You are on page 1of 12

Author :

Lia Septina P, S.Ked

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009

0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk

TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke retina.1,2

Gambar 1. Anatomi Mata3

1. IRIS Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.1 Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus siliares.1 Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat

aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik.1

2. KORPUS SILIARIS Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapilerkapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus humor.1

3. KHOROID Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid bersambung dengan korpus siliare. Agregat pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya.1

B. UVEITIS ANTERIOR
1. Definisi Uveitis anterior didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai traktus uvealis bagian anterior yaitu iris (iritis) dan dapat pula mengenai bagian anterior badan siliaris (iridosiklitis).2,3

2. Patofisiologi Patofisiologi pasti dari uveitis tidak diketahui. Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi imunitas terhadap benda asing atau antigen pada mata juga dapat menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid. Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.3 Berikut ini adalah beberapa kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior :3 Autoimun Artritis reumatoid juvenilis, Spondilitis ankilosa, Kolitis ulserativa, Uveitis terinduksi lensa, Sarkoidosis, Penyakit Crohn Infeksi Sifilis, Tuberkulosis, Morbus Hansen, Herpes Zoster, Herpes simpleks, Onkoserkiasis, Adenovirus Keganasan Sindrom Masquerade (Retinoblastoma, Leukimia, Limfoma, Melanoma maligna) Lain-lain Idiopatik, Uveitis traumatik, Ablatio retina, Iridosiklitis heterokromik Fuchs, krisis glaukomatosiklitik

3. Klasifikasi Secara klinis, uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering membingungkan. Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau uveitis difus. Ada juga yang membagi berdasarkan derajat

keparahan menjadi uveitis akut, uveitis subakut, uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis berdasarkan patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa. Dan ada juga pembagian uveitis berdasarkan demografi yang berdampingan dengan faktor terkait seperti jenis kelamin, ras, usia, geografis, unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis berdasarkan etiologinya.4,5

Gambar 2. Pembagian Uveitis berdasarkan Lokasi Anatomis Lesi5

4. Gejala dan Tanda Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi.2 a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.2,6 Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuchs uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis

mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.6

Gambar 3. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior7

b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.2,6

5. Diagnosis Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.2,7,8 a. Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain: Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah muncul. Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien Kemerahan tanpa sekret mukopurulen Pandangan kabur (blurring) Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva Kornea : KP (+), udema stroma kornea Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari: 0 +1 +2 +3 +4 : tidak ditemukan sel : 5-10 sel : 11-20 sel : 21-50 sel : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel

bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut: 0 +1 +2 +3 +4 : tidak ditemukan flare : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti : moderat, iris terlihat bersih : iris dan lensa terlihat keruh : terbentuk fibrin pada cairan akuos

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

Gambar 4. Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior7

Iris : dapat ditemukan sinekia posterior Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang

c. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli

penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine converting enzyme sangat membantu. Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.

6. Diagnosis Banding Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:1,9 Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil

normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris. Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya. Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan korneanya beruap.

7. Komplikasi Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:1,10 Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan

8. Penatalaksanaan Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah:1,6,10 Mencegah sinekia posterior Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat: o Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi perburukan diagnosis) o Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien

1. Untuk uveitis anterior non-granulomatosa Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat

juga diberikan subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil. Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui

2. Untuk uveitis anterior granulomatosa Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 155-160. 2. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London: Butterworth Heinemann, 1994. 151-155. 3. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 4 Desember 2008] 4. Smith R, Nozik R. Uveitis. Baltimore: Williams and Wilkins, 1983. 72-74. 5. Guide A. Uveitis. http://www.preventblindnessamerica.org [diakses 4 Desember 2008] 6. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta: FKUI, 2002. 180-181. 7. Gordon K. Iritis and Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com [diakses tanggal 4 Desember 2008] 8. Hollwich F. Oftalmologi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara, 1993. 117138. 9. Newell FW. Inflammatory Disorders. In: Ophthalmology. Fifth Edition. London: The CV Mosby Company, 1982. 258-267. 10. Rao NA, Foster DJ, Augsburger JJ. Uveitis and Intraocular Neoplasms. In: He Uvea. New York: Raven Press, 1992.

11 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk

You might also like