You are on page 1of 116

Komisi Hukum Nasional

Republik Indonesia

LAPORAN AKHIR

REKRUTMEN DAN KARIR


DI BIDANG PERADILAN

Disusun oleh:

Kelompok Kerja A.2


Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

EXECUTIVE SUMMARY

Konteks Studi
Masyarakat menyoroti sistem dan praktek penegakan hukum di bidang peradilan
yang berlangsung selama ini lebih banyak berkaitan dengan ruang lingkup tugas hakim.
Oleh sebab itu, penelitian tentang REKRUTMEN DAN KARIR DI BIDANG PERADILAN
ini dibatasi pada rekrutmen dan karir profesi hakim. Sampai saat ini dalam rekrutmen
dan karir hakim belum didasarkan pada norma-norma profesionalisme atau
kemampuan pribadi hakim yang bersangkutan, yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya penyimpangan-penyimpangan di dalam proses peradilan yang melahirkan
putusan hakim yang kurang mencerminkan kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat. Akibat lebih lanjut dari keadaan tersebut, terjadi turunnya kadar
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Misalnya, pengangkatan hakim-
hakim untuk mengisi Mahkamah Agung yang telah dilakukan dengan fit and proper test
oleh DPR dirasakan masih belum dapat menghasilkan hakim agung yang baik, karena
proses rekrutmen dengan cara tersebut sarat dengan muatan kepentingan politik yang
ikut mempengaruhinya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan sistem peradilan yang baik
perlu diwujudkan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim yang baik.
Diharapkan, hakim sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum dapat
menjadi benteng atau pelarian terakhir (the last resort) bagi para pencari keadilan
(justiciable). Hakim harus mempunyai kemampuan profesional serta moral dan integritas
yang tinggi agar mampu mencerminkan rasa keadilan, memberikan manfaat dan
kepastian hukum. Selain itu hakim harus mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi
serta menjalankan peranan dan statusnya yang dapat diterima oleh masyarakat, hakim
juga harus mempunyai iman dan taqwa yang baik.
Dalam usaha memenuhi persyaratan di atas, dibutuhkan suatu pedoman yang
baru yang pada gilirannya akan dapat diperoleh hakim yang berwibawa, jujur, adil, dan
berkelakuan tidak tercela. Hal tersebut mengingat tugas hakim selain bersifat praktis,
rutin, juga bersifat ilmiah dan mulia. Sifat pembawaan tugas hakim yang demikian itu,
menyebabkan hakim harus selalu mendalami perkembangan ilmu pengetahuan hukum
dan kebutuhan hukum masyarakat, hakim juga harus memantapkan pertimbangan-

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page ii


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

pertimbangan sebagai dasar menyusun putusannya, sehingga hakim dapat ikut berperan
aktif dalam reformasi hukum.
Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bebas. Kebebasan hakim
dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi dan lainnya. Namun, kebebasan
tersebut tidak mutlak sifatnya karena tugas hakim adalah menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-
dasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan
kepadanya, sehingga keputusannya mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat
Indonesia. Hal tersebut berarti kebebasan hakim dibatasi oleh Pancasila, undang-undang,
kepentingan para pihak dan ketertiban umum.
Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi hakim saat ini belum seperti yang
diharapkan. Terbukti dengan adanya banyak laporan dan pengaduan tentang proses
penanganan perkara, penyalahgunaan kekuasaan hakim pada khususnya atau peradilan
pada umumnya. Masyarakat memberi sorotan pada cara dan hasil kerja hakim sebagai
tumpuan dan sekaligus sebagai benteng terakhir dalam penegakan hukum dan keadilan.
Bertolak dari uraian di atas, maka permasalahan pokok yang dapat dirumuskan
adalah bagaimana sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Selanjutnya
permasalahan pokok ini diurai menjadi masalah-masalah: apakah sistem rekrutmen dan
karir hakim yang berlaku selama ini sudah tepat; faktor-faktor apa yang menyebabkan
terjadinya kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim; apakah
sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini sudah layak; dan
bagaimanakah upaya meningkatkan ketertarikan sarjana hukum yang baik guna meniti
karir sebagai hakim.
Maksud penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek dalam merumuskan
(memformulasikan) sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Di samping itu,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengkaji sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini;
2. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi. Korupsi dan
nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim;
3. mengkaji layak tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku
sekarang ini;

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page iii


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

4. mengkaji upaya meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna


meniti karir sebagai hakim.
Sasaran penelitian ini adalah memberi masukan berbagai aspek perumusan
sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat, yang dirinci sebagai berikut:
1. sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini;
2. faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi. Korupsi dan nepotisme
dalam rekrutmen dan karir hakim;
3. layak tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini;
dan
4. upaya-upaya untuk meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik
guna meniti karir sebagai hakim.
Metode kajian yang digunakan adalah kombinasi antara metode kajian normatif
dan metode kajian empiris. Mengingat terbatasnya waktu dan biaya, lokasi penelitian
dan penentuan responden ditetapkan secara perposif, yaitu: lokasi dalam negeri: Medan,
DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Ujung Pandang. Untuk lokasi luar negeri:
Kuala Lumpur (Malaysia), Rotterdam, Den Haag, Leiden dan Utrecht (Netherland).
Responden untuk lokasi dalam negeri meliputi tiga komunitas, yaitu: komunitas hakim
(50 orang), komunitas aparat penegak hukum non hakim yang terdiri dari jaksa, polisi
dan advokat/pengacara praktik (100 orang) dan komunitas Sarjana Hukum non penegak
hukum (100 orang). Di samping itu juga dilengkapi dengan responden pencari keadilan
(20 orang). Untuk lokasi luar negeri yang digunakan sebagai lokasi studi komparatif,
ditetapkan untuk responden dan bidang yang terbatas. Untuk penelitian kepustakaan
digunakan alat studi dokumen, sedangkan untuk penelitian lapangan digunakan alat
studi dokumen, kuesioner dan pedoman wawancara. Kemudian, keseluruhan hasil
penelitian dianalisis secara kualitatif, dan sejauh menyangkut institusi dianalisis dengan
metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats).

Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat dikonstatir adanya kekuatan,


kelemahan, peluang dan tantangan, serta faktor-faktor kunci keberhasilan, dan isu
strategis sistem peradilan saat ini, khususnya yang berkaitan dengan rekrutmen dan

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page iv


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

karir hakim. Isu strategis yang dirumuskan sekaligus diajukan sebagai rekomendasi yang
dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian tentang adalah sebagai berikut:

Kekuatan (Strengths):

1. Banyaknya lulusan yang idealis dan berkualitas tersebar di seluruh


Indonesia, yaitu ada 186 PT Hukum (belum termasuk PT Syariah), yang
berarti out put cukup banyak, termasuk yang berminat menjadi hakim.
2. Adanya 4 pilar penegak hukum, yang dapat saling mengawasi.
3. Bnyaknya jumlah pengadilan yang hampir merata di seluruh wilayah RI,
yang berarti sesuai dengan kebutuhan di tiap Kabupaten/Kota ada
pengadilan tingkat pertama.
4. Hakim sebagai pejabat Negara.
5. Gaji hakim terlepas dari struktur gaji PNS.

Kelemahan (Weaknesses):

1. SDM yang telah direkrut kurang dibina.


2. Sistem rekrutmen cenderung tertutup dan kurang berorientasi untuk
mendapatkan SDM yang baik, serta ada indikasi adanya KKN.
3. Sistem mutasi dan promosi tidak berjalan dengan baik, kurang adil dan
kurang berorientasi pada kecakapan, serta adanya indikasi KKN.
4. Penyebaran hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan riil,
sehingga seringkali rationya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang
harus ditangani di satu pengadilan: perkara sedikit banyak hakim yang
nganggur; sebaliknya perkara sangat besar hakim tidak cukup waktu untuk
beristirahat.
5. Kurang adanya koordinasi dalam penerimaan Hakim Agung non karir dan fit
and proper test kurang tepat.
6. Mekanisme pengawasan tidak jelas dan tidak tegas, termasuk penerapan
sanksi (baik berupa penghargaan maupun yang berupa hukuman).
7. Adanya praktek KKN dalam penanganan perkara yang banyak terungkap
dan terekspos.
8. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, sehingga sering menghambat
kelancaran penyelesaian perkara di pengadilan.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page v
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

9. Dewan Kehormatan Hakim tidak berfungsi efektif.

Peluang (Opportunities):

1. Semakin maraknya tuntutan reformasi peradilan.


2. Banyaknya PT yang membuka Program S-2, S-3 telah membuka kesempatan
dan mempermudah untuk mengikuti studi lanjut, baik di dalam maupun di
luar negeri.
3. Era globalisasi dan pasar bebas mengakibatkan persoalan hukum menjadi
semakin luas dan kompleks.
4. Perkembangan ilmu hukum dan bidang hukum yang semakin luas dan
mendalam.
5. Banyaknya perkara yang diajukan ke pengadilan, yang cenderung
meningkat.
6. Kompetisi antara hakim dari lingkungan peradilan yang satu dengan
lingkungan peradilan yang lain.
7. Berlakunya UU No. 35 Tahun 1999 menuntut segera diadakannya
perubahan/pengalihan urusan organisasi, administrasi dan finansiil dari
Departemen tertentu kepada Mahkamah Agung.
8. Adanya Kewajiban Mahkamah Agung untuk menyampaikan Laporan
Tahunan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tantangan (Threats) :

1. Niat Pemerintah yang rendah untuk memberantas KKN.


2. Masih tingginya pengaruh Pemerintah, DPR, dan pers (media cetak dan
elektronik) terhadap peradilan.
3. Pengaruh luar negeri dalam sistem peradilan masih cukup tinggi.

Critical Succes Factor (CSF):

1. SDM yang berkualitas cukup banyak.


2. Kesempatan meningkatkan ilmu dan ketrampilan luas dan terbuka.
3. Banyaknya jumlah pengadilan.
4. Sistem satu atap di bawah Mahkamah Agung.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page vi


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Kesimpulan

Kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim.


Kelemahan sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada, antara lain: (1) sistem
rekrutmennya cenderung tertutup dan kurang berorientasi untuk mendapatkan SDM
yang baik, terdapat indikasi adanya KKN; (2) kurang pembinaan terhadap hakim yang
ada; (3) sistem mutasi dan promosi hakim dan jabatannya tidak berjalan dengan baik,
kurang adil, kurang berorientasi pada kecakapan, terdapat adanya indikasi KKN; (4)
jumlah pengadilan, hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan riil, rasionya
tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus ditanganinya; (5) kurang koordinasi
dalam rekrutmen Hakim Agung non karir demikian pula fit and proper testnya kurang
tepat; (6) kurang jelas dan tidak tegas dalam mekanisme pengawasan, pemberian
penghargaan, maupun penerapan sanksi hukuman terhadap kinerja hakim; (7) adanya
indikasi KKN dalam penanganan perkara; dan (8) kurang memadainya sarana dan
prasarana yang ada.

Faktor-faktor penyebab KKN dalam rekrutmen dan karir hakim


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN dalam Proses Rekrutmen Hakim,
antara lain: kekuasaan yang sentralistik; pengawasan yang lemah; tidak transparan; tidak
ada pengawasan dari masyarakat; adanya hubungan kekeluargaan; adanya hubungan
teman; adanya praktek jual beli kursi jabatan; aturan main yang tidak jelas; adanya
keterlibatan/keterkaitan Departemen Kehakiman dan HAM; jarang diumumkan dalam
tenggang waktu yang layak; belum optimalnya test kemampuan; birokrasi yang berbelit -
belit; masih adanya pengaruh internal.
Dalam karir hakim, Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN antara lain:
ketidakjelasan aturan; keterlibatan/keterkaitan Departemen Kehakiman dan HAM; tidak
transparan; tidak fair; birokrasi yang berbelit-belit; masih adanya pengaruh internal;
penilaian yang kurang obyektif; penempatan yang tidak jelas kriterianya; mentalitas
pejabat atasan; belum ada aturan senioritas yang ketat; pengaruh budaya; lemahnya
sistem pengawasan.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page vii


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Kelemahan sistem penggajian profesi hakim


Sistem penggajian profesi hakim yang berlaku selama ini relatif belum layak,
namun relatif kurang berpengaruh terhadap terjadinya KKN serta praktek mafia di
bidang peradilan. Kondisi demikian disebabkan antara lain: gaji hakim seperti diatur
dalam sistem penggajian hakim secara nominal memang lebih besar dari pada gaji
pegawai negeri sipil lainnya, tetapi besaran nominal gaji profesi hakim tersebut ternyata
belum layak. Kelayakan ini didasarkan pada kenyataan bahwa gaji hakim tersebut belum
dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal jasmani dan rohani bagi hakim dan
keluarganya.

Kurang tertariknya sarjana hukum/syariah yang baik menjadi hakim


Para sarjana hukum/syariah yang berkualitas banyak yang tidak berminat
menjadi hakim, dengan berbagai alasan antara lain: pertimbangan gaji, yakni gaji profesi
lain (misalnya profesi notaris, pengacara, dan di perusahaan swasta) lebih menjanjikan;
pertimbangan faktor substantif, yakni berprofesi sebagai hakim itu berat, dan kemungkinan
penugasan/penempatan calon hakim di daerah terpencil; pertimbangan faktor persaingan,
yakni ketatnya persainagn dan tidak transparannya proses rekrutmen; dan pertimbangan
faktor lain, yakni tidak jelasnya sistem rekrutmen hakim.

Rekomendasi

1. Perlu diambil kebijakan -kebijakan utama dalam rangka: untuk


mengoptimalisasi pembinaan SDM hakim; untuk mengeliminasi faktor-faktor
timbulnya KKN dalam sistem rekrutmen dan karir hakim; untuk perbaikan
sistem mutasi/promosi hakim yang lebih adil, yang berorientasi pada
kecakapan; untuk menetapkan rasio jumlah hakim dan karyawan dengan
jumlah perkara di suatu pengadilan; untuk merumuskan konsep,
perencanaan, pelaksanaan, persiapan SDM dan pranata hukum untuk
perbaikan sistem rekrutmen dan karir hakim
2. Dalam rangka mengeliminasi dan mencegah terjadinya KKN dalam proses
rekrutmen hakim, antara lain perlu persiapan untuk mengkaji faktor-faktor
yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen hakim, baik prosedur
maupun timnya; perlu mereduksi kekuasaan yang sentralistik, memperkuat

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page viii


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

pengawasan, transparan, meningkatkan pengawasan masyarakat,


mengeliminir adanya hubungan keluarga/ teman, mencegah praktek jual beli
kursi jabatan, mengeliminir keterlibatan pemerintah, menyediakan tenggang
waktu pengumuman rekrutmen yang layak, mengoptimalkan test
kemampuan, mengeliminir pengaruh internal, memperjelas aturan
permainan.
3. Dalam rangka menetapkan sistem penggajian, perlu persiapan untuk
mengkaji sistem penggajian profesi hakim yang layak, baik konsep,
komponen maupun bentuknya, termasuk prosedur dan timnya, dengan
mendasarkan pada prinsip yang semata-mata tidak didasarkan atas
pemenuhan kebutuhan hidup minimal jasmani dan rohani bagi hakim dan
keluarganya; dan perlu dibentuk tim independen untuk merumuskan konsep
gaji yang layak, termasuk komponen-komponen gaji yang layak, antara lain
gaji pokok, tunjangan, fasilitas perumahan, transportasi, biaya kesehatan,
biaya pendidikan anak dan sebagainya.
4. Dalam rangka mendapatkan bibit-bibit unggul yang profesional, perlu dijalin
kerjasama baik dengan perguruan tinggi yang berkualitas guna mendapatkan
bibit unggul, maupun dengan lembaga-lembaga profesi hukum lain seperti
kantor notaris, kantor advokat dan lembaga-lembaga profesi hukum lainnya
guna mendapatkan bibit yang profesional.

Rencana Aksi

Rencana aksi jangka pendek


1. Diusulkan kepada Presiden untuk segera mengambil kebijakan tentang perbaikan
terhadap faktor-faktor kelemahan sistem rekrutmen dan karir hakim.
2. Diusulkan segera dibentuk tim-tim independen untuk melakukan kajian atas
faktor -faktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen hakim pada
instansiinstansi yang berkompeten.
3. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk mengambil langkah-
langkah persiapan.
4. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk segera melakukan
operasional pemanfaatan hasil kajian tersebut.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page ix


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

5. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk melakukan sosialisasi


mengenai rekrutmen hakim yang jelas dan terprogram, mengumumkannya
dalam tenggang waktu yang layak kepada publik, transparan dan bebas dari
KKN.
6. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten segera mempersiapkan program
rekrutmen hakim yang jelas, berkesinambungan.

Rencana aksi jangka panjang


1. Diusulkan kepada Presiden dan DPR untuk mengambil langkah kebijakan
yang konkret dan tepat untuk perbaikan atas faktor-faktor kelemahan dalam
sistem rekrutmen dan karir hakim, yang meliputi pembentukan perangkat
pranata hukum yang lebih komprehensif, kondusif, efektif dan efisien,
termasuk di dalamnya pengalokasian dana yang memadai.
2. Diusulkan kepada instansi terkait dan berkompeten, untuk mengambil
inisiatif mengadakan gelar wacana (seminar/workshop), sosialisasi program
sampai dengan realisasi program perbaikan sistem rekrutmen dan karir
hakim.
3. Diusulkan kepada instansi yang berkempeten untuk melakukan perencanaan
dan realisasi atas program perbaikan tersebut secara berkesinambungan dan
konsisten.
4. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk meninjau ulang dan
memperbaiki peraturan hukum berkaitan dengan rekrutmen hakim yang
berpeluang terjadinya KKN.
5. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk meninjau ulang dan
memperbaiki perangkat hukum berkaitan dengan karir hakim yang
berpeluang terjadinya KKN.
6. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk memanfaatkan hasil
kajian yang berkaitan dengan sistem penggajian hakim yang layak
7. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk memanfaatkan hasil
kajian yang dilakukan oleh tim independen yang dituangkan dalam
perangkat peraturan perundang-undangan.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page x


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

8. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk menjalin kerjasama


dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi hukum yang berkualitas tinggi
dan dengan lembaga-lembaga profesi hukum.
9. Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk membentuk tim seleksi
independen yang berkualitas, profesional, transparan, bebas KKN, memiliki
dedikasi, integritas dan moralitas yang tinggi.

-----------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xi


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas rahmat dan
karunianya maka Laporan Akhir penelitian tentang REKRUTMEN DAN KARIR DI
BIDANG PERADILAN ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan.
Laporan Akhir penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi Surat Perjanjian
Melaksanakan Studi Untuk Menyusun Rekomendasi Guna Keperluan Komisi Hukum
Nasional, Nomor: PERJ-14/KK/KHN/I/2002 tertanggal 11 Januari 2002 antara Ketua
Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia selaku Pihak Pertama dengan Dekan
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Ex Officio Penanggung Jawab Kelompok Kerja
selaku Pihak Kedua. Tim Peneliti Fakultas Hukum UGM terd iri atas 9 (sembilan) orang
peneliti, yaitu: Dr. Mohd Burhan Tsani, S.H., M.H., Dr. Bernadus Sukismo, S.H., M.H.,
Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M., Kunthoro Basuki, S.H., M.Hum., Herry Iswanto,
S.H., S.U., Sutanto, S.H., M.S., Sigid Riyanto, S.H., M.Si., Tata Wijayanta, S.H., dan Eddy
O.S. Hiariej, S.H.; serta dibantu 2 (dua) orang staf, yaitu: Damari Pranowo, S.H. dan
Bambang Suwondo, S.H.
Maksud dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek dalam
memformulasikan sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Untuk itu, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku
selama ini, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan
nepotisme dalam rekruitmen dan karir hakim, mengkaji layak dan tidaknya sistem
penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini, dan mengkaji upaya peningkatan
ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. Di samping itu,
sasaran utama dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan mengenai berbagai
aspek dalam perumusan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat, yang
dirinci menjadi beberapa bagian, yaitu mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim yang
berlaku hingga saat ini, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan
nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim, layak dan tidaknya sistem penggajian
profesi hakim yang berlaku sekarang ini; dan upaya-upaya untuk meningkatkan
ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xii


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Penelitian ini menggunakan metode kajian kombinasi antara metode kajian


normatif dan metode kajian empiris. Untuk penelitian kepustakaan digunakan alat studi
dokumen, sedangkan untuk penelitian lapangan digunakan alat-alat studi dokumen,
kuesioner dan pedoman wawancara. Keseluruhan hasil penelitian tersebut dianalisis
secara kualitatif, dan sejauh menyangkut institusi dianalisis dengan metode SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Penentuan lokasi dan responden dalam
penelitian lapangan di dalam negeri ditetapkan secara purposif. Lokasi penelitian di
dalam negeri meliputi: Medan, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Ujung
Pandang. Responden untuk lokasi dalam negeri meliputi tiga komunitas, yaitu:
komunitas hakim (50 orang), komunitas aparat penegak hukum non hakim yang terdiri
dari jaksa, polisi dan advokat/pengacara praktik (100 orang) dan komunitas Sarjana
Hukum non penegak hukum (100 orang). Di samping itu juga dilengkapi dengan
responden pencari keadilan (20 orang).
Untuk penelitian di luar negeri ditetapkan responden dan bidang yang terbatas,
dan digunakan sebagai lokasi studi komparatif. Penelitian di luar negeri dilakukan di
Belanda dan Malaysia. Penelitian di Belanda, yang dilaksanakan dari tanggal 2 sampai
dengan 11 Juni 2002, melakukan wawancara di Rechtbank Rotterdam dengan Mr. H.C.
Naves (Rechter en coordinerend vice -president); di Recht Faculteit, Rotterdam
Universiteit dengan Prof. Jaap W. de Zwaan (Dean), Prof. Mr. M.A. Loth (Guru besar
yurisprudensi dan teori hukum), dan Prof. Dr. Hans de Doelder (Guru besar hukum
pidana dan hukum acara pidana); di Recht Faculteit, Utrecht Universiteit dengan Dr.
G.H. Addink dan Drs. Philips Langbroek (Dosen Ilmu Politik dan Ahli Manajemen
Organisasi Peradilan); di Recht Faculteit, Leiden Universiteit dengan Dr. Adrian W.
Bedner (Peneliti Senior pada Van Volenhoven Institute); dan di Raad voor de
Rechtspraak, Department Van Justitie dengan Drs. Elko R. Van Winzum
(Clustercoordinator personeel en organisatie) dan Yinka Tempelman (staf). Kemudian
Penelitian di Malaysia, yang dilaksanakan dari tanggal 28 Mei sampai dengan 2 Juni
2002, melakukan wawancara di Asia-Europe Institute University of Malaya dengan Dr.
Shamsulbahriah Ku Ahmad (Ass Prof), Dr, Giovanni Capanneli, Maimuna Hamid
Meriem, dan Nur Rafeeda Daud (Deputy Prog Officer); di Faculty of Law, University of
Malaya dengan Prof. Dr. Badariah Sahamid (Dean), Dr Md. Khalil Rustan, LLB, LLM.
(Timbalan Dekan Hal Ehwal Pelajar), Johan Shamsuddin Sabarudin, LLB, LLM. (Staf
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xiii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Bidang Pengkhususan Pengantar Kepada Sistem Umdang-undang, Undang-undang dan


Masyarakat, dan Undang-undang Perlembagaan), Norbani Mohamed Nazeri, LL.B.,
LL.M. (Staf Bidang Pengkhususan Undang-undang Jenayah dan Undang-undang dan
Kebajikan Juvana); dan di International Islamic University of Malaya dengan Prof. Dr.
Nikahmad Kamal B. Nik Mahmod, LL.B., LL.M., DSLP., Ph.D. (Dean), dan Prof. Dr.
Mahamad Arifin (Timbalan Dekan I).
Dengan maksud untuk mendapatkan masukan dan menambah bobot hasil
penelitian ini, maka selain penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di 4 (empat)
lokasi dan studi komparatif di 2 (dua) negara, pada setiap proses penyusunan laporan-
laporannya, yaitu Laporan Awal, Interim Report, Laporan Akhir (Draft Pertama), dan
Laporan Akhir (Draft Kedua), diselenggarakan serangkaian kegiatan colloquium dan
workshop. Pada kegiatan -kegiatan tersebut menghadirkan para pakar dan atau
pejabat/aparat yang terkait dengan materi penelitian, yaitu: pada Colloquium tanggal 31
Januari 2002, yang diselenggarakan di Fakultas Hukum UGM menghadirkan Nara
Sumber: Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., H.M. Hatta, S.H., C.N., dan M. Fajrul
Falaakh, S.H., M.A., M.Sc. Pada Workshop I tanggal 22 Mei 2002 menghadirkan nara
sumber selaku pembicara, yaitu: Mujowiyono, S.H. (Kakanwil Kehakiman dan HAM
DIY), Sahlan Said, S.H. (Hakim Senior PN Magelang), Garda Utama Siswadi, S.H.
(Advokad di Yogyakarta), dan Jeremias Lemek, S.H. (Advokad di Yogyakarta).
Workshop I ini diselenggarakan di Hotel Radisson Yogyakarta dan dihadiri oleh kurang
lebih 120 peserta yang berasal baik dari kalangan akademisi maupun dari kalangan
praktisi (PN, PT, PTA, PA, Kejaksaaan Negeri/Tinggi, Kanwil Departemen Kehakiman
dan HAM, Notaris, dan Pengacara) se DIY. Kemudian pada Workshop II tanggal 31 Juli
2002 menghadirkan Keynote speaker Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL (Ketua MA. RI),
serta pembicara-pembicara Toton Suprapto, S.H. (Ketua IKAHI), Prof. Mardjono
Reksodiputro (berhalangan hadir), S.H., M.A., Henry Panggabean, S.H., MS. (Hakim
Agung), Bambang Widjoyanto, S.H., Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Soedjono,
S.H. (Ketua IKADIN), serta Sutito, S.H. (SGS Consulting). Workshop II diselenggarakan
di Sahid Jaya Hotel, Jakarta, dihadiri oleh sekitar 175 peserta dari kalangan yang sama
dengan Workshop I untuk wilayah DKI, ditambah dengan hakim -hakim agung.
Laporan Akhir ini disusun meliputi bagian -bagian sebagai berikut: pada Bab
pertama memuat konteks studi dari penelitian ini. Bab kedua sampai dengan Bab
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xiv
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

keenam adalah analisis dari hasil penelitian ini, yang terdiri d ari kajian historis terhadap
sistem rekrutmen dan karir hakim; potensi perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme
(KKN) dalam rekrutmen dan karir hakim; sistem penggajian profesi hakim; minat
lulusan sarjana hukum yang baik untuk meniti karir sebagai hakim; dan hasil dari
comparative study. Kemudian Bab ketujuh adalah kesimpulan dari penelitian ini, dan Bab
kedelapan merupakan rekomendasi yang ditawarkan untuk mengembangkan sistem
rekrutmen dan karir hakim di masa mendatang.
Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada Komisi Hukum Nasional (KHN)
yang telah mempercayakan pekerjaan yang sangat berat ini kepada kami Tim Peneliti
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Sungguhpun demikian, kami merasa bangga
karena pekerjaan ini sangat penting artinya bagi pengembangan sistem rekrutmen dan
karir hakim, dan umumnya bagi tegaknya sistem peradilan di Republik yang kita cintai
ini. Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada para nara sumber dan semua pihak
yang telah memberi masukkan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terlaksana
dengan baik dan lancar.
Demikian, semoga hasil studi dan rekomendasi-rekomendasinya bermanfaat bagi
Komisi Hukum Nasional, dan dapat menjadi sumbangan dalam perumusan sistem
rekrutmen dan karir hakim di masa mendatang.

Yogyakarta, 10 Januari 2003


Kelompok Kerja A.2.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
Ketua, Sekretaris,

Dr. B. Sukismo, S.H., M.H. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M.


NIP. 130 812 363 NIP. 131 598 151

Penanggungjawab,
Dekan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

Dr. Mohd. Burhan Tsani, S.H., M.H.


