You are on page 1of 8

BUAH KLIMATERIK DAN NON KLIMATERIK

Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju respirasi meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal senesen) dan nonklimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah) (Zulkarnaen 2009). Contoh buah klimaterik adalah avokad, papaya, apel, pisang dan lain-lain sedangkan contoh buah nonklimaterik adalah jeruk, nanas, durian, dan lain-lain (Ayimada 2008).

Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young, 1981), seperti terlihat dalam Tabel 5. Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik. Tabel 5. Buah-buahan tropis klimakterik dan non klimakterik
NAMA UMUM NAMA ILMIAH

KLIMAKTERIK Advokad ersea americana usa sepientum Pisang rtocarpus altilis Nangka sidium guajava Jambu angivera indica R Mangga arica papaya Pepaya assi flora edulis Markisa (passion fruit) NON KLIMAKTERIK nacardium occidentale Buah Mete itrus paradisi Jeruk Bali / Grafe fruit itrus lemonia Lemon itchi chinenses Lychee itrus cinensis Orange nanas comosus Nenas Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas kemrampo yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening). Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene

terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya warna hijau. Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahanperubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang terjadi selama proses pematangan. Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya pelunakan sera terjadinya sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan terjadinya perubahan warna eksternal seperti terjadinya pemecahan (breakdown), khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan karotenoid dalam kulit pisang, terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning (Marriot,980). Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan internal dalam buah terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya pemecahan pati menjadi sukrosa dan gula pereduksi serta turunnya kandungan dalam buah mangga (Bhatnagar dan Subramangan, 1973). Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat karakteristik flavor buahbuahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan klimakterik tua (mature) dieksposa dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene juga terjadi sewaktu buah menjadi matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan salah satu karakteristik dari proses pematangan buah. Berikut disajikan dalam Tabel 6 rekapitulasi perubahan-perubahan selama proses pematangan buah yang terjadi secara komersial. Tabel 6. Perubahan utama selama proses pematangan buah Kerusakan khloroplast Hydrolysis pati atau khlorophyl Pelunakan pektin, peningkatan daya larut pektin Kehilangan asam organik Pembentukan karotenoid dan anthocyanin Pengeluaran ethylene Syntesa senyawa flavor Peningkatan laju pernafasan Salah satu kesulitan yang dialami secara komersial dalam menghadapi pematangan buah adalah bagaimana caranya mengendalikan proses tersebut secara teliti. Berdasarkan pengaruh lingkungan, para pengamat cenderung untuk bergantung terhadap beberapa parameter seperti perubahan yang kasat mata saja seperti terjadinya atau tumbuhnya warna merah pada kulit buah, atau parameter perubahan kimia yang mudah diukur. Seperti misalnya peningkatan kadar gula pereduksi dan penurunan derajat keasaman. Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur buah, meskipun secara jelas dapat digunakansebagai parameter penting bagi konsumen, ternyata kurang gampang dihayati dan dimengerti, dan akibatnya lebih sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavor (citarasa) yang merupakan kepedulian utama konsumen

dianggap lebih penting diasumsikan sebagai cerminan dari perubahan-perubahan fisikokimia. Karena itu telah menjadi kepedulian yang sangat besar bagi industri buahbuahan agar secar penuh manusia dapat mempengaruhi perubahan laju pematangan dengan cara melakukan manipulasi suhu, atau konsentrasi ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu proses pematangan buah (ripening) terhadap setiap kultural atau spesies buah-buahan. Proses penuaan buah (maturity) sangat penting dikuasai mekanismenya. Salah satu aspek dari maturitas adalah pengembangan kapasitas buah untuk mampu menjadi matang. Dalam suatu spesies buah atau kultivar tertentu respon terhadap ethylene sangat dipengaruhi bukan saja oleh derajat maturity buah tetapi juga oleh konsentrasi relatif dari plant growth regulator lainnya, seperti misalnya asam giberilat, serta terhadap kadar mineral yang ada di dalam buah. Suatu contoh, perlakuan pemberian larutan kalsium khlorida terhadap buah advokad, ternyata mampu menghambat respirasi, dan sekaligus memperlambat terjadinya klimakterik dan menekan puncak produksi ethylene (Ingwa and Young, 1984). Pengaruh mana tidak terjadi terhadap buah pisang (Will et al., 1982). Dalam pustaka yang telah diketahui pengaruh ethylene terhadap proses pematangan buah (ripening) ternyata masih sangat terbatas kurang informasi yang diperlukan terhadap senyawa-senyawa lain yang harus dilibatkan dalam mengatur proses metabolisme termasuk proses pematangan buah. Di samping itu harus dipahami mengenai faktor lain sebelum menangani buahbuahan tropis khususnya betapa pentingnya faktor sifat kepekaan terhadap chilling enjuries. Ekspose buah-buahan tropis pada suhu lebih rendah dari nilai threshold kritis, akan berakibat gagalnya buah mencapai tingkat kematangan yang normal.

