dua barisan. Satu di kanan dan satu di kiri.
Mereka membungkuk hormat ketika melihat Elleinder dan Illyvare.
Pelayan itu berkata lagi, “Ijinkanlah saya atas nama seluruh pelayan
mengucapkan selamat atas pernikahan Anda.”
“Terima kasih, Matt.”
Illyvare hanya mengangguk perlahan tapi sikapnya telah menunjukkan
rasa terima kasihnya yang tulus.
“Kami yakin Paduka merasa lelah setelah menempuh perjalanan jauh.
Kami telah menyiapkan kamar untuk Paduka.”
“Kurasa saat ini aku hanya ingin makan.”
“Kami akan segera menyiapkan makan siang untuk Paduka.”
“Sementara itu suruh pelayan membantu Illyvare mengganti gaun
pengantinnya,” perintahnya. Kemudian pada Illyvare, Elleinder berkata lembut,
“Kurasa sebaiknya engkau bersalin. Gaun pengantin itu pasti telah menganggu
gerakmu.”
Dengan gerakan tangannya, pelayan itu memanggil beberapa pelayan
wanita.
Tanpa banyak berbicara, Illyvare mengikuti para pelayan yang
mengantarkannya ke kamar yang telah dipersiapkan untuknya.
Ketika Illyvare sudah jauh, Elleinder kembali berkata, “Steele sudah
datang?”
42
“Sudah, Paduka,” jawab Matt.
“Anda mencari saya, Paduka?” Komandan Angkatan Laut Kerajaan
Skyvarrna itu muncul dari belakang barisan para pelayan.
“Pantas aku tak melihatmu,” gumam Elleinder. “Bagaimana, Steele?
Semua sudah siap?”
“Sudah, Paduka,” lapor Steele, “Sesuai perintah Anda. Kami sudah siap
berangkat sore ini.”
“Bagus,” kata Elleinder puas. “Lanjutkan tugasmu. Kurasa tak sampai
sore, kami akan segera berangkat.”
“Baik, Paduka.”
Elleinder meninggalkan para pelayan itu. Seperti ketika Illyvare berjalan
di antara mereka, para pelayan itu membungkuk hormat.
Elleinder menuju kamarnya. Ia ingin beristirahat selama beberapa saat
sebelum makan siang. Ia tidak merasa terlalu lelah tetapi kejutan yang dibuat
istrinya membuatnya lelah.
Hingga kini Elleinder tak mengerti mengapa gadis secantik itu
disembunyikan Raja Leland dari masyarakat. Raja Leland juga diam saja ketika
semua orang mengatakan putrinya gemuk dan jelek. Mengapa Raja Leland
melakukan itu semua tidak dapat dijawab Elleinder. Hanya Raja Leland yang
tahu mengapa ia melakukan itu mungkin Illyvare juga tahu. Tapi tak mungkin ia
menanyakan hal itu pada Illyvare sendiri. Illyvare pasti sudah tahu apa kata
orang tentang dirinya dan ia pasti dapat menduga bagaimana penolakan
rakyat Kerajaan Skyvarrna ketika rajanya ingin menikahi dirinya yang tak jelas
seperti apa.
“Illyvare,” gumam Elleinder. Matanya menatap langit-langit kamar tapi
yang muncul bukan lukisan indah di sepanjang langit-langit bukan juga patung-
patung kecil di langit-langit. Elleinder melihat wajah Illyvare.
Gadis yang cantik dan tampak lembut. Seorang gadis yang sangat
lembut seperti wanita Timur. Daripada menjadi wanita Barat, Illyvare lebih
cocok menjadi wanita Timur. Matanya yang hitam mengandung misteri Timur.
Rambut hitamnya membingkai wajahnya yang cantik.
Illyvare sangat elok. Tak pernah dalam hidupnya Elleinder melihat
seorang gadis yang secantik Illyvare. Elleinder terus memandang bayangan
wajah Illyvare yang tampak di langit-langit kamar.

43
Suara dentang lonceng tanda makan siang telah siap, mengejutkannya.
Elleinder ingat ia sedang menanti makan siang yang disiapkan pelayan. Cepat-
cepat Elleinder mengganti pakaiannya.
Tak lama setelah Elleinder merapikan dirinya, Matt mengetuk pintu.
“Makan siang sudah siap, Paduka,” lapornya.
Elleinder berjalan lambat ke Kamar Makan. Ketika melewati kamar
Illyvare, ia melihat pintu itu masih tertutup rapat. Elleinder berpikir Illyvare
masih sibuk berdandan dan ia semakin memperlambat langkahnya.
Penjaga membukakan pintu Ruang Makan untuk Elleinder.
Elleinder melangkah masuk dan tertegun.
Seorang gadis duduk di bingkai jendela dan memandang jauh ke depan.
Tubuhnya yang terbungkus gaun hijau cerah tampak elok. Perlahan gadis itu
memalingkan kepala. Tanpa berbicara apa-apa, ia bangkit dan mendekati meja
makan.
Elleinder cepat-cepat menarik kursi untuk Illyvare.
“Terima kasih,” kata Illyvare singkat.
Elleinder duduk di kepala meja samping gadis itu. “Maafkan aku. Aku
pasti telah membuatmu lama menunggu.”
“Saya baru tiba.”
Pelayan yang telah bersiap-siap di ruangan itu segera melayani mereka.
Bergantian mereka masuk sambil membawa baki perak berisi makanan yang
lezat-lezat.
Mereka makan tanpa banyak bicara. Sampai pelayan membawa
makanan penutup, Illyvare diam seribu bahasa.
Setelah pelayan membawa masuk makanan penutup, Elleinder berkata,
“Mari kita ke Ruang Duduk. Ada yang ingin kukatakan padamu.”
Illyvare tetap tidak berkata-kata saat mengikuti Elleinder.
Elleinder membuka pintu dan mempersilahkan Illyvare masuk. Setelah itu
ia menutup pintu rapat-rapat.
“Ada yang perlu kauketahui.”
Illyvare diam memandang pria yang duduk di depannya.
“Ini mengenai perjalanan kita ke Kerajaan Skyvarrna,” kata Elleinder,
“Engkau pasti menduga kita akan melewati jalan darat. Tapi aku telah
merencanakan kita akan melewati jalan laut. Saat ini laut sedang cerah-
cerahnya kupikir engkau pasti senang kalau kita lewat sana. Aku tahu engkau

44
ingin melihat dunia luar yang selama ini tak pernah kaulihat. Aku juga ingin
engkau melihatnya.”
“Kita akan berangkat hari ini juga. Kurencanakan kita berangkat nanti
sore, tetapi aku merasa kita bisa berangkat lebih pagi dari yang kurencanakan
semula. Sekarang engkau beristirahatlah dulu. Nanti bila hampir tiba saatnya
untuk berangkat, aku akan menyuruh pelayan memanggilmu.”
Illyvare beranjak bangkit.
Elleinder juga bangkit. Ia memegang lengan Illyvare sebelum gadis itu
pergi. “Aku berharap engkau tidur yang nyenyak. Perjalanan dari Kerajaan
Aqnetta ke Istana Camperbelt pasti telah melelahkanmu. Dari rumah musim
panasku ini, kita akan ke pelabuhan. Perjalanannya kurang lebih setengah lama
perjalanan tadi.”
Illyvare hanya melihat Elleinder dengan tenang.
Elleinder termenung melihat Illyvare berlalu dari hadapannya dengan
anggunnya tanpa menoleh lagi.
Illyvare tahu ia tidak merasa lelah. Ia tidak akan dapat tidur seperti
keinginan Elleinder.
Illyvare terus melewati tempat tidur dan berdiri di serambi. Seperti
kebiasaannya, ia memandang langit di kejauhan dan berpikir.
Elleinder mengerti apa yang dirasakannya. Itu yang membuatnya heran.
Ia tidak pernah mengatakan apa yang diinginkannya tapi pria itu tahu ia ingin
melihat seluruh wajah dunia yang tidak pernah dilihatnya.
Elleinder telah menunjukkan padanya rumah-rumah penduduk yang
berjajar di tepi jalan. Hijaunya hutan rimbunnya pepohonan di dekatnya.
Sekarang Elleinder akan menunjukkan padanya indahnya laut di saat
menjelang musim gugur.
Illyvare termenung.

-----0-----

Elleinder mengetuk perlahan kamar Illyvare.


Semula Elleinder ingin menyuruh pelayan membangunkan Illyvare, tetapi
setelah dipikir-pikirkannya, ia merasa lebih baik ia sendiri yang membangunkan
Illyvare. Sekarang, di sinilah ia – menanti jawaban Illyvare.
Tidak ada jawaban dari dalam.

45
Elleinder mengira Illyvare masih tidur. Elleinder ragu membangunkan
Illyvare. Ia yakin gadis itu kelelahan setelah perjalanan jauh pertamanya. Tapi
saat ini kereta telah siap mengantar mereka.
Perlahan-lahan Elleinder membuka pintu itu. Perlahan-lahan pula ia
menutup pintu. Elleinder masih ragu membangunkan Illyvare.
Elleinder melihat ke depan dan terkejut.
Illyvare duduk di pagar serambi. Seperti tadi, matanya memandang jauh
ke depan.
“Illyvare.”
Gadis itu masih tenggelam dalam dunianya.
“Illyvare!” Elleinder meninggikan suaranya.
Illyvare memalingkan kepalanya. Saat itulah Elleinder menyadari Illyvare
tidak tampak telah tidur. Gadis itu masih tetap segar seperti ketika dua jam
lalu ia duduk bersamanya di Ruang Duduk.
“Engkau tidak tidur?” tanya Elleinder heran, “Mengapa engkau tidak
beristirahat?”
“Saya tidak mengantuk.”
Elleinder memincingkan matanya dengan heran. “Engkau yakin engkau
tidak lelah?”
Illyvare mengangguk.
“Kurasa sebaiknya aku mengundur keberangkatan kita. Aku tidak ingin
engkau terlalu lelah akhirnya jatuh sakit.”
Illyvare melihat ke bawah pada kereta yang telah siap di depan Istana
Camperbelt.
Elleinder ikut melihat Pengawal Kerajaan yang tengah menanti mereka
kemudian berpaling pada Illyvare. “Mereka pasti mengerti keputusanku ini.
Seperti aku, mereka juga tidak ingin engkau sakit.”
“Raja yang baik tidak pernah mengecewakan rakyatnya,” kata Illyvare
sambil berlalu dari sisi Elleinder.
Elleinder segera mengikuti Illyvare. “Ratu yang baik tidak pernah
membuat rakyatnya cemas,” balas Elleinder.
Illyvare tidak membantah juga tidak mengatakan apa-apa. Ia mengambil
topinya di atas tempat tidur dan membuka pintu.
“Baiklah,” kata Elleinder menyerah, “Aku mengerti engkau ingin segera
melihat laut.”

46
Lagi-lagi Elleinder membuat Illyvare heran. Ia tidak mengatakan
keinginannya tapi Elleinder tahu ia ingin segera melihat laut biru yang
membentang luas yang bertemu dengan langit biru.
Dengan sigap, Elleinder mengangkat Illyvare ke dalam kereta dan
menutup pintu setelah memberikan perintahnya pada prajurit yang mengawal
mereka.
“Kali ini,” kata Elleinder tegas ketika kereta mulai berjalan, “Aku ingin
engkau tidur.”
Illyvare tetap memandang keluar jendela. Melihat matahari yang tengah
memancarkan sinarnya yang menyilaukan.
Seperti tadi, Elleinder membujuk Illyvare. “Tidurlah. Aku tidak akan
menyentuhmu.”
Illyvare tetap membandel.
Elleinder mengerti Illyvare ingin melihat tempat-tempat yang mereka
lalui. Tapi ia juga mengerti Illyvare lelah. Walaupun gadis itu tak mengakuinya,
Elleinder tahu.
“Aku tidak akan menyentuhmu,” Elleinder meyakinkan Illyvare, “Aku juga
akan tidur. Sejak tadi aku tidak beristirahat sedikitpun.”
“Lakukanlah,” kata Illyvare tanpa berpaling.
Tak sampai setengah jam kemudian, Illyvare merasa matanya lelah.
Sejak siang tadi ia memaksakan matanya melihat hal-hal yang baru. Ia senang
melihatnya dan tidak ingin melewatkan tiap tempat, tapi tubuhnya menolak.
Tubuhnya yang tidak pernah dibawa pergi jauh merintih lelah dan membuat
matanya lelah juga.
Illyvare tidak dapat menahan rasa lelahnya dan akhirnya ia memilih
menyandarkan punggung sebentar. Illyvare melihat Elleinder tidur dengan
tangan terlipat di belakang kepalanya. Sesaat Illyvare ragu-ragu. Kemudian
Illyvare duduk menjauh di pojok kereta dan beristirahat. Ia akan
mengistirahatkan matanya sebelum memperhatikan pemandangan yang baru
baginya itu.
Entah berapa lama ia memejamkan mata, Illyvare sudah tidak tahu lagi
tetapi ia dapat merasakan sesuatu menyentuhnya. Illyvare tidak tahu apakah
itu ia merasa ia tidak mempunyai cukup tenaga untuk membuka matanya.
Sesaat kemudan Illyvare merasa hangat. Seluruh tubuhnya terasa
diselimuti oleh perasaan hangat dan aman. Angin yang beberapa saat lalu
masih terasa menerpa tubuhnya tidak terasa lagi. Kehangatan itu membuatnya
47
merasa nyaman. Tanpa sadar, Illyvare semakin merapatkan diri ke asal
perasaan hangat itu dan kembali terlelap.
Tiba-tiba Illyvare merasakan angin dingin yang keras menerpa tubuhnya.
Ia menggigil tapi kehangatan itu segera menyelimuti tubuhnya. Illyvare
semakin membenamkan tubuhnya dalam kehangatan itu.
Belum lama ia merasakan kehangatan itu ketika Illyvare merasa
tubuhnya seperti dibuai. Gerakan-gerakan yang lembut membuatnya merasa
seperti bayi yang sedang dibuai dalam gendongan. Tiba-tiba Illyvare merasa
dingin. Tetapi kali ini tidak ada kehangatan yang menyelimuti tubuhnya.
Illyvare mengerjapkan mata berulang-ulang ketika melihat dinding putih
di depannya. Illyvare kembali teringat pada perasaan hangat yang terus
menyelimutinya. Pada sepasang tangan kekar yang memeluknya dengan
lembut. Tangan yang memeluknya erat-erat sehingga ia bisa tidur dengan
nyenyak sepanjang perjalanan.
Illyvare melihat sekeliling ruangan. Dalam kegelapan, ia hampir tidak
dapat melihat apapun. Ruangan itu gelap hanya seberkas cahaya dari lubang
jendela yang menyinari tempat itu.
Didekatinya jendela bulat itu dan ia tertegun.
Laut yang biru tampak hitam sehitam langit malam. Sinar-sinar bintang
membuat laut tampak berkilau-kilau keemasan. Ombak-ombak kecil berlarian
di permukaan laut. Di kejauhan tak tampak apapun selain warna hitam dan
cahaya yang kemilauan. Langit juga tidak tampak. Laut dan langit bersatu
dalam kegelapan malam.
Keindahan laut di malam hari membuat Illyvare terpesona.
Elleinder tertegun. Entah untuk keberapa kalinya Illyvare membuat
dirinya terpesona.
Beberapa saat lalu saat ia membaringkan Illyvare, ia melihat gadis itu
tertidur sangat nyenyak. Demikian pula ketika ia berada dalam pelukannya.
Illyvare yang telah tertidur di dalam kereta itu sama sekali tidak bergerak
ketika ia meraih gadis itu dalam pelukannya dan membiarkan kepalanya
terkulai lemah di dadanya selama perjalanan.
“Engkau sudah bangun?”
Illyvare berpaling.
“Kukira engkau masih tidur. Tidurmu sangat nyenyak seolah engkau tidak
akan bangun sebelum pagi.”
Illyvare diam saja.
48
Elleinder tersenyum. “Sebaiknya aku memanggil Linty.”
Illyvare menatap Elleinder lekat-lekat.
“Kupikir ia akan sangat membantumu dalam perjalanan ini. Ia juga dapat
menjadi temanmu,” kata Elleinder sambil tersenyum.
Elleinder meletakkan lilin di meja tengah ruangan dan meninggalkan
Illyvare. Sesaat kemudian seorang wanita muncul dengan tersenyum.
“Selamat malam, Paduka. Nama saya Linty. Saya di sini bertugas
melayani Anda. Kalau ada yang harus saya lakukan, jangan ragu untuk
mengatakannya juga jangan ragu untuk memarahi saya bila saya berbuat
salah,” wanita itu memperkenalkan dirinya dengan sopan.
“Paduka Raja meminta saya membantu Anda membersihkan diri,” kata
Linty pula.
Illyvare tidak mengatakan apa-apa ketika wanita itu membantunya
melepaskan gaunnya.
Illyvare merasa segar kembali setelah mandi. Rasa lelah dan rasa
kantuknya hilang bersama air mandinya. Ia merasakan kedinginan yang
menyegarkan.
Setelah menyikat rambut hitamnya, Linty mengundurkan diri.
Illyvare mengawasi wanita itu hingga ia menghilang di balik pintu.
Kemudian Illyvare duduk dan menatap keluar jendela.
“Apa yang engkau pikirkan?”
Illyvare melihat Elleinder mendekatinya.
“Maukah engkau ikut denganku melihat laut musim gugur?”
Elleinder tak menanti jawaban Illyvare. Dengan lembut ia menarik berdiri
Illyvare dan menggandengnya keluar kamar.
Angin dingin laut membuat Illyvare menggigil kedinginan. Tapi itu hanya
sesaat, Elleinder memeluknya dan membawanya ke geladak kapal.
“Indah bukan?” tanya Elleinder.
Illyvare mengangguk.
“Engkau masih kedinginan?”
Pertanyaan itu hanya dijawab Illyvare dengan gelengan kepalanya.
“Seharian ini,” kata Elleinder, “Aku hampir tidak mendengar suaramu.
Apakah engkau marah padaku?”
“Tidak,” jawab Illyvare singkat.
“Baiklah, aku mengerti. Engkau mungkin marah padaku tetapi engkau
tidak mau mengatakannya,” Elleinder mengalah.
49
Illyvare memperhatikan laut yang tampak hitam sehitam langit malam.
Laut dan langit tampak seakan-akan bersatu dalam kegelapan. Sinar bintang di
langit memantul di laut yang berombak dan membuat laut bersinar kemilauan.
Angin laut yang dingin terus bertiup mengembangkan layar kapal. Kapal yang
berjalan perlahan dibuai oleh ombak kecil.
Illyvare senang merasakan buaian laut itu. Ia merasa seperti anak kecil
yang dibuai oleh ibunya.
Elleinder melihat gadis di sampingnya itu dengan heran. Perasaannya
mengatakan gadis itu merasa senang tapi wajahnya tetap tenang. Elleinder
ragu apakah gadis itu menyukai perjalanan laut ini.
Diakuinya ia sama sekali tidak mengenal sifat istrinya yang ternyata
berbeda jauh dari apa yang dibayangkannya juga dibayangkan semua orang.
Elleinder kembali memandang laut.
Perjalanan laut masih akan berlangsung seminggu lagi. Itu berarti masih
seminggu lagi rakyat Kerajaan Skyvarrna akan tahu rupa Putri yang
dinikahinya. Tetapi sebelum itu, pasti sudah ada berita tentang Putri Illyvare di
koran.
Elleinder yakin seperti dirinya, semua rakyatnya akan terkejut melihat
rupa Putri Kerajaan Aqnetta.
“Permisi, Paduka,” kata Linty ragu-ragu.
“Ada apa, Linty?” tanya Elleinder.
“Makan malam sudah disiapkan di kamar Paduka Ratu, seperti perintah
Anda,” Linty melaporkan.
“Terima kasih. Kami akan segera ke sana.” Kemudian pada Illyvare,
Elleinder berkata lembut, “Mari, Illyvare.”
Illyvare tidak berkata apa-apa ketika Elleinder menuntunnya kembali ke
kamarnya.
Meja di tengah kamar Illyvare telah diatur dengan rapi. Sepasang lilin
putih dinyalakan di tengah meja yang juga dihiasi oleh mawar merah itu.
Suasana di dalam kamar itu telah diubah sedemikian rupa menjadi romantis.
Elleinder menarik kursi untuk Illyvare. Seperti tadi siang, Illyvare hanya
diam saja. Elleinder terus memandang Illyvare yang berdiam diri sepanjang
makan malam itu.
Pelayan berlalu lalang membawakan makanan dan melayani mereka.
Suasana di kamar Illyvare selama makan malam itu sunyi. Tidak
seorangpun di antara mereka yang berbicara.
50
Illyvare, si gadis tenang, sepanjang hari memang selalu berdiam diri.
Tetapi Elleinder sengaja berdiam diri. Ia tidak tahu apakah ia bisa membuat
Illyvare berbicara. Sepanjang hari ini ini telah bertanya banyak dan mencoba
membuat Illyvare berbicara tetapi Illyvare lebih banyak berdiam diri.
Pelayan membawa pergi piring mereka.
Elleinder diam memandang wajah Illyvare.
“Ada masalah penting yang harus kukatakan padamu.”
Illyvare diam mendengarkan.
“Ini masalah pernikahan kita. Engkau harus tahu pernikahan ini adalah
pernikahan politik belaka. Hubungan baik antara Kerajaan Aqnetta dan
Kerajaan Skyvarrna telah terjalin selama berabad-abad. Aku berpikir alangkah
baiknya bila hubungan ini dipererat. Karena itu aku melamarmu. Ayahmu telah
mengerti keinginanku ini dan ia juga menganggap ini adalah ide baik. Dengan
pernikahan ini aku juga ayahmu mengharapkan rakyat dari kedua kerajaan ini
semakin akrab.”
“Dan karena kita belum saling mengenal, aku ingin kita berhubungan
sebagai teman. Engkau mengerti apa yang kukatakan ini bukan?”
Sejak awal Illyvare juga mengerti ini adalah pernikahan politik biasa.
“Aku senang engkau mengerti.” Elleinder terdiam beberapa saat
kemudian berkata, “Malam semakin larut. Kupikir sebaiknya engkau
beristirahat.”
Setelah Elleinder menghilang di balik pintu, Illyvare menuju jendela dan
mengawasi langit.
“Sejak dulu langit dan bumi tidak pernah bersatu. Kini langit dan bumi
terlihat bersatu tetapi dalam kegelapan yang pekat,” kata Illyvare termenung.
Illyvare menuju geladak. Dipandanginya langit tanpa sedikitpun berkedip.
Rambut hitamnya yang basah dibiarkannya dipermainkan angin laut. Sampai
rambut itu kering, Illyvare masih berdiri memandang laut. Gaun lengan
panjang Illyvare membuat gadis itu tidak terlalu merasa kedinginan. Illyvare
senang memandang laut dan langit yang bersatu itu seperti ia senang melihat
hal-hal yang baru baginya.
Elleinder telah menunjukkan banyak hal pada Illyvare. Entah apa yang
akan ia tunjukkan pada Illyvare esok hari.

51
5

“Illyvare!”
Illyvare memalingkan perhatiannya dari laut biru.
“Seharian aku melihatmu berdiri di sini. Engkau senang melihat laut?”
“Ya,” jawab Illyvare singkat – seperti biasanya.
Laut yang biru telah mempesona Illyvare. Di malam hari Illyvare dapat
melihat laut seakan-akan bersatu dengan langit. Dan di pagi hari ia dapat
melihat laut biru yang membentuk garis lurus dengan langit biru.
“Laut memang indah. Aku senang melihatnya terlebih saat matahari
terbit atau matahari terbenam. Engkau telah melihat matahari terbit pagi
tadi?”
“Ya.”
Illyvare telah banyak mendengar tentang keindahan laut saat matahari
terbit juga matahari terbenam. Pagi ini ia bangun pagi-pagi dan berdiri di
geladak untuk melihat matahari terbit.
Gadis itu telah membuktikan sendiri apa yang dikatakan banyak orang.
Matahari yang terbit di laut memang tampak indah bahkan lebih indah dari apa
yang dikatakan orang-orang.
Sesaat sebelum matahari muncul, langit tampak kemerahan dengan
sinar-sinar orange ikut mewarnai langit. Warna merah yang cerah itu mengusir
langit malam yang gelap. Beberapa saat kemudian matahari yang tampak
besar seolah-olah muncul dari dalam laut. Matahari terus muncul perlahan-
lahan sampai akhirnya ia menunjukkan seluruh wajahnya yang besar dan
merah menyala.
Saat itu Illyvare mengerti mengapa Nissha mengatakan sinar matahari
pagi membawa harapan baru dalam hidup setiap orang. Malam yang dingin
dan gelap terusir oleh sinar matahari yang terang dan menghangatkan. Sinar
itu mencerahkan hati siapa saja dan memunculkan harapan baru di dalam hati
yang melihatnya.
Matahari siang memang tidak bersahabat terutama di musim panas,
tetapi matahari pagi muncul dengan harapan-harapan baru.

52
Harapan-harapan baru yang dibawa matahari itulah yang berabad-abad
lalu membangkitkan semangat para pelaut.
Dimulai dari bangsa Mesir kira-kira tahun 2000 SM yaitu oleh orang yang
bernama Hennu. Menurut kepercayaan bangsa Mesir pada jaman itu, dunia ini
dataran bulat yang dikelilingi air. Mereka menyangka bahwa Sungai Nil berasal
dari kumpulan air itu di selatan dan mengalir lewat sebuah gua di dalam
gunung.
Mula-mula Hennu membawa rombongannya menyeberangi gurun pasir
ke ujung utara Laut Merah. Di sini mereka membangun kapal-kapal, lalu
berlayar ke Punt melalui Laut Merah. Penduduk Punt ramah tamah. Hennu
membuat kapal-kapalnya dengan barang-barang berharga, lalu kembali ke
Mesir dengan selamat. Setibanya di tanah airnya kisah pelayarannya yang luar
biasa dipahat pada sebuah batu.
Kapal Hennu mempunyai dasar yang datar serta haluan dan buritan yang
menonjol. Ia terbuat dari potongan-potongan kayu kecil yang disatukan dan
diperkuat dengan tali dan kulit mentah. Tiangnya hanya satu berbentuk huruf V
terbalik, sedang layarnya juga hanya satu. Kapal itu dikemudikan dengan
dayung-dayung kasar yang dilekatkan pada sisinya. Bila angin tidak cukup baik
untuk menggunakan layar, pengayuh-pengayuh yang berdiri mendayung kapal
itu.
Itulah kapal pertama yang dibuat manusia.
Selain itu kira-kira tahun 3000 sampai tahun 1400 SM di Kreta muncul
penjelajah-penjelajah besar. Bangsa Minoan yang menempati Kreta ini
menyukai laut. Mereka adalah pelaut-pelaut yang selama berabad-abad
menjelajah seluruh dunia Laut Tengah.
Bangsa Minoan menggunakan kapal-kapal kecil menyerupai ember yang
mempunyai satu layar. Serupa bangsa Mesir, mereka juga hanya dapat
menggunakan layarnya bila angin berhembus dari buritan.
Orang Minoan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa dengan kapalnya
yang kecil ini, yang hanya sedikit lebih besar daripada perahu dayung. Mereka
tidak menggunakan jangkar dan di kapalnya itu mereka tidak mempunyai
tempat untuk memasak dan tidak ada bilik untuk berbaring. Mereka harus
berlabuh untuk makan, tidur dan mengumpulkan persediaan makanan dan
minuman.
Satu keuntungan bagi bangsa ini adalah Laut Tengah tidak banyak
pasang surutnya. Kecuali selama beberapa musim, anginnya tidak berhembus
53
dengan kencang. Juga banyak pulau tempat mendarat. Semua ini
memungkinkan mereka untuk menjelajah Laut Tengah.
Kira-kira tahun 1400 SM penyerbu-penyerbu biadab menaklukan Kreta.
Perdagangan Laut Tengah yang sangat menguntungkan jatuh ke tangan
bangsa Phunisia. Pada tahun 800 SM bentuk kapal Phunisia tidak lagi
menyerupai ember, tetapi panjang dan ramping dengan lunas yang baik.
Kapal-kapal itu juga menggunakan jangkar yang terbuat dari karung-karung
kulir yang diisi dengan batu. Perkembangan lunas dan penemuan jangkar ini
merupakan kemajuan besar dan pelayaran selanjutnya.
Tahun 600 SM kapal-kapal Phunisia sudah berani melewati Selat Gibraltar
memasuki Lautan Atlantik. Mereka menyusur pantai barat Eropa, menyeberang
ke Pulau-pulau Scilly, bahkan mendarat di Inggris.
Bangsa Kartago adalah penjelajah-penjelajah besar berikutnya. Kira-kira
500 tahun SM, suatu ekspedisi yang dipimpin oleh seorang nahkoda masyhur,
Hanno, menemukai suatu pulau yang didiami oleh “orang-orang hitam kecil
berbulu”. Hanno dan anak buahnya berhasil menangkap beberapa di antara
“perempuan”, tetapi yang “laki-laki” berhasil lari. Yang disebut orang-orang itu
tentu saja sama sekali bukan manusia, tetapi monyet.
Selain mereka, masih banyak bangsa-bangsa lain yang menjelajahi dunia
melalui laut. Pelaut terkenal di permulaan abad Masehi, Viking, gerombolan
bajak laut dari Skandinavia melancarkan serentetan serangan yang
menghancurkan terhadap Inggris, Perancis, Jerman, Irlandia, Itali dan Spanyol
antara tahun 700 dan 1100-an. Mereka juga menjelajah dan menetap di Tanah
Hijau dan Eslandia.
Selama berabad-abad manusia mencoba menjelajahi dunia termasuk
bangsa Eropa. Niat untuk menjelajah negeri Timur dimulai dari tulisan Marco
Polo.
Orang tua Marco Polo, Nicolo Polo yang seorang pedagang Venesia, ingin
mengetahui apakah ia dapat langsung membeli barang-barang dari Cinda dan
India, dan tidak melalui pedagang-pedagang Arab sebagaimana dilakukan
kebanyakan saudagar saat itu.
Dengan tekad bulat, ia dan saudaranya, Maffeo Polo berangkat dari suatu
peabuhan di Laut Hitam pada tahun 1255. Di salah satu jalan kabilah besar dari
Cina ke India, mereka bergabung dengan utusan-utusan Kublai Khan, kaisar
yang memerintah Cina dan sebagian besar dari Asia.

54
Kublai Khan menyambut mereka dengan senang hati. Nicolo dan Maffeo
tinggal selama 10 tahun di Cina. Tahun 1269 mereka kembali ke Venezia.
Karena Kublai Khan ingin mereka kembali lagi ke Cina, mereka berangkat lagi
dengan membawa Marco Polo, putera Nicolo Polo. Tahun 1271 Marco yang saat
itu berumur 17 tahun berlayar dari Venezia ke Akko, pelabuhan besar di
Palestina.
Di Cina, Marco Polo banyak menulis catatan-catatan terperinci yang
kemudian dibukukan dalam bukunya yang berjudul “Gambaran Dunia”. Buku
inilah yang kemudian mempengaruhi banyak penjelajah untuk mengarungi
samudera dan menemukan daerah-daerah baru di Timur yang kaya akan hasil
alam dan emas.
Tiba-tiba kapal berguncang keras.
Elleinder cepat-cepat menarik Illyvare ke dalam pelukannya. Ia melihat
sekeliling dengan cemas. Beberapa prajurit berlari lalu-lalang dengan panik.
Sementara itu kapal terus bergerak dengan keras.
Ayunan kapal yang tenang membuat Illyvare merasa terbuai tetapi
ayunan yang keras ini membuat Illyvare merasa mual. Baru kali ini ia
bepergian dengan kapal dan ia belum pernah mengalami guncangan sekeras
ini. Sepanjang hari kemarin kapal terus berlayar dengan tenang.
Illyvare merasa apa yang telah dimakannya pagi tadi mulai naik ke atas
tenggorokannya. Illyvare mual dan kepalanya terasa pening. Illyvare bersyukur
Elleinder memeluknya kalau tidak, Illyvare yakin ia akan jatuh pingsan. Kakinya
terasa lemas sekali sementara itu matanya terasa berkunang-kunang.
“Kurasa sesuatu telah terjadi,” kata Elleinder, “Sebaiknya aku
membawamu kembali ke kamarmu.”
Elleinder membopong Illyvare dan membawa Illyvare ke kamarnya sambil
menyesuaikan diri dengan gerakan kapal yang tidak teratur. Illyvare, merasa ia
terlalu lemah untuk melakukan sesuatu, menyandarkan kepalanya di pundak
Elleinder.
Elleinder melihat langit dengan cemas. Ia khawatir akan terjadi badai.
Itulah hal yang paling tidak diharapkannya akan terjadi selama perjalanan ini.
Saat ini Elleinder tidak dapat menanyakan apa yang telah terjadi. Illyvare
berada di gendongannya dan ia tidak mau gadis itu menjadi khawatir kalau
tahu sesuatu yang buruk telah terjadi.
Illyvare melingkarkan tangannya di sekeliling leher Elleinder. Gadis itu
menyembunyikan kepalanya di dada Elleinder dan mencoba mengatasi rasa
55
mual di perut dan lehernya. Matanya terus berkunang-kunang dan apa yang
dilihatnya hanya membuat dirinya semakin pusing. Illyvare memejamkan mata.
Elleinder merasakan tubuh Illyvare bergetar di pelukannya. Ia mengerti
gadis itu ketakutan oleh hal yang baru pertama kali dialaminya ini. Elleinder
semakin berhati-hati membawa Illyvare ke kamarnya.
Linty yang sejak tadi menanti Illyvare, terkejut melihat Elleinder datang
dengan Illyvare di gendongannya.
“Cepat siapkan tempat tidur,” perintah Elleinder.
Linty cepat-cepat membenahi letak bantal dan menarik selimut yang
menutupi seluruh permukaan tempat tidur.
Dengan hati-hati Elleinder meletakkan Illyvare di tempat tidur.
Merasakan kelembutan tempat tidur, perlahan-lahan Illyvare membuka
matanya.
Elleinder terkejut melihat wajah pucat Illyvare. Tiba-tiba saja ia
menyadari ia tak memperhitungkan kemungkinan Illyvare mabuk laut.
“Maafkan aku,” kata Elleinder sambil menyelimuti Illyvare, “Aku sama
sekali tidak memperhitungkan kemungkinan engkau mabuk laut.”
“Ti… tidak apa… apa…,” kata Illyvare sambil mencegah tubuhnya
memuntahkan kembali apa yang telah dimakannya pagi tadi.
“Linty,” kata Elleinder, “Carikan obat untuk Illyvare.”
“Baik, Paduka.”
“Aku pun harus pergi, Illyvare,” kata Elleinder lembut. “Aku ingin
mengetahui apa yang telah terjadi.”
Illyvare menarik lengan baju Elleinder.
Elleinder melihat tangan putih yang memegang erat-erat lengan bajunya
itu. Elleinder meletakkan tangannya di atas tangan itu dan berkata lembut,
“Jangan khawatir, Illyvare. Di sini engkau aman. Sebentar lagi Linty juga akan
kembali. Ia akan menemanimu sampai aku datang.”
Elleinder melepaskan pegangan itu dengan lembut. “Tunggulah Linty di
sini.”
Gadis itu mengangguk dan memejamkan matanya.
Elleinder meninggalkan kamar Illyvare dan segera menemui Steele di
ruang kemudi.
“Apa yang terjadi? Apakah akan ada badai?”
“Tidak, Paduka,” jawab Steele, “Guncangan tadi akibat kapal kita hampir
menabrak karang. Kami telah berhasil menjauhi karang-karang itu tetapi
56
sebagian dari lambung kapal tertabrak akibatnya air masuk dan kapal menjadi
tidak seimbang.”
“Perintahkan beberapa orang untuk memperbaiki kerusakan kapal dan
membuang air yang masuk.”
“Paduka tidak perlu khawatir. Saya telah melakukannya.”
“Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah, kita harus mendarat di
daratan terdekat. Di sana kita akan memeriksa kerusakan dengan lebih teliti.
Jangan sampai ada kerusakan yang terlewatkan.”
“Saya mengerti, Paduka.”
Elleinder melihat laut yang tenang. “Aku berharap tidak terjadi badai
selama perjalanan ini hingga kita sampai di Leiffberg.”
“Saya juga berharap cuaca akan tetap tenang seperti ini hingga kita
sampai di Leiffberg.”
Elleinder mengawasi laut yang tenang.
Steele mulai memeriksa kedudukan mereka dan membuka peta untuk
mencari daratan terdekat untuk mendarat. Sementara itu di geladak, beberapa
kelasi berlalu lalang kepanikan.
“Paduka! Paduka!”
“Ada apa, Linty?”
“Gawat, Paduka,” kata Linty terengah-engah, “Paduka Ratu…”
“Ada apa dengannya?” potong Elleinder panik.
“Paduka Ratu tidak mau makan obat dan ia tampak sangat pucat. Saya
sudah membujuknya tetapi ia tidak mau.”
“Aku mengerti.”
Elleinder menuju kamar Illyvare. Elleinder melihat wajah Illyvare tampak
putih pucat. Gadis itu tampak sangat kesakitan.
Elleinder duduk di samping Illyvare. Dengan satu tangannya, ia
mengangkat tubuh Illyvare dan tangannya yang lain meraih obat di meja
samping tempat tidur.
Illyvare membuka matanya perlahan-lahan.
“Mengapa engkau tidak mau minum obat? Engkau harus minum obat ini
agar engkau merasa lebih baik.”
“S…”
Elleinder tidak melewatkan kesempatan baik ketika Illyvare membuka
mulutnya. Cepat-cepat ia meraih gelas dan menyodorkannya di bibir Illyvare.

