You are on page 1of 6

PERMINTAAN , PENAWARAN DAN TRANSMISI VERTIKAL HARGA BERAS DI INDONESIA 1.

Latar Belakang Mardianto dan Ariani (2004) maupun Masyhuri (2008) menyatakan bahwa beras sebagai makanan pokok utama dan cenderung tunggual di berbagai daerah di Indonesia termasuk daerah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukan beras Ketersediaan pangan khususnya beras dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu : produksi dalam negeri, impor , dan pengelolaan stok. Peningkatan produksi padi diupayakan melalui peningkatan produktivitas dan luas areal panen. Peningkatan produksi padi saat ini masih mengandalkan Pulau Jawa sebagai penghasil utama beras di Indonesia. Menurut Surono dalam Malian, Mardianto, dan Sudi (2004) hambatan utama peningkatan produksi padi di Pulau Jawa disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa lahan pertanian di Pulau Jawa semakin terbatas. Hambatan yang kedua adalah menurunnya kualitas irigasi. Diperlukan pengembangan padi di luar Jawa agar laju pertumbuhan produksi beras tetap dapat dipertahankan Stok beras sebagai salah satu sumber pasokan dimaksudkan untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan beras dalam negeri (anonim, 2008) Manajemen stok merupakan instrument inti dari kebijakan stabilisasi. Pengelolaan stok beras penting dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi fluktuasi harga dan ketersediaan beras dalam negeri. Pemerintah melalui Bulog melakukan pembelian hasil panen petani berdasar harga pembelian pemerintah (HPP) Impor beras merupakan alternative terakhir dalam penyediaan beras dalam negeri. Impor beras diatur sedemikian rupa agar tida merugikan produsen terutama petani skala kecil. Masalah yang menarim adalah motif impor beras di Indonesia, Impor beras dilakukan lebih disebabkan oleh desakan kebutuhan beras dalam negeri atau justru didorong oleh kepentingan bisnis Perberasan di Indonesia tidak terlepas dari masalah fluktuasi harga. Ketidakstabilan harga beras dapat dilihat dari sisi yang berbeda yaitu : (1) ketidakstabilan harga beras karena pengaruh musim (Sawit, 2001 ; Soekartawi dalam Anonim, 2008). (2) Ketidakstabilan antar tahun karena pengaruh iklim seperti kekeringan atau banjir. (3) fluktuasi harga beras domestic juga terkait dengan tingginya fluktuasi harga beras dunia. (4) fluktuasi harga beras sebagai akibat dari tidak teraturnya pasokan beras domestic.

2. Permasalahan Penelitian Fluktuasi harga gabah disebabkan oleh : (1) produksi gabah yang sangat dipengaruhi oleh musim. (2) sebagian besar petani di Indonesia adalah petani dengan skala usaha yang relative lebih kecil yang memiliki posisi tawar yang lemah. (3) keterbatasan kemampuan pembiayaan yang dimiliki petani menyebabkan ketidakmampuan petani untuk melakukan penundaan penjualan gabah Harga gabah seringkali lebih berfluktuasi dibandingkan harga beras. Dengan diberlakukannya kebijakan HPP untuk gabah, maka petani dimungkinkan akan menghadapi resiko fluktuasi harga yang semakin tinggi.

Hubungan kausalitas antara harga gabah dan harga beras seringkali asimetri. Kenaikan harga gabah akan direspon dengan cepat oleh kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Sementara apabila terjadi penurunan harga gabah, maka tidak segera direspon oleh penurunan harga beras di tingkat konsumen. Demikian juga, ketika harga beras naik di tingkat konsumen, maka tidak segera direspon oleh kenaikan harga gabah, sedangkan jika harga beras mengalami penurunan, maka akan cepat direspon dengan penurunan harga gabah. Transmisi harga terkait erat dengan seberapa besar/cepat perubahan harga di suatu tempat/tingkat/pasar diteruskan ke harga di tempat/tingkat/pasar yang lain. Menurut Leuthold dan Hartmann dalam Adiyoga, Fuglie, dan Suherman (2006) jika pasar menggunakan harga yang lalu secara tepat dalam penentuan harga pada saat ini maka sistem pemasaran yang berlaku dapat dikategorikan efisien. Untuk melakukan analisis transmisi harga diperlukan beberapa tahapan analisis (adanya integrasi, adanya hubungan kausalitas, dan adanya transisi harga asimetri (THA)

