You are on page 1of 13

Perdarahan Saluran Cerna Pada Anak

Oleh : Dr. Deddy Satriya Putra, SpA(K)


( Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad / FK UNRI )

Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna akut pada anak baik berupa muntah darah atau darah segar dari rektrum merupakan suatu keadaan yang menakutkan anak dan orang tuanya meskipun jumlahnya sedikit.1 Perdarahan saluran cerna merupakan 10-15% kasus yang dirujuk ke Gastroenterologi Anak.2 Perdarahan saluran cerna pada anak dapat bermanifestasi berupa muntah darah (hematemesis), keluarnya darah bewarna hitam dari rectum (melena), tinja yang berdarah atau keluarnya darah segar melalui rectum (hematochezia/enterorrhagia) dan darah samar di feses. Hematemesis merupakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna atas dengan batas di atas ligamentum Treitz. Melena lebih kurang 90% berasal dari saluran cerna atas terutama usus halus dan kolon proksimal, hematochezia yang merupakan perdarahan saluran cerna yang berasal dari kolon, rektum atau anus/saluran cerna bawah atau bisa juga dari saluran cerna atas dengan perdarahan yang banyak dengan waktu singgah usus yang cepat, sedangkan darah samar feses merupakan kehilangan darah melalui feses yang secara makroskopis tidak terlihat umumnya perdarahaan berasal usus halus atau saluran cerna atas. 1,3 Dalam mencari penyebab perdarahan saluran cerna pada anak ada lima informasi penting yang harus diketahui oleh para klinisi yaitu : umur si anak, asal perdarahan, warna darah dan beratnya perdarahan, ada atau tidaknya nyeri perut dan terdapatnya diare.2,3 Umumnya sumber perdarahan ditentukan dalam dua golongan besar yaitu4 : 1. Perdarahan gastrointestinal atas meliputi dari mulut hingga ligamentum treitz 2. Perdarahan gastrointestinal bawah yang berasal dari daerah di bawah ligamnetum treitz

Perdarahan gastrointestinal
Menyingkirkan penyebab palsu perdarahan seperti tertelan darah sewaktu menyusui, epistaksis, hemoptisis, penggunaan obat atau makanan yang merobah warna feses seperti bismuth, besi, coklat, berri, beet dan lain-lain dapat menghindarkan dari pemeriksaan atau prosedur diagnosis yang berlebihan.1,3 Langkah pertama menghadapi pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan memastikan pemberian oksigen yang adekuat, resusitasi cairan dan darah, memastikan akses akses vena terpasang dan koreksi bila terdapat gangguan pembekuan. Pemasangan pipa nasogastrik dapat membedakan kedua golongan perdarahan diatas. Bila pada pipa nasogastrik mengalir darah ini berarti sumber perdarahan dari gastrointestinal atas. Kita dapat memonitor perdarahan dan menentukan

beratnya perdarahan yang terjadi. Pemasangan pipa nasogastrik bukanlah merupakan indikasi kontra pada perdarahan esophagus. Dengan cara ini kita dapat membersihkan lambung dan mengurangi risiko aspirasi2,4.

Perdarahan saluran cerna atas


Insiden perdarahan saluran cerna atas dilaporkan oleh El Mouzan sebesar 5% dengan umur 5-18 tahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 7 : 1 dengan keluhan utama sebanyak 69% berupa sakit perut kronik, 21% dengan hematemesis melana dan sisanya dengan Gejala muntah disertai sakit perut.5 Etiologi perdarahan saluran cerna atas pada anak dapat kita lihat pada table di bawah 6 : Neonate [ birth-1 month] Swallowed maternal blood Gastritis Esophagitis Gastroducdenal ulcer Coagulopathy associated with infection Vascular anomaly Hemorrhagic disease ( vitamin K deficinecy ) Infant/adolescent ( 1 month-18 years) Gastritis Esophagitis Gastroducdenal ulcer Mallcory-Weiss tear Varices Gastrointestinal duplication Vascular anomaly Coagulopathy Hemofilia Penyebab yang utama dari perdarahan usus halus pada anak adalah dibertikulum meckel yang berisian mucosa ektopik gaster atau pncreas dan dapat terjadi ulserasi. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan scanning radionuklir dan terapi dilakukan dengan reseksi divertikulum.6 Duplikasi merupakan penyebab kedua tersering perdarahan usus halus pada anak dan terapinya juga dengan reseksi, Ulkus pada anak sering terjadi selama perawatan di UCU pasca operasi . Chaibou M melaporkan bahwa beberapa factor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna atas pada anak yang dirawat intensif dalah gagal napas, coagulopathy dan nilai PRIMS (pediatric risk of mortality store)= 10.7 Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastroduodenal ulcerasi tetapi gambaran lesi noduler yang difus lebih