57
“Obat ini akan membuatmu mengantuk tetapi setelah engkau bangun
nanti, engkau akan merasa lebih baik.”
Illyvare meneguk sedikit air yang disodorkan di mulutnya. Illyvare takut
air itu akan membuat perutnya semakin mual dan akhirnya ia memuntahkan
semua yang ada di perutnya.
Elleinder menyeka keringat dingin di kepala Illyvare yang tersandar di
dadanya itu.
“Keadaanmu sangat mengkhawatirkan aku, Illyvare. Aku akan menyuruh
Steele mendarat di kota terdekat. Dari sana kita akan ke Istana Qringvassein
dengan kereta kuda. Kita akan berjalan pelan-pelan agar engkau dapat pulih
sebelum kita mencapai Skellefreinth.”
Tangan Illyvare bergetar ketika ia berusaha meraih tangan Elleinder.
Elleinder melihatnya dan ia cepat-cepat meraih tangan Illyvare.
“Ti… ti… ti…dak… p… pe… per… lu…”
“Perlu!” bantah Elleinder, “Kalau aku memaksa engkau pergi dengan
keadaan seperti ini, engkau akan jatuh sakit. Itu adalah hal yang tidak
kuinginkan. Rakyat kita pasti juga tidak ingin Ratunya sakit.”
“Baiklah,” Elleinder cepat-cepat mengalah ketika melihat Illyvare hendak
berkata, “Kita akan membicarakannya setelah engkau merasa lebih baik.
Sekarang engkau beristirahat saja.”
Illyvare mulai merasa mengantuk.
Elleinder terus memeluk Illyvare sampai gadis itu tertidur. Elleinder
membaringkan tubuh Illyvare dan menyelimutinya.
Seperti dulu, ia senang melihat wajah cantik itu tidur dengan tenang.
Tetapi kali Elleinder tidak ingin meninggalkan Illyvare. Elleinder ingin menjaga
Illyvare.
Elleinder meletakkan kursi di samping tempat tidur Illyvare. Melalui pintu
yang menghubungkan kamarnya dan kamar Illyvare, ia kembali ke kamarnya
untuk mengambil koran tetapi ia tidak membacanya.
Elleinder mengawasi wajah Illyvare dengan penuh rasa ingin tahu.
Sampai saat ini ia jarang mendengar suara Illyvare. Illyvare pendiam, sangat
pendiam hingga kelihatannya ia marah pada Elleinder dan tidak mau berbicara
dengannya. Sampai saat ini pula Elleinder tidak tahu mengapa gadis secantik
Illyvare dikurung Raja Leland di Istana Vezuza.
Gadis itu baik tidur maupun tidak tidur selalu tenang bahkan ketika ia
sakit pun matanya tetap terlihat tenang. Mata hitam yang selalu tenang itu
58
indah dipandang. Hitam bagai gua yang tak berujung dan penuh misteri.
Misteri kecantikan yang selalu memabukkan tiap orang untuk terus
memandangnya.
Diam-diam Elleinder mengakui ia senang melihat wajah cantik itu baik
sedang tidur maupun tidak. Untuk saat ini lebih aman bila ia menatap lekat-
lekat wajah cantik itu saat gadis itu tidur. Kalau saat gadis itu bangun, Elleinder
tidak tahu apa yang akan dilakukan Illyvare.
Terdorong perasaannya, Elleinder membungkuk mencium bibir yang
terkatup rapat itu.
“Paduka.”
Panggilan ragu-ragu itu membuat Elleinder terpaksa berpaling dari
Illyvare.
“Saya minta maaf telah mengganggu Anda,” Linty berkata hati-hati.
“Aku yakin ada sesuatu yang hendak kaukatakan, Linty. Mengapa engkau
tidak mengatakannya sekarang?”
“Ini mengenai Paduka Ratu. Selama ini Paduka Ratu hampir tidak pernah
berbicara dengan saya. Saya khawatir Paduka Ratu tidak mengerti apa yang
saya katakan.”
“Kupikir ia mendiamkanmu bukan karena Illyvare tidak mengerti, tetapi
karena ia memang pendiam. Engkau tidak perlu khawatir, Linty. Aku melihat
Illyvare menyukaimu hanya saja dia terlalu pendiam.”
Linty lega Elleinder mengerti apa yang dikhawatirkannya. “Raja Elleinder
memang orang yang pengertian,” pujinya dalam hati.
“Hari ini engkau bebas tugas, Linty. Aku yang akan menjaga Illyvare
untuk hari ini. Engkau dapat bersenang-senang.”
“Terima kasih, Paduka,” kata Linty.
Linty membungkuk hormat sebelum meninggalkan kamar itu.
Elleinder kembali pada peri mungilnya yang cantik.

-----0-----

Illyvare kesulitan membiasakan matanya dalam cahaya yang memenuhi


kamarnya. Sinar yang menyilaukan itu membuat Illyvare melindungi matanya.
“Engkau sudah bangun?”
Illyvare mengerjapkan mata berulang kali sebelum ia benar-benar
terbiasa dengan sinar itu.
59
Elleinder duduk di sisi Illyvare. Perlahan-lahan ia mengangkat badan
Illyvare. Sementara tangannya yang lain menyangga punggung Illyvare,
Elleinder menumpuk bantal di pinggiran ranjang. Elleinder masih bersikap hati-
hati ketika ia menyandarkan punggung Illyvare di tumpukan bantal itu.
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”
“Saya baik-baik saja,” jawab Illyvare singkat.
Elleinder tidak percaya. Ia meraba kening Illyvare. “Aku senang
mendengarnya.”
“Kita…,” Illyvare tidak merasakan buaian laut yang lembut, “Kita telah
mendarat?”
Elleinder tersenyum lembut. “Benar, kita sekarang sudah mendarat.”
“Kita akan tetap melanjutkan perjalanan laut ini tetapi kita harus
memeriksa lambung kapal. Guncangan siang tadi disebabkan kapal kita
menabrak karang. Tabrakan itu menyebabkan lambung kapal koyak dan air
masuk. Kerusakan itu telah dibenahi tetapi aku tetap memerintahkan kita
mendarat di daratan terdekat. Aku ingin kerusakan diperiksa dengan lebih teliti
sebelum melanjutkan perjalanan. Aku juga ingin pendaratan ini memulihkan
keadaanmu.”
Illyvare diam saja. Ia sadar apa yang diinginkan Elleinder benar. Setelah
guncangan yang membuat ia mual tadi, Illyvare merasa ia perlu meninggalkan
buaian laut yang dapat memabukkan itu. Tubuhnya harus sehat kembali agar
dapat meneruskan perjalanan sampai akhir.
Illyvare melihat jendela tempat sinar itu masuk. Ia ingin tahu apakah ini
sudah saatnya matahari terbenam.
“Belum terlalu terlambat untuk melihat matahari terbenam.”
Illyvare mengalihkan perhatiannya.
“Aku akan memanggil Linty untuk membantumu mempersiapkan diri.”
Illyvare melihat tubuhnya dan memerah. Gaunnya telah ditanggalkan
dari tubuhnya. Yang melekat padanya adalah gaun tidurnya. Ini sudah kedua
kalinya Elleinder melihatnya berbaring di ranjang dengan mengenakan gaun
tidur sutra yang lembut. Pertama kemarin sore lalu sore ini.
Pintu diketuk seseorang lalu Linty muncul. Seperti biasa Linty tersenyum
ramah sambil menyapanya, “Selamat sore, Paduka Ratu. Apakah Anda sudah
merasa lebih baik?”
Illyvare mengangguk. Gadis itu meninggalkan tempat tidurnya.

60
Linty dengan cekatan mengambil gaunnya dan membantunya
mempersiapkan diri.
Illyvare hanya dapat terpana ketika melihat di buritan kapal terdapat
meja yang telah dihiasi dengan taplak putih dan pot bunga besar.
Elleinder tersenyum ramah ketika mendekatinya. Pria itu mencium
tangannya. “Kita akan makan siang di sini. Engkau senang?”
Illyvare melirik matahari yang hampir terbenam.
Elleinder tertawa geli. “Baik. Aku ralat makan sore sebagai ganti makan
siang kita yang terlewatkan.”
“Aku berkata ingin mengenalmu karena itu aku juga ingin makan
bersamamu.”
Elleinder membimbing Illyvare ke meja makan. Seperti yang sering
dilakukannya, Elleinder menarik kursi untuk Illyvare sebelum ia duduk di
hadapan gadis itu.
Pelayan mulai melayani mereka.
Matahari yang terus mendekati wajah bumi menyinari mereka. Sinarnya
yang merah terasa hangat. Angin laut yang bertiup sepoi-sepoi meramaikan
suasana. Ombak laut membuai perahu.
Suasana makan siang seperti ini tidak pernah dibayangkan Illyvare.
Sangat romantis. Berdua menyantap makan siang sementara matahari
menyinari mereka, angin memabukkan mereka dan laut membuai mereka.
Elleinder berdiri di samping Illyvare yang tengah memandang matahari
yang mulai memasuki peraduannya.
Langit membara terang. Matahari tampak sangat besar dan sinarnya
yang jatuh di permukaan laut membuat laut tampak merah. Di sekeliling
matahari tampak pelangi yang mempesona.
Tidak seorangpun dari mereka yang berbicara. Juga para pelayan yang
tengah merapikan meja makan.
Elleinder mengira Illyvare akan terpesona melihat keindahan alam itu. Ia
terkejut ketika melihat Illyvare dan mendapati gadis itu tetap tenang. Ketika
matahari sudah benar-benar memasuki peraduannya dan meninggalkan
sinarnya yang membara pun, Illyvare masih tetap tampak diam membisu.
“Bagaimana menurutmu?” Elleinder sengaja memancing Illyvare
berbicara.
“Seperti tiara laut,” jawab Illyvare singkat.

61
Untuk sesaat Elleinder kebingungan mendengar jawaban itu. Ia melihat
laut di kejauhan dan mengerti apa yang dikatakan Illyvare.
Sinar merah matahari di permukaan laut tampak seperti permata yang
tiada taranya. Benar-benar permata laut yang indah.
Illyvare melihat sekeliling kapal yang sepi.
“Malam ini mereka berkemah di daratan. Besok mereka akan kembali
memeriksa kapal. Ketika kita mendarat tadi, hari sudah sore dan pemeriksaan
belum selesai. Menurut perhitunganku, besok siang kita sudah akan berlayar
kembali.”
Illyvare melangkah ke geladak kapal. Dari situ ia melihat prajurit-prajurit
yang mengawal mereka telah mendirikan tenda. Sekarang mereka tengah
bercakap-cakap sambil mengelilingi api unggun.
“Apa yang akan kaulakukan?” Elleinder kaget ketika Illyvare menuju
tangga tali kapal. Elleinder cepat-cepat menarik Illyvare.
“Saya merasa kita tidak adil. Mereka tidur di tanah sementara kita tetap
di kapal.”
“Mereka yang ingin berkemah, Illyvare,” kata Elleinder lembut, “Aku tidak
melarang kalau mereka ingin tidur di kapal. Kurasa mereka sudah merindukan
daratan.”
Illyvare memandang pantai di kejauhan.
Elleinder berkata tegas, “Engkau masih belum sehat benar. Jangan
sampai engkau tidur dengan angin dingin sepanjang malam terus menerpamu.
Malam ini engkau harus tidur di kamarmu yang hangat!”
Belum habis kekagetan Illyvare mendengar nada-nada tegas dan
memerintah itu ketika tubuhnya tiba-tiba terangkat.
“Angin malam laut musim gugur sangat kejam. Ia akan membuatmu
sakit. Kalau itu terjadi, aku akan membatalkan perjalanan ini walau engkau
tidak suka.”
Illyvare hanya berpegangan pada pundak Elleinder yang lebar dan
membiarkan pria itu membawanya ke kamarnya.
Linty telah menyalakan lilin-lilin. Wanita itu tersenyum ramah ketika
melihat mereka. “Selamat malam.”
“Selamat malam, Linty.”
“Bila Anda mengijinkan, Paduka, saya ingin berkumpul dengan yang
lain.”
“Lakukan apa yang kaumau, Linty,” kata Illyvare.
62
Linty terpana mendengarnya. Kemudian ia tersenyum senang dan
membungkuk badan dalam-dalam sebelum meninggalkan mereka berdua.
Elleinder menurunkan Illyvare dengan hati-hati. “Aku tahu engkau bisa
bahasa kami.”
Illyvare diam saja.
“Linty khawatir engkau tidak dapat mengerti Bahasa Latin Kuno.
Sekarang ia tidak perlu khawatir lagi. Engkau dapat berbicara bahasa itu
dengan fasih. Dan, sepertinya aku tidak harus berbicara dalam bahasamu.”
Pelajaran bahasa Latin Kuno adalah satu di antara pelajaran-pelajaran
lain yang diterima Illyvare. Raja Leland berulang kali menegaskan Illyvare
harus bisa menggunakan bahasa yang menjadi induk hampir semua bahasa di
Eropa ini.
“Hari ini masih panjang. Bagaimana kalau kita bermain kartu atau catur
sambil berbicara tentang sesuatu yang menarik?”
“Saya tidak mempunyai apa pun untuk diceritakan.”
“Sebaliknya, Illyvare, aku berpendapat engkau mempunyai banyak hal
menarik yang dapat kauceritakan.”
Illyvare diam saja.
“Aku akan mengambilnya di kamarku.”
Tak lama kemudian Elleinder kembali bersama kotak catur dan sebuah
buku tebal. Elleinder menunjukkan buku itu pada Illyvare.
“Aku menemukan buku ini ketika mencari catur ini. Kulihat engkau sangat
menyukai laut. Aku yakin engkau akan menyukainya.”
Illyvare melihat judul buku itu itu. “Gambaran Dunia” begitu judulnya.
“Buku ini ditulis oleh Marco Polo,” Elleinder menjelaskan, “Ia banyak
bercerita tentang Negara-negara Timur. Tentang kerajaan yang semuanya
berlapis emas, negeri-negeri yang subur. Semuanya ada.”
“Bukan oleh Marco Polo,” Illyvare membenarkan, “Tetapi oleh seorang
pengarang populer yang bernama Rusticello dari Pisa.”
“Tak kuduga engkau banyak tahu tentang buku ini,” Elleinder terkejut.
Illyvare tidak menanggapi.
Elleinder melihat pembicaraan tentang buku ini dapat membuat Illyvare
berbicara panjang lebar. Pria itu tidak membuang kesempatan ini. “Mengapa
bukan Marco Polo sendiri yang menulisnya?”
“Waktu itu Marco Polo ditangkap dan dipenjara oleh tentara Genoa.
Sewaktu di dalam penjara itulah Marco Polo memutuskan untuk membukukan
63
kisah perlawatannya. Dengan bantuan catatan-catatannya, ia mendiktekan
pengalaman-pengalamannya kepada Rusticello yang waktu itu juga terpenjara
bersamanya. Rusticello menterjemahkan cerita itu ke dalam bahasa Perancis
Kuno, bahasa sastra Itali di abad 13. Buku itu selesai tahun 1298.”
Elleinder senang pada akhirnya ia berhasil membuat Illyvare berbicara
panjang. Tapi ia harus puas sekali membuat Illyvare berbicara banyak.
Selanjutnya Elleinderlah yang banyak bicara. Illyvare lebih banyak
membenarkan atau mendengarkan.
Mereka berbicara sampai larut malam hingga membuat Illyvare khawatir
ia tidak dapat bangun sepagi yang ia harapkan. Tetapi pagi ini ia sudah
membuka matanya ketika hari masih gelap.
Illyvare masih ingat benar apa yang mereka bicarakan sepanjang malam
hingga lewat tengah malam. Mereka berbicara tentang Marco Polo yang
merupakan penjelajah pertama yang menempuh seluruh Asia dari barat ke
timur dan kembali lagi.
Elleinder menjelaskan apa saja yang ada dalam buku “Gambaran Dunia.”
Bagaimana Marco Polo menyebutkan semua kerajaan yang dilaluinya dan
melukiskan negeri-negeri dan rakyatnya.
Elleinder juga menjelaskan bahwa di dalam buku itu dijelaskan bahwa
Marco Polo adalah orang yang pertama yang mendaki dataran Pamir yang
tinggi di Asia Tengah dan menceritakan tentang gurun-gurun Parsi yang penuh
bahaya. Ia adalah orang Eropa pertama yang melukiskan kehidupan rakyat
Cina.
Marco Polo juga menggambarkan kehidupan di Tibet, Burma, Siam,
Srilangka dan India. Semua negeri ini sudah dikunjunginya. Tetapi ia juga
menceritakan tentang negeri-negeri berbatasan yang diketahuinya
keadaannya dari orang lain.
Ia bicara mengenai Jepang dengan angkatan lautnya yang kuat dan
diceritakannya tentang kereta luncur yang ditarik anjing, tentang rusa-rusa dan
beruang-beruang kutub di Siberia dan daerah-daerah Kutub Utara yang beku.
Dalam bukunya yang diberi judul “Gambaran Dunia” Marco Polo
menceritakan tentang kerajaan Kublai Khan yang makmur dan maju, tentang
kekayaan kerajaan itu, perdagangan, jalan-jalan dan terusan-terusannya yang
panjang.
Ia juga menceritakan tentang sistem pos Khan yang terdiri dari jaringan
stasiun-stasiun kurir di seluruh kerajaannya. Penunggang-penunggang kuda
64
menyampaikan berita-berita secara beranting dari stasiun yang satu ke stasiun
yang lain.
Semua itu diceritakan Elleinder kepadanya kemarin malam. Sepanjang
malam Illyvare mendengar bagaimana Elleinder menjelaskan isi buku itu
padanya. Illyvare sudah membaca buku itu tetapi ia tetap tertarik mendengar
penjelasan Elleinder.
Mereka keasyikan membahas buku itu hingga tidak sadar hari telah
berganti dan saat mereka sadar, waktu menunjukkan hampir pukul setengah
dua.
“Sudah hampir pukul setengah dua?” kata Elleinder tak percaya ketika
melihat jam. “Tak kuduga kita terlalu larut membicarakan buku ini hingga dini
hari.”
Illyvare juga tidak menyadari waktu terus berjalan sementara ia asyik
mendengar Elleinder berbicara.
“Kurasa kita harus tidur sekarang juga kalau tidak ingin kita bangun lebih
siang,” kata Elleinder sambil menutup buku, “Aku khawatir kita akan bangun
terlambat.”
Elleinder meletakkan buku itu di meja lalu mendekati Illyvare. “Tidurlah
yang nyenyak,” Elleinder mencium dahi Illyvare, “Selamat malam.”
Setelah Elleinder menghilang di balik pintu, Illyvare berganti gaun tidur
lalu naik ke tempat tidur. Seperti Elleinder, ia juga khawatir akan kesiangan.
Tetapi saat ini ia sudah membuka mata.
Sayup-sayup Illyvare mendengar keramaian di kejauhan. Illyvare tahu
suara ramai itulah yang membangunkannya sepagi ini. Illyvare tertarik untuk
mengetahui apa yang menyebabkan suara itu.
Illyvare membuka lemari bajunya dan mencari mantel yang tebal.
Kemudian ia menuju geladak yang menghadap pantai.
Di pantai prajurit-prajurit sudah terbangun. Terlihat beberapa api unggun
sudah padam dan meninggalkan asap membumbung tinggi. Beberapa masih
menyala terang.
Sejumlah prajurit menuju ke bagian pantai yang menjorok ke laut dan
melemparkan sesuatu ke dalam laut. Yang lain ada yang masih berada dalam
tenda tetapi ada juga yang menghidupkan api unggun kembali.
“Sepertinya mereka yang membuat kita terbangun.”
Illyvare membalikkan badan.

65
“Entah apa yang membuat mereka ribut seperti ini,” Elleinder mendekati
Illyvare, “Sangat ribut sampai suara mereka terdengar di sini.”
Illyvare melihat keramaian di pantai.
“Aku rasa mereka sedang memancing. Aku ingin sesekali sarapan dengan
ikan bakar. Engkau mau ikut?” Tanpa perlu bertanya pun Elleinder tahu Illyvare
mau.
“Kita harus berganti baju dulu,” Elleinder mengajak Illyvare kembali ke
kamar mereka masing-masing.
Ketika sampai di depan pintu kamar Illyvare, Elleinder berkata, “Aku akan
menunggumu di sini.”
Illyvare segera masuk dan cepat-cepat merapikan diri. Gadis itu ingin
segera turun melihat keramaian di pantai. Illyvare membiarkan rambut
panjangnya terurai kemudian ia mengambil mantel coklatnya.
Ketika Illyvare keluar, Elleinder juga baru keluar dari kamarnya.
“Dengan gaun biru cerah itu, engkau tampak seperti peri yang baru
muncul dari laut,” puji Elleinder.
Illyvare diam termenung.
Elleinder mengambil mantel tanpa lengan di tangan Illyvare kemudian
mengenakannya pada Illyvare. “Lebih baik engkau memakai mantelmu. Di
bawah sana lebih dingin dari di sini.”
Elleinder membawa Illyvare ke geladak.
Illyvare melihat laut di sekeliling kapal mereka.
“Kita akan ke pantai dengan perahu kecil,” Elleinder menjelaskan.
Illyvare melihat di bawah telah ada sebuah perahu kecil.
“Aku akan turun dulu untuk menjagamu,” kata Elleinder kemudian pria itu
menuruni tangga tali di samping kapal. Setelah menuruni beberapa tangga,
Elleinder berkata pada Illyvare, “Turunlah, aku menjagamu.”
Illyvare mengikuti apa yang disuruh Elleinder.
Elleinder benar-benar melakukan apa yang dikatakannya. Pria itu
menjaga Illyvare dalam setiap langkahnya.
Ketika Elleinder sampai di perahu, ia segera mengangkat tubuh Illyvare
dari tangga.
Illyvare memegang erat-erat lengan Elleinder sampai ia terbiasa oleh
ombak yang menghantam perahu kecil itu.
Elleinder membantu Illyvare duduk di perahu kemudian ia duduk dan
mulai mendayung.
66
Ketika mereka mulai meninggalkan kapal besar itu, Illyvare melihat
beberapa perahu mengikuti mereka. Illyvare tahu prajurit yang ada di dalam
perahu itu adalah pasukan pengawal Raja dan Ratu.
Semakin mereka menjauhi kapal besar itu, Illyvare semakin tahu sebesar
apa kapal itu. Kapal itu sangat besar dan kokoh. Tiang-tiang layarnya berdiri
tegak menjulang ke angkasa seolah-olah memamerkan kekuatan mereka.
Kapal yang berdiri di lautan itu tampak terayun-ayun oleh ombak besar. Kapal
dengan laut biru yang membentang luas itu tampak seperti lukisan di dini hari.
Semakin mereka menjauhi kapal, semakin luas laut yang tampak oleh
mata. Laut yang terhampar di depannya, tampak hitam dan memantulkan
sinar kemilau bintang-bintang yang mulai memudar.
Elleinder melihat gadis yang duduk di hadapannya itu memandang jauh.
Pria itu terus mendayung kapal ke pantai.
Orang-orang yang berada di pantai tidak menyadari kedatangan Elleinder
dan Illyvare. Mereka terlalu sibuk dengan keramaian mereka sendiri.
Elleinder melompat ke pantai ketika mereka tiba. Elleinder mencegah
Illyvare yang hendak melompat juga. Elleinder menarik perahu kecil itu ke
pantai yang tidak tergenang air lalu mengangkat Illyvare keluar dari perahu.
Perahu-perahu lain yang mengikuti mereka juga mulai mendekati pantai.
Tetapi baik Elleinder maupun Illyvare tidak menanti mereka. Mereka berdua
berjalan ke tenda-tenda di depan mereka.
Semua orang di sana tidak menyadari Raja dan Ratu mereka telah
berada di dekat mereka hingga salah seorang yang kebetulan melihat ke arah
laut, melihat mereka berjalan mendekat dengan sejumlah pasukan di belakang
mereka.
“Paduka Raja dan Paduka Ratu datang!” teriaknya.

67
6

Orang-orang itu terkejut. Beberapa dari mereka sibuk merapikan tempat


itu dan beberapa sibuk menyambut.
“Selamat pagi, Paduka,” kata Steele kebingungan, “Maaf tempat ini
kotor.”
“Selamat pagi,” balas Elleinder, “Apakah kalian dapat tidur nyenyak?”
“Ya, Paduka.”
“Apa yang sedang terjadi hingga keributan kalian terdengar sampai ke
kapal induk?”
“Maafkan kami, Paduka,” Steele merasa bersalah, “Beberapa dari kami
tiba-tiba memutuskan untuk makan pagi dengan ikan bakar. Tetapi dari tadi
kami belum mendapat seekor pun. Itulah yang membuat kami ribut. Kami
sungguh menyesal telah menganggu istirahat Anda, Paduka.”
“Tidak apa-apa, Steele,” kata Elleinder, “Kami ke sini bukan untuk marah
tetapi untuk ikut makan pagi dengan ikan bersama kalian.”
Elleinder melihat sekeliling. Beberapa orang tampak menanti umpannya
dimakan ikan dan beberapa yang menyadari kedatangan mereka, sibuk
merapikan peralatan untuk segera menyambut.
“Sudah lama aku tidak memancing,” kata Elleinder tiba-tiba, “Masih ada
alat yang tersisa?”
“Ada, Paduka,” kata Steele. Kemudian Steele memanggil seseorang yang
berada di dekat mereka.
Elleinder melihat Illyvare. “Engkau mau di sini atau ikut bersamaku?”
Sebelum Illyvare menjawab, Elleinder berkata, “Aku tahu engkau pasti ingin
ikut bersamaku.”
Illyvare tak menanggapi.
Tak lama kemudian seseorang mendekati Steele sambil menyerahkan
sebuah alat pancing.
“Ini alatnya, Paduka,” Steele menyerahkan dengan hormat.
“Terima kasih, Steele.”
Illyvare mengikuti Elleinder ke tempat prajurit yang lain memancing.

68
Prajurit-prajurit itu segera berdiri dan membersihkan bebatuan itu.
“Silakan duduk, Paduka,” kata mereka hampir bersamaan.
“Tidak perlu bersikap seperti itu. Kali ini aku hanya seorang pemancing
biasa seperti kalian,” kata Elleinder, “Mari kita memancing.”
Elleinder duduk diikuti prajurit lainnya yang telah memancing di sana
sejak tadi.
“Berapa banyak ikan yang kalian dapatkan?” tanya Elleinder sambil
menanti umpannya dimakan ikan.
“Kami hanya mendapat sedikit, Paduka.”
“Sepertinya ikan-ikan di tempat ini tahu akan dipancing sehingga kabur
semua,” gurau yang lain.
“Kalian kurang bersabar. Memancing membutuhkan kesabaran.”
Mereka mengeluh panjang.
Elleinder tertawa. “Kalian tidak bersabar seperti itu bagaimana bisa
mendapat ikan?”
Illyvare melihat pancing Elleinder bergerak-gerak, ia memegang lengan
pria itu.
Elleinder menoleh. Ia melihat Illyvare memandang laut kemudian
mengikuti pandangan gadis itu.
“Rupanya aku telah mendapat seekor,” kata Elleinder menarik
pancingnya.
Elleinder melepas ikan yang menggelepar-gelepar itu. Illyvare mengambil
ember di sampingnya.
“Anda beruntung, Paduka. Anda telah mendapatkan seekor sedangkan
kami yang sejak tadi di sini belum mendapatkan apapun.”
“Kalian harus bersabar.” Elleinder melemparkan kailnya.
Pagi ini Elleinder beruntung. Lebih beruntung daripada prajurit-
prajuritnya yang lain. Ketika orang banyak itu menanti ikan mengambil
umpannya, Elleinder telah mendapatkan beberapa ekor.
“Mengapa ikan-ikan itu tidak mau berbelok sebentar?” keluh seorang di
antara mereka.
“Karena ia takut padamu,” jawab yang lain.
Elleinder belum sempat ikut menanggapi ketika Illyvare menyentuh
lengannya lagi untuk memberitahukan pancingnya bergerak-gerak.
“Aku dapat lagi,” kata Elleinder senang, “Rupanya kali ini aku memang
sedang beruntung.”
69
Illyvare menyodorkan embernya yang hampir penuh oleh ikan.
Seorang prajurit meletakkan pancingnya dan mendekati Illyvare. “Ijinkan
saya untuk memberikannya pada tukang masak, Paduka Ratu.”
Illyvare memberikan embernya.
Prajurit yang lain mengumpulkan ikan tangkapan mereka di ember yang
lain. “Bawa juga ini,” katanya.
Prajurit itu membawa kedua ember itu ke kumpulan tenda di pantai.
“Paduka Ratu, silakan menggunakan ember,” seseorang berkata pada
Illyvare sambil menyerahkan embernya.
Illyvare memandang pria itu tanpa berkata apa-apa.
“Saya ingin membantu yang lain memanggang ikan,” prajurit itu berkata
canggung karena ditatap Illyvare.
“Illyvare,” Elleinder memanggil, “Aku telah mendapatkan lagi.”
Illyvare menyodorkan ember itu.
“Kami permisi dulu, Paduka.”
“Kalian mau pergi?” tanya Elleinder tak percaya, “Kalian belum
mendapatkan banyak.”
“Kami bosan, Paduka. Sejak tadi kami menunggu tetapi tidak ada ikan
yang mau menghampiri umpan kami.”
“Memancing itu membutuhkan kesabaran,” kata Elleinder.
“Cara yang baik untuk melatih kesabaran,” tambah Illyvare.
Elleinder melihat Illyvare dengan heran. Ia baru sadar gadis itu sejak tadi
tidak bersuara sedikitpun. “Mengapa engkau diam saja?” tanya Elleinder ingin
tahu.
“Mencegah ikan lari ketakutan,” jawab Illyvare singkat.
Elleinder tersenyum geli, “Kurasa ikan-ikan itu tidak akan lari ketakutan
mendengar suaramu yang merdu itu. Mereka akan mendekat.”
Illyvare tidak menanggapi.
Tak seorangpun di antara mereka yang sadar prajurit-prajurit yang
memancing di sekitar mereka, telah pergi. Kini tanah terjal itu tinggal mereka
berdua.
Mereka juga tidak sadar di pantai sana, beberapa orang membicarakan
mereka.
“Paduka Raja memang beruntung. Ia mendapatkan banyak ikan daripada
kita.”
“Kurasa Paduka Ratu yang membuatnya beruntung.”
70
“Apa yang kalian bicarakan?”
“Raja dan Ratu kita, Komandan.”
Steele melihat ke tempat Elleinder dan Illyvare berada.
Elleinder duduk menanti umpannya dimakan ikan sedangkan Illyvare
berlutut di samping pria itu. Elleinder tidak tampak memperhatikan
pancingnya. Pria itu berbicara dengan Illyvare. Illyvare hanya diam
mendengarkan dan memberitahu Elleinder bila pria itu telah mendapatkan
ikan.
“Ada apa dengan mereka?”
“Paduka Raja beruntung, ia mendapatkan banyak ikan.”
“Kurasa ia mendapat ikan banyak karena ikan-ikan itu ingin mendekati
Ratu,” Brasch menyahut, “Ratu sangat cantik dan tidak akan ada orang yang
menyangkalnya.”
“Aku yakin ia adalah seorang peri yang dapat memanggil para ikan.”
“Ia membuatku gugup ketika ia menatapku.”
“Bukan saatnya kita membicarakan mereka,” Steele memotong, “Banyak
yang harus kita lakukan. Kita masih harus memeriksa kapal.”
“Dan aku menjaga keamanan,” tambah Brasch.
Baik Elleinder maupun Illyvare memang terlalu sibuk untuk
memperhatikan orang lain. Elleinder sibuk membuat Illyvare berbicara
sedangkan Illyvare sibuk mendengarkan sambil mengawasi pancing Elleinder.
“Hari ini aku benar-benar beruntung,” kata Elleinder sambil meletakkan
seekor ikan lagi di ember. “Engkau mau mencobanya, Illyvare? Aku yakin
engkau bisa.”
Illyvare menggeleng.
“Apakah ini sudah cukup?” Elleinder melihat ember ikannya. Elleinder
melihat sekeliling dan sadar tidak ada orang lain selain mereka. “Rupanya
mereka memang tidak sabar,” gumamnya.
“Paduka! Paduka Ratu!”
Illyvare berpaling pada Linty yang berlari mendekat.
“Maafkan saya, Paduka. Saya tidak melayani Anda dengan baik.”
“Engkau ingat perintahku kemarin?”
Linty mengingat-ingat kapan Illyvare memberinya perintah. Sejauh
ingatannya, Illyvare belum pernah memberinya perintah. Illyvare jarang
berbicara dengannya. Linty teringat kata-kata Illyvare kemarin malam.

