You are on page 1of 8

Teknologi Proses Pembuatan Bioplastik

Triyana Defi
Program Studi Teknik Kimia Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293
defi.triyana@yahoo.co.id

Abstrak Dalam kehidupan sehari-hari, baik kegiatan dan kebutuhan manusia sebagian besar berhubungan dengan plastik, seperti peralatan dapur, peralatan elektronik, peralatan makan, dan sebagainya. Plastik yang sering kita gunakan pada umumnya merupakan barang yang berbahan dasar minyak bumi atau gas alam. Seperti yang kita ketahui, kedua bahan alam tersebut terrgolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Oleh sebab itu, perlu dicari alternative bahan baku plastik pengganti minyak bumi dan gas alam tersebut. Selain itu, masalah yang dihadapi dari plastik ini adalah mengenai limbahnya yang sulit diuraikan, bahkan bisa memakan waktu ratusan tahun untuk menguraikannya. Bila plastic-plastik ini dibakar bisa menyebabkan polusi udara, bila dibuang begitu saja justru bisa memicu terjadinya banjir. Ini merupakan permasalahan lingkungan yang serius, mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat. Salah satu alternative yang dapat diambil adalah dengan memproduksi bioplastik. Bioplastik merupakan plastik yang berbahan baku biotik, seperti jagung, ubi kayu, mikroba, dan semacamnya. Dengan bahan baku yang lebih mudah terurai dan banyak tersedia di alam, bioplastik merupakan solusi baik yang dapat diambil oleh masyarakat Indonesia. Perkembangan bioplastik ini sendiri terus meningkat. Namun, perkembangan di Indonesia tidaklah sepesat Negara-negara maju seperti di Amerika atau di Eropa karena mengingat biaya produksinya yang masih tinggi. Namun begitu, para peneliti dan pemerintah tetap terus mencari solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini. Kata kunci: Bahan baku, biodegradable, bioplastik, degradasi, minyak bumi, pati, terurai

Pendahuluan Indonesia sangat terkenal akan kekayaan alamnya yang sangat indah dan beragam, terutama laut. Laut menyimpan banyak biota yang unik dan menarik. Namun apabila biota tersebut hanya kita biarkan , maka biota-biota unik tersebut hanya akan menjadi limbah bagi kehidupan kita. Selama ini kita mengetahui bahwa limbah selalu menjadi barang yang terbuang, dan barang limbah hanya menjadi barang yang sudah tidak kita sadari di sekitar kita, padahal jika kita dapat memanfaatkannya, barangbarang tersebut akan memiliki kegunaan yang cukup bermanfaat. Selain itu limbah bisa menjadi barang yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Jika kita lebih peduli terhadap limbah maka kita akan bisa merubah limbah menjadi sesuatu yang menarik dan bermanfaat bagi kehidupan kita dan kita juga bisa mengurangi polusi untuk lingkungan kita. Semaraknya isu mengenai pemanasan global (global warming) dan lingkungan menjadi sebuah permasalahan tersendiri pada abad ini. Salah satu permasalahan penting mengenai lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya, adalah mengenai sampah plastik. Plastik telah menjadi kebutuhan utama masyarakat saat ini. Tuntutan gaya hidup yang praktis dan konsumtif mendorong pemakaian plastik semakin bertambah tiap tahunnya. Plastik telah digunakan sejak 50 tahun yang lalu. Dan pemakaiannya telah meningkat tajam sejak 25 tahun terakhir. Hal ini wajar, sebagai akibat dari kelebihan plastik yang ringan, kuat, tahan lama, mudah dibentuk, harganya relatif murah, dan merupakan isolator yang baik.

