You are on page 1of 8

HAMBATAN KOMUNIKASI

1. Hambatan dari Proses Komunikasi y Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional. y Hambatan dalam penyandian/simbol Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit. y Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan. y Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima y Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut. y Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya. 2. Hambatan Fisik Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya. 3. Hambatan Semantik. Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima

4. Hambatan Psikologis Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.
10 Hambatan Komunikasi dua arah Komunikasi sering dikutip sebagai masalah nomor satu di dalam sebuah hubungan. Jika dua perangkat komunikasi (komunikator dan komunikan) memahami hal ini, serta berusaha untuk sering berkomunikasi, maka tidak akan mengalami permasalahan yang cukup signifikan. Namun sebaliknya jika tidak memperhatikan beberapa faktor penyebab "mandulnya" dalam berkomunikasi maka kemungkinan besar lambat laun komunikasi yang dibina akan "mati". Ada sekitar sepuluh kemungkinan terjadinya blok atau hambatan komunikasi yang mungkin terjadi dalam menjalin komunikasi dua arah. 1.Bahasa Jika seorang komunikator atau komunikan berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, kemungkinan akan terjadi banyak kesalahpahaman bahkan terjadinya hubungan yang tidak jelas. Jika pada proses komunikasi komunikator merasa bahasa yang digunakannya tidak dipahami, maka komunikator harus sering meluangkan waktu untuk menjelaskan tentang beberapa hal yang ingin di bicarakan kepada komunikan. 2.Budaya hambatan budaya ini menjadi hal yang sangat penting. satu pantangan bagi sang komunikator untuk beranggapan, bahwa komunikan tumbuh dengan filosofi, gaya hidup, adat istiadat yang sama. Maka kita tidak boleh "menyamaratakan" penggunaan teknik berkomunikasi kepada setiap komunikan. Hindari anggapan bahwa komunikan mempunyai pemikiran yang sama ketika menghadapi suatu permasalahan. Jika komunikator menemukan miskomunikasi dalam suatu hubungan, atau bahkan komunikan merasa tersinggung, maka cepatlah lakukan analisis mengapa komunikan punya anggapan lain terhadap pesan yang disampaikan. Hal ini bisa saja terjadi karena budaya yang berbeda yang dimiliki oleh sang komunikan. jika hal ini terjadi maka Hormati persepsi komunikan dan cobalah temukan beberapa persamaan persepsi maka disanalah peluang komunikator untuk kembali membangun komunikasi yang "nyambung". 3.Kebenaran yang semu (benar tidak salah tidak) Salah satu hambatan utama komunikasi adalah kata-kata yang dibumbui dengan kebohongan, misalnya jika komunikator menginginkan sesuatu dari seseorang, maka seribu dalih kebohongan pun dikeluarkan untuk merayu komunikan agar memenuhi tuntutan komunikator, hal ini merupakan hal yang wajar, biasanya dilakukan untuk dijadikan suatu penegasan agar sang komunikan dapat mengerti. Misalnya pihak yang berharap berusaha mempengaruhi pihak yang diharap dalam hal ini komunikan, maka komunikator selalu berkata yang baik-baik tapi tidak benar. seharusnya komunikator berkata yang baik dan benar. serta disarankan kedua belah pihak yang terlibat harus menyadari segala sesuatu harus