71
Linty tersenyum sambil berkata, “Saya senang melayani Anda, Paduka
Ratu.”
“Linty, apakah ikan di sana sudah cukup?”
“Saya rasa sudah, Paduka Raja. Tidak semua dari kami yang akan makan
ikan,” jawab Linty.
“Berarti ini sudah cukup. Mari, Illyvare,” Elleinder mengulurkan tangan
membantu Illyvare berdiri namun ia menariknya kembali. “Sebaiknya aku tidak
membuatmu yang wangi menjadi bau ikan,” kata Elleinder jujur.
Illyvare tidak menanggapi dan berdiri.
Linty membantu Illyvare membersihkan debu dari gaunnya.
“Kurasa sudah ada ikan yang matang,” kata Elleinder.
Linty yang merasa menganggu Raja dan Ratunya berkata, “Akan saya
siapkan untuk Anda berdua, Paduka.”
Sebelum seorang pun di antara mereka berkata, Linty telah berlari
menjauh.
“Dia memang pelayan yang cekatan. Aku sengaja menyuruhnya
menemani sekaligus melayanimu dalam perjalanan ini. Kuharap engkau
menyukainya.”
“Aku menyukainya,” sahut Illyvare singkat.
Elleinder menatap lekat wajah Illyvare.
Beberapa orang mendekati mereka.
“Ijinkan saya untuk membantu Anda, Paduka.”
Elleinder menyerahkan pancing dan embernya yang penuh berisi ikan
pada mereka.
Setelah mengantar Illyvare ke tengah kumpulan tenda itu, Elleinder
berkata, “Aku akan pergi sebentar. Aku ingin mencuci tanganku.”
Elleinder mencari tong yang berisi air bersih. Ketika ia mencuci
tangannya, Brasch datang mendekat.
“Ada apa, Brasch?”
“Paduka Ratu telah mempesona semua orang, Paduka. Apakah Anda
tidak khawatir meninggalkan Paduka Ratu?”
Elleinder melihat Illyvare dan terkejut.
Beberapa pria mengelilingi Illyvare. Sembilan pria itu kemudian
membawa Illyvare ke sebuah batang pohon besar yang terbaring di dekat
hutan. Pria-pria itu tampak berbicara dengan Illyvare kemudian mereka
meninggalkan Illyvare ke dalam hutan.
72
Elleinder tersenyum. “Mereka menjaga Illyvare, mengapa aku harus
khawatir? Yang aku khawatirkan hanya apakah kapal kita akan selesai
diperbaiki siang ini.”
“Steele mengatakan bila tidak ada hambatan maka kita dapat berlayar
lagi siang ini,” Brasch melaporkan.
Elleinder melihat kapal yang terombang-ambing di laut lepas itu.
“Kuharap tidak ada badai.”
“Saya juga berharap demikian, Paduka.”
Elleinder berpaling pada Illyvare yang duduk diam memandang
kesibukan di depannya. Beberapa pria mengajaknya berbicara. Elleinder tidak
heran ketika mereka kesulitan melihat sikap diam Illyvare.
Tidak heran pula bila di sekeliling Illyvare yang ada hanya lelaki. Karena
Illyvare tidak seperti dugaannya, banyak perhitungan Elleinder yang salah.
Elleinder tidak membawa pelayan wanita lain selain Linty.
Semula Elleinder berniat membuat Putri Kerajaan Aqnetta itu tahu ia
tidak bisa berbuat sewenang-wenang pada rakyatnya. Elleinder tidak mau
banyak pelayan wanita membuat wanita itu besar kepala. Tetapi ia telah
melakukan kesalahan dengan tindakannya itu.
Sekarang di sekeliling Illyvare yang ada hanya pria selain Linty yang
selalu melayaninya.
Elleinder melihat prajurit-prajurit yang tadi masuk hutan kembali dengan
buah-buahan di tangan mereka. Mereka memberikan buah itu pada Illyvare.
Illyvare tersenyum manis.
Elleinder tercengang.
“Aku harus kembali, Brasch,” kata Elleinder, “Awasi terus keadaan sekitar
tempat ini.”
“Baik, Paduka,” kata Brasch sambil tersenyum penuh arti.
Elleinder bergegas mendekati Illyvare.
Gadis itu mengangkat kepala melihat kedatangannya.
“Mereka memberimu banyak buah-buahan,” kata Elleinder.
Illyvare memandangi buah-buahan di pangkuannya.
“Kami permisi dulu, Paduka.” Prajurit-prajurit itu meninggalkan mereka
berdua.
Elleinder duduk di samping Illyvare. “Bagaimana perasaanmu?” kata
Elleinder tajam.
Illyvare mengangkat bahunya.
73
“Mengapa? Bukankah engkau seharusnya senang mendapat banyak
buah?”
Illyvare menatap Elleinder lekat-lekat. Ia tidak mengerti mengapa pria itu
tiba-tiba menjadi sinis kepadanya. Ia tidak tahu apakah ia telah berbuat
kesalahan. “Engkau mau?” Illyvare memberikan sebuah pada Elleinder.
Elleinder menerimanya tapi tidak mengatakan apa pun.
Illyvare diam memandangi buah-buahan itu kemudian memandang hutan
di belakang mereka.
“Sarapan telah siap,” Linty datang dengan nampannya. Linty meletakkan
nampan itu di antara Elleinder dan Illyvare. “Biarkan saya menyimpan buah-
buahan ini, Paduka.”
Illyvare membantu Linty memindahkan buah itu ke celemek Linty. Illyvare
mengawasi kepergian wanita itu. Beberapa prajurit ingin mengambil buah itu
dari Linty, tapi mereka tidak melakukannya setelah Linty memarahi mereka.
Illyvare melihat Elleinder yang sedang memakan seekor ikan. Illyvare
tidak merasa lapar, tetapi ia merasa tidak pantas mengecewakan Linty yang
telah bersusah payah membakarkan ikan untuknya. Illyvare memilih seekor
ikan yang kecil.
Tak seorangpun di antara mereka yang bersuara. Baik Elleinder maupun
Illyvare diam memandang prajurit lain yang juga makan ikan bakar.
Illyvare melihat laut. Pandangannya menerawang jauh dan pikirannya
melayang-layang tanpa arah.
“Illyvare!”
Seperti waktu upacara pernikahan mereka, Elleinder melihat Illyvare
tenggelam dalam dunianya sendiri. Kali ini Elleinder tidak memanggil Illyvare
berulang-ulang, ia memegang lengan Illyvare.
Illyvare berpaling.
“Hari semakin siang. Aku melihat Steele telah kembali. Tak lama lagi ia
akan datang melaporkan kapal telah selesai diperbaiki.”
Elleinder mengulurkan tangan membantu Illyvare berdiri. Mereka
berjalan mendekati tepi pantai.
“Perbaikan kapal telah selesai?”
“Benar, Paduka. Kerusakan kapal tidak separah yang kita duga. Lambung
kapal hanya terkoyak sedikit. Sebagian besar telah kami perbaiki kemarin. Hari
ini kami hanya memperkuat perbaikan itu. Saat ini juga kita bisa berlayar.”
“Kalian beristirahat dulu setelah itu kita baru berangkat.”
74
“Baik, Paduka.” Steele memimpin anak buahnya ke pantai.
“Kita bisa berperahu sebelum kapal berangkat kalau engkau mau,” kata
Elleinder mengulurkan tangannya.
Illyvare menyambut uluran tangan itu.
Dengan tangkas, Elleinder menarik Illyvare mendekat dan mengangkat
tubuh gadis itu. Elleinder mendudukkan Illyvare di perahu kecil itu dan mulai
mendorong perahu.
Elleinder sudah mulai mendayung perahu kecilnya ketika para
pengawalnya sadar di mana Raja dan Ratunya berada. Mereka bergegas naik
perahu dan bersiaga di tepi pantai.
Illyvare menatap kaki langit tanpa suara.
“Engkau marah padaku, Illyvare?”
Illyvare diam saja.
“Aku tidak pernah ingin membuatmu marah. Aku ingin membuatmu
senang. Kalau engkau marah padaku, katakan saja tetapi jangan berdiam diri
seperti ini.”
“Saya tidak bisa marah,” Illyvare mengakui.
Elleinder menatap heran. “Jangan bercanda, Illyvare. Tiap orang pasti
bisa marah termasuk aku juga engkau.”
Illyvare hanya memandang langit dengan pandangannya yang
menerawang jauh.
Elleinder memegang dagu Illyvare dan memalingkan wajah gadis itu.
“Kalau aku membuatmu marah, maafkan aku,” katanya lembut.
Illyvare tetap memandang langit.
“Apakah yang merisaukanmu, Illyvare? Aku sering melihatmu
memandang jauh. Apa ada yang kaupikirkan?”
“Tidak ada,” kata Illyvare tenang.
“Engkau merindukan kerajaanmu?” tanya Elleinder.
Illyvare menggeleng.
Tiba-tiba ombak yang cukup besar menerjang perahu mereka. Illyvare
memegang erat-erat lengan Elleinder. Wajahnya memucat – teringat
pengalaman yang lalu.
Elleinder memeluk Illyvare dan berkata, “Tidak apa-apa. Jangan khawatir.
Ombak di sekitar tempat ini memang tidak teratur. Ada yang besar dan ada
yang kecil.”

75
Setelah perahu seimbang, Elleinder melepaskan Illyvare. “Sebaiknya kita
menanti mereka di kapal.”
Elleinder mendayung perahu mendekati kapal.
“Naiklah dulu. Aku di bawahmu,” Elleinder mengangkat tubuh Illyvare ke
tangga tali di samping kapal.
Illyvare berpegangan erat pada tangga itu. Belum lama ia berpegangan
pada tali ketika angin tiba-tiba bertiup keras. Illyvare terkejut. Ia merasa
tubuhnya didorong angin keras itu.
“Tidak apa-apa,” tubuh tegap Elleinder menghadang angin itu. Elleinder
yang tinggi tegap itu hanya butuh berada setingkat di bawah Illyvare untuk
bisa melindunginya.
Dengan kata-katanya yang lembut, Elleinder berkata, “Jangan takut.
Teruslah melangkah, aku akan terus berada di sisimu.”
Illyvare hanya menatap wajah tampan yang lembut itu.
Elleinder tersenyum – mendorong semangat Illyvare.
Sesuatu dalam senyum itu meyakinkan Illyvare bahwa ia tidak akan apa-
apa. Elleinder pasti akan menangkapnya bila angin meniupnya. Elleinder pasti
akan memeganginya bila ia terjatuh. Maka Illyvare pun melanjutkan langkah-
langkahnya.
Seperti tadi, Elleinder menjaganya dalam tiap langkahnya.
Ketika mereka hampir sampai di ujung tangga, Elleinder berkata, “Aku
akan naik dulu. Berpeganglah yang erat.”
Illyvare menepi memberi jalan pada Elleinder.
Elleinder berhati-hati ketika ia melewati gadis itu. Ketika ia telah sampai
di dek kapal, ia mengulurkan tangan membantu Illyvare. “Naiklah seperti tadi,
Illyvare,” Elleinder memberitahu, “Jangan takut, aku memegang tanganmu.”
Illyvare baru menaiki dua tangga tali ketika Elleinder mengangkat
tubuhnya. Elleinder tidak menurunkan Illyvare di dek kapal melainkan
membawanya ke kamarnya.
“Engkau bisa tenang sekarang,” kata Elleinder setelah menurunkan gadis
itu. “Engkau merasa pusing lagi?”
Illyvare menggeleng.
Terdengar suara ramai mendekati kapal.
“Mereka telah berkemas. Sekarang mereka pasti telah mendekati kapal.”
Elleinder menuju dek diikuti Illyvare.
“Kami siap berangkat, Paduka,” Steele melaporkan.
76
Dek kapal yang sepi itu kembali ramai. Orang-orang berhilir mudik
mempersiapkan keberangkatan mereka. Beberapa orang menarik perahu-
perahu kecil. Ada pula yang menarik jangkar.
“Angkat jangkar!” Steele memberi perintah.
Illyvare yang tidak melihat saat pertama kali mereka akan berlayar,
memperhatikan kesibukan itu.
Ketika melihat jangkar telah dinaikkan ke dek, Steele kembali berseru,
“Tarik layar!”
Prajurit yang telah bersiap-siap, segera menarik layar.
Angin yang bertiup membentangkan layar dan menjalankan kapal. Steele
mengawasi orang yang mengemudikan kapal. Prajurit-prajurit meninggalkan
tempat mereka dan mulai berjaga-jaga.
Kesibukan di kapal telah dimulai sejalan dengan lajunya kapal.
Mereka berlayar dengan tenang. Tidak ada gangguan lagi dalam
pelayaran ini. angin berhembus seperti biasa dan terus mendorong kapal.
Ombak terus membuai kapal.
Perjalanan menuju Leiffberg telah dilanjutkan setiap orang ingin
perjalanan itu tanpa gangguan lagi. Juga tidak ada badai yang ditakutkan.
Illyvare tahu perjalanan menuju Leiffberg masih panjang. Masa depannya
juga masih panjang. Ia tidak tahu seperti apakah tempat ia akan tinggal itu.
Sama seperti ia tidak tahu bagaimanakah kehidupannya akan berlangsung.
Yang diketahuinya saat ini adalah ia telah menjadi milik Kerajaan Skyvarrna dan
Kerajaan Aqnetta. Ia adalah Ratu dari kedua kerajaan itu.
Tetapi sebagai Ratu, Illyvare tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Seperti langit, ia tak dapat melihat ujung masa depannya. Langit membentang
di hadapannya. Laut yang biru membentang di kakinya. Tetapi semua itu tak
memberikan jawaban apapun.
Illyvare bagaikan kapal itu. Terombang-ambing di antara laut dan kaki
langit. Berlayar menurut arah tujuan sang nahkoda kapal. Tetapi itu bukan
masalah bagi Illyvare. Ia telah terperangkap dalam Istana Vezuza seumur
hidupnya. Ia telah hidup menurut aturan-aturan ayahnya. Di Kerajaan
Skyvarrna pun ia tahu ia harus mengikuti semua peraturan kerajaan itu.
Illyvare tahu keputusan Elleinder untuk menikah dengannya ditentang
oleh rakyat Kerajaan Skyvarrna. Kecil kemungkinan rakyat Kerajaan Skyvarrna
akan mencintai dirinya sebagaimana mereka mencintai Elleinder. Tetapi Illyvare
telah bersumpah di hadapan Uskup, di hadapan ayahnya, di hadapan
77
rakyatnya dan di hadapan Allah bahwa ia akan mendampingi Elleinder apa pun
yang terjadi.
Tidak banyak yang Elleinder ketahui tentang dirinya tetapi Illyvare tahu
banyak tentang pria itu. Calf membantunya mencari informasi tentang
suaminya itu.
Illyvare tahu ketika Elleinder datang ke Istana Vezuza bersama
rombongannya. Ia ada di Istana, ia ada di dekat pria itu tetapi ia tidak pernah
menemui pria itu. Illyvare tahu Elleinder berusaha menemukannya, tetapi pria
itu tidak pernah dapat menemukannya.
Illyvare tahu banyak kerajaan yang memuji keberanian Elleinder ketika
mereka tahu pria itu melamar dirinya. Resiko besar yang tidak pernah diambil
siapapun, telah diambil Elleinder. Illyvare mengagumi pria itu.
Tak diragukan lagi bila rakyat Kerajaan Skyvarrna sangat mencintai Raja
Muda itu. Raja Fahrein meninggal dengan meninggalkan banyak masalah.
Selama ia jatuh sakit, pemerintahannya terhambat. Menteri-menteri disibukkan
oleh kondisi Raja.
Keadaan raja yang kritis itu membuat para menteri terbagi dua. Sebagian
sibuk menjemput Pangeran Elleinder yang masih bersekolah di Paris. Sebagian
sibuk melayani perintah Raja.
Di saat-saat terakhir sebelum kematiannya, Raja Fahrein menjadi sangat
pemarah. Ia akan membanting apa saja bila perintahnya tidak dituruti.
Perintahnya bukan lagi menyangkut kerajaan tetapi pesta.
Bahkan sehari sebelum kematiannya, Raja Fahrein meminta diadakan
pesta meriah untuk kesembuhannya. Saat itu Raja Fahrein tampil dengan segar
bugar. Semua orang menyangka Raja memang telah sembuh. Tidak
seorangpun menyangka itu adalah pesta terakhir Raja Fahrein.
Keesokan paginya Raja Fahrein ditemukan dalam keadaan tak bernafas di
tempat tidurnya. Kerajaan Skyvarrna berduka. Namun Elleinder tidak
membiarkan dirinya terlarut terlalu lama dalam kedukaan itu. Ia segera
membenahi segala pekerjaan yang terbengkalai sejak ayahnya sakit.
Setelah semuanya selesai, ide itulah yang muncul. Keinginan untuk
memiliki Kerajaan Aqnetta melalui pernikahan telah terwujud. Sekarang
mereka berada dalam perjalanan ke Leiffberg dan kemudian menuju Istana
Qringvassein.

78
Setiap perjalanan pasti ada akhirnya demikian pula perjalanan Illyvare
ini. Setelah melewati hari-hari yang tenang di atas laut, mereka akhirnya
melihat kota pelabuhan Leiffberg.
“Daratan! Daratan!” teriak prajurit di menara pengintai.
“Kita sudah tiba di Leiffberg,” sahut yang lain senang.
Kesibukan kembali memenuhi seluruh kapal itu. Prajurit-prajurit mulai
bersiap-siap di posisinya. Mereka menanti perintah Steele sebagai kapten
kapal.
Illyvare berdiri di dek kapal dan melihat daratan yang semakin mendekat
itu. Tampak olehnya daratan itu yang semakin mendekati mereka bukan kapal
yang mendekati daratan itu.
“Itu adalah Leiffberg,” Elleinder memberitahu, “Dari situ kita akan naik
kereta menuju Istana Qringvassein.”
Illyvare diam memandangi daratan yang semakin mendekat itu. “Laut
pun akhirnya ada batasnya,” gumamnya lirih.
“Kita harus bersiap-siap untuk pendaratan ini.”
Elleinder mengajak Illyvare kembali ke kamar mereka masing-masing.
Linty segera menyambut kedatangan Illyvare. “Kita hampir merapat di
pelabuhan, Paduka. Anda harus segera mempercantik diri,” kata wanita itu
ketika merapikan kembali rambut Illyvare.
Illyvare mengenakan mantel panjangnya yang tebal kemudian kembali ke
dek. Elleinder sudah ada di sana menanti kedatangannya.
Tak sampai setengah jam kemudian mereka telah melihat perahu-perahu
lain di dekat daratan itu.
Ketika mereka semakin mendekati pelabuhan itu, Steele berseru,
“Turunkan layar!”
Prajurit yang telah bersiap-siap segera menarik layar. Beramai-ramai
mereka menarik tali dan menutup layar yang terkembang itu.
Illyvare terus memandangi pelabuhan itu.
“Kita tiba lebih lambat dari yang semula dijadwalkan. Kukira orang-orang
yang ingin menyambut kita telah pulang semua.”
Illyvare diam saja.
Akhirnya mereka merapat di pelabuhan dan Steele kembali berseru,
“Tambatkan kapal!”
Beberapa orang melompat keluar dan melakukan perintah itu. Orang-
orang mulai memasang tangga kayu di dek.
79
Pelabuhan masih ramai seperti biasanya walau hari sudah menjelang
sore. Sebuah kereta emas terlihat di tepi pelabuhan. Kereta terbuka itu
menanti dengan anggun di bawah kapal.
“Itu kereta kuda yang akan membawa kita ke Istana Qringvassein,”
Elleinder memberitahu, “Menurut jadwal semula, kita akan tiba pagi hari tetapi
kita baru tiba saat ini. Aku ingin menunjukkan padamu kerajaanku dalam
perjalanan ke Istana Qringvassein. Sekarang aku menyesal menyuruh kereta
itu yang menjemput kita. Hari sudah malam dan udara semakin dingin, kita
tidak dapat berjalan cepat bila tidak ingin engkau sakit.”
Illyvare melihat orang banyak yang berdiri di belakang sebaris prajurit
yang memagari mereka.
Elleinder juga melihat orang banyak itu dan berkata, “Aku tidak tahu
mereka akan menyambut kita. Aku sama sekali tidak memberitahu siapa pun
kapan kita datang. Kurasa mereka mengetahuinya dari kereta yang menanti
kita.”
“Kapal telah merapat, Paduka,” Steele melaporkan.
Illyvare mengenakan topi mantelnya untuk mencegah angin
mempermainkan rambut panjangnya.
“Kita jangan membuat mereka menanti lebih lama lagi, Illyvare.”
Illyvare memasukkan tangannya di siku Elleinder dan berjalan di samping
pria itu.
Terdengar suara ramai ketika mereka berjalan ke kereta. Ketika seorang
prajurit membuka pintu kereta dan Elleinder mengangkat Illyvare ke dalam
kereta itu, suara ramai itu masih tidak berhenti.
Elleinder terkejut melihat Illyvare tetap tenang. Sikap gadis itu
menunjukkan ia tidak terpengaruh oleh keramaian itu.
Seharusnya seorang gadis yang selama ini dikurung di Istananya yang
besar, akan bingung dan gugup ketika mendapat sambutan semeriah ini dari
rakyat. Tetapi raut wajah Illyvare tetap tenang. Matanya memandang ke depan.
Kereta berjalan perlahan menuju Istana Qringvassein. Orang-orang yang
telah menanti mereka sejak tadi itu tidak tampak lelah. Mereka berseru-seru
memanggil mereka dan melambai-lambaikan tangannya.
Illyvare memberikan senyum kepada mereka dan membalas lambaian
tangan mereka.
Elleinder juga tidak mau berdiam diri saja menghadapi sambutan
rakyatnya yang meriah itu.
80
Seperti yang dikatakan Elleinder, kereta berjalan lambat. Illyvare tidak
menyadari kereta berjalan lebih lambat dari yang diperhitungkan Elleinder.
Kusir kuda tidak berani menjalankan kereta lebih kencang. Ia khawatir
rakyat yang ingin menyambut kedatangan Raja dan Ratu, kecewa bila tidak
dapat melihat rupa Raja dan Ratu.
Prajurit berkuda yang mengawal mereka baik di depan maupun di
belakang kereta yang ditumpangi Elleinder dan Illyvare juga berjalan lambat.
Elleinder menyadari hal ini tetapi ia tidak mempedulikannya. Dengan
kecepatan seperti ini, Elleinder tidak khawatir Illyvare kedinginan.
Melalui ujung matanya, Elleinder melihat Illyvare yang terus membalas
lambaian tangan rakyat. Gadis itu telah menutupi seluruh tubuhnya dengan
mantelnya yang tebal. Cukup tebal untuk menghadapi angin yang bertiup
lembut ini tetapi tidak cukup untuk menghadapi angin yang lebih kencang.
Illyvare merasa sedang diperhatikan. Namun ia tidak mempedulikannya.
Ia terus membalas lambaian tangan rakyat.
Elleinder juga terus melambaikan tangannya pada rakyat.
Hingga mereka meninggalkan Leiffberg, kereta tetap berjalan lambat.
Ketika mereka telah meninggalkan kota Leiffberg, orang-orang yang berdiri di
tepi jalan tidak kunjung berkurang. Baru ketika mereka memasuki kawasan
yang jauh dari rumah penduduk, orang-orang mulai berkurang.
“Engkau kedinginan?”
Illyvare menggeleng.
Elleinder terdiam beberapa saat. Ia melihat langit yang semakin gelap
kemudian melihat Illyvare dengan cemas. “Berhenti!” Elleinder memerintah
kusir.
Brasch yang mengawal di belakang mereka segera mendekat. “Ada apa,
Paduka?”
“Pergilah lebih dulu dan cari penginapan. Malam ini kita beristirahat dulu.
Besok baru kita lanjutkan.”
“Saya khawatir kita akan mengecewakan rakyat, Paduka. Saya baru saja
mengirim orang untuk melihat keadaan di kota yang akan kita lalui dan ia
mengatakan banyak orang yang berdiri di tepi jalan menanti Anda.”
“Kita tidak bisa mengecewakan mereka,” kata Illyvare perlahan.
“Baiklah. Kita akan meneruskan perjalanan walau mungkin kita akan tiba
tengah malam.”

81
“Menurut perhitungan saya, Paduka, dengan kecepatan seperti ini kita
akan mencapai Skellefreinth dalam empat jam. Ketika kita meninggalkan
Leiffberg, waktu menunjukkan pukul lima sore. Jadi, kita akan tiba sekitar pukul
sembilan malam.”
“Kita lanjutkan perjalanan.”
“Baik, Paduka.” Kemudian Brasch memerintahkan kusir menjalankan
kuda.
“Kalau kita tidak berada di keramaian, cepatkan kereta,” Elleinder
memberitahu kusir kuda.
“Baik, Paduka.” Kusir kuda itu melakukan perintah Elleinder.
Elleinder melihat Illyvare yang duduk menepi. Jarak di antara mereka
sangat lebar hingga cukup untuk satu orang lagi. Illyvare merapat di pinggir
kereta seolah-olah ia takut berdekatan dengan Elleinder.
“Illyvare,” panggilnya.
Gadis yang sedang memandang ke depan itu menoleh.
“Aku menyesal kita tidak dapat menginap di kota terdekat malam ini.”
“Tidak apa-apa.”
“Mendekatlah kemari,” Elleinder mengulurkan tangannya, “Aku tidak
ingin engkau kedinginan.”
“Saya tidak kedinginan.”
“Engkau yakin?” Sebelum Illyvare menjawab Elleinder telah berkata,
“Kalau engkau duduk menjauh seperti itu, engkau akan kedinginan. Kemarilah,
aku tidak akan menyakitimu.”
“Saya paham akan hal itu.”
“Maka, kemarilah,” Elleinder berkata lembut, “Aku hanya tidak ingin
engkau kedinginan.”
Illyvare menyambut uluran tangan itu dengan ragu-ragu. Ia bukannya
ingin menjauhi Elleinder tetapi ia tidak terbiasa duduk berdua dengan pria di
kereta.
Elleinder menarik Illyvare menyeberangi jarak di antara mereka. “Kalau
kita duduk seperti ini, engkau tidak akan terlalu kedinginan.
Illyvare diam memandangi tangannya.
Elleinder memegang kata-katanya. Ia menyandarkan punggung dan
melipat tangan di belakang kepalanya.

82
Perjalanan ini masih jauh. Illyvare tahu itu. Ia belum melihat pucuk-pucuk
menara Istana Qringvassein. Yang dilihatnya masih hijaunya dedaunan dan
rimbunnya pohon.
Setelah beberapa saat, Illyvare mulai melihat rumah-rumah penduduk
dan orang-orang yang berdiri di belakang barisan prajurit.
“Mereka menyambut kita.”
Illyvare hanya mengangguk.
Illyvare seorang putri kerajaan, tetapi ia tidak pernah tahu sambutan
rakyat terhadap keluarga kerajaan bisa lebih meriah dari yang
dibayangkannya. Matahari mulai kembali ke istananya tetapi rakyat masih
berdiri di tepi jalan dan dengan bersemangat menyambut kedatangan Raja dan
Ratu mereka.
Semangat rakyat yang besar itu menunjukkan cinta mereka pada Raja
dan Ratu. Illyvare terharu melihatnya.
Ketika untuk pertama kalinya ia meninggalkan Istana Vezuza, sepanjang
jalan rakyat berteriak-teriak memanggilnya. Sepanjang jalan menuju Gereja
Chreighton, rakyat mengelu-ngelukan namanya.
“Putri! Putri!” demikian teriak mereka. “Putri lihatlah kemari!”
Mereka berharap dapat melihat wajah Illyvare, tetapi jendela kereta
tertutup rapat. Illyvare ingin sekali melihat wajah-wajah rakyat yang
menyambutnya tetapi Raja Leland yang duduk di sampingnya tidak ingin ia
melakukannya.
Illyvare hanya dapat mendengar panggilan rakyat itu dan merasa
bersalah. Rakyat telah menantinya sepanjang jalan dan berharap dapat
berjumpa dengannya yang untuk pertama kalinya meninggalkan Istana Vezuza.
Tetapi ia bersikap sangat angkuh dan sedikitpun tidak mau mengintip keluar.
Di jalan masuk menuju Gereja Chreighton, Illyvare melihat banyak orang
berdiri dengan penuh semangat. Melalui kerudungnya, Illyvare dapat melihat
harapan di wajah orang banyak itu.
Seperti orang-orang di tepi jalan yang dilaluinya, mereka juga berharap
dapat melihat wajahnya. Sayang, saat itu Illyvare dalam perjalanan menuju
altar. Dari ujung rambut hingga kakinya tertutup oleh kerudung pengantinnya
yang sangat panjang dan tebal.
Gaun pengantin itu dipesan khusus untuk Illyvare. Perancang gaun itu
membuatnya sedemikian rupa hingga ia tampak seperti pengantin misteri.

83
Seluruh tubuhnya tertutup oleh kerudung pengantinnya yang tebal. Dan gaun
pengantinnya dibuat berleher tinggi dan berlengan panjang.
Dua lapisan kain yang menutupi tubuh itu dapat membuat Illyvare
kepanasan. Untung udara pagi musim gugur di Kerajaan Aqnetta sangat dingin
dan membuat Illyvare yang bersembunyi di balik gaun pengantinnya tidak
kepanasan.
Melalui kerudungnya, Illyvare dapat melihat pandangan kagum orang-
orang pada gaun pengantinnya yang bersulamkan benang perak. Juga pada
kristal-kristal kaca bening yang membentuk bunga-bunga mawar di ujung
gaunnya.
Saat memasuki Gereja Chreighton, Illyvare tahu masa depannya bukan
berada di tangannya lagi. Di depan sana menanti pria yang akan menjadi
suaminya. Pria yang bersama-sama dengan dirinya akan memerintah Kerajaan
Aqnetta.
Saat itu pula Illyvare menyadari ia bukan lagi seorang Putri tetapi
seorang Ratu yang memiliki tanggung jawab besar. Illyvare menyadari
kedudukannya ini sejak ia tahu Menteri Luar Negeri Kerajaan Skyvarrna datang
untuk menyampaikan surat lamaran Raja Elleinder.
Sekarang Illyvare telah berada di sisi Elleinder dan dalam perjalanan ke
Istana Qringvassein.
Mereka melewati lautan manusia bagaikan melewati sebuah ujian untuk
dapat mencapai Istana Qringvassein.
Ribuan, puluhan orang telah mereka lewati. Hari semakin malam tetapi
orang-orang tetap bersemangat menyambut mereka. Hingga mereka tiba di
Skellefreinth, masih banyak orang yang menyambut kedatangan mereka.
Ketika puncak-puncak menara Istana Qringvassein terlihat, lautan itu tak
berkurang.
Illyvare tidak lagi memperhatikan orang-orang di kanan kirinya. Ia
memandang jauh ke depan ke Istana Qringvassein yang berdiri dengan kokoh.
Istana itu berbeda jauh dengan Istana Vezuza tetapi tidak berbeda jauh
dengan Istana Camperbelt. Di depan bangunan Istana terdapat sebuah air
mancur besar dikelilingi rerumputan yang menguning. Sebuah jalan besar
terbagi dua memutari air mancur itu dan bergabung kembali ke depan pintu
masuk Istana.
Istana ini tidak memiliki serambi depan seperti Istana Vezuza. Juga tidak
ada taman bunga Illyvare.
84
Illyvare sedih menyadari ia tidak berada di Istananya lagi. Ia merindukan
Istana negeri dongengnya yang putih dengan menara-menaranya yang
menjulang tinggi dan atapnya yang bercat biru. Juga pada kebun bunganya
yang terletak di belakang Istana Vezuza.
Kereta melalui air mancur itu dan berhenti di depan pintu masuk Istana.
Seorang pelayan segera membuka pintu kereta dengan membungkuk
hormat.
Elleinder turun kemudian membantu Illyvare. Ketika ia menurunkan
Illyvare, seseorang mendekat dan berseru marah,
“Apa saja yang kaulakukan? Mengapa lama sekali? Katamu akan datang
sebelum makan siang, tetapi ini sudah melewati makan malam.”
“Maafkan atas gangguan ini, Illyvare,” bisik Elleinder kemudian menoleh
pada Arwain. “Kapal kami mendapat kecelakaan, Arwain.”
Arwain melihat gadis mungil yang berdiri di samping Elleinder. Di Gereja
Chreighton, ia tidak dapat melihat dengan jelas rupa Putri Illyvare selain
mengetahui ia bertubuh ramping dan tidak gemuk. Dan ia mempunyai rambut
hitam yang indah.
Arwain menatap lekat-lekat wajah cantik yang tenang itu.
Bola mata yang dikeliling bulu mata yang lentik itu menatapnya dengan
tenang. Bibirnya yang menutup rapat membentuk sebuah senyuman.
Tubuhnya tertutup rapat oleh mantel coklat tebal tetapi tidak dapat
menyembunyikan kemolekannya. Rambut hitamnya berjuntai keluar dari topi
mantelnya. Mantelnya menari-nari diterbangkan angin malam dan membuat ia
nampak seolah-olah akan terbang jauh.
“Illyvare, engkau telah bertemu dengannya di upacara pernikahan kita. Ia
adalah teman baikku, Arwain,” Elleinder memperkenalnya.
“Senang berkenalan dengan Anda.”
Arwain tiba-tiba saja menjadi gugup karena suara tenang namun merdu
itu. Ia meraih tangan Illyvare dan menciumnya sebelum berkata, “Sungguh
merupakan suatu kebanggaan bagi saya dapat bertemu dengan Anda, Paduka
Ratu.”
“Dapatkah saya juga menjadi teman baik Anda?”
“Tentu, Paduka Ratu. Anda adalah istri teman baik saya berarti Anda
teman baik saya pula.”
Illyvare tersenyum.