1. Peran Ethylene Pada Buah Pisang Konsumen buah pisang (Musa AAA) di mana saja sangat mendambakan dapat memperoleh buah pisang yang matang, tidak rusak secara fisik, tidak cacat. Mereka memilih buah pisang yang kulitnya tidak tercela, dan berwarna kuning merata. Pertama, dalam praktek perdagangan buah-buahan, agar produsen mampu mensuplai buah-buahan dengan menu tersebut di atas, mereka harus memperhatikan beberapa faktor berikut ini : Kedua, buah-buahan yang sudah mature tetapi belum matang, jauh lebih mudah untuk ditangani dan ditransportasi, tanpa mengurangi kerusakan mekanis, bila dibanding dengan buah yang telah matang. Proses pematangan buah dapat diperlambat, melalui berbagai cara : misalnya penurunan suhu, yang berfungsi dapat menurunkan laju respirasi, laju kehilangan air dan secara umur juga menurunkan peluang serta laju serangan mikroba. Namun demikian karena buah pisang peka terhadap chilling injuring, sebagian besar perdagangan pisang internasional tidak menyimpan pisang pada suhu di bawah 130C.

Ketiga , proses pematangan buah dapat dirangsang oleh pemberian atau eksposa gas ethylene. Karena alasan tersebut, maka sistem yang dianut dan dipraktekkan dalam perdagangan internasional pisang selalu memperhatikan faktor tersebut di atas yaitu transportasi buah yang masih mentah tetapi sudah mature dan disimpan pada suhu terendah yang dianggap masih aman. Dianjurkan untuk menahan buah dalam suatu lokasi penyimpanan (buffer store) yang berada dekat dengan terminal pasar retail sampai diperlukan, distimulir proses pematangan dengan gas ethylene dan buah didistribusi sedemikian rupa sehingga buah-buahan tersebut menjadi matang pada saat dipasarkan di lokasi penjualan retail. Perlu diperhatikan bahwa buah pisang memiliki sifat-sifat tertentu yang unik artinya yang tidak dimiliki oleh buah lain dan hal itu penting dalam membedakan fisiologi buah. Tidak seperti buah lain, uah pisang diproduksi dari satu batang tanaman yang merupakan pseudo stem yang dibentuk oleh tangkai daun. Dan buahnya berkembang secara parthenocarpic yang berasal dari bunga betina. Di suatu perkebunan pisang komersial, buah pisang berada dalam suatu tandan dari suatu umur yang telah diketahui. Tanaman pisang secara komersil ditumbuhkan secara serentak dan menerima input dari sinar yang sama, hara dari tanah yang sama, sehingga mengalami photosintesa yang sama, sehingga berbuah bersama-sama (Simmond, 1966). Sedang buah advokad, mangga dan pepaya, justru sebaliknya, yaitu merupakan buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon, yang menghasilkan buah-buahan dari bunga, yang terbuka pada saat yang berbeda dalam suatu musim buah-buahan tersebut muncul di berbagai cabang yang mensuplai hara gizi kemungkinan besar tidak sama bagi setiap buah yang sedang berkembang. Sebagian besar ekspor buah pisang saat ini berasal dari germ plasmyang sangat sempit, yaitu berdasarkan pada hasil kloning kelompok pisang cavendish. Mereka dikelompokkan sebagai Musa AAA, triploid dengan kontribusi dari beberapa genotype Musa acuminata. Sedang pisang godok (cooking banana) atau plantains dikelompokkan dalam grup Musa AAB, hasil kontribusi dari genotype Musa balbisiana. Pusat penelitian pisang diWest Indies telah mengembangkan jenis klon pisang baru tetraploid (Musa AAA). Jenis pisang ini tahan terhadap penyakit Panama danSigatoka disease. Penyakit Panama merupakan jenis penyakit ganas yang memusnahkan kultivar pisang Gross Michel (Musa AAA) di West Indies. Berbagai jenis klon pisang tersebut memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat tajam yaitu sebagai berikut : Pada umumnya pisang biasa (banana) dipanen dengan cara memangkas pangkal tandan, pada saat individu buah pisang atau jari-jari pisang (fingers) telah penuh mencapai grade atau girth yang dikehendaki. Pengukuran grade biasanya dilakukan dengan alat kaliper. Atau bila mereka telah mencapai suatu umur tertentu. Bila buah pisang dibiarkan tumbuh sampai mencapai maturity penuh yaitu dalam saat pra klimakterik, saat mana disebut periode green life sebelum secara spontan