sering ditemukan pada anak. El Mouzan melaporkan dari 15 anak yang dilakukan bioterapi antrum melalui endoskopi didapatkan 13 diantaranya (87%) positif H. Pylori.5 Esophagistis karena refluks yang berat pada esophagus dapat disebabkan karena penyakit neuromuskuler, trauma mekanik karena benda asing, dan trauma kimia karena tertelan bahan kaustik, obat-obatan dan infeksi. Varises esophagus pada anak disebabkan hipertensi portal baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Trombosis vena splanikus dengan vena portal akan menyebabkan terjadinya varises esophagus.8 Kelainan vaskuler dan duplikasi saluran cerna merupakan penyebab lainya yang jarang ditemukan pada anak.6 Pada bayi baru lahir pernyebab perdarahan saluran cerna sangat bervariasi. Perdarahan dapat terjadi karena tertelan darah ibu sewaktu persalinan atau menyusui, dapat juga terjadi karena esophagitis, gastritis dan ulserasi gastroduodenal. Hematemesis dapat terjadi karena alergi susu sapi pada bayi yang dapat susu formula, dan defisiensi vitamin K.6 Mahcado RS melaporkan dua kasus hematemesis sekuler oleh karena gastritis hemorrhage yang disebabkan karena alergi susu sapi.9 Pada remaja penggunaan analgetik nonsteroid (NSAID) sering menimbulkan ulkus peptic yang menyebabkan perdarahan selain robekan Malorry-Weiss, varises gastroesophagus dan gastritis karena alcohol.5 Romanisizen melaporkan kejadian Malorry-Wess pada anak sekitar 0.3%. Banyak faktor yang menyebakan terjadinya Malorry Weiss sndrome pada anak dan biasanya bersamaan dengan penyakit saluran cerna lainya seperti gastritis dan duodenitis, infeksi helicobacter pylori, gastroesophageal reflux dan asma bronchial.10 Riwayat muntah yang berat dan kemudian muntah darah khas untuk gejala Malorry-Weiss, pada dewasa sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol

Diagnosis dan penatalaksanaan


Endoskopi merupakan prosedur diagnostik dalam evaluasi perdarahan saluran cerna atas pada anak. Keamanan endoskopi pada anak sama dengan dewasa meskipun masih sedikit publikasi tentang endoskopi pada anak. Endoskopi lebih diutamakan untuk evaluasi dan pengobatan pada ulkus dan varises esophagus. Tindakan bedah diindikasikan jika terjadi kegagalan tindakan non invasif atau endoskopi6.

Perdarahan saluran cerna bawah


Penyebab perdarahan saluran cerna bawah dapat dilihat pada tabel di bawah6 :

Pada neonatus penting menyingkirkan terjadinya Necrotizing Enterocolitis (NEC), hal ini jarang ditemukan pada neonatus cukup bulan. Perdarahan rektum pada bayi sering berhubungan dengan kejadian NEC, jika diagnosis NEC ditegakkan maka pemberian antibiotika harus dilakukan dan bayi dipuasakan. Penyebab yang sering pada bayi adalah intoleransi susu sapi yang menyebabkan terjadinya colitis, penyebab lainya adalah fisura ani.11 Obstruksi usus dengan iskemia yang terjadi pada bayi dan anak dapat menimbulkan gejala muntah, sakit perut dan darah di tinja yang dapat disebabkan karena volvulus atau invaginasi. Pada bayi lebih besar penyebab perdarahan retal dapat berupa fisura anorektal, gastroenteritis infeksi dan invaginasi.6,11

