You are on page 1of 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Anatomi Dan Fisiologi Appendiks Apendiks (appendiks vermiformis) merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di caecum. Pada posisi yang lazim, apendiks terletak pada regio abdomen kanan bawah di titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaca anterior superior (SIAS) kanan ke umbilicus. Titik sepertiga lateral garis ini merupakan tempat pangkal apendiks. Dasar apendiks muncul dari sisi posteromedial caecum dimana tiga taenia coli bertemu.1 Menurut Helmut (1988) Posisi apendiks sangat bervariasi, sehingga kemungkinan sulit untuk menentukan posisi normal apendiks. Macam macam posisi apendiks : 1. Posisi retrocecal kira-kira 65%. 2. Posisi pelvic apendiks tergantung menyilang linea terminal masuk kepelvis minor, tipe desenden 31 %. 3. Posisi paracolica apendiks terletak horizontal di belakang sekum 2%. 4. Posisi preileal apendiks didepan ujung akir ileum 1%. 5. Posisi post ileal appendiks dibelakang ujung akir ileum 1%. Gambar 1. Anatomi Appendiks 2,3 Gambar 2.1 : posisi appendiks (Helmut Leonhardt 1988) Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang colon ascenden atau ditepi lateral colon ascenden. Gejala apendiks tergantung dari letak apendiksnya.1

dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun. Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit time dan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks.4
1

Appendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis yang berasal dari cabang N. Vagus dan persarafan simpatis yang berasal dari N. Thoracalis X. Vaskularisasi appendiks berasal dari A. Appendicularis yang merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga jika arteri ini tersumbat, appendiks akan mengalami ganggren.1 Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampakya berperan dalam terjadinya appendicitis.1 Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah IgA, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi.1 B. Definisi Dan Epidemiologi Appendicitis Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Appendicitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat

Secara umum insiden dari appendicitis sekitar 1,4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden dari appendektomi primer diperkirakan sama besar pada kedua jenis kelamin ini. Insiden dari appendicitis meningkat bertahap sesuai pertambahan umur, puncaknya pada akhir usia belasan tahun, dan secara bertahap menurun pada usia tua. Nilai median pada usia saat appendektomi adalah 22 tahun. Walaupun jarang, appendicitis pada neonatus dan bahkan pada prenatal tetap ditemukan.4 Keseluruhan angka kematian dari appendicitis yang berkisar antara 0,20,8% lebih banyak diakibatkan oleh komplikasi dari penyakit itu sendiri daripada intervensi bedah. Angka kematian meningkat diatas 20% pada pasien yang usianya lebih dari 70 tahun, biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi. Angka perforasi lebih tinggi pada pasien kurang dari 18 tahun dan lebih dari 50 tahun, kemungkinan akibat dari keterlambatan diagnosis. Perforasi dari apendiks berhubungan dengan peningkatan yang mencolok pada angka kematian dan kesakitan akibat appendicitis.4

C. Etiologi Appendicitis a. Peranan Lingkungan diet dan higiene Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendicitis. Diet memainkan peran utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian appendicitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras.6 b. Peranan Obstruksi Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam appendicitis akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan appendicitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus appendicitis sederhana (simpel), sedangkan pada appendicitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan appendicitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90% .6 Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di

sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya appendicitis pada neonatus.6 Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi.6 Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya appendicitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. 3

Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale. Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami komplikasi.6 c. Peranan Flora Bakterial Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam appendicitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap appendicitis sederhana. Pada tahap appendicitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendicitis gangrenosa atau appendicitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis.6 D. Patogenesis Dan Kriteria Makroskopik Appendicitis Dalam patogenesisnya, terdapat dua faktor yang memegang peranan penting yaitu obstruksi dan infeksi. Setelah terjadi obstruksi lumen