3. Metodologi Penelitian Untuk Fluktuasi Harga Analisis fluktuasi harga ditujukan untuk mengkaji : (1) fluktuasi harga gabah di tingkat petani maupun fluktuasi harga beras eceran. (2) efektivitas kebijakan HPP untuk stabilisasi harga gabah. Menurut Supriyati, Hendiarto, dan Murtiningsih (1998), besarnya bariasi harga antar actual dan harga dasar antar waktu merupakan ukuran stabilitas harga. Metode sederhana yang digunakan untuk melihat variasi harga antar waktu dapat digunakan Variance (V) dan Coefisien Covariance (CV) yang dapat dinyatakan dengan rumus : Sedangkan untuk koefisien variasi dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan : V = Besarnya Varian Pat = Harga Riil pada Waktu t Pa = Harga riil rata-rata CV = Koefisien Variasi SD = Standar Deviasi Berdasar CV maka dapat ditentukan bahwa : 1. Fluktuasi harga. Harga riil gabah lebih berfluktuasi daripada harga rill beras eceran jika CV harga riil gabah lebih besar dari CV harga riil beras eceran. Harga riil beras impor lebih berfluktuasi dari pada harga riil beras eceran jika CV harga riil beras impor lebih besar dari CV harga riil beras eceran. 2. Efektivitas kebijakan harga. Efektifivitas kebijakan HPP dapat dilihat dengan membandingkan CV rasio harga gabah dengan harga gabah yang telah ditetapkan pemerintah antara sebelum dan sesudah penerapan kebijakan HPP.

PEMBAHASAN 1. Permintaan Beras Terdapat beberapa factor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras di Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang. Factor-faktor tersebut yaitu : 1. Harga riil tepung terigu memiliki pengaruh yang positif permintaan beras dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung terigu adalah menjadi substitusi dalam permintaan beras di Indonesia. 2. Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap permintaan beras di wilayah penghasil beras dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Jawa, Sumatera) sedangkan di Sulawesi berpengaruh positif dalam jangka pendek. Hal ini menunjukkan permintaan beras di Indonesia sangat responsive terhadap jumlah penduduk. Peningkatan jumlah usia dewasa yang tinggi akan menyebabkan jumlah permintaan beras akan meningkat dalam jumlah yang relative besar. 3. Pendapatan per kapita. Beberapa penelitian terdahulu seperti Mulyana(1997) dan Tsujii dan Darwanto (2005) menyebutkan bahwa pendapatan per kapita berpengaruh positif terhadap peningkatan permintaan beras, tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa peningkatan pendapatan riil per kapita mempunyai pengaruh yang berbeda antar wilayah terhadap permintaan beras. Menurut Ariani (2004) berdasar data susenas, semakin tinggi pendapatan maka proporsi pengeluaran padi-padian menurun, sementara proporsi pengeluaran untuk pangan hewani meningkat. 4. Rasio jumlah raskin dengan permintaan beras. Dari hasil perhitungan data panel ditemukan bahwa peningkatan rasio jumlah raskin dengan permintaan beras di wilayah penghasil beras (di Indonesia) dan Sumatera dalam jangka pendek akan meningkatkan permintaan beras di wilayah tersebut.