Polyp juvenil, peradangan dan lesi nonneoplastik pada rektosigmoid merupakan penyebab yang sering dari perdarahan retal pada anak usia sekolah dan remaja.11 Polip ini bukan suatu keganasan yang sering terdapat pada rektosigmoid. Diperkirakan kejadiannya sekitar 2% pada anak dengan gejala asimptomatis dengan lokasi tersaring atau 83,1% pada rektosigmoid.12 Poddar U dkk melaporkan dari 353 anak yang dilakukan kolonoskopi didapati sebanyak 208 (59%) dengan polip, dan Juvenil poliposis (jumlah polip lebih dari 5 ) didapat pada 17 (8%) diantaranya dengan rentang umur 3 12 tahun 13 Enterocolitis karena suatu infeksi dapat bermanifestasi sebagai suatu buang air besar berdarah pada anak. Sindroma Uremia Hemolitik dan Purpura Henoch-Schonlein merupakan penyakit vaskulitis yang sering ditemui pada anak dengan gajala berupa ulcerasi dan perdarahan saluran cerna. Penyakit inflamasi usus juga dapat menyebabkan colitis dan perdarahan rektal pada anak. Kolitis ulseratif didapat 2-4 per 100.000 anak dan rata-rata umur saat diagnosis ditegakkan 10 tahun.14 Kelainan pembuluh darah seperti hemangioma, malformasi vena, telangiectasia herediatary hemorrhage merupakan penyebab yang jarang dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak. Pada remaja perdarahan sering disebabkan oleh karena divertikulum kolon dan penyakit inflamasi usus.6,11

Diagnosis dan Penatalaksanaan


Kolonoskopi merupakan pilihan dalam diagnosis dan terapi perdarahan saluran cerna bawah. Polip juvenis dapat diterapi dengan polipektomi melalui kolonoskopi, tindakan hemostasis lain seperti skleroterapi, elektrokauterisasi, laser dan ligasi banding dapat dilakukan pada kelainan pembuluh darah kolon pada anak. Rajan R melaporkan Computerized Tomography (CT) Scan berguna pada perdarahan saluran cerna bawah akut jika kolonoskopi tidak dapat menemukan lokasi perdarahan dan perdarahan sementara berhenti dengan sensitivitas sebesar 79%15. Penyakit inflamasi usus dan Purpura HenochSchonlein dapat diobati dengan steroid dan entercolitis karena infeksi dengan antibiotika. Pengobatan terbaru untuk inflamasi usus pada anak meliputi 5-aminosalisylic acid, corticosteroid, azathioprine,6 merkaptopurine, metronidazole dan cyclosporice. Jika metronidazol tidak efektif dapat dipakai antibiotika golongan ciprofloxacin dan trimetropin sulfametoksosal.16 Operasi dilakukan pada perdarahan saluran cerna yang disebabkan karena invaginasi, volvulus atau divertikulum.6

Kesimpulan
Perdarahan saluran cerna pada anak dapat berasal dari saluran cerna atas atau dari saluran cerna bawah yang menifestasi klinisnya berbeda. Hal yang utama diperhatikan pada perdarahan saluran cerna pada anak adalah mengatasi agar tidak terjadi shok hipovolemik karena perdarahan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memastikan lokasi perdarahan. Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tepat akan menghindari kita dari pemeriksaan penunjang yang berlebihan.