apendiks vermiformis akan terbendung. Sekret yang terus menerus dikeluarkan ini akan menyebabkan apendiks vermiformis teregang. Akibat regangan tersebut terjadi tekanan terhadap pembuluh darah sehingga dinding apendiks vermiformis menjadi edema. Karena edema ini resistensi selaput lendir berkurang, terjadi ulserasi juga terjadi invasi dan multiplikasi bakteri pada dinding apendiks vermiformis. Bakteri ini akan menembus mukosa, submukosa dan muskularis yang akan menimbulkan edema, gangguan vaskular dan hiperplasia dari folikel limfoid. Pada akhirnya dapat terjadi trombosis pada aliran vena dengan nekrosis dan perforasi. Pada fase-fase awal dari apendicitis akut, apendiks vermiformis tampak edema yang terjadi selain karena tekanan terhadap pembuluh-pembuluh juga karena banyak terdapatnya cairan yang meninggalkan kapiler dan masuk kedalam jaringan. Hal ini terjadi karena permeabilitas kapiler yang meningkat. Cairan dari kapiler ini mengandung molekul-molekul protein seperti albumin, globulin, dan fibrinogen. Selain edema, apendiks vermiformis tampak tegang dan terdapat eksudasi netrofil pada mukosa, submukosa. Biasanya keterlibatan mukosa yang paling menonjol. Pada tahap ini pembuluh darah subserosa menjadi kongesti dan mengandung netrofil matang. Kongesti ini terjadi karena vaskular-mikro jaringan melebar yang berisi darah terbendung. Netrofil tersebut kemudian akan migrasi ke perivaskular. Reaksi ini akan mengubah serosa yang mengkilat menjadi suram dan tampak hiperemi. Penampakan makroskopik ini dikenal sebagai apendicitis akut tahap awal (apendicitis akut mukosa) 4

Pada fase awal dari apendicitis dapat terjadi penyembuhan, apendiks vermiformis jarang sekali kembali pada keadaan semula. Biasanya timbul jaringan fibrotik terutama pada daerah mukosa. Resiko terjadinya serangan ulangan kurang lebih 10% dalam waktu 6 bulan dan kurang lebih 50% dalam 5 tahun. Beberapa kasus sembuh secara inkomplit, sel polimorfonuklear diganti dengan mononuklear dan juga terdapat fibrosis pada dinding apendiks vermiformis, terjadilah apendicitis kronis.

apendicitis akut gangrenosa dan merupakan keadaan yang dapat berlanjut menjadi ruptur pada apendiks vermiformis. Pada tahap selanjutnya terjadi apendicitis perforata bila apendiks vermiformis telah ruptur dan pus yang terdapat didalam lumen apendiks vermiformis dapat keluar menyebar ke organ-organ lain maupun di dalam fossa apendiks vermiformis yang dapat mengakibatkan peritonitis.

Pada tahap selanjutnya eksudasi netrofil pada dinding apendiks vermiformis semakin banyak terutama lekosit polimorfonuklear sampai pada lapisan muskularis. Keadaan ini disebut apendicitis akut flegmonosa. Pada apendicitis akut flegmonosa bisa terdapat fokus-fokus purulen dan nekrosis pada mukosa yang disebut sebagai apendicitis akut nekrotikans. Dengan bertambah buruknya reaksi inflamasi akan terbentuk abses pada dinding, pus dalam lumen serta terjadi ulserasi. Pada tahap ini lapisan serosa biasanya dilapisi oleh eksudat fibrin purulen dan tahap ini disebut apendicitis akut purulenta. E. Gejala Klinis Apendicitis Gejala awal yang merupakan gejala klasik apendicitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini sering disertai rasa mual dan kadang ada muntah. Pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang tidak dirasakan nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Appendicitis juga dapat disertai dengan demam ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -38,5o C. 1,3 Timbulnya gejala peradangan apendiks tergantung dari letak

Kelanjutan dari reaksi ini adalah apendiks vermiformis tampak lebih merah akibat hiperemi yang berlebihan dan edema dengan tanda-tanda perdarahan dibawah lapisan serosa. Dari luar juga tampak eksudat bercampur fibrin dan mesoapendiks yang membengkak. Rongga apendiks vermiformis juga mengandung pus berwarna merah karena perdarahan. Bersamaan dengan itu terjadi gangren yang berwarna kehitaman karena nekrosis sepanjang dinding sampai lapisan serosa. Tahap ini disebut

apendiksnya. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu 5

jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. Bila apendiks terletak di rongga pelvis dan terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.1,3 Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani tepat pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga sering baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester pertama, gejala apendicitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.1,3

F. Diagnosis Appendicitis Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos abdomen, USG ataupun CT-Scan, dan sebagainya. 1,7 Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Pada appendicitis akut biasanya ditemukan distensi perut. Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendicitis). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk appendicitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendicitis terdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular Colic ditemukan nyeri tekan di apendiks. 1,7 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
1,7

meriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat

P e

dilakukan pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12. Maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendicitis pelvika kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur. 1,7 Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendicitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang, kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika. 1,7 sering mengalami gangguan yang mirip appendicitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendicitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. 7

Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.6,7

granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendicitis akut. 6,7 Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis akut. Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit dan granulosit tetap normal.3,6,7 Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apenddicitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response) dengan menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju. Pada appendicitis ditemukan kadar CRP yang meningkat yaitu > 1 mg/dl. Nilai senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah. 3,6 Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang. 6 8

Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apenddicitis akut. Pada pasien dengan apendicitis akut, 7090% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendicitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apenddicitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Pada metode lain dikatakan penderita appendicitis akut bila ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Ada juga metode yang menyatakan bahwa kombinasi antara kenaikan angka lekosit dan

berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan 2. Foto Polos abdomen Pada apendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakanakan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita appendicitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk appendicitis kronis dapat dilakukan apendikogram, dimana hasil positif bisa berupa Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, mouse tail. 6 Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, 9 apendiks) yang dapat menyebabkan appendicitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari apendiks. Pada appendicitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk
6

mencari

appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.

Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang menyertai appendicitis. Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar apendiks dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya barium memasuki apendiks (20% tak terisi). Terisinya sebagian dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendicitis akut, terutama bila ada impresi sekum. Sebaliknya lumen apendiks yang paten menyingkirkan diagnosa appendicitis akut. Bila barium mengisi ujung apendiks yang bundar dan ada kompresi dari luar yang besar di basis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya apendiks tanda abses apendiks. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang menyerupai

apendiks, misalnya penyakit Chron, inverted appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. 3,6 3. Ultrasonografi Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut maupun appendicitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis appendicitis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan awal appendicitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel. 6 Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur

atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi. 6 USG dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendicitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks selama USG tidak menyingkirkan adanya appendicitis. USG juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendicitis. Hasil USG dapat dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus. Hasil USG dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendicitis. 6,7 Ultrasonogram showing longitudinal section (arrows) of inflamed appendix

10

4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan) Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan ini. Gambaran penebalan dinding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90100% dan 9697%, serta akurasi 94100%. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk mendiagnosis appendicitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendicitis.6,7
CT- scan showing cross-section of inflamed appendix(A) with appendicolith (a).

5. Laparoskopi (Laparoscopy) Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendicitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada appendicitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.6,7 6. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis appendicitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi appendicitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendicitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Dari hasil penelitian variasi diagnosis histopatologi appendisitis akut diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya. 6 Definisi histopatologi appendicitis akut: 1. Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel. 2.Abses pada kripte dengan sel granulosit di lapisan epitel. 11

CT-Scan showing enlarged and inflamed appendix (A) extending from the cecum (C).

3. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel. 4.Sel granulosit di atas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa. 5.Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendicitis akut tetapi periappendicitis.

nyeri lepas tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999). Skor Alvarado Faktor Risiko ~ migrasi nyeri

Sistem skor Alvarado


Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah,

Skoring 1 1 1

~ nausea dan vomitus ~ anoreksia Tanda ~ nyeri kuadran kanan bawah ~ nyeri lepas tekan ~ temperatur > 37,20C Laboratorium ~ angka lekosit > 10.000 ~ persentase netrofil > 75% Total Skor Nilai : <4

2 1 1

2 1 10

kronis
12

4 7 ragu-observasi >7

umbilikus dan reaksi peritoneal (nyeri tekan kanan bawah, nyeri lepas/Rebounds sign, Rovsings sign) adalah informasi diagnostik apendisitis akut yang penting (Andersson, 2004) G. DIAGNOSIS BANDING APPENDICITIS Beberapa penyakit mempunyai tanda dan gejala yang menyerupai apendicitis akut dan perlu dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Penyakit-penyakit itu adalah: 1. Gastroenteritis Pada penyakit ini ditemukan mual, muntah dan diare, gejala yang sama akan ditunjukkan pada peradangan apendiks yang terletak pelvikal. Pada anamnesis akan ditemukan mual muntah mendahului rasa sakit (berlawanan dengan apendicitis akut) juga pada gastroenteritis sakit perut lebih ringan. Panas dan lekositosis kurang menonjol jika dibandingkan apendicitis akut. Pada pemeriksaan colok dubur apendicitis akut letak pelvikal akan memberikan rasa nyeri, sedangkan gastroenteritis tidak. 2. Demam dengue Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini didapatkan hasil tes positip untuk Rumpel Leede, trombositopeni dan hematokrit yang meningkat. 3. Limfadenitis mesenterika Ditandai dengan rasa nyeri perut terutama kanan, disertai mual dan nyeri tekan perut yang samar. Pada anamnesa akan ditemukan mual dan muntah yang mendahului rasa sakit (pada apendicitis akut mual dan muntah timbul setelah rasa sakit) 13

akut
Penelitian yang dilakukan oleh Amri dan Bermansyah (1997)

mengenai skor Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan skor pembatas (cut off point) 6, didapatkan sensitivitas: 90,90% dan spesifisitas: 75,75% dengan akurasi diagnostik: 83,33%, Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai skor pembatas (cut off point) 7 didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas: 69,09% dengan akurasi diagnostik 69,74%. Sedangkan Fenyo melaporkan sensitivitas: 90,20% dan spesifisitas: 91,40%. Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor Alvarado seperti tertulis di atas maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati 10, ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis. Skor Alvarado adalah sistem skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda klinis apendisitis akut, telah banyak dipergunakan. Pada tulisan aslinya, Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien dengan skor 7 atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau 6. Andersson, dalam studi meta-analisis gejala klinis dan laboratorium mendapatkan hasil bahwa riwayat nyeri berpindah (migration pain) dari