85
“Bisakah saya meminjam suami Anda sebentar, Paduka Ratu?” Sebelum
Illyvare menjawab, Arwain mendekati Elleinder dan menariknya menjauh.
“Ada apa, Arwain?” tanya Elleinder heran. “Aku sudah mengatakan
padamu, aku terlambat karena kapal mendapat kecelakaan kecil.”
Arwain melirik Illyvare yang berdiri dengan tenang di samping kereta. “Ia
benar-benar Putri Kerajaan Aqnetta?”
Elleinder belum menjawab, Arwain telah berkata, “Gadis itu cantik sekali.
Aku sampai dibuat gugup olehnya. Mengapa ia disembunyikan sampai
mendapat banyak tuduhan jelek?”
“Aku tidak tahu, Arwain. Aku tidak punya ide tentang itu,” kata Elleinder
kesal, “Kalau sudah tidak ada yang ingin kaukatakan lagi, aku permisi.”
Elleinder beranjak pergi.
“Elleinder!”
Elleinder berbalik dan berkata, “Aku lelah dan lapar, Arwain. Engkau
sudah makan malam atau belum? Kalau belum, ikutlah bersama kami.”
Arwain hanya dapat menahan kekesalannya melihat Elleinder terus
berjalan mendekati Illyvare kemudian membawa gadis itu masuk.
“Percuma memisahkan mereka, Arwain,” tegur Brasch, “Selama
perjalanan Paduka Raja terus berada di samping Ratu. Raja seolah-olah
khawatir Ratu akan direbut orang lain.”
Arwain mendesah panjang.
“Raja benar. Kalau saya mempunyai istri secantik itu, saya juga pasti
akan selalu berada di sisinya. Saya takkan rela ia direbut orang lain.”
“Ini aneh, bukan?” celetuk Perkins, “Dulu kita khawatir Putri Illyvare
takkan sepadan dengan Paduka, tetapi ternyata Putri Illyvare sangat cocok
bersanding dengan Paduka. Aku yakin Paduka bahagia didampingi seorang
gadis secantik itu.”
“Ratu cantik dan ramping seperti seorang peri mungil, bukan seperti
yang dikatakan orang banyak,” kata Arwain.
“Aku heran mengapa ia disembunyikan sampai muncul banyak dugaan
yang sangat salah?” tanya Perkins heran.
“Jangan tanya aku karena aku tidak tahu. Elleinder sendiri juga tidak
tahu.”
Tidak seorangpun di antara mereka yang tahu. Mereka hanya dapat
menebak-nebak tetapi tidak akan pernah tahu jawaban yang sebenarnya.

86
7

“Selamat pagi, Paduka.”


Illyvare meninggalkan jendela kamarnya.
“Saya membawa jadwal kegiatan Anda untuk hari ini. Pagi ini Anda dan
Paduka Raja akan berkeliling Skellefreinth dan memberi pidato di tempat-
tempat penting.”
Linty memberikan jadwal itu pada Illyvare.
Illyvare tidak membacanya. Ia hanya melihatnya. Gadis itu tahu kegiatan
sehari-harinya akan penuh seperti ini.
“Sarapan telah siap, Paduka. Anda ingin makan di sini atau di Ruang
Makan?”
“Ruang Makan,” Illyvare menjawab singkat.
“Baiklah, Paduka,” Linty mengangguk mengerti, “Silakan duduk di sini,
Paduka. Saya akan merapikan rambut Anda.”
Illyvare duduk di meja rias sementara Linty menata rambutnya. Setelah
selesai menggelung rambut Illyvare, Linty berkata, “Sudah selesai, Paduka.”
“Terima kasih.”
“Sudah menjadi tugas saya melayani Anda, Paduka,” kata Linty, “Saya
akan mengantar Anda ke Ruang Makan.”
Illyvare mengikuti Linty menuju Ruang Makan. Semalam ketika Elleinder
mengantarnya ke kamar yang sudah dipersiapkan untuknya, Illyvare tidak
sempat menghafalkan bagian-bagian Istana yang telah dilaluinya. Illyvare
terlalu lelah untuk memperhatikan sekelilingnya. Bahkan ketika makan pun,
Illyvare sama sekali tidak bernafsu. Ia merasa sangat lelah.
Penjaga pintu membungkuk hormat melihat kedatangannya dan
membukakan pintu.
“Silakan, Paduka,” Linty mempersilahkan.
Illyvare terus melangkah masuk sedangkan Linty tetap di tempatnya.
“Selamat pagi, Illyvare,” Elleinder mencium tangannya. “Engkau dapat
tidur nyenyak?”
Illyvare mengangguk.

87
“Aku senang mendengarnya. Hari ini kita akan melakukan banyak
kegiatan di luar Istana dan itu akan sangat melelahkanmu.”
Elleinder menarikkan kursi untuk Illyvare.
“Engkau telah menerima jadwal kegiatanmu?”
Lagi-lagi Illyvare hanya mengangguk.
Pelayan mulai membawa masuk baki-baki perak. Mereka meletakkan
baki itu di depan mereka.
Seperti biasa, Illyvare berdiam diri. Elleinder juga tidak banyak berbicara.
Ia telah tahu sifat pendiam Illyvare. Sepanjang makan pagi itu Elleinder
menjelaskan tempat-tempat yang akan mereka datangi dan apa saja yang
akan mereka lakukan.
Seusai makan pagi, Illyvare kembali ke kamarnya untuk mengambil topi.
Kemudian ia menuju pintu depan tempat Elleinder telah menantinya.
Sebuah kereta emas yang lain telah siap mengantar mereka ke
Skellefreinth dan ke semua tempat yang akan mereka datangi hari ini.
Seperti kemarin, sepanjang jalan dipenuhi orang yang ingin bertemu
Ratu mereka, Illyvare. Tetapi sayang hari ini mereka tidak menaiki kereta
terbuka tetapi kereta yang tertutup.
Sesekali Illyvare mengintip keluar. Jendela kereta membuat wajahnya tak
tampak dari luar.
“Engkau sudah siap?”
Illyvare mengangguk. Ia telah siap melakukan segala kegiatannya
sebagai seorang Ratu sejak ia melangkah menuju altar. Ia telah siap
menghadapi semuanya.
“Hari ini akan terasa sangat berat,” Elleinder mengingatkan, “Tetapi
besok sudah tidak lagi. Hanya hari ini kita akan berkeliling Skellefreinth untuk
memberikan pidato dan melakukan berbagai macam hal.”
Illyvare mendengarkan dengan tekun. Ia tidak pernah meninggalkan
Istana Vezuza untuk menemui rakyatnya tetapi dari kesibukan ayahnya,
Illyvare tahu beratnya menjadi seorang Raja apalagi Raja dari dua kerajaan.
Kereta berhenti di depan sebuah bangunan yang besar. Pada bangunan
itu tertulis huruf-huruf besar, “Gedung Pertemuan”.
“Penduduk Skellefreinth selalu mengadakan rapat-rapat besar dan
penting mereka di sini. Kadang tempat ini juga digunakan untuk pementasan
drama dan konser besar.”

88
Illyvare tidak menanggapi penjelasan Elleinder itu. Gadis itu melihat
orang-orang yang membungkuk hormat pada mereka. Di antara mereka ada
yang datang mendekat.
“Selamat datang, Paduka,” sambutnya, “Silakan masuk, Paduka.”
Kemudian pria itu mengantar mereka ke sebuah ruangan yang telah
dipenuhi orang. Orang-orang itu membungkuk hormat melihat kedatangan
mereka. Pria itu terus mengantar Elleinder dan Illyvare ke tempat yang telah
disediakan untuk mereka.
Setelah Elleinder dan Illyvare duduk, acara dimulai. Sambutan-sambutan
diucapkan pertama-tama dari penanggung jawab acara ini hingga ke ketua
pengurus gedung ini.
Elleinder terkejut melihat Illyvare tidak mengantuk mendengar pidato
yang panjang lebar ini. Ia menduga seorang gadis yang selama ini hidup
tenang di dalam Istananya yang megah tak biasa mendengar pidato yang
diucapkan dengan monoton selama dua jam ini. Tetapi Illyvare tidak tampak
bosan maupun mengantuk. Ia tetap duduk dengan tenang mendengarkan
setiap ucapan penanggung jawab acara ini.
Walau Illyvare tidak pernah muncul di hadapan umum, bukan berarti ia
tidak terbiasa mendengar pidato sepanjang ini. Ia terlalu sering mendengar
pidato yang lebih panjang dari ini.
Setiap kali memberi pengarahan atau nasehat pada putrinya, Raja Leland
selalu berbicara panjang lebar. Bila ia sedang bersemangat, nasehat-
nasehatnya bisa terucapkan terus-menerus selama lebih dari tiga jam.
Elleinder tidak tahu itu.
Illyvare sudah tahu panjangnya sebuah acara penting seperti ini.
Sebenarnya acara ini hanya jamuan makan siang biasa. Namun karena ada
sepasang orang terpenting dari dua kerajaan, maka sebuah jamuan bisa
sepanjang ini. Karena seorang pria dan seorang gadis, jamuan makan siang ini
telah dimulai ketika hari masih menunjukkan pukul setengah sepuluh.
Illyvare melihat beberapa orang telah bosan mendengarkan pidato yang
panjang lebar dari penanggung jawab acara ini. Tetapi bukan berarti kebosanan
mereka telah berakhir, masih ada pidato dari ketua pengurus gedung ini
sebelum tiba pidato terakhir yaitu dari Elleinder. Beberapa orang tampak
berusaha menutupi kantuk mereka dengan berbisik-bisik.
Duduk di podium atas samping orang banyak itu membuat Illyvare dapat
melihat semua yang hadir dengan jelas.
89
Ketika akhirnya tiba giliran Elleinder untuk memberikan pidatonya,
beberapa orang telah terkantuk-kantuk.
Elleinder berjalan ke podium diiringi tepuk tangan. Illyvare terus
memandang tenang ke podium.
“Saya tidak akan berkata banyak. Saya hanya mengharapkan dukungan
dari Anda semua dalam pemerintahan saya bersama istri saya, Putri dari
Kerajaan Aqnetta, Putri Illyvare.”
Elleinder mengulurkan tangannya ke arah Illyvare yang duduk dengan
tenang di tempatnya. Melihat semua orang memalingkan kepada ke arahnya,
Illyvare berdiri dan memberikan senyuman tipis sambil sedikit menganggukan
kepala.
“Setelah hari ini, saya berharap Anda semua mau bersama-sama saya
semakin mengeratkan hubungan dengan Kerajaan Aqnetta dalam segala hal.
Tentu saja saya tetap akan berusaha sebaik-baiknya demi kemakmuran
kerajaan ini. Akhir kata saya sangat mengharapkan dukungan Anda semua
dalam usaha saya mempererat hubungan Kerajaan Skyvarrna dengan Kerajaan
Aqnetta.”
Semua orang kembali bertepuk tangan.
Illyvare menyembunyikan kekagumannya pada pidato Elleinder yang
singkat namun penuh semangat itu, di balik sikap tenangnya.
Elleinder kembali ke sisi Illyvare.
Pria yang tadi menyambut kedatangan mereka, berdiri di podium depan
dan berkata, “Terima kasih kami ucapkan pada Yang Mulia Paduka Raja
Elleinder atas kesediaan Anda memberikan pidato pada siang hari ini. Saya
mewakili semua yang hadir di sini mengucapkan selamat kepada Anda.
Semoga Anda berdua hidup bahagia untuk selamanya.”
Semua kembali bertepuk tangan sambil melihat Elleinder dan Illyvare
yang telah berdiri di podium atas itu.
“Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, makanan telah siap. Silakan menuju
ruang yang telah disediakan,” pria itu melanjutkan.
Elleinder melihat jam sakunya. “Sudah kuduga pidato sambutan ini akan
sampai pukul dua belas lebih.”
Elleinder membantu Illyvare berdiri.
Prajurit memberi jalan pada mereka dan terus mengawal ketika mereka
melewati kerumunan orang banyak.

90
Pria yang tadi disebut sebagai ketua pengurus gedung ini, mendekati
mereka. “Ijinkan saya mengantar Anda ke ruang makan, Paduka.”
“Silakan,” jawab Elleinder.
Pria itu mengantarkan mereka hingga ke meja makan panjang di sebuah
ruangan. Ia menunjukkan tempat duduk Elleinder di ujung meja dan
menarikkan kursi untuk Illyvare di samping kanan Elleinder.
“Terima kasih,” kata Illyvare lirih tak terdengar di keramaian itu.
Beberapa orang yang belum duduk segera menempati tempat yang telah
diatur untuk mereka.
Di depan Illyvare duduk seorang wanita dan di kirinya seorang pria
setengah baya. Namun Illyvare tidak tampak memperhatikan keberadaan
mereka juga keberadaan Elleinder.
Ketika dalam perjamuan itu orang-orang di sekitarnya berbicara, Illyvare
hanya diam mendengarkan dengan tekun.
Elleinder yang sudah kenal betul sifat Illyvare hanya tersenyum melihat
gadis itu tetap diam dalam ketenangannya. Tetapi orang lain yang belum
mengenal baik Illyvare, khawatir.
“Apakah ia bisu?” bisik beberapa di antara mereka. “Mungkin ia tidak
mengerti bahasa Latin,” bisik yang lain.
Illyvare yang diam dalam ketenangannya itu dapat mendengar setiap
bisikan itu tetapi ia tidak mempedulikannya. Selama ini ia telah membiarkan
orang-orang mempunyai anggapan yang aneh-aneh tentang dirinya. Sekarang
ia juga tidak memikirkan kata-kata mereka itu.
“Saya dengar Kerajaan Aqnetta mempunyai banyak tempat yang indah.
Apakah itu benar, Paduka Ratu?” Orang yang duduk di samping Illyvare
mencoba mengajak Illyvare bicara dengan bahasa Kerajaan Aqnetta.
Illyvare hanya mengangguk. Dan membuat tiap orang yang hadir
semakin merasa dugaan mereka benar.
“Raja Leland pasti menyembunyikannya karena ia bisu,” beberapa dari
mereka berbisik penuh keyakinan.
Samar-samar Illyvare dapat mendengar bisikan itu tetapi ia bersikap
seolah-olah ia tidak mendengarnya. Tiba-tiba Illyvare merasa seseorang
sedang memandang tajam ke arahnya. Tanpa sadar ia telah memalingkan
kepala ke arah perasaan itu berasal.

91
Wanita berambut merah itu cepat-cepat membuang muka ketika Illyvare
melihatnya. Ia bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa dan mengajak pria di
sampingnya berbicara.
“Ada apa, Illyvare? Apakah ada yang membuatmu merasa tidak
nyaman?” tanya Elleinder cemas melihat sikap Illyvare.
Melihat Illyvare menggeleng, Elleinder bertanya lagi, “Engkau yakin?”
Illyvare mengangguk.
“Baiklah,” Elleinder mengalah, “Kalau ada sesuatu yang tidak beres,
beritahu aku.”
Illyvare mengangguk lagi.
Tanpa disadarinya, Illyvare membuat setiap orang di sana semakin yakin
ia tidak dapat berbicara. Elleinder telah mengajaknya berbicara dengan bahasa
Kerajaan Aqnetta tetapi sedikitpun ia tidak mengeluarkan suara. Ia hanya
menggerakkan kepalanya sebagai jawabannya.
Kalaupun Illyvare menyadari, hal itu tidak akan mengusiknya. Illyvare
terlalu tenang untuk diganggu. Setelah peristiwa kecil tadi, Illyvare kembali
dengan tenang menghadapi makanan dan tidak banyak berbicara.
Akhirnya makan siang terpanjang yang pernah dialami Illyvare dalam
hidupnya itu selesai. Belum pernah Illyvare merasa suatu makan siang bisa
selama itu karena tamu yang makan bersama mereka lebih dari tiga puluh
orang dan juga karena pembicaraan selama hidangan disajikan itu.
Seperti biasa, Elleinder mengulurkan tangan membantu Illyvare bangkit
dari kursinya dan mengapit tangan Illyvare dengan sikunya.
Orang-orang itu mengantar kepergian Elleinder dan Illyvare hingga di
depan kereta.
“Sekali lagi saya mewakili kami semua mengucapkan terima kasih atas
kedatangan Anda dalam jamuan makan siang ini,” pria yang tadi disebut
sebagai penanggung jawab acara berkata.
“Aku juga berterima kasih atas jamuan yang mewah ini,” balas Elleinder.
Seorang pasukan pengawal membuka pintu kereta.
“Terima kasih atas jamuan yang menyenangkan ini,” kata Illyvare dalam
bahasa Latin Kuno.
Kata-kata yang diucapkan perlahan tetapi cukup keras untuk didengar
oleh semua yang berdiri di dekat kereta kuda itu membuat semua orang
terpana.

92
Orang-orang itu masih terpana di tempatnya ketika kereta melaju
meninggalkan tempat itu.
Di dalam kereta, Elleinder tertawa geli.
“Engkau pintar, Illyvare,” pujinya, “Aku tak menyangka engkau pandai
membuat orang-orang terkejut hingga melupakan segala-galanya.”
Illyvare memandang Elleinder dengan keheranan.
“Aku tidak tuli, Illyvare. Aku juga mendengar bisik-bisik mereka itu.
Sebelum engkau berbicara tadi, aku bermaksud mengajakmu berbicara
sehingga semua orang tahu engkau tidak bisu juga mengerti bahasa kami.”
“Caramu itu akan membuat setiap orang tutup mulut,” puji Elleinder,
“Engkau akan membuat orang-orang yang suka bergunjing itu menutup
mulutnya rapat-rapat selama berhari-hari.”
Illyvare tidak menanggapi.
Kembali Elleinder melihat Illyvare memandang jauh ke depan. Sering ia
melihat Illyvare seperti ini.
Pernah suatu kali ketika Illyvare memandang jauh, Elleinder bertanya,
“Apakah yang sedang kaupikirkan? Apakah engkau memikirkan seseorang?”
Illyvare menggeleng tanpa berkata apa-apa.
Bukan hanya sekali Elleinder menanyakannya, tetapi jawaban Illyvare
tetap sama. Akhirnya Elleinder hanya dapat membuat kesimpulan Illyvare suka
memandang jauh.
“Sekarang kita akan menuju pemakaman keluarga kerajaan di belakang
Katedral Agung Machiavell. Aku ingin engkau mengenal leluhur-leluhurku. Ini
sudah menjadi kebiasaan dalam kerajaan kami bahwa setiap menantu keluarga
raja harus dibawa mengunjungi leluhur-leluhur kerajaan setelah menikah.
Seharusnya kemarin sore kita ke sini tetapi karena kita baru tiba malam hari,
maka kunjungan ini ditunda sampai saat ini.”
Illyvare terus melihat keluar jendela hingga mereka tiba di Katedral
Agung Machiavell.
Seorang prajurit membukakan pintu kereta. Ia membungkuk hormat
ketika Illyvare melewatinya.
Beberapa biarawati menanti mereka di depan bangunan gereja yang
besar itu.
Seorang pendeta tua menghampiri mereka. “Selamat datang, Paduka.
Kami senang Anda mau berkunjung ke tempat ini,” sambutnya.

93
“Ia adalah Pater di Katedral Agung Machiavell ini, Pastur Marcellus,”
Elleinder memperkenalkan, “Pastur Marcellus, ini adalah Putri dari Kerajaan
Aqnetta yang kini menjadi istriku, Putri Illyvare.”
“Merupakan suatu kerhormatan bagi saya untuk dapat berkenalan
dengan Anda, Paduka Ratu,” kata Pastur Marcellus, “Ijinkan saya mewakili
semua yang ada di sini mengucapkan selamat datang di Kerajaan Skyvarrna.
Semoga Anda senang tinggal di sini.”
“Terima kasih, Pastur Marcellus. Aku senang dapat mengenal kalian
semua dan kerajaan yang luas ini,” Illyvare berkata tenang.
Pastur Marcellus berkata, “Ijinkan saya mewakili semua yang tinggal di
Gereja ini mengucapkan selamat atas pernikahan Anda berdua, Paduka.
Semoga Anda hidup bahagia selamanya.”
“Terima kasih, Pastur Marcellus,” kata Elleinder. “Engkau tentu telah
mengetahui maksud kedatangan kami ke sini.”
“Tentu, Paduka,” sahut Pastur Marcellus, “Silakan masuk. Saya akan
mengantar Anda ke pemakaman keluarga kerajaan.”
Pastur Marcellus berjalan di samping Elleinder dan menunjukkan jalan ke
belakang Katedral Agung Machiavell.
Di tempat yang luas itu terdapat makam yang megah. Itulah makam-
makam raja-raja dan ratu Kerajaan Skyvarrna terdahulu. Di sini pula terdapat
makam orang tua Elleinder.
Illyvare melihat di antara makam-makam itu ada sebuah yang sangat
megah dan diberi pagar batu di sekelilingnya.
Beberapa prajurit muncul membawakan keranjang bunga. Sementara
Pastur Marcellus membawa Elleinder dan Illyvare berkeliling, mereka dengan
setia mengikuti di belakang. Di tiap makam, mereka berhenti untuk
menaburkan bunga.
Mereka berjalan menurut urutan raja-raja itu dimulai dari raja pertama
Kerajaan Skyvarrna hingga orang tua Elleinder.
Ketika sampai di makam termegah itu, Elleinder berkata, “Beliau adalah
raja terbesar kami. Beliaulah yang membuat kerajaan ini menjadi seluas ini.”
Illyvare menatap lekat-lekat nisan itu. Bahkan ketika mereka
meninggalkan makam itu, Illyvare masih melihatnya.
“Ada apa, Illyvare?” tanya Elleinder penuh perhatian, “Apakah ada
sesuatu pada makam itu?” Kemudian Elleinder bergurau, “Apakah engkau
melihat Raja Geroge VIII?”
94
“Kurasa.”
Mereka meneruskan berkeliling makam hingga ke makam yang terakhir.
Setelah menabur bunga di makam orang tua Elleinder, mereka kembali ke
Katedral Agung Machiavell untuk berdoa bagi leluhur keluarga Kerajaan
Skyvarrna.
Pastur Marcellus terus mendampingi Elleinder dan Illyvare hingga mereka
kembali ke kereta kuda. Usai mengucapkan selamat tinggal, mereka naik ke
kereta dan melaju kembali ke Istana Qringvassein.
“Ada yang mau kaukatakan?”
“Tidak,” kata Illyvare tenang.
“Aku tahu engkau mengetahui sesuatu tentang Raja Geroge VIII dan
engkau ingin mengatakannya. Tetapi kalau engkau tidak mau mengatakannya,
aku mengerti. Mungkin suatu hari nanti engkau akan mengatakannya. Aku
percaya itu.”
Illyvare menunduk mendengar pengertian Elleinder. Ia senang Elleinder
dapat mengerti dirinya. Sungguh suatu keajaiban bagi Illyvare bahwa ada
orang yang mengerti dirinya walau ia tidak mengatakan apa-apa.
“Engkau akan mengatakannya suatu hari nanti, bukan?”
Illyvare ragu-ragu. Ia khawatir apa yang diketahuinya berakibat tidak
baik bagi hubungan kedua kerajaan ini.
“Sekarang kita kembali ke Istana Qringvassein,” Elleinder mengalihkan
pembicaraan, “Aku yakin engkau lelah. Aku mengerti engkau tidak terbiasa
dengan kesibukan seperti ini, karena itu kuputuskan untuk tidak terlalu
memperpadat jadwal kegiatan sehari-harimu. Engkau akan lebih banyak
berada di Istana Qringvassein sampai engkau terbiasa dengan kesibukan ini.”
Illyvare melihat Elleinder.
Elleinder tersenyum. “Tentu saja aku akan menemanimu.”
Tak lama kemudian mereka tiba di Istana Qringvassein.
“Beristirahatlah,” kata Elleinder, “Setelah ini kita tidak mempunyai
kegiatan lagi.”
Illyvare menuju kamarnya. Dengan tenang ia melintasi Hall yang
dipenuhi orang banyak. Ia mendengar orang-orang itu berbisik-bisik ketika ia
berjalan, tetapi ia tidak memperhatikannya dan terus melangkah.
Malam itu seusai makan malam, Illyvare memadangi langit malam
melalui jendela kamarnya.

95
Di bawah sana prajurit yang bertugas menjaga Istana telah berkeliling.
Pintu gerbang Istana telah ditutup rapat. Skellefreinth telah memancarkan
cahaya malamnya. Kota-kota lain juga telah menunjukkan sinar malamnya.
Pandangan Illyvare menerang jauh menembus langit malam. Tidak ada
yang dipikirkan gadis itu. Ia duduk dan memandang langit malam yang
dipenuhi awan. Hanya itu.
Melalui jendela kamarnya, Illyvare dapat melihat Ruang Kerja di lantai
dua menyala terang. Ia dapat melihat bayangan Elleinder yang sedang duduk
menghadap meja kerjanya.
Sekilas Illyvare melihat sekelebat bayangan hitam di pepohonan depan.
Illyvare tidak mengkhawatirkan siapa mereka. Ia tahu mereka siapa.
Tiba-tiba saja Illyvare sadar sebagai Raja Kerajaan Aqnetta, Elleinder
harus mengetahui tentang Reischauer. Ia yakin pria itu pernah mendengar
tentang Reischauer tetapi tidak mengetahui apa yang harus diketahuinya.
Illyvare memutuskan untuk memberitahu Elleinder secepatnya.
Illyvare mengambil mantel untuk menutupi gaun tidurnya dan melangkah
menuju Ruang Kerja.
Di sepanjang koridor Istana lilin-lilin bersinar terang. Angin yang masuk
melalui celah-celah jendela mempermainkan api lilin. Pelayan-pelayan tidak
tampak di sepanjang koridor.
Hari telah menunjukkan pukul setengah dua belas dan sudah waktunya
bagi mereka untuk beristirahat.
Illyvare mengetuk perlahan pintu Ruang Kerja dan membukanya
perlahan-lahan.
“Illyvare!” Elleinder terkejut melihat gadis itu berdiri di ambang pintu,
“Apa yang kaulakukan malam-malam buta seperti ini?”
Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Elleinder. Dengan tenang, ia
mendekati meja kerja Elleinder.
Elleinder berdiri dan mendekati Illyvare. Elleinder membawa Illyvare ke
kursi depan meja kerjanya. “Duduklah,” katanya.
Elleinder duduk di meja di depan Illyvare dan bertanya “Apakah ada yang
membuatmu terjaga?”
“Tidak,” kata Illyvare tenang, “Ada yang ingin saya katakan pada Anda.”
“Aku siap mendengarkannya.”
“Saya yakin Anda pernah mendengar nama Reischauer.”

96
“Saya akan memberitahu Anda apa yang harus Anda ketahui sebagai
Raja Kerajaan Aqnetta,” Illyvare tetap berkata tenang, “Tugas utama
Reischauer adalah melindungi Kerajaan Aqnetta dari serangan musuh. Bila
pasukan Kerajaan Aqnetta tidak dapat menghalau musuh, mereka baru
ditugaskan. Reischauer langsung berada di bawah pimpinan Raja Kerajaan
Aqnetta.”
“Raja Kerajaan Aqnetta yang keturunan asli rakyat Kerajaan Aqnetta,”
Illyvare menegaskan. “Selain melindungi Kerajaan Aqnetta, Reischauer juga
bertugas melindungi keluarga kerajaan bila mereka keluar wilayah kerajaan.”
“Jadi, sekarang mereka ada di sini?”
“Ya,” jawab Illyvare singkat.
Elleinder kagum. Ia sama sekali tidak merasakan keberadaan orang lain
di sekitarnya selain Illyvare, tetapi Reischauer ada di sini. Di suatu tempat di
sekitar ini.
“Ini artinya mereka telah ada di sekitarmu sejak kita meninggalkan
Gereja Chreighton. Dan mereka juga ada dalam kapal kita.”
Illyvare tidak menjawab. Ia tahu Elleinder telah mengetahui jawabannya.
Kekaguman Elleinder pada pasukan rahasia Kerajaan Aqnetta semakin
bertambah. Tanpa membuat awak kapal curiga, mereka telah menjadi
penumpang gelap. Tidak seorang pun selain Illyvare yang tahu dalam kapal
mereka ada sekelompok pasukan lain. Mereka terus mengawal Illyvare sejak
gadis itu meninggalkan Istana Vezuza tetapi tidak seorang pun yang tahu.
Pasukan pengawal Kerajaan Skyvarrna bukan pasukan sembarang.
Mereka telah terlatih untuk memperhatikan setiap gerakan di sekeliling mereka
tetapi tidak ada yang mampu merasakan keberadaan Reischauer. Tak heran
bila pasukan rahasia ini ditakuti banyak orang.
“Reischauer memiliki keahlian tinggi untuk menyamar, menyusup dan
membunuh. Mereka berani mengorbankan diri demi Kerajaan Aqnetta dan
mereka tidak akan segan-segan membunuh setiap orang yang mengancam
keselamatan Kerajaan Aqnetta.”
“Mereka juga tidak akan segan membunuh setiap orang yang
mengancam keselamatanmu,” tambah Elleinder.
“Tugas mereka menyelidik, membunuh dan melindungi. Mereka dapat
membunuh tanpa tanda-tanda yang jelas dan cara mereka membunuh tidak
ada ampun.”

97
Elleinder memperhatikan sekelilingnya dan berharap dapat melihat
seorang di antara mereka.
“Mereka lebih tepat disebut pembunuh bayaran kelas tinggi. Walaupun
Anda memasang mata lebar-lebar, Anda tidak akan dapat melihatnya,” Illyvare
memberitahu dengan tenang.
“Mereka di sini di bawah perintahmu?”
“Ya,” jawab Illyvare singkat, “Sebagai Raja Kerajaan Aqnetta, saya
meminta Anda untuk benar-benar memperhatikan keamanan Kerajaan Aqnetta.
Sedikit saja usikan dari negara lain, Reischauer akan segera beraksi dan apa
yang dapat ditimbulkan oleh mereka, Anda dapat membayangkan sendiri.”
“Pembunuhan yang tidak kenal ampun dan pembantaian berdarah.”
Illyvare diam termenung.
“Terima kasih, Illyvare. Engkau sudah memperingatiku.”
Elleinder menatap lekat-lekat wajah Illyvare. Gadis itu tidak tampak
terganggu dengan tatapannya.
Apa yang dikatakan Perkins padanya tadi benar. Illyvare sangat cantik
seperti seorang peri dan ia beruntung dapat menikahinya.
Bila mengingat kekhawatiran semua orang saat ia memutuskan akan
menikahi Putri Kerajaan Aqnetta, Elleinder tersenyum geli. Putri Kerajaan
Aqnetta yang dikatakan jelek, buruk bahkan sudah tua itu ternyata seorang
peri mungil yang cantik dan manis.
Orang-orang yang dulu khawatir sekarang iri pada Elleinder. Kerajaan-
kerajaan yang dulu tidak berani menempuh cara yang diambil Elleinder,
cemburu. Mereka semua kini memuji-muji Elleinder dan mengatakan ia adalah
pria yang beruntung.
Elleinder juga merasa ia beruntung. Ia seperti telah berjudi dan
mendapatkan apa yang jauh lebih baik dari dugaannya. Ketika mengirimkan
lamarannya, ia tidak menyangka akan mendapatkan seorang peri. Tidak
sedikitpun terbesit dalam pikirannya Putri Kerajaan Aqnetta yang misterius itu
adalah seorang peri.
Tetapi saat menatap lekat-lekat wajah Illyvare seperti ini, Elleinder
merasa ada yang salah. Ada yang kurang pada diri Illyvare. Ia telah mengenal
sifat pendiam Illyvare tetapi…
Sesuatu…
Ya, sesuatu tidak ada pada Illyvare.

98
Semua orang mengatakan ia adalah gadis yang sempurna. Peri cantik
yang sempurna. Illyvare cantik, elok, cerdas, dan penurut. Illyvare adalah gadis
impian tiap orang baik pria maupun wanita. Tetapi sesuatu tidak ada padanya.
Semakin lama melihat Illyvare, Elleinder semakin merasakannya. Ia telah
merasakannya sejak dulu tetapi ia baru benar-benar menyadarinya tadi saat
mengawasi Illyvare yang melintasi Hall yang dipenuhi orang.
Illyvare berjalan anggun dan dengan tenang melalui orang-orang. Illyvare
tersenyum pada tiap orang yang menyapanya dan membalas singkat sapaan
mereka. Tetapi di raut wajahnya yang selalu tenang itu, Elleinder menemukan
sesuatu yang kurang.
Jam berdentang dua belas kali.
Elleinder berdiri dan mendekati Illyvare. “Sekarang sudah malam. Sudah
waktunya bagimu untuk beristirahat.”
Illyvare melihat meja kerja.
“Aku juga akan beristirahat.”
Elleinder mematikan lilin Ruang Kerjanya sebelum menutup pintu.
Elleinder mengambil sebuah lilin yang tertancap di tempat lilin di tembok.
Koridor yang semula terang itu menjadi remang-remang.
Elleinder mengantar Illyvare hingga ke kamarnya.
“Tidurlah yang nyenyak. Besok kita masih harus ke Skellefreinth untuk
mengunjungi panti asuhan terbesar di Kerajaan Skyvarrna.” Elleinder
membukakan pintu kamar dan berkata, “Selamat malam.”
“Selamat malam,” balas Illyvare dan ia melangkah masuk.

99
8

“Sialan kau, Elleinder!”