IKTERUS NEONATORUM (BAYI KUNING) Oleh : Reviera Y. Lalusu 040111021

Dosen Pembimbing : dr. Hesti Lestari, Sp.A Residen Pembimbing: dr. Ekawati Larope dr. Ellen Kumalasari dr. Ronald Chandra FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2009

IKTERUS NEONATORUM ( BAYI KUNING)


I. PENGERTIAN Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah

(hiperbilirubinemia)1.

II.

ANGKA KEJADIAN Warna kekuningan pada bayi baru lahir adakalanya merupakan kejadian alamiah (fisologis), adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga 50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup)2, dan persentasenya lebih tinggi pada bayi prematur. Disebut alamiah (fisiologis) jika warna kekuningan muncul pada hari

kedua atau keempat setelah kelahiran, dan berangsur menghilang (paling lama) setelah 10 hingga 14 hari. Ini terjadi karena fungsi hati belum sempurna (matang) dalam memproses sel darah merah. Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah tidak melebihi batas yang membahayakan1. Kuning fisiologis biasanya tidak berbahaya karena akan cepat teratasi dengan berjalannya waktu2. Bayi cukup bulan mempunyai batas aman untuk kadar bilirubin 12 mg/dl. Sedangkan bayi kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kadarnya meningkat diluar kadar tersebut disebut

hiperbilirubin (patologis, penyakit)3.

III.

PARAMETER DAN GEJALA KLINIS Ada beberapa batasan warna kekuningan pada bayi baru lahir untuk menilai proses alamiah (fisiologis), maupun warna kekuningan yang

berhubungan dengan penyakit (patologis), agar lebih mudah dikenali.1 Secara garis besar, batasan kekuningan bayi baru lahir karena proses fisiologis adalah sebagai berikut:1 Warna kekuningan tampak pada hari kedua sampai hari keempat. Secara kasat mata, bayi nampak sehat. Warna kuning berangsur hilang setelah 10-14 hari. Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah krang dari 12 mg%.

Adapun warna kekuningan pada bayi baru lahir yang patologis antara lain:1 Warna kekuningan nampak pada bayi sebelum umur 36 jam.

Warna kekuningan lebih cepat menyebar kesekujur tubuh bayi.

Warna kekuningan lebih lama menghilang, biasanya lebih dari 2 minggu.


Bayi tampak tidak aktif, tak mau menyusu, cenderung lebih banyak tidur, disertai suhu tubuh yang mungkin meningkat atau malah turun2. Adakalanya disertai dengan anemia (pucat). Jika air kencingnya berwarna tua seperti air teh2. Kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg% pada bayi aterm dan > 10 mg% pada bayi prematur. Jika ada tanda-tanda patologis seperti atas, bayi tersebut perlu untuk

mendapatkan pemeriksaan dan perawatan medis.1 Berikut faktor penyebab munculnya kuning patologis1,2: Infeksi yang berat Infeksi yang berat dapat meningkatkan proses pemecahan sel darah merah hingga bayi tampak kuning. Infeksi berat yang dimaksud adalah infeksi di mana kuman atau mikroorganisme penyabab infeksi tersebut sudah menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) Enzim ini dibutuhkan oleh rangkaian reaksei yang berfungsi mnghasilkan sumber energy bagi sel dara merah agar bias menjalankan proses metabolismenya. Bila sel darah merah kekurangan enzim ini, energy pun berkurang. Akibatnya, sel darah merah akan mudah pecah atau rusak. Ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin. Ketidakcocokan golongan darah dapat terjadi bila ibu rhesus negatif dan anaknya rhesus posited atau bila golongan darah O dengan bayi golongan

darah non-O. Namun biasanya perbedaan ini sudah sejak awal diketahui dokter kandungan hingga dapat dilakukan antisipasi yang diperlukan guna mencegah terjadinya peningkatan bilorubun indirek yang drastic. Di lain pihak, pada ketidakcocokan golongan darah O, bila perlu dokter

mempertimbangkan tranfusi tukar (exchange transfusion). Beberapa penyakit karena genetik Ada beberapa penyakit karena genetic dimana hati tidak punya enzim untuk mengubah bilirubin indirek menjadi direk. Namun kondisi seperti ini relatif jarang terjadi.