relevan. Jika tidak, maka proses komunikasi akan selalu mengalami hambatan. Namun perlu diperhatikan membumbui pembicaraan dengan kata-kata dusta akan menngakibatkan komuikasi yang sesaat. karena pada proses komunikasi selanjutnya komunikator pasti akan mengalami hambatan pada proses komunikasi selanjutnya. komunikator pada proses komunikasi ini, akan mengalami hambatan psikologis yaitu minimum self confidence atau kurangnya percaya diri, hal ini terjadi karena komunikator merasa khawatir, kebohongan yang telah dilakukannya diketahui di kemudian hari. 4.Penipuan hambatan ini cukup jelas. sifat serta kata - kata yang menipu akan menjadi hambatan komunikasi untuk jangka waktu yang sangat lama, bahkan tidak akan pernah kembali terjadinya proses komunikasi. Jika sikap ini dipertahankan. 5. Tujuan yang tidak jelas Beberapa pertanyaan yang mendasar dapat dilontarkan, Apakah komunikan dengan komunikator mempunya kesamaan dalam tujuan, harapan dan kepentingan? apakah komunikator sudah menentukan tujuan dalam setiap pesan yang disampaikan? Jika komunikator tidak jelas menetapkan tujuan pesan yang disampaikan maka komunikator dan komunikan bisa saling memainkan peran. Namun peran yang dimainkan pun harus tampak jelas. Misalnya jika seorang ayah sedang menasihati anaknya maka perannya pun jelas harus sebagai ayah, tidak harus menjadi yang lain, misalnya ketika seorang ayah menemukan kenakalan pada anaknya, karena ingin dianggap berwibawa justru mengambil peran menjadi seorang polisi, arogan. menginterogasi anaknya sendiri, hal ini tentu saja dapat menghambat proses komunikasi dua arah, si anak tidak akan terbuka tentang masalah kenakalannya, bahkan jika sikap ini dipertahankan kenakalan si anak akan menjadi-jadi karena mengalami kesalahpahaman. 6. Salah paham yang paling utama pada awalnya bersumber dari dari satu hal, yaitu kesalahpahaman. Interpretasi, respon, asumsi seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan berbeda-beda, komunikan akan memahami yang komunikator katakan. Jika komunikator menelisik lebih jauh jika ada pertentangan dalam suatu proses komunikasi. Dalam hambatan ini komunikator harus menjauhi sikap menyimpan permasalahan atau kesalahpahaman yang terjadi ! 7. Sisi historis atau pengalaman Pada umumnya komunikator menjadikan filosofis dan pengalaman hidup masa lalu sebagai rujukan komunikasi agar sang komunikan mengerti. Tidak ada salahnya melakukan hal ini, terkecuali jika komunikator menjadikan pengalaman sebagai rujukan tersebut tidak dengan sikap prasangka, maksudnya memproyeksikan pengalaman hidup terdahulu untuk menjadikan solusi untuk permasalahan komunikan, karena pengalaman hidup yang dialami komunikator terdahulu tidak akan sama persis dengan yang dialami komunikan. 8. Menganggap enteng lawan bicara

Jika Komunikator merasa paling hebat dari komunikan, maka secara tidak langsung Komunikator telah merencanakan kegagalan dalam berkomunikasi, pasalnya Bagaimana mungkin seorang komunikan dapat menerima pesan yang disampaikan jika komunikator tidak memiliki rasa hormat? 9. Mendominasi pembicaraan hal ini sering terjadi.Seorang komunikator merasa pendapatnya paling benar sehingga tidak memberikan kesempatan komunikan untuk berbicara. Bahkan lebih jauh komunikator selalu memotong pembicaraan, padahal pesan yang disampaikan komunikan belum disampaikan secara utuh, sehingga sering terjadi kesalahpahaman. Ketika Berkomunikasi dengan seseorang hindarilah sikap mendominasi pembicaraan agar bisa saling memberikan komentar. Namun jika komunikator melihat hal ini terjadi, cobalah meminta komunikator untuk bersi keras memberikan komentar, agar komunikasi yang dijalin dapat berimbang. 10.Pihak Ketiga Ketika melakukan dialog, komunikator sering beranggapan bahwa dia tengah berbicara dengan seseorang saja. padahal bisa saja pada kenyataannya lawan bicara merupakan penyambung lidah dari dua pihak atau bahkan berbagai pihak. Ambil satu contoh seorang pejabat tengah berbicara atau berdialog dengan beberapa wartawan, maka yang perlu diperhatikan pejabat tersebut, yaitu bersikap selektif terhadap pesan yang akan dilontarkan, karena pernyataannya tersebut akan didengar, dibaca, serta di lihat banyak orang di berbagai media. jika isi pesan tersebut mengganggu maka efek dari pesan yang disampaikan akan cukup mengganggu. bahkan feed back yang akan diterima akan dirasakan cukup mengganggu pula. Hal ini akan menjadi hambatan pada proses komunikasi selanjutnya, serta jika terus berlanjut maka yang akan terjadi adalah sangsi moral dari banyak pihak. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001), ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu : 1. Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar. 2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui. 3. Menilai sumber. Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya. 4. Persepsi yang berbeda. Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan. 5. Kata yang berarti lain bagi orang yang berbeda. Kita sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai dengan pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda

bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian. 6. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung. 7. Pengaruh emosi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya. 8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya. KEKELIRUAN DAN KEGAGALAN PERSEPSI