NIP. 130 604 609

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xv


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Executive Summary ii

Kata Pengantar xii

Daftar Isi xvi

BAB I Konteks Studi 1


A. Latar Belakang 1
B. Ruang Lingkup Permasalahan 7
C. Maksud dan Tujuan 7
D. Sasaran 8
E. Metode Penelitian 9

BAB II Rekrutmen dan Karir Hakim: Perspektif Historis 12


A. Tinjauan Yuridis Historis Dasar Rekrutmen Hakim 14
B. Rekrutmen Hakim 16
C. Mutasi dan Promosi 22
D. Rekrutmen Hakim Agung 25

BAB III Potensi Perbuatan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme dalam


Rekrutmen dan Karir Hakim 29
A. Potensi KKN Dalam Rekrutmen Hakim 31
B. Potensi KKN Dalam Karir Hakim 35

BAB IV Sistem Penggajian Profesi Hakim 38


A. Kriteria Penggajian Profesi Hakim 38
B. Sistem Penggajian 40
C. Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara 40
D. Gaji Pegawai Negeri Sipil Dan Hakim Dewasa Ini 41
E. Penggajian Dan Profesionalisme Kinerja Hakim 41
F. Pro -kontra Upaya Perbaikan Penghasilan
Hakim Dimasa Mendatang 43
BAB V Minat Lulusan Sarjana Hukum yang baik Untuk Meniti
Karir Sebagai Hakim 48
A. Gambaran Umum 48
B. Pengertian Minat 50
D. Pengisian Formasi Hakim 52

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xvi


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

BAB VI Rekrutmen dan Karir Hakim: Perspektif Komparatif 55


A. Amerika Serikat 55
B. Malaysia 57
C. Jerman 60
D. Belanda 61
E. Jepang 66

Bab VII Kesimpulan 70

Bab VIII Rekomendasi 77

Lampiran-Lampiran: 89
1) Struktur Organisasi Tim Peneliti 93
2) Jadwal Penelitian 95
3) Daftar Pustaka 97

---------------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page xvii


BAB I
KONTEKS STUDI

A. Latar Belakang
Penegakan hukum melalui pengadilan yang disoroti oleh masyarakat lebih
banyak berkaitan dengan ruang lingkup tugas hakim. Oleh sebab itu penelitian tentang
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan dibatasi pada rekrutmen dan karir hakim.
Sampai saat ini dalam rekrutmen dan karir hak im dirasakan belum didasarkan
pada profesionalisme serta moral dan integritas yang tinggi dari pribadi yang
bersangkutan, sehingga pada akhirnya menghasilkan penyimpangan di dalam proses
peradilan yang terlihat dari putusan hakim yang kurang mencerminkan rasa keadilan
dan kepastian hukum. Rekrutmen hakim cenderung masih dilakukan secara tertutup
yang membuka peluang terjadinya KKN. Hal tersebut ditunjukkan adanya laporan
beberapa kasus dugaan suap kepada hakim, termasuk kepada Hakim Agung seperti
yang dilaporkan oleh Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas
laporan tersebut belum ada tindakan konkrit sampai diproses secara hukum melalui
pengadilan, yang terjadi justru saksi pelapor diproses di pengadilan dan akhirnya
dijatuhi pidana. Di samping itu adanya kasus yang tidak tuntas yang melibatkan pihak
yang cukup banyak, seperti kasus Pulosroyo. Indikasi-indikasi ini mengakibatkan
turunnya pamor dan wibawa pengadilan di mata masyarakat, dan langsung atau tidak
langsung telah berimbas pada pelaksan aan rekrutmen dan karir hakim selama ini.
Implikasi turunnya kadar kepercayaan masyarakat terhadap hakim tersebut telah
menimbulkan kecenderungan atau pola bagi para pencari keadilan yang tidak puas
terhadap putusan hakim pada khususnya atau tindakan pengadilan pada umumnya
untuk mengajukan perkaranya kepada instansi lain, seperti DPRD, DPR dan
Ombutsman. Padahal pengadilan adalah sebagai lembaga pemutus perkara dan
gerbang terakhir penegakan hukum serta keadilan yang sangat dinantikan oleh
masyarakat pada umumnya dan pencari keadilan pada khususnya.
Adanya pola baru dalam pengangkatan hakim pada Mahkamah Agung yang
dilakukan dengan fit and proper test oleh DPR merupakan upaya untuk menuju pada
sistem rekruitmen dan karir hakim tersebut. Namun, upaya tersebut nampaknya masih
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

perlu untuk dikaji lebih lanjut, yaitu apakah hasilnya dapat memberikan dampak
sebagaimana yang diharapkan, dan bisa mempengaruhi sistem pengangkatan hakim
pada tingkat yang lebih rendah. Hal ini mengingat bahwa dalam praktiknya fit dan
proper test pengangkatan Hakim Agung tersebut masih dipengaruhi atau sarat dengan
kepentingan politik.
Sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum, tugas hakim sungguh sangat
berat. Hakim diharapkan dapat menjadi benteng atau pelarian terakhir (the last resort)
bagi para pencari keadilan (justiciable). Hakim harus mempunyai kemampuan
profesional, serta moral dan integritas yang tinggi yang mencerminkan rasa keadilan,
memberikan manfaat dan menjamin kepastian hukum. Hakim dituntut mampu
berkomunikasi serta menjaga peran, kewibawaan dan statusnya dihadapan
masyarakat. Selain itu, tanggung jawab hakim berat karena harus bertanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, para pihak, masyarakat, pengadilan yang
lebih tinggi dan ilmu pengetahuan hukum. Mengingat beratnya tanggung jawab itu
maka adanya profesionalisme dan integritas pribadi belumlah cukup, hakim harus
juga mempunyai iman dan taqwa yang baik.
Dalam usaha memenuhi persyaratan di atas dibutuhkan suatu sistem rekrutmen
dan karir hakim yang baik yang dapat menciptakan kondisi yang kondusif
terbentuknya hakim yang berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela. Tugas
hakim kecuali bersifat praktis rutin, juga bersifat ilmiah. Sifat tugas hakim yang
demikian ini, membawa konsekuensi bahwa hakim harus selalu mendalami
perkembangan ilmu hukum dan kebutuhan hukum masyarakat. Dengan cara itu, akan
memantapkan pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar penyusunan putusannya.
Dengan cara ini pula hakim dapat berperan aktif dalam reformasi hukum yang sedang
dituntut oleh masyarakat saat ini.
Dalam memeriksa dan memutus perkara hakim bebas. Namun, kebebasan hakim
tersebut dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi dan sebagainya
(Mertokusumo, 1973). Kebebasan hakim diberikan dalam rangka mengemban tugas
untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan
menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi landasannya,
melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga keputusannya

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 2


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

mencerminkan perasaan keadilan Bangsa dan Rakyat Indonesia (Penjelasan Pasal 1 UU


No. 14 Tahun 1970). Dengan kata lain, kebebasan hakim berarti harus memperhatikan
Pancasila, undang -undang, kepentingan para pihak dan ketertiban umum.
Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi hakim saat ini belum seperti yang
diharapkan masyarakat, terbukti adanya laporan, pengaduan tentang proses
penanganan perkara, penyalahgunaan kekuasaan hakim pada khususnya atau
peradilan pada umumnya. Masyarakat memberi sorotan pada cara dan hasil kerja
hakim karena masyarakat pada umumnya atau justiciable pada khususnya
menempatkan hakim sebagai tumpuan dan sekaligus sebagai benteng terakhir dalam
penegakan hukum dan keadilan.
Sistem penggajian profesi hakim yang layak juga merupakan faktor yang dapat
mempeng aruhi ketertarikan Sarjana Hukum yang baik untuk meniti karir sebagai
hakim. Sistem penggajian yang dipakai saat ini kurang sesuai dengan beban tanggung
jawab hakim, sehingga dapat menyebabkan kurang minatnya Sarjana Hukum yang
baik untuk meniti karir sebagai hakim.
Sebagai titik tolak dalam melaksanakan penelitian ini adalah studi kasus
terhadap seorang dosen senior yang semula adalah seorang hakim senior, yaitu Prof.
Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Beliau lulus sarjana hukum pada tahun 1958, dari
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Dalam penuturannya, begitu lulus sebagai
sarjana hukum ia langsung melamar menjadi hakim. Lamaran tersebut ditujukan
kepada Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Pada saat itu ia langsung diterima dan
sekaligus ditugaskan untuk magang menjadi hakim selama enam (6) bulan.
Dalam pengalamannya selama menjalani tugas sebagai magang hakim, ia
melaksanakan tugas sebagai Panitera. Hal ini terjadi secara kebetulan, karena
ditugaskannya dirinya sebagai panitera pengadilan itu menjadikan iri bagi pihak -
pihak lainnya. Sistem rekrutmen hakim saat itu sesungguhnya secara langsung, dalam
arti bagi pelamar hakim yang dinyatakan diterima, maka yang bersangkutan diangkat
langsung sebagai hakim, tanpa melalui prosedur magang dan atau menjalani pro fesi
sebagai panitera dan sebagainya. Banyak di antara para pelamar hakim yang
dinyatakan diterima sesungguhnya ingin meniti karirnya mulai dari bawah, antara lain
tugas-tugas sebagai panitera. Selama menjalani tugas sebagai panitera pengadilan, ia

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 3


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

pernah juga suatu ketika ditugaskan sebagai pembela gratis dalam perkara
pembunuhan.
Setelah 6 (enam) bulan menjalani tugas sebagai magang hakim selesai, ia
langsung diangkat sebagai hakim. Dalam hati kecilnya sesungguhnya semula ia tidak
bercita-cita untuk menjadi hakim. Dengan demikian tugasnya atau profesinya sebagai
hakim itu terjadi secara kebetulan saja, dalam arti begitu lulus sarjana hukum langsung
mengajukan lamaran untuk menjadi hakim, dan setelah diterima dan diangkat, profesi
sebagai hakim tersebut dihayati sewajarnya tanpa pesimistis dan tanpa optimistis.
Dalam meniti karirnya sebagai hakim, ia menuturkan pengalamannya bahwa
untuk kenaikan pangkat seorang hakim diprasyaratkan adanya eksaminasi putusan
pengadilan yang telah dibuatnya sejumlah 9 (sembilan) perkara (pidana dan perdata).
Eksaminasi putusan pengadilan tersebut dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi
setempat, hasil eksaminasi tersebut bersifat rahasia dan tidak diberitahukan kepada
hakim yang putusannya dieksaminasi. Ia berpendapat bahwa untuk kenaikan pangkat
(karir) seorang hakim, eksaminasi atas putusan yang pernah dibuatnya perlu
dilakukan, dengan argumentasi bahwa dalam suatu putusan pengadilan selain
memuat mengenai pertimbangannya juga mengenai diktumnya. Pertimbangan
putusan hakim berkaitan dengan hukum meteriil dan hukum formil, sedangkan
putusannya sendiri dalam kaitannya dengan manajemen berkaitan dengan IQ
(Intelectual Quotient), jangan semata-mata rasional saja, tetapi rasa itu harus ada (Jawa:
roso pangroso). Dalam teori membuat putusan, banyak literatur antara lain van Apel
Doorn, bahwa hukum itu alogis tetapi penggarapannya logis. Mengapa alogis karena
hukum itu normatif dan mengandung nilai, karena mengandung nilai maka sarat
dengan emosi. Emosi bukan berarti marah, tetapi yang dimaksud adalah ketajaman
emosional atau kecerdasan emosional. Dalam menjatuhkan putusan harus
dipertimbangkan dengan hati nurani, jangan semata-mata rasional saja.
Dalam kaitannya dengan rekrutmen hakim ia berpendapat perlu
dipertimbangkan faktor intelektualitas dan integritas (kejujuran). Intelektualitas
dikaitkan dengan kemampuan penguasaan hukum materiil dan formal serta
kemampuan melakukan penemuan hukum.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 4


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Lebih lanjut ia memprihatinkan kemampuan para hakim dewasa ini, dalam hal
penemuan hukum. Dalam ketentuan Pasal 27 Undang -Undang No. 14 Tahun 1970
ditegaskan bahwa hakim wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal
ini mengandung makna bahwa menggali hukum itu berarti menemukan hukum. Hasil
penemuan hukum dapat dijadikan sarana untuk pembinaan karir hakim, misalnya
kenaikan pangkat meloncat dan sebagainya. Dalam praktek penemuan hukum oleh
hakim itu, dapat dipandang sebagai suatu terobosan, tetapi tidak setiap terobosan itu
merupakan suatu jurisprudence, karena sering kali terobosan itu justru mengecewakan.
Terlebih akhir-akhir ini banyak didapati putusan hakim, baik hakim tingkat pertama,
hakim banding bahkan hakim agung yang terkesan cenderung terlalu simpel dan
langsung, misalnya mengenai putusan pembatalan. Dalam putusan pembatalan hanya
diputus batal, tanpa diberi pertimbangan dan alasan mengapa batal. Oleh karena itu
dalam rekrutmen hakim perlu diprasyaratkan adanya faktor-faktor:
a. intelektualitas (yang terkait dengan kemampuan penguasaan hukum materiil,
hukum formil dan penemuan hukum secara tepat dan benar);
b.integritas (kejujuran);
c. pendidikan, penataran, refresing, rapat-rapat berkala, dan diklat;
d. langkah-langkah efisiensi dan efektifitas kelas-kelas diklat.
Ia mengatakan bahwa sebutan wilayah kerja hakim yang basah dan kering atau
sebutan Jawa dan Luar Jawa, yang menjadi rumor dikalangan hakim pada prinsipnya
memang ada. Justru inilah yang menyebabkan hakim enggan dipindahkan dari tempat
kerja semula ke tempat kerja yang lainnya. Sebagai contoh ada seorang hakim di Jawa
dipindahkan ke Irian Jaya dengan janji bahwa tugas di Irian Jaya direncanakan hanya 1
(satu) tahun saja, melainkan kenyataannya sampai 12 tahun, dan bahkan ia sampai
mati di Irian Jaya. Dahulu seakan-akan ada perebutan kewenangan antara Mahkamah
Agung dan Departemen Kehakiman. Dengan demikian promosi dan atau mutasi
untuk karir hakim tidak jelas sistem dan kriterianya. Dalam kaitannya dengan isu suap
bagi kalangan peradilan khususnya hakim, ia menyatakan bahwa sesungguhnya sejak
dahulu memang ada. Di Amerika ada suap, di Belanda ada suap, tetapi tidak separah
era pasca tahun 1970 atau separah era yang sekarang ini. Ia mengatakan, idealnya
sistem rekrutmen hakim dilaksanakan dengan menggunakan sistem satu atap, namun

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 5


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

demikian untuk merubah sistem dua atap menjadi sistem satu atap perlu didukung
dengan penelitian yang seksama, sehingga tidak terkesan gegabah.
Dalam kaitannya dengan sistem rekrutmen hakim yang baik, ia berpendapat
bahwa sebelum seseorang diangkat menjadi calon hakim (Cakim), perlu dididik
terlebih dahulu dan harus diberikan kemungkinan semacam percobaan. Salah satu
faktor yang menentukan seseorang lulus atau tidak lulus dalam masa percobaan untuk
diangkat menjadi Cakim adalah psikotes, karena dari hasil psikotes ini dapat diketahui
motivasi seseorang dalam menjalani profesi sebagai hakim. Terus terang diakuinya,
bahwa ia sendiri menjadi hakim tidak didasarkan atas motivasi, tetapi juga tidak ada
jaminan bahwa mereka yang mempunyai motivasi penuh untuk menjadi hakim,
setelah diangkat menjadi hakim kemudian tidak akan alih profesi ke profesi yang lain.
Dalam kenyataannya seseorang yang memiliki motivasi penuh untuk menjadi hakim,
setelah diangkat menjadi hakim ada kemungkinan juga dikemudian hari melakukan
alih profesi, namun setidak-tidaknya dengan adanya motivasi itu akan menjadikan
lebih sreg (mantap), artinya masalah atau isu suap dan sebagainya dalam praktek
peradilan, menjadi tidak begitu krusial.
Dalam pengalamannya menjalani profesi hakim dirasakan menyenangkan
(enjoy). Tetapi setelah tahun 1970 ia melihat praktek-praktek tidak terpuji, misalnya
seorang Ketua PN enggan untuk dipindahkan dari Jawa ke luar Jawa. Untuk itu yang
bersangkutan berusaha menghadap (sowan ) ke MA, sehingga akhirnya tidak jadi
dipindahkan. Praktek KKN semacam itu diduga masih berlangsung sampai saat ini,
sehingga menyebabkan dunia peradilan tidak kondusif. Bertolak dari kenyataan itu, ia
berpendapat bahwa sistem rekrutmen dan karir hakim perlu untuk dibenahi.
Dalam pengalaman pribadinya selama menjalani profesi hakim, ia pernah
ditawari untuk dipindahkan ke Makasar. Waktu itu yang menjadi Ketua Mahkamah
Agung Oemar Seno Aji. Atas tawaran itu ia memikirkan (merenungkan) dan
mengingat anak-anaknya masih kecil dan masih memerlukan pendampingan seorang
ayah, di samping itu ia meragukan atas tawaran mutasi dan promosi jabatan serta
kepangkatan tersebut, kalau pejabat yang menawari tersebut masih menjabat tidak
begitu krusial, tetapi apabila suatu ketika pejabat yang menawari tersebut diganti
pejabat, mungkin saja komitmen dan kebijakannya berubah yang tidak sesuai dengan

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 6


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

aspirasinya, jelas hal demikian akan menimbulkan masalah pribadinya. Oleh karena
itu ia berkeberatan atas tawaran mutasi dan promosi jabatan serta kepangkatan
tersebut. Dalam penuturan pengalamannya, setelah ia berkeberatan untuk mutasi dan
promosi jabatan serta kepangkatan ke Makasar, ia ditawari lagi untuk mutasi dan
promosi jabatan serta kepangkatan ke Semarang, namun ia tetap berkeberatan dan
meragukan sistem dan kriteria rekrutmen dan karir hakim yang ada saat itu.
Atas dasar pertimbangan, alasan dan keraguan mengenai ketidak jelasan sistem
dan kriteria mutasi jabatan serta kepangkatan hakim tersebut, maka sekali lagi ia tetap
berkeberatan dan memutuskan untuk berhenti menjalani profesi sebagai hakim. Pada
tahun 1972 resmi mengajukan berhenti sebagai hakim dan alih profesi menjadi
pendidik pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, sampai sekarang.

B. Ruang Lingkup Permasalahan


Bertolak dari latar belakang permasalahan di atas, maka ruang lingkup
permasalahan pokoknya adalah bag aimana sistem rekrutmen dan karir hakim yang
tepat? Kemudian, berdasarkan ruang lingkup permasalahan pokok tersebut dijabarkan
sub -sub masalahnya sebagai berikut:
26.3. a. Apakah sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama
ini sudah tepat?
26.4. b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan
nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim?
26.5. c. Apakah sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini
sudah layak?
26.6. d. Bagaimanakah upaya meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang
baik guna meniti karir sebagai hakim?

C. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek dalam
memformulasikan sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Di samping itu,
penelitian ini juga bertujuan antara lain untuk:

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 7


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

a. mengkaji sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini;
b. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi
dan nepotisme dalam rekruitmen dan karir hakim;
c. mengkaji layak dan tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang
berlaku sekarang ini;
d. mengkaji upaya peningkatan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik
guna meniti karir sebagai hakim.

D. Sasaran
Sasaran utama dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan
berbagai aspek dalam perumusan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim
yang tepat, yang selanjutnya dirinci sebagai berikut:
a. sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku hingga saat ini;
b. faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan
nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim;
c. layak dan tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku
sekarang ini; dan
d. upaya -upaya untuk meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang
baik guna meniti karir sebagai hakim.

E. Metode Penelitian

1. Desain
Metode pengkajian yang digunakan adalah kombinasi antara metode kajian
normatif dan metode kajian empiris. Pada metode kajian normatif, bahan-bahan
hukum yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan 4 (empat) model pendekatan
yakni: pendekatan peraturan perundang -undangan (statutory approach), pendekatan
historis (historical approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan
komparasi (comparative approach), sesuai dengan kebutuhannya. Pada metode kajian
empiris, data dicari dari keterangan para responden, yang dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut:

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 8


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

1) Wawancara Mendalam (in -depth interviews). Wawancara mendalam terhadap


responden tertentu (terutama nara sumber) adalah dalam rangka untuk
menangkap pendapat, pemikiran dan perasaan mereka yang berkaitan
dengan masalah penelitian ini.
2) Survei Terbatas. Idealnya, survei dilakukan untuk seluruh populasi. Namun,
karena keterbatasan waktu dan biaya, survei ini dilakukan terhadap sejumlah
responden yang terbatas.

2. Sampel dan Daerah Penelitian


Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di empat lokasi dalam negeri
yaitu: Medan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
Ujung Pandang; dan 2 (dua) lokasi luar negeri, yaitu: Kuala Lumpur (Malaysia), serta
Rotterdam, Den Haag, Leiden, dan Uttrecht (Netherlands). Untuk 2 (dua) lokasi luar
negeri, yang dimaksudkan sebagai lokasi studi komparatif, ditetapkan untuk
responden dan bidang yang terbatas. Adapun responden dari lokasi penelitian dalam
negeri dibagi menjadi 3 (tiga) komunitas, yaitu komunitas hakim, komunitas aparat
penegak hukum non hakim, dan komunitas Sarjana Hukum non aparat penegak
hukum dan pencari keadilan.
Responden komunitas hakim secara keseluruhan ditentukan sebanyak 50 (lima
puluh) orang, yang berasal dari Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi (PT),
Pengadilan Tinggi Agama (PTA), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN),
Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) dan Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Agama
(PA), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Mahkamah Militer (Mahmil).
Responden komunitas aparat penegak hukum non hakim yang terdiri dari jaksa,
polisi, dan advokat (pengacara praktek) secara keseluruhan ditentukan sebanyak 100
(seratus) orang. Responden jaksa sebanyak 34 (tiga puluh empat) orang berasal dari
Kejaksaaan Agung (Kejagung), Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kejaksaan Negeri (Kejari)
dan Oditurat Militer (Odmil). Responden polisi sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang
berasal dari MABES POLRI, POLDA, dan POLRES. Kemudian, untuk responden
advokat (pengacara praktek) sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang yang tersebar di
keempat lokasi penelitian.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 9


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Responden komunitas Sarjana Hukum non aparat penegak hukum dan pencari
keadilan, yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang hukum,
pencari keadilan (justiciable), Sarjana Hukum (pencari kerja), dan Dosen Fakultas
Hukum ditentukan sebanyak 100 (seratus) orang tersebar di keempat lokasi penelitian.
Khusus untuk lokasi penelitian di DKI Jakarta, selain data yang diperoleh dari
responden tersebut juga dicari data dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Mahkamah Agung; Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia; Departemen
Agama; dan Departemen Pertahanan.
Secara keseluruhan, dalam penelitian ini diambil responden sejumlah 250 orang
dari berbagai bidang seperti yang telah disebutkan di atas.

3. Alat dan Teknik Pengumpulan Data


1) Studi Pustaka. Studi pustaka, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di
luar negeri (Malaysia dan Belanda), diarahkan untuk mengumpulkan dan
menganalisis bahan-bahan hukum (bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder).
2) Wawancara mendalam (in-depth interviews). Wawancara terhadap para nara
sumber dilaksanakan dengan menggunakan pedoman wawancara, yang
dikaitkan dengan permasalahan penelitian.
3) Survei Terbatas. Instrumen yang digunakan dalam survei ini adalah kuesioner
yang dikembangkan dengan mengacu pada Terms of Reference.

4. Pengumpulan Data
Data yang dicari dalam penelitian ini adalah informasi mengenai sistem
rekrutmen dan karir hakim yang berlaku, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
KKN, sistem penggajian bagi hakim yang berlaku saat ini terutama yang berkaitan
dengan kelayakan gaji dan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik terhadap profesi
hakim dan upaya-upaya untuk meningkatkan ketertarikan tersebut.
1) Wawancara Mendalam. Wawancara mendalam dilaksanakan terhadap 9
(sembilan) nara sumb er.
2) Survei Terbatas. Survei terbatas dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap
pra-survei dan tahap pelaksanaan. Tahap pra-survei dilaksanakan untuk

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 10


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

mencari data awal mengenai permasalahan penelitian. Tahap pelaksanaan di


masing-masing lokasi penelitian dilaksanakan sesuai dengan jadual yang
telah ditentukan, yaitu: penelitian di dalam negeri dilaksanakan pada bulan
Februari sampai dengan bulan Maret 2002, sedangkan penelitian di luar
negeri dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2002.

5. Analisis Data
Keseluruhan data yang diperoleh dengan metode kajian normatif maupun
empiris dianalisis secara kualitatif, dan sejauh menyangkut institusi dianalisis dengan
metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats).
Analisis SWOT dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu
kegiatan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

BERBAGAI PELUANG

Mendukung strategi: Turn around Mendukung strategi: Agresif

KELEMAHAN INTERNAL KEKUATAN INTERNAL

Mendukung strategi: Defensif Mendukung strategi: Diversifikasi

BERBAGAI ANCAMAN

----------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 11


BAB II
REKRUTMEN DAN KARIR HAKIM: PERSPEKTIF HISTORIS

Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004 (Tap MPR No. IV/MPR/
1999) antara lain menentukan bahwa sasaran pembangunan bidang hukum adalah
terwujudnya sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi
manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran. Salah satu upaya untuk memantapkan
sistem hukum nasional adalah adanya penyelenggaraan peradilan yang bersih, jujur
dan bertanggung jawab.
Dalam Tap MPR No. VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-
lembaga Tinggi Negara Pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memberikan
pernilaian bahwa Laporan Tahunan MA (MA) masih bersifat normatif dan secara
umum kurang mengungkapkan daya dan upaya penegakan supremasi hukum, di
samping itu kinerja MA masih lamban sehingga terjadi penumpukan perkara. Oleh
sebab itu direkomendasikan agar MA melakukan pembenahan dalam rangka
peningkatan kinerjanya dalam penegakan hukum; segera melaksanakan UU No. 35
Tahun 1999; dan memantapkan kemandiriannya dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya serta menjadikan MA bebas dari KKN. Rekomendasi dari MPR ini sangat
beralasan, oleh sebab itu harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh MA adalah sebagai
puncak dari semua lingkungan peradilan di Negara Republik Indonesia.
Mengingat beratnya tanggung jawab hakim, maka hakim haruslah terseleksi dari
sarjana hukum yang berkualitas, berbudi pekerti luhur, mempunyai dedikasi tinggi.
Sebagai penegak hukum dan keadilan, hakim harus dapat berdiri tegak dan mandiri
dalam memberikan keadilan. Keadilan yang diberikan adalah Demi Keadilan
Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang terpilih dan terpanggil, yakni mereka yang benar-benar mempunyai panggilan
jiwa dan hati nurani sebagai hakim. Tugas hakim tidak dapat dilakukan oleh orang -
orang yang panggilan jiwanya semata-mata hanya sebagai penguasa apalagi sebagai
pengusaha, sehingga dapat mempengaruhi kemandirian dan kebebasan para hakim
serta tidak sempurnanya penegakan hukum dan keadilan.1

1 Ismail Saleh, Varia Peradilan Tahun III No. 32 Mei 1988, IKAHI, Jakarta.
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Konstatasi MPR sangat beralasan karena berdasarkan fakta bahwa tingkat


ketidakpercayaan publik kepada hakim sudah sangat parah. Untuk itu perlu adanya
refleksi bagi para hakim untuk menata diri. Ada dua upaya yang dapat ditempuh
yaitu mengembalikan nurani para hakim agar lebih membela kepentingan rakyat
(hakim yang humanis) dan perlu diciptakan code of role yang jelas sehingga dapat
dijadikan panduan. Untuk itu perlu dilakukan reformasi bagi para hakim, hakim harus
“dibersihkan” dan dari sinilah penegakan hukum akan dimulai. Berkaitan dengan hal
itu, rekrutmen dan pembinaan karir hakim haruslah dibenahi atau harus direformasi.
Pada Workshop tanggal 22 Mei 2002 di Yogyakarta terungkap bahwa lembaga
peradilan (c.q. MA) itu yang lebih dahulu harus dibenahi, sehingga akuntabilitasnya
dapat diterima publik. Tindakan konkrit harus dilakukan dan harus dapat diakses
publik, sebaliknya pihak di luar penyelenggara kekuasaan kehakiman juga harus
wawas diri, harus memberi kesempatan kepada MA dan tidak boleh terus-menerus
menghujadnya. Belum adanya tindakan konkrit, khususnya terhadap orang dalam
(c.q. hakim dan karyawan pengadilan) yang diindikasikan melanggar hukum atau
melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh aparat penegak hukum
juga terungkap dalam Workshop tersebut. Perbaikan dalam bidang peradilan, yang
cukup penting adalah SDM-nya, salah satu unsurnya adalah hakim. Perjalanan karir
hakim, meliputi: rekrutmen, pengangkatan, pemberhentian, mutasi, promosi (jabatan
dan kenaikan pangkat). Setelah UU No. 35 Tahun 1999 berlaku semuanya itu
menjadi tugas dan kewenangan MA. Siklus perubahan (termasuk SDM) melalui
empat tingkatan, yaitu perubahan-perubahan: pengetahuan (knowledge change),
sikap (attitudinal change), perilaku (behavior change), dan prestasi grup atau
prestasi organisasi (group or organization performance change).2 Dengan
mendasarkan pada siklus perubahan ini, maka dalam rekrutmen kemampuan
penguasaan ilmu hukum cukup penting, dan bagi yang sudah menjadi hakim perlu
dibina secara berkesinambungan ditingkatkan penguasaan kemampuan ilmu hukum
dan ketrampilan teknis. Pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (Diklat),
itu sebagai upaya peningkatan kinerja hakim.3
Upaya peningkatan kualitas hakim tersebut, tentunya harus tetap berorientasi
pada fungsi, tugas dan tanggung jawab hakim sebagai benteng terakhir dalam
penegakan hukum, tidak bertentangan dengan kebebasan hakim dan dimaksudkan
juga untuk meningkatkan kualitas dari putusan hakim. Di samping itu, faktor-faktor
penunjang lainnya harus diperhatikan, yaitu antara lain: manajemen dan pengawasan
terhadap kinerja hakim secara proporsional dan profesional, serta penerapan lembaga
reward and punishment secara tepat dan adil.