Arwain melihat Illyvare yang sedang berada di antara bunga-bunga di
taman. Gadis itu tampak seperti peri pagi dengan gaun putihnya yang
sederhana. Illyvare menyentuh pucuk-pucuk dedaunan di sekitarnya dengan
penuh kasih sayang.
“Kalau tahu Putri Kerajaan Aqnetta secantik peri, aku pasti akan
melamarnya sebelum engkau. Kalau tahu ia sangat cantik, aku pasti akan
semakin keras melarangmu melamarnya.”
“Aku tidak menyuruhmu tidak mengambil resiko,” Elleinder berkata
tenang.
“Ya, engkau tidak menyuruhku. Juga tidak ada yang menyuruhmu
mengambil resiko menikahi Putri Kerajaan Aqnetta yang kata orang jelek,
gemuk, dan sebagainya,” Arwain berkata tanpa sedikitpun melepaskan
pandangan dari Illyvare.
“Engkau mengambil resiko dan engkau mendapatkan berkat,” Arwain
terus menggerutu, “Kau sangat beruntung. Kau tahu itu?”
“Ya, aku juga merasa seperti memenangkan hadiah yang sangat besar
dalam perjudianku.”
“Memang seharusnya engkau merasa seperti itu. Putri Illyvare cantik dan
mungil seperti peri. Siapapun yang tidak mempercayai adanya peri, pasti
percaya ia adalah seorang peri. Tetapi sayang, ia telah menjadi milikmu.”
“Ia cantik dan cerdas, tetapi aku merasa ada sesuatu yang salah
padanya. Sesuatu yang kurang.”
“Kurang?” Arwain baru beralih dari Illyvare, “Gadis sesempurna itu masih
kaubilang kurang? Aku heran padamu, Elleinder. Gadis itu adalah gadis impian
tiap orang. Cantik, manis, mungil, seorang Putri dari kerajaan yang makmur. Ia
memiliki segala yang diinginkan tiap gadis dan itu masih kaubilang kurang?
Kalau engkau tidak mau dengannya, Elleinder, berikan saja ia padaku dan aku
akan merasa sangat beruntung.”
“Ia memang sempurna, tetapi aku merasa ada yang kurang padanya.
Aku tidak tahu apa itu tetapi aku merasakannya.”
100
“Aku tidak mengerti engkau, Elleinder,” Arwain kembali memperhatikan
Illyvare, “Dulu engkau berani mengambil resiko menikah dengan gadis yang
buruk rupa. Sekarang setelah mendapatkan seorang peri, engkau masih
merasa tidak puas. Kalau engkau lebih menyukai gadis buruk rupa, berikan ia
padaku.”
Elleinder tidak mendengarkan perkataan sahabatnya itu. Ia melihat
Arwain masih saja memandang ke bawah ke Illyvare di taman melalui jendela.
Sejak muncul di Ruang Duduk di tingkat tiga ini, Arwain terus memandang ke
bawah dan tidak menoleh saat berbicara dengannya.
“Sebaiknya engkau tidak terus menerus memperhatikannya, Arwain,”
Elleinder memperingati, “Illyvare mempunyai perasaan yang tajam. Kemarin
dalam jamuan makan siang di Gedung Pertemuan, Illyvare tahu Joanne
memperhatikannya walau Joanne duduk jauh darinya.”
Arwain tiba-tiba merapat di dinding. “Mengapa engkau baru
memberitahuku sekarang, Elleinder?” gerutunya. “Ia baru saja melihat ke arah
sini.”
“Engkau masih beruntung ia hanya melihatmu. Kalau ia memanggil
Reischauer, aku tidak yakin apakah engkau masih selamat.”
“Reischauer ada di sini?” tanya Arwain tak percaya.
“Ya, kemarin Illyvare memberitahuku. Ia mengatakan Reischauer telah
mengikutinya sejak ia meninggalkan Kerajaan Aqnetta.”
“Dan engkau tidak mengetahuinya,” tebak Arwain.
“Seperti yang semua orang katakan, Reischauer memang hebat. Ia
menjadi penumpang gelap di kapal dan tidak ada seorang prajuritpun yang
tahu. Kau tahu prajurit yang waktu itu kubawa adalah prajurit terbaik Kerajaan
Skyvarrna. Kalau prajurit terbaik saja tidak bisa merasakan keberadaan
Reischauer apalagi orang biasa.”
“Engkau yang mempunyai perasaan tajam juga tidak dapat merasakan
keberadaannya. Mereka benar-benar hebat membuat aku ingin mencoba
kehebatan mereka.”
“Sebaiknya engkau tidak melakukannya, Arwain. Kata Illyvare, mereka
seperti pembunuh bayaran kelas tinggi yang diperintah untuk melindunginya
dari setiap ancaman.”
“Aku mengerti,” kata Arwain. Tetapi Elleinder melihat mata pria itu
mengatakan lain. Ia tahu pria itu mempunyai rencana.

101
“Terserah engkau, Arwain. Bila terjadi sesuatu padamu, jangan katakan
aku tidak memperingatimu.”
“Bicara tentang Joanne,” Arwain mengalihkan pembicaraan, “Kemarin
aku melihat ia mencegat Ratu Illyvare di koridor. Engkau pasti tertawa geli
kalau mengetahui apa yang diperbuat perimu itu padanya.”
“Apa yang telah terjadi di antara mereka?”
“Tidak terjadi apa-apa. Kemarin Joanne mencegat Ratu Illyvare dan
mengolok-oloknya.”
Elleinder terkejut.
“Jangan khawatir, ia mengucapkannya dalam bahasa Prancis.”
“Untunglah. Kalau tidak, aku tidak tahu apakah ia masih selamat hari
ini.”
“Semula aku juga berpikir demikian tetapi siapa yang menyangka kalau
yang terjadi berlawanan dengan yang kita pikirkan.”
“Apa yang telah terjadi, Arwain?” tanya Elleinder cemas.
“Akan kuceritakan apa yang kudengar,” kata Arwain, “Kemarin Joanne
berkata panjang lebar tetapi aku masih ingat sedikit-sedikit. Aku tidak ingat
jelas tetapi pada intinya ia berkata, ‘Engkau wanita yang tidak pantas. Gadis
bisu sepertimu sama sekali tidak pantas untuk menjadi Ratu Kerajaan
Skyvarrna. Pantas Raja Leland mengurungmu dalam Istana Vezuza. Kalau
bukan karena ingin menguasai kerajaanmu, Raja Elleinder tidak akan
menikahimu. Baginya engkau adalah alat untuk menguasai Kerajaan Aqnetta.
Tidak lebih dari itu! Engkau harus mengerti itu. Kalau bukan karena menguasai
Kerajaan Aqnetta, Raja Elleinder pasti akan menikah denganku. Aku telah
mengenalnya jauh sebelum engkau mengenalnya dan aku lebih pantas
menjadi Ratu Kerajaan Skyvarrna daripada engkau. Engkau mengerti?’”
“Ia mengatakan itu?” Elleinder tak percaya.
“Ya, itulah yang dikatakannya pada Joanne. Tetapi jangan berpikir lega
dulu. Ketika aku mendengarnya, aku merasa marah. Aku berpikir bagaimana
mungkin Joanne bisa menghina seorang Ratu seperti itu. Saat itu aku bersyukur
Joanne mengatakannya dalam Bahasa Prancis. Aku tidak dapat membayangkan
apa yang terjadi kalau ia mengatakannya dalam Latin Kuno atau Inggris.”
“Rasa syukurku itu hanya sampai di situ. Sebab kemudian Putri Illyvare
menjawab pertanyaan Joanne itu dalam Bahasa Prancisnya. Aku terkejut sekali
mendengar ia dengan Bahasa Prancisnya yang fasih berkata, ‘Saya mendengar
dan mengerti semuanya, Mademoiselle.’”
102
Elleinder terkejut. “Aku tak menyangka.”
“Aku pun juga tak menyangka apalagi Joanne. Wanita itu sampai pucat
pasi mendengar jawaban itu. Aku yakin ia akan segera meninggalkan Kerajaan
Skyvarrna.”
“Ya, itu cukup menjelaskan isi surat ini,” Elleinder mengangkat sebuah
surat.
“Aku ingin melihatnya.”
Arwain mengambil surat itu dan membacanya.
Maafkan saya, Paduka, saya tidak sempat pamit pada Anda. Saya harus
kembali ke Paris. Ada urusan mendadak yang harus saya selesaikan. Saya
senang dapat tinggal di Istana Qringvassein.
Joanne.
Arwain membelalak menatap Elleinder.
“Tadi pagi pelayan memberikannya padaku. Katanya kemarin malam saat
meninggalkan Istana Qringvassein, Joanne menitipkan surat itu padanya.”
“Ia memang harus pergi secepatnya. Ia telah menghina seorang Ratu di
hadapan Ratu itu sendiri dan itu akan berakibat buruk baginya kalau ia tetap
tinggal di sini.”
“Apalagi Ratu itu dilindungi oleh pasukan rahasia yang tidak akan segan-
segan membunuh siapa saja yang berani mengusik Ratunya,” timpal Elleinder.
“Aku lega akhirnya wanita itu kembali ke Paris dan aku yakin ia tidak
akan kembali.”
“Jangan melihatku dengan pandangan menuduh seperti itu, Arwain. Aku
tidak mengajaknya ke sini. Ia sendiri yang ikut dan ia sendiri yang meminta
diijinkan tinggal di sini. Aku tidak bisa menolaknya sebab selama aku di Paris,
ia banyak membantuku ketika aku mengalami kesulitan.”
“Karena wanita itu aku mengalami kesulitan. Ia selalu menempel padaku
dan selalu menanyakan padaku mengapa engkau tidak mencintainya. Karena
dia, semua wanita menjauhiku. Ia bukan wanita yang ramah untuk diajak
bersaing, Elleinder.”
“Sekarang ia sudah pergi, Arwain. Bukan saatnya lagi engkau
menasehatiku. Sekarang aku telah menikah.”
“Sekarang aku juga baru mengerti mengapa engkau tidak jatuh cinta
pada wanita cantik itu. Sejak awal engkau memang berniat menikahi Putri
Kerajaan Aqnetta.”
“Maukah engkau memanggilkan Illyvare untukku?”
103
“Engkau bisa menyuruh pelayan.”
“Katamu engkau ingin mengenal Illyvare dan berbicara dengannya?
Kalau engkau tidak mau, aku akan menyuruh pelayan.”
“Tidak perlu,” Arwain tiba-tiba menjauhi jendela, “Akan kupanggilkan dia
untukmu. Aku juga ingin mencoba kehebatan Reischauer.”
“Jangan lakukan itu, Arwain!” cegah Elleinder.
Arwain melesat pergi tanpa mendengarkan larangan Elleinder. Dengan
hati riang ia menuju taman. Sekarang ia mempunyai alasan untuk berbicara
dengan Illyvare dan kalau ia beruntung, ia dapat membuat Reischauer muncul.
“Paduka Ratu!”
Illyvare menoleh perlahan.
Seperti biasa, Arwain terpesona melihat kecantikkan Illyvare.
“Ada apa, Arwain?” kata Illyvare membuyarkan lamunan Arwain.
“Saya ingin berbicara dengan Anda,” kata Arwain sambil mendekati
Illyvare.
Illyvare merasakan Arwain memiliki rencana tertentu terhadapnya, tetapi
ia tetap bertanya tenang, “Apa yang ingin Anda bicarakan?”
“Anda sangat cantik, Paduka. Mengapa Anda sendirian di sini?” Arwain
terus mendekat, “Anda bagaikan bunga yang tiada taranya di taman bunga ini.
Kecantikkan Anda mengalahkan kecantikkan semua bunga di sini. Anda
membuat saya terpesona, Paduka.”
Arwain terus mendekat dan ketika ia telah dekat dengan Illyvare, ia
mengulurkan tangannya meraih dagu Illyvare.
Illyvare berpegangan pada pohon dibelakangnya. Dengan tenang ia
berkata, “Sebaiknya Anda menjaga sikap, Tuan Arwain.”
“Bagaimana saya bisa menjaga sikap, Paduka?” tanya Arwain, “Anda
telah mempesona saya dan membuat saya melupakan segalanya.”
“Anda harus mengingat siapa saya, Tuan Arwain,” Illyvare mengingatkan.
“Saya tahu. Anda adalah Ratu Kerajaan Skyvarrna dan istri sahabat saya.
Tetapi, saya tidak dapat menghilangkan perasaan terpesona ini. Anda sangat
cantik, Paduka dan membuat saya tidak dapat menahan diri.”
Arwain semakin mendekatkan wajahnya. Ketika Arwain hampir mencium
bibir Illyvare, tiba-tiba seseorang berdiri di belakang Arwain dan melingkari
leher Arwain dengan pedangnya yang lentur tetapi tajam.
“Sebaiknya Anda menjauhi Paduka Ratu sekarang juga,” suara itu
memperingatkan tajam, “Atau saya tidak akan segan-segan membunuh Anda.”
104
Tiba-tiba Arwain merasakan bahaya di sekitarnya. Elleinder telah
memperingatinya untuk tidak mengusik Illyvare dan sekarang ia merasakan
akibatnya. Ia merasakan perasaan yang sama dengan ketika ia berada di
Istana Vezuza. Ribuan mata serasa menatap tajam dirinya. Dan bahaya berada
di dekatnya.
Arwain melepaskan Illyvare dan menjauhinya tetapi pedang tajam itu
terus melingkari lehernya. Bahkan orang di belakangnya itu menariknya
mendekat dan menempelkan ujung pedangnya yang tajam di lehernya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Arwain merasa ketakutan. Darah
dingin terasa mengalir mulai dari kepalanya hingga seluruh tubuhnya. Keringat
dingin bercucuran di dahinya.
Tiba-tiba Illyvare mengatakan sesuatu pada orang itu.
Arwain tidak mengerti dengan bahasa apa Illyvare memberi perintah
pada orang itu. Tetapi seketika itu juga orang itu kemudian melompat ke
rimbunnya dedaunan pohon. Arwain merasa lega ketika pedang itu pergi dari
lehernya.
“Maafkan saya, Paduka Ratu. Saya tidak benar-benar berniat menggoda
Anda,” kata Arwain setengah lega dan setengah ketakutan.
“Tidak apa-apa, Arwain. Saya mengerti,” kata Illyvare lembut untuk
menenangkan pria itu. “Tadi Anda mengatakan ada yang ingin Anda
bicarakan.”
“Elleinder memanggil Anda.”
Illyvare menengadahkan kepala ke jendela Ruang Duduk. Di balik jendela
yang tertutup itu, Elleinder tersenyum padanya.
“Terima kasih, Arwain.”
Illyvare meninggalkan taman bunga.
Illyvare mengetuk pintu Ruang Duduk dan membukanya perlahan-lahan.
“Maafkan Arwain. Illyvare. Ia tidak bersungguh-sungguh menggodamu.
Aku telah memperingatinya untuk tidak mencoba kekuatan Reischauer tetapi
rupanya ia tidak mendengarku.”
“Saya mengerti.”
Elleinder berkata, “Ia adalah salah satu dari mereka bukan?”
Elleinder terus melihat taman sejak Arwain pergi. Elleinder merasa
khawatir ketika Arwain terus mendekati Illyvare hingga Illyvare mundur
perlahan-lahan. Ketika Arwain memegang dagu Illyvare, Elleinder sangat
cemas.
105
Saat itulah Elleinder melihat sebuah bayangan hitam yang bergerak
sangat cepat sebelum seseorang menghunuskan pedang di leher Arwain.
Orang itu berbaju serba hitam. Mulai dari rambut hingga kakinya tertutup kain
hitam. Elleinder kagum melihat kecepatan orang itu. Setelah Illyvare
mengatakan sesuatu, ia melesat pergi secepat kedatangannya.
“Ada yang ingin Anda katakan pada saya?”
“Aku mempunyai kejutan untukmu, Illyvare. Aku yakin engkau pasti
senang.” Elleinder membunyikan bel dan tak lama kemudian Linty datang
dengan seorang wanita tua yang amat dikenal Illyvare.
“Paduka Ratu,” Nissha berseru dan berlari memeluk Illyvare.
Illyvare terus menatap Elleinder.
Elleinder tersenyum. “Ketika kita mendarat di pantai itu, aku menyuruh
beberapa prajurit menjemput Nissha. Aku tahu engkau akan merasa senang
bila di sisimu ada seseorang yang telah kaukenal.”
“Saya sangat senang dapat berjumpa Anda lagi, Paduka Ratu,” kata
Nissha terharu, “Saya sangat merindukan Anda. Bunga-bunga Anda juga
merindukan Anda. Semua tampak lesu setelah Anda pergi.”
“Tumbuhan memiliki perasaan,” Illyvare menjelaskan singkat.
Nissha melihat Illyvare lekat-lekat. “Anda tidak berubah sedikitpun,
Paduka Ratu. Anda tetap seperti dulu.”
Illyvare tidak menanggapi.
Elleinder semakin merasa ada sesuatu yang kurang pada Illyvare. Di saat
ia melihat Nissha tersenyum senang, ia melihat Illyvare tetap tenang. Wajah
cantiknya tetap menunjukkan ketenangannya.
“Kita masih mempunyai banyak waktu sebelum kita ke Skellefreinth,”
Elleinder memberitahu.
Karena Elleinder mengatakannya dengan bahasa Inggris, Nissha dapat
mengerti. “Mari, Paduka Ratu,” ajaknya.
Di pintu, Nissha tiba-tiba berbalik. “Terima kasih, Paduka. Saya senang
Anda mempertemukan saya dengan Putri kembali.”
“Aku senang dapat melakukannya untuk kalian, Nissha.”
Nissha kembali mencurahkan perhatiannya sepenuhnya pada Illyvare.
Linty mendampingi mereka kembali ke kamar Illyvare.
Nissha berulang kali mengatakan kerinduannya pada Illyvare dan kata-
kata penduduk Kerajaan Aqnetta tentangnya. Nissha mengatakan semua orang
terkejut karena Putri Kerajaan Aqnetta yang dikatakan buruk rupa itu ternyata
106
sangat cantik. Nissha tampak sangat puas ketika ia menceritakan kekagetan
orang-orang itu.
Ia juga mengatakan kekagetannya ketika seorang prajurit Kerajaan
Skyvarrna datang ke Istana Vezuza dan mengatakan Elleinder menyuruh
mereka menjemputnya. Tanpa banyak bertanya, Raja Leland mengijinkannya
pergi. Prajurit itu memacu kereta kuda yang ditarik empat ekor kuda, cepat-
cepat sehingga ia tiba dalam waktu singkat. Pagi ini ia baru tiba dan langsung
disambut Linty yang segera mengantarnya ke kamarnya.
Tak lupa Nissha mengatakan kesedihan bunga-bunga Illyvare karena
kepergian gadis yang selalu merawat mereka. Tetapi Nissha tidak lupa
membawa bunga-bunga yang telah mekar. Karena Nissha merendamnya
dengan air segar selama perjalanan ke Istana Qringvassein, bunga-bunga itu
masih segar. Nissha tidak lupa pada kebiasaan Illyvare untuk memanfaatkan
udara musim gugur untuk mengeringkan bunga-bunga.
Nissha menunjuk tiga keranjang penuh bunga di tengah kamar Illyvare.
Ketika masuk tadi, Illyvare dapat mencium wanginya bunga-bunga dari
tamannya dan ia telah melihat ketiga keranjang yang diletakkan di tengah
kamarnya itu.
Usai bercerita panjang lebar, Nissha menghela nafasnya dalam-dalam
dan berkata, “Saya tidak pernah menyangka Paduka Raja Elleinder akan
mengijinkan saya mendampingi Anda walau sekarang Anda tinggal di Istana
Qringvassein.”
“Paduka Raja memang orang yang pengertian,” Linty mencoba berbicara
dengan bahasa Inggris.
“Sebaiknya engkau belajar bahasa kami, Linty. Aku tidak ingin engkau
merasa tersisih ketika kami berbicara.”
“Mungkin sebaiknya saya juga belajar bahasa Latin Kuno. Saya tidak mau
seperti orang bodoh yang hanya bisa kebingungan mendengar sekeliling saya
berbicara.”
“Sebaiknya kalian saling belajar mengajar.”
Nissha tersenyum. “Anda tidak berubah, Paduka Ratu. Selalu berkata
tenang, singkat, padat, dan jelas tetapi bertujuan besar.”
Karena bahasa yang digunakan di Kerajaan Skyvarrna agak mirip dengan
bahasa Kerajaan Aqnetta, Linty dapat mengerti sedikit apa yang dikatakan
Illyvare dan Nissha. Ia sependapat dengan Nissha. Illyvare tidak mengatakan ia

107
ingin Linty dan Nissha berteman baik tetapi kata-kata singkatnya itu
menunjukkan maksudnya.
Illyvare melihat matahari semakin tinggi. Ia menuju tiang penggantung
mantel dan mengambil topinya.
“Anda mau ke mana?” tanya Linty dan Nissha bersamaan dalam bahasa
yang berbeda.
“Panti Carmell,” jawab Illyvare singkat.
“Anda mau ke Panti Carmell dengan gaun itu?” Linty terkejut, “Jangan,
Paduka. Paduka Raja pasti tidak senang melihat Anda pergi dengan gaun itu.”
“Aku bukan pergi ke pesta,” kata Illyvare singkat.
“Tetapi, Paduka…”
“Maaf,” Nissha memotong, “Apa yang kalian bicarakan?”
Sejak diberi tugas oleh Elleinder untuk melayani Illyvare, Linty telah
belajar Bahasa Inggris namun ia masih terbata-bata dalam mengucapkannya.
“Paduka Ratu akan pergi ke Panti Asuhan dengan gaun itu,” Linty
mencoba menjelaskan.
Nissha melihat Illyvare dari atas hingga bawah. Dengan rambut hitamnya
yang dibiarkan tergerai dan gaun putihnya yang sederhana, Illyvare tidak
tampak seperti seorang Ratu. Ia lebih tampak seperti gadis biasa.
“Ke Panti Asuhan dengan gaun itu?” kata Nissha sambil berpikir.
Illyvare tidak menanti hasil pemikiran Nissha. Ia melambaikan topinya
pada kedua orang itu dan melangkah pergi.
“Paduka! Paduka Ratu!” Linty mengejar Illyvare. “Saya mohon, Paduka.
Dengarkanlah saya. Jangan pergi dengan gaun itu. Gaun itu tidak pantas.”
“Gaun ini pantas,” kata Illyvare tenang.
“Paduka!”
Illyvare terus menuju ke kereta kuda yang telah menanti. Linty juga terus
mengikuti gadis itu dan terus memohon.
“Maafkan saya, Paduka Raja,” kata Linty, “Ratu tidak mau mengganti
gaun. Ia memaksa pergi dengan gaun ini.”
“Gaun ini cocok untuk pergi ke Panti Asuhan,” kata Illyvare tenang.
Elleinder melihat Illyvare kemudian berkata, “Illyvare benar, Linty. Kami
akan pergi ke Panti Asuhan bukan ke pesta. Lebih baik mengenakan pakaian
yang sederhana bila akan berkunjung ke Panti Asuhan. Tidak baik membuat
orang lain menjadi iri.”
Linty terpana mendengar Rajanya setuju dengan Ratu.
108
“Sebaiknya aku mengenakan sesuatu yang lebih sederhana.”
Elleinder kembali masuk ke dalam Istana.
“Mungkin Paduka Raja benar,” gumam Linty setelah terdiam beberapa
saat. Sekali lagi Linty dibuat kagum oleh Illyvare. Gadis itu tidak mengatakan
apa yang dipikirkannya tetapi langsung melakukannya.
“Sebaiknya saya kembali ke kamar Anda dan memulai pelajaran bahasa
saya dengan Nissha,” Linty berpamitan. Linty membungkuk hormat kemudian
masuk kembali ke dalam bangunan megah itu.
Tak lama kemudian Elleinder muncul kembali dan kali ini ia mengenakan
kemeja santai yang terbuat dari bahan biasa. Pakaiannya seperti pakaian
orang-orang lainnya tidak seperti pakaian seorang bangsawan.
“Mari kita berangkat.”
Perjalanan ke Panti Carmell tidak lama. Dengan kereta yang ditarik
empat ekor kuda yang cepat, dalam waktu singkat mereka tiba di Panti
Carmell.
Kali ini yang menyambut kedatangan mereka bukan hanya orang
dewasa. Banyak anak yang berdiri di depan panti menanti mereka.
“Selamat datang, Paduka,” sambut seorang wanita, “Saya, Veri, Kepala
Panti Carmell siap melayani Anda.”
Seorang anak tiba-tiba berseru, “Peri! Perinya datang!”
Mereka melihat anak-anak yang mulai ribut itu.
“Jangan berisik, anak-anak. Kalian belum memberi salam pada Paduka,”
seorang wanita memperingati. Tetapi anak-anak itu tidak dapat diam. Mereka
semakin ramai dan berulang kali mengatakan, “Benar. Perinya datang! Perinya
datang!”
“Maafkan anak-anak itu, Paduka. Mereka terlalu senang dapat berjumpa
dengan Paduka Ratu.”
“Peri yang mereka katakan itu?” tanya Elleinder tertarik. Elleinder
melihat Illyvare yang tetap dengan tenang memandangi anak-anak Panti
Carmell itu.
“Benar, Paduka, mereka menyebut Paduka Ratu. Maafkan mereka,
Paduka. Mereka tidak mengerti siapa yang mereka sebut peri itu.”
“Aku mengerti mereka, Veri. Semua orang juga mengatakan padaku
Illyvare lebih mirip seorang peri daripada seorang Putri.”

109
Veri melihat Illyvare. “Kami mengajak mereka menyambut Anda kemarin
dan ketika mereka melihat Paduka Ratu memasuki Gedung Pertemuan, mereka
mengatakan Paduka Ratu adalah peri.”
Beberapa anak memberontak dari pengasuh mereka. Mereka tidak
menghiraukan larangan pengasuh-pengasuh mereka dan berlari mendekati
Illyvare.
“Anda benar-benar seorang peri?”
“Mana sayap Anda?” tanya yang lain.
Illyvare melihat wajah-wajah polos itu dan tersenyum. “Aku bukan peri
dan tidak mempunyai sayap,” katanya lembut.
Seorang anak perempuan menarik tangan Illyvare. “Ikutlah main
bersama, peri.”
Veri membungkuk dan berkata pada anak-anak itu. “Kalian jangan
mengangguk Paduka Ratu. Pergilah bermain.”
Anak-anak membandel. Mereka memegang erat-erat tangan Illyvare dan
berkata, “Kami mau bermain dengan peri.”
Veri tampak kewalahan menghadapi anak-anak itu. “Maafkan anak-anak
ini, Paduka Ratu,” kata Veri bersalah, “Mereka anak-anak yang nakal. Saya
akan membujuk mereka untuk pergi bermain.”
“Mereka di sini untuk menyambut kedatangan kami.”
Veri menatap Illyvare lekat-lekat.
Anak-anak itu tidak mau menanti ijin dari orang-orang dewasa di
sekitarnya. Beramai-ramai mereka menarik Illyvare dan membuat gadis itu
tidak dapat berbuat lain selain mengikuti mereka.
Melihat wajah bersalah Veri, Elleinder berkata, “Tidak apa-apa, Veri.
Anak-anak itu menunjukkan rasa sayang mereka pada Illyvare. Illyvare juga
tampak senang dapat menemani mereka.”
Veri melihat Illyvare yang seakan-akan menjadi mainan anak-anak itu
dengan pandangan bersalah.
“Bagaimana perkembangan tempat ini, Veri?”
Veri memalingkan kepala. “Seperti tahun-tahun sebelumnya, Paduka.
Anak-anak di tempat ini tidak berkurang jumlahnya tetapi semakin bertambah.
Beberapa di antara mereka sudah ada yang diambil keluarga lain tetapi masih
ada anak-anak yang ditinggalkan di depan Panti. Kami kesulitan menemukan
orang tua kandung mereka.”
Elleinder mendengarkan sambil melihat Illyvare.
110
Illyvare mengeluarkan sesuatu dari kantung bajunya dan memberikannya
pada anak perempuan yang tadi memegang tangannya.
Anak itu melupakan bonekanya dan mengambil bunga kering itu. Dengan
bangga anak itu menunjukkan pemberian Illyvare pada teman-temannya.
Entah karena terlalu senangnya anak itu atau karena kecerobohannya, bunga
itu tiba-tiba jatuh dan seorang anak tidak sengaja menginjaknya.
Illyvare cepat-cepat mendekati anak itu sebelum ia menangis. Illyvare
mengeluarkan bunga yang lain dari sakunya dan anak itu gembira
menerimanya.
Beberapa prajurit menurunkan peti-peti berisi mainan yang dibawa dari
Istana Qringvassein dan membawa sebuah peti ke samping Illyvare.
Bagaikan seorang peri yang baik hati, Illyvare mulai memberikan mainan
itu pada tiap anak. Anak-anak tentu saja senang mendapat hadiah dari peri
mereka. Mereka berebutan menerima pemberian Illyvare tetapi Illyvare dengan
tenang terus membagikan.
Dua orang anak terlihat berebut kereta kayu. Mereka sama-sama tidak
mau mengalah.
Illyvare ingin melerai mereka tetapi sebuah tangan kecil memegang
tangannya. Illyvare berlutut di depan anak itu. Anak itu mengulurkan
tangannya. Illyvare menyambut uluran tangan itu dengan menggendongnya.
Anak yang tadi berebut mainan melihatnya dan mereka meninggalkan
mainan itu. Mereka berlari menuju Illyvare.
“Aku!”
“Tidak! Aku dulu!”
Terdengar mereka masih memperebutkan sesuatu. Ketika sampai di
samping Illyvare, mereka sama-sama mengulurkan tangan meminta gendong.
Kedua anak itu saling melihat dengan marah kemudian berkejar-kejaran di
sekeliling Illyvare dan membuat gadis itu kewalahan.
Kedua anak itu tidak sadar teman mereka yang lain mengambil mainan
yang tadi mereka perebutkan. Anak itu berjingkat-jingkat seperti seorang
maling kecil dan tersenyum nakal ketika melihat mainan yang tergeletak itu.
Ketika ia kembali ke tempatnya semua, anak-anak itu baru
menyadarinya. Serentak mereka meninggalkan Illyvare dan berlari mengejar
pencuri mainan mereka.

111
Illyvare tertawa geli melihat mereka. Bukan salah anak itu kalau ia
mengambil mainan yang menjadi perebutan itu. Mereka meninggalkan benda
itu tergeletak begitu saja di tanah dan sibuk memperebutkan Illyvare.
Elleinder terpana melihat tawa Illyvare itu. Tiba-tiba saja ia menyadari
apa yang tidak ada pada Illyvare.
Gadis itu memang sempurna tetapi ia bagaikan mengenakan sebuah
topeng. Topeng cantik dengan bibirnya yang selalu tersenyum.
Benar, sebuah topeng cantik yang selalu tersenyum. Di saat diam, bibir
Illyvare menekuk halus membentuk sebuah senyum tipis. Tetapi tidak pernah
ada ekspresi di sana. Sinar matanya selalu tenang. Senyum di bibirnya terasa
hambar. Wajahnya tidak pernah terlihat bahagia. Gadis itu terlalu tenang dan
dingin.
Benar-benar seperti sebuah topeng yang dingin dan hanya menunjukkan
wajah yang sama. Ketika melihat Nissha datang, Illyvare juga tidak tampak
bahagia. Ia dengan tenang menatap wajah wanita tua itu dan tidak membalas
pelukannya.
Elleinder yakin pasti ada penyebabnya di balik semua sikap dingin
Illyvare ini. Elleinder semakin yakin Illyvare memang marah padanya bahkan
mungkin tidak senang menjadi istrinya!
Elleinder mulai menduga sebelum menikah dengannya, Illyvare telah
jatuh cinta pada seseorang. Dan karena harus menikah dengannya, ia
melepaskan kebahagiaannya itu di Kerajaan Aqnetta dan sekarang yang
tertinggal padanya hanya seorang peri cantik dengan topengnya yang selalu
tersenyum.
Tidak ada alasan yang lebih tepat dari itu!
Raja Leland mengurung peri cantik itu di Istana Vezuza juga pasti karena
ia mempunyai rencana lain terhadap masa depan gadis itu. Raja Leland
mungkin ingin menikahkan Illyvare dengan pria pilihannya dan ia tidak mau
ada orang lain yang mengetahui kecantikkan Illyvare. Raja Leland tidak mau
banyak pria melamar Illyvare karena kecantikkannya yang tiada tara ini. Raja
Leland menginginkan seorang pria yang benar-benar mencintai Illyvare dan
tetap mau berada di sisinya walaupun ia buruk rupa.
Pasti karena itu Raja Leland membiarkan khayalan orang-orang
melambung tinggi dan berlawanan dengan kenyataan. Raja Leland terus
membiarkan hal itu hingga ada seorang pria yang benar-benar mau
mendampingi Illyvare seumur hidupnya baik ia buruk rupa maupun ia cantik.
112
Dan ketika Elleinder melamarnya, Raja Leland merasa senang dan
menerimanya dengan terbuka. Tetapi Raja Leland tidak tahu saat itu Illyvare
sudah jatuh cinta pada pria lain. Raja Leland tentu memaksa Illyvare menikah
dengannya demi hubungan dua kerajaan ini.
Tiba-tiba saja Elleinder merasa bersalah pada Illyvare. Tetapi tidak ada
yang dapat dilakukannya. Mereka telah menikah. Pernikahan mereka sakral
dan tak terpisahkan. Dalam upacara pernikahan mereka, mereka telah berjanji
untuk terus bersama sampai maut memisahkan.
Illyvare menunjukkan ketidakbahagiaannya dengan berdiam diri
sepanjang hari dan tidak menunjukkan ekspresi di wajahnya selain wajah
tenangnya. Illyvare mendiamkan Elleinder dan tidak mau berbicara banyak
kepadanya.
Elleinder melihat ketiga anak yang berkejaran itu berlari ke arah Illyvare.
“Permisi,” katanya kemudian mendekati Illyvare.
Sebelum anak yang dikejar itu menabrak Illyvare, Elleinder
menggendong anak itu. “Cukup,” katanya, “Jangan berebut lagi. Masih ada
banyak mainan untuk kalian.”
Elleinder menurunkan anak itu dan menunjuk dua buah peti lain di
samping kereta.
Melihat teman-temannya berlari ke kereta, anak perempuan di
gendongan Illyvare meminta turun. Illyvare menurunkan anak itu.
Elleinder melihat wajah Illyvare yang kembali tenang seperti tertutup
topeng itu. Elleinder ingin melepas topeng itu dan sebelum ia melakukannya ia
ingin sebuah kepastian. Ia tahu apa yang harus dilakukannya dalam waktu
dekat ini.

113
9

Elleinder melihat Illyvare yang berdiri di ambang pintu.