4. Gangguan genitalia wanita Ovulasi dari ovarium kanan dapat memberikan rasa sakit yang mirip dengan apendicitis akut. Pada anamnesa akan ditemukan keluhan nyeri yang sama sebelumnya dan rasa nyeri akan berlangsung saat ovulasi terjadi, yaitu sekitar 12-14 hari setelah haid pertama haid terakhir. Pada ovulasi tanda radang tidak ada, dan nyeri biasanya menghilang kurang dari dua hari. 5. Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendicitis akut. Temperatur biasanya lebih tinggi, dan nyeri lebih difus. Pada wanita biasanya disertai dengan keputihan. 6. Kehamilan ektopik Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri tidak seberapa nyata seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada apendicitis terletak pada titik McBurney. 7. Kista ovarium yang terpuntir Nyeri timbul mendadak dengan intensitas yang tinggi serta teraba massa dalam rongga pelvis, tidak ada demam. 8. Endometriosis eksterna Nyeri didapatkan ditempat endometriosis berlangsung, nyeri pada saat menstruasi karena darah tidak dapat keluar. 9. Gangguan traktus urinarius Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas pada batu ureter atau batu ginjal kanan,

juga ditemukan eritrosuria. Pada pielonefritis sering disertai demam tinggi menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piuria. 10.Penyakit lain Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistisis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis

H. Terapi Appendicitis Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada apendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Appendektomi (Laparoskopi appendektomi dan open appendektomi) o Cito akut, abses & perforasi 14

o Elektif kronik Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat) biasanya setelah 3 bulan konservatif baru dilakukan operasi Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg) Diet rendah serat Antibiotika spektrum luas Metronidazol Monitor Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, bila baik mobilisasi pulang. 6,7 Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. Pada appendicitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurangkurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan

acetaminophen suppositoria (60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam. 6 Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan appendicitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi appendicitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi appendicitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi appendicitis perforasi. Metronidazol aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin.6 Open appendektomi ini merupakan prosedur yang sudah lama menjadi standar untuk operasi apendicitis. Pada metode ini, ahli bedah melakukan tindakan operasi dengan melakukan insisi pada perut kanan bawah, dengan panjang luka kurang lebih 5 cm. Belakangan ini metode open appendektomi yang menggunakan insisi Mc Burney ini sudah banyak ditinggalkan karena luasnya insisi sehingga akan menimbulkan jaringan parut yang cukup luas penyembuhan luka yang lama sehingga tidak baik untuk kosmetik. Pada 15

teknik laparoskopi appendektomi beberapa incisi kecil dibuat di abdomen (biasanya 3 irisan). Pada salah satu incisi, laparoskopi dimasukkan. Laparoskopi mempunyai lensa kecil (sebagai kamera) yang berhubungan dengan monitor TV. Appendektomi dilakukan oleh ahli bedah sambil melihat ke monitor TV. Instrumen kecil dimasukkan ke dalam incisi lainnya dan digunakan untuk mengambil appendiks.
3,5,6,7

Skema Appendektomi Laparoskopi. 3,5,6,7 I. Komplikasi Appendicitis Luka infeksi Obstruksi saluran cerna Abses abdominal/pelvis Stump appendicitis walaupun jarang terjadi, namun ada sekitar 36 kasus appendicitis yang dilaporkan berasal dari jaringan apendiks sisa operasi appendektomi sebelumnya.

inflamed appendix removal by open surgery

Peritonitis Kematian (namun jarang). 6,9 Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan

J. Prognosis Appendicitis morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang.5,9

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC 2. Heller, Jacob L. 2008. Appendectomy - series: Normal anatomy. Retrieved May 22, 2010, from Medline Plus: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100001_1.htm 3. Hackam, David. 2008. Appendicitis. Retrieved May 22, 2010, from Knol A Unit of Knowledge : http://knol.google.com/k/dr-davidhackam/appendicitis/RNKGbbtd/Z1o0Yg 4. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview 5. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc Graw Hill Company. 6. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu Bedah UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html 7. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May 22, 2009, from American Academy of Family Physicians.: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.htm 8. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut Differential Diagnoses & Workup. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis

9. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut - Follow-up. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup

17

You might also like