2 Soehardi Sigit, 1983, Seri Manajemen – Teori Kepemimpinan Dalam Manajemen, Armurrita,
Yogyakarta, hal. 48-49.
3 Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 540/XIII/10/6/2001.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 13


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

A. Tinjauan Yuridis Historis Dasar Rekrutmen Hakim

Berdasarkan Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan


Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Untuk Mempersiapkan
Rancangan Perubahan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
diadakan perubahan BAB IX Kekuasaan Kehakiman, menjadi Kekuasaan Kehakiman
dan Penegakan Hukum, yang tadinya hanya 2 pasal (Pasal 24 dan 25) sekarang
menjadi: Pasal 24, 24A, 24B, , 25, 25A, 25B, 25C dan 25D. Dalam rancangan perubahan
diatur juga adanya Dewan Kehormatan Hakim, Mahkamah Konstitusi dan Kejaksaan,
serta Dewan Perwakilan Daerah. Namun dalam Sidang Tahunan tahun 2002 diadakan
perubahan lagi BAB IX tantang Kekuasaan Kehakiman yang memuat Pasal 24, 24A,
24B, dan 24C.4
Untuk waktu sekarang, syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta
pelaksanaan tugas Hakim: di lingkungan Peradilan Umum berdasarkan UU No. 2
Tahun 1986; di lingkungan Peradilan Agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989; dan
di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986.
Mengingat beberapa peraturan perundang-undangan tersebut dibentuk berdasarkan
UU No. 14 Tahun 1970 yang telah dirubah berdasarkan UU No.35 Tahun 1999, maka
tentunya perlu ada reformasi di bidang kekuasaan kehakiman dengan memisahkan
fungsi yudikatif dan eksekutif. Paling lambat 5 tahun sejak tanggal 31 Agustus 1999
(berlakunya UU No.35 Tahun 1999), secara bertahap akan terjadi pengalihan
organisasi, administrasi dan finansiil dari Departemen yang sekarang masih
menangani hal-hal yang berkaitan dengan jabatan hakim kepada MA.
MA sebagai puncak peradilan mempunyai fungsi, yaitu: peradilan atau
mengadili (justitiele), pengawasan (toeziende), mengatur (regelende), nasihat
(advieserende) dan administratif (administratieve). Berdasarkan fungsi-fungsi yang
dimiliki tersebut, MA mempunyai tugas dan tanggungjawab yang cukup berat dalam
penegakan hukum di Indonesia. UU No. 35 Tahun 1999 mempertegas
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman satu atap di bawah MA. MA sebenarnya telah

4 Harian Kompas, Senin tanggal 12 Agustus 2002


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 14
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

menyadari kepercayaan tersebut, hal itu antara lain terbukti telah disiapkan Draft
Rencana Strategis (Strategic Action Plan = SAP) Tahun 2001 – 2005.
Dengan berlakunya UU No. 35 Tahun 1999, berarti sudah ada perangkat hukum
yang akan mengantar terbentuknya peradilan satu atap di bawah MA. Mengingat
kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap peradilan di Indonesia telah terkikis,
bahkan agak krisis sebagai akibat kelambatan penyelesaian perkara dan merebaknya
KKN di bidang peradilan, maka salah satu faktor yang sangat penting untuk
terciptanya peradilan yang baik adalah membina SDM-nya, khususnya SDM hakim,
sebab melalui putusan hakimlah masyarakat atau khususnya justisiabel akan menilai
kekuasaan kehakiman. Hakim haruslah dibina agar mempunyai keahlian, kecakapan
dan ketrampilan yang memadai, serta moral yang baik, untuk perekrutan SDM hakim
baru haruslah benar-benar direncanakan dan disaring secara ketat.
Perlu disusun pola manajemen rekrutmen dan pembinaan karir (mutasi dan
promosi) hakim. Secara sederhana manajemen dapat diartikan suatu pencapaian
tujuan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu.5 Kalau draft RENSTRA MA telah
disetujui atau disahkan, maka harus ditindaklanjuti dengan disusun RENOP dan
RENTA, misalnya RENSTRA untuk jangka waktu 10 tahun, RENOP untuk jangka
waktu 5 tahun dan RENTA untuk jangka waktu 1 tahun.
Rekrutmen, mutasi dan promosi hakim sebagai bentuk perencanaan personalia
harus benar-benar direncanakan dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan
organisasi secara keseluruhan, yaaitu harus diawali dari 1. perencanaan SDM hakim,
yang mempertimbangkan kualitas dan kuantitasnya; 2. penarikan hakim yang
dibutuhkan, apakah akan diambil dari karyawan pengadilan yang potensial atau
Sarjana Hukum/Syariah baru atau praktisi yang telah berpengalaman; 3. Seleksi; 4.
pengenalan dan orientasi agar mereka yang diterima sebagai Cakim mengenal ruang
lingkup bidang kerjanya; 5. latihan dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas
dan profesionalisme hakim; 6. penilaian yang meliputi upaya untuk mutasi dan
promosi karir hakim.

5 T. Hani Handoko, 1990, Manajemen Edisi II, BPFE, Yogyakarta, dalam hal. 23 – 25 antara
lain menguraikan bahwa ada lima fungsi yang paling penting, yaitu: planning (perencanaan),
organizing (pengorganisasian), staffing (penyusunan personalia), leading (pengarahan), dan
controlling (pengawasan) kegiatan-kegiatan organisasi.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 15
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Dengan berpedoman pendapat T. Hani Handoko tentang beberapa faktor yang


dapat mempengaruhi prestasi karyawan,6 maka untuk mendapatkan SDM hakim yang
baik, artinya: jujur, berkelakuan tidak tercela dan cakap, antara lain dalam seleksi perlu
diperhatikan atau ditanyakan: a. latar belakang pribadi, yang mencakup pendidikan
dan pengalaman masa lalu; b. bakat dan minat, ini untuk memperkirakan minat dan
kapasitasnya sebagai hakim; c. sikap dan kebutuhan, ini untuk memprediksikan
tanggung jawab dan wewenang hakim; d. kemampuan analitis dan manipulatif, ini
untuk mempelajari kemampuan pemikiran dan penganalisaan; e. ketrampilan dan
kemampuan teknik, ini untuk menilai kemampuan dalam penyelesaian perkara; f.
kesehatan phisik dan mental, ini untuk mengetahuai kemampuan phisik dan
keteguhan moral dan iman.

B. Rekrutmen Hakim

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data,7 bahwa secara historis hakim-hakim


di lingkungan peradilan umum dapat dibagi dalam 4 lapis, yaitu: lapis pertama – sejak
menjelang kemerdekaan - hakim direkrut dari para teoritisi, sebagian dari mereka para
profesor menurut responden hakim – kualitas putusannya sangat baik, termasuk
dalam lapis pertama adalah Pro. Dr. Soepomo, Prof. Djojodiguno, Prof. Dr. Wirjono
Prodjodikoro; lapis kedua sekitar tahun 1950 – an angkatan Prof. Subekti, SH, Prof.
Asikin Kusumaatmadja, SH dan Purwata Gandasubrata, SH, kualitas putusan masih
baik; lapis ketiga sekitar awal tahun 1960-an s/d akhir tahun 1960 kualitas putusan
relatif masih baik; lapis keempat menjelang 1965 dan dilanjutkan dengan rekrutmen
hakim dengan sistem Cakim pada tahun 1971. pada lapis keempat rekrutmen hakim
menjadi kurang baik, sebab sudah mulai ada penerimaan yang disertai dengan
pembayaran sejumlah uang.
Seperti halnya di lingkungan peradilan umum (termasuk lingkungan peradilan
tata usaha negara), di lingkungan peradilan agama juga dapat dibuat pelapisan, yaitu:
lapis pertama sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, hakim-hakim PA diambil
dari para Kyai yang sangat menguasai hukum Islam (sebagai hakim honorer)

hal. 241 – 242.


6 Ibid.,

7 Kesimpulan diambil berdasarkan informasi dari Sukartono, seorang hakim senior


Pengadilan Tinggi Makassar, hasil wawancara tanggal 19 dan 21 Maret 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 16
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

sedangkan khusus Ketua PA sebagai PNS yang diangkat negara, dedikasi hakim
cukup tinggi; lapis kedua dari periode tahun 1974 – 1975 hakim-hakim PA direkrut
dari mereka yang telah bekerja di lingkungan DEPAG, mereka langsung diangkat
menjadi hakim PA relatif dedikasinya juga tinggi; lapis ketiga mulai tahun 1976 hakim-
hakim PA direkrut dengan cara seleksi dan ada yang diikuti dengan sistem Cakim
selama 1 tahun. Perekrutan hakim di lingkungan peradilan agama tidak banyak
mendapatkan sorotan dari masyarakat, sebab relatif perkara yang ditangani hakim
lebih sedikit dan tidak berkaitan dengan uang atau harta benda dan sebelum + tahun
1987 gaji hakim PA sama dengan PNS biasa dan tidak mendap atkan tunjangan hakim.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa beberapa responden Hakim Tinggi
dilingkungan peradilan umum dan Hakim Agung karir yang berasal dari lingkungan
peradilan umum, mereka pada umumnya mengatakan bahwa saat penerimaannya
dulu sangat mudah, tidak ada test masuk, belum melalui sistem Cakim dan tidak
mengikuti pendidikan khusus sebagai hakim (8.00%), sedangkan selebihnya (92.00%)
menyatakan mengikuti pendidikan khusus, magang sebagai Cakim, telah menjadi
karyawan pengadilan/karyawan DEPAG atau sebagai anggota militer yang diangkat
sebagai Hakim Militer. Di antara responden dalam menyebutkan lama waktu
mengikuti pendidikan khusus, magang sebagai Cakim dan lamanya menjadi karyawan
pengadilan/karyawan DEPAG tidak ada keseragaman atau bervareasi.
Dari responden hakim yang menjadi hakim melalui tes diperoleh informasi,
bahwa untuk menjadi hakim harus melalui tahapan-tahapan penyaringan. Untuk
waktu sekarang,8 ada tiga tahap penyaringan, yaitu: Penyaringan Tahap I, meliputi:
pendaftaran pelamar dan seleksi administrasi, dilanjutkan dengan ujian tulis
pengetahuan umum, apabila lulus, maka akan ditetapkan sebagai calon pegawai
negeri, dilanjutkan dengan pendidikan dan pelatihan/orientasi/magang di
pengadilan selama kurang lebih satu tahun;. Dalam tahap ini ada ujian di akhir
periode, apabila si calon lulus maka akan diangkat sebagai pegawai negeri;

8 Ditjen Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Dep. Keh. RI, 1995,
Pola Pembinaan Peradilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan tata Usaha Negara. Hal. 37 –
39. Dalam kata pengantar Buku Pola ini dimaksudkan sebagai pengganti Buku-buku Pola
tentang Penyempurnaan Pembinaan Peradilan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Men.
Keh. RI tanggal 28 – 2 – 1976 No. JS.4/2/13, tanggal 4 – 8 – 1977 No. JS. 1/7/5, tanggal 18 – 2 –
1978 No. JS. 1/3/16 dan tanggal 23 – 3 – 1976 No. JB. 1/1/5.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 17
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Penyaringan Tahap II, yaitu ujian tulis Ilmu Hukum; Penyaringan Tahap III, yaitu
ujian lisan kepribadian/psikotes. Selanjutnya bagi mereka yang lulus penyaringan
Tahap II dan Tahap III dinyatakan sebagai Cakim dengan Surat Keputusan dan mereka
akan mengikuti Diklat Cakim di Pusdiklat Departemen (Dep. Kehakiman dan HAM)
di Jakarta. Bagi yang tidak lulus penyaringan Tahap II dan Tahap III disalurkan
menjadi Panitera Pengganti setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Status Calon PNS dijalankan dalam waktu 1 sampai dengan 2 tahun. Status
sebagai Cakim dijalankan dalam waktu 1 sampai dengan 3 tahun. Ketentuan tersebut
ternyata sedikit berbeda dengan temuan hasil penelitian, dari 50 responden hakim ada
17 responden hakim (34.00%) yang pernah magang sebagai Cakim dengan pengalaman
magang tidak sama, yaitu: 1 responden (2.00%) magang sela Cakim ma 3 bulan; 4
responden (8.00%) magang selama 2 tahun; 6 responden (12.00%) magang selama 3
tahun; dan 6 responden (12.00%) magang selama 4 tahun. Bagi Cakim, praktik di
pengadilan selama 2 tahun (dengan tugas mempelajari administrasi umum dan
administrasi peradilan, mengikuti sidang-sidang sebagai Panitera Pengganti dan
evaluasi serta laporan), setelah itu mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai Cakim
di Pusdiklat selama 1 tahun. Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut, dan
memenuhi syarat-syarat lain yang ditentukan diusulkan pengangkatannya menjadi
hakim. Menurut ketentuan Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1970 Hakim diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala Negara. Yang mengajukan usul pengangkatan hakim adalah
Departemen yang bersangkutan berdasarkan persetujuan MA, sedang untuk menjadi
Hakim Agung yang mengusulkan adalah DPR setelah mendengar pendapat MA dan
Pemerintah. Ketentuan pasal ini berlaku untuk semua hakim, dan sekaligus menjadi
dasar pengaturan bagi undang-undang yang lahir kemudian berdasarkan UU No. 14
Tahun 1970 tersebut.
Berdasarkan pengalaman responden hakim yang mengikuti tes, diperoleh data
ada 54.00% responden hakim yang menganggap bahwa materi tes belum cukup dan
masih harus ditambah beberapa materi yang lain. Responden yang menjadi hakim
dengan dites semuanya menjawab bahwa mereka juga ikut psikotes. Berdasarkan
pengalaman dari responden yang mengikuti psikotes diperoleh data bahwa pihak
yang melakukan psikotes yang banyak disebutkan adalah team dari PTN (44.44%) dan
psikolog dari UI (38.89%), dan materi yang banyak disebutkan adalah :
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 18
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

kepribadian/Emotional Question (E.Q) (80.56%); Inteligence Question (I.Q) (75.00%);


kejujuran (63.89%); dan keteguhan sikap dan konsistensi dalam menjawab (30.56%).
Dengan demikian sebenarnya soal kepribadian, kejujuran sudah mendapatkan
perhatian pada saat psikotes.9
Untuk rekrutmen hakim perlu dipikirkan, berdasarkan hasil penelitian khusus
untuk lingkungan peradilan umum (jumlah PN dan PT ada 351) dan lingkungan
peradilan tata usaha negara (jumlah PTUN dan PTTUN ada 157) jumlah hakim yang
ada sekitar 2820 orang, yang ideal jumlahnya adalah sekitar 5235 orang. Pengisian
kekurangan hakim tersebut tentunya harus benar-benar selektif, perlu kriteria yang
jelas. Harus ditetapkan kriteria yang jelas, sehingga diperoleh hakim yang berkulitas
dan bermoral yang tinggi. Banyak responden yang mengakui bahwa rekrutmen yang
ada sekarang banyak mengandung kelemahan dan rentang KKN. Ada ide, dari Dirjen.
Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman
dan HAM - agar sekian persen dari kebutuhan hakim itu ditempuh dengan pola
penelusuran sejak calon masih mahasiswa dari Fakultas Hukum/Perguruan Tinggi
Hukum yang berkualitas, dan sisanya diumumkan untuk perekrutan secara umum.
Ide pembibitan sejak dini juga sejalan dengan pendapat dari nara sumber Wakil Ketua
Mahlamah Agung.10 Harkristuti Harkrisnowo mengatakan bahwa banyak Cakim yang
pengetahuan hukumnya sangat rendah, oleh karena itu dalam rekrutmen perlu
ditentukan kriteria akademik yang jelas, misalnya persyaratan Indek Prestasi tertentu
dan tingkat akreditasi dari universitas calon yang bersangkutan.11

9 Salah satu syarat dari beberapa syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim adalah
bahwa calon harus berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. Syarat tersebut
sebenarnya dapat menjadi sifat seorang hakim yang dilambangkan sebagai: 1. Kartika
(=bintang, yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa) berarti mensyaratkan bahwa
seorang hakim harus beragama dan beribadah menurut agamanya masing-masing; 2. Cakra
(=senjata ampuh Dewa Keadilan yang mampu memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan
ketidakadilan) yang berarti adil; 3. Candra (=bulan yang menerangi segala tempat yang gelap,
sinar penerangan dalam kegelapan) berarti bijaksana dan berwibawa; 4. Sari (=bunga yang
semerbak wangi mengharumi kehidupan masyarakat) berarti berbudi luhur atau berkelakuan
tidak tercela; dan 5. Tirta (=air yang membersihkan segala kotoran di dunia) berarti
mensyaratkan bahwa seorang hakim harus jujur.
10 M. Taufik, WAKA MARI, hasil wawancara tanggal 8 April 2002.
11 Dalam tanggapan selaku pembanding atas Kajian Hasil Penelitian Rekrutmen dan Karir

di Bidang Peradilan pada Workshop II di Jakarta tanggal 31 Juli 2002.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 19
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Untuk waktu sekarang, rekrutmen hakim di semua lingkungan peradilan secara


umum sama dalam pelaksanaannya, yaitu: rekrutmen dilakukan secara tertulis, setelah
lulus seleksi ditingkatkan dengan sistem pelatihan. Cara rekrutmennya, masing -
masing sesuai dengan lingkungan dari departemen yang membawahi lingkungan
masing-masing peradilan yang bersangkutan.
Dari penelitian diperoleh informasi bahwa sistem rekrutmen belum dapat
diakses oleh masyarakat secara luas. 12 Hal tersebut memang dibenarkan oleh Dirjen
Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan pertimbangan terbatasnya dana untuk
rekrutmen dan jumlah hakim yang akan direkrut pada periode tersebut, maka
pengumunan dibuat dalam jangka waktu yang pendek.
Mengenai persyaratan hakim, Pasal 3 Undang-undang No. 13 Tahun 1965 antara
lain menentukan bahwa hakim adalah seorang Sarjana Hukum, dan dapat juga ahli
hukum yang bukan Sarjana Hukum, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Kehakiman atau Presiden atas usul Ketua MA menurut ketentuan yang berlaku. Pasal
28 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1965, yang antara lain ditetentukan bahwa pelamar
berumur serendah-rendahnya 25 tahun.
Dalam UU No. 2 Tahun 1986 bagian menimbang huruf c, antara lain ditentukan
bahwa UU No. 13 Tahun 1965 ternyata tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UU
No. 14 Tahun 1970. Persyaratan untuk menjadi hakim yang berlaku untuk lingkungan
Peradilan Umum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 2 Tahun 1986
tidak banyak berbeda dengan yang berlaku di lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1986. Di
lingkungan Peradilan Agama berdasarkan UU UU No. 7 Tahun 1989 antara lain
memuat ketentuan bahwa untuk menjadi hakim di lingkungan Peradilan Agama
pelamar harus beragama Islam, di samping itu pelamar Sarjana Syari’ah atau Sarjana
Hukum yang menguasai Hukum Islam.
Rekrutmen hakim yang telah berlangsung sekarang ad a indikasi adanya KKN,
hal itu terbukti dari 230 responden non yustisiabel ada 55.66% mengatakan pernah
mengetahui adanya KKN dalam rekrutmen hakim, data itu diperkuat pendapat dari 20

12 P. Efendi Lotulung, op. cit, hasil wawancara tanggal 3 Juli 2002 di Jakarta, menyebut

dengan istilah model dadakan (mendadak).


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 20
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

responden yustisiabel yang semuanya mengatakan percaya adanya KKN dalam


rekrutmen hakim. Oleh sebab itu, banyak yang menyarankan agar sebelum seseorang
menjabat sebagai hakim, Cakim tersebut harus mendaftarkan kekayaannya kepada
KPKPN setempat. Hal tersebut untuk mencegah atau setidak -tidaknya untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya KKN, jadi dapat dianggap sebagai salah satu
bentuk pengawasan prefentif.
Dalam Perubahan Keempat UUD 1945 yang disahkan 10 Agustus 2002 tidak
dimuat lagi ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 25 UUD
1945 (asli). Hal tersebut dapat menimbulkan persoalan, mengingat hakim -hakim di
bawah MA di semua lingkungan peradilan telah ditetapkan sebagai pejabat negara.
Dalam perubahan keempat tersebut sama sekali tidak diatur bagaimana syarat-syarat
untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim, juga tidak ada pengaturan
sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (asli). Pasal 24 ayat (3) UUD
1945 Perubahan Keempat adalah sebagai pengaturan untuk badan-badan pengadilan
lain di luar lingkungan peradilan yang disebutkan dalam Pasal 24 ayat (2) Perubahan
Keempat.13 Mengingat tidak ada ketentuan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka
menimbulkan pertanyaan: 1. Apakah berarti nantinya tidak akan ada lagi perubahan
terhadap beberapa undang-undang yang mengatur susunan, kekuasaan dan syarat-
syarat menjadi hakim pada lingkungan peradilan yang ada ?; 2. Apakan UU No. 14
Tahun 1970, UU No. 2 Tahun 1986, UU No. 5 Tahun 1986 dan UU No. 7 Tahun 1989
serta undang -undang lain yang mengatur kekuasaan kehakiman tidak perlu dirubah
untuk disesuaikan dengan UU No. 35 Tahun 1999 dan dengan UUD 1945 yang baru ?.
Berdasarkan data dari responden dan informasi/pendapat dari nara sumber
untuk perbaikan rekrutmen hakim, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pimpinan yang merekrut haruslah mempunyai kemampuan managerial,
tidak cukup hanya mempunyai kemampuan ilmu pengetahuan hukum, oleh
sebab itu perlu ditetapkan sistem rekrutmen yang baik dan terencana.
2. Sistem rekrutmen hakim harus dirubah, dan perlu dipikirkan adanya
ketentuan yang tegas, siapa yang akan direkrut dan siapa yang akan menjadi
Tim perekrut serta siapa yang akan menjadi Pengawasnya.

13 Perubahan UUD 1945 Keempat disahkan 10 Agustus 2002.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 21
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

3. Orang yang melamar seharusnya sudah tahu apakah tugas dan kewajiban
hakim, bahwa tugas mengadili menyangkut intelektualitas dan intuisi, oleh
karena itu psikotes perlu sekali. Dalam rekrutmen faktor mental atau moral
adalah lebih diutamakan, dan hakim harus taat beribadah.
4. Untuk jumlah tertentu (misalnya 25% dari kebutuhan hakim) perlu
perekrutan hakim mulai dilakukan sejak yang bersangkutan masih di
Perguruan Tinggi. Khusus untuk perekrutan dari sarjana baru, haruslah
ditentukan lebih dahulu sistem penataran atau training, oleh sebab itu perlu
dipersiapkan buku training yang baik, yang inovatif.14
5. Untuk penempatan hakim magang perlu ditentukan di pengadilan yang
relatif dekat dengan tempat asal calon peserta sehingga dapat meringankan
beban ekonomisnya dan tidak ditentukan secara acak.
6. Perekrutan hakim non karir untuk Hakim Tingkat I dan Hakim Tinggi dirasa
masih kurang tepat, yang perlu direkomendasikan adalah untuk Hakim
Agung.

C. Mutasi dan Promosi

Dari penelitian diperoleh data dari pendapat 50 responden hakim, bahwa sistem
mutasi Hakim tingkat pertama dan Hakim Tinggi yang sekarang berlaku, lebih banyak
yang mengatakan tidak tepat (Hakim tingkat pertama ada 60.00% dan Hakim Tinggi
52.00%) dibandingkan dengan yang mengatakan tepat (Hakim tingkat pertama ada
40.00% dan Hakim Tinggi 48.00%). Pendapat dari 69 responden (Penegak Hukum non
Hakim dan Umum) yang mengatakan bahwa mereka tidak sependapat dengan mutasi
selama 5 tahun, maka harus dirubah, di antara alasan yang banyak disebutkan adalah:
bahwa mutasi paling lama tiap 3 tahun sekali (30.43%); mutasi 5 tahun memberi
kesempatan hakim untuk KKN (20.29%); waktu 5 tahun terlalu lama dan membuat
jenuh (15.94%).

14 Berkaitan dengan materi tes, hasil penelitian mengusulkan agar ditambah pemahaman
tentang kesadaran hukum, nilai keadilan dan kebenaran, serta penemuan hukum, dari 230
responden (tidak termasuk responden yustisiabel) ada yang mengatakan sangat setuju (68.70%)
dan ada yang mengatakan setuju (27.39%). Lihat selanjutnya Tabel XLVIII pertanyaan angka 8.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 22


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Dalam mutasi apakah perlu mendengar pendapat dari pihak luar atau tidak,
secara khusus ditanyakan kepada 180 responden (Penegak Hukum non Hakim dan
Umum) dan diperoleh data: yang mengatakan tidak perlu (50.56%) lebih banyak
dibandingkan yang mengatakan perlu (37.22%).
Untuk sistem promosi menjadi Hakim Tinggi dan untuk menjadi Hakim Agung
Karir secara khusus ditanyakan kepada 50 responden hakim, diperoleh hasil, bahwa
sistem yang berlaku sekarang lebih banyak keuntungannya (untuk Hakim Tinggi ada
66.00% dan untuk Hakim Agung ada 56.00%) dibandingkan yang mengatakan tidak
ada keuntungannya (untuk Hakim Tinggi ada 34.00% dan untuk Hakim Agung ada
44.00%). Namun pendapat dari responden hakim tidak sesuai atau tidak signifikan
deng an pendapat dari keseluruhan 230 responden non yustiabel (sebagian responden
Hakim, Penegak hukum non Hakim dan Umum) yang menghendaki agar sistem
promosi yang sekarang berlaku perlu dirubah.
Penerapan sanksi sebagai mekanisme pengawasan yang berupa sanksi positif
(penghargaan) dan sanksi negatif (hukuman) atau dikenal dengan sebutan punishment
and reward, itu penting sekali bagi perjalanan karir hakim. Bagi hakim yang jelas
melanggar sumpah atau melakukan tindakan tercela harus dikenai sanksi (negatif)
mulai dari tegoran sampai pada pemecatan, sebaliknya bagi hakim yang berprestasi
haruslah diberi penghargaan, kalau perlu dipromosikan sebagai Hakim Agung. P.
Efendi Lotulung berpendapat bahwa ukuran hakim yang berprestasi itu bukan semata-
mata karena dapat menjatuhkan hukuman yang berat, putusan yang tidak pernah
dibatalkan dan lain sebagainya. Itu semua adalah ukuran yang sifatnya relatif, yang
belum tentu dapat diterima oleh dunia akademisi. Hakim yang berprestasi adalah
hakim yang dapat memberikan temuan -temuan yang berupa teori-teori. Temuan yang
berupa doktrin atau teori baru, kalau itu sering diikuti oleh hakim lain, maka lama-
lama akan menjadi yurisprudensi, dan suatu ketika kalau itu diikuti oleh pembentuk
undang akan menjadi undang -undang yang mempunyai daya mengikat umum.15
Dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa orang responden dan nara
sumber diperoleh informasi/pendapat bahwa dalam promosi harus berdasarkan
kualitas dan prestasi hakim, dan tidak semata-mata berdasarkan senioritas/pangkat,

15 P. Efendi Lotulung, op. cit., hasil wawancara tanggal 3 Juli 2002 di Jakarta.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 23
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

dasarnya harus adanya pengusulan dari bawah, kalau hakim PN dari KPN, kalau
hakim tinggi dari KPT. Khusus promosi hakim karir untuk menjadi Hakim Agung,
batasan umur dalam Pasal 7 UU No. 14 Tahun 1985 haruslah dirubah, sebab kalau
mendasarkan pasal tersebut, mungkin calon dari hakim karir hanya sekitar 2 s/d 3
orang calon. Untuk fit and proper test menjadi Hakim Agung haruslah dibuat kriteria
yang jelas, baik yang menyangkut materinya, maupun pihak yang melakukannya, dan
hal itu haruslah dibersihkan dari unsur-unsur politis.
Atas dasar pendapat dari para responden dan juga nara sumber seperti telah
diuraikan di atas, maka cukup alasan yang kuat untuk menyimpulkan bahwa sistem
promosi yang berlaku sekarang harus dirubah.
Dalam mutasi dan promosi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk promosi perlu mendasarkan usulan atau penilaian dari bawah, c.q.
KPN dan KPT sesuai dengan hakim yang akan dipromosikan. Sedangkan
untuk promosi Hakim Agung karir sebaiknya melalui fit and proper test.
Ketentuan dan tata cara fit and proper test hendaknya diperlakukan sama
dengan perekrutan Hakim Agung non karir.
2. Sesuai dengan sistem hukum yang berlaku, dalam hal mutasi dan promosi,
MA haruslah didengar.
3. Mekanisme mutasi dan promosi yang ada sekarang tidak berjalan dengan
baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena ada yang ditentukan dari
pusat, dan suara pengadilan di tempat hakim yang bersangkutan bertugas
tidak atau kurang didengar. Oleh sebab itu, sistem mutasi dan promosi yang
berlaku sekarang harus dirubah.
4. Dalam mutasi haruslah memperhatikan dan mempertimbangkan lama waktu
hakim bertugas di suatu tempat dan jangan sampai ada hakim yang terlalu
lama di satu pengadilan.
5. Untuk mempromosikan seorang hakim haruslah mempertimbangkan track
record hakim, harus mendengar pendapat pimpinan pengadilan di mana
hakim yang bersangkutan ditempatkan.
6. Dalam mutasi dan promosi perlu juga mempertimbangkan pendidikan
tambahan yang dimiliki oleh hakim yang bersangkutan, perlu disediakan
dana dan dorongan dari pihak departemen.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 24
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

7. Perlu dibentuk Dewan Kehormatan Hakim yang independen, atau dibentuk


Komisi yudisial yang independen, yang mempunyai kewenangan membuat
rapor hakim, memberikan rekomendasi yang akan digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam mutasi dan promosi hakim.
8. Perlu adanya manajemen putusan dan sistem kontrol yang ketat maupun
penerapan sanksi secara tegas kepada hakim yang melakukan tindakan
indisipliner. Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh organisasi yang
bersangkutan, hendaknya dapat diakses publik. Untuk meningkatkan
kredibilitas pengawasan perlu tambahan dari kalangan aparat penegak
hukum dan perguruan tinggi.