“Maafkan aku, Illyvare. Aku ingin menemanimu tetapi ada sesuatu yang
harus kuselesaikan secepatnya. Aku terpaksa membatalkan semua jadwalku
bersamamu pagi ini karenanya.”
“Saya mengerti. Linty telah memberitahu saya.”
Elleinder mendekati Illyvare. “Setelah urusan ini selesai, aku akan
menemanimu lagi. Hari ini engkau terpaksa pergi sendirian ke Kemmiyarf.
Beberapa prajurit akan mengawalmu dan Pasukan Pengawal akan
menjagamu.”
“Saya mengerti.”
Elleinder tidak tega membiarkan Illyvare berkeliling Skellefreinth
sendirian tetapi ia terpaksa melakukannya. Ia menginginkan sebuah kejelasan
dan tanpa sepengetahuan Illyvare. Dalam rencana, hari ini ia dan Illyvare akan
pergi ke kawasan tempat tinggal orang-orang miskin di tepi Istana
Qringvassein. Tetapi karena rencananya, ia terpaksa membiarkan Illyvare pergi
sendiri.
“Elleinder!” Pintu tiba-tiba terbuka.
Arwain terkejut melihat Illyvare.
“Selamat pagi, Sir Arwain,” salam Illyvare.
“Selamat pagi, Paduka Ratu,” balas Arwain gugup.
“Kukira sekarang mereka sedang menantimu,” kata Elleinder.
Illyvare mengangguk.
Elleinder membukakan pintu untuk Illyvare dan berkata perlahan
setengah berbisik, “Maafkan aku, Illyvare. Aku sungguh-sungguh menyesal
tidak dapat menemanimu.”
Illyvare tersenyum pengertian dan meninggalkan tempat itu.
“Mengapa engkau tidak menemaninya?” tanya Arwain heran.
“Mengapa engkau datang tergesa-gesa, Arwain? Ada sesuatu yang ingin
kaukatakan?”
“Ya,” kata Arwain tegas, “Aku ingin memprotesmu karena tidak
mengatakan Reischauer bisa membunuhku karena aku menggoda istrimu.”
114
“Aku telah memperingatimu,” kata Elleinder tenang dan kembali ke meja
kerjanya.
Arwain menuju jendela dan melongok keluar melihat kepergian Illyvare.
“Ia mempunyai pengawal yang luar biasa. Baru kali ini aku merasa
setakut itu. Aku takkan pernah menginjakkan kaki di sini lagi bila mengingat
mereka ada di sekitarku. Mereka membuat seluruh tubuhku merinding
ketakutan.”
“Jadi itu sebabnya kemarin sore aku tak melihatmu.”
“Bayangkan, Elleinder!” Tiba-tiba Arwain berbalik dan menatap tajam
Elleinder. “Yang menodongku itu wanita dan ia membuat aku takut setengah
mati. Kalau Putri Illyvare tidak mengatakan sesuatu padanya, aku pasti sudah
terkencing-kencing.”
“Wanita?” tanya Elleinder tak percaya, “Bukannya laki-laki?”
“Aku tidak terlalu tuli untuk membedakan suara wanita dan suara pria,
Elleinder,” kata Arwain kesal, “Wanita itu berkata sangat tajam dan penuh
bahaya. Ia benar-benar membuatku sangat ketakutan.”
“Aku telah memperingatimu,” Elleinder mengingatkan dengan tenang.
“Sebenarnya Putri Illyvare bisa berapa bahasa?”
“Aku tidak tahu.”
“Kalau kuhitung-hitung, ia bisa menggunakan empat bahasa. Inggris,
Latin Kuno, Prancis, dan bahasa aneh itu. Aku yakin ia masih menguasai
bahasa lain. Apakah perimu itu bisa menggunakan semua bahasa di dunia ini?”
“Mengapa engkau tidak menanyakannya langsung padanya?”
“Berbicara dengannya sekarang membuatku merinding. Aku tidak dapat
membayangkan kalau seorang wanita membuatku sangat ketakutan dan
mengalungkan pedangnya di leherku.”
“Mereka tidak akan melakukannya bila engkau tidak mengganggu
Illyvare.”
“Engkau percaya, Elleinder, ia menggunakan bahasa yang aneh ketika
memerintah wanita itu. Bahasa yang sangat aneh. Belum pernah aku
mendengarnya.”
“Kurasa itu semacam suatu bahasa khusus untuk memberi perintah
Reischauer. Kadang-kadang kekuatan pasukan rahasia dapat membahayakan
bila diatur oleh orang yang salah.”
“Aku berharap tidak bertemu mereka lain kali.”

115
“Sebaiknya memang tidak. Aku tidak tahu apa yang akan mereka
lakukan padamu,” kata Elleinder tenang, “Sekarang bisakah engkau
meninggalkanku?”
“Engkau mengusirku?”
“Tidak. Aku memerintahkanmu. Ada sesuatu yang sangat penting yang
harus aku lakukan.”
“Baiklah,” Arwain mengalah, “Sampai jumpa lagi, Elleinder. Nanti aku
akan kembali.”
Elleinder melipat tangannya di meja. Ia menanti kedatangan seseorang.
Orang yang dinanti-nantikan Elleinder itu akhirnya datang.
“Saya datang setelah mengantar kepergian Paduka Ratu, seperti perintah
Anda, Paduka,” Nissha melapor.
“Duduklah, Nissha. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”
“Apakah yang ingin Anda tanyakan, Paduka?”
“Apakah sebelum menikah denganku, Illyvare jatuh cinta pada
seseorang?”
Nissha terkejut. “Dari mana Anda mendapat pikiran itu, Paduka?”
“Dari sikapnya, Nissha. Selama ini Illyvare sangat pendiam dan tenang. Ia
sangat dingin seperti mengenakan topeng di wajahnya. Aku tidak pernah
melihatnya benar-benar bahagia. Ia selalu tersenyum tetapi itu adalah
topengnya. Topeng yang selalu tersenyum.”
“Paduka Ratu tidak pernah meninggalkan Istana bagaimana ia bisa jatuh
cinta pada orang lain, Paduka? Bagaimana mungkin ada orang lain yang jatuh
cinta pada seorang Putri yang dikatakan orang-orang buruk rupa? Satu-satunya
pria dalam hidup Putri adalah ayahnya dan saudara sepupunya, Tuan Calf.”
“Tetapi sikapnya mengatakan lain, Nissha. Ia jarang berbicara denganku.
Ia tampak seperti marah padaku karena aku membuatnya tidak bahagia.”
“Kalaupun ada yang membuat Paduka Ratu tidak bahagia, itu adalah Raja
Leland,” kata Nissha mendesah.
“Bukankah selama ini Raja Leland menyembunyikan Illyvare di Istana
Vezuza karena ia ingin mencari pria yang benar-benar mencintai Illyvare baik ia
cantik maupun buruk?”
“Anda salah, Paduka. Semua yang Anda katakan itu semuanya salah.
Salah besar,” Nissha menekankan.

116
“Putri tidak dingin seperti yang Anda katakan. Putri Illyvare adalah gadis
yang pendiam dan tenang. Ia tidak marah pada Anda karena sejak lahir ia
sudah jarang berbicara. Ia juga tidak pernah bisa marah, Paduka.”
“Tidak mungkin ada orang yang tidak bisa marah?”
“Kalau orang itu adalah Putri Illyvare, saya percaya.”
Elleinder tertarik mendengarnya.
“Sejak Ratu Kakyu, di dalam keluarga Kerajaan Aqnetta selalu ada
seorang yang tenang. Ratu Kakyu adalah gadis yang tenang. Orang-orang
mengatakan ia adalah gadis yang dingin-dingin tenang tetapi Raja Reinald
mengatakan ia orang yang tenang-tenang dingin. Diceritakan turun temurun
bahwa Ratu Kakyu adalah ratu Kerajaan Aqnetta yang paling tenang dalam
segala hal tetapi tangkas.”
“Ratu Kakyu?” Elleinder tertarik mendengarnya.
“Saya tidak tahu banyak tentang Ratu Kakyu. Yang saya ketahui hanya
keluarga Kerajaan Aqnetta mendapatkan warisan sifat tenang itu dari Ratu
Kakyu. Kalau Anda ingin mengetahuinya lebih banyak, lebih baik Anda
bertanya pada Putri.”
“Kuharap ia mau menceritakannya,” kata Elleinder, “Ia gadis yang sulit
dibuat berbicara banyak, Nissha.”
“Ya, saya juga selalu kewalahan membuat Putri mau berbicara. Tak
jarang dalam satu hari Putri sama sekali tidak berbicara. Putri Illyvare memang
gadis yang sangat pendiam. Dalam sejarah keluarga Kerajaan Aqnetta, Putri
Illyvare adalah gadis yang paling tenang.”
“Walaupun ia tahu di luar Istana, orang-orang menjelekkan dirinya, ia
tetap tenang-tenang saja. Bahkan ketika tahu ia harus menikah dengan Anda,
ia tetap tidak tampak terganggu. Putri Illyvare sangat tenang. Ketika ia
bahagia, sedih maupun marah yang tampak di wajahnya hanyalah sikap
tenangnya. Namun di balik itu semua, saya tahu ia adalah gadis yang lembut
hati. Ia dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, apa yang tidak
dirasakan orang lain.”
“Ia pasti Putri kebanggaan Raja Leland.”
“Saya juga berharap seperti itu,” kata Nissha sedih.
“Raja Leland tidak bangga padanya?” tanya Elleinder tak percaya,
“Rakyat Kerajaan Skyvarrna sangat bangga mempunyai Ratu secantik peri
tetapi Raja Leland tidak?”

117
“Seperti itulah, Paduka. Saya sangat bangga dapat mengasuh Putri
Illyvare. Seperti yang rakyat Kerajaan Skyvarrna katakan, Putri Illyvare memang
cantik dan mungil seperti peri. Tetapi Raja Leland berkata lain. Raja Leland
sama sekali tidak menyayangi Putri. Ia malu pada Putri.”
Elleinder semakin tertarik mendengar cerita Nissha. Ia ingin tahu
mengapa Raja Leland malu pada Illyvare yang sangat cantik dan sempurna
seperti seorang peri itu.
“Raja Leland lebih bangga pada kakak Putri, Putri Rebecca.”
“Illyvare mempunyai kakak perempuan? Mengapa aku tak pernah
mendengar tentangnya?”
“Ia meninggal ketika masih berumur delapan tahun, Paduka,” kata
Nissha, “Saat itu Putri Rebecca dan Ratu Saundra dalam perjalanan ke Hutan
Naullie dan karena hujan lebat, kereta yang mereka tumpangi tergelincir ke
jurang. Tak seorangpun di antara mereka yang selamat. Saat itu Putri Illyvare
tidak ikut bersama mereka.”
“Raja Leland sangat mengharapkan mempunyai seorang putra yang
kelak dapat menggantikannya dan ketika Putri Rebecca lahir, ia sangat kecewa.
Tetapi kekecewaannya itu terobati oleh kecantikkan Putri Rebecca. Putri
Rebecca cantik tetapi Putri Illyvare lebih cantik lagi.”
Nissha mulai menjelaskan perbedaan Putri Illyvare dan Putri Rebecca. “Ia
dan Putri Illyvare sangat bertolak belakang. Ia gadis yang periang dan
kecantikkannya menyolok. Sedangkan Putri Illyvare sangat pendiam dan
tenang, ia memiliki kecantikan yang lembut dan penuh misteri. Pada Putri
Illyvare seakan-akan tampak ada sesuatu yang tak tersentuh manusia.”
“Putri Illyvare selalu tampak tenang dan ia seperti berada dalam suatu
dunia lain. Di dalam dunianya itulah terdapat sesuatu. Sesuatu… sesuatu yang
sangat… Entahlah saya sulit menjelaskannya. Tetapi sesuatu itu tampak seperti
sebuah misteri yang sangat mempesona dan mampu membuat siapa saja
terus memandang Putri Illyvare,” Nissha tampak kesulitan, “Sejak lahir ia
sudah seperti seorang peri. Tetapi tidak bagi Paduka Raja Leland.”
“Ketika putri keduanya lahir, Raja Leland sangat kecewa dan
kekecewaannya itu tak terobati oleh kecantikkan Putri Illyvare. Ia tetap
menganggap Putri Rebecca sangat cantik dan Putri Illyvare tidak cantik.
Setelah kematian Ratu Saundra dan Putri Rebecca, kekecewaan Raja Leland
semakin besar. Ia semakin melarang Putri Illyvare meninggalkan Istana.”

118
Dengan sedih Nissha melanjutkan, “Sejak lahir Putri Illyvare selalu
disuruhnya belajar giat. Raja Leland sering berkata Putri Illyvare tidak cantik
dan hanya kecerdasannya saja yang dapat membuat seorang pria jatuh cinta
pada Putri. Karena itu sejak lahir Putri Illyvare lebih banyak berada di Istana."
“Saya kasihan pada Putri Illyvare. Setiap hari ia hanya belajar, belajar,
dan belajar. Tetapi ia sama sekali tidak mengeluh. Dibandingkan Putri Rebecca,
Putri Illyvare memang lebih rajin. Putri Rebecca selalu memberontak bila
disuruh belajar sedangkan Putri Illyvare selalu melakukannya dengan tekun.”
“Apa yang dilakukan Raja Leland pada Putri Illyvare memang kejam. Ia
melarang Putri Illyvare menampakkan dirinya di depan umum. Orang-orang di
Istana Vezuza juga dilarangnya mengatakan pada orang lain seperti apa rupa
Putri Illyvare. Setiap ada tamu yang menginap, Putri dilarang meninggalkan
kamarnya. Bahkan Raja Leland tega menyuruh Putri membaca semua buku di
perpustakaan dan menghafalkannya.”
Elleinder terperanjat. “Dan Illyvare melakukannya dengan sangat baik,”
tebaknya.
Nissha mengangguk sedih. “Sepanjang hari Putri Illyvare berada di Ruang
Baca dan membaca semua buku-buku itu. Saya pernah berpikir mengapa Putri
tahan membaca semua buku tebal itu. Bahkan banyak di antara buku-buku itu
yang menggunakan bahasa asing sehingga Putri Illyvare harus mempelajari
bahasa itu terlebih dulu.”
“Raja Leland sangat malu pada putrinya dan melarang Illyvare
meninggalkan Istana Vezuza. Ia juga menyuruh Illyvare belajar setiap hari agar
ada seorang pria yang tertarik padanya. Bukan karena kecantikkannya tetapi
karena kecerdasannya,” Elleinder mengulang semua cerita Nissha.
“Aku tidak percaya bagaimana mungkin ia mengatakan Illyvare tidak
cantik? Semua orang yang melihat Illyvare langsung jatuh cinta padanya,
bagaimana mungkin ia mengatakannya?”
“Anda akan mengerti bila Anda tahu rupa Putri Rebecca, Paduka.”
“Kalau Putri Rebecca lebih cantik dari Illyvare, tentu akan banyak pria
yang mengejarnya. Tentu saja bila ia masih hidup.”
“Saya kira tidak, Paduka. Pasti lebih banyak pria yang jatuh cinta pada
Putri Illyvare. Putri Rebecca bukan seorang gadis yang lembut, Paduka. Ia
cantik tetapi ia juga mudah marah. Sedangkan Putri Illyvare memiliki
kecantikan yang tidak akan pernah Anda temukan di dunia ini dan ia sangat
pendiam juga tenang. Andaikan Raja Leland memperbolehkan Putri
119
meninggalkan Istana Vezuza, saya yakin sejak dulu Putri Illyvare telah
menikah.”
“Sekarang aku sudah mengerti semuanya. Terima kasih, Nissha.”
“Saya senang dapat melakukannya, Paduka. Yang saya inginkan hanya
dapat membuat Putri Illyvare bahagia.”
“Aku akan membuatnya bahagia, Nissha.”
“Apakah Anda mencintai Putri Illyvare?”
Elleinder terkejut oleh pertanyaan yang tak terduga itu.
“Saya melihat Putri mencintai Anda. Hanya kepada Anda saja Putri mau
lebih sering berbicara.”
“Bagaimana engkau dapat menyimpulkan hal itu hanya karena Illyvare
lebih sering berbicara denganku?”
“Anda akan mengerti kalau Anda melihat bagaimana diamnya Putri
Illyvare ketika ia tinggal di Istana Vezuza. Anda tidak perlu heran bila berhari-
hari tidak mendengar suara Putri.”
“Kalau melihat sikap Illyvare, aku dapat mempercayainya walaupun itu
rasanya sulit. Tetapi bagaimanapun juga, aku tetap akan membuatnya
bahagia.”
“Anda tidak akan mengurungnya seperti Raja Leland, bukan?”
“Untuk apa aku mengurungnya? Aku sangat bangga mempunyai istri
seperti peri. Aku ingin menunjukkan pada semua orang seperti apakah istriku
itu.”
“Saya lega mendengarnya. Saya yakin Putri Illyvare akan senang dapat
melihat dunia yang tidak pernah dilihatnya selama tujuh belas tahun
hidupnya.”
“Illyvare masih berumur tujuh belas?” tanya Elleinder tak percaya,
“Orang-orang mengatakan ia lebih tua dari itu.”
“Raja Leland telah mengurung Putri sejak ia lahir, Paduka. Dan orang-
orang itu menduga Putri Rebecca adalah Putri Illyvare. Rakyat Kerajaan Aqnetta
saja tidak tahu kalau mereka mempunyai dua orang Putri bagaimana mungkin
orang lain tahu? Putri Rebecca berbeda enam tahun dengan Putri Illyvare. Itu
sebabnya Anda mendengar usia Putri Illyvare lebih tua dari yang sebenarnya.”
Sedikitpun Elleinder tidak pernah berpikir Illyvare lebih muda sepuluh
tahun darinya.
“Kalau tidak ada yang ingin Anda tanyakan lagi, Paduka, saya ingin
menemui Linty. Ia berjanji akan mengajari saya bahasa Latin Kuno.”
120
“Silakan, Nissha. Aku telah mendapatkan lebih banyak dari yang ingin
aku ketahui. Terima kasih, Nissha.”
“Saya senang dapat melakukannya, Paduka.” Nissha membungkuk
hormat dan meninggalkan Ruang Kerja.
Elleinder menuju jendela dan memandang keluar. Tetapi yang terlihat
olehnya adalah Illyvare yang sedang memandang jauh.
Nissha benar. Illyvare selalu terlihat tenang dan selalu memandang jauh.
Di wajahnya yang tenang dan pandangannya yang jauh itu ia tampak seperti
memiliki sebuah dunia sendiri.
“Tidak,” bantah Elleinder kepada dirinya sendiri.
Illyvare tidak membentuk dunia itu. Gadis itu tidak memiliki dunia lain
tetapi ia telah menjadi bagian dari alam ini di mana pun ia berada dan itulah
yang membuatnya tampak tak tersentuh dan tampak begitu mistik.
Terbayang jelas di ingatan Elleinder ketika ia mendapati Illyvare duduk di
jendela Istana Camperbelt memandang jauh ke depan. Gaun hijaunya yang
cerah membuatnya tampak seperti peri alam. Wajahnya tenang menunjukkan
kedamaian hatinya, pandangan matanya menerawang jauh seperti merindukan
saat-saat berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Saat itu Illyvare
tampak menjadi bagian dari alam.
Sekarang ia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia akan membuat Illyvare
bahagia. Ia akan melepas topeng dingin itu dari wajah cantik Illyvare dan
menunjukkan pada dunia wajah seorang peri yang selalu berbahagia.

-----0-----

Bermil-mil dari Istana Qringvassein, Illyvare mengalami kesibukan yang


luar biasa.
Orang banyak berusaha mendekatinya dan membuat para pengawal
Illyvare kewalahan.
Illyvare tahu mereka ingin berbicara dengannya. Mencurahkan keluh
kesah yang tampak di wajah mereka. Mereka mengharapkan uluran tangan
Illyvare sebagai seorang Ratu.
Di lubuk hatinya yang terdalam, Illyvare merasa sedih. Di balik
kemegahan kota Skellefreinth ternyata ada tempat yang memerlukan
perhatian. Masih ada orang yang memerlukan bantuan di balik kemewahan
gaya hidup Skellefreinth.
121
Setiap hal di dunia ini selalu memiliki kawan yang bertolak belakang. Ada
yang kaya ada pula yang miskin. Ada yang benar ada pula yang salah. Ada
putih ada hitam. Semua memiliki lawan.
Para prajurit membuat jalan untuk Illyvare.
Beberapa pengawal mendampingi Illyvare masuk ke sebuah rumah sakit
yang kurang terawat. Dinding-dindingnya tidak seputih rumah sakit lainnya.
Peralatan di dalamnya memerlukan banyak perbaikan.
Di dalam ketenangannya, Illyvare dapat merasakan kesedihan, keharuan
juga rasa senang mereka melihat kedatangannya.
Prajurit-prajurit yang mengangkat kotak-kotak besar berisi bantuan
mengawal Illyvare hingga ke kantor Kepala Rumah Sakit itu. Mereka
meletakkan dua kotak itu di lantai kemudian meninggalkan kantor itu.
“Saya merasa terhormat Anda mau datang ke tempat sekotor ini, Paduka
Ratu.”
“Selama masih ada yang tinggal, suatu tempat tidak dapat dikatakan
kotor. Tempat ini hanya memerlukan perhatian lebih dan biaya besar untuk
memperbaikinya.”
Pria tua itu kagum mendengar kata-kata Illyvare yang singkat tetapi
penuh dengan hiburan dan perhatian.
“Perbaikan apa yang diperlukan?”
“Banyak sekali, Paduka Ratu, tetapi yang paling utama saat ini adalah
obat-obatan dan tempat yang bersih,” jawab Dokter Lotham, “Tanpa obat-
obatan dan sarana yang bersih, para pasien akan sulit sembuh, Paduka.”
Illyvare melihat sekeliling kantor kecil itu. Di atas meja yang usang
berserakan kertas-kertas. Dinding-dindingnya tampak seperti hampir roboh.
“Aku ingin melihat para pasien,” kata Illyvare tiba-tiba.
“Sebaiknya tidak, Paduka,” Dokter Lotham cepat-cepat melarang, “Di sini
sedang terjadi wabah penyakit menular. Saya akan merasa sangat bersalah
bila Anda tertular.”
Sebelum Dokter Lotham melarangnya lagi, Illyvare berbalik
meninggalkan kantor kecil itu dan menuju sebuah ruangan yang penuh berisi
orang yang sedang kesakitan.
Dokter Lotham terkejut melihat tindakan Illyvare itu.
Gadis itu tidak berusaha bersikeras dengan keinginannya tetapi langsung
melakukannya.

122
Banyak orang yang tergeletak di ruangan itu. Tidak ada tempat tidur
yang baik di sana. Mereka tergeletak di lantai dan tidak terawat. Tubuh mereka
yang kurus hanya dilindungi oleh sehelai selimut tipis yang kotor. Muka-muka
pucat itu terkejut melihat kedatangan peri Kerajaan Skyvarrna.
Illyvare melihat sinar bahagia dan terharu di wajah-wajah yang kesakitan
itu. Dengan susah payah mereka berusaha mendekati Illyvare. Gadis itu tidak
mendekat juga tidak menjauh. Ia berdiri dengan anggunnya di tengah-tengah
ruangan itu seolah-olah ingin orang-orang itu dengan semangat dan kekuatan
mereka sendiri datang padanya.
Dengan susah payah akhirnya beberapa orang berhasil mendekati
Illyvare. Para prajurit berusaha menyingkirkan orang-orang itu dari sekitar
Illyvare.
Illyvare berlutut dan mendekati seorang di antara mereka.
“Paduka!” cegah para pengawal Illyvare dan Dokter Lotham bersamaan.
Terlambat bagi mereka untuk mencegah Illyvare menyentuh seorang
pasien. Illyvare menyentuh tangan seorang wanita dan berkata, “Tempat ini
juga memerlukan perawat.”
Para prajurit tidak tahu bagaimana mencegah Illyvare semakin
mendekati mereka. Dokter Lotham juga tidak tahu bagaimana melarang
Illyvare. Pria tua itu hanya dapat berkata, “Benar, Paduka.”
“Paduka,” seseorang di antara mereka memanggil, “Saya kedinginan,
Paduka.”
Illyvare melihat seorang pria muda yang tengah kesakitan itu. Perlahan-
lahan Illyvare bangkit. Ia melihat keinginan di wajah orang-orang itu. Mereka
tidak ingin ia pergi, mereka ingin ia menemani mereka dan menghibur mereka.
“Kalian semua, tolong ambilkan selimut yang kita bawa tadi,” Illyvare
memberi perintah dengan kelembutan yang tersembunyi di balik wajah
tenangnya.
“Baik, Paduka.”
Semua prajurit itu kembali ke kantor Dokter Lotham.
Illyvare kembali berlutut. Ketika ia mengulurkan tangannya pada orang-
orang itu tiba-tiba tangannya dicengkeram kuat. Illyvare terkejut. Tangan itu
bukan tangan orang yang sakit tetapi tangan orang yang sehat.
Pria itu menariknya mendekat dengan kasar.
Semua orang di ruangan itu menjerit ketakutan melihat hal itu.
Pria itu menghunuskan pisau tajamnya di leher Illyvare.
123
“Lepaskan dia!” seru Dokter Lotham, “Jangan kausentuh Paduka!”
Teriakan itu memanggil kembali para prajurit yang tadi disuruh Illyvare.
Melihat seorang pria menawan Ratu, mereka bersiap-siap menyerang. Tangan
mereka telah siap menarik pedang mereka dari sarungnya.
Dengan berjalan mundur, ia berkata, “Jangan mendekat! Bila ada yang
bergerak, aku akan membunuhnya. Aku tidak bercanda. Aku akan
membunuhnya bila kalian bergerak!”
Tidak seorangpun yang berani mengambil resiko.
Seorang prajurit bergerak meninggalkan tempat itu.
Sayang pria ia melihatnya. Pria itu berseru, “Jangan meninggalkan
tempat ini! Tidak seorang pun yang boleh meninggalkan tempat ini!”
Prajurit itu kembali ke tempatnya.
“Buang senjata kalian!” perintahnya, “Cepat buang senjata kalian! Kalian
tidak ingin Ratu kalian mati, bukan?”
Semua prajurit meletakkan pedang mereka di lantai kemudian
mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi.
“Sekarang kami sudah tak bersenjata,” kata Rugoff, “Katakan apa
maumu.”
Illyvare melihat Kepala Prajurit Pengawal pribadinya itu berusaha
mengulur waktu.
“Aku akan memberitahu kalian bila kami telah meninggalkan tempat ini
dengan selamat.”
Beberapa pria muncul di antara orang sakit itu dan mendekat teman
mereka. Bersama-sama mereka bergerak mundur hingga mencapai jendela.
Di luar jendela telah menanti teman mereka yang lain. Pria yang
menyandera Illyvare, mengangkat tubuh Illyvare dan memberikannya pada
temannya. Kemudian ia dan kawan-kawannya yang lain melompat pergi.
Rugoff segera berlari menuju jendela tetapi terlambat.
Kawanan pria itu telah melajukan kuda mereka cepat-cepat
meninggalkan debu tebal yang berterbangan di jendela.
“Kejar mereka!” perintahnya.
Prajurit di dalam ruangan itu segera berlari keluar tetapi saat mereka
telah berada di luar, tidak terlihat seorang pun di antara kawanan penjahat itu.
Bayangan mereka pun tidak ada. Yang ada hanya jejak debu tebal yang
berterbangan.

124
“Kita terlambat,” kata Rugoff geram, “Mereka akan mendapatkan
balasannya bila aku berhasil menangkap mereka.”
“Maafkan saya,” Dokter Lotham merasa bersalah, “Saya tidak tahu kalau
di antara para pasien ada penjahat-penjahat itu.”
“Bukan salahmu, Dokter Lotham. Kita tidak tahu mereka berada di antara
para pasien itu. Siapa pun mereka, mereka telah mengetahui Ratu akan datang
ke tempat ini. Mereka benar-benar cerdik. Aku yakin merekalah yang tadi
meminta selimut dan mereka menanti hingga kita semua meninggalkan Ratu
sendirian.”
“Apakah kalian yang di luar melihat siapa mereka?” tanya Rugoff tiba-
tiba.
“Tidak, Komandan. Mungkinkah mereka sekelompok pemberontak?”
“Mungkin saja.”
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Beberapa prajurit bertanya
cemas.
“Berharap mereka tidak mencelakakan Ratu dan kembali ke Istana
Qringvassein. Kita harus melaporkan hal ini pada Paduka Raja,” kata Rugoff
tegas.

125
10

Rugoff berjalan dengan terburu-buru dan cemas menuju Ruang Kerja. Ia


tidak tahu apa yang akan dilakukan Elleinder bila ia mendengar hal ini. Tetapi
ia telah siap menghadapi segala hal termasuk kemarahan Elleinder.
Kekhawatirannya pada keselamatan Illyvare telah membuatnya lupa
pada semua tata cara menemui seorang Raja.
Tanpa mengetuk pintu, Rugoff langsung membuka pintu dan berlutut di
depan meja kerja Elleinder.
“Engkau sudah datang,” sambut Elleinder, “Bagaimana perjalanan kalian
ke Kemmiyarf?”
“Maafkan hamba, Paduka. Hamba tidak dapat menjalankan tugas dengan
baik.”
“Kalian telah ke Kemmiyarf, bukan?”
“Hamba telah mengawal Paduka Ratu hingga beliau tiba di Kemmiyarf,
tetapi hamba gagal membawanya kembali.”
Elleinder curiga melihat kekhawatiran di wajah Rugoff. “Katakan padaku,
Rugoff. Apa yang telah terjadi?”
“Sekelompok penjahat membawa Ratu pergi, Paduka,” Rugoff menjawab
hati-hati.
Elleinder terhenyak kaget. “Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kalian
terus berada di sisi Illyvare, bukan?”
“Maafkan kami, Paduka, kami telah lengah.”
“Mengapa kalian meninggalkan Illyvare? Bukankah tugas kalian menjaga
dan melindunginya?”
“Saat itu Ratu menyuruh kami semua mengambilkan selimut.”
“Dan kalian semua pergi tanpa seorang pun mengawal Illyvare?” selidik
Elleinder.
“Maafkan kami, Paduka. Kami mengakui kami salah. Kami telah lengah
sehingga Ratu diculik oleh penjahat-penjahat itu,” Rugoff cepat-cepat berkata,
“Saat itu Ratu berada di antara orang-orang yang sakit. Mereka semua lemah.
Mereka takkan dapat mencelakakan Paduka Ratu, bahkan mereka harus

126
bersusah payah untuk mendekati Ratu. Kami tidak menduga para penjahat itu
bersembunyi di antara mereka.”
“Ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin mendengar ceritamu,” kata
Elleinder menahan kemarahan.
Rugoff menceritakan mulai dari saat mereka memasuki kawasan
Kemmiyarf dan orang-orang mulai mendekati Illyvare. Rugoff juga menjelaskan
saat mereka meninggalkan Illyvare, mereka merasa hal itu aman. Tidak
seorang pun di antara orang sakit itu yang dapat berdiri apalagi mencelakakan
Illyvare.
Elleinder mendengarkan cerita Rugoff dengan penuh perhatian.
“Itulah yang terjadi, Paduka,” Rugoff mengakhiri ceritanya.
Tiba-tiba Elleinder teringat Illyvare pernah mengatakan di sekitarnya
selalu ada Reischauer yang siap membunuh siapa saja yang mengancam
keselamatannya. Tetapi di dalam cerita Rugoff tadi, tidak disebutkan
kemunculan orang lain yang tiba-tiba menyelamatkan Illyvare. Kalau mereka
muncul, tentu saat ini Illyvare sudah berada di sini.
“Saat itu tidak muncul siapapun?” tanya Elleinder antara curiga dan ingin
tahu.
“Tidak, Paduka. Di sana hanya ada kami, Dokter Lotham, para pasien dan
para penjahat itu.”
Elleinder ingat pasukan rahasia tidak boleh muncul begitu saja. Mereka
bekerja secara rahasia. Mengingat hal itu, Elleinder mulai merasa lega. “Tidak
apa-apa, Rugoff,” katanya lega, “Mungkin sebentar lagi Illyvare akan tiba di
sini.”
“Maksud Anda?” tanya Rugoff dan Arwain bersamaan.
“Illyvare pernah mengatakan padaku, Reischauer selalu berada di
sekitarnya. Kurasa saat ini mereka berusaha menyelamatkannya.”
“Ya, aku baru ingat itu,” kata Arwain bersemangat. “Anda tidak perlu
khawatir, Komandan Rugoff. Saya meyakinkan Anda pada kekuatan pasukan
rahasia Kerajaan Aqnetta itu.”
“Saya rasa tidak, Paduka.”
Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita. Dan sesaat kemudian muncul
seseorang yang berbaju serba hitam di depan Elleinder.
Mereka terkejut melihat kedatangan wanita itu.
“Siapa kau?” Rugoff menghunuskan pedangnya.