IV.

PATOFISIOLOGI Dalam prosesnya bilirubin akan ditemukan dalam 2 bentuk. Yang pertama yang disebut bilirubin bebas (indirek), merupakan hasil pemecahan hem yang merupakan hasil penguraian hemoglobin (zat dalam sel darah merah). Bilirubin ini bersifat racun, sukar larut dalam air mudah larut dalam lemak, dapat menemus lapisan pelindung otak sehingga menyebabkan kerusakan. Yang kedua bilirubin direk yang merupakan hasil perubahan dari bilirubin indirek di hati. Bilirubin ini mudah larut dalam air sehingga lebih mudah dikeluarkan oleh tubuh.4 Pada saat masih dalam kandungan, karena paru-paru yang belum berfungsi, janin memiliki sel darah merah yang sangat banyak. Sel darah merah inilah yang dibutuhkan untuk mengangkut oksigen dan zat makanan dari ibu ke janin. Setelah lahir, paru-paru mulai berfungsi, sel darah merah

tak dibutuhkan lagi akan dihancurkan. Proses penghancuran ini akan menghasilkan bilirubin.3 Pada dasarnya warna kekuninga pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain:1

Proses pemecahan eritrosit yang berlebihan. Angguan proses transportasi bilirubin.

Gangguan proses penggabungan (konjugasi) bilirubin dengan protein. Gangguan proses pengeluaran bilirubin bersama air. Gangguan pada proses di atas menyebabkan kadar bilirubin dalam

darah meningkat, akibatnya bayi nampak kekuningan.1 Bilirubin yang terlalu tinggi pada keadaan tertentu dapat masuk kedalam otak dan menyebabkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental dan gangguan tingkah laku3. V. PENGOBATAN Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan fisiologis, tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Prinsip pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkan penyebabnya.1 Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/encefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan

megusahakan mempercepat proses konjugasi.5 Pemberian ASI (Air Susu Ibu) Pada bayi yang kuning sebagian ibu-ibu menghentikan pemberian ASI. Justru pemberian ASI tidak boleh dihentikan, bahkan harus ditingkatkan (lebih kurang 10-12 kali sehari)3. Banyak minum ASI dapat membantu menurunkan kadar bilirubin, karena bilirubin dapat dikeluarkan melalui air kencing dan kotoran bayi4. Sedangkan pemberian banyak air putih tidak akan

menurunkan kadar bilirubin3. Terapi sinar Dilakukan di klinik atau rumah sakit. Caranya yaitu dengan memberikan sinar lampu berspektrum 400-500 nanometer pada kulit bayi.6,7,8 Dengan terapi sinar bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah sehingga mudah larut dalam air, dieksresikan dengan cepat ke dalam kandung empedu dan dikeluarkan dari dalam tubuh3. Transfusi tukar Ialah suatu tindakan mengganti darah bayi yang mengandung kadar bilirubin yang sangat tinggi (lebih dari 20 mg/dl pada bayi usia 2 hari, lebih dari 25 mg/dl pada bayi usia lebih dari 2 hari) dengan darah donor yang sesuai dengan darah bayi.9 Terapi dengan sinar matahari Terapi dengan sinar matahari saat ini masih menjadi perdebatan. Dasar pemberian sinar matahari karena sinar matahari mempunyai panjang gelombang sekitar 450-460 nm. Sinar yang mempunyai spektrum emisi pada panjang gelombang tersebut (warna biru, putih dan sinar matahari), akan memecah bilirubin menjadi zat yang mudah larut dalam air. Bayi yang kuning dengan kadar fisiologis, dapat dijemur di bawah sinar