D. Rekrutmen Hakim Agung

Pengangkatan Hakim Agung berdasarkan U U No. 14 Tahun 1985. Adapun


persyaratan untuk diangkat menjadi Hakim Agung diatur dalam Pasal 7, yang antara
lain ditentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi Hakim Agung bukan hanya dari
jenjang hakim karir melalui promosi, tetapi juga melalui rekrutmen Hakim Agung non
karir. Persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7, oleh kalangan hakim karir dirasa
tidak adil, oleh sebab itu harus direvisi, sebab sangat berat bagi hakim karir untuk
dapat menjadi Hakim Agung, dan diusulkan agar syarat pengabdian dihitung berapa
tahun sejak yang bersangkutan menjabat sebagai hakim dan bukan seperti yang
ditentukan oleh Pasal 7 UU No. 14 Tahun 1985.
Untuk rekrutmen Hakim Agung yang berasal dari non karir perlu fit and proper
test, yang dilaksanakan secara proporsional dan harus berdasarkan kriteria yang jelas
dan dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan sehingga dapat teruji
integritas, kejujuran, latar belakang, kemampuan dan lain-lainnya. Untuk mengetahui
kelayakan seseorang perlu proses dan terbebas dari unsur politis agar dicapai hasil
yang objektif. Dalam hal ini MA haruslah diden gar, lembaga yang melakukan haruslah
dibenahi lebih dahulu, dan terlebih dahulu haruslah dibuat tata tertibnya.
Diadakan fit and proper test oleh DPR adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 8 UU
No. 14 Tahun 1985. Berdasarkan pasal tersebut berarti pengangkatan Hakim Agung

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 25


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

dari jalur karir maupun dari jalur non karir oleh Presiden harus berdasarkan usul dari
DPR setelah mendengar MA.16
Diangkatnya Hakim Agung non karir di samping untuk lebih meningkatkan
kualitas putusan juga tentunya untuk mengurangi bertumpuknya perkara di MA,
namun ternyata jumlah perkaranya tidak banyak berkurang
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa dalam penanganan perkara di
tingkat kasasi semua Hakim Agung dapat ikut menjadi anggota Majelis dan dianggap
mampu untuk mengadilinya, dengan perkataan lain tidak ada sistem kamar. Dengan
demikian pernilaian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bahwa
terjadinya penumpukan perkara disebabkan karena kinerja MA yang lamban,
kecenderungan pengajuan proses hukum ke tingkat kasasi, kurang profesionalnya
penanganan di MA, masih terdapatnya indikasi KKN, dan pengaruh pihak -pihak lain
di luar MA, adalah cukup beralasan.
Agar kualitas putusan menjadi lebih baik di MA perlu diadakan sistem kamar.
Sistem kamar tidak harus permanen, artinya selama menjadi Hakim Agung tidak
hanya bertugas dalam satu kamar, jadi dapat dipindah untuk jangka waktu tertentu,
misalnya 3 tahun sekali. Sistem kamar yang tidak permanen juga dikemukakan oleh
Ketua MA, yang antara lain dikatakan bahwa sistem kamar itu bukan berarti untuk
selama menjadi Hakim Agung akan dikurung dalam satu kamar, tetapi akan
dilakukan perpindahan untuk sekian tahun dapat dirubah atau dipidah Hakim Agung
dari kamar yang satu ke kamar yang lain .17

1. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah sebagai suatu lembaga yang diingikan agar segera
dibentuk, untuk melengkapi lembaga-lembaga tinggi negara yang ada berdasarkan
UUD 1945. Dalam Perubahan UUD 1945 Ketiga yang disahkan tanggal 10 November

16 Kalau Rancangan Perubahan UUD 1945 disetujui khususnya yang berkaitan dengan
Pasal 24 UUD 1945, maka yang mengangkat dan memberhentikan Hakim Agung adalah MPR
atas usul Komisi Judisial. Ketua dan Wakil Ketua MA dipilih sendiri oleh MA dari Hakim
Agung, lihat selajutnya uraian di muka.
17 Bagir Manan, op., cit., wawancara tanggal 31 Juli 2002 di Jakarta.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 26


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

2001 dan selanjutnya diperkuat lagi dalam Perubahan UUD 1945 Keempat yang
disahkan tanggal 10 Agustus 2002. 18
Terlepas adanya kritik yang menggambarkan kelemahan -kelemahan yang ada,
yang pasti adanya Mahkamah Konstitusi adalah suatu langkah maju, dan
kewenangannya tidak akan overlapping dengan kewenangan yang dimiliki MA.
Mengingat tugas dan wewenang yang diberikan cukup berat, maka dalam
perekrutannya betul-betul harus selektif dan harus dilakukan melalui fit and proper test.
Untuk pelaksanaan fit and proper test harus dipersiapkan dengan baik dan ditentukan
siapa yang diberi wewenang untuk melakukan dan menilainya, agar betul-betul
dilakukan secara obyektif.

2. Dewan Kehormatan Hakim (DKH)


MA mempunyai fungsi pengawasan (toeziende functie), hal tersebut seperti yang
ditentukan oleh Pasal 32 UU No. 14 Tahun 1985. Sebagai puncak peradilan dari semua
lingkungan peradilan di seluruh Indonesia, MA harus menjaga agar peradilan
diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya, perbuatan-perbuatan hakim juga
diawasi dengan cermat oleh MA. Untuk tingkat di bawah, kewenangan untuk
melaksanakan pengawasan oleh MA dapat didelegasikan kepada Pengadilan di
Tingkat Banding di semua lingkungan peradilan. Sistem pengawasan ini sangat
penting untuk dapat menentukan apakah pihak yang mendapat limpahan
kewenang an tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Adanya pengawasan yang memadai dapat mendukung keberhasilan dari suatu
aktivitas atau suatu program, termasuk juga dalam rekrutmen, mutasi dan promosi.
Hal itu berarti kalau semua aktivitas atau program yang sudah direncanakan dengan
baik, sedang atau telah dilakukan, harus dilakukan pengawasan dan dievaluasi tingkat
keberhasilannya. Pengawasan juga meliputi pengawasan terhadap sikap dan perilaku
dari para hakim dan para karyawan pengadilan.
Untuk mempromosikan seorang hakim, tentunya harus juga didasarkan atas
evaluasi (eksaminasi) terhadap beberapa putusan yang dijatuhkan. Dalam pelaksanaan
fungsi pengawasan yang represif perlu menghidupkan Dewan Kehormatan Hakim

18 Bunyi selengk apnya Pasal 24C lihat uraian sebelumnya.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 27
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

(DKH) yang independen dengan unsur wakil penegak hukum dan Perguruan Tinggi
Hukum. Banyaknya pendapat yang mengusulkan agar DKH lebih diefektifkan,
mengingat DKH yang ada sekarang belum mampu bekerja optimal dan keputusannya
kurang tegas atau belum diikuti tindakan konkrit oleh pengambil kebijakan.
Adanya prakarsa pembentukan Komisi Yudisial tetap dipertahankan, hal itu
terbukti dalam Perubahan UUD 1945 Keempat yang disahkan 10 Agustus 2002,
lembaga tersebut tetap dipertahankan. Komisi Yudisial sebagai lembaga yang
mandiri, di samping mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung, juga mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.19 Dari ketentuan tersebut
berarti yang diawasi Komisi Yudisial adalah semua hakim dari semua lingkungan
peradilan dari dari semua tingkatan peradilan, mestinya juga termasuk Hakim Agung
dan Hakim Konstitusi. Apabila masudnya tidak demikian, mestinya ada ketentuan
tegas yang sifatnya membatasi kewenangan dari Komisi Yudisial tersebut.

------------------------

19 Perubahan Keempat UUD 1945, Pasal 24B.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 28
BAB III
POTENSI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME (KKN) DALAM
REKRUTMEN DAN KARIR HAKIM

Korupsi dalam perspketiff hukum, merupakan perbuatan melawan hukum


yang dilakukan oleh orang dan atau korporasi, dengan atau tanpa menyalah
gunakan kekuasaan atau kewenangan yang dimilikinya, sehingga dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara.20 Kolusi adalah permufakatan
atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara
Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat
dan atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara
secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau
kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 21
Seperti telah dikemukakan pada Bab -bab sebelumnya, akhir -akhir ini badan
peradilan banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Banyak oknum pengadilan
yang dindikasikan melakukan tindakan tercela KKN, sehingga menurunkan
kepercayaan dan wibawa hukum. Insan-insan penegak hukum sudah tidak lagi
bicara tentang etika dan filosofi keadilan, dengan alasan (misalnya para
pengacara) kalau mereka tetap mempertahankan integritas, mereka khawatir
kantornya akan sepi. Untuk menjadi advokat yang hebat, sekarang tidak hanya
diperlukan untuk pandai bicara, pandai berargumentasi, pandai mencari dasar-
dasar hukum bagi pembelaan kliennya, tetapi harus juga mempunyai jaringan
yang luas dengan para penegak hukum lain, seperti polisi, jaksa dan hakim.22
Banyak pengacara hitam yang melakukannya tanpa merasa bersalah. Ketika
dikonfrontir soal kebiasaan menyuap dan menyogok hakim dengan enteng
mereka menjawab “I am not the only one“. Ada hubungan yang sifatnya simbiotik
mutualistik antara pengacara hitam dengan hakim-hakim yang korup.23

20UU No. 31 th 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


21UU No. 28 th 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
22 Kompas Minggu, Tarif itu sudah puluhan milyard, Tanggal 17 Maret 2002, hal.28.
23 Todung Mulya Lubis, “Peradilan Bebas dan Mandiri”, Makalah yang

disampaikan dalam acara ulang tahun ICM, Tanggal 30 April 2002.


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, mafia peradilan


memang ada, buruknya putusan hakim dipengaruhi oleh pelbagai faktor dan
semua unsur aparat penegak hukum ikut terlibat di dalamnya.24 Sebesar 45%
respoden pencari keadilan menyatakan mereka pernah dimintai uang, sedangkan
55% lainya menyatakan tidak pernah. Pihak-pihak yang meminta uang adalah,
pengacara, polisi, jaksa, hakim bahkan panitera dan pegawai pengadilan. KKN
mengakibatkan putusan hakim tidak mencerminkan rasa keadilan. Hanya 10%
rersponden yang menyatak an putusan hakim sudah mencerminkan rasa keadilan,
30% menyatakan baru sebagaian sedang lainya (60%) menyatakan sama sekali
tidak mencerminkan rasa keadilan.
Dari sisi hakim, adanya praktek -praktek tidak terpuji tersebut tidak
mustahil karena tidak baiknya sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada.
Diindikasikan bahwa selama ini telah terjadi KKN dalam proses rekrutmen dan
karir hakim. Sejumlah 42,1% responden menyatakan, bahwa sangat percaya ada
unsur KKN dalam rekrutmen hakim, sejumlah 31,6% menyatakan percaya, 15,8%
kurang percaya sedang 10,5 menyatakan tidak percaya.
Mengenai karir hakim, secara normatif mestinya hakim pada pengadilan
yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih tinggi. Namun kenyataan
menunjukkan bahwa kualitas hakim pada pengadilan yang lebih tinggi tidak
selalu mempunyai kualitas lebih baik dari pada hakim yang lebih rendah.
Sejumlah 45% responden menyatakan tidak percaya hakim yang lebih tinggi
berkualitas lebih baik, sedangkan 55% responden menyatakan percaya. Hal ini
disebabkan karena di dalam karir hakim terdapat unsur KKN, sejumlah 42,1%
responden menyatakan sangat percaya, sejumlah 31,6% menyatakan percaya,
15,8% kurang percaya sedang 10,5 menyatakan tidak percaya. Menurut Romli,
citra buruk praktik peradilan ini bersumber pada masalah rekrutmen calon hakim,
mutasi hakim, manajemen penanganan perkara dan pengawasan terhadap proses
peradilan.25

24 Ahwil Luthan, dalam wawancara Tanggal 9 April 2002.


25 Romli Atmasasmita, 1998, Pemikiran Konseptual Mengenai Kerangka Peningkatan
Kualitas Penegakan hukum di Dalam Proses Peradilan, Jakarta, hal. 2.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 30


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

A. Potensi KKN Dalam Rekrutmen Hakim

1.Rekrutmen calon hakim.


Tugas hakim bukan semata-mata sebagai penerap hukum (Undang-undang)
atas perkara-perkara yang masuk/dibawa di pengadilan, tetapi harus sebagai
agent of solution, yang di dalamnya mencakup penemuan dan pembaharuan
hukum.26 Hakim yang ideal selain memilki kecerdasan yang tinggi, dia harus
memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, mampu mengintegrasikan nilai-
nilai agama, kesusilaan, sopan santun serta adat-istiadat ke dalam hukum positif
yang tercermin dalam setiap putusan yang dilahirkannya. Sebagaimana telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, seorang hakim juga harus mempunyai moral
dan integritas yang tinggi.
Untuk itu, rekrutmen merupakan fase yang krusial. Apabila pilihan yang
dilakukan keliru akibatnya akan buruk bagi dunia penegakan hukum. Hasil
penelitian menunjukkan sistem rekrutmen hakim sekarang ini berpotensi atau
memberi peluang adanya KKN. Sejumlah 55,64% dari total responden
menyatakan pernah mendengar, sedangkan 44,36% menyatakan tidak pernah
mendengar adanya KKN. Namun untuk responden hakim, sejumlah 82%
menyatakan tidak pernah mendengar, sedangkan 18% pernah mendengar. Untuk
responden penegak hukum non hakim dan umum, sejumlah 66,11% menyatakan
pernah mendengar, sedangkan 33,89% menyatakan tidak pernah mendengar ada
unsur KKN dalam rekrutmen hakim.
Perbedaan angka yang signifikan dari responden hakim tersebut memberi
gambaran di satu sisi mungkin karena loyalitas atau kesetiaan terhadap korps,
atau mungkin memang perbandingan antara jumlah yang masuk dengan cara
KKN lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang masuk sesuai dengan cara yang
telah ditentukan. Namun fakta tersebut setidak -tidaknya menunjukkan bahwa
sistem rekrutmen yang ada sekarang ini memang berpotensi atau memberi
peluang adanya KKN. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari narasumber
yang mengungkapkan bahwa dalam rekrutmen tidak jarang menerima surat

26 Bambang Wijayanto, dalam wawancara Tanggal 8 April 2002.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 31
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

permintaan baik dengan surat atau sekedar memo atau telpon dari pihak lain agar
dapat meluluskan seorang atau beberapa calon. Ketika ada permintaan semacam
itu yang bersangkutan memang tidak bisa menutup mata maupun hatinya, yaitu
jika memang persyaratan minimal dapat dipenuhi, maka permintaan tersebut bisa
dipenuhi. Seorang narasumber lainnya juga memberikan keterangan, bahwa
secara tidak sengaja dia mendengar rapat penerimaan calon hakim, salah seorang
peserta rapat menyatakan telah menerima beberapa permintaan, permintaan
tersebut diseleksi, dan sebagian harus dinyatakan diterima.
Dalam sistem penerimaan calon hakim yang bersifat tertutup memang
memungkinkan panitia untuk menerima peserta seleksi yang sebenarnya tidak
lulus. Menurut para responden, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kecurangan dalam sistem rekrutmen tersebut adalah:
a. kekuasaan yang sentralistik;
b. pengawasan yang lemah;
c. kurang atau tidak transparan atau tidak ada pengawasan masyarakat;
d. hubungan saudara dan hubungan pertemanan;
e. praktek jual beli kursi;
f. aturan mainnya tidak jelas atau birokrasi yang berbelit-belit;
g. pengaruh internal atau karena melibatkan Dep Kehakiman dan HAM;
h. tidak diumumkan secara luas;
i. tidak ada test kemampuan.
Seorang narasumber menyatakan bahwa upaya yang dapat digunakan
untuk menekan unsur KKN dalam rekrutmen adalah dengan pengawasan,
tranparansi, dan akuntabilitas publik.27 Upaya ini merupakan bagian yang sangat
penting untuk mengurangi terjadi kesalahan dan penyalahgunaan wewenang.
Pelaksanaan pengawasan yang paling ideal adalah dari dalam atau lembaga
seprofesi, karena hal yang demikian itu akan menambah kewibawaan dari profesi
tersebut. Kalau terdapat pelanggaran hukum maupun kode etik mestinya tidak
sungkan -sungkan untuk menerapkan, tetapi dalam kenyataannya pengawasan
dari dalam tidak efektif. Sistem waskat (pengawasan melekat), maupun

27Bambang Wijayanto, dalam wawancara Tanggal 8 April 2002.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 32
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

pengawasan dari unsur inspektorat tidak mampu berbuat banyak terhadap


pelanggaran-pelanggaran karena masih ada unsur sungkan terhadap yang
diawasi atau bahkan melindunginya karena merupakan satu profesi, korp atau
sesama aparat pemerintah.
Di negara seperti Indonesia ini sebaiknya pengawasan tetap melekat dalam
organisasi yang bersangkutan, namun anggotanya ditambah dengan orang-orang
yang memiliki kredibilitas, moral, kemampuan dan komitmen yang tinggi dalam
penegakan hukum. Orang tersebut sebaiknya juga yang sudah teruji dan terbukti
dari aktivitas-aktivitas yang pernah dilakukan, dan yang penting adalah dapat
melaksanakan pekerjaan secara baik dan konsisten. Orang yang direkrut dapat
berasal dari Perguruan Tinggi, LSM, maupun mantan-mantan pejabat.
Pihak masyarakat harus dapat memperoleh informasi/mengakses proses
penentuan (rekrutmen) calon hakim. Proses dan rationalitas pengambilan
kebijakan dalam rekrutmen harus transparan serta dapat dipertangungjawabkan
kepada masyarakat. Bentuk transparansi antara lain dilakukan dengan cara
memberikan kemudahan bagi anggota masyarakat untuk mengakses setiap proses
pengambilan keputusan, serta menciptakan aturan (sistem seleksi) yang lebih
terbuka. Sebelum para hakim diangkat diumumkan melalui media massa agar
masyarakat mengetahui para calon hakim dan sekaligus diberi kesempatan bagi
anggota masyarakat yang hendak mengajukan keberatan. Seluruh proses
rekrutmen hakim hendaknya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
(akuntabilitas publik) terutama kualitas hakim yang diperoleh dan seluruh biaya
yang diperlukan untuk rekrutmen hakim.
Selain yang telah dijelaskan di atas, untuk mengurangi unsur KKN dalam
rekrutmen hakim pendapat responden bervariasi, dari yang mengusulkan untuk
lebih mengutamakan moral, mempunyai komitmen keadilan, menggunakan
deteksi kebongongan, menghilangkan campur tangan Departemen, menjalani
psikotes, sampai dengan yang mengusulkan untuk mengganti hukum yang ada
dengan hukum agama.
Dalam sistem seleksi tahap berikutnya, yang tidak kalah pentingnya adalah
pada fase pendidikan calon hakim dan fase magang di Pengadilan. Menurut para

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 33


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

tentor, harus segera dibenahi kurikulum dan materi pembekalan bagi calon
hakim. Materi bahan ajar harus disesuaikan dengan kebutuhan, sistem militer
dihilangkan, dan menambah materi yang terkait dengan mental dan kejujuran,
yang kemudian dilakukan psikotes lagi. Demikian pula pada fase magang di
pengadilan, apabila di lingkungan pengadilan di tempat cakim magang banyak
praktek jual beli perkara, maka tidak mengherankan jika cakim tersebut dapat
atau ikut terlibat atau setidak -tidaknya terpengaruh dalam permainan mafia
peradilan tersebut.

2. Rekrutmen Hakim Agung.


Cara rekrutmen hakim agung saat sekarang ini sudah diterapkan cara
seleksi khusus, yaitu dengan fit and proper test. Semua calon hakim agung baik
yang berasal dari hakim karir maupun non karir harus mengikuti tes tersebut .
Mengenai adanya hakim agung non karir, sebagian responden hakim menyatakan
tepat (36%), dan 64% lainnya menyatakan tidak tepat. Sistem rekrutmen hakim
pada MA yang melibatkan DPR merupakan upaya yang cukup maju, tetapi dalam
pelaksanaannya masih mengandung unsur KKN.
Alasan responden yang menyatakan usulan pengangkatan hakim agung
oleh DPR sudah tepat adalah: (a) sesuai dengan kebutuhan, (b) DPR lebih tahu, (c)
sudah melibatkan wakil rakyat, (d) sistemnya sudah cukup baik, namun peranan
DPR dalam fit and proper test harus dibatasi.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 34


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Adapun alasan yang dikemukakan oleh mereka yang menganggap usulan


pengangkatan hakim oleh DPR tidak tepat dan terdapat nuansa KKN adalah, (a)
peluang KKN dengan parpol dan anggota DPR. (b) adanya muatan politis, yaitu
mempromosikan mereka yang memiliki kesamaan ideologi, padahal belum ten tu
cakap, jujur dan disiplin, (c) tidak melibatkan MA padahal penilaian kerja ada di
MA, penilaian sebaiknya orientasi bidang tugas bukan dari teoritis, (d) masih
subyektif, perlu dibentuk judicial commisi, (e) belum dilakukan oleh lembaga
yang independen (f) belum ada pola yang jelas dan kenyataannya sering tidak
didasarkan tetapi dominan pada hal-hal yang bersifat non teknis, (g) semata- mata
untuk kemandirian hakim yang bebas dari campur tangan pihak lain, sehingga
rekrutmen dan karir hakim tidak perlu campur tangan kekuasaan eksekutif dan
yudikatif, (h) pemilihan tidak sistem target, yaitu lebih menitik beratkan kualitas
dari pada kuantitas, selain itu juga belum ada sistem pembinaan karir, promosi
maupun mutasi, (i) dilaksanakan oleh lembaga politik (DPR) yang tidak
profesional, (j) masih bersifat coba-coba, (l) tidak diuji kemampuan ilmiahnya
secara tepat.

B. Potensi KKN Dalam Karir Hakim

Karir seseorang hakim dimulai sejak diangkat sebagai hakim dan


ditempatkan di suatu pengadilan klas II b. Secara berjenjang pangkat seorang
hakim dimulai sebagai hakim pratama golongan ruang III a, pangkat penata
muda dan selanjutnya sampai hakim utama dengan golongan ruang IV e dan
pangkat pembina utama. Seorang hakim juga akan mengalami mutasi dari satu
pengadilan negeri ke pengadilan negeri lainnya. Dalam waktu tertentu seorang
hakim juga akan meningkat karirnya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu menjadi
wakil ketua atau ketua pengadilan, kemudian sebagai hakim pengadilan tinggi,
dan seterusnya menjadi hakim agung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem mutasi hakim sekarang ini
berpotensi adanya KKN. Hampir semua responden memang tidak melihat secara
langsung alat bukti tentang adanya praktek KKN, tetapi mereka setuju bahwa hal
itu ada. Mereka menyatakan bahwa banyak faktor penyebabnya, antara lain: (a)
karena aturannya tidak jelas, (b) melibatkan departemen, (c) tidak transparan, (d)
tidak fair, (e) birokrasi berbelit -belit, (f) masih ada pengaruh internal, (g)
pernilaian kurang objektif, (h) tidak jelas kriteria penempatannya, (i) mental
pejabat atasan, (j) belum ada senioritas yang ketat, (k) seleksi kurang ketat, (l)
pengaruh budaya, dan karena (m) lemahnya sistem pengawasan.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 35


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Di bidang promosi, para responden juga setuju dan sekaligus pernah


mendengar adanya unsur KKN. Sejumlah 74% responden menyatakan terdapat
unsur KKN, 17,39% menyatakan tidak terdapat, dan 0,87% tidak menjawab.
Dijelaskan pula oleh salah seorang narasumber bahwa seorang hakim agar
kariernya lancar senantiasa harus memahami dan melaksanakan istilah S3 (Sowan,
sungkem dan setor). Seorang hakim juga harus tanggap jika ada seorang pimpinan
yang menanyakan “apakah kamu sedang menangani perkara X”, dia harus
mengetahui maksud di balik pertanyaan itu, jika tidak akan mengalami hambatan
dalam kariernya.28
Mutasi merupakan bentuk promosi (peningkatan jenjang karier), akan tetapi
sekaligus sebagai bagian dari risiko dan keharusan sebagai hakim. Bagi seorang
hakim mutasi/rotasi ada keuntungannya karena bertugas terlalu lama di satu
daerah akan merasa jenuh, ilmunya tidak berkembang serta adanya pengaruh
dari lingkungan setempat. Namun mutasi dalam kenyataannya tidak sesederhana
itu karena akan terkait dengan keluarga, kondisi lingkungan yang akan ditempati,
perumahan dan lain sebagainya. Dengan adanya berbagai kepentingan dan
pertimbangan ini, tidak mengherankan apabila ada keinginan oknum hakim yang
berusaha untuk tidak segera dimutasi, kalaupun dimutasi menginginkan
ditempatkan pada kondisi yang lebih baik. Responden hakim yang pernah
bertugas di wilayah terpencil menyatakan, bahwa fasilitas jalan, penerangan,
pendidikan, kesehatan, hiburan sangat minim, perkara yang masuk sangat sedikit.
Jika ada tempat tinggal terkadang sangat jauh sehingga mengganggu pelaksanaan
tugasnya. Belum lagi jika menghadapi persoalan yang menyangkut etnis, hakim
terkadang ditekan oleh sekelompok etnis tertentu dan jiwanya terancam.
Bagi hakim yang ditugaskan di perkotaan (lebih-lebih kota besar), meskipun
berbeda juga akan menghadapi suatu persoalan. Mereka akan menghadapi
persoalan biaya hidup yang mahal. Sementara itu gaji hakim ditetapkan sama di
seluruh Indonesia, mereka dibedakan hanya berdasarkan pangkat, ruang, jabatan
dan kelas pengadilan.

28 Silaban, dalam wawancara Tanggal 17 April 2002.


Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 36
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Selain beberapa penjelasan di atas, para responden juga menjelaskan bahwa


potensi KKN dalam karir dan mutasi hakim adalah disebabkan karena tidak
jelasnya pola pembinaan yang sampai sekarang masih ada di dua instansi (MA
dan Departemen) Adanya dua instansi ini menimbulkan doubel standar dalam
sistem penilaian. Disamping itu, dalam praktiknya penilaian serta pengawasan
oleh hakim, termasuk oleh dewan kehormatan, tidak dilaksanakan dengan baik.
Pengawasan terhadap hakim dalam lingkungan kehidupan tidak berjalan. Tidak
ada catatan secara khusus atas penilaian secara khusus tentang putusan hakim
yang pernah dibuat. Kenaikan pangkat tidak berdasarkan pernilain fungsinya
sebagai hakim, dasar kenaikan pangkat hakim disamakan dengan PNS lainnya.
Untuk mengurangi potensi KKN dalam karir hakim, seyogyanya seluruh
kriteria yang diperlukan harus jelas, terukur, serta ada kepastian hukum. Bagi
hakim yang memenuhi persyaratan segera dinaikan. Kalau ada persyaratan non
teknis seyogyanya juga harus transparan. Agar sistem dapat berjalan dengan baik,
harus ada pengawasan dan ketegasan sanksi hukum maupun kode etik bagi
setiap pelanggarnya. Pengawasan cukup dilakukan oleh lembaga pengawas yang
ada ditambah dengan beberapa orang dari luar organisasi seperti dari perguruan
tinggi atau dari anggota masyarakat yang kredibel dan mempunyai keahlian yang
sesuai dengan bidang tugasnya. Lembaga ini melaporkan dan mempertanggung
jawabkan hasil pengawasanya kepada pemerintah dan masyarakat.
Akhirnya, gaji termasuk komponen yang sangat signifikan terhadap kinerja
maupun karier hakim. Menurut beberapa responden, mereka setuju agar gaji
hakim dibedakan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah, terdapat angka
pernyataan 56,96% yang menyatakan setuju dan 43,04% yang menyatakan tidak
setuju.

-------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 37


BAB IV
SISTEM PENGGAJIAN PROFESI HAKIM

Makna sistem dalam sistem penggajian dapat diambil analogi dengan makna
sistem dalam sistem hukum. Menurut Bruggink, sistem diartikan sebagai keseluruhan
aturan yang berlaku pada suatu masyarakat (komunitas) tertentu, dalam suatu
hubungan yang saling berkaitan, dan dalam lingkup yang terbatas.29 Sementara itu,
profesi hakim adalah pekerjaan menghakimi yang dilakukan sebagai kegiatan pokok
untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian khusus.30
Dengan demikian sistem penggajian profesi hakim, diartikan sebagai
keseluruhan aturan penggajian yang berlaku pada komunitas hakim dalam suatu
hubungan yang saling berkaitan, dalam lingkup pekerjaan menghakimi yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan
mengandalkan suatu keahlian khusus.