127
“Letakkan senjatamu, Rugoff,” kata Elleinder, “Ia adalah seorang dari
Reischauer.”
Rugoff memasukkan kembali pedangnya namun matanya terus
memandang curiga.
Wanita itu merasakannya tetapi ia tidak mempedulikannya. Ia tahu pria
itu tidak akan dapat mengalahkannya.
“Nama saya Morgan. Saya adalah Ketua dari Reischauer yang bertugas
melindungi Putri.”
Elleinder melihat seluruh tubuh wanita itu tertutup oleh pakaian hitam
hanya matanya yang tidak terlindungi oleh kain hitam itu. Elleinder tidak
pernah menyangka penampilan Reischauer seperti seorang pencuri.
“Dapatkah Anda menjelaskan maksud Anda itu, Nona? Bukankah kalian
berada di sini untuk melindungi Illyvare.”
“Benar,” jawab Morgan tegas, “Kami di sini untuk melindungi Putri dari
setiap ancaman.” Wanita itu memandang tajam Arwain. “Tetapi karena
kejadian kemarin, hari ini kami lebih memusatkan perhatian kami pada
keamanan Istana Qringvassein.”
Arwain merasakan tatapan tajam wanita itu. Seluruh tubuhnya bergetar
ketakutan.
Elleinder juga merasakan tatapan tajam yang penuh curiga itu. “Dia tidak
berbahaya. Ia adalah temanku dan apa yang dilakukannya pada Illyvare
kemarin bukanlah hal yang serius. Ia hanya ingin menggoda Illyvare.”
“Kami tahu,” sahut Morgan, “Putri telah mengatakannya pada kami
kemarin malam.”
Arwain lega mendengarnya.
“Tetapi,” kata wanita itu tajam.
Arwain kembali merinding ketakutan.
“Kami tidak ingin mengambil resiko apa pun. Hari ini kami menyelidiki
semua yang ada di Istana Qringvassein. Kami melihat banyak prajurit yang
mengawal Putri dan kami tidak khawatir. Tetapi kami tidak menduga prajurit
pengawal itu sedemikian lemahnya hingga Putri diculik.”
“Ada katamu?” Rugoff merasa terhina, “Itu bukan kesalahan kami. Kami
sama sekali tidak tahu penjahat-penjahat itu berada di antara orang-orang
sakit itu.”
“Kalian tidak curiga pada seorang pria muda yang tegap yang meminta
selimut baru padahal di sana banyak selimut?”
128
Rugoff semakin geram. Ia tidak pernah dihina seperti ini apalagi oleh
seorang wanita.
“Saya ke sini bukan untuk bertengkar dengan Anda, Komandan.”
Morgan kembali berkata pada Elleinder, “Seperti yang saya katakan tadi,
kami tidak mau mengambil resiko apapun. Karena itu saya hanya mengirim
dua orang untuk mengawal Putri.”
Morgan melirik tajam Rugoff dan berkata, “Sebenarnya, mereka sudah
dapat membunuh semua penjahat itu.”
Elleinder yakin seorang Reischauer dapat membunuh lebiih dari sepuluh
orang dalam satu waktu.
“Tetapi kami tidak dapat melawan perintah,” Morgan menambahkan.
“Kemarin malam Putri telah meminta kami semua untuk tidak bertindak
gegabah. Putri mengingatkan kerajaan ini bukan Kerajaan Aqnetta. Putri
meminta kami lebih banyak menyelidiki dan mengamati. Bila ada sesuatu yang
mencurigakan, Putri melarang kami bertindak. Putri ingin kami melaporkan hal
itu pada Putri sendiri atau pada Anda.”
“Baru saja saya mendapat laporan dari seorang di antara mereka bahwa
mereka mengetahui tempat persembunyian para penjahat itu. Para penjahat
itu bukan pemberontak seperti dugaan Anda. Mereka hanya penjahat biasa
yang ingin memanfaatkan rasa cinta rakyat dua kerajaan kepada Putri. Dalam
waktu dekat ini mereka akan mengirimkan berapa banyak mereka meminta
tebusan bagi keselamatan Putri. Suatu tebusan yang dapat membuat mereka
hidup mewah selama tujuh turunan.”
Morgan mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya dan
melemparkannya ke arah Elleinder. “Ini adalah peta tempat persembunyian
mereka.”
Elleinder menangkapnya dan membukanya. Sebuah tempat tergambar
jelas di kertas itu. Sebuah peta rumah lengkap dengan bagian-bagiannya dan
tempat-tempat yang aman untuk bersembunyi juga keterangan di mana
Illyvare disekap dan di mana saja penjahat itu berjaga-jaga.
Elleinder mengagumi kemampuan dan kecepatan Reischauer. Dengan
kecepatan dan keterampilan seperti ini, tak heran bila semua orang tidak
berani mengusik ketentraman Kerajaan Aqnetta apalagi Reischauer.
“Bila Anda ingin mereka masih hidup, sebaiknya Anda bergegas. Saya
tidak bertanggung jawab bila seorang dari kami yang masih berjaga di sana,
membunuh mereka semua.”
129
“Aku mengerti, Morgan. Illyvare telah mengatakannya padaku.”
“Kami akan pergi ke sana sekarang juga. Bila dalam waktu dekat kami
tidak melihat kalian, kami akan bertindak.”
“Satu hal yang perlu Anda ketahui, Paduka,” Morgan mengingatkan,
“Anda tidak dapat memerintah kami. Yang dapat memberikan perintah pada
kami adalah Paduka Raja Leland dan di kerajaan ini hanya Putri Illyvare saja
yang dapat melakukannya.”
“Hanya orang-orang yang dapat berbicara dengan bahasa asing itu,
bukan?”
“Sebaiknya Anda bergegas, Paduka,” kata Morgan kemudian ia melompat
keluar jendela.
Elleinder bergegas menuju jendela. Baik Arwain maupun Rugoff rupanya
juga tidak mau ketinggalan melihat apa yang dilakukan wanita itu setelah
melompat dari jendela lantai dua.
Terlihat bayangan hitam menuju pohon terdekat. Bayangan itu terus
melompat ke pohon terdekat dengan cepat. Sesaat kemudian, muncul
bayangan-bayangan hitam lain yang mengikuti bayangan hitam itu tadi.
Mereka muncul dari segala arah seolah-olah dari segala penjuru dunia ini.
Elleinder kagum melihat kecepatan mereka. Belum lama ia melihat
bayangan hitam terakhir, ia melihat bayangan hitam terdekat telah jauh
melampaui pintu gerbang Istana Qringvassein. Jarak gedung dan pintu gerbang
Istana Qringvassein hampir dua kilometer, tetapi pemimpin mereka telah
mencapainya dalam waktu satu kedipan mata.
“Kita juga tidak boleh ketinggalan,” kata Elleinder, “Rugoff, segera temui
Brasch dan perintahkan dia untuk segera menyiapkan pasukan dalam waktu
singkat. Setengah jam lagi mereka harus sudah siap berangkat.”
“Baik, Paduka.” Rugoff berlari melakukan tugas itu.
“Kau gila, Elleinder,” kata Arwain, “Tidak mungkin menyiapkan pasukan
dalam waktu setengah jam.”
“Kita tidak ingin terjadi pembantaian yang mengerikan, bukan?” kata
Elleinder sambil meninggalkan Ruang Kerjanya.
“Mau ke mana engkau?”
“Mempersiapkan diri,” jawab Elleinder.
Elleinder bergegas ke kamarnya dan berganti pakaian seragam militer.
Rugoff yang berlari-lari melakukan perintah Elleinder, berhasil
melaksanakan tugasnya dengan baik.
130
Kepala Pengawal Istana terkejut mendapat tugas itu. Dengan segera ia
melakukannya dan seperti yang diinginkan Elleinder, sebelum setengah jam di
depan Istana Qringvassein telah berbaris lebih dari dua puluh prajurit.
Elleinder berdiri di depan para prajurit itu.
Brasch datang mendekat. “Pasukan telah siap diberangkatkan, Paduka,”
lapornya.
“Kita berangkat sekarang!”
“Baik, Paduka.”
Jenderal Brasch kembali ke pasukannya dan memerintahkan pasukan
bersiap-siap berangkat.
Elleinder segera menaiki kudanya dan memimpin pasukan meninggalkan
Istana Qringvassein. Elleinder melajukan kudanya dengan kencang ke hutan
belakang Kemmiyarf.
Dalam peta yang diberikan Morgan itu, disebutkan tempat
persembunyian mereka terletak di dalam hutan itu. Tidak jauh dari Kemmiyarf.
Ketika mulai mendekati hutan itu, Elleinder memperlambat laju kudanya.
Dan memasuki hutan dengan hati-hati.
Elleinder berhenti ketika melihat semak-semak tinggi yang seperti
membentuk sebuah pagar. Ia mendekati semak-semak itu dan melihat apa
yang ada di baliknya.
Seperti yang digambarkan dalam peta, tempat persembunyian para
pejahat itu terlindungi oleh semak-semak yang tinggi.
Dengan tangannya, Elleinder memerintahkan para prajurit turun dari
kudanya.
“Sembunyikan kuda,” bisik Jenderal Brasch memberikan perintah.
Sebagian dari para prajurit itu berlindung di balik semak-semak dan
sebagian membawa kuda mereka berlindung di semak-semak yang lebih
tinggi.
Melihat tidak ada seorang pun di luar rumah kecil itu, Elleinder bergerak
mendekat. Dengan hati-hati ia mendekati sebuah jendela dan mengintip ke
dalam.
Elleinder melihat Illyvare duduk meringkuk di salah satu sudut rumah.
Elleinder lega melihat gadis itu masih selamat.
“Bagaimana, Paduka?” bisik Brasch.
“Illyvare masih selamat,” jawab Elleinder berbisik pula.

131
Elleinder kembali mengintip ke dalam. Ia terkejut ketika seorang pria
yang berjanggut tebal mendekati Illyvare. Elleinder mendengar pria itu
berkata, “Ayolah, Manis. Mengapa engkau meringkuk di situ?”
Pria itu mengulurkan tangan memegang dagu Illyvare.
Illyvare memejamkan mata erat-erat. Ia takut melihat pria itu. Ia takut
disentuh pria itu. Ia takut membayangkan apa yang akan terjadi padanya.
Illyvare ingin melihat Elleinder. Ia ingin pria itu segera datang menolongnya. Ia
ingin berlindung dalam pelukan pria itu.
Elleinder semakin geram ketika melihat pria itu mendekatkan wajahnya
pada wajah Illyvare dan membuat gadis itu semakin ketakutan. Ia sudah
hampir menyerbu masuk bila Brasch tidak segera memegang tangannya.
“Jangan gegabah, Paduka,” kata Brasch, “Kalau Anda gegabah, mereka
mungkin akan membunuh Ratu.”
Elleinder tidak ingin Illyvare meninggal. Ia kembali melihat ke dalam.
Pria itu semakin mendekati Illyvare. Ia ingin mencium Illyvare.
Illyvare tidak mau disentuh lebih lama lagi. Ia memejamkan mata erat-
erat dan menendang kaki pria itu.
Pria itu meringis kesakitan karena tulang keringnya ditendang kuat-kuat
oleh Illyvare.
Di luar sana Elleinder terkejut juga tersenyum geli melihat keberanian
tindakan Illyvare.
“Kurang ajar, kau!”
Elleinder melihat pria itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ia terkejut
ketika melihat benda itu adalah sebilah pisau. Elleinder segera berdiri dan
bersiap mendobrak pintu.
Pria itu menghujamkan pisau kecil itu ke tubuh Illyvare, tetapi sebelum ia
melakukannya seseorang telah mengalungkan pedang di lehernya. Bersamaan
dengan itu muncul orang-orang berbaju hitam yang segera menyergap kelima
penjahat yang lain.
Elleinder belum sempat mendobrak pintu ketika semua itu terjadi.
Keempat orang berbaju hitam itu muncul dengan sangat cepat dan tepat
waktu.
Kesebelas penjahat itu berusaha melawan keempat orang itu.
Morgan yang mengalungkan pedang di leher pria yang hendak
membunuh Illyvare berkata, “Sebaiknya kalian menyerah sekarang juga.
Kawan-kawan kalian yang di luar telah kami lumpuhkan.”
132
Rupanya para penjahat itu tidak mau mendengarkan. Mereka
mengeluarkan pedang mereka dan menyerang keempat pasukan rahasia itu.
Pada saat yang bersamaan, di luar sana Elleinder memberi perintah,
“Kita masuk sekarang!”
Reischauer tidak mau bermain-main dengan kesebelas pejahat itu.
Morgan segera memukul keras-keras kepala pria itu dengan pedangnya hingga
pria itu pingsan. Ketiga anggota Reischauer yang lain segera melemparkan
senjata rahasia mereka pada kelima pria itu.
Dalam waktu singkat kesebelas orang itu roboh. Seorang pingsan dan
yang lain tersungkur dengan luka parah di lengan mereka.
Elleinder dan pasukannya berhasil mendobrak masuk.
Melihat hal itu Morgan kembali melompat ke langit-langit rumah dan
menghilang diikuti yang lain.
Brasch memerintahkan para prajurit meringkus penjahat-penjahat itu.
Elleinder segera mendekati Illyvare. “Illyvare,” panggilnya cemas.
Illyvare tidak mempercayai pendengarannya. Ia takut membuka matanya
dan mendapatkan bahwa ia tidak sungguh-sungguh mendengar suara Elleinder
di dekatnya.
Elleinder berlutut di depan Illyvare dan mengulurkan tangan memegang
pundak gadis itu. “Illyvare,” panggilnya sekali lagi.
Illyvare masih meringkuk ketakutan. Gadis itu menarik kedua kakinya
semakin mendekati tubuhnya yang menggigil.
“Sekarang sudah aman, Illyvare. Mereka telah berhasil diringkus.”
Brasch dan prajuritnya telah membawa pergi para penjahat itu.
“Semua telah kami ikat, Jenderal. Apa yang harus kami lakukan
sekarang?”
Brasch melihat Elleinder berusaha menenangkan Illyvare. Ia berkata,
“Kita tinggalkan mereka. Kita tunggu mereka di depan.”
Sekelompok orang banyak itu menjauhi rumah kecil itu tetapi baik
Elleinder maupun Illyvare tidak menyadarinya.
Elleinder berkata lembut, “Mereka telah kami tangani, Illyvare. Sekarang
tidak akan ada lagi yang dapat membuatmu takut. Aku ada di sini.”
Perlahan-lahan Illyvare membuka matanya. Yang pertama kali dilihatnya
adalah pakaian putih dengan benang emasnya kemudian ia memberanikan diri
melihat wajah orang itu.

133
Tangis Illyvare meledak melihat wajah Elleinder. Seluruh kecemasannya
serta merta hilang. Yang dirasakannya saat ini hanya kegembiraan luar biasa
yang membuat hatinya serasa ingin meledak.
Gadis itu menjatuhkan diri di pelukan Elleinder. “Elleinder,” panggilnya.
Dan di dalam hati ia terus menerus memanggil nama pria itu.
Elleinder memeluk Illyvare erat-erat.
“A… aku… takut…. Me… mereka…”
“Mereka telah ditangkap, Illyvare. Sekarang engkau tidak perlu takut lagi.
Aku ada di sini dan aku akan menjagamu.”
Illyvare merasa sangat aman. Tidak ada lagi yang dapat membuatnya
takut ketika ia berada di pelukan Elleinder. Illyvare senang dapat merasakan
hangatnya pelukan Elleinder.
“Jangan takut lagi. Aku sudah ada di sini,” kata Elleinder menenangkan
Illyvare. Elleinder menciumi rambut Illyvare.
“Ia… ia tadi ingin menciumku… Aku… takut sekali.”
“Ia telah pergi, Illyvare. Ia tidak akan dapat menciummu.”
“Aku… aku takut sekali… Aku tidak mau diciumnya…”
Dengan lembut Elleinder menjauhkan kepala Illyvare dari dadanya dan
dengan kelembutan yang sama ia mencium bibir Illyvare.
Illyvare terkejut dan terpana melihat wajah Elleinder. Sebuah kesadaran
merasuki hatinya yang terdalam.
Elleinder tersenyum dan berkata, “Tidak akan ada yang boleh
menciummu selain aku. Hanya aku yang dapat menciummu.”
Kesenangan mendengar kata yang tegas itu membuat Illyvare benar-
benar yakin ia tidak salah. Ia benar-benar mencintai Elleinder. Air mata kembali
meleleh di wajah Illyvare.
Elleinder kembali memeluk Illyvare erat-erat. Getaran tubuh Illyvare yang
hebat menyadarkan Elleinder pada ketakutan gadis itu yang amat dalam.
“Engkau tidak perlu takut lagi, Illyvare,” Elleinder tak henti-hentinya
membisikkan kata-kata lembut yang menenangkan, “Aku di sini. Aku akan
menjagaimu. Tak akan ada yang bisa menjauhkanmu dariku. Engkau aman
sekarang. Aku tidak akan meninggalkanmu.”
Tangis Illyvare semakin deras. Ia menumpahkan semua ketakutannya
ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan meletakkannya di depannya. Ia
sangat ketakutan ketika pria itu menggendongnya ke dalam rumah dan

134
meletakkannya di lantai. Illyvare takut pria-pria yang berwajah menyeramkan
itu menyentuhnya.
Elleinder terus mencium rambut Illyvare dan membelainya sementara
gadis itu menangis di dadanya. Elleinder yakin ini pertama kalinya gadis itu
menangis dan ia ingin gadis itu menumpahkan semua rasa takutnya.
Ketika tangis Illyvare mulai mereda, Elleinder berkata lembut, “Engkau
lebih tenang sekarang?”
Illyvare merasa pipinya memanas.
“Kalau engkau sudah benar-benar tenang, aku akan membawamu
kembali ke Istana.”
Tangis Illyvare telah mereda.
Elleinder tersenyum penuh kelembutan ketika mengulurkan tangan
menyeka sisa-sisa air mata Illyvare. Elleinder mencium sekilas mata Illyvare
yang masih basah – membuat rona merah muda mewarnai pipi Illyvare yang
masih pucat ketakutan.
Kemudian ia melepaskan baju luarnya dan mengenakannya pada Illyvare.
“Pakailah ini. Di luar dingin.”
Illyvare terus melihat Elleinder.
“Engkau sudah siap kembali ke Istana Qringvassein?” tanya Elleinder
sambil mengangkat tubuh Illyvare.
Illyvare melingkarkan tangan di leher Elleinder dan menyembunyikan
wajahnya di pundak pria itu.
Elleinder membopong Illyvare meninggalkan tempat itu. “Kita kembali
sekarang,” katanya pada Brasch yang menanti perintahnya.
“Baik, Paduka.”
Seorang prajurit membawa kuda Elleinder mendekat.
Elleinder meletakkan Illyvare di depan pelana kudanya kemudian duduk
di belakang gadis itu.
Merasakan kehangatan Elleinder di punggungnya, Illyvare segera
memeluk Elleinder.
Elleinder menyentuh tangan Illyvare yang melingkari pinggangnya
kemudian melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.
Illyvare menyembunyikan wajahnya di dada Elleinder dan memejamkan
mata. Ia tidak ingin melihat wajah-wajah ingin tahu semua orang. Ia tidak ingin
melihat apapun. Gadis itu hanya ingin merasakan kehangatan yang
menyelimutinya. Kehangatan yang memberikan perasaan aman.
135
Perjalanan pulang ini lebih lambat daripada keberangkatannya. Para
prajurit yang mengawal mereka mengikuti Elleinder dengan lambat pula.
Tidak seorangpun yang keberatan berjalan lambat. Mereka semua lega
Illyvare selamat. Hanya itu yang ada di perasaan mereka semua.
Tidak seorangpun dapat membayangkan apa yang terjadi bila Illyvare
terbunuh. Hal yang paling mungkin terjadi adalah rakyat Kerajaan Aqnetta
akan marah. Dan itu tidak menutup kemungkinan terjadi perang. Bila itu
terjadi, Kerajaan Skyvarrna akan mengalami kesulitan terbesar untuk dapat
menang.
Tetapi bukan itu yang dicemaskan Elleinder. Elleinder hanya memikirkan
Illyvare. Hanya gadis itu saja yang terpikirkan olehnya ketika Rugoff
memberikan laporannya. Ia begitu ketakutan kehilangan perinya. Tetapi semua
itu telah berlalu. Sekarang gadis itu telah berada dalam pelukannya.
Illyvare merasakan pelukan Elleinder semakin erat. Gadis itu semakin
menenggelamkan diri dalam perlindungan Elleinder.
Hari telah sore ketika mereka tiba di Istana Qringvassein.
Elleinder turun dari kudanya kemudian menurunkan Illyvare.
Seorang berbaju hitam tiba-tiba muncul di depan Illyvare. Sebelum ia
sempat berkata apa-apa, Illyvare telah memeluknya.
Morgan memeluk Illyvare dan berkata, “Maafkan kami, Putri. Kami tidak
dapat melakukan tugas dengan baik.”
Elleinder memanggil seorang prajurit untuk mengembalikan kudanya ke
kandang kuda.
“Saya akan membawa mereka ke tempat saya dan memeriksa mereka,”
kata Brasch.
“Lakukanlah,” Elleinder memberi ijin.
Brasch membawa para penjahat itu ke bangunan di samping Istana
tempat para prajurit berkumpul.
“Kami merasa sangat bersalah, Putri,” kata Morgan.
“Engkau telah melakukan tugasmu dengan baik, Morgan,” Elleinder
memegang pundak Illyvare.
Illyvare melepaskan Morgan dan berbalik memeluk Elleinder.
“Sekarang lebih baik engkau pergi ke kamar Illyvare dan katakan pada
Nissha kami sudah datang.”
Morgan melihat Illyvare.

136
Illyvare mengatakan sesuatu pada Morgan. Kemudian wanita itu
meloncat ke pohon dan terus melompat ke jendela kamar Illyvare.
Para prajurit yang ada di sekitar tempat itu terpana melihat kecepatan
dan kelincahan Morgan yang dengan melompat-lompat dari jendela ke pohon,
telah mencapai jendela kamar Illyvare dalam waktu singkat.
“Kuantar kau ke kamarmu,” Elleinder mengangkat Illyvare.
Illyvare tidak berkata apa-apa. Gadis itu hanya memeluk leher Elleinder.
Elleinder terus membopong Illyvare hingga tiba di kamar gadis itu.
Di kamar, Nissha dan Linty telah menanti dengan cemas. Kedua daun
pintu kamar terbuka lebar dan Linty menanti di ambang pintu sambil terus
berharap melihat kedatangan Illyvare.
Ketika Elleinder muncul di lorong, Linty sangat senang. “Mereka datang,
Nissha!” serunya.
Elleinder melewati Linty juga Nissha dan terus menuju tempat tidur.
Elleinder membaringkan Illyvare dengan hati-hati.
“Gantilah baju Illyvare. Sepertinya ia kedinginan dan kelelahan.”
“Baik, Paduka.”
“Aku akan pergi melihat keadaan.”
Elleinder meninggalkan kamar Illyvare dan menuju ke markas pasukan
pengawal Istana di samping bangunan Istana.
“Bagaimana, Brasch?” tanya Elleinder.
“Kami masih menanyai mereka, Paduka,” Brasch melaporkan, “Kami baru
selesai mengobati luka mereka. Seperti yang orang-orang katakan, Reischauer
memang menakutkan, Paduka. Hanya seorang yang tidak luka. Ia adalah orang
yang tadi berusaha mendekati Ratu. Yang lain terluka parah. Untung luka
mereka terletak pada lengan, kalau tidak mereka tidak akan selamat.”
Brasch mengambil sebuah bungkusan dan memberikannya pada
Elleinder.
Elleinder mengamati pisau-pisau kecil yang berlumuran darah itu.
“Itu adalah pisau yang kami ambil dari lengan mereka. Pisau itu
menancap cukup dalam di lengan mereka. Reischauer memang kuat. Mereka
hanya melemparkan pisau itu tetapi pisau itu menancap sangat dalam seperti
ditusukkan kuat-kuat.”
“Kau akan lebih mengagumi mereka bila tahu yang tadi melakukannya
adalah para wanita, Brasch.”
Brasch terkejut. “Maksud Anda, Paduka?”
137
“Aku tidak yakin mereka semua adalah wanita tetapi pemimpin
Reischauer yang mengawal Illyvare seorang wanita. Mungkin semua
Reischauer yang berada di sini adalah wanita.”
“Baru kali ini saya mendengar ada prajurit wanita apalagi pasukan
rahasia.”
“Aku juga baru mendengarnya, Brasch. Sepertinya Kerajaan Aqnetta
adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan wanita,” kata Elleinder.
“Teruskan pemeriksaanmu, Brasch. Aku menanti laporannya.”
“Baik, Paduka.”
Elleinder meninggalkan tempat itu. Ia kembali ke kamarnya untuk
membersihkan diri dan berganti baju. Kemudian ia ke Ruang Kerja
membereskan meja kerjanya.
Elleinder membereskan meja kerja. Berkas-berkas penting disimpannya
dalam laci dan menguncinya. Elleinder menutup Ruang Kerja kemudian menuju
kamar Illyvare.
Nissha baru saja menutup pintu ketika Elleinder muncul.
“Bagaimana keadaan Illyvare?”
“Paduka Ratu baik-baik saja. Tetapi ia tidak mau makan walau hanya
sedikit. Saya baru saja menyuruhnya beristirahat tetapi saya rasa Paduka Ratu
tidak mau. Ia terus meringkuk ketakutan.”
“Bawa kembali makanan untuk Illyvare. Aku akan membujuknya.”
“Baik, Paduka,” kata Nissha senang, “Saya juga akan membawakan
makanan untuk Anda. Saya yakin Anda belum makan.”
Elleinder memasuki kamar Illyvare. Ia melihat tubuh mungil meringkuk
ketakutan di sudut tempat tidurnya dan bersandar di dinding. Elleinder
mengerti apa yang dirasakan Illyvare.
Selama ini hidup gadis itu selalu tenteram dan damai. Tidak ada bahaya
yang dapat mengancamnya apalagi menyentuhnya. Sekarang tiba-tiba saja ia
ditawan sekelompok penjahat. Hal itu mengguncangkan ketenangan hatinya.
Gadis yang selalu tenang itu seperti kehilangan topeng dinginnya dan
menunjukkan wajahnya yang penuh ketakutan.
Elleinder mendekati Illyvare.

138
11

Merasakan kehadiran Elleinder di sampingnya, Illyvare mengulurkan


tangannya yang gemetaran.
Elleinder duduk di tempat tidur dan memeluk Illyvare. “Mengapa engkau
meringkuk di pojok?”
Sebagai jawabannya, Illyvare mempererat pelukannya.
“Kata Nissha engkau tidak mau makan. Aku juga belum makan malam.
Bagaimana kalau kita makan bersama?”
Illyvare tidak menanggapi.
“Sekarang Nissha mengambilkan makanan untuk kita. Tak lama lagi ia
akan datang,” Elleinder melanjutkan.
Illyvare masih tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu bersandar di dada
Elleinder dan dengan tenang merasakan tangan-tangan kekar yang
memeluknya.
Terdengar ketukan di pintu.
“Kurasa Nissha yang datang.”
Nissha muncul dengan wajah berseri-seri. Ia membawa nampan yang
penuh berisi makanan. Linty muncul dari belakang wanita tua itu. Di tangannya
terdapat nampan yang lain.
Kedua wanita itu mengatur makanan di meja tengah kamar Illyvare.
“Makan malam telah siap, Paduka,” kata Nissha.
Dengan gerakan tangannya, Elleinder meminta mereka meninggalkan
kamar.
Elleinder mengangkat Illyvare dan mendudukkan gadis itu di kursi. Lalu ia
duduk di samping gadis itu.
“Nissha membawa banyak makanan untuk kita, Illyvare. Engkau mau
makan apa?”
Illyvare melihat makanan di meja itu tanpa nafsu. Semua yang
dibawakan Nissha adalah makanan kesukaannya tetapi saat ini ia sedang tidak
ingin makan. Rasa takut menyerap semua keberaniannya.
Di pikirannya masih terbayang bagaimana wajah-wajah menakutkan itu
menatapnya. Bagaimana pandangan mereka yang membuat Illyvare bergidik.
139
Illyvare masih dapat merasakan keinginan untuk memberontak dari tangan
yang memeluk tubuhnya itu. Illyvare masih teringat ketika seorang di antara
mereka memeluk tubuhnya sementara ia mengendalikan kuda.
Illyvare mengulurkan tangannya yang gemetaran semakin hebat.
Elleinder cepat-cepat menangkap tangan itu dan berdiri di samping
Illyvare.
“A…aku… takut…”
“Tidak ada yang perlu ditakutkan, Illyvare.” Elleinder merasakan tangan
Illyvare mencengkeram lengannya kuat-kuat. “Baiklah, Illyvare. Kalau engkau
tidak mau makan, aku tidak akan memaksamu.”
Elleinder yakin baik Nissha maupun Linty masih berjaga-jaga di depan
pintu. “Nissha,” panggilnya.
“Ada apa, Paduka?” tanya Nissha.
“Maaf membuatmu kecewa, Nissha. Kami tidak jadi makan.”
“Saya mengerti, Paduka,” kata Nissha tetapi wajahnya menunjukkan
kekecewaannya. Ia dan Linty kembali membawa pergi nampan itu.
Elleinder membopong Illyvare kembali ke tempat tidur.
“Tidurlah, Illyvare. Aku akan memanggil Nissha.”
Illyvare mencengkeram lengan baju Elleinder kuat-kuat.
Seperti waktu mereka berada di kapal, Elleinder melihat Illyvare tidak
mau ia pergi. Tetapi kali ini Illyvare tidak mau melepaskan baju Elleinder. Ia
memegang tangan Elleinder erat-erat.
Elleinder kembali duduk di samping Illyvare dan memeluk gadis itu.
“Tidak ada yang perlu engkau takutkan, Illyvare. Sekarang engkau sudah
aman. Tidurlah dan lupakan semua yang terjadi hari ini.”
“Aku… takut…”
“Jangan takut, Illyvare,” kata Elleinder lembut, “Para prajurit berjaga-jaga
di luar sana. Mereka tidak akan mengijinkan seorang pun memasuki Istana.”
Illyvare masih tidak mau melepaskan Elleinder.
“Reischauer juga menjagamu, bukan? Mereka selalu siap melindungimu
dari setiap ancaman.”
“Aku… takut sendirian.”
“Engkau tidak sendirian, Illyvare. Reischauer ada di sekitarmu. Kalau
engkau masih takut, aku akan menyuruh Linty atau Nissha menemanimu.”
Illyvare menggeleng. “Aku…aku ingin… engkau menemaniku.”

140
“Baiklah, aku akan menemanimu sampai engkau tertidur.” Elleinder
hendak membaringkan Illyvare di tempat tidur tetapi gadis itu tidak mau
melepaskannya.
“Aku… aku… ingin engkau… menemaniku sampai… pagi,” kata Illyvare
malu-malu.
Elleinder tersenyum. Ketakutan telah merobohkan semua ketenangan
Illyvare. “Baiklah, Illyvare. Sekarang berbaringlah. Aku akan menjagamu di
sini.”
Illyvare tidak mau melepaskan Elleinder.
“Kalau engkau tidak mau melepaskanku, aku tidak akan dapat
mengambil kursi untuk tempat aku duduk sampai pagi.”
Illyvare masih terus melingkarkan tangannya di pinggang Elleinder dan
menyembunyikan wajahnya di dada pria itu.
“Baiklah,” kata Elleinder mengalah. Elleinder membaringkan Illyvare ke
sisi dalam tempat tidur kemudian berbaring di samping gadis itu.
Illyvare terbelalak menatap Elleinder.
“Tidak apa-apa, Illyvare. Ranjang ini cukup besar untuk kita berdua. Di
samping itu aku suamimu bukan orang lain. Aku tidak melakukan kesalahan
bila tidur bersama istriku,” kata Elleinder tenang, “Engkau tidak mau
melepaskanku dan hanya ini cara agar aku dan engkau dapat tidur nyenyak.
Engkau membutuhkan banyak istirahat setelah kejadian hari ini.”
Illyvare mulai melepaskan pelukannya tetapi Elleinder semakin
mempererat pelukannya.
“Aku tidak akan melepaskanmu, Illyvare. Aku hanya akan memelukmu
sepanjang malam sampai pagi,” kata Elleinder meyakinkan Illyvare.
Jantung Illyvare berdebar kencang.
“Katakan padaku seperti apa rupa kakakmu, Illyvare?” Elleinder berusaha
mengalihkan perhatian Illyvare dari ketakutannya.
“Dari mana engkau mengetahuinya?”
Elleinder senang mengetahui ia berhasil. Perasaan tajam Illyvare telah
kembali dan membuat gadis itu curiga.
“Nissha yang mengatakannya padaku. Ia menceritakan banyak hal
padaku,” jawab Elleinder jujur.
“Ia sangat cantik seperti Mademoiselle. Rambutnya selalu menyala
merah dan mata hijaunya selalu bersinar penuh semangat. Ia selalu terlihat
bersinar terang,” kata Illyvare mengenang kakaknya.
141
“Di manapun ia berada, ia selalu menjadi pusat perhatian,” tambah
Elleinder.
Illyvare mengangguk membenarkan.
“Bagiku engkau lebih cantik dan mempesona, Illyvare. Kakakmu mungkin
selalu bersinar terang tetapi engkau bersinar lembut. Kakakmu menjadi
perhatian semua orang tetapi semua orang merasakan kelembutan sinarmu.”
“Engkau belum melihatnya.”
“Aku tetap berkeyakinan engkau yang paling cantik,” Elleinder
bersikeras, “Engkau belum menceritakan padaku sejarah keberadaan
Reischauer.”
Illyvare terdiam.
“Maukah engkau menceritakannya sekarang? Aku sangat ingin tahu. Aku
berpikir Kerajaan Aqnetta adalah satu-satunya kerajaan yang memiliki pasukan
wanita, apakah itu benar?”
Illyvare mengangguk.
“Menarik sekali. Bagaimana itu bisa terjadi? Aku belum pernah melihat
seorang prajurit wanita.”
“Itu semua terjadi beratus-ratus tahun lalu.”
“Apa yang terjadi waktu itu?” Elleinder berusaha membuat Illyvare
berkata lebih banyak lagi.
Illyvare menengadah menatap Elleinder lekat-lekat dan tanpa
melepaskan pandangannya, ia berkata, “Pemberontakan, kemuncullan Perwira
Muda wanita pertama dan pernikahan.”
“Siapakah wanita muda yang pertama kali menjadi seorang Perwira itu?”
“Ratu Kakyu.”
Mendengar nama itu, Elleinder menjadi semakin ingin tahu siapakah Ratu
yang mempunyai nama aneh itu.
Seperti tahu apa yang dipikirkannya, Elleinder mendengar Illyvare
berkata, “Ia adalah Ratu yang mendirikan pasukan rahasia kami, Reischauer. Ia
juga adalah prajurit terbaik pada masanya. Ia adalah orang yang mengetahui
markas pemberontak itu dan ia pula yang menangkap mereka.”
“Ia pasti seorang wanita yang mampu membuat siapa saja terpesona.”
“Ia sangat cantik, seperti Rebecca,” Illyvare setuju.
“Aku menjadi semakin tertarik mengetahui latar belakang berdirinya
Reischauer.”