2. Penawaran Beras Untuk penawaran beras dibagi dalam beberapa kategori, yaitu pengadaan beras Bulog, penyaluran beras Bulog, Impor Beras dan penawaran beras. Salah satu fungsi Bulog adalah melaksanakan pengadaan pangan (beras) di dalam negeri dengan tujuan memberikan jaminan harga yang wajar bagi petani dan meningkatkan pendapatan serta menciptakan kesempatan kerja di sector pertanian. Hasil kesimpulan beberapa faktor yang mempengaruhi pengadaan beras Bulog, yaitu : 1. Rasio harga gabah dengan harga gabah yang ditetapkan pemerintah (HDG atau HPP) tidak berpengaruh terhadap pengadaan beras Bulog. 2. Produksi beras dalam negeri sangat responsive dengan pengadaan beras oleh Bulog. Baik dalam jangka pendek maupun panjang. Elastisitas produksi beras terhadap pengadaan beras oleh Bulog dalam jangka pendek lebih besar disbanding jangka panjang karena dalam jangka pendek, produksi beras tergantung oleh musim Penyaluran beras oleh Bulog menjadi bagian dari pengelolaan cadangan beras. Penyaluran Bulog pada masa orde baru ditujukan untuk penyaluran bagi kelompok anggaran, penyaluran untuk stabilisasi harga, dan penyaluran untuk mengantisipasi

keadaan darurat maupun bencana. Hasil kajian mengenai penyaluran beras oleh Bulog yaitu: 1. Harga riil beras eceran maupun jumlah raskin tidak mempengaruhi penyaluran beras Bulog 2. Jumlah penyalurah beras oleh Bulog sangat responsif terhadap jumlah permintaan beras baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 3. Krisis moneter menyebabkan kenaikan jumlah penyaluran beras Bulog dalam persentase yang lebih besar. Impor Beras diharapkan menjadi alternative terakhir dalam penyediaan beras dalam negeri. Kesimpulan mengenai impor beras yang didapatkan berdasar hasil penelitian yaitu: 1. Harga riil beras impor maupun harga paritas impor beras tidak berpengaruh terhadap impor beras di Indonesia 2. Jumlah produksi beras dalam jangka panjang sangat berpengaruh terhadap impor beras di Indonesia. 3. Rasio permintaan beras dengan produksi beras dalam negeri tidak berpengaruh terhadap impor beras di Indonesia. 4. Impor beras di Indonesia sangat responsive terhadap nilai tukar rupiah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 5. Kebijakan mengenai perberasan oleh Pemerintah berpengaruh terhadap impor beras di Indonesia Mengenai penawaran beras. Ada beberap faktor yang mempengaruhi penawaran beras di Indonesia, yaitu: 1. Rasio harga pupuk urea dengan harga beras eceran mempunyai pengaruh negative terhadap penawaran beras di wilayah penghasil beras (di Indonesia) dalam jangka pendek 2. Curah hujan berpengaruh positif terhadap penawaran beras di wilayah penghasil beras (di Indonesia) dalam jangka pendek. 3. Kebijakan HPP berdampak pada peningkatan penawaran beras di Indonesia dan Sumatera dalam jangka panjang. Tetapi jika dikaji lebih lanjut, peningkatan penawaran beras di Sumatera dalam jangka panjang tersebut justru berasal dari jawa. Karena jika dikaitkan dengan harga riil gabah, maka kebijakan HPP justru berdampak pada penuurunan harga rill gabah.

3. Harga Gabah dan Harga Beras Eceran Berdasarkan hasil regresi, harga riil gabah yang ditetapkan pemerintah berpengaruh positif terhadap harga riil gabah yang diterima produsen di Indonesia dalam jangka pendek. Kebijakan HPP gabah berdampak positif terhadap harga riil gabah di Jawa dalam jangka panjang. Sedangkan untuk harga riil beras eceran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Harga riil beras impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga riil beras eceran dalam jangka pendek maupun panjang. 2. Selanjutnya rasio jumlah raskin dengan permintaan beras berpengaruh positif terhadap harga riil beras eceran di Indonesia dalam jangka pendek maupun panjang