A. Kriteria Penggajian Profesi Hakim

Kriteria yang dijadikan dasar penggajian kepada hakim adalah pangkat dan masa
kerja golongan ruang.31 Hakim diangkat dalam pangkat tertentu berdasarkan
peraturan perundang -undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), 32
setelah memenuhi persyaratan pengangkatan hakim sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.33 PNS yang bersangkutan mengucapkan sumpah
untuk menduduki jabatan hakim.34 Hakim yang diangkat dalam suatu pangkat,
diberikan gaji pokok berdasarkan golongan ruang yang ditetapkan untuk pangkat

29 J.J.H. Bruggink, 1993, Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Kluwer,

Deventer, hal. 96
30 Magnis-Suseno, et. al., 1991, Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswa, APTIK -Gramedia,

Jakarta, hal. 70
31 Gunarso, 2000, “Sistem Penggajian Pegawai”, Makalah pada Seminar Sehari yang

diselenggarakan oleh Forum Peduli Bangsa tanggal 3 Maret 2000, di Yogyakarta, hal. 1, PP No.
8 Tahun 2000 Tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara
dan Peradilan Agama, Pasal 1 jo. Pasal 4
32 PP No. 8 Tahun 2000, ibid., Pasal 3 ayat (1) dan (2)
33 PP No. 8 Tahun 2000, ibid., Pasal 3 ayat (3)
34 PP No. 8 Tahun 2000, op. cit., Pasal 5
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

itu,35 dan pemberian gajinya diberikan mulai bulan berikutnya. Hakim yang diangkat
dalam suatu pangkat yang lebih tinggi dari pangkat lama, diberikan gaji pokok baru
berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan
dalam golongan ruang menurut pangkat lama. 36 Demikian pula halnya hakim yang
diturunkan pangkatnya ke dalam suatu pangkat yang lebih rendah dari pangkat
semula, diberikan gaji pokok berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji
pokok dan masa kerja golongan dalam golongan ruang menurut pangkat lama.37
Hakim diberikan kenaikan gaji berkala dan tunjangan keluarga sesuai dengan
ketentuan yang berlaku bagi PNS. Di samping gaji pokok, kepada hakim diberikan
tunjangan jabatan hakim (tunjangan jabatan fungsional hakim) dan tunjangan jabatan
lainnya (tunjangan jabatan struktural pengadilan) misalnya kalau yang bersangkutan
menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan.
Perbaikan sistem penggajian hakim telah dilakukan oleh pemerintah, terakhir
dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2001 serta Keputusan Presiden No. 65
Tahun 2001. Upaya perbaikan gaji hakim di Indonesia sebenarnya telah dirintis
semenjak sekitar tahun 1987. Pada waktu itu gaji hakim sama dengan gaji PNS, hanya
tunjangannya saja yang berbeda. Semenjak tahun 1999 dengan adanya Undang-
Undang No. 43 Tahun 1999, gaji hakim berbeda secara signifikan denga gaji PNS,
karena hakim diangkat statusnya menjadi pejabat negara tertentu.38 Tunjangan hakim
berjenjang sesuai dengan tingkat pengadilannya. Tunjangan hakim pada pengadilan
tingkat banding lebih tinggi dari pada tunjangan hakim pada pengadilan tingkat
pertama, meskipun jabatan, pangkat, golongan/ruangnya sama. 39
Perbedaan besarnya tunjangan pimpinan pengadilan, dapat terjadi karena
adanya perbedaan kelas pengadilan dan tingkatan pengadilan.40 Perbedaan besarnya

35 Gunawan, 2000, “Hakim dan Gajinya”, Makalah pada Seminar Sehari yang

disele nggarakan Forum Cinta Bangsa, tanggal 10 April 2000, di Surabaya hal. 2
36 Rinno, 20000, “Kinerja Hakim”, Makalah pada Seminar Sehari yang diselenggarakan

Forum Peduli Peradilan tanggal 17 Mei 2000, di Klaten, hal. 3


37 Herjuno, 2000, “Peradilan Indonesia Dewasa Ini”, Makalah pada Seminar Sehari yang

diselenggarakan Lembaga Advokasi Rakyat tanggal 17 Juli 2000, di Surabaya, hal. 2


38 Wawancara dengan H. Samsu, Ketua Muda Mahkamah Agung RI
39 Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun 2001 Tentang Tunjangan Hakim, Pasal 2 dan Pasal

3
40 Keppres No. 89 Tahun 2001, ibid.,

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 39


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

tunjangan pimpinan pengadilan juga dapat terjadi karena perbedaan jabatan


fungsional, pangkat, golongan / ruang hakim yang menjabatnya.41
Dengan demikian dapat diketahui bahwa meskipun jabatan pimpinan
pengadilan yang dijabatnya sama, sedangkan kepangkatan dan golongan / ruang
pejabatnya berbeda, maka akan berbeda pula besarnya tunjangan jabatan pimpinan
pengadilan yang diterimanya. 42

B. Sistem Penggajian

Sistem penggajian terhadap pegawai dapat dikelompokkan menjadi: (1) sistem


skala tunggal. (2) sistem skala ganda, dan (3) sistem skala gabungan.43 Sistem
penggajian ini juga diterapkan terhadap PNS. Maksud dan tujuan diselenggarakannya
sistem penggajian profesi PNS, didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan
profesionalisme dan kesejahteraan PNS, agar PNS berhak memperoleh gaji yang layak
dan adil sesuai dengan tanggung jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib
mengusahakan dan memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada
PNS. 44

C. Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Pejabat Negara

Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung
serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan adalah pejabat
negara. 45 PNS yang diangkat menjadi pejabat negara, diberhentikan dari jabatan
organiknya selama menjadi pejabat negara tanpa kehilangan statusnya sebagai PNS, 46
sedangkan PNS yang diangkat menjadi “pejabat negara tertentu”, tidak perlu
diberhentikan dari jabatan organiknya.47 PNS yang diangkat menjadi pejabat negara,
setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan

41 Keppres No. 89 Tahun 2001, ibid.,


42 Keprres No. 89 Tahun 2001, ibid.,
43 G.N. Utomo, 2000, “Kesejahteraan Pegawai Dulu Dan Sekarang”, Makalah pada

Seminar Sehari yang diselenggarakan Forum Pemerhati Nasib Pegawai tanggal 12 Oktober
2000, di Klaten, hal. 1
44 D.D. Kiswantoro, 2000, “Sistem Penggajian Pegawai Dewasa Ini”, Makalah pada

Seminar Sehari yang diselengarakan Forum Cinta Republik tanggal 15 September 2000, di
Yogyakarta, hal. 2
45 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok -

Pokok Kepegawaian, Pasal 11


46 D.D. Kiswantoro, 2000, op.cit., hal 2
47 G.N. Utomo, 2000, op.cit., hal. 1

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 40


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

organiknya. 48 Yang dimaksud dengan pejabat negara tertentu adalah Ketua, Wakil
Ketua, Ketua Muda, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua
dan Hakim pada semua badan peradilan.49
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hakim mempunyai kedudukan ganda,
yakni di samping berkedudukan sebagai PNS, ia juga berkedudukan sebagai “pejabat
negara tertentu”. Sehubungan dengan itu relevan kiranya di samping membahas
sistem penggajian profesi hakim juga membahas sistem penggajian profesi PNS
sebagai pembanding.

D. Gaji Pegawai Negeri Sipil Dan Hakim Dewasa Ini

Perkembangan terakhir menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara gaji


pokok PNS dan gaji pokok hakim.50 Hal ini nampak dalam penyesuaian gaji pokok
lama ke dalam gaji pokok baru bagi PNS dan hakim.51 Berdasarkan hasil komparasi
penyesuaian gaji pokok antara PNS dan hakim tersebut dapat diketahui bahwa:
a. Gaji pokok hakim dewasa ini jauh lebih besar dari pada gaji pokok PNS;
b. Terdapat indikasi baru bahwa sistem penggajian profesi hakim yang semula
mengacu kepada sistem penggajian profesi PNS, sekarang memiliki sistem
penggajian tersendiri.

E. Penggajian Dan Profesionalisme Kinerja Hakim

Widjoyanto pada intinya menjelaskan bahwa sistem penggajian hakim bukanlah


satu-satunya cara untuk menjamin bahwa besarnya gaji (penghasilan) yang diberikan
kepada hakim dapat membebaskan hakim dari godaan -godaan yang menimpa dirinya,
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas putusannya. 52 Demikian pula
Saleh pada intinya menjelaskan bahwa apapun alasannya pembaharuan dan perbaikan
sistem penggajian profesi hakim perlu segera dilaksanakan, dengan pertimbangan
bahwa profesi hakim sangat berat, sangat rentan terhadap godaan -godaan, penentu
akhir nasib seorang pencari keadilan, oleh karena itu agar hakim tetap tegar tidak

48 Gunawan Nugroho, 2001, “Perbaikan Nasib Pegawai”, Makalah, pada Seminar Sehari

yang disele nggarakan Forum Advokasi Rakyat tanggal 18 Februari 2001, di Surakarta, hal. 2
49 Gunawan Nugroho, ibid., hal. 3
50 Keppres No. 64 Tahun 2001 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil, PP

No. 6 Tahun 1997 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil dan Hakim (lama), PP No. 26 Tahun
2001 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil (baru), PP No. 27 Tahun 2001 tentang Gaji Pokok
Hakim (baru)
51 PP No. 6 Tahun 1997, ibid.,

52 Wawancara dengan Bambang Widjoyanto, Narasumber.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 41


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

mudah terpengaruh adanya godaan-godaan tersebut, para hakim perlu mendapatkan


gaji (penghasilan) yang layak.53
Hakim dalam melaksanakan profesinya yang luhur secara baik dituntut
moralitas yang tinggi dari hakim itu sendiri, yang mengandung ciri-ciri seperti
diungkapkan Magnis Suseno, yakni : (1) berani berbuat dengan bertekad untuk
bertindak sesuai dengan tuntutan profesi (2) sadar akan kewajiban, dan (3) memiliki
idealisme yang tinggi.54 Hakim sebagai subyek pengambil keputusan dalam
penanganan suatu perkara, ia berangkat dari kesadaran moralnya sendiri yang disebut
suara hati. 55
Magnis berpendapat bahwa suara hati adalah kesadaran moral, sedangkan
Thomas Aquinas mengatakan bahwa suara hati adalah pertimbangan akal yang
ditanamkan Tuhan pada manusia, tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Dalam
kesempatan lain Immanuel Kant berpendapat bahwa suara hati adalah kenyataan dari
budi kesusilaan.56
Suara hati bukanlah subyektivitas mutlak, tidak otomatis dapat muncul. Suara
hati memerlukan nalar, dan nalar itu baru dapat dilakukan dengan baik apabila
mendapatkan informasi atau data secara optimal. Hal ini berarti bahwa dapat saja
terjadi suara hati pun keliru apabila tidak didukung oleh informasi atau data yang
memadai. 57
Dengan demikian bukankah gaji (penghasilan) yang sangat minim (terbatas) bagi
hakim dapat mempengaruhi suara hatinya dalam menjalankan profesinya. Hakim
dalam melaksanakan profesinya terikat pada nilai-nilai sebagai berikut:
1. Profesi hakim adalah profesi yang mandiri;
2. Nilai keadilan;
3. Nilai keterbukaan;
4. Nilai kerja sama korps;
5. Nilai pertanggungjawaban horizontal dan vertikal;
6. Nilai obyektifitas. 58

53 Hasil diskusi dengan Abdul Rachman Saleh, Hakim Agung.


54 F. Magnis-Suseno, 1991, Etika Dasar : Masalah-Masalah Filsafat Moral, cet. Ke3, Kanisius,
Yogyakarta, hal. 53
55 F. Magnis-Suseno,ibid., hal. 53
56 H.M. Said, 1980, Etika Masyarakat Indonesia, cet. Ke-2, Pradnja Paramita, Jakarta, hal. 70
57 Darji Darmodihardjo dan Shidarta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana

Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 247
58 Ibid., hal. 254

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 42


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Hakim dalam melaksanakan profesinya selain terikat pada enam nilai tersebut juga
terikat pada “ kode kehormatan hakim”, yakni bahwa hakim mempunyai lima sifat yang
disebut : kartika – cakra – candra – sari – tirta, baik di dalam maupun di luar
kedinasan. 59

F. Pro -kontra Upaya Perbaikan Penghasilan Hakim Di Masa Mendatang

Adanya wacana untuk memperbaiki sistem penggajian profesi hakim,


menimbulkan sikap dan opini publik yang pro dan kontra. Sikap dan opini publik
yang pro didasarkan atas argumentasi bahwa meskipun bersifat relatif, upaya
perbaikan gaji profesi hakim, besar atau kecil tetap mempunyai pengaruh terhadap
produktivitas, kualitas dan profesionalisme kinerja hakim. Di sisi lain sikap dan
opini yang kontra didasarkan atas berbagai argumentasi antara lain: perbaikan gaji
hakim tidaklah serta merta mengakibatkan hakim menjadi lebih baik, gaji hakim
dinaikkan tetapi toh peluang terjadinya suap tetap merajalela dimana-mana, gaji
yang besar mempengaruhi minat para Sarjana Hukum untuk menjadi hakim,
namun apakah hal ini juga dapat menjamin adanya kejujuran, yang sering terjadi
justru orang yang sudah kaya masih juga mencuri.60
R.M. Sudikno Mertokusumo, menjelaskan bahwa dalam penetapan gaji hakim,
harus dipertimbangkan skala nasional, sehingga harus ada standar gaji nasionalnya.
Namun demikian gaji yang besar belum menjamin dapat mencegah terjadinya KKN,
karena dalam hal ini yang penting adalah moralitas hakim itu sendiri.61 Demikian pula
Sukartomo, berpendapat bahwa persoalan gaji tidak mutlak menentukan kualitas
seo rang hakim, karena yang terpenting adalah mentalitas hakim itu sendiri. 62
Lain halnya dengan H. Samsu, ia menjelaskan bahwa sebenarnya gaji hakim
dewasa ini sudah baik. Memang kalau dibandingkan dengan gaji hakim di luar negeri,
gaji hakim di Indonesa berada dibawahnya, tetapi kalau dibandingkan dengan gaji
PNS lainnya, gaji hakim jauh lebih baik.63 Ahwil Luthan, mengemukakan pendapatnya
bahwa gaji aparat yang relatif kecil tidak perlu dikhawatirkan, karena kondisi tersebut
hampir sama untuk seluruh negara, namun demikian pendapatan seorang aparat
secara logika akan berpengaruh terhadap kinerjanya, meskipun hal itu bukan satu-
satunya faktor agar seorang aparat dapat berprestasi. 64 Ukuran gaji yang layak
didasarkan atas pemenuhan kebutuhan hidup minimal aparat yang bekerja pada
sesuatu tempat.
Lotulung, mengemukakan pendapatnya bahwa gaji hakim di Indonesia dewasa
ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan gaji PNS lainnya. Namun kalau
dibandingkan dengan gaji hakim di luar negeri, gaji hakim di Indonesia masih terlalu
rendah. Ia berpendapat bahwa gaji disebut layak apabila gaji tersebut dapat memenuhi
kebutuhan minimal yang berkaitan dengan kebutuhan jasmani dan rohani. 65
Supraptini Sutarto, juga menyampaikan pendapatnya bahwa sejak dahulu penghasilan

59 Ibid., hal. 255


60 Pendapat Floor
Workshop tanggal 22 Mei 2002, Yogyakarta , 2002
61 Wawancara dengan R.M. Sudikno Mertokusumo.
62 Wawancara dengan Sukartomo, Wakil Ketua PT Ujungpandang
63 Wawancara dengan H. Samsu, Ketua Muda MA RI
64 Wawancara dengan Ahwil Luthan, IRJEN POLRI.
65 Wawancara dengan P. Effendi Lotulung, Hakim Agung.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 43


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

hakim memang sudah lebih besar dibandingkan dengan penghasilan pegawai negeri
lainnya, tetapi dengan melihat beban kerja hakim, gaji hakim dewasa ini dirasakan
masih kurang.66
Mengenai memadai tidaknya gaji hakim dewasa ini, hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 50 responden, 26 responden (52%) menilai kalau
gaji/tunjangan hakim tidak memadai. Beberapa alasan dikemukakan bahwa gaji
hakim Indonesia terendah di ASEAN, fasilitas perumahan dan kesejahteraan masih
kurang (10%), hakim tidak boleh merangkap jabatan sehingga tidak ada waktu
mencari pekerjaan tambahan, untuk mutasi dan promosi masih memerlukan
pengeluaran ekstra dan fasilitas masih kurang memadai, perlu tunjangan kepada
hakim Mahkamah Militer demi pemerataan masing-masing 8%, gaji hakim pas-pasan
dan terendah dibanding negara lain (6%). Disamping itu gaji hakim dinilai belum
sesuai dengan beratnya tugas dan tanggungjawab hakim 6%, sarana hakim tidak
menunjang karena banyaknya aturan yang harus ditaati (4%) dan gaji tidak
mendukung jabatan (2%).
Pendapat lain dikemukakan oleh 23 responden (46%) yang menilai
gaji/tunjangan hakim cukup memadai. Alasan yang dikemukakan adalah gaji hakim
sudah cukup hanya fasilitas yang perlu ditingkatkan (28%), melihat keuangan negara
(6%), sudah memenuhi kebutuhan standar (4%). Untuk alasan lainnya yaitu sejak
kenaikan tunjangan fungsional (Agustus 2001) dapat memenuhi kebutuhan minimal,
mengingat kondisi keuangan negara pegawai negeri harus menahan diri, perlu
tunjangan khusus bagi hakim yang banyak menangani perkara atau yang dinas di
daerah terpencil, hakim pengadilan tingkat I dan II fasilitas perlu ditingkatkan masing-
masing 2%. Hanya ada satu responden (2%) yang berpendapat kalau gaji/ tunjangan
hakim sangat memadai karena fasilitas sudah cukup seperti misalnya peralatan kantor,
mobil dan rumah dinas.
Mengenai perlu dan tidaknya gaji/tunjangan hakim di masa datang
ditingkatkan, dari 230 responden, yang menjawab sangat setuju berjumlah 55
responden (23,91%) yang terdiri dari 18 responden (7,28%) Hakim (A), 24 responden
(10,43%) Penegak Hukum non Hakim (B), dan 13 responden (5,66%) umum (C). Ada 72
responden (31,30%) yang terdiri dari 23 responden (10,00%) A, 27 responden (11,73%)
B, dan 22 responden (9,57%) C yang menyatakan setuju ditingkatkan. Sedangkan yang
menyatakan tidak setuju ada 72 responden (31,30%) yang terdiri dari 8 responden
(3,48%) A, 34 responden (34,78%) B, dan 30 responden (13,04%) C, yang menyatakan
sangat tidak setuju yang terdiri dari 1 responden (0,43%) A, 15 responden (6,52%) B,
dan 15 responden (6,52%) C.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa untuk
responden Hakim (A) 41 responden (17,82%) setuju untuk diadakan peningkatan
gaji/tunjangan sedangkan untuk responden Penegak Hukum non Hakim (B) antara
yang setuju dan tidak setuju mempunyai jumlah yang hampir sama, yaitu 51 = 49
(22,17% = 21,38%). Untuk responden umum (C) sebagian besar tidak setuju 45
responden (19,56%) untuk diadakan peningkatan. Untuk menjawab permasalahan
peningkatan gaji/tunjangan hakim ternyata masih menimbulkan pen dapat pro dan
kontra.

66 Wawancara dengan Supraptini Sutarto, Hakim Agung.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 44


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Mengenai perlunya gaji/tunjangan di bedakan kondisi masing-masing daerah


diperoleh hasil penelitian dari 230 responden, 40 responden (17,39%) menyatakan
sangat setuju dengan perincian 7 responden (3,04%) A, 15 responden (6,52%) B, dan 18
responden (7,82%) C, yang menyatakan setuju 81 responden (35,21%) yang terdiri dari
19 responden (8,26%) A, 35 responden (15,21%) B, dan 27 responden (11,73%) C.
Responden yang menyatakan tidak setuju sejumlah 85 responden (36,95%) yang terdiri
dari 20 responden (8,69%) A, 42 responden (18,26%) B, dan 23 responden (10%) C, dan
ada 23 responden (10%) yang menyatakan sangat tidak setuju yang terdiri dari 3
responden (1,3%) A, 8 responden (3,48%) B, dan 12 responden (5,21%) C, serta 1
responden (0,43%) abstain.
Dari data tentang penyesuaian gaji/tunjangan hakim dengan kondisi masing-
masing daerah tersebut, dari responden A lebih banyak yang menyetujui 26 responden
(11,3%). Dari kalangan Aparat Penegak Hukum Non Hakim mempunyai prosentase
yang sama antara yang setuju dan tidak setuju dan untuk responden umum lebih
banyak yang berpendapat setuju untuk dilakukan penyesuaian 45 responden (19,56%).
Oleh karena itu dapat disimpulkan perlu diadakan penyesuaian gaji/tunjangan hakim
dengan kondisi masingmasing daerah.
Mengenai ada tidaknya pengaruh sistem penggajian terhadap terjadinya KKN
dan mafia peradilan dari 230 responden, ada 37 responden (16,08%) yang menyatakan
sangat setuju yang terdiri dari 5 responden (2,17%) A, 20 responden (8,69%) B, dan 12
responden (5, 21%) C, sedangkan 73 responden (31,73%) menyatakan setuju yang
terdiri dari 14 responden (6,08%) A, 29 responden (12,6%) B, dan 30 responden
(13,04%) C. Ada 96 responden (41,73%) yang menyatakan tidak setuju yang terdiri dari
25 responden (10,86%) A, 45 responden (19,56%) B, dan 26 responden (11,3%) C,
sedangkan yang menyatakan sangat tidak setuju sejumlah 22 responden (9,56%) yang
terdiri dari 4 responden (1,73%) A, 6 responden (2,6%) B, dan 12 responden (5,21%) C.
Mengenai pengaruh sistem penggajian dengan terjadinya KKN dan mafia
peradilan dapat disimpulkan bahwa lebih besar responden hakim (A), penegak hukum
non hakim (B), dan umum (C), berpendapat relatif tidak ada pengaruh antara sistem
penggajian dengan terjadinya KKN dan mafia peradilan. Untuk itu perubahan
penggajian relatif tidak dapat dipakai sebagai upaya untuk menekan terjadinya KKN
dan mafia peradilan. Namun demikian patut mendapatkan perhatian bahwa hakim
merupakan jabatan yang layak untuk diberikan suatu sistem penggajian yang relatif
tinggi.

-------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 45


BAB V
MINAT LULUSAN SARJANA HUKUM YANG BAIK
UNTUK BERKARIR SEBAGAI HAKIM

Pendidikan hukum dilaksanakan oleh pendidikan tinggi. Menurut Pasal 16 ayat


(1) UU No. 2/1989, pendidikan tinggi adalah kelanjutan pendidikan menengah, yang
dalam ayat (2)-nya dijelaskan bahwa satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi (berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut dan universitas). Pendidikan hukum dilaksanakan oleh universitas atau
sekolah tinggi (negeri/swasta). Data di Depdiknas ada 26 Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) dan 157 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbagi dalam 9 Koordinator Perguruan
Tinggi Swasta (Kopertis), yang hampir semuanya memiliki fakultas hukum.
Telah banyak lulusan (Sarjana Hukum) yang dihasilkan oleh PTN dan PTS
tersebut, dan setiap tahunnya terus bertambah. Dari 183 pendidikan hukum,
berdasarkan data di Depdiknas selama kurun waktu 1998 –2001, telah diluluskan
57.792 lulusan. Kualifikasi lulusannya dibagi dalam 3 kriterium :(1) memuaskan
dengan Indeks Prestasi (IP) 2.50–2.99; (2) sangat memuaskan dengan IP 3.00–3.49; dan
(3) dengan pujian (cumlaude) dengan IP 3.50 ke atas. Para Sarjana Hukum (SH) tersebut
terjun di berbagai bidang pekerjaan, tetapi sebagai akibat rusaknya kondisi hukum di
Indonesia, ada kecenderungan semakin sedikit lulusan SH yang yang berminat
menjadi hakim.67 Dalam penelitian ini, yang disebut lulusan SH yang baik adalah
mereka yang ber IP di atas 3.00, serta memiliki moral dan integritas yang tinggi.

A. Gambaran Umum
Untuk menghadapi persoalan hukum di masa datang, sebenarnya
Pemerintah telah mengupayakan peningkatan profesionalisme terhadap aparat
penegak hukum, antara lain dengan mengadakan berbagai pelatihan oleh
lembaga-lembaga yang terkait. Namun, mengenai peningkatan sumber daya
manusia ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa Departemen Kehakiman dan
HAM ternyata kurang bersikap proaktif. Ijin bagi mereka yang ingin
melanjutkan kuliah S-2 dan S-3 memang telah dipermudah, dan telah ada
beberapa hakim dari lingkungan peradilan umum dan dari peradilan tata usaha

67 Kompas, 2002, Kelamnya Dunia Penegak Hukum, Jakarta, 31 Maret.


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

negara yang memanfaatkan kesempatan ini atas biaya sendiri,68 tetapi secara
dinas belum banyak 69. Menurut Taufik dan Soekartomo, kenyataan ini
disebabkan oleh dana yang ada di MA sangat terbatas sehingga lembaga ini
belum mampu untuk mengkuliahkan para hakimnya ke jenjang yang lebih
tinggi (S -2) apalagi S-3. Soekartomo dengan nada protes juga menjelaskan
bahwa untuk fasilitas operasional Pengadilan Tinggi saja sangat kecil apalagi
untuk membiayai sekolah, misalnya mobil operasional untuk PT Makasar hanya
ada satu meskipun sebenarnya di Kantor Wilayah Kehakiman ada tujuh buah
mobil. Kanwil juga memiliki gedung perkantoran dan rumah dinas yang lebih
baik dibandingkan gedung pengadilan dan rumah dinas bagi para hakim.
Mengenai rumah dinas ini, banyak para hakim yang lebih senang mengkontrak
rumah daripada memperbaiki dan menempati rumah dinas yang rusak. Di
samping itu, dibandingkan dengan instansi penegak hukum yang lain
(Kejaksaan, misalnya), Pengadilan mendapatkan jatah dana anggaran yang lebih
kecil. Misalnya: PN Serang Jawa barat hanya mendapat jatah anggaran 22
juta/tahun sementara Kejaksaan Negeri mendapatkan 65 juta/tahun.
Persoalan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di peradilan umum
dan peradilan tata usaha negara di atas ternyata berbeda dengan alasan hakim-
hakim Pengadilan Agama (PA), yang termotivasi untuk belajar S-1 dan S-2 di
Fakultas Hukum karena sebagai lulusan Fakultas Syariah (Drs) sadar bahwa
untuk mengerti hukum dan peraturan perundangan mereka harus belajar di
Fakultas Hukum (SH).70 Dengan alasan ini Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) PA
mengadakan kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta (UMY) untuk mendidik para hakim PA tersebut. 71 Perbandingan lain
adalah Kejaksaan Agung yang mengadakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi
untuk menyelenggarakan program S-2 bagi para jaksa. 72 Untuk itu, akan lebih
ideal jika kemudian Depkeh dan HAM mengikutinya.
Pada sisi yang lain, untuk mengisi formasi hakim ternyata tidak mudah,
terutama untuk mendapatkan hakim yang baik. Berdasarkan survey dari FH UI
disebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa FH UI tidak berminat menjadi hakim. 73
Hal ini antara lain disebabkan oleh kenyataan bahwa beberapa tahun terakhir ini
hakim banyak mendapatkan sorotan masyarakat karena banyak putusannya yang

68 Misalnya pada Program S-2 Magister Hukum Bisnis FH UGM, beberapa mahasiswanya
adalah hakim dengan biaya sendiri.
69 Wawancara dengan M. Taufik, S.H., Mhum (Wakil Mahkamah Agung RI), dan

Soekartomo, S.H (Wakil Ketua PT Makasar).


70
Wawancara dengan Drs. Suryadi, S.H., Mhum (Puslitbang/Diklat MA RI).
71 Hakim-hakim lulusan FH UMY ini tersebar di seluruh PA, PTA dan MA, di antaranya

adalah Drs. Suryadi, S.H., Mhum dan Drs Syamsuhadi, S.H., Mhum (Hakim Agung).
72 Kerjasama untuk menyekolahkan para jaksa ini di antaranya dilakukan kerjasama

dengan FH UNDIP Semarang dan FH UGM.


73 Rival G, dkk, 1997, “Kecenderungan Mahasiwa Fakultas Hukum untuk Menekuni

Profesi Hakim, Jaksa dan Pengacara”, Makalah yang disampaikan dalam temu Ilmiah Nasional
Mahasiswa hukum Indonesia, di Yogyakarta, 17 – 20 Maret 1997, hal. 3

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 49


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

dirasakan kurang memuaskan, ataupun dianggap menyimpang dari ketentuan hukum


dan berbau KKN. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa minat untuk menjadi
hakim tidak tinggi, yaitu dari 180 respond en ternyata hanya 41 orang (22.98%)
melamar hakim dan 139 orang (77,02%) tidak melamar. Untuk itu, harus dilakukan
upaya dan dicari cara untuk menelusuri minat atau mencari bibit-bibit unggul dalam
rangka mendapatkan lulusan SH yang baik yang berminat menjadi hakim.

B. Pengertian Minat

Seperti telah dikemukakan di atas, untuk mendapatkan hakim yang baik ternyata
tidak mudah. Tidak hanya bagaimana meningkatkan kemampuan mereka, tetapi juga
untuk mencari lulusan SH yang baik yang berminat menjadi hakim.
Minat74 adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu hal; dan dapat
juga diartikan sebagai gairah atau keinginan. Minat dapat ditumbuh kembangkan
meskipun sebelumnya belum ada minat. Sebagian hasil penelitian menunjukkan
bahwa banyak hakim yang awalnya tidak berminat menjadi hakim. Alasan mereka
bermacam-macam, ada yang hanya asal dapat pekerjaan karena mencari pekerjaan
sulit. Ada juga responden yang semula cita-citanya ingin menjadi politikus, guru, dan
sebagainya. Demikian pula ada responden yang semula keinginannya menjadi
Pegawai Pemerintah Daerah, akhirnya menjadi hakim yang handal.75 Hakim Agung
Drs. Syamsu Hadi, S.H., M.Hum mengatakan bahwa setelah lulus Fakultas Syariah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta awalnya ingin menjadi guru, namun setelah belajar
hukum di Pendidikan Hakim Indonesia Negeri (PHIN) ia mulai tertarik dan berminat
menjadi hakim.
Idealnya mereka yang sejak awal berminat atau bercita-cita menjadi hakim akan
menjadi hakim yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Minat menjadi hakim b erarti
kecenderungan hati yang tinggi dari seseorang untuk menjadi hakim. Minat pada
bidang pekerjaan dapat diketahui lewat suatu proses pengamatan, dengan cara
melakukan psikotes, ataupun dengan cara-cara lainnya. Soekartomo menjelaskan

Moeliono, dkk, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
74

Wawancara dengan Supraptini Sutarto, S.H (Hakim Agung); Zober Djayadi, S.H (Wakil
75

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan); Drs Syamsuhadi, S.H., Mhum (Ketua Muda MARI);
dan dengan Soekartono, S.H.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 50


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

bahwa ketika dirinya menjabat di PT DIY sebenarnya pernah mengusulkan dilakukan


penelusuran minat atau penjaringan bibit -bibit unggul dengan cara diadakan
kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang sejak awal memantau dengan memberi
beasiswa ikatan dinas hakim bagi mahasiswa yang bersangkutan. Setelah mereka
lulus, untuk menjadi hakim mereka yang merupakan bibit unggul ini tidak perlu
melakukan test tertulis tetapi langsung menjalani psikotes saja. 76 Psikotes penting
untuk mengetahui kepribadian, kejujuran, keteguhan, daya tahan, dan sebagainya dari
calon hakim yang bersangkutan.77
Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat menjadi hakim ternyata rendah,
yaitu dari 180 responden (penegak hukum non hakim dan umum), yang pernah
melamar hakim dan tidak diterima terdapat 41 orang (22,78%), sementara 139 orang
tidak pernah melamar menjadi hakim. Dari 41 responden yang melamar dan tidak
diterima menjadi hakim disebabkan karena tidak lulus tes sebanyak 14 orang (34,15%),
telah diterima/menjadi Pegawai Negeri Sipil di instansi lain 4 orang 9,76%) dan
selebihnya 23 orang (56,09%) tidak memberikan alasan. Sementara dari 139 responden
(77,22%) yang tidak pernah melamar menjadi hakim menyatakan bahwa mereka belum
tertarik menjadi hakim sebanyak 54 orang (38,85%), sudah menjadi PNS di instansi lain
30 orang (22,30 %), rekrutmen tidak jelas dan tertutup 8 orang (6,47 %), mengatakan
tanggung jawab sebagai hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat berat 8 orang
(6,47 %), dan selebihnya yakni 39 orang (26,21 %) tidak memberikan alasan.
Untuk persoalan ketidak tertarikan lulusan SH yang baik meniti karir menjadi
hakim, 117 responden penegak hukum non hakim dan umum memberikan alasan
sebagai berikut:
1. Sejumlah 33 orang (33,33%) menyatakan banyak profesi lain yang lebih
menjanjikan, seperti notaris, pengacara dan konsultan hukum.
2. Sejumlah 12 orang (10,26 %) menyatakan untuk menjadi hakim harus siap
mental dalam mengambil keputusan.