142
Elleinder melihat pandangan mata serius Illyvare yang untuk pertama
kali dilihatnya. Sesaat ia menduga Illyvare tidak mau mengatakannya. Ia
sedikit terkejut ketika gadis itu mengatakan sesuatu yang lain dengan yang
ada di pikirannya.
“Kuharap engkau mau menerima kenyataannya.”
Elleinder tidak mengerti apa yang dikatakan Illyvare tetapi ia
mendengarkan dengan baik cerita Illyvare.
“Pasukan ini didirikan tiga ratus tahun lalu oleh Perwira wanita pertama
kami, Kakyu. Beliau kemudian menikah dengan Pangeran Reinald dan menjadi
Ratu Kerajaan Aqnetta. Ratu Kakyu adalah wanita yang cerdas. Ia mendirikan
Reischauer tetapi tidak semua ilmunya diturunkan pada pasukan itu. Seorang
Putra Mahkota sejak lahir dididik untuk menjadi pewaris Kerajaan Aqnetta
sekaligus pemimpin Reischauer.”
“Ratu Kakyu khawatir pasukan Reischauer suatu hari nanti dipengaruhi
orang dan memberontak karena itu ia hanya menurunkan ilmu tertinggi dalam
ninja, Kobadera pada Putra Mahkota. Karena di Jepang, seorang pemimpin
haruslah laki-laki, maka pemimpin Reischauer adalah laki-laki. Untuk
mencegah perebutan kekuasaan, maka putra pertama yang lahir adalah Putra
Mahkota Kerajaan Aqnetta sekaligus calon pemimpin tertinggi Reischauer.”
“Bila tidak ada pemberontak itu, maka tidak akan pernah ada Reischauer
dan tidak seorang pun yang tahu bahwa Perwira Muda yang saat itu menjadi
pusat perhatian tiap orang adalah seorang gadis. Dan semua ini ada
hubungannya dengan Raja Kerajaan Skyvarrna yang hidup tiga ratus tahun
lalu, pada saat munculnya pemberontakan di Kerajaan Aqnetta, Raja Geroge
VIII.”
Illyvare mendengar desahan terkejut Elleinder tetapi ia tetap
melanjutkan.
“Dari hasil penyelidikan terhadap para pemberontak itu diketahui mereka
mendapat pasokan senjata dari Kerajaan Skyvarrna. Diketahui pula Raja
Geroge VIII bermaksud memanfaatkan keberadaan pemberontak itu untuk
menguasai Kerajaan Aqnetta. Namun sayang setelah membantu
mengembangkan markas Kirshcaverish selama dua tahun lebih dan dengan
biaya yang tidak sedikit, pemberontakan itu berhasil digagalkan.”
Elleinder dapat mengerti apa yang berada di pikiran leluhurnya itu
hingga melakukan hal selicik ini.

143
Ketangguhan Kerajaan Aqnetta bukan lagi rahasia sejak kerajaan itu
didirikan tetapi itu tidak berarti melemahkan keinginan Raja Geroge VIII untuk
menguasai Kerajaan Aqnetta yang sejak beratus-ratus tahun lalu menjadi
incaran kerajaan-kerajaan besar.
Raja Geroge VIII mengira dengan menghasut pemberontak itu dan
memberi bantuan senjata pada mereka, ia akan dengan mudah menguasai
Kerajaan Aqnetta. Di saat Kirshcaverish melakukan pemberontakan mereka,
Raja Geroge VIII bermaksud mengirimkan bala bantuan untuk Kirshcaverish.
Tetapi bukan berarti ia akan membantu begitu saja. Setelah berhasil
menggulingkan Raja, ia akan memukul balik Kirshcaverish dan menguasai
Kerajaan Aqnetta.
Sayang, rencana besar yang hampir berhasil itu gagal karena adanya
seorang Perwira Muda Kerajaan Aqnetta yang cantik. Kakyu, demikian nama
Perwira itu. Seperti arti namanya, ia adalah bola api. Bola api yang membakar
habis seluruh markas Kirshcaverish di Hutan Naullie. Sendirian ia menyusup ke
hutan itu dan ia pula yang memanahkan panah api ke markas Kirshcaverish.
Putri bola api itu menyelamatkan Kerajaan Aqnetta dari pemberontakan.
Ia kemudian menikah dengan Reinald.
Peristiwa ini sebenarnya sudah merupakan alasan yang cukup untuk
menyerang Kerajaan Skyvarrna. Tetapi Ratu Kakyu tidak mau melakukannya.
Raja Reinald juga sependapat dengan istrinya. Peperangan dengan Kerajaan
Skyvarrna hanya akan membuat rakyat menderita.
Bahkan Raja Reinald bersikap seolah-olah Raja Geroge VIII tidak pernah
membantu Kirshcaverish melakukan pemberontakan. Ia menjalin hubungan
baik dengan Kerajaan Skyvarrna. Dan melarang setiap orang menyebarkan hal
ini pada siapapun.
Sejak itu tidak seorangpun di luar Istana yang tahu ada siapa dibalik
Kirshcaverish. Hal ini telah menjadi rahasia Raja Reinald dan Ratu Kakyu hingga
kini. Bahkan Raja Leland tidak tahu bahwa di masa lalu Kerajaan Skyvarrna
pernah mencoba menguasai Kerajaan Aqnetta.
Illyvare juga takkan pernah mengetahuinya bila ia tidak secara tidak
sengaja menemukan laporan penyelidikan Kirshcaverish yang dibuat oleh Ratu
Kakyu di Perpustakaan Istana.
Dari situ Illyvare mengetahui bahwa ketika keberadaan Kirshcaverish
diketahui, tidak seorangpun di luar Istana yang mengetahuinya. Ratu Kakyu

144
yang saat itu masih seorang Perwira Muda melarang menyarankan untuk tidak
memberitahu rakyat. Ia khawatir hal itu akan membuat setiap orang panik.
Rakyat Kerajaan Aqnetta baru mengetahui adanya sekelompok
pemberontak di Hutan Naullie ketika pemimpin pemberontak itu ditangkap.
Saat itu pula mereka juga baru tahu bahwa Perwira Muda yang selama ini
menjadi pujaan setiap wanita di Kerajaan Aqnetta adalah seorang gadis.
Perwira Kakyu yang saat itu baru delapan belas tahun telah menjadi
seorang Kepala Pengawal Istana. Ketangguhannya telah diakui Raja sejak ia
masih lima belas tahun. Ketangguhannya itu diperolehnya dari seorang Jepang
yang tinggal di rumahnya sejak ia lahir, Kenichi.
Kenichi adalah seorang ninja. Ia menurunkan ilmunya itu pada Ratu
Kakyu sejak ia masih kecil. Setelah menikah, Ratu Kakyu mulai berpikir
pentingnya pasukan rahasia bagi Kerajaan Aqnetta. Ia pun membentuk
Reischauer. Kepada merekalah Ratu Kakyu menurunkan ilmunya.
Elleinder termangu-mangu mendengar cerita Illyvare itu. Cara Illyvare
mengatakan campur tangan leluhurnya dalam pemberotakan itu menunjukkan
hal itu tidak berarti apa-apa. Gadis itu mengucapkannya dengan tenang dan
perlahan. Dalam suaranya yang merdu tidak terdapat nada marah atau pun
dendam.
Tetapi Elleinder tetap merasa bersalah atas kelicikan leluhurnya dan ia
berterima kasih pada kebijaksanaan Raja Reinald yang memutuskan untuk
tidak menyerang Kerajaan Skyvarrna. Andaikan itu terjadi, Elleinder yakin
Kerajaan Skyvarrna tidak akan selamat. Dan saat ini tidak akan ada Kerajaan
Skyvarrna.
“Ijinkanlah aku atas nama leluhurku meminta maaf atas semua
tindakannya yang licik itu.”
Illyvare memandang Elleinder. “Semua telah dimaafkan tiga ratus tahun
lalu,” kata gadis itu singkat tetapi cukup menghibur Elleinder.
Andaikan Raja Leland mengetahuinya juga, Elleinder dapat memastikan
ia tidak akan menerima lamarannya pada putrinya. Elleinder sangat bersyukur
Illyvare tidak mengatakan apa-apa pada ayahnya.
“Biarkan apa yang mereka rahasiakan ini terus menjadi rahasia,” kata
Illyvare ketika mengetahui apa yang dipikirkan Elleinder.
Tiba-tiba Elleinder tertawa geli. “Kurasa Nissha benar. Engkau selalu
dapat mengetahui apa yang orang lain rasakan. Tetapi ada yang terasa ganjil

145
bagiku. Kalau seorang Putra Mahkota Kerajaan Aqnetta selalu laki-laki,
mengapa…” Elleinder tiba-tiba ragu-ragu melanjutkan.
“Aku menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta?” sambung Illyvare.
Kembali Elleinder melihat pandangan jauh Illyvare.
“Langit tidak berbatas, kita tidak akan pernah tahu di mana batasnya,”
kata Illyvare.
“Apakah engkau bermaksud mengatakan engkau tidak tahu kalau engkau
ternyata menjadi Ratu Kerajaan Aqnetta?”
“Kalau Calf menjadi seorang Raja, itu tidak mungkin. Seorang Raja
Kerajaan Aqnetta adalah pemimpin Reischauer. Dan untuk menjadi pemimpin
Reischauer, ia harus dididik sejak lahir. Calf tidak mendapatkan itu. Tidak
pernah terjadi seorang Raja tidak memiliki anak laki-laki. Sejak dulu aku adalah
Putri Mahkota dan hingga aku mempunyai anak laki-laki, ayahanda akan tetap
menjadi pemimpin Reischauer. Hanya itu cara yang aman.”
Sejak kematian kakaknya, Illyvare sudah tahu kelak ia akan menjadi Ratu
Kerajaan Aqnetta. Tetapi ayahnya lebih suka mengakui Calf sebagai calon
penggantinya. Raja Leland juga Calf mempunyai niat menikahkan Calf dengan
Illyvare sehingga kedudukan Calf sebagai Raja akan menjadi kuat di hadapan
rakyat.
Tidak seorangpun tahu rencana mereka selain Illyvare. Tetapi Illyvare
tidak pernah mengatakannya pada siapa pun. Ia juga tidak berniat
memberitahukan rencana ayahnya itu pada Elleinder.
Bila Elleinder tidak melamarnya, sekarang atau mungkin tak lama lagi ia
menjadi istri Calf. Tetapi sekarang ia telah menjadi istri Elleinder.
“Aku merasa tidak adil, Illyvare,” kata Elleinder bersalah, “Aku telah
mengetahui masa kecilmu tetapi engkau tidak mengetahui apa pun tentang
diriku. Aku ingin menceritakannya padamu tetapi kupikir engkau pasti telah
mengetahuinya.”
Illyvare hanya mengangkat bahunya.
“Aku tidak menghafalkan semua buku perpustakaan seperti yang
kaulakukan. Aku yakin engkau telah mengetahui semua hal di dunia ini dan
semua bahasa engkau ketahui. Engkau memiliki apa yang orang lain inginkan.
Engkau peri cantik yang serba tahu.”
Illyvare menyembunyikan wajah di dada Elleinder dan bergumam lirih,
“Aku tidak memiliki kebebasan.”

146
Illyvare terkejut ketika Elleinder tiba-tiba melepaskannya. Tanpa
disadarinya, tangannya telah mencengkeram lengan Elleinder kuat-kuat.
Elleinder tersenyum pada Illyvare dan berkata, “Aku tidak akan
meninggalkanmu. Aku hanya ingin menyelimutimu. Engkau tidak mau
kedinginan, bukan?”
Illyvare melepaskan lengan Elleinder. Tangannya berganti mencengkeram
baju Elleinder. Illyvare masih takut ditinggalkan sendiri. Gadis itu diam saja
ketika Elleinder menarik selimut ke atas tubuh mereka berdua.
Ketika Elleinder kembali berbaring di sampingnya, Illyvare melepaskan
baju pria itu dan kembali memegang tangannya.
Tangan Elleinder melepaskan pegangan Illyvare dan memeluk gadis itu.
“Tidurlah,” bisiknya lembut, “Hari ini engkau mengalami banyak kejutan dan
sekarang saatnya untuk tidur dan melupakannya. Aku akan menjagamu
sepanjang malam. Aku akan terus memelukmu seperti ini agar engkau tahu
aku selalu ada di sisimu.”
Di dalam pelukannya, Elleinder merasakan kepala Illyvare bersandar
lemah di dadanya dan perlahan-lahan gadis itu memasuki alam mimpinya.
Ketika ia yakin gadis itu telah tertidur, Elleinder juga berharap dapat
tertidur. Tetapi sang dewa mimpi tidak mengijinkannya. Elleinder sama sekali
tidak merasa mengantuk.
Berbagai macam kejadian hari ini terlintas kembali di benaknya.
Perlahan-lahan Elleinder meletakkan kepala Illyvare di bantal dan
menyandarkan punggung di tepi ranjang yang tinggi di belakangnya.
Tangannya terus memeluk Illyvare dan merasakan nafas lembut Illyvare yang
teratur.
Hari ini Elleinder telah melihat wajah di balik topeng Illyvare. Hari ini
Illyvare telah menunjukkan jiwa manusianya yang lain. Di waktu lalu ia melihat
Illyvare yang sedang tertawa bahagia. Hari ini wajah yang penuh ketakutan.
Di balik topeng tenangnya yang dingin, Illyvare menyimpan semua
perasaannya. Apakah perasaan itu akan cepat hilang seperti ketika mereka
berada di Panti Carmell?
Saat meninggalkan Panti Carmell, Illyvare kembali menjadi gadis yang
tenang dan pendiam. Elleinder tidak ingin besok pagi Illyvare kembali menjadi
peri bertopeng. Tetapi bagaimana cara membuat Illyvare melepaskan topeng
itu untuk selama-lamanya, Elleinder tidak tahu.

147
Tiba-tiba Illyvare bergerak semakin merapatkan dirinya. Gadis itu seolah-
olah ketakutan dan berusaha mencari keamanan dalam pelukan Elleinder.
“Engkau memang selalu serba tahu,” gumam Elleinder geli, “Saat
tidurpun engkau tahu aku tidak berbaring di sisimu.”
Elleinder mencium dahi Illyvare dan kembali berbaring di samping gadis
itu. Elleinder tersenyum ketika dalam tidurnya, Illyvare memeluknya. Sekali lagi
Elleinder mencium dahi Illyvare lalu mencoba melupakan semua kerisauan
pikirannya dan membiarkan dewa mimpi membuainya.
Pagi harinya ketika Elleinder terbangun, Elleinder melihat Illyvare tidak
ada. Elleinder meloncat duduk karena kagetnya.
“Di mana Illyvare?” tanyanya panik.
Elleinder mencoba menenangkan diri dan memikirkan tempat yang
paling mungkin didatangi Illyvare sepagi ini.
Teringat oleh Elleinder kebiasaan Illyvare bila ia mempunyai waktu luang.
Gadis itu selalu berada di taman bunga Istana. Setiap ada waktu senggang,
Illyvare menyibukkan diri untuk merawat bunga-bunga itu.
Elleinder bergegas turun mencari Illyvare.

-----0-----

Illyvare terbangun. Ia tidak tahu apa yang membuatnya terbangun.


Illyvare merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya. Teringat kembali
olehnya peristiwa tadi malam yang membuat Elleinder tidur bersamanya.
Pipi Illyvare memerah malu. Ditatapnya Elleinder yang terus tidur tanpa
merasa terganggu oleh bangunnya Illyvare.
Semalaman ia terus memeluk Illyvare dan sama sekali tidak melakukan
yang lain selain itu. Illyvare percaya pria itu melakukan kata-katanya.
Tiba-tiba tercium oleh Illyvare bau wangi bunga. Illyvare merasa bunga-
bunga di bawah sana memanggilnya.
Perlahan-lahan ia melepaskan diri dari pelukan Elleinder dan
meninggalkan tempat tidur.
Ketika melihat bayangan dirinya di cermin, wajah Illyvare kembali
memerah. Ketika semalam tidur di samping Elleinder, ia sama sekali tidak
sadar ia mengenakan gaun tidur sutra lembut yang menempel di tubuhnya dan
menunjukkan bentuk tubuhnya yang sempurna.

148
Ketika tercium kembali wangi bunga di taman, Illyvare merasa bunga-
bunga itu tidak sabar menantinya. Ia bergegas meraih mantel panjangnya dan
menuju taman.
Illyvare terpesona melihat taman bunga itu. Ia tidak tahu apa yang
membuat taman bunga itu tampak lebih indah dari biasanya. Hatinya yang
sedang diselimuti kebahagiaan cinta ataukah karena bunga-bunga itu sedang
tersenyum padanya.
Illyvare merasa kedua hal itulah sebabnya. Bunga-bunga di sekitarnya
memberikan senyuman mereka yang paling indah dan ikut merasakan
kebahagiaan Illyvare. Mereka menunjukkan warna-warni mereka yang
cemerlang walau saat ini musim dingin semakin dekat.
Tengah Illyvare sibuk merasakan sapaan bebungaan itu, ia merasa
seseorang berada di dekatnya dan memandangnya.
Illyvare membalikkan badan dan melihat Elleinder sedang tersenyum
padanya sambil merentangkan kedua tangannya.
Seolah-olah terpanggil, Illyvare berlari menjatuhkan diri di pelukan
Elleinder.
“Aku senang dapat menemukanmu. Kupikir engkau hilang lagi. Kalau
engkau benar-benar hilang, aku takkan tahu harus berbuat apa. Aku senang
dapat memelukmu lagi, cintaku.”
Elleinder merasakan tubuh Illyvare tiba-tiba menegang. Elleinder merasa
tidak ada lagi yang perlu dirahasiakan.
“Aku mencintaimu, Illyvare,” Elleinder memberikan pengakuannya
dengan lembut, “Kukira aku telah merasakannya ketika aku melihatmu di
upacara pernikahan kita. Aku baru yakin ketika di kapal engkau tiba-tiba sakit.
Saat itu aku ingin segera mencapai daratan. Aku tidak memikirkan kerusakan
kapal. Yang kuinginkan hanya engkau segera sembuh. Dan ketika aku
menjagaimu siang itu, aku semakin yakin pada perasaanku.”
Illyvare terus menatap Elleinder tanpa mengatakan apa-apa.
“Engkau tidak perlu terganggu dengan cintaku, Illyvare. Aku tidak ingin
engkau merasa terganggu, aku hanya ingin membuatmu merasakan besarnya
cintaku padamu. Dan kelak aku berharap, aku berhasil membuatmu
mencintaiku seperti aku mencintaimu.”
Elleinder melihat air mata mulai menuruni pipi Illyvare yang halus.
“Mengapa engkau menangis, sayang?” tanyanya lembut sambil menghapus air
mata itu dari wajah Illyvare.
149
Illyvare mengangkat bahunya. “Aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini
aku jadi mudah menangis. Aku terlihat cengeng.”
“Tidak,” bisik Elleinder lembut, “Engkau gadis yang paling tenang yang
pernah kutemui.”
“Juga membosankan,” sahut Illyvare.
“Membosankan kalau engkau terus diam dan tenang,” Elleinder
menyetujui, “Tetapi dengan sikap tenang dan diammu itu, engkau menjadi
semakin menarik. Engkau seperti menjadi bagian dari alam ini dan
membuatmu tampak penuh misteri dan mistik. Engkau seperti peri mungil
yang selalu bersinar di hatiku, Illyvare.”
Illyvare tersenyum bahagia dan memeluk Elleinder.
Elleinder terkejut ketika mendapatkan pelukan tiba-tiba yang tak
diduganya itu.
“Engkau tidak perlu membuatku jatuh cinta, Elleinder. Tidak perlu karena
aku telah mencintaimu. Aku sangat mencintaimu hingga aku merasa tidak
sanggup menahannya lebih lama lagi.”
Elleinder tersenyum bahagia kemudian mencium Illyvare dengan penuh
perasaan cinta.
Untuk pertama kalinya bibir Illyvare melembut dan menerima ciuman itu.
Seluruh topeng dingin Illyvare seolah-olah terlepas dan membuat gadis itu
menunjukkan semua cintanya lewat hatinya dan ciuman-ciumannya.
Tiba-tiba Elleinder menjauhkan bibirnya dari bibir Illyvare yang terbuka
dan seperti mengundang itu.
“Pagi ini udara sangat dingin. Tidak baik untukmu kalau aku membuatmu
terus berada di sini. Sebaiknya engkau kembali ke kamarmu dan berganti baju.
Setelah sarapan, aku akan mengajakmu pergi berjalan-jalan. Hanya kita berdua
tanpa orang lain.”
Illyvare memandang Elleinder dengan cemas.
“Aku membatalkan semua kegiatan kita untuk hari ini. Mereka pasti
mengerti kalau aku ingin menghabiskan hari ini hanya dengan istriku yang
tercinta.” Elleinder kembali mencium Illyvare dan berkata, “Kali ini aku akan
mengantarmu ke kamarmu dan memastikan engkau tidak pergi
meninggalkanku lagi.”
“Aku tidak bermaksud pergi,” Illyvare membela diri tetapi Elleinder tidak
mendengarkannya. Pria itu mengangkat tubuh Illyvare dan mengantarkannya
sampai di kamar.
150
Seperti yang dikatakan Elleinder, seusai sarapan seekor kuda telah
menanti di depan pintu masuk.
Nissha membawakan mereka sekeranjang besar makanan. Ketika
memberikannya pada Illyvare, wanita tua itu berkata, “Kalian belum pernah
berpiknik bersama. Sekarang saat yang tepat. Angin musim gugur yang sejuk.
Daun-daun yang berguguran. Sinar matahari yang hangat. Semua itu akan
membuat suasana jadi romantis.”
Nissha tersenyum bahagia kemudian melepaskan Illyvare ke dalam
pelukan Elleinder yang segera membimbing gadis itu ke kuda yang telah
menanti mereka.
Illyvare kebingungan melihat kuda itu.
“Kita akan berkuda,” Elleinder memberikan penjelasan singkat kemudian
menaikkan Illyvare ke punggung kuda.
“Suatu hari nanti aku akan mengajarimu menunggang kuda,” kata
Elleinder ketika mereka mulai meninggalkan Istana Qringvassein.
“Tidak perlu,” kata Illyvare tenang, “Aku lebih suka seperti ini.” Illyvare
menyandarkan badan di tubuh Elleinder.
“Aku merasa dibohongi, Illyvare,” kata Elleinder. Elleinder melihat
senyum tipis di wajah Illyvare yang tenang itu dan melanjutkan, “Tetapi tidak
apa-apa karena aku juga suka berjalan-jalan seperti ini.”
Elleinder mempererat pelukan sebelah tangannya di pinggang Illyvare.
Pagi ini ia telah menyadari satu hal. Nissha benar, Illyvare tidak dingin
dan tidak mengenakan topeng apa pun. Illyvare adalah gadis yang tenang
namun memiliki hati yang sangat lembut. Di balik sikap tenang dan
pendiamnya, ia menyimpan semua perasaannya. Hanya pada saat tertentu
saja ia menunjukkannya. Seperti pada saat yang penting saja, Illyvare baru
berbicara panjang lebar.
Tetapi Elleinder tidak merasa kecewa. Seperti yang dikatakannya, itulah
yang membuat Illyvare seperti berada di dalam dunia perinya yang penuh
keajaiban dan misteri. Itulah yang membuat perinya semakin berbeda dari peri
yang lain. Elleinder mencintai perinya itu melebihi apa pun di dunia ini.
Seperti yang dikatakan Arwain, ia telah berjudi dan ia mendapatkan lebih
dari harapannya. Elleinder mendapatkan hati perinya yang cantik dan
mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah terbayang dalam hidupnya.
Elleinder mempererat pelukannya dan terus melangkah menapaki jalan
kehidupan mereka yang baru.
151
Langit sedemikian luasnya dan kita tidak tahu dan tidak dapat
menentukan di mana ujungnya.
Masa depan tak terbatas dan kita tidak tahu di mana kita akan
melangkah di mana kita akan berhenti. Tetapi masa depan itu ada dan kita
harus terus menjalaninya dengan segala cinta dan harapan.

152
Epilog

“Aku merasa engkau sedang berbohong padaku, Illyvare,” gerutu


Elleinder ketika istrinya memaksanya duduk diam di Ruang Rekreasi Istana
Vezuza.
Illyvare tersenyum dan berkata tenang, “Tidak ada yang kusembunyikan
padamu.”
“Aku juga belum mendapat penjelasan mengapa engkau tiba-tiba pulang
tanpa memberitahu lebih dulu?” Raja Leland mengingatkan.
“Saya ingin menunjukkan bakti saya pada Anda, Ayahanda.”
“Dengan pulang tiba-tiba dan memaksa kami duduk diam sementara
engkau berputar-putar ke sana kemari seperti kicir angin?” gerutu Raja Leland.
Illyvare diam saja.
Elleinder tersenyum. Seperti itulah perinya. Selalu diam bila merasa tidak
perlu mengatakan apa pun.
Gadis itu sibuk membantu para pelayan menata makanan di meja
ruangan itu.
Elleinder terus memperhatikan punggung istinya itu.
“Sebenarnya apa yang sedang direncanakannya?” tanya Raja Leland
tiba-tiba.
“Saya tidak tahu. Ia juga tidak mengatakannya pada saya.”
“Makan malam sudah siap,” kata Illyvare melaporkan. Illyvare mendekati
Elleinder dan menariknya berdiri lalu beralih pada ayahnya.
“Apa yang membuatmu berubah sejauh ini?” tanya Raja Leland heran.
“Tidak ada,” jawab Illyvare tenang. Namun di matanya Elleinder melihat
gadis itu menyembunyikan sesuatu. Illyvare tahu yang dipikirkan Elleinder dan
berkata, “Mari makan malam telah menanti kita.”
Illyvare memeluk lengan Elleinder di tangan kanannya dan memeluk
lengan ayahnya di tangan kirinya.
“Apa yang membuatmu berubah?” tanya Elleinder keheranan.
“Tidak ada,” jawab Illyvare tenang, “Aku hanya senang dapat pulang di
malam Natal dan makan malam bersama keluargaku.”

153
Raja Leland tiba-tiba berhenti dan berkata tegas, “Sebelum engkau
mengatakan apa yang kaurencanakan dari kami, aku tidak mau makan.”
Elleinder melihat Raja Leland menatapnya dan berharap ia melakukan hal
yang sama. “Aku juga tidak mau makan bersamamu kalau engkau tidak
mengatakan apa yang sedang kaurencanakan.”
“Aku tidak merencanakan apa-apa,” kata Illyvare tenang, “Ayo kita
makan.”
“Aku tidak mau, sayang. Engkau harus mengatakan dulu apa yang
kausembunyikan dari kami,” kata Elleinder bersikeras.
“Tidak seorangpun yang mau makan bila engkau tetap
menyembunyikannya,” tambah Raja Leland tegas.
“Aku tidak merencanakan apa pun,” kata Illyvare merajuk, “Sungguh.”
“Katakan padaku, sayang, apa yang kausembunyikan dari kami,” bujuk
Elleinder lembut, “Atau tidak ada makan malam bersama di malam Natal ini.”
Illyvare menatap kedua pria yang disayanginya itu bergantian. “Kalian
jahat,” katanya semakin merajuk.
“Ayolah katakan,” bujuk Elleinder.
Untuk kesekian kalinya Illyvare mendengar perkataan, “Kalau engkau
tidak mengatakannya, kami tidak mau makan.”
Illyvare memandang kesal ayahnya lalu Elleinder dan berkata, “Baiklah.
Aku memang menyembunyikan sesuatu tetapi aku ingin memberikannya
tengah malam nanti. Aku ingin memberi kalian hadiah Natal yang paling indah
dalam hidup kalian.”
“Katakan saja sekarang,” desak Raja Leland, “Aku tidak akan mau
membuka mata sampai tengah malam. Setelah menyantap semua makanan
enak yang kausediakan itu, aku tidak yakin dapat membuka mata.”
“Semua makanan itu membangkitkan selera makanku. Aku tidak tahu
apakah aku bisa tetap terjaga sampai tengah malam bila aku sudah
kekenyangan,” timpal Elleinder.
“Kalian jahat,” kata Illyvare kekanak-kanakan, “Aku benci kalian kalau
kalian melakukan itu.”
“Karena itu beritahu kami sekarang,” bujuk Elleinder.
“Baiklah,” kata Illyvare menyerah. Tetapi gadis itu tidak mau
memberitahu begitu saja, ia memberikan teka-teki, “Aku sekarang tidak
sendirian lagi. Ke mana-mana aku selalu ditemani olehnya. Ke manapun.”
“Apa yang hendak kaukatakan itu?” tanya Raja Leland keheranan.
154
Illyvare melihat Elleinder tetapi pria itu tidak menunjukkan ia juga tahu
apa yang dimaksudkan Illyvare. “Apakah engkau ingin mengatakan aku selalu
menemanimu?” tanya Elleinder.
“Bukan,” rujuk Illyvare kesal, “Sekarang aku berbadan dua!”
“Apa!?” kedua pria itu bertanya tak percaya. Mereka saling
berpandangan dan saling bertanya, “Apakah itu benar?”
“Saya tidak tahu. Ia tidak memberitahu saya,” kata Elleinder lalu ia
menatap Raja Leland.
“Aku juga tidak tahu. Ia juga tidak memberitahuku,” kata Raja Leland.
Kedua pria itu kembali menatap Illyvare.
Illyvare kesal melihat tatapan tidak percaya itu. “Benar, aku hamil,”
katanya kesal.
Tiba-tiba Elleinder memeluk Illyvare dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
“Aku senang sekali mendengarnya, Illyvare.”
“Kapan engkau mengetahuinya?” tanya Raja Leland yang masih tidak
percaya.
“Awal bulan ini,” jawab Illyvare.
“Mengapa engkau tidak memberitahuku?” tanya Elleinder.
“Aku sudah mengatakannya. Aku ingin memberi kalian hadiah Natal yang
paling indah dalam hidup kalian,” kata Illyvare manja.
“Pantas saja sikapmu akhir-akhir ini menjadi lebih manja,” gumam
Elleinder.
Raja Leland mendengar gumaman itu dan menyahut, “Pasti engkau
mengandung anak laki-laki, Illyvare.”
Elleinder menurunkan Illyvare dan bertanya, “Maksud Anda?”
“Konon ketika Ratu Kakyu mengandung putra pertamanya, ia menjadi
lebih manja dan lebih mudah tersinggung, seperti Illyvare saat ini. Sejak itu
setiap Putri Kerajaan Aqnetta yang sedang mengandung anak laki-laki selalu
menjadi lebih manja dan lebih mudah tersinggung terlebih ketika dalam bulan-
bulan pertama kandungannya,” Illyvare memberi penjelasan.
“Pasti anak dalam kandunganmu itu laki-laki,” kata Raja Leland senang,
“Aku akan punya cucu laki-laki.”
Raja Leland menarik Illyvare ke meja dan memberikan banyak makanan
ke piring gadis itu.
Tidak ada ruginya Illyvare memberikan hadiah Natalnya saat ini karena
kedua pria itu sangat senang sehingga mereka tetap terjaga hingga pagi.
155
Mereka yang semula mengatakan tidak mau membuka mata sampai tengah
malam, membuat Illyvare merasa lelah dan mengantuk tetapi mereka tidak
mengijinkan Illyvare tertidur.
Elleinder berusaha membuat gadis itu terjaga dengan menyuruhnya
mengenalkan leluhur-leluhurnya.
Illyvare membawa Elleinder ke Galeri Keluarga di mana di tempat itu
terdapat lukisan seluruh keluarga Kerajaan Aqnetta dan harta pusaka mereka.
Ketika mereka tiba di depan lukisan Ratu Kakyu, Illyvare berkata, “Inilah
Ratu Kakyu. Di cantik sekali. Aku selalu mengaguminya.”
“Tetapi ia tidak secantik engkau,” kata Elleinder.
Lalu Illyvare membawa Elleinder ke lukisan kakaknya. “Ini kakakku. Ia
mirip sekali dengan Ratu Kakyu.”
Seorang gadis dalam lukisan itu memandang penuh semangat ke
sekitarnya. Wajahnya menunjukkan semangatnya yang tinggi. Rambut
merahnya bersinar terang. Gadis cantik itu tampak bersinar.
“Engkau benar. Ia lebih terlihat bersinar daripada siapa pun. Aku tidak
heran engkau mengatakan ia lebih cantik darimu. Tetapi aku tetap merasa
engkau yang paling cantik,” kata Elleinder. “Yang membuatku heran dan tidak
percaya sampai saat ini adalah bahwa engkau hamil.”
“Aku benar-benar hamil,” rujuk Illyvare kesal.
“Tetapi engkau masih sangat muda.”
“Engkau tidak senang aku hamil,” Illyvare menunjukkan rasa tidak
senangnya.
“Aku senang, sangat senang, tetapi…”
Illyvare menutup mulut Elleinder dan berbisik, “Tidak ada tetapi.
Sekarang engkau tahu engkau akan punya anak.”
Elleinder sangat senang ketika sembilan bulan kemudian Illyvare
melahirkan putranya yang gemuk. Setelah menanti cukup lama dalam
kecemasan di depan kamar, akhirnya ia mendengar tangis bayi. Tak lama
kemudian Nissha muncul dengan bayi yang sehat.
Elleinder ingin menggendong putranya tetapi ia sudah keduluan kakek si
bayi. Elleinder mengalah dan ia masuk untuk melihat keadaan Illyvare.
Kebahagiaan yang dirasakan Elleinder saat melihat Illyvare yang duduk
bersandar di ranjang dengan keringat bercucuran tak terkatakan. Ia duduk di
samping istrinya dan berkata, “Engkau ibu tercantik yang pernah kulihat.”
“Dan engkau akan menjadi seorang ayah yang paling bahagia.”
156
“Tetapi saat ini aku tidak bahagia. Anakku direbut kakeknya.”
Illyvare tersenyum geli melihat ayahnya mengangkat tinggi-tinggi bayi
laki-laki yang baru lahir itu.
“Engkau akan menjadi penerusku,” kata Raja Leland senang, “Aku akan
mendidikmu menjadi pemimpin Reischauer yang paling hebat.”
“Kurasa kita harus siap menyerahkan dia ke dalam asuhan ayahku,” kata
Illyvare.
“Aku pikir juga demikian.”
Tiba-tiba bayi itu menangis.
Nissha cepat-cepat mengambilnya dari Raja Leland. “Mungkin ia ingin
bertemu ayahnya,” katanya ketika mengambil bayi itu.
Illyvare menerima bayinya dari Nissha.
“Ia bayi yang cantik.”
Illyvare melihat tubuh mungil itu.
Elleinder tertawa geli. “Baiklah, ia bayi yang tampan.”
“Aku kalah dengan kalian. Si kecil lebih senang bersama kalian.”
“Jangan berkata seperti itu. Kelak ia akan menyayangi Anda pula,
Ayahanda,” hibur Illyvare. “Ia akan mencintai kedua kerajaan ini.”
“Ia akan menjadi cucu kesayanganku.”
“Kesayangan kita semua sampai anak berikutnya lahir,” sahut Illyvare
sambil tersenyum.
Mereka setuju dan senang mendengarnya.
Elleinder melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Illyvare dan
dengan mesra ia menatap wajah bayi mungilnya yang sedang tidur dengan
nyenyak di pelukan ibunya. “Aku akan menantikan kehadiran bayi yang lain,”
bisiknya.

157

You might also like