Diperkirakan ada 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang. Di Indonesia sendiri pada tahun 2003 kebutuhan plastik mencapai 1,35 juta ton per tahun. Setelah menjadi sampah, pemerintah hanya mampu mengelola 20-30 persennya. Selebihnya ditimbun ke area pembuangan sampah. Hal ini dapat memperburuk global warming karena kurangnya pohon sebagai paru-paru bumi yang dapat menyerap emisi gas rumah kaca. Selain bahan dasarnya yang non-renewable (dari hasil samping pengambilan bahan bakar minyak), plastik juga tidak hemat energi dalam proses pembuatannya. Sebagai informasi, sampah plastik mempunyai daur siklus terbatas hingga kualitas tertentu yang masih bisa diubah menjadi produk lain, setelah itu tetap akan menjadi limbah. Sementara negara yang bersedia membeli sampah plastik tersebut pada dasarnya berusaha menekan emisi karbon dan minyak bumi sebagai bagian dari proses produksi plastik. Data dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia menunjukkan bahwa jumlah sampah plastik yang terbuang mencapai 26.500 ton per hari. Data tersebut juga didukung oleh data dunia yang diperoleh dari Suyatma, 2007. Sampah dunia ternyata didominasi oleh sampah plastik dengan persentase 32%. Meningkatnya jumlah sampah plastik ini menjadi sebuah hal yang dapat mengancam kestabilan ekosistem lingkungan, mengingat plastik yang digunakan saat ini adalah nonbiodegradable (plastik yang tidak dapat terurai secara biologis). Permasalahan tersebut tidak dengan serta merta dapat terselesaikan melalui pelarangan atau pengurangan penggunaan plastik. Hal tersebut, memberikan peluang pengembangan kemasan plastik biodegradable. Penggunaan kemasan biodegradable diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi permasalahan limbah, lingkungan, dan pemanasan global. 1. Bioplastik Bioplastik merupakan jenis plastik atau polimer yang dibuat dari bahan-bahan biotik seperti jagung, singkong ataupun mikroba. Bioplastik yang tersusun atas komponen-komponen alam lebih mudah didegradasi oleh bakteri-bakteri pengurai karena senyawa penyusunnya sudah dikenal oleh bakteri-bakteri pengurai. Bioplastik ini sering disebut juga dengan plastik biodegradable, karena sifatnya yang dapat diuraikan. Sebenarnya semua jenis plastik dapat diuraikan. Namun plastik yang butuh waktu yang sangat lama untuk diuraikan sering disebut dengan non-degredable. Plastik konvensional menggunakan bahan yang terbuat dari minyak bumi maupun gas alam (petroplatik). Sementara plastik biodegradable terbuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein maupun lipid yang terdapat dalam hewan. Karena sumber bahan baku plastik yang dapat diperbaharui ini, maka tentu saja bahan bakunya dapat terus tersedia dan akan lebih bersifat berkesinambungan dalam jangka panjang. Akan tetapi produk bioplastik merupakan produk yang mahal. Mengingat masih barunya teknologi untuk pembuatannya dan kemampuan kompetisi dengan plastik konvensional yang tidak memadai. Indonesia sendiri berancang-ancang untuk menerapkan kemasan menggunakan bioplastik pada seluruh produk. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan konsep green industry di Indonesia. Namun demikian di Indonesia masih sangat sulit ditemukan produk berbahan baku material bioplastik. Permasalahan yang utama ada pada market dan kebijakan pemerintah. Pemerintah tidak mampu berintrospeksi atas kerusakan lingkungan yang disesbabkan oleh sampah pengemas dan produk plastik lainnya, yang salah satu diantaranya dapat menyebabkan banjir, demikian pula polusi udara yang disebabkan