76 Wawancara dengan Soekartomo, S.H.; Drs. M. Taufik, S.H., MHUm; So ejatno, S.H

(Dirjen Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan HAM); dan Drs
Syamsuhadi, S.H., Mhum.
77 Wawancara dengan Prof. Dr. RM Sudikno Mertokusumo (Guru Besar FH UGM); Drs.

M. Taufik, S.H. MHum; dan Soejatno, S.H.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 51


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

3. Sejumlah 7 orang (5,98 %) berpendapat minat adalah hak asasi dan bersifat
subjektif, dan gaji hakim kecil dan penempatannya di d aerah terpencil.
4. Sejumlah 6 orang (13 %) menyatakan rekrutmen hakim tidak jelas dan
persaingan ketat, cara penerimaan tidak obyektif.
5. Sejumlah 53 orang (45,3%) tidak memberikan alasan.

C. Pengisian Formasi Hakim

Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan formasi hakim adalah susunan atau
jumlah hakim yang dibutuhkan. Menurut Soejatno, sampai tahun 2005 kebutuhan
hakim berjumlah 5.235 orang, sedangkan berdasarkan data April 2002 terdapat sekitar
2.900 hakim Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara. 78 Hal ini berarti masih
dibutuhkan 2.335 orang, ditambah dengan kebutuhan untuk mengisi formasi yang
pensiun pada tahun 2004 sebanyak 500 orang.
Rekuitmen cakim sebaiknya dilakukan melalui cara kombinasi dengan cara
penelusuran minat atau pencarian bibit-bibit unggul dan dengan cara seleksi melalui
proses tes atau ujian penerimaan. Cara pertama dilakukan sebagai jaminan bahwa
pada suatu periode penerimaan cakim telah didapat sejumlah lulusan SH yang baik,
sedangkan cara yang kedua dilakukan untuk menjaring mereka (khususnya para
lulusan SH yang baik) yang semula tidak tertarik untuk mengikuti seleksi.
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, cara penelusuran minat atau pencarian bibit-
bibit unggul dapat dilakukan melalui kerjasama antara lembaga-lembaga terkait
(misalnya Mahkamah Agung ataupun Departemen Kehakiman dan HAM) dengan
perguruan tinggi. Dalam kerjasama tersebut, perguruan tinggi bertugas mengamati
dan menjaring mahasiswa/winya yang berprestasi (misalnya IP 3.00 ke atas) dan
berminat menjadi hakim dari sejak semester awal (misalnya semester III).
Mahasiswa/wi yang terpilih kemudian diberi beasiswa sebagai ikatan dinas oleh
lembaga-lembaga yang mencari bibit -bibit unggul tersebut.
Selain kriteria IP yang tinggi, tentunya perlu juga untuk difikirkan mengenai
metode pemenuhan kriteria moral dan integritas yang tinggi. Hasil penelitian, baik
yang didapat dari wawancara, jawaban responden, ataupun dalam workshop-

78 Wawancara dengan Soejatno, S.H.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 52


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

workshop yang diselenggarakan, terungkap bahwa lulusan SH yang memiliki IP yang


tinggi tidak menjamin menjadi aparat penegak hukum, khususnya hakim, yang baik.
Untuk menjadi hakim yang baik, diperlukan persyaratan (bahkan mungkin menjadi
syarat utama) memiliki moral dan integritas yang tinggi. Kenyataan menunjukkan
bahwa pemberian matakuliah agama di bangku kuliah belum cukup membekali para
aparat penegak hukum memiliki moral yang baik. Seorang narasumber79 menyatakan
bahwa matakuliah yang berupa praktek pelatihan yang menunjukkan adanya
“dilema” dalam implementasi hukum merupakan salah satu cara bagi para
mahasiswa/wi mengetahui mana yang benar/baik dan yang salah/buruk, sekaligus
juga sebagai media untuk memupuk integritas mereka nantinya dalam menjalankan
profesinya.
Untuk itu, hendaknya lembaga-lembaga pencari bibit unggul tersebut
mengadakan kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi (PTN maupun PTS) yang
dapat memenuhi persyaratan -persyaratan tertentu. Persyaratan utamanya adalah PTN
dan PTS yang memiliki tradisi akademik yang baik dan mampu menyelenggarakan
praktek pelatihan yang menunjukkan adanya “dilema” dalam m
i plementasi hukum.
Kemudian, tidak menutup kemungkinan dalam perjanjian kerjasamanya ditambahkan
klausul agar perguruan tinggi yang bersangkutan menyelenggarakan matakuliah -
matakuliah lainnya yang dibutuhkan mahasiswa/wi untuk meniti karir di lembaga-
lembaga pencari bibit unggul tersebut. Dengan cara ini, pengisian kebutuhan formasi
sebanyak 2.335 hakim sampai tahun 2005, atau untuk memenuhi kebutuhan hakim
pada tahun-tahun selanjutnya termasuk pengisisan formasi hakim yang pensiun, tidak
saja akan diselenggarakan secara sistemik dan terencana tetapi juga akan didapatkan
cakim -cakim yang nantinya akan menjadi hakim yang baik.

------------------

79
Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth, Hoogleraar Inleiding tot de Rechtswetenschap en
Rechsteorie (guru besar yuirsprudensi dan teori hukum) Recht Faculteit, Rotterdam Universiteit,
Belanda, 4 Juni 2002. Prof.Loth juga adalah anggota komisi negara yang bertugas menyeleksi
calon hakim.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 53


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

BAB VI
SISTEM REKRUTMEN DAN KARIR HAKIM: PERSPEKTIF KOMPARATIF

“… comparative law is not a body of rules and principles, comparative


law is the technique of dealing with actual foreign law elements of a
legal problem …” 80

Upaya menegakkan hukum sebagai salah satu pilar demokrasi, paling tidak
dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama, hukum itu sendiri. Kedua, profesionalisme
aparat penegak hukum. Ketiga, sarana dan prasarana yang cukup memadai. Keempat
atau yang terakhir dan yang tidak kalah pentingnya adalah persepsi masyarakat
terhadap hukum. 81 Keempat faktor ini satu dan lainnya saling mempengaruhi. Dalam
relevansinya dengan profesionalisme hakim dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pembentuk hukum tidaklah mungkin dipisahkan dengan sistem rekrutmen dan karir
hakim yang secara komprehensip tidak terlepas dari sistem hukum yang berlaku di
suatu negara. Dalam bab ini kajian komparatif mengenai sistem rekrutmen dan karir
hakim dibahas dengan melihat perbandingan hukum di beberapa negara yaitu:
Amerika, Malaysia, Jerman, Belanda dan Jepang. Seperti yang telah disinggung di atas,
perbandingan hukum adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing yang
aktual dalam suatu masalah hukum. Perbandingan hukum sebagai suatu metode
mengandung makna pendekatan mendalam agar lebih memahami suatu objek atau
masalah yang diteliti.

A. Amerika Serikat

Amerika Serikat adalah negara Anglo Saxon yang hampir murni menerapkan
ajaran separation of power dari Montesquieu yang memisahkan kekuasaan negara
menjadi tiga bagian, masing-nasing adalah executive power, legislative power dan
judicative power. 82 Dalam konstitusinya secara jelas dinyatakan judicial power adalah
kekuasaan yang berada di satu tangan yakni Mahkamah Agung yang tidak dapat

80 Rudolf D. Schlessinger C ( omparative Law, 1959) dalam Barda Nawawi Arief, 1994,
Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 4.
81 Soerjono Soekanto, 1985, Efektifitas Hukum dan Peran Sanksi, Remaja Karya, hal.27.
82 Montesquieu, 1993, Membatasi Kekuasaan: Telaah Mengenai Jiwa Undang-Undang, PT

Gramedia Pustaka Utama, hal. 17.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 54


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

dicampuri oleh kekuasaan negara yang lain.83 Kekuasaan kehakiman tersebut selain
mendapatkan legitimasi konstitusi, juga ditunjang oleh pola rekrutmen dan sistem
karir termasuk didalamnya adalah masa jabatan seorang hakim dan besarnya gaji yang
diperoleh. Sudah menjadi suatu trade mark di Amerika, bahwa profesi hakim adalah
profesi yang mulia dan terhormat. Proses rekrutmen hakim di Amerika begitu ketat
dengan melalui ujian terbuka yang mana masyarakat luas dapat mengakses jalannya
ujian tersebut. Bahkan untuk menjadi hakim pada Mahkamah Agung, para calon
hakim agung didengar dan diuji komitmennya terhadap hukum dan keadilan oleh
Komisi Hukum Senat sehingga masyarakat tahu benar perihal kualitas dan komitmen
hakim tersebut.84 Dampaknya mereka yang menjadi hakim sudah dibekali dengan
komitmen yang kental terhadap hukum dan keadilan di Amerika.
Selanjutnya perihal masa jabatan hakim di Amerika ada berbagai sistem yang
diterapkan dan hal ini tergantung dari masing-masing negara bagian. Ada yang
menerapkan masa jabatan dengan sistem kontrak untuk masa waktu tertentu atau
dapat juga untuk menangani kasus-kasus tertentu seperti hakim ad -hoc. Ada juga yang
menerapkan masa jabatan sampai pada usia pensiun. Namun ada juga yang
menerapkan masa jabatan tanpa mengenal usia pensiun. Usia pensiun itu berkisar
antara 55 – 70 tahun. Hakim Agung yang bertugas pada Mahkamah Agung federal
tidak mengenal usia pensiun dan bisa terus bekerja sepanjang ia mampu. Ia baru
berhenti dari jabatannya sebagai Hakim Agung, apabila mengundurkan diri atau
meninggal dunia. 85
Kedudukan hakim yang mandiri di Amerika juga dipengaruhi oleh sistem gaji
dan tunjangan yang pada umumnya lebih tinggi dari profesi aparat penegak hukum
lainnya. Hal ini dimaksud agar ada keseimbangan antara beban tanggung jawab yang
ada pada mereka dengan gaji dan tunjangan yang diperoleh sehingga mereka dapat
hidup secara layak dan berkecukupan. Tidak jarang merek a pun berasal dari kalangan

83 Konstitusi Amerika, Pasal III.


84 T. Mulya Lubis, “Penegakan Hukum Di Indonesia, Amerika Dan Jerman Dalam
Perbandingan Kasar”, Makalah Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia Dengan
Tema Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme Aparat Penegak Hukum Sebagai Salah Satu Unsur
Pembangunan Hukum Nasional , Universitas Gadjah Mada, 17 Maret 1997, hal. 5.
85 Ibid, hal. 6.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 55


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

ekonomi yang sudah mapan sehingga mereka sulit untuk melakukan praktek -praktek
kolusi dan korupsi dalam menangani suatu perkara.

B. Malaysia86

1. Sistem Peradilan
Secara garis besar peradilan di Malaysia dibagi atas dua, yaitu pengadilan tingkat
federal dan pengadilan di negara-negara bagian (subordinate court ). Pengadilan tingkat
federal ini terbagi atas dua yaitu Pengadilan Banding yang disebut Mahkamah
Rayuan (appeal court ) dan Pengadilan Tinggi (high court). Sedangkan pengadilan rendah
juga dibagi atas dua yakni Pengadilan Magistrate’s (magistrate’s court) dan Pengadilan
Session (session court). Disamping itu di Malaysia juga terdapat Mahkamah
Persekutuan atau yang disebut dengan Federal Court (Pengadilan Federal). Putusan
Pengadilan Federal ini mengikat dan berlaku di seluruh wilayah negara federal.
Yurisdiksi Pengadilan Federal ini adalah memeriksa, mengadili dan memutuskan
banding atas putusan Pengadilan Banding maupun putusan Pengadilan Tinggi. Selain itu
juga mempunyai kekuasaan judicial review dan berewenang menyelesaikan sengketa
antar Negara Bagian atau antara Negara Federal dengan Negara Bagian. 87
Pengadilan Banding (appeal court) hanya ada satu di Malaysia dan berkedudukan
di Kuala Lumpur dengan yurisdiksi memeriksa, mengadili dan memutus perkara
terhadap putusan Pengadilan Tinggi (high court). Sementara Pengadilan Tinggi di
Malaysia hanya ada dua yaitu Pengadilan Tinggi Malaya dan Pengadilan Tinggi Sabah
dan Serawak dengan yuridiksi memeriksa, mengadili dan memutus perkara terhadap
putusan Pengadilan Session. Kualifikasi perkara yang dapat diadili tergantung dari
besarnya nilai gugatan atau tingginya hukuman pidana yang dapat dijatuhkan.
Pengadilan Magistrate’s sebagai pengadilan terendah hanya dapat menjatuhkan
hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun atau denda tidak melebihi 25.000.RM.

86 Tulisan mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim di Malaysia adalah berdasarkan
hasil penelitian di Asia-Europe Institute University of Malaya, Menteri di Jabatan Perdana
Menteri Malaysia, University of Malaya dan Islam International Malaysia University dari
tanggal 28 Mei sampai dengan 2 Juni 2002. Selain itu tulisan ini juga didasarkan pada Konstitusi
Malaysia.
87 Sharifah Suhana Ahmad, 1999, Malaysian Legal System, Malayan Law Journal Sdn Bhd,

hal. 89.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 56


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Namun dalam kenyataannya pengadilan ini hanya menjatuhkan pidana maksimal 5


tahun penjara atau denda maksimal 10.000.RM atau hukuman rotan 12 kali. Sedangkan
Pengadilan Session boleh men jatuhkan hukuman pidana penjara maksimal atau denda
maksimal 250.000.RM. Akan tetapi Pengadilan Session sebagai pengadilan tertinggi
pada Pengadilan Rendah, tidak boleh menjatuhkan hukuman mati.88 Demikian pula
perihal banding atau hak untuk merayu, di Malaysia terdapat ketentuan bahwa
banding terhadap putusan pengadilan hanya dapat dilakukan dua kali.

2. Rekrutmen, Karir Dan Penggajian Hakim


Hakim pada semua tingkatan peradilan termasuk presiden atau ketua masing-
masing pengadilan diangkat oleh Yang Dipertuan Agong atas dasar nasehat Perdana
Menteri setelah berkonsultasi dengan Majelis Raja-Raja (conference of rules). Kualifikasi
untuk menjadi hakim adalah warga negara Malaysia dan berpengalaman 10 tahun
sebagai pengacara pengadilan yang bersangkutan atau seorang pegawai pengadilan
atau pegawai pelayanan hukum Negara Federal atau pegawai pelayanan hukum suatu
Negara Bagian. Selain cara seperti yang telah disebut di atas, khusus untuk
pengangkatan hakim di Pengadilan Federal – dengan tanpa memperhatikan isi
konstitusi – Yang Dipertuan Agong atas nasehat Ketua Pengadilan Federal dapat
menunjuk untuk masa jabatan yang sudah ditentukan, siapapun yang mempunyai
pengalaman tinggi menjabat di bidang peradilan di Malaysia untuk ditunjuk sebagai
Hakim Pengadilan Federal.
Hakim di Pengadilan Session dan Pengadilan Magistrate’s berstatus sebagai civil
servant (pegawai negeri sipil) sehingga sistem rekrutmen, karir, promosi jabatan dan
sistem penggajian tergantung dari masing-masing negara bagian. Namun pada
umumnya untuk menjadi hakim di Pengadilan Session, minimal seseorang telah
menjadi hakim di Pengadilan Magistrate’s selama satu tahun dan ditunjuk oleh Komisi
Negara Bagian yang bersangkutan. Seorang lulusan sarjana hukum dapat menjadi
hakim pada Pengadilan Session setelah lulus seleksi dan mengikuti pendidikan selama
9 bulan, sedangkan untuk Pengadilan Magistrate’s, setelah mereka memenuhi syarat

88 Tun Mohamed Suffian, 1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan Bahasa

Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal. 83 – 85. Lihat juga Sharifah Suhana Ahmad,
1999, Malaysian Legal System , Malayan Law Journal Sdn Bhd, hal. 92 – 94.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 57


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

tertentu kemudian mengikuti tes. Peserta yang dinyatakan lulus tes kemudian
mengikuti pelatihan selama enam bulan. Berdasarkan uraian tersebut di atas jelas
bahwa rekrurtmen hakim di Malaysia bersifat tertutup, namun itu semua
dikembalikan kepada Yang Dipertuan Agong.
Karir seorang hakim sangat tergantung dari atasannya, dalam hal ini adalah
presiden atau ketua masing-masing pengadilan. Pemindahan hakim baik secara
horizontal maupun vertikal dilakukan oleh Yang Dipertuan Agong atas rekomendasi
Ketua Pengadilan Federal, sesudah berkonsultasi dengan Ketua Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan. Demikian pula halnya pengangkatan seorang hakim banding
menjadi hakim Pengadilan Federal, diajukan oleh Ketua Pengadilan Banding setelah
berkonsultasi dengan Ketua pengadilan Federal. 89 Hakim di pengadilan tingkat federal
memegang jabatannya sampai berusia 65 tahun. Apabila seorang hakim ingin
mengundurkan diri, maka ia harus menulis surat kepada Yang Dipertuan Agong.
Seorang hakim dapat saja diberhentikan apabila Ketua Pengadilan Federal sesudah
berkonsultasi dengan Perdana Menteri mengajukan ke Yang Dipertuan Agong bahwa
hakim tersebut perlu diberhentikan dengan alasan melanggar ketentuan kode etik atau
ketidakmampuan jasmani maupun rokhani, atau sebab lain yang mengakibatkan
hakim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.90
Mengenai kepangkatan hakim ditentukan oleh Yang Depertuan Agong atas dasar
nasehat Perdana Menteri sesudah berkonsultasi dengan Ketua Pengadilan Federal.
Demikian pula halnya dengan penetapan kode etik hakim ditentukan oleh Yang
Dipertuan Agong atas dasar rekomendasi Ketua Pengadilan Federal, Presiden
Pengadilan Banding atau Ketua Pengadilan Tinggi sesudah berkonsultasi dengan
Perdana Menteri. Perihal penggajian hakim untuk pengadilan tingkat federal
ditentukan oleh parlemen dengan suatu undang-undang yang juga mengatur term of
office (pedoman tugas) hakim pengadilan tingkat federal termasuk penggajian dan hak-
hak pensiun seorang hakim sehingga tidak boleh merugikan hakim yang
bersangkutan. Gaji hakim pengadilan tingkat federal relatif tinggi dengan kisaran

89 Tun Mohamed Suffian, 1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan Bahasa

Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal. 64 – 65.


90 Tun Mohamed Suffian,1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan Bahasa

Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal. 62.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 58


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

13.000. – 15.000.RM. Kisaran tersebut di bawah gaji Perdana Menteri atau setidaknya
sama dengan menteri dalam Kabinet Negara Federal. Sementara untuk gaji, pedoman
tugas termasuk hak -hak pensiun hakim di pengadilan rendah (Pengadilan Session dan
Pengadilan Magistrate’s) ditentukan oleh masing-masing negara bagian dan
diperlakukan seperti civil servant lainnya.

C. Jerman

Jerman adalah negara yang mewarisi tradisi Eropa Kontinental dengan sistem
pemerintahan parlementer. Dalam konstitusi Jerman yang disebut the Basic Law ,
dijelaskan bahwa kebebasan dan kemandirian kehakiman hanya tunduk pada
hukum.91 Kendatipun kekuasaan kehakiman tidak dapat diintervensi oleh siapa pun
akan tetapi Jerman punya karakteristik tersendiri yang hampir sama dengan Indonesia,
karena di luar Mahkamah Konstitusi yang sama sekali terpisah dari eksekutif,
pengadilan-pengadilan lain termasuk pengadilan di negara bagian (Laender) berada di
bawah kekuasaan eksekutif (Departemen Kehakiman). Akan tetapi hal ini tidak
membuat para hakim dapat diintervensi oleh eksekutif, sebab di Jerman ada tradisi
hukum yang sangat kuat di samping kontrol pers dan masyarakat secara terus-
menerus.92
Pola rekrutmen hakim di Jerman dilakukan secara ketat dan terbuka yang berasal
dari para sarjana hukum yang terbaik dan memiliki integritas moral yang tinggi.
Selanjutnya sistem hakim karir di Jerman dikenal sangat melembaga, namun peluang
terhadap hakim non karir tetap terbuka. Bahkan ada hal yang unik di Jerman yang
mana adanya hakim awam (layman ) yang tidak memiliki latar belakang sebagai
seorang sarjana hukum. Hakim yang bukan berasal dari kalangan hukum ini
dimaksudkan agar bisa menangkap esensi keadilan dalam perspektif yang kaku dan
formalistik.93 Masa jabatan hakim di Jerman adalah sampai pada usia pensiunnya 68
tahun dan hal ini berlaku bagi semua hakim baik pada pengadilan tingkat pertama,
pengadilan banding maupun hakim pada mahkamah konstitusi. Masa jabatan hakim

91 Konstitusi Jerman, Pasal 92.


92 Mulya Lubis, op.cit, hal. 4
93 Ibid, hal. 6

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 59


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

yang cenderung lama sampai pada usia pensiun juga dibarengi dengan sistem gaji dan
tunjangan yang cukup memadai. Sama seperti di Amerika dan Malaysia, hal ini
dimaksudkan agar dalam menjalankan tugasnya di pengadilan, hakim betul-betul
mandiri dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan manapun termasuk godaan uang dan
harta kekayaan lainnya.

D. Belanda94

1. Sistem Peradilan
Secara garis besar peradilan di Belanda terdiri atas tiga tingkat yang secara
implisit tertuang dalam Artikel 2, Wet op de Rechtelijke Organisatie yang menyatakan
“De tot rechtelijke macht behorende gerechten zijn: a. de rechtbanken; b. de gerechtshoven; en de
Hoge Raad”. 95 Sistem tingkatan semacam ini baru diberlakukan pada tanggal 1 Januari
2002. Sebelumnya, berdasarkan Wet op de Rechtelijke Organisatie (Stb.1827, 20),
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh kantongerechten, rechtbanken, gerechtshoven dan
Hoge Raad. 96 Kantongerecht (sub-district court) khusus untuk mengadili perkara-perkara
ringan termasuk pemeriksaan pra peradilan dan selalu diadili oleh hakim tunggal
(junus judex). Namun saat ini kantongerecht yang jumlah keseluruhannya sebanyak 62,
merupakan salah satu kamar yang terdapat dalam rechtbank. Pemeriksaan perkara
pada rechtbank dapat dilakukan oleh hakim tunggal namun juga dapat dilakukan oleh
hakim majelis. Selanjutnya satu gerechtshove membawahi beberapa rechtbank yang
pemeriksaan perkaranya dilakukan oleh hakim majelis yang terdiri atas 3 orang. Setiap
perkara yang diputus oleh rechtbank dapat dimintakan banding ke gerechtshove bahkan
sampai pada tingkat kasasi ke Hoge Raad dengan pemeriksaan perkara oleh hakim
majelis yang terdiri atas 5 orang.

94 Tulisan mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim di Belanda adalah berdasarkan
hasil penelitian di Rotterdam Universiteit, Rechtbank Rotterdam, Utrech Universiteit, Leiden
Universiteit dan Department Van Justitie serta Raad voor de Rechtspraak, Belanda dari tanggal
2 sampai dengan 11 Juni 2002.
95 Rechtbank dapat disamakan dengan PN atau district court tersebar di 19 district.

Sedangkan Gerechtshove atau appeal court dapat disamakan dengan PT yang terdapat di 5 kota,
yaitu: Amsterdam, Den Haag, Stragen Hogenbosch, Arnem dan Liuwarden. Sementara Hoge
Raad atau supreme court dapat disamakan dengan MA yang berkedudukan di Den Haag.
96 Coolen, G.L., 2000, Militaire straf – en strafprocesrecht, derde druk, Tjeenk Willink Zwole,

hal.149.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 60


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Dibandingkan dengan sistem peradilan yang ada di Indonesia, terdapat beberapa


perbedaan. Pertama, peradilan di Indonesia dibagi atas empat jenis peradilan, yaitu
peradilan umum, agama, tata usaha negara dan militer. Di Belanda dalam sebuah
rechtbank mempunyai 5 kamar, masing-masing adalah civil law (civiel recht), family law
(familie recht), criminal law (straf recht), administrative law (administrative recht) dan
kantongerecht. Sementara peradilan agama tidak terdapat di Belanda dan peradilan
militer97 merupakan peradilan khusus yang tidak dimasukkan dalam undang-undang
kekuasaan kehakiman.
Kedua, semua jenis peradilan di Indonesia bermuara pada Mahkamah Agung,
sedangkan di Belanda khusus untuk perkara administrasi bermuara pada Raad Van
State. 98 Kendatipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir ini di Belanda muncul
pemikiran bahwa khusus untuk perkara administrasi seyogyanya bermuara pada Hoge
Raad. 99 Ketiga adalah mengenai struktur dalam suatu pengadilan. Di Indonesia struktur
dalam suatu pengadilan biasanya terdiri atas ketua, wakil ketua dan para hakim.
Sedangkan di Belanda struktur dalam suatu pengadilan terdiri atas President,
Coordinerend Vice President dan Vice President yakni ketua seksi (kamar) yang ada di
masing-masing rechtbank dan Rechter atau hakim. Struktur pengadilan di Belanda
semacam ini adalah konsekuensi logis dari adanya kamar-kamar dalam setiap
rechtbank.

2. Rekrutment Hakim

97 Peradilan militer adalah terjemahan dari militaire strafrechtspraak yang memiliki

perbedaan prinsip dengan peradilan militer di Indonesia. Militaire strafrechtspraak ini mengadili
militer yang masih aktif dengan menggunakan wetboek van militaire strafrecht (Kitab undang-
undang hukum pidana militer). Akan tetapi hakim yang memeriksa terdiri atas dua orang
hakim sipil dan satu orang hakim militer dengan ketua majelis hakim seorang sipil. Lebih lanjut
dapat dilihat dalam Coolen, G.L., 2000, Ibid., hal. 148 – 151.
98 Raad Van State dapat disamakan dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di

Indonesia atau Conseil D’ Etat yang terdapat di Perancis. Akan tetapi DPA tidak diberi
kewenangan untuk memeriksa perkara administrasi, sedangkan Raad Van State maupun Couseil
D’ Etat, selain memberikan nasehat kepada Raja/Ratu/ Presiden, juga diberi kewenangan
memeriksa dan mengadili perkara administrasi pada tingkat akhir atau kasasi. Bahkan Counseil
D’ Etat di Perancis diberi kewenangan pengujian yustisial terhadap perbuatan administrasi
negara. Lebih lanjut lihat dalam, Bagir Manan, “Pengujian Yustisial Peraturan Perundang-
Undangan Dan Perbuatan Administrasi Negara Di Indonesia”, Bahan kuliah umum di
Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 19 Februari 1994, hal. 7.
99 Wawancara dengan Adrian W. Bedner, Senior Researches Faculty of Law, Van

Volenhoven Institute, Leiden Universiteit, Belanda, 10 Juni 2002.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 61


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Rekrutment untuk menjadi hakim di Belanda dapat melalui dua pintu. Pintu
pertama adalah yang fresh graduate. Pintu kedua adalah yang berasal dari profesi
lain.100 Namun menurut Naves, untuk menjadi hakim ada tiga pintu dan yang
merupakan pintu ketiga adalah mereka yang berasal dari asisten hakim atau panitera
pengadilan.101 Akan tetapi syarat mutlak untuk menjadi hakim di Belanda harus
memilki ijazah sarjana hukum atau yang disebut meester inderechten (Mr).102 Bagi
mereka yang melalui Pintu Pertama dan diterima sebagai calon hakim, disebut dengan
istilah RAIO (Rechtelijke Amptenar In Opleiding). Selama 6 tahun, para RAIO ini
mengikuti training dalam 4 tahap. Pertama, mengikuti latihan praktek selama 26 bulan
di rechtbank dengan perincian: 6 bulan sebagai register di devisi hukum pidana, 10
bulan sebagai register di devisi hukum sipil dan 10 bulan sebgai register di devisi
hukum administrasi. Pada tahap kedua, para RAIO ini selama 12 bulan bekerja di
kantor public prosecutors atau penuntut umum. Kemudian pada tahap ketiga, para
RAIO ini dapat memilih dari dua opsi untuk mengikuti pelatihan selama 10 bulan.
Opsi pertama adalah sebagai register di rechtbank, sedangkan opsi kedua adalah
sebagai public prosecutor. Tahap keempat atau tahap akhir yang dilalui oleh para RAIO
ini adalah pelatihan eksternal selama 24 bulan. Setelah 72 bulan (6 tahun), barulah
RAIO ini menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hakim.103Ada dua catatan terhadap
rekrutmen hakim melalui pintu pertama ini atau melalui RAIO. Pertama, melalui RAIO
ini seseorang dapat menjadi hakim, namun dapat juga menjadi jaksa. Kedua, sebagai
konsekuensi yang pertama, acap kali mereka yang awalnya berminat sebagai hakim,
tiba-tiba beralih profesi sebagai jaksa ketika mengikuti pelatihan RAIO pada tahap
kedua yang mana mereka magang di kantor penuntut umum (jaksa) selama 12

100 Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth, Hoogleraar Inleiding tot de
Rechtswetenschap en Rechsteorie (guru besar yuirsprudensi dan teori hukum) Recht Faculteit,
Rotterdam Universiteit, Belanda, 4 Juni 2002. Prof.Loth juga adalah anggota komisi negara yang
bertugas menyeleksi calon hakim.
101 Wawancara dengan Mr. H.C. Naves, Rechter en coordinerend vice-president

Rechtbank Rotterdam, Belanda, 4 Juni 2002


102 Sebenarnya apa yang dikemukakan Naves secara prinsip sama dengan Loth sebab

pada dasarnya pintu ketiga untuk menjadi hakim yang berasal dari kalangan pengadilan
seperti asisten hakim dan panitera dapat digolongkan ke dalam pintu kedua untuk menajdi
hakim, yakni profesi hukum lainnya.
103 Raad Voor de Rechtspraak, Admission Requirement For RAIO Training, hal 2 dan 4.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 62


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

bulan.104 Pintu kedua untuk menjadi hakim adalah mereka yang berasal dari luar
RAIO, bisa seorang akademisi, advocat, konsultan hukum atau profesi hukum lainnya
dengan syarat pertama, harus memiliki pengalaman kerja minimal 6 tahun dan kedua,
harus mengikuti training selama 12 bulan. 105 Hal ini dimaksud agar seorang hakim
ketika dia memeriksa, mengadili dan memutus perkara telah memiliki wawasan luas
yang diperoleh selama 6 tahun sebagai RAIO atau pengalaman kerja 6 tahun untuk
profesi lainnya.
Prosedur untuk menjadi hakim baik melalui pintu pertama maupun pintu kedua
harus melalui beberapa tahap. Pertama, mengajukan lamaran sebagai hakim ke
rechtbank yang dituju atau ke komisi nasional yang bertugas untuk menyeleksi hakim.
Tahap kedua adalah tes kemampuan. Ketiga adalah tes kemampuan analisis. Keempat
adalah personal interview. Kelima adalah detailed personality test . Keenam adalah
pertemuan antara komisi seleksi dengan para calon dan mendiskusikan perihal hukum
yang bersifat umum, motivasi, pandangan calon terhadap fungsi peradilan dan
perhatian terhadap maslah social kemasyarakatan. Tahap ketujuh atau yan g terakhir
adalah wawancara akhir. Semua peserta akan mengikuti tahapan rekrutmen mulai dari
tahap pertama sampai dengan tahap kelima. Setelah tahap kelima, hanya peserta yang
lolos saja yang dapat mengikuti tahap keenam. Para peserta yang lulus sebagai RAIO
maupun yang mengikuti training 12 bulan – bagi mereka yang berasal dari profesi lain
– akan detempatkan di rechtbank. Rekrutmen hakim di Belanda diumumkan secara luas
melalui media masa dan RAIO serta training hakim diadakan dua kali dalam setahun
yaitu pada bulan April dan Oktober.106

2. Sistem Karir Dan Gaji Hakim


Di satu sisi rekrutmen dan karir hakim sangat otonom. Artinya, diterimanya
seseorang menjadi hakim, baik pada rechtbank maupun gerechtshove tergantung pada
rechtbank dan gerechtshove yang bersangk utan (tempat diajukan lamaran). Namun, di
sisi lain jenjang karir hakim di Belanda bersifat individual. Artinya, jenjang karir

104 Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth.


