You are on page 1of 4

BAB III HELLENISME

A. Latar Belakang Lahirnya Hellenisme Alexander seperti yang kita ketahui bersama adalah murid Aristoteles sang bijak yang menguasai hampir tiga benua mulai Eropa, Afrika dan Asia. Raja Macedonia ini memulai ekpansinya dengan menaklukkan Afrika Utara. Setelah memperbaiki struktur pemerintahan setempat Alexander melanjutkan ekspedisinya dengan menghancurkan Kerajaan Persia sehingga Babilonia dikuasai tanpa adanya perusakan dan tindakan vandalisme. Beliau kemudian melanjutkan ekspansinya hingga ke India dimana penaklukan India tidak disertai dengan penjajahan. Karena balatentaranya mengalami kelelahan, akhirnya Alexander memulangkan seluruh pasukannya dari India menuju Babilonia. Di daerah Babilonia inilah (menurut catatan sejarah di wilayah Susa) Alexander membuat suatu keputusan misterius, yaitu memerintahkan perwiranya untuk mengawini orang-orang Asia. Lebih lanjut Alexander akhirnya membangun suatu budaya baru yaitu Hellenisme.

B. Pengertian Hellenisme Istilah Hellenisme adalah istilah modern yang diambil dari bahasa Yunani kuno hellenizein yang berarti berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani (to speak or make Greek).

Helenisme Secara Umum: kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia Kecil, Syiria, Mesopotamia, dan Mesir yang lebih tua.

C. Rentang Waktu Masa Hellenis Lama periode ini kurang lebih 300 tahun, yaitu mulai 323 SM (Masa Alexander Agung atau Meninggalnya Aristoteles) hingga 20 SM (Berkembangnya Agama Kresten atau Jaman Philo).

D. Tentang Hellenisme Budaya helenisme adalah akulturasi budaya Asia dengan budaya Yunani. Budaya campuran ini membuat masing-masing ras tidak merasa paling unggul. Sehingga ada semacam toleransi antar sesama suku bangsa. Bandingkan dengan pandangan orang-orang Yunani saat itu yang masih menganggap rasnya paling unggul. Betapa luhur budi pekerti Raja Alexander sepanjang masa itu. Saat orangorang kebanyakan menganggap ras nenek moyangnya lebih baik dan menganggap orang lain disebut sebagai barbar yang harus diperangi, maka Alexander betul-betul menunjukkan pribadi sebagai seorang pemimpin umat manusia dibanding sebagai pemimpin ras. Beberapa bukti pencampuran kebudayaan ini adalah: 1. Pemujaan kepada Hajra Aswat, kepada batu hitam pecahan meteorit yang memang telah berabad-abad sebelum Nabi Muhammad ada, telah dipuja orang-orang quraish.

2. Masuknya tokoh-tokoh legenda arab yaitu Suaeb, Hud dan Dzulkifli, tokohtokoh yang tidak pernah disebut dalam taurat asli, tidak dikenal bani israel, dan kemudian ditambah-tambahkan ke cerita taurat asli. SUAEB; DZULKIFLI DAN HUD = SEMAR GARENG PETRUK 3. Legenda muhamet naik bouraq dan muhamet ke tujuh tingkatan surya, modifikasi dari legenda zoroaster, legenda yang telah berabad-abad sebelum Muhammad dikenal orang Persia yang merupakan penganut Zoroaster. 4. Mercusuar yang hingga kini menjadi salah satu keajaiban dunia. Budaya helenisme ini masih berlangsung juga selama Kerajaan Romawi dan mempunyai pusat intelektualnya di tiga kota besar, yaitu Athena, Alexandria (di Mesir) dan Antiochia (di Syria).

E. Aliran Filsafat dan Para Filsuf Zaman ini Ada tiga aliran filsafat yang menonjol dalam zaman Helenisme, yaitu Stoisisme, Epikurisme dan Neo-platonisme. 1. Stoisisme (diajar oleh a.l. Zenon dari Kition, 333-262 S.M.) terutama terkenal karena etikanya. Etika Stoisisme mengajarkan bahwa manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai dengan akal budinya. Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia bertindak secara rasional, kalau ia tidak dikuasai lagi oleh perasaan-perasaannya, maka ia bebas berkat ketenangan batin yang oleh Stoisisme disebut "apatheia". 2. Epikurisme (dari Epikuros, 341-270 S.M) juga terkenal karena etikanya. Epikurisme mengajar bahwa manusia harus mencari kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya. Karena "kita harus

memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita". Manusia harus bijaksana. Dengan cara ini ia akan memperoleh kebebasan batin. 3. Neo-platonisme. Seorang filsuf Mesir, Plotinos (205-270 M.), mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan yang kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan bahwa seluruh kenyataan merupakan suatu proses "emanasi" ("pendleweran") yang berasal dari Yang Esa dan yang kembali ke Yang Esa, berkat "eros": kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dari segala sesuatu.

You might also like