oleh pembakaran sampah plastik. Hingga saat ini biaya produksi material bioplastik masih lebih tinggi dibanding biaya produksi material plastik minyak bumi. Namun, jika pemerintah bijak dan serius dalam melindungi kelestarian alam, maka pemerintah dengan power kebijakannya seharusnya mampu menerapkan pemakaian produk bioplastik di masyarakat dengan kebijakannya tersebut dan sedikit menganggarkan dana untuk reward bagi produser bioplastik nasional, misalnya bentuk subsidi. 2. Sumber Daya Bioplastik Bahan baku bioplastik melimpah ruah di manapun dan dapat diperbaharui melalui perkebunan atau pertanian. Bahan bioplastik yang pertama kali dibuat adalah dari tepung jagung, lalu berkembang menjadi tepung pati, gula dan sekarang banyak digunakan PLA (Polylactate acid). PLA merupakan poliester alifatik yang dibentuk dari asam laktat yang diperoleh dari hasil fermentasi karbohidrat. Pada umumnya PLA ini diperoleh dari proses hidrolisa tepung jagung, namun karena harganya cukup mahal, maka sekarang ini banyak diusahakan dari tepung tapioka (starch). Sifat fisik yang baik dari PLA diantaranya adalah titik lelehnya cukup tinggi, yaitu 180oC, transparan dan yang utama adalah dapat terdegradasi alamiah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sifat mekanik dari PLA dapat ditentukan melalui besar molekul yang dibentuknya, sebagai contoh untuk pemakaian pengemas yang tahan lama maka diperlukan PLA dengan berat molekul tinggi, sedangkan untuk PLA yang dapat dicerna langsung dalam tubuh seperti untuk kapsul obat maka diperlukan PLA dengan berat molekul yang sangat rendah. Namun pada umumnya jenis PLA ini banyak digunakan sebagai bioplastik untuk pengemas. Selain PLA material bioplastik ini adalah PHA (Poli-3-Hidroksialkanoat). PHA dibuat dari substrat hidrolisa pati dengan bantuan kerja mikroorganisme Ralstonia Eutropa. PHA juga bisa dihasilkan dari hidrolisat minyak sawit dengan bantuan mikroorganisme yang sama dengan di atas. Beberapa manfaat dari bioplastik PHA ini antara lain sebagai bahan pengemas makanan dan minuman, juga digunakan dalam kesehatan sebagai implan, kain kasa, filamen jahitan dan lainnya. Suatu kemajuan teknologi bioplastik telah dengan sukses diluncurkan oleh perusahaan kendaraan Jepang TOYOTA. Toyotas Bio-Plastic Project Departement berhasil mengembangkan material bioplastik dari tanaman tebu sebagai substitusi komponen kendaraan mewah, dimana bioplastik dari tebu ini digunakan untuk bagian bumper, spare wheel cover, karpet dalam, panel dan lainnya. Mobil pertama yang diluncurkannya adalah tipe Raum pada tahun 2003 lalu tipe Prius pada tahun 2005. Bahan biopolymer lain yang sudah lama digunakan adalah jenis pengemas yang dapat dimakan (edible). Jenis ini biasanya didominasi oleh gula, protein, gandum, agar, gelatin dan PLA juga. Para peneliti Indonesiapun telah ahli dalam pembuatan bioplastik edible dan akhir-akhir ini telah dapat disintesa dari tepung tapioka melalui proses hidrolisa dengan asam asetat, untuk sifat plastis bisa ditambahkan dengan gliserol. Tanaman sagu dan sawit diketahui dapat menjadi bahan baku bioplastik ya ng ramah lingkungan, namun belum banyak kalangan industri yang tertarik ka r e n a b i a y a u n t u k me n g ha s i l k a n 1 k g p ol i m er b i o p l a s t i k b e r k i s a r U S $ 1 7 , s edangkan biaya untuk menghasilkan biji plastik hanya US$1 per kg. Untuk m e n e k a n d a n m e n u r u n k a n b i a y a p r o d u k s i y a n g m a s i h t e r g o l o n g t i n g g i , mengingat potensi tanaman sagu dan sawit sangat besar. Bioplastik yang dikembangkan memiliki keunggulan dibanding plastik konvensional berbahan minyak bumi (PP, PE, PS dan PVC) karena bersifat kompatibel, kuat mekanik tinggi dan ramah lingkungan yakni mudah terdegradasi sekaligus oleh

bakteri dalam tanah maupun sinar matahari (fotobiodegradabel). B i o p l a s t i k j u g a l eb i h l e n t u r daripada plastik biasa. Selain itu, kekuatan dan kekerasannya dapat divariasikan sesuai kebutuhan, resisten terhadap kelembaban, biaya bahan baku relatif jauh lebih murah, dan menggunakan teknologi Bioplastik. 3. Jenis Bioplastik Jenis-jenis Bioplastik: 1. Plastik berbahan dasar amilum, disebut juga Plastarch, adalah bioplastik yang paling luas digunakan, mendominasi 50% pasar bioplastik. Plastarch ini terbuat dari amilum, yang dalam bentuk murni sering digunakan sebagai kapsul obat. Amilum ditambahi dengan bahan fleksibiliser dan plastikeser seperti sorbitol dan gliserin sehingga amilum menjadi bersifat termoplas (lebur dan dapat dibentuk pada suhu tinggi, mengeras dan stabil pada suhu sedang) 2. Plastik PLA (asam polilaktat) adalah plastik transparan yang diproduksi dari gula tebu atau glukosa. Sifat plastik PLA ini mirip dengan plastik petrokimia yang konvensinal, seperti PE dan PP, sehingga dapat diproduksi dengan alat-alat pabrik plastik standar yang sudah ada. Plastik PLA umumnya digunakan untuk membuat kantong pembungkus, botol minuman dan cangkir. 3. Poli-3-hidroksibutirat (PHB) adalah polyester yang dibuat dari amilum atau glukosa yang dihasilakn oleh bakteri tertentu. Karakteristiknya serupa dengan petroplastik polipropilene (PP). PHB memiliki titik lebur lebih dari 130oC dan dapat terbiodegradasi tanpa sisa. 4. Genetically modified (GM), masih merupakan tantangan bagi industri bioplastik. Salah satu percobaan adalah menggunakan Sedangkan berdasarkan proses pembuatannya, bioplastik terbagi atas: 1. Plastik yang dihasilkan dari suatu baha n akibat kerja dari suatu jenis mikroorganisme (prekusor), 2. Plastik yang dibuat berdasarkan hasil rekayasa kimia dari bahan polimer alami seperti serat selulosa dan bahan berpati (amylase), dan 3. Plastik dengan bahan baku polimer sintetik sebagai hasil dari sint esa minyak bumi seperti poliester copolimer. 4. Produksi Bioplastik Pembuatan bahan bioplastik seringkali masih bergantung pada minyak bumi sebagai sumber energi dan bahan-bahan. Contohnya energi yang dibutuhkan untuk mesin pertanian dan pengairan tanaman, untuk memproduksi pupuk dan pestisida, untuk mengangkut hasil panen, untuk memproses bahan mentah, dan akhirnya untuk menghasilkan bioplastik. Produsen bioplastik Italia, Novamont menyatakan bahwa memproduksi satu kilogram plastarch menggunakan 500 g minyak bumi dan mengonsumsi hampir 80% dari energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan polimer polietilen konvensional. Data lingkungan dari NatureWorks, satu-satunya produsen komersial Plastik PLA (asam polilaktat), mengatakan bahwa membuat bahan plastik memberikan penghematan bahan bakar fosil antara 25 dan 68 persen dibandingkan dengan polietilen. Sebuah studi dari Institut Athena, AS, menyatakan bahwa sebagian produk bioplastik merusak lingkungan hidup karena besarnya energi pembuatannya, namun ada juga produk yang menguntungkan. Ada juga studi lain yang menyatakan bioplastik