105 Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth & dengan Mr. H.C. Naves.
106 Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 63


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

tersebut ditentukan oleh hakim itu sendiri.107 Apabila seorang hakim di suatu rechtbank
ingin pindah ke rechtbank lainnya atau ingin pindah ke jenjang yang lebih tinggi,
misalnya ke gerechtshove, maka lamaran cukup diajukan kepada rechtbank atau
grechtshove yang dituju. Sifat individual yang ada pada sistem karir di Belanda
memungkinkan seseorang yang sudah bertugas sebagai hakim di gerechtshove dapat
saja mengajukan lamaran untuk kembali menjadi hakim pada rechtbank. Sedangkan
perihal sistem gaji hakim, sudah ada standarnya dan diberlakukan secara nasional.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:108

Jabatan Rechtbank Gerechtshove Hoge Raad


Gaji/tahun dalam Gaji/tahun dalam Gaji/tahun dalam
Golden Golden Golden
President 200.000. 220.000. 250.000.
Coordineren Vice 180.000. 200.00.
President
Vice President 160.000. 180.000. 220.000.
Rechter 145.000. 160.000. 200.000.
Gerechts Auditeur 120.000.
RAIO 90.000.

Selanjutnya perihal hakim agung pada Hoge Raad, direkrut atau dipilih oleh
tweede kamer (parlement) Belanda. Parlemen memilih hakim agung berdasarkan daftar
calon yang diusulkan oleh Hoge Raad. Daftar calon tersebut diumumkan secara luas
melalui media masa. Biasanya parlemen memilih berdasarkan nomor urut yang ada
pada daftar calon.

3. Komisi Yudisial (Raad Voor De Rechtspraak)


Lembaga baru yang bernama Raad voor de Rechtspraak (dapat disamakan dengan
komisi yudisial di beberapa negara) baru berlaku efektif sejak 1 Januari 2002. Lembaga
ini dibentuk untuk mengurus administrasi peradilan termasuk mengurus keuangan,
peningkatan pelayanan dan keamanan adiministrasi peradilan serta memodernisasi
kekuasaan pengadilan . Selain itu, lembaga ini juga berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara

107 Wawancara dengan Prof. Dr. Hans de Doelder, Hoogleraar Starfrecht en

Strafprocesrecht (Guru besar hukum pidana dan hukum acara pidana), Roterrdam Universiteit,
Belanda, 5 Juni 2002. Prof. Doelder juga adalah hakim part time pada Rechtbank Roterrdam.
108 Tabel digambar di papan tulis oleh Naves, pada saat wawancara.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 64


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

rechtbank dan gerechshove di satu sisi dengan Ministeri van Justtitie dan parlemen di lain
sisi. 109
Semboyan Raad voor de Rechtspraak adalah “dari pengadilan untuk pengadilan”.
Keanggotaan lembaga ini terdiri atas 5 orang anggota yang masa jabatannya 6 tahun
dan dapat ditunjuk kembali oleh Ratu. Komposisi kelima anggota tersebut adalah: 3
orang hakim senior, seorang dari departemen keuangan yang berfungsi sebagai
direktur keuangan, dan seorang dari Ministeri van onderwijs (menteri pendidikan)
Belanda. Lembaga tersebut terdiri atas 5 bagian yaitu bagian kabinet, informasi dan
masalah hukum. Bagian manajemen, bagian anggaran dan urusan keuangan. Bagian
operasi dan bagian servis fasilitas internal. Raad voor de Rechtspraak ini juga dibentuk
atas dasar krititikan bahwa para hakim di Belanda meskipun mereka sangat mahir
dalam bidang hukum dan bekerja profesional, namun mereka dianggap tidak cakap
dalam hal manajemen.110

E. Jepang111

Perihal rekrutmen hakim di Jepang secara formal ditunjuk oleh Perdana Menteri
dan kabinet. Namun dalam prakteknya, rekrutmen hakim di semua tingkatan
peradilan dilakukan oleh dan atas rekomendasi Chief of Justice (Ketua Mahkamah
Agung) dan Sekretaris Jenderal Legal Training and Research Institute. Setiap tahunnya
lulusan dari fakultas hukum ternama di Jepang, yang berjumlah kurang -lebih 20.000.
orang, mengikuti ujian nasional untuk menjadi hakim. Biasanya yang lulus ujian
sekitar 700 orang. Bentuk ujiannya adalah soal pilihan ganda dan wawancara.112

109 Wawancara dengan Drs. Elko R. Van Winzum, clustercoordinator personeel en

organisatie, Raad voor de Rechtspraak, Belanda, 10 Juni 2002. Lihat juga: Raad voor de
Rechtspraak, Council for the Judiciary, hal. 3; dengan Prof. Mr. M.A. Loth; dengan Mr. H.C.
Naves; dan wawancara dengan Adrian W. Bedner.
110 Raad voor de Rechtspraak, Council for the Judiciary, hal. 6. Wanwancara dengan Drs.

Philips Langbroek, Dosen Ilmu Politik dan Ahli Manajemen Organisasi, Utrecht Universiteit,
Belanda, 6 Juni 2002; Wawancara dengan Drs. Elko R. Van Winzum; dan wawancara dengan
Prof. Mr. M.A. Loth.
111 Bahan mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim di Jepang, penulis peroleh dari Dr.

Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A. dalam Workshop Rekrutmen dan Karir Hakim di Bidang
Peradilan, kerjasama Fakultas Hukum UGM dan Komisi Hukum Nasional, Jakarta, 31 Juli 2002.
112 David M, O’Brien, 2002, Judicial Selection And Promotion: Japan and The United States,

University of Virginia, hal.1.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 65


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Peserta yang lulus ujian selanjutnya mengikuti pelatihan pada Legal Training and
Research Institute di bawah bimbingan Ketua Mahkamah Agung dan Sekretaris Jenderal
lembaga tersebut selama 2 tahun yang per 4 bulan melakukan tour of duty di 4 tempat.
Pertama ditempatkan di kantor pengacara. Setelah itu di kantor kejaksaan selanjutnya
di pengadilan pidana dan pengadilan perdata masing-masing selama 4 bulan.
Sebelum lulus dari pelatihan tersebut, para peserta boleh mengajukan lamaran untuk
jabatan hakim.113 Selanjutnya barulah seseorang menempuh karirnya sebagai hakim
yang dimulai dengan magang sebagai asisten hakim selama 10 tahun. Namun dalam
kenyataannya setelah 5 tahun magang sebagai asisten hakim, mereka dapat menjadi
anggota pada majelis hakim di distric court atau memimpin sidang dalam family court
atau sumarry court yang menggunakan hakim tunggal (junus judex). Setelah 10 tahun
magang, mereka akan diangkat kembali sebagai hakim penuh pada distric court.
Selama meniti karir sebagai hakim seseorang dapat ditugaskan di beberapa
peradilan atau posisi lainnya dalam peradilan termasuk pada Legal Training and
Research Institute. Seorang hakim boleh pindah dari distric court ke high court , namun
sebelumnya selama lebih dari 5 tahun hakim tersebut harus magang pada high court.
Dalam masa magang ini, hakim yang bersangkutan duduk di sebelah kiri majelis
hakim yang memeriksa perkara. Setelah lebih dari 5 tahun barulah hakim tersebut
secara penuh menjadi hakim pada high court dan dalam mengadili perkara ia
diperkenankan duduk di sebelah kanan Ketua majelis hakim. Kemudian barulah
hakim tersebut dapat diangkat untuk memimpin majelis hakim yang menyidangkan
suatu perkara. Mengenai rekrutmen pada Mahkamah Agung, secara hukum para
hakim yang akan bertugas di Mahkamah Agung ditunjuk oleh Perdana Manteri dan
kabinet, tetapi dalam kenyataannya penyeleksian hakim aguag dilakukan oleh Ketua
Mahkamah Agung dan Sekeretaris Jenderal Legal Training and Research Institute.
Mereka yang diseleksi sebagai hakim agung adalah orang-orang yang punya visi dan
padangan luas mengenai hukum. Selain itu usia minimum untuk menjadi hakim
agung adalah 40 tahun disertai dengan pengalaman 10 sampai 20 tahun dalam

113 Banidingkan dengan seorang calon hakim di Belanda yang mengikuti pelatihan RAIO

(Rechter Ambtenar In Opleiding) selama 6 tahun dan melakukan tour of duty baik di Rechtbank
(pengadilan negeri), maupun sebagai jaksa dan akhirnya pelatihan eksternal sebagai konsultan
hukum , pengacara atau berkarir di LSM sehingga total pelatihan adalah 72 bulan.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 66


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

berbagai profesi hukum. Secara singkat mereka yang terpilih sebagai hakim agung
sebanyak 15 orang dengan rasio: 6 orang hakim karir, 4 orang pengacara, 2 orang
birokrat, 2 orang jaksa dan 1 orang profesor hukum dari kalangan perguruan tinggi.114
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil beberapa analisis sebagai berikut:
Pertama, sistem rekrutmen dan karir hakim yang sangat tertutup dan hirarkis sebagai
akibat dari Jepang adalah negara penganut Kedaulatan Tuhan yang kekuasaanya
diserahkan kepada kaisar dan berpaham integralistik.115 Kedua, sebagai konsekuensi
yang pertam a, Jepang sangat kental dengan budaya patronase sehingga apa yang
dikatakan oleh pemimpin harus ditaaati oleh yang dipimpin dan ini berlaku pada
semua level di sana. Akan tetapi budaya patronase ini diimbangi oleh semangat
bushido 116 yang melekat pada setiap individu. Ketiga atau yang terakhir, adalah
masalah kesadaran hukum masyarakat, sesuatu yang acap kali dilupakan tetapi sangat
urgen. Dalam pembangunan di Jepang, SDM jauh lebih diutamakan dibandingkan
dengan membangun sebuah sistem. Ketertiban masyarakat bukan disebabkan oleh
hukum perundang-undangannya, melainkan oleh keberhasilan membangun sumber
daya manusiannya. Oleh karena itu menurut Satjipto Rahardjo – dengan mengambil
perbandingan Amerika – perbedaan antara sumber daya manusia Jepang dan
Amerika, akhirnya menentukan perbedaan kinerja hukum di kedua negara tersebut.
Secara ekstrim, seandainya hukum di Amerika di hapus, maka akan muncul suasana
seperti di era the wild wild west . Namun sebaliknya sekalipun hukum di Jepang dihapus,

114 David, M. O’ Brien, Op.cit. hal. 4-6 & 8.


115 Paham integralistik atau paham kekeluargaan yang berada di Jepang ini dipakai
sebagai acuan oleh Prof Mr. Soepomo untuk meletakkan dasar -dasar negara Indonesia pada
saat menjelang dan awal kemerdekaan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun ajaran yang diteorikan oleh pemikir Jerman,
G.F.W.Hegel, ini oleh Soepomo dikemas dalam suatu faham religio-kultural Jawa tentang
manunggaling kawulo lan gusti. Lihat: M. Fajrul Falaakh, “Faham Kerakyatan, Negara Hukum,
dan MPR: Ketegangan Paradigma dalam Konstitusi”, KOMPAS, 12 Agustus 2002, hal. 4. Lihat
juga pidato Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 dalam Muhammad Yamin, 1959, Naskah –
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama, hal.109-121.
116 Dalam bahasa Jepang, bushido berarti ‘jalan ksatria’. Istililah ini telah lazim dipakai

sejak tulisan-tulisan Nitobe Inazo. Sifat-sfat ini adalah untuk menjunjung tinggi tanah air,
keluarga kaisar (Shinto) dan beberapa azas kesusilaan. Lihat: Todung Sutan Gunung Mulia dan
Hidding, K.A.H., 1961, Ensiklopedia Indonesia, N.V.Penerbitan W.Van Hoeve, Bandung – ‘s-
Gravenhage, hal. 267.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 67


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

maka negeri itu akan tetap tertib dan teratur sebab ketertiban itu sudah berakar pada
sikap dan perilaku orang Jepang.117

------------------------------

117 Satjipto Rahardjo, Sistem Hukum Nasional Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi, Makalah

pada Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 17 – 20 Maret 1997.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 68


BAB VII
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebagaimana tertuang di dalam Bab -


bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengaturan tentang sistem rekrutmen dan karir hakim


Pengadilan sebagai benteng terakhir bagi yustisiabel, maka perlu diselenggarakan
peradilan yang baik, yaitu: yang sederhana, cepat dan biaya ringan, serta bebas, bersih,
jujur, adil dan bertanggung jawab. Salah satu unsur yang sangat penting untuk
menyelenggarakan peradilan yang baik adalah diperlukan SDM (terutama hakim)
yang baik, artinya hakim yang jujur, berkelakuan tidak tercela dan cakap. Hakim
sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum memegang peranan yang sangat
penting, sebab melalui putusannya akan dapat diketahui apakah hukum dan keadilan
sudah dilaksanakan sebagaimana seharusnya dan sesuai dengan kesadaran hukum
masyarakat.
Untuk mendapatkan hakim yang baik perlu dikaji mulai dari perekrutan hakim
sampai dengan perjalanan karir hakim. Berdasarkan hasil penelitian dan setelah
dilakukan kajian secara historis atas segala sesuatu yang telah terjadi, yang selanjutnya
dihubungkan dengan apa yang diharapkan untuk waktu yang akan datang, berikut ini
adalah beberapa hal yang berkaitan dengan identifikasi keadaan peradilan kita,
khususnya yang berhubungan dengan rekrutmen dan karir hakim, berdasarkan unsur -
unsur kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang pada akhirnya dicoba dicari
isu strategisnya.

a. Identifikasi persoalan hakim/pengadilan yang ada


Banyaknya kritikan, cemoohan, hujatan kepada pengadilan disebabkan beberapa
faktor, yang secara keseluruhannya dapat dikonstatir adanya kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan, serta isu-isu strategisnya. Faktor-faktor tersebut antara lain:
pertama, tuntutan masyarakat atas SDM di pengadilan yang dianggap kurang
memenuhi syarat dikarenakan kejujuran dan mental yang diragukan; kedua,
kemampuan profesional dan ilmu pengetahuan yang kurang memadai atau kurang
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

sesuai dengan perkara yang diperiksa, telah mempengaruhi sikap, perilaku individual
dan perilaku kelompok yang kurang kondusif; ketiga, lambannya penyelesaian
perkara, terutama jika ada upaya hukum, sehingga masih bertumpuknya perkara di
Mahkamah Agung (sisa akhir bulan Januari 2002 = 16.444 perkara); keempat, kurang
profesionalnya penanganan perkara, dan masih terdapatnya indikasi KKN, dan
adanya pengaruh dari pihak luar dalam proses peradilan; kelima, sistem rekrutmen,
mutasi dan promosi yang tidak berjalan baik, tidak adil, tanpa perencanaan yang baik
dan kurang dapat diakses publik, dan keenam, adanya indikasi merebaknya KKN
dalam rekrutmen, mutasi dan promosi, serta dalam penyelesaian perkara.

b. Unsur kekuatan d alam sistem rekrutmen dan karir hakim


Dari hasil penelitian, dapat diketahui adanya beberapa unsur kekuatan yang
dapat digunakan untuk mengembangkan sistem rekrutmen dan karir hakim di masa
depan, yaitu pertama, banyak Perguruan Tinggi Hukum yang tersebar di seluruh
Indonesia, yaitu ada 186 (belum termasuk Perguruan Tinggi Syariah), yang berarti out
put cukup banyak, termasuk yang berminat menjadi hakim; kedua, studi lanjut di
bidang hukum cukup banyak dan terbuka baik di dalam negeri maupun di luar negeri;
dan ketiga, jumlah pengadilan yang cukup banyak dan hampir merata di seluruh
wilayah RI, artinya sesuai dengan kebutuhan di tiap Kabupaten/Kota ada pengadilan
tingkat pertama.

c. Unsur kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim


Perlu disadari dan perhatian yang serius bahwa ternyata cukup banyak unsur
kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada sekarang, yaitu;
pertama, SDM yang telah direkrut kurang dibina; kedua, sistem rekrutmen cenderung
tertutup dan kurang berorientasi untuk mend apatkan SDM yang baik, serta ada
indikasi adanya KKN; ketiga, sistem mutasi dan promosi tidak berjalan dengan baik,
kurang adil dan kurang berorientasi pada kecakapan, serta adanya indikasi KKN;
keempat, jumlah pengadilan, hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan
riil, sehingga rationya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus ditangani, di
satu pengadilan volume perkara sedikit sehingga banyak hakim yang “nganggur”,
dan pada pengadilan lain volume perkara sangat besar sehingga hakim tidak

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 71


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

mempunyai cukup waktu untuk beristirahat; kelima, kurang adanya koordinasi dalam
penerimaan Hakim Agung non karir dan fit and proper test kurang tepat; keenam,
mekanisme pengawasan tidak jelas dan tidak tegas, termasuk dalam penerapan sanksi
(baik berupa penghargaan maupun yang berupa hukuman); ketujuh, adanya KKN
dalam penanganan perkara, yang banyak terungkap dan terekspos; dan kedelapan,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, kesembilan, Dewan Kehormatan Hakim
tidak berfungsi efektif.

d. Unsur Peluang dalam sistem rekrutmen dan karir hakim


Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan sistem
rekrutmen dan karir hakim, antara lain: pertama, semakin maraknya tuntutan
reformasi peradilan; kedua, banyaknya Perguruan Tinggi yang membuka Program
Studi S.2, S.3, dan kesempatan untuk mengikuti studi lanjutan baik di dalam maupun
di Luar Negeri semakin mudah dan terbuka; ketiga, era globalisasi dan pasar bebas
mengakibatkan komunikasi dan bisnis semakin meningkat, yang berakibat persoalan
hukum menjadi semakin luas dan kompleks; dan keempat, berlakunya UU No. 35
Tahun 1999 menuntut segera diadakannya perubahan/ pengalihan urusan organisasi,
administrasi dan finansiil dari Departemen tertentu kepada Mahkamah Agung.

e. Unsur tantangan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim


Upaya untuk mengembangkan sistem rekrutmen dan karir hakim diperkirakan akan menghadapi tantangan-tantangan
sebagai berikut: pertama, tuntutan masyarakat agar dalam rekrutmen, mutasi dan promosi dapat diakses publik; kedua, tuntutan
masyarakat agar putusan hakim berbobot, tepat adil, dan mencerminkan kesadaran hukum masyarakat serta mudah diakses publik;
ketiga, kompetisi antara hakim dari lingkungan peradilan yang satu dengan lingkungan peradilan yang lain; keempat,
Perkembangan ilmu hukum dan bidang hukum yang semakin luas dan mendalam; dan kelima, adanya kewajiban Mahkamah Agung
untuk menyampaikan Laporan Tahunan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

f. Isu Strategis dalam sistem rekrutmen dan karir hakim


Berdasarkan identifikasi faktor-faktor internal (Kekuatan dan kelemahan) dan
faktor-faktor eksternal (peluang dan tantangan) setelah diberi bobot dan diranking,
selanjutnya dianalisis. Dari hasil analisis diperoleh faktor-faktor kunci keberhasilan
(critical succes factor), yaitu: SDM yang berkualitas cukup banyak, kesempatan
meningkatkan ilmu dan ketrampilan luas dan terbuka, banyaknya jumlah pengadilan,
dan sistem satu atap di bawah Mahkamah Agung. Berdasarkan hal tersebut, maka
dalam usaha menciptakan hakim yang baik dan atau peradilan yang baik sesuai

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 72


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

dengan tuntutan reformasi di bidang peradilan atau demi terwujudnya good judicative
governance dapat dikemukakan beberapa isu strategis sebagai berikut: pertama,
membuat perencanaan yang baik yang meliputi fungsi –fungsi organisasi, dalam
bentuk RENSTRA, RENOP dan RENTA serta LAKIP MA; kedua, rekrutmen, mutasi
dan promosi harus dilakukan secara selektif dan lebih berorientasi pada faktor
kecakapan dan mental yang baik; ketiga, penyelesaian perkara di Mahkamah Agung
berdasarkan spesialisasi hakim, perlu ada sistem kamar; keempat, menyediakan sarana
dan prasarana yang memadai untuk pembinaan personil; kelima, mengoptimalkan
fungsi pengawasan oleh Dewan Kehormatan Hakim atau lembaga baru (Komisi
yudisial jika terbentuk) dengan menerapkan punishment and reword, keenam,
mengefektifkan kinerja Pusat Studi/pelatihan, dan aktivitas pembinaan lain secara
berkala dan berkesinambungan, ketujuh, merubah beberapa ketentuan peraturan
perundang-undangan disesuaikan dengan UU No. 35 Tahun 1999.

2. Persoalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di bidang peradilan, khususnya


dalam rekrutmen dan karir hakim.

Dalam proses peradilan sekarang ini terdapat indikasi terjadinya praktek


korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan seluruh jajaran penegak
hukum (polisi, jaksa, hakim, panitera, dan penasehat hukum). Akibat dari keadaan
tersebut, keputusan hakim sering dirasakan kurang memuaskan oleh para pencari
keadilan.
Meskipun jumlahnya relatif kecil, terdapat praktek KKN dalam proses rekrutmen
dan karir hakim. Ada beberapa bentuk praktek KKN yang dilakukan, antara lain
memberi sejumlah uang, hubungan keluarga, dan aspek politik. Di bawah ini adalah
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN, baik dalam rekrutmen dan karir
hakim.

a. Faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen


(1) kekuasaan yang sentralistik;
(2) pengawasan yang lemah;
(3) tidak transparan;
(4) tidak ada pengawasan dari masyarakat;

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 73


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

(5) hubungan saudara;


(6) hubungan teman;
(7) praktek jual beli kursi;
(8) aturan mainnya tidak jelas;
(9) karena melibatkan Departemen Kehakiman dan HAM;
(10) jarang diumumkan;
(11) tidak ada test kemampuan;
(12) birokrasi berbelit -belit;
(13) masih dipengaruhi faktor internal.

b. Faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam karir hakim


(1) aturan tidak jelas;
(2) melibatkan departemen;
(3) tidak transparan;
(4) tidak fair;
(5) birokrasi berbelit -belit;
(6) masih ada pengaruh internal;
(7) pernilaian kurang obyektif;
(8) penempatan yang tidak jelas kriteranya;
(9) mental pejabat atasan;
(10) belum ada aturan senioritas yang ketat;
(11) seleksi kurang ketat’;
(12) pengaruh budaya;
(13) lemahnya system pengawasan.

3. Pengaturan tentang sistem penggajian profesi hakim

Gaji (penghasilan) profesi hakim sebagaimana terdapat dalam sistem penggajian


profesi hakim yang berlaku sekarang ini secara nominal memang lebih besar dari pada
gaji (penghasilan) profesi pegawai negeri sipil lainnya, tetapi besaran nominal gaji
tersebut ternyata relatif belum layak. “Kelayakan” ini didasarkan pada kenyataan

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 74


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

bahwa gaji (penghasilan) profesi hakim tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan
minimal jasmani dan rohani bagi hakim dan keluarganya.
Di samping itu, sistem penggajian profesi hakim tersebut relatif kurang
berpengaruh terhadap terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta praktek
mafia di bidang peradilan. Demikian pula besarnya gaji (penghasilan) profesi hakim
bukan merupakan satu-satunya cara dan media yang dapat menjamin kualitas kinerja
hakim seperti yang diharapkan.

4. Minat Sarjana Hukum yang baik untuk meniti karir sebagai hakim
Untuk mendukung penegakkan hukum di Indonesia, kebutuhan calon hakim
(cakim) sampai dengan tahun 2005 sebenarnya masih relatif cukup banyak. Namun,
(lulusan) sarjana hukum/syariah yang berkualitas baik, khususnya lulusan dari
Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia yang memiliki Indeks Prestasi Komulatif
(IPK) tinggi, tidak banyak yang berminat untuk meniti karir sebagai hakim. Dalam hal
ini, perlu dikemukakan bahwa sebenarnya IPK tinggi belum cukup un tuk digunakan
sebagai kriteria/parameter bagi (lulusan) sarjana hukum/syariah yang baik, tetapi
harus dilengkapi dengan kriteria memiliki “moral dan integritas” yang tinggi.
Rendahnya minat (lulusan) sarjana hukum/syariah yang baik untuk menjadi
hakim ter sebut terutama didasarkan atas pertimbangan penghasilan, yaitu dengan
membandingkan bahwa banyak profesi lain yang lebih menjanjikan, seperti notaris,
pengacara/konsultan hukum, ataupun dengan bekerja di perusahaan -perusahaan
swasta. Selain itu, ada yang memberikan alasan berkaitan dengan hal yang substantif,
yaitu bahwa berprofesi sebagai hakim itu berat, mereka harus siap mental ketika akan
mengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan proses rekrutmen dan karir hakim,
rendahnya minat tersebut juga disebabkan oleh alasan karena sistem rekrutmen yang
tidak jelas dan persaingan yang cukup ketat, serta penempatan cakim di daerah
terpencil.
Keadaan di atas tentunya sangat memprihatinkan mengingat peradilan yang baik
itu perlu hakim yang baik, sedangkan hakim yang baik mestinya berasal dari mereka
(lulusan) sarjana hukum/syariah yang baik. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai
upaya meningkatkan minat bagi (lulusan) Sarjana Hukum/Syariah yang baik untuk

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 75


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

meniti karir menjadi hakim. Dalam hal ini, upaya penelusuran minat sejak awal (sejak
mahasiswa) merupakan cara yang cukup efektif untuk dapat dilaksanakan. Untuk itu,
perlu dilakukan kerjasama antara Perguruan Tinggi penyelenggara pendidikan hukum
dengan instansi terkait, misalnya dengan Departemen Kehakiman dan HAM, bagi
calon-calon hakim Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara; Departemen Agama, bagi
calon-calon hakim Peradilan Agama; dan Departemen Pertahanan dan Keamanan, bagi
calon-calon hakim militer maupun Mahkamah Agung RI.
Para calon mahasiswa Fakultas Hukum/Syariah yang berminat menjadi calon
hakim minimum harus sudah mencapai 120 SKS dan memiliki indeks prestasi
minimum 3. Bagi para mahasiswa yang memenuhi syarat seperti tersebut di atas dapat
mengikuti test psikhologi, untuk dapat mengetahui seberapa jauh minat mereka untuk
menjadi calon hakim. Setelah lulus, mereka diikat dengan beasiswa dari Departemen
Kehakiman dan HAM. Kemudian setelah lulus S1 diberikan rekomendasi oleh Dekan
setempat bahwa mereka patut/layak untuk diterima menjadi cakim, dan bilamana
perlu mereka juga harus mengikuti test seleksi secara nasional.