menjadi matang (ripe). Green life lebih mendekati korelasi dengan umur fisiologis dan grade pada waktu dipanen. Pengendalian dari green life ke ripe sebetulnya dapat dihambat. Agar memperoleh waktu yang cukup leluasa untuk pengapalan dan untuk digunakan sebagai buffer stock akan sesuai dengan suplai permintaan pasar, maka preklimakterik selama 20 hari pada suhu 13.5 140C diperlukan bagi perdagangan Trans atlantik (New and Marriott, 1974). Bagi buah-buahan yang memiliki preclimacteric life yang tidak cukup lama atau kurang dari 20 hari kemungkinan besar akan mengalami matang awal dan pada saat pisang matang akan memproduksi ethylene, sehingga akan merangsang pematangan pisang-pisang di sekitarnya. Setelah pisang dipanen, sisir dipisahkan, dicuci, diberi fungisida, dikemas dalam box dengan lapis polyethylene dan dikapalkan pada suhu 13.5 140C (sampai terjadi proses pematangan). Proses pematangan pisang melibatkan berbagai perubahan dalam buah pisang dan hal itu harus diatur untuk menghasilkan buah yang sesuai permintaan rasa seideal mungkin dan sepraktis mungkin bagi selera konsumen. Perubahan-perubahan tersebut meliputi :

1. Degreening kulit pisang, yang merupakan hal yang sangat penting, karena konsumen menilai buah dai penampilan kulitnya. 1. Pengembangan flavor pisang yang sangat karakteristik yang hasil panen menjadi faktor utama, dalam penerimaan konsumen secara organoleptis terhadap pisang dari berbagai kultivar dan klone pisang. 2. 3. Derajat keempukan dan Konversi pati menjadi gula

2. Peran Ethylene Pada Buah Mangga Para konsumen bila membeli mangga menuntut agar mangga yang akan dibeli memiliki warna kulit yang telah berkembang seara lengkap, dengan daging buah yang telah empuk secara merata, dengan cita rasa yang telah berkembang secara penuh. Dalam kenyataannya mangga-mangga yang proses matangnya di pohon memiliki sifatsifat yang tersebut di atas. Namun demikian, buah mangga baik dalam saat telah matang sempurna atau hanya matang parsial pada saat dipanen, biasanya memiliki masa simpan yang pendek. Karena alasan tersebut buah mangga biasanya dipetik dan ditransportasi ke pasar dalam keadaan mature dengan tekstur yang masih keras dan belum matang. Mangga merupakan buah yang memiliki masa musim yang sangat pendek. Karena alasan tersebut menjadi sangat penting artinya bagi para produsen agar dapat mensuplai di tingkat retailer produk dengan mutu dan tingkat pematangan yang optimal sehingga dapat menjual mangga dalam volume besar dalam kurun waktu yang sangat singkat.

Di Uni Eropa, sebagian besar mangga yang diimport, diangkut melalui transportasi udara dan tiba di pelabuhan dalam kondisi yang beraneka ragam yaitu berkisar dari belum mature sampai mature, dan belum matang (unripe), matang sempurna dan terlalu matang. Pembeli mangga di tingkat retail menghadapi masalah tersebut dan menanganinya dengan cara melakukan inspeksi pada saat pembelian berdasarkan per tiap shipment, tetapi dalam prakteknya para retail biasanya memilih buah advokad yang telah menampakkan tanda-tanda mulai timbulnya tanda pematangan buah. Tetapi cara sementara subjektif tersebut sering tidak memuaskan, dan hal itu menghambat pengembangan industri secara besar-besaran, yang diakibatkan karena tidak adanya pengendalian secara efektif yang diberikan kepada retailer maupun konsumen secara keseluruhan. Jadi salah satu alternatif lain yang tersisa adalah dengan cara mengimpor buah advokad mature, dengan kondisi yang dapat dilakukan di tingkat pemanenan dan pengendalian pematangan pada tingkat distribusi. Suhu optimal untuk pematangan mangga setelah dipanen berbeda pada kultivar yang berbeda pula, demikian halnya dari daerah produksi satu ke daerah produksi lainnya. Thomas (1975) melaporkan hasil penelitian terhadap jenis mangga Alfonso (alphonso) di India, berkesimpulan bahwa suhu penyimpanan di bawah 250C akan merugikan terhadap pengembangan pigmen karotenoid pada mangga alphonso selama prose pematangan. Sdang pemberian ethylene belum dilakukan dalam penelitian tersebut. Shubbiah Sketty dan Krisnaprasad (1975) dengan menggunakan perlakuan ethephon (2-chloro ethylphosphoric acid) pada konsentrasi 500 l 1-1 dan 1000 l 1dalam air phosphat (540C 1C, selama 5 menit) atau dalam air dingin (24 280C, selama 5 menit) dengan suhu penyimpanan berikutnya 24 280C, menunjukkan bahwa percepatan pematangan buah dan perbaikan warna kulit dapat dicapai pada larutan panas ethylene dibanding dalam larutan yang dingin. Untuk mangga Florida telah direkomendasikan (Hutton, Reeder, dan Cambell, 240C, namun demikian, 1960) untuk melakukan penyimpanan pada suhu 21 sebetulnya penyimpanan pada suhu 15.5 190C terjadi warna kulit yang paling indah dan menarik. Tetapi buah mangga yang dimatangkan pada suhu 15.5 190C terasa masam dan masih memerlukan 2 3 hari pemeraman lagi. Untuk mencapai cita rasa yang penuh, perlu ditambah hari dalam penyimpanan. Pada suhu 26.70C, beberapa varitas Florida terjadi serangan / hamamottle skin. Pada dasarnya rata-rata waktu yang diperlukan untuk melunakkan mangga berkurang dengan meningkatnya suh pematangan yaitu dalam kisaran suhu 15.5 26.70C dan kisaran hari dari 4 sampai 20 hari tergantung varitasnya.