matahari pagi antara pukul 07.00 sampai 09.00, adalah merupakan waktu yang paling efektif, jadi tidak dapat sepanjang waktu, serta belum terlalu panas. Penjemuran biasanya diberikan selama lebih kurang 15 hingga 30 menit3. Bayi dijemur tanpa busana, lindungi mata dan kemaluan bayi dari sorot sinar matahari secara langsung4. Beberapa ahli yang tidak setuju dengan penjemuran, berpendapat bahwa meletakkan bayi dibawah sinar matahari tidak akan menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Malahan sinar matahari tersebut akan

menyebabkan luka bakar pada kulit. Selain itu bayi akan kedinginan. Oleh karena itu yang terpenting ialah memberikan ASI secara cukup dan teratur pada bayi-bayi yang kuning, bahkan dengan frekuensi yang lebih

ditingkatkan3. Kuning ialah suatu pertanda, merupakan proses alamiah walaupun dapat pula menjadi sesuatu yang patologis. Yang penting diperhatikan ialah kuning harus dapat dikendalikan sehingga tidak menjadikan bahaya. Penjemuran dengan sinar matahari masih dapat dilakukan kontra dengan indikasi3.

memperhatikan

kondisi-kondisi

yang

menjadi

KOMPLIKASI Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan terjadi penyakit kern ikterus. Kern ikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan tak terkonjugasi dalam sel-sel otak5. Kern ikterus dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental dan gangguan tingkah laku3,10.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cakmoki. Bayi kuning. Diunduh dari http://cakmoki-

ikm.blogspot.com/2007/06/bayi-kuning.html. 2007 2. 3. Kurniasih D. Bahaya bayi kuning. Diunduh dari http://www.tabloid-nakita.com. 2009 American Academy of Pediatrics. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. 2004. Pediatrics, 114(1):297316. Ahira A. Bayi kuning. Diunduh dari http://www.asianbrain.com 2008 Drakeiron. Info iketrus neonatorum. Diunduh dari http://www.wordpress.com. 2008 Anonimus. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. HTA Indonesia: 8. 2004 World Health Organization. Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and midwives. Departement of Reproductive Health and Research World Health Organization. Geneva. 2003. Liawati R. Manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru lahir di ruang peristi IRNA D anak RSUP Djamil Padang tahun 2008. American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. 2004

4. 5. 6. 7.

8. 9.

10. Anonimus. Mengenal ikterus neonatorum. Diunduh dari http://www.smallcrab.com/anak-anak/52-anak-anak/535-mengenal-ikterusneonatorum. 2009

Definisi Ikterus Neonatorum Ikterus sendiri sebenarnya adalah perubahan warna kuning akibat deposisi bilirubin berlebihan pada jaringan; misalkan yang tersering terlihat adalah pada kulit dan konjungtiva mata. Sedangkan definisi ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl). Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi. Jenis-jenis Ikterus Neonatorum Ikterus neonatorum sendiri ada 2 jenis yang berbeda tanda, penyebab dan penanganannya. Ke-2 jenis tersebut adalah :

1. Ikterus Neonatorum Fisiologis Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Ikterus ini terjadi atau timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 sampai dengan ke-6 dan akan menghilang pada hari ke-7 atau ke-10. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih daro 12 mg/dl dan pada BBLR tidak lebih dari 10 mg/dl, dan akan menghilang pada hari ke-14. Bayi tampak biasa, minum baik dan berat badan naik biasa. Penyebab ikterus neonatorum fisiologis diantaranya adalah organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin, kurang protein Y dan Z dan enzim glukoronyl tranferase yang belum cukup jumlahnya. Meskipun merupakan gejala fisiologis, orang tua bayi harus tetap waspada karena keadaan fisiologis ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi patologis terutama pada keadaan ikterus yang disebabkan oleh karena penyakit atau infeksi. 2. Ikterus Neonatorum Patologis Adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor penyakit atau infeksi. Ikterus neonatorum patologis ini ditandai dengan : a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl. b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam. c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan. d. Ikterus yang disertai proses hemolisis. e. Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari. f. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR. Dibawah ini adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis : a. Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya. b. Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan lain-lain. c. Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir. d. Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain. e. Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia. f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb. g. Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit Hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain.

You might also like