mewakili 42% pengurangan karbon. Terlihat bahwa masih adanya kontroversi dalam produksi bioplastik terkait lingkungan hidup. Bioplastik merupakan penemuan yang umurnya masih muda, oleh karena itu perlu lebih dikaji dan dikembangkan lagi. Untuk menghasilkan bioplastik, pati difementasi terlebih dahulu. Dengan bantuan bakteri Lactobacillus, pati kemudian di ubah menjadi glukosa (gula) dan asam laktat. Asam laktat inilah yang berpolimerisasi menghasilkan butiran-butiran plastik. Jenis plastik yang di hasilkan dari cara fermentasi ini adalah poli asam laktak (PLA). Bioplastik PLA ternyata elestisitasnya setara dengan plastik sintetis. Sifatnya juga termoplastik, bisa meleleh dan kembali membeku pada suhu ruang 25 35oC sehingga mudah di bentuk. Penelitian Hardaning Pranamuda dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang di publikasikan pada 2007 memperlihatkan, selama enam bulan saja setengah plastik PLA hancur di dalam tanah. Harganya per kilogram juga setara dengan plastik sintetis.

Gambar 1.1 Siklus produksi dan degradasi biodegradable polimer

5. Penggunaan Bioplastik Diperkirakan konsumsi global bioplastik pada tahun 2006 adalah sekitar 85.000 ton. Sementara konsumsi seluruh jenis plastik adalah 12,3 juta ton. Ini berarti bioplastik baru mencakup 6,9% dari total plastik dunia. Diharapkan pada tahun 2011, penggunaan bioplastik dapat meningkat hingga 1,5 juta ton. Meskipun demikian, bioplastik hanya mencakup sedikit dari pasar petroplastik yang diperkirakan akan meningkat hingga 220 juta ton. Perbandingan antara bioplastik dan petroplastik ini hanya dapat diubah dengan berubahnya minat pasar. Di Indonesia sendiri, sudah beberapa supermarket yang menggunakan biodegradable bag sebagai pengganti kantong plastik. Bioplastik sendiri diaplikasikan untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti kosmetik, peralatan dapur, edible film, pampers bayi, pot, bahan pengemas, botol, dan lain sebagainya. 6. Proses biodegradasi Proses degradasi secara kimia lingkungan terbagi atas 2 lingkungan degradasi, yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Degradasi dalam lingkungan biotik umumnya terjadi karena serangan mikroba seperti bakteri, kapang, ganggang dan lainnya, sedangkan proses degradasi pada lingkungan abiotik meliputi degradasi karena sinar UV, panas, hidrolisis, oksidasi dan lainnya. Poses yang berkemungkinan pada degradasi bioplastik Aerobik: Cbioplastik + O2 CO2 +H2O + Cresidu + Biomasa Poses yang berkemungkinan pada degradasi bioplastik Anaerobik Cbioplastik CH4 +H2O + Cresidu + Biomasa