4. Fluktuasi Harga dan Efektivitas Harga Pembelian Pemerintah Berdasarkan hasil analisis koefisien variasi (CV) pada periode 1998-2001 pada masa diberlakukan HDG, ditemukan bahwa harga riil gabah bulanan relative lebih stabil daripada harga riil beras eceran kecuali di Provinsi Sumatera Selatan. Lebih stabilnya harga riil gabah daripada harga riil beras eceran pada periode 1998-2001 disebabkan oleh beberapa hal yaitu : (1) Kebijakan HDG telah mampu menstabilkan harga riil gabah. (2) tingginya fluktuasi harga riil beras eceran terjadi karena mulai tahun 1998 Indonesia melakukan liberalisasi impor beras. Sementara pada periode 2002-2008, ketika diberlakukan HPP untuk gabah, harga riil gabah menjadi lebih berfluktuasi daripada harga riil beras eceran. Semakin tingginya fluktuasi harga riil gabah mengindikasika semakin besarnya resiko yang dihadapi petani. Berdasarkan analisis koefisien variasi, Efektifitas kebijakan harga pembelian pemerintah diketahui bahwa HPP untuk gabah berdampak pada peningkatan fluktuasi harga riil gabah. Kebijakan harga gabah sangat diperlukan pada saat harga riil gabah jatuh di bawah harga riil gabah yang ditetapkan. Kebijakan HPP dikatakan efektif menstabilkan harga gabah apabila kebijakan HPP berdampak pada : (1) penurunan fluktuasi rasio harga gabah dengan harga gabah yang ditetapkan pemerintah. (2) peningkatan rata-rata rasio harga gabah dengan harga gabah yang ditetapkan pemerintah. Kebijakan HPP hanya efektif menstabilkan harga gabah di Jawa dan tidak efektif di provinsi Lampung dan Sulawesi Selatan.

5. Kointegrasi Harga Beras Berdasarkan uji kointegrasi diketahui adanya hubungan kointegrasi harga riil beras eceran terhadap harga riil gabah di Provinsi Sumsel, Lampung, Jabar, Jatim, dan Sulut sehingga kenaikan/penurunan harga riil beras eceran akan diikuti oleh kenaikan/penurunan harga riil gabah di provinsi tersebut. Terdapat hubungan kointegrasi antara harga riil gabah terhadap harga riil beras eceran di Provinsi Sumsel, Lampung, Jabar, Jatim, Sulut. Sehingga kenaikan/penurunan harga riil gabah akan diikuti oleh kenaikan/penurunan harga riil beras eceran di provinsi tersebut. Terdapat hubungan kointegrasi antara harga riil beras impor terhadap harga riil beras eceran di Provinsi Jawa Barat. 6. Transmisi Vertikan Harga Beras. Analisis transmisi harga vertical sangat berguna untuk mendeteksi efisiensi penetapan harga antar pasar. Berdasarkan hasil analisis transmisi vertical harga beras di Provinsi penghasil beras (Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur) dinyatakan bahwa transmisi vertical dari harga riil beras eceran terhadap harga riil gabah di semua Provinsi tersebut bersifat asimetri. Kenaikan harga gabah akan direspon dengan cepat oleh kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Sementara apabila terjadi penurunan harga gabah, maka tidak segera direspon oleh penurunan harga beras di tingkat konsumen. Demikian juga, ketika harga beras naik di tingkat konsumen, maka tidak segera direspon oleh kenaikan harga gabah, sedangkan jika harga beras mengalami penurunan, maka akan cepat direspon dengan penurunan harga gabah.

Daftar Pustaka Adiyoga, M., K.O. Fuglie dan R. Suherman., 2006. Integrasi Pasar Kentang di Indonesia. Analisis Korelasi dan Kointegrasi. Informatika Pertanian 15:835-852 Anonim ,2008. Kajian Komoditas Unggulan di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Ariani, M. 2004. Dinamika Konsumsi Beras Rumah Tangga dan Kaitannya dengan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta

You might also like