1. Kesalahan Atribusi Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan fisik seseorang, karena faktor seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai sifat-sifat utama mereka. Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal-lah yang menyebabkannya, atau sebaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal-lah yang membangkitkan perilakunya. Salah satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap. 2. Efek Halo Kesalahan persepsi yang disebut efek halo (halo effects) merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat sekali pada diri kita dalam menilai orang-orang yang bersangkutan. Bila kita sangat terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam suatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal kita. Bila ia baik dalam satu hal, maka seolah-olah ia pun baik dalam hal lainnya. Kesan menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai hukum keprimaan (law of primacy). Celakanya, kesan awal kita yang positif atas penampilan fisik seseorang sering mempengaruhi persepsi kita akan prospek hidupnya. Misalnya, orang yang berpenampilan lebih menarik dianggap berpeluang lebih besar dalam hidupnya (karir, perkawinan, dan sebagainya). 3. Stereotif Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarakan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain,

penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke dalam kategorikategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka. Contoh stereotip ini banyak sekali, misalnya: Laki-laki berpikir logis Wanita bersikap emosional Orang berkulit hitam pencuri Orang Meksiko pemalas Orang Yahudi cerdas Orang Prancis penggemar wanita, anggur, dan makanan enak Orang Cina pandai memasak Orang Batak kasar Orang Padang pelit Orang Jawa halus pembawaan Lelaki Sunda suka kawin cerai dan pelit memberi uang belanja Wanita Jawa tidak baik menikah dengan lelaki Sunda (karena suku Jawa dianggap lebih tua daripada suku Sunda) Orang Tasikmalaya tukang kredit Orang berkaca mata minus jenius Orang berjenggot fundamentalis (padahal kambing juga berjenggot), dll. Pada umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila stereotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat dipengaruhi oleh apa yang anda harapkan. Ketika anda mengharapkan orang lain berperilaku tertentu, anda mungkin mengkomunikasikan pengharapan anda kepada mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan yang anda harapkan. 4. Prasangka Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi prasangka ini konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Menurut Ian Robertson, pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas apapun yang dipercayai sebagai khas suatu kelompok. Citra demikian disebut stereotip. Meskipun kita cenderung menganggap prasangka berdasarkan suatu dekotomi, yakni berprasangka atau tidak berprasangka, lebih bermanfaat untuk menganggap prasangka ini sebagai bervariasi dalam suatu rentang dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Sebagaimana stereotip, prasangka ini alamiah dan tidak terhindarkan. Pengguanaan prasangka memungkinkan kita mereespon lingkungan secara umum, sehingga terlalu menyederhanakan masalah. 5. Gegar Budaya Menurut Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tandatanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmamapuan menyesuaikan diri (personality maladjustment) yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Sedangkan menurut P. Harris dan

R. Moran, gegar budaya adalah suatu trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai. Kita tidak langsung mengalami gegar budaya ketika kita memasuki lingkungan budaya yang baru. Fenomena itu dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Peter S. Adler mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional ini, yaitu: 1). Tahap kontak. Ditandai dengan kesenangan, keheranan, dan kekagetan, karena kita melihat hal-hal yang eksotik, unik, dan luar biasa. 2). Tahap disintegrasi. Terjadi ketika perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu realitas perseptual kita. 3). Tahap reintegrasi. Ditandai dengan penolakan atas budaya, kita menolak kemiripan dan perbedaan budaya melalui penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku, dan sikap yang sserba menilai. 4). Tahap otonomi. Ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru kita. 5). Tahap independensi. Ditandai dengan kita mulai menghargai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan menikmatinya. Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua, yaitu: faktor internal (cirri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan), dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan budaya baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita memasuki suatu budaya lain. E. HUBUNGAN PERSEPSI DALAM KOMUNIKASI 1. Upaya Menyamakan Persepsi Sering kita temukan istilah menyamakan persepsi. kadang ada yang pas, namun seringnya tidak pas digunakan. Hal itu sama saja jika sering kita dengar atau ucapkan: kalau menyikat gigi, harus menggunakan odol, atau ada yang berkata jangan sering-sering makan indomie, nanti bisa iritasi usus, atau ada pula yang berkata kalau makan bakso, jangan gunakan sasa, dan sebagainya. Mungkin yang dimaksud dengan odol adalah pasta gigi padahal Odol adalah salah satu merk dagang pasta gigi, demikian juga dengan indomie, mau merknya apa saja (misalkan Super Mie, Sarimie, atau apapun), menyebutnya dengan Indomie, begitu juga dengan Sasa, sebagai merk dagang bumbu penyedap rasa (MSG). Itulah hebatnya orang-orang yang bergerak di bidang pemasaran, khususnya brand image, yang mampu menanamkan nama produk di benak para konsumennya hingga turun-temurun. Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi 1. Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan komunikasi serta komunikan yang akan dituju. 2. Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat berlangsung tanpa gangguan yang berarti. 3. Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima pesan, Cara dan waktu penyampaian dalam komunikasi harus direncanakan dengan baik agar mengahasilkan umpan balik dari komunikan sesuai harapan.

You might also like