Proses pembentukan dan degradasi bioplastik merupakan satu siklus yang berkesinambungan yang dapat diperbaharui (reneweble). Tingkat degradasi bioplastik bervariasi tergantung suhu, stabilitas polimer, dan tersedianya oksigen. Akibatnya, sebagian besar bioplastik dapat terurai pada kondisi yang dikontrol ketat dalam unit industri kompos. Dalam tumpukan sampah, tanah atau di air, bioplastik masih sulit terdegradasi. Sebuah standar ISO yang disepakati secara internasional, EN13432, mendefinisikan seberapa cepat dan sampai sejauh mana plastik rusak di bawah kondisi kompos komersial sehingga dapat dikategorikan biodegradable, yaitu suatu jenis plastik dengan sampel setebal 2 mm harus terurai 90% menjadi gas CO2 dalam 6 bulan.

Gambar 1.2 Proses degradasi bioplastik

7. Percobaan Sederhana Secara sederhana, bioplastik dari bahan tepung jagung dapat dibuat dengan cara sebagai berikut: Bahan: 1. Satu sendok makan tepung jagung atau tepung maizena 2. Empat sendok makan air 3. Satu sendok teh gliserin 4. Satu sendok teh cuka dapur Cara Membuat: y Masukkan semua bahan ke dalam panci kecil dan panaskan dengan api kecil y Aduk-aduk bahan tadi sambil dipanaskan hingga adonan berbentuk seperti jel, pecahkan gelembung udara yang biasa agar hasilnya bagus y Matikan api kompor, dan tuangkan adonan ke atas alas, atau cetakan. Jika ingin membuat plastik dalam bentuk lembaran, tuang dan ratakan adonan di atas alas dengan luas yang cukup, diamkan selama sekitar satu hari. y Jadilah percobaan kita membuat plastik dari bahan organik. y

Gambar 1.3 Pembuatan Bioplastik

Kesimpulan Perkembangan produksi bioplastik di Indonesia semakin berkembang seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Produksi bioplastik terus ditingkatkan sebagai alternative dari penggunaan plastic konvensional. Bioplastik sendiri merupakan salah satu pemecahan permasalahan lingkungan. Begitu banyak manfaat yang dirasakan dengan adanya bioplastik, terutama dari segi lingkungan, yaitu dengan mudahnya terurai bahan baku biplastik yang berbeda dengan plastic konvensional. Dan juga sebagai solusi permasalahan sumber daya alam minyak bumi dan gas alam yang semakin lama semakin menipis. Mudahnya mendapatkan bahan baku bioplastik membuat teknologi bioplastik semakin menyebar dan berkembang, dan terus dilakukan penelitian untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada. Dengan adanya bioplastik diharapkan agar permasalahan lingkungan di Indonesia dapat teratasi.

Daftar Pustaka

Anonymous, 2005. Highlights in Bioplastics, Berlin: IBAW Publication. Aulana, Lena Nur., 2005. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu Untuk Produksi Asam Laktat oleh Lactobacillus casei FNCC 266, Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Avrous, L., 2008. Polylactic Acid: Synthesis, Properties and Applications, dalam Monomers, Polymers and Composites from Renewable Resources (Ed Mohamed Naceur Belgacem dan Alessandro Gandini), 1st Editon, Chapter 21. Amsterdam: Elsevier Ltd. R. Datta et al., 1995. Technological and economic potential of poly( lactic acid) and lactic acid derivatives, dalam FEMS Microbiology Reviews, no 16 tahun 1995, Halaman 221-231, Argonne: Waste Management and Bioengineering Section, Energy Systems Division, Argonne National Laboratory. Hartoto, Liesbetini., Ani Suryani dan Erliza Hambali, 2005. Rekayasa Proses Produksi Asam Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu Sebagai Bahan Baku Utama Plastik Biodegradable, Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mitchell, Brian S., 2004. An Introduction to Materials Engineering and Science: For Chemical and Materials Engineers, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Nasiri, Syah Johan A., 2008. Mengenal Polylactic acid, dalam Majalah Sentra POLIMER, Tahun VII nomor 27, Jakarta. Nasiri, Syah Johan A., 2008. Plastik Ramah Lingkungan, dalam Majalah Sentra POLIMER, Tahun VII nomor 27, Jakarta. Pranamuda, H., 2001. Pengembangan Bahan Baku Plastik Biodegradabel Porter, Keith A., 2006. Ring Opening Polymerization of Lactide for The synthesis of Poly (Lactic Acid), www.chemistry.illinois.edu/.

You might also like