Data hasil penelitian mangga Florida menyarankan untuk memanfaatkan ethylene pada dosis 5 10 l 1-1 untuk waktu 24 48 jam pada suhu 300C dengan RH tinggi (90 95%) untuk mencapai pematangan. Rekomendasi yang perlu diterapkan bagi kultivar Florida adalah agar melakukan perlakuan terhadap mangga yang telah mature, tekstur yang kenyal, yaitu dengan pemberian 10 20 ml 1-1 ethylene pada suhu 210C selama 12 24 jam dengan RH 92 95%. Buah mangga di Israel dimatangkan dengan tujuan agar dapat dipetik lebih dini agar buah-buahan dapat mencapai pasar dan untuk memperbaiki uniformitas warna buah. Kondisi yang dianjurkan adalah 100 l 1-1 ethylene selama 48 jam pada suhu 250C dengan RH 90%.

3. Peran Ethylene Pada Buah Pepaya Cara yang maju telah dilakukan terhadap prosedur lepas panen industri buah di Amerika terhadap buah pepaya. Cara-cara baru yang telah diterapkan di AS adalah merupakan gabungan dari air panas dan fumigasi untuk mengendalikan lalat buah dan kerusakan pasca panen dan pembusukan pasca panen (Akamine, 1970). Satu masalah utama yang dihadapi pepaya dalam masalah pemasaran buah adalah teknik identifikasi maturitas optimal, dalam memastikan buah-buahan tersebut cukup kematangan dengan mutu cita rasa yang dikehendaki konsumen. Hampir semua penelitian yang dilakukan berkisar pada buah pepaya hawai. Buah pepaya Hawai memiliki kandungan minimal padatan terlarut 11.5% secara komersial buah dapat menunjukkan 6% pertumbuhan warna pada saat akhir musim (alkamine, 1971). Perubahan komposisi karbohidrat dalam pepaya telah banyak dipelajari dan didiskusikan Tang (1979) telah berhasil menggunakan indek biokimia pematangan buah pepaya. Alkamine dan Goo (1977) memberikan indikasi suatu hubungan antara ethylene dan dimulainya trigger klimakterik. Pada umumnya buah pepaya dapat ditrigger proses pematangannya. Pada suhu 250C, RH 85 95% dengan ethylene 1 l 1-1 buah pepaya akan menjadi matang (ripe) setelah 6 7 hari.

Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, mudah larut dalam air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik beku rendah. Senyawa ini sering digunakan sebagai pelarut dan bahan pelunak (pelembut). Pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai zat pemasak buah. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin,griberelin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Etilen di alam akan berpengaruh apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Perlakuan pada buah mangga dengan menggunakan etilen pada konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi proses pemasakan buah. Pemasakan buah ini terlihat dengan adanya struktur warna kuning, buah yang lunak dan aroma yang khas. Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh

mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula. Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut merupakan proses pemasakan yang ditandai dengan perubahan warna, tekstur dan bau buah. Proses sintesis protein terjadi pada proses pematangan seacra alami atau hormonal, dimana protein disintesis secepat dalam proses pematangan. Pematangan buah dan sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada permulaan fase klimatoris setelah siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak mengalami hambatan. Sintesis ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan. Etilen akan mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang hijau. Etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel selain suhu O2 juga transport, berpengaruh
0

pada pada

kondisi anearobpembentukan etilen terhambat,


0

pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun pada suhu di atas 30 C dan berhenti pada suhu 40 C, sehingga pada penyimpanan buah secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat. Buah berdasarkan kandungan amilumnya, Buah klimaterik adalah dibedakan buah menjadi banyak buah klimaterik dan

buahnonklimaterik.

yang

mengandung

amilum,

sepertipisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilenendogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah. Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan jumlah asetaldehiddan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana mangga masih dalam kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri dari vakuola. Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu: 1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat. 2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.

You might also like