--------------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 76


BAB VIII
REKOMENDASI

No. Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


1. Sistem Rekrutmen dan Karir Hakim. 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Sistem rekrutmen dan karir hakim yang
Perlu pembaharuan sistem rekrutmen Diajukan usul kepada Presiden dan
berlaku selamai ini be lum tepat. dan karir hakim yang berlaku selama DPR untuk meninjau ulang pranata
ini, khususnya untuk calon-calon hukum yang ada dan sekaligus
Eksistensi hakim/pengadilan yang ada hakim mendatang, yang pada membentuk pranata hukum yang
selama ini menimbulkan banyak kritikan, gilirannya dapat diwujudkan hakim baru berkaitan dengan sistem
cemoohan dan hujatan. Hal tersebut yang layak, profesional, rekrutmen dan karir hakim yang
disebabkan berbagai faktor, yang berpengetahuan luas dan tinggi, layak.
keseluruhannya dapat dikonstatir adanya
berdedikasi dan bermoral, jujur, adil,
kekuatan, kelemahan, peluang dan
terbebas dari KKN
tantangan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
pertama, tuntutan masyarakat atas sumber 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
daya manusia (SDM hakim/pengadilan Perlu dilakukan seleksi ulang untuk Diajukan usul kepada Presiden dan
yang dianggap kurang memenuhi syarat, pengadaan hakim yang layak,
DPR untuk mengambil kebijakan
diragukan mengenai kejujuran dan profesional, berpengetah uan luas danseleksi ulang terhadap para hakim
mentalitasnya; kedua, kemampuan tinggi, berdedikasi dan bermoral, jujur,
yang ada, yang lulus ditempatkan
profesional dan ilmu pengetahuan SDM adil, terbebas KKN, dari kalangan kembali sebagai hakim, sedang yang
hakim/pengadilan yang kurang memadai hakim yang ada selama ini. tidak lulus dipensiunkan dini atau
atau kurang sesuai dengan perkara yang dipekerjakan sebagai non hakim.
diperiksanya, telah mempengaruhi sikap, 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

perilaku individual dan perilaku kelompok Perlu dilakukan publikasi yang cukup Diajukan usul kepada instansi terkait
menjadi kurang kondusif; ketiga, lambannya waktu tentang rencana rekrutmen agar perencanaan dan pelaksanaan
penyelesaian perkara; keempat, adanya cakim, kemudian diikuti dengan seleksi rekrutmen dan karir hakim, dapat
indikasi pengaruh dari pihak luar dalam yang ketat mengenai kemampuan diakses dengan mudah oleh publik
proses peradilan; kelima, sistem rekrutmen, penguasaan ilmu pengetahuan hukum, dan para hakim itu sendiri.
mutasi dan promosi hakim tidak berjalan kejiwaan (moralitas, integritas
baik, tidak adil, tanpa perencanaan yang dan kejujuran) dengan melibatkan tim
matang, dan kurang dapat diakses oleh yang profesional dan independen.
publik; dan keenam terdapat adanya 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme
Perlu dilakukan reformasi mengenai Diajukan usul kepada Presiden dan
(KKN) dalam rekrutmen, mutasi, dan
sistem rekrutmen dan karir hakim yang DPR agar diambil langkah baru yang
promosi hakim dalam jajaran pengadilan
ada selama ini, baik perencanaan mensyaratkan cakim telah
maupun dalam penyelesaian perkara.
maupun pelaksanaannya, agar dapat mempunyai pengalaman bidang
diwujudkan hakim yang berkualitas, profesi hukum
profesional, adil, jujur dan terbebas dari dalam kurun waktu tertentu dan
indikasi KKN dan perbuatan tercela untuk dapat diangkat sebagai hakim
lainnya. perlu magang antara 5-6 tahun.
1.a. Kekuatan dalam Sistem Rekrutmen dan 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Karir Hakim.
Perlu dijalin kerjasama antara instansi Diusulkan kepada instansi yang kom-
Faktor kekuatan tersebut antara lain:
yang melakukan rekrutmen hakim penten untuk melakukan rekrutmen
pertama, banyak terdapat perguruan tinggi
dengan kalangan perguruan tinggi hakim, bertukar pengalaman tentang
hukum yang tersebar di seluruh Indonesia, hukum yang ada. kurikulum yang relevan dengan
yang berarti cukup banyak lulusannya yang kalangan perguruan tinggi hukum
dapat direkrut menjadi hakim; kedua, cukup
banyak tersedia dan terbuka program 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
studi lanjut bagi lulusan perguruan tinggi Perlu diadakan peningkatan Diusulkan kepada instansi yang
hukum, baik di dalam maupun d i luar kemampuan pengetahuan para hakim kompeten untuk diadakan program
negeri; ketiga, cukup banyak terdapat dengan program studi lanjut. studi lanjut bagi para hakim yang
pengadilan yang jumlahnya hampir merata memenuhi persyaratan.
di seluruh wilayah RI, yang berarti hampir 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 78


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

di tiap kabupaten/kota ada pengadilan Perlu dilakukan penjaringan minat Diusulkan agar penjaringan tidak
tingkat pertama. untuk meniti karir sebagai hakim, baik semata-mata sentralistik, tetapi
secara umum maupun melalui kampus. supaya dimungkinkan juga secara
desentralistik.
2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu diadakan apresiasi yang layak Diusulkan pembentukan tim khusus
bagi hakim yang berprestasi, antara lain yang mengurusi apresiasi kepada
studi lanjut dan penempatannya pada para hakim yang berprestasi.
pengadil an yang tepat dengan
keahliannya.
1.b. Kelemahan dalam Sistem Rekrutmen dan 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Karir Hakim. Perlu diambil kebijakan antara lain Diusulkan kepada Presiden untuk
optimalisasi pembinaan terhadap SDM segera mengambil langkah kebijakan
Faktor kelemahan tersebut antara lain:
hakim; transparansi dalam rekrutmen guna perbaikan terhadap faktor-
pertama, SDM hakim yang telah terekrut hakim, eliminasi timbulnya potensi faktor kelemahan dalam sistem
KKN dalam sistem rekrutmen dan karir rekrutmen dan karir hakim.
kurang pembinaannya; kedua, sistem hakim; perbaikan sistem mutasi
rekrutmennya cenderung tertutup dan kurang /promosi hakim dan jabatannya, agar
lebih ad il, lebih berorientasi kepada
berorientasi untuk mendapatkan SDM yang kecakapan; penyela rasan rasio jumlah
baik, terdapat indikasi adanya KKN hakim/karyawan dengan perkara yang
harus di selesaikan oleh hakim.
meskipun tidak keseluruhan-nya; ketiga,
2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 79


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

sistem mutasi dan promosi hakim dan Perlu diambil kebijakn untuk Diusulkan kepada Presiden dan DPR
memperbaiki faktor-faktor kelemahan untuk dapat mengambil langkah
jabatannya tidak berjalan dengan baik,
dalam sistem rekrutmen dan karir kebijakan yang konkret dan tepat
kurang adil, kurang berorientasi pada hakim, antara lain: untuk perbaikan atas faktor-faktor
Peningkatan koordinasi dalam kelemahan dalam sistem rekrutmen
kecakapan, terdapat adanya indikasi KKN
rekrutmen Hakim Agung non karir, dan karir hakim, yang meliputi
meskipun tidak keseluruhannya; perbaikan sistem fit and proper test, pembentukan perangkat pranata
perbaikan mekanisme pengawasan hukum yang lebih komprehensif,
keempat, jumlah pengadilan, hakim, dan terhadap kinerja hakim/pengadilan, kondusif, efektif dan efisien,
karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan pemberian penghar gaan terhadap termasuk di dalamnya pengalokasian
riil, rasionya tidak sebanding dengan jumlah hakim yang berprestasi dan penerapan dana yang memadai.
perkara yang harus ditanganinya (di suatu
sanksi hukuman yang tegas kepada
pengadilan tertentu volume perkara sangat
para hakim yang nyata-nyata
sedikit sehingga terdapat banyak hakim melak ukan perbuatan melawan hukum
yang “nganggur”, tetapi pada pengadilan
dan perbuatan tercela lainnya.
yang lainnya volume perkaranya sangat
besar , sehingga para hakimnya nyaris tidak 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
mempunyai waktu yang cukup untuk Perlu diambil langkah -langkahDiusulkan kepada instansi terkait dan
menyelesaikan tugasnya secara profesional kongkrit perbaikan atas faktor-faktor berkompeten, untuk segera
dan untuk beristirahat); kelima, kurang kelemahan dalam sistem rekrutmen mengambil inisiatif gelar wacana
adanya koordinasi dalam rekrutmen Hakim dan karir hakim, yang meliputi konsep,(seminar/ workshop), sosialisasi
Agung non karir demikian pula fit and proper perencanaan, pelaksanaan, SDM dan program sampai dengan realisasi
test nya kurang tepat; keenam , mekanisme perangkat pranata hukumnya. program perbaikan sistem rekrutmen
pengawasan, pemberian penghargaan, dan karir hakim.
maupun penerapan sanksi hukuman 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
terhadap kinerja hakim tidak jelas dan tidak Perlu diambil langkah -langkah Diusulkan kepada instansi yang
tegas; ketujuh, dalam penanganan perkara
perbaikan dan kelengkapan sarana dan berkempeten untuk segera
terdapat indikasi adanya KKN, meskipun prasarana serta peman tapan program- melakukan perencanaan dan realisasi
tidak keseluruhannya; kedelapan, sarana program yang ada atas program perbaikan tersebut
dan prasarana yang ada kurang memadai. secara berkesinambungan dan
konsisten.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 80


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

No. Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


1.c. Peluang Dalam Sistem Rekrutmen Dan Karir 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Hakim.
Perlu dilakukan upaya optimalisasi Diusulkan kepada instansi yang
Faktor peluang tersebut antara lain: pertama, pemanfaatan peluang yang bersifat berkompeten untuk segera mengkaji
semakin maraknya tuntutan reformasi positif dan sebaliknya optimalisasi tentang reformasi peradilan,
peradilan; kedua, persoalan hukum menjadi eliminasi peluang yang bersifat negatif.
kompleksnya persoalan hukum dan
semakin luas dan kompleks; ketiga, pengurusan organisasi, administrasi
berlakunya UU No. 35 Tahun 1999 menuntut
dan finansiil peradilan oleh MA
segera diadakannya perubahan/pengalihan
urusan organisasi, administrasi dan finansiil 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
peradilan dari Departemen Kehakiman dan Perlu diambil kebijakan tegas, baik Diusulkan kepada instansi yang
HAM kepada Mahkamah Agung. pemanfaatan maupun eliminasi berkompenten untuk melakukan
peluang tersebut upaya optimalisasi hasil kajian.
1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
Perlu segera dilakukan kajian Diusulkan kepada instansi yang
mendalam dampak positif maupun berkompeten untuk mempersiapkan
negatif atas peluang yang ada. prosedur dan tim kajian tentang
reformasi peradilan, kompleksnya
persoalan hukum dan pengurusan
organisasi, administrasi dan finansiil
peradilan oleh MA.
2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu pemanfaatan hasil kajian tersebut Diusulkan kepada instansi yang
sesuai dengan keperluannya. kompeten untuk melaksanakan hasil
kajian sesuai dengan keperluannya.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 81


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

No. Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


1.d. Tantangan Dalam Sistem Rekrutmen Dan 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Karir Hakim.
Perlu segera dilakukan antisipasi atas
Diusulkan kepada instnasi yang
Faktor tantangan tersebut antara lain : faktor-faktor tantangan dalam sistem berkompeten untuk mempersiapkan
pertama, adanya tuntutan masyarakat agar rekrutmen dan karir hakim yang ada studi antisipasi atas faktor-faktor
dalam rekrutmen, mutasi, promosi hakim selama ini. tantangan dalam sistem rekrutmen
dan jabatannya dilakukan secara transparan, dan karir hakim.
bebas KKN, dapat diakses dan dapat
dikontrol oleh publik; kedua, adanya 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
tuntutan masyarakat agar putusan hakim / Perlu adanya usaha keras dan serius Diusulkan kepada instansi yang
pengadilan berbobot, tepat, adil, dari pihak -pihak yang terkait dengan kompeten untuk mengambil langkah
mencerminkan kesadaran hukum pelaksanaan rekrutmen dan karir hakim kebijakan yang dapat menggerakkan
masyarakat dan mudah diakses oleh publik; untuk lebih tranparan, jauh dari KKN, dan mengarahkan para pejabat yang
ketiga, adanya kompetisi antara hakim dari dapat mewujudkan putusan hakim/ terkait dengan pelaksanaan
lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan yang berbobot, tepat dan rekrutmen dan karir hakim, agar
lingkungan peradilan yang lain; Keempat, adil, berkompetisi secara sehat,
dapat lebih transparan, jauh dari
adanya perkembangan ilmu hukum dan mengikuti dan menghayatiKKN, dapat mewujudkan putusan
bidang hukum yang semakin luas dan perekembangan hukum yang semakin hakim/pengadil an yang berbobot,
mendalam; Kelima, adanya kewajiban kompleks dantepat dan adil, berkompetisi secara
Mahkamah Agung untuk menyampaikan mempertanggungjawabkan kinerjanya. sehat, mengikuti dan menghayati
Laporan Tahunan pada Sidang Tahunan perkembangan hukum yang semakin
Majelis Permusyawaratan Rakyat. kompleks serta mempertanggung
jawabkan kinerjanya.
1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 82


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Masing-masing pihak yang terkait Diusulkan kepada instansi yang


dalam pelaksanaan sistem rekrutmen berkompeten untuk mempersiapkan
dan karir hakim perlu memberanikan prosedur dan tim studi antisipasi
diri mengambil sikap mengatasi terhadap faktor-faktor tantangan
tantangan tersebut secara proporsional.
dalam sistem rekrutmen dan karir
hakim yang menggerakkan dan
mengarahkan para pejabat yang
terkait dalam pelaksanaan sistem
rekrutmen dan karir hakim, masing-
masing agar memberanikan diri
mengambil sikap mengatasi
tantangan tersebut secara
proporsional.
2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu adanya keteladanan unsur Diusulkan kepada para pejabat
pimpinan dalam mengatasi tantangan- atasan yang terkait dengan
tantangan tersebut. pelaksanaan sistem rekrutmen dan
karir hakim, agar mau dan mampu
memberikan teladan dalam
mengatasi faktor-faktor tantangan
tersebut.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 83


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

No. Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


2.a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
KKN dalam Proses Rekrutmen Hakim, antara
Perlu persiapan untuk mengkaji faktor-
Diusulkan segera dibentuk tim dan
lain: kekuasaan yang sentralistik; faktor yang menyebabkan KKN dalam prosedur pengkajian untuk
pengawasan yang lemah; tidak transparan; proses rekrutmen hakim, baik prosedurmelakukan kajian atas faktor-faktor
tidak ada pengawasan dari masyarakat; maupun timnya. yang menyebabkan KKN dalam
adanya hubungan kekeluargaan; adanya proses rekrutmen hakim, kepada
hubungan teman; adanya praktek jual beli
instansi yang berkompeten.
kursi jabatan; aturan main yang tidak jelas;
adanya keterlibatan/keterkaitan Departemen 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
Kehakiman dan HAM; jarang diumumkan Perlu memanfaatkan hasil kajian untuk Diusulkan segera memanfaatkan
dalam tenggang waktu yang layak; belum mengeliminir, mencegah terjadinya hasil kajian dan dikemas dalam
optimalnya test kemampuan; birokrasi yang KKN dalam proses rekrutmen hakim, bentuk peraturan perundang -
berbelit-belit; masih adanya pengaruh antara lain perlu mereduksi kekuasaan undangan, kepada instansi yang
internal yang sentralistik, memperkuat berkompeten.
pengawasan, transparan,
meningkatkan pengawasan
masyarakat, mengeliminir adanya
hubungan keluarga/teman, mencegah
praktek jual beli kursi jabatan,
mengeliminir keterlibatan pemerintah,
menyediakan tenggang waktu
pengumuman rekrutmen yang layak,
mengoptimalkan test kemampuan,
menyederhanakan birokrasi,
mengeliminir pengaruh internal,
memperjelas aturan permainan.
1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 84


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Perlu persiapan untuk mengambil Diusulkan kepada instansi yang


tindakan pencegahan terjadinya KKN berkompeten untuk mengambil
dalam rekrutmen hakim. langkah -langkah persiapan.
2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu meninjau ulang perangkat Diusulkan kepada instansi yang
hukum berkaitan dengan rekrutmen berkompeten untuk meninjau ulang
hakim yang berpeluang terjadinya dan memperbaiki peraturan hukum
KKN, untuk kemudian diperbaiki. yang berpeluang untuk terjadinya
KKN, berkaitan dengan rekrutmen
hakim.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 85


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

No Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


2.b. Faktor-faktor yang menyebabkan KKN 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Dalam Proses Meniti Karir Hakim, antara Perlu persiapan untuk mengkaji faktor- Diusulkan segera dibentuk tim
lain: aturan tidak jelas; adanya faktor yang menyebabkan KKN dalam independen dan prosedur pengkajian
keterlibatan/keterkaitan Departemen proses meniti karir hakim, baik atas faktor-faktor yang menyebabkan
Kehakiman dan Ham; tidak transparan; tidak prosedur maupun tim-nya KKN dalam proses meniti karir
fair; birokrasi yang berbelit-belit; masih hakim kepada instansi yang
adanya pengaruh internal; penilaian yang berkompeten.
kurang obyektif; penempatan yang tidak jelas
2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
kriterianya; mentalitas pejabat atasan; belum
ada aturan senioritas yang ketat; seleksi Perlu memanfaatkan hasil kajian untuk Diusulkan segera memanfaatkan
kurang ketat; pengaruh budaya; lemahnya mengeliminir, mencegah terjadinya hasil kajian yang dikemas dalam
sistem pengawasan. KKN dalam proses meniti karir hakim, bentuk peraturan perundang -
antara lain: perlu memperjelas aturan, undangan, kepada instansi yang
mengeliminir keterlibatan pemerintah, berkompeten.
mengupayakan transparansi dan fair
play, menyederhanakan birokrasi,
menghapus adanya pengaruh internal,
melakukan penilaian yang lebih
obyektif, memperjelas kriteria
penempatan, membina
mentalitas/moralitas pejabat atasan,
mempertegas aturan senioritas,
melakukan seleksi yang ketat,
mengembangkan budaya anti KKN,
memperkuat sistem pengawasan.
1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 86


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Perlu persiapan melakukan operasional Diusulkan kepada instansi yang


pemanfaatan hasil kajian, guna berkompeten untuk segera
mencegah terjadinya KKN dalam melakukan operasional pemanfaatan
proses meniti karir hakim. hasil kajian tersebut.
2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu meninjau ulang perangkat Diusulkan kepada instansi yang
hukum berkaitan dengan proses meniti berkompeten untuk meninjau ulang
karir hakim yang berpeluang terjadinya perangkat hukum berkaitan dengan
KKN, untuk kemudian diperbaiki. proses meniti karir hakim yang
berpeluang terjadinya KKN, untuk
kemudian diperbaikinya.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 87


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

No. Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


3. Sistem Penggajian Profesi Hakim Yang 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Berlaku Selama Ini Perlu persiapan untuk pengkajian Diusulkan kepada instansi yang
sistem penggajian profesi hakim yang berkompeten untuk segera
Sistem penggajian profesi hakim yang layak, baik konsep, komponen maupun membentuk tim pengkajian dan
berlaku selama ini relatif belum layak dan bentuknya, termasuk prosedur dan melakukan langkah-langkah
relatif kurang berpengaruh terhadap tim-nya. persiapan.
terjadinya KKN serta praktek mafia di
.
bidang peradilan. Kondisi demikian
disebabkan antara lain: Gaji (penghasilan) 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
profesi hakim sebagaimana terdapat dalam Perlu memanfaatkan hasil kajian sistem Diusulkan kepada instansi yang
sistem penggajian profesi hakim yang penggajian profesi hakim yang layak, berkompeten untuk memanfaatkan
berlaku selama ini secara nominal memang yang semata-mata tidak didasarkan hasil kajian berkaitan dengan sistem
lebih besar dari pada gaji (penghasilan) atas pemenuhan kebutuhan hidup penggajian profesi hakim yang layak
profesi pegawai negeri sipil lainnya, tetapi minimal jasmani dan rohani bagi
besaran nominal gaji profesi hakim tersebut hakim dan keluarganya, kemudian
ternyata belum layak. “Kelayakan” ini digunakan untuk memperbaiki sistem
didasarkan pada kenyataan bahwa gaji penggajian profesi hakim yang ada
(penghasilan) hakim tersebut belum dapat selama ini.
memenuhi kebutuhan hidup minimal 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
jasmani dan rohani bagi hakim dan Perlu segera dibentuk tim independen Diusulkan kepada instansi yang
keluarganya; yang ditugasi untuk merumuskan berkompeten untuk segera
Sistem penggajian profesi hakim tersebut konsep gaji yang layak bagi hakim dan menugaskan kepada tim independen
relatif kurang berpengaruh terhadap keluarga nya, komponen -komponen untuk melaksanakan tugasnya.
terjadinya KKN dan praktek mafia di bidang penggajian yang layak, bentuk gaji
peradilan, karena terjadinya KKN dan yang layak (gaji pokok, tunjangan,
praktek mafia di bidang peradilan tersebut, fasilitas perumahan, transportasi, biaya
tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor kesehatan, biaya pendidikan anak dan
sistem penggajian profesi hakim saja, lain sebagainya).

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 88


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

melainkan masih banyak faktor-faktor lain 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
yang mempengaruhinya
Perlu meninjau ulang perangkat Diusulkan kepada instansi yang
hukum berkaitan dengan sistem berkompeten untuk memanfaatkan
penggajian profesi hakim yang ada hasil kajian yang dilakukan oleh tim
selama ini, kemudian diperbaiki independen, dikemas dalam
berdasarkan hasil kajian tim perangkat peraturan perundang -
independen tersebut, dituangkan undangan.
dalam perangkat peraturan hukum dan
diberlakukan bagi hakim yang benar-
benar lulus seleksi, baik seleksi awal
maupun seleksi ulang.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 89


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

No. Diagnosis Rekomendasi Rencana Aksi


4. Upaya Meningkatkan Keterkaitan Sarjana 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Hukum Yang Baik Guna Meniti Karir
Perlu segera diadakan sosialisasi Diusulk an kepada instansi yang
Sebagai Hakim. mengenai rekrutmen hakim yang jelas berkompeten untuk sosialisasi
Para sarjana hukum/syariah yang dan terprogram, diumumkan dalam mengenai rekrutmen hakim yang
berkualitas baik tidak banyak yang berminat tenggang waktu yang layak kepada jelas dan terprogram,
untuk meniti karir sebagai hakim, dengan publik, transparan dan bebas dari mengumumkannya dalam tenggang
berbagai alasan antara lain: pertimbangan
KKN. waktu yang layak kepada publik,
gaji/penghasilan, yakni bahwa
transparan dan bebas dari KKN.
gaji/penghasilan profesi lain lebih
menjanjikan misalnya profesi notaris, 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
pengacara, bekerja di perusahaan- Perlu dijalin kerja sama dengan : Diusulkan kepada instansi yang
perusahaan swasta; pertimbangan faktor lembaga pendidikan tinggi hukum berkompeten untuk menjalin kerja
substantif, yakni bahwa berprofesi sebagai yang berkualitas tinggi guna sama dengan lembaga-lembaga
hakim itu berat mereka harus siap mental mendapatkan bibit-bibit unggul, pendidikan tinggi hukum yang
ketika akan mengambil putusan; lembaga-lembaga profesi hukum yang berkualitas tinggi dan dengan
pertimbangan faktor tidak jelasnya sustem bonavide (kantor notaris, kantor lembaga-lembaga profesi hukum.
rekrutmen hakim; pertimbangan faktor advokat dan lain sebagainya) guna
persaingan yang cukup ketat dan tidak mendapatkan bibit-bibit yang
transparannya proses rekrutmen; dan profesional.
pertimbangan kemungkinan 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
penugasan/penempatan calon hakim di Perlu segera dipersiapkan program Diusulkan kepada instansi yang
daerah terpencil. rekruitmen hakim yang jelas,berkompeten segera mempersiapkan
berkesinambungan, dan sistem program rekrutmen hakim yang jelas,
penggajian yang menjanjikan. berkesinambungan dan sistem
penggajian profesi hakim yang
menjanjikan.
2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 90


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Perlu segera dibentuk tim seleksi Diusulk an kepada instansi yang


independen yang berkualitas, berkompeten untuk membentuk tim
profesional, transparan, bebas KKN, seleksi independen yang berkualitas,
memiliki dedikasi, integritas dan profesional, transparan, bebas KKN,
moralitas yang tinggi. memiliki dedikasi, integritas
dan moralitas yang tinggi.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 91


Lampiran-Lampiran
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Lampiran 1
Struktur Organisasi Tim Peneliti

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 93


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Struktur Organisasi Tim Peneliti


Kelompok Kerja A.2. KHN
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

“Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan”


Panitia Pengarah : Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A.
Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A.
Frans Hendra Winata, S.H., M.H.
Muhammad Fajrul Falaakh, S.H., M.A.
Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D.
Suhadibroto, S.H.

Sub Panitia Pengarah : Abdul Hakim Garuda Nusantara, S.H., LL.M.


Bambang Widjoyanto, S.H., LL.M.
M.H. Silaban, S.H.
Abdul Rahman Saleh, S.H., M.H.
Bachtiar Sitanggang, S.H.
Daniel Panjaitan, S.H., LL.M.
R. Dwiyanto Prihartono, S.H.
Ifdhal Kasim, S.H.
Isnanu Chalid, S.H.
Kitty Sugondo Kramadibrata, S.H.
Rita Serena Kalibonso, S.H. LL.M.
Timbul Thomas Lubis, S.H., LL.M.
Hamid Chalid, S.H., LL.M.
T. Rifqi Thantawi

Penanggungjawab : Dr. Mohd Burhan Tsani, S.H., M.H.


Ketua Tim : Dr. B. Sukismo, S.H., M.H.
Sekretaris : Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M.
Peneliti : Kunthoro Basuki, S.H., M.Hum.
Herry Iswanto, S.H., S.U.
Sutanto, S.H., M.S.
Sigid Riyanto, S.H., M.Si.
Tata Wijayanta, S.H.
Eddy O.S. Hiariej, S.H.

Staf Administrasi : Damari Pranowo, S.H.


Bambang Suwondo, S.H.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 94


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Lampiran 2
Jadwal Penelitian

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 95


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Jadwal Penelitian

Uraian Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Validasi
Proposal &
Persiapan Tim
Persiapan
Materi
Diskusi
Internal
Colloquium 1
Pertemuan 1
dg subkomisi
Penelitian di
Jkt, Medan,
DIY, Ujung-
pandang
Laporan
Sementara
Pertemuan 2
dg Subkomisi
Persiapan
Workshop 1
Workshop 1
Pertemuan 3
dg subkomisi
Penelitian di
Malaysia &
Belanda
Colloquium 2
Analisis
Rancangan I
Lap Akhir
Pertemuan 4
dg subkomisi
Persiapan
Workshop 2
Workshop 2
Rancangan II
Lap Akhir
Lap Akhir

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 96


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Lampiran 3
Daftar Pustaka

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 97


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sharifah Suhana, 1999, Malaysian Legal System, Malayan Law Journal Sdn Bhd.
Ali, Acmad, “Sebelum dan Setelah Tommy Soeharto Tertangkap”, KOMPAS , 2
Desember.
Arief, Barda Nawawi, 1994, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Atmasasmita, Romli., 1998,. Pemikiran Konseptual Mengenai Kerangka Peningkatan
Kualitas Penegakan hukum di Dalam Proses Peradilan, Jakarta.

Basuki, Kunthoro, 1994, Peranan Tuntutan Subsidiair dan Hubungannya dengan Kebebasan
Hakim dalam Menyelesaikan Perkara Perdata Khususnya di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Thesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Brasz, HA., 1999.,dalam Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, BPKP, Jakarta.

Bruggink, J.J.H., 1993, Rechtsreflectie, Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Kluwer,


Deventer.
Coolen, G.L., 2000, Militaire straf – en strafprocesrecht, derde druk, Tjeenk Willink Zwole.
Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa Dan bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Darwata, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Wijaya, Surabaya, 1987.
David M, O’Brien, 2002, Judicial Selection And Promotion: Japan and The United States,
University of Virginia.
De Groot, L.E.-Van Leeuwen, 1991, De Rechtelijke Macht In Nederland, Gouda Quint.
De Werd, Marcus Fransiscus Johanes Maria, 1994, De Benoeming Van Rechters, Gouda
Quint, Arnhem.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, 1995,
Pola Pembinaan Peradilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara, Jakarta.
Elzinga, D.J., Van Rest, P.H.S., de Valk, J, 1995, Het Nederlandse Politierecht, Tjeenk
Willink Zwole.
Executive Sumarry, 1998, Pokok-pokok Pikiran Untuk Menanggulangi Kolusi dan Korupsi di
Pengadilan Dalam Rangka Menegakan Peradilan yang Bebas, Adil, Bersih dan
Berwibawa, Jakarta.
Falaakh, M. Fajrul dan kawan -kawan (Tim Peneliti Fakultas Hukum UGM), 2001,
Implikasi Reposisi TNI – Polri Di Bidang Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
-------, “Faham Kerakyatan, Negara Hukum, dan MPR: Ketegangan Paradigma dalam
Konstitusi”, KOMPAS , 12 Agustus 2002.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 98


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Ginting,R & Santoso, Bambang, 2002, Analisis Kritis Terhadap Kebijakan Penanggulang
Korupsi di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya, Surakarta.

Gunarso, 2000, Sistem Penggajian Pegawai, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari
yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Bangsa, pada tanggal 3 Maret 2000, di
Yogyakarta.
Gunawan, 2000, Hakim Dan Gajinya, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang
diselenggarakan oleh Forum Cinta Bangsa, pada tanggal 10 April 2000 di
Surabaya.
Handoko, T. Hani, 1990, Manajemen Edisi II, BPFE. Yogyakarta.
Herjuno, 2000, Peradilan Indonesia Dewasa Ini, Makalah, disampaikan pada Seminar
Sehari yang diselenggarakan oleh Lembaga Advokasi Rakyat, pada tanggal 17
Juli 2000 di Surabaya.
Hiariej, Eddy O.S., “Pertanggungjawaban Habibie Layak Ditolak”, (Wawancara)
Kedaulatan Rakyat, 13 September 1999.
-------, Problematika Legislasi Di Indonesia, diskusi terbatas mengenai Pengembangan
Kapasitas Legislasi, Kerjasama Badan Legislasi DPR dengan Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta, 27 – 28 Juni 2002
Ibrahim, Ahmad Mohamed dan Ahilemah Joned, 1986, Sistem Undang-Undang Di
Malaysia, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Kiswantoro, D.D., 2000, Sistem Penggajian Pegawai Dewasa Ini, Makalah, disampaikan
pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Cinta Republik, pada
tanggal 15 September 2000, di Yogyakarta.
Kompas Minggu, Tarif itu sudah puluhan milyard, Tanggal 17 Maret 2002.
Kompas, 2002, Kelamnya Dunia Penegak Hukum, Jakarta, 31 Maret 2002.
Kompas, tanggal 12 Agustus 2002.
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Lembaga Kajian dan Advokasi untuk
Independensi Peradilan, 1999, Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman, LeIP,
Jakarta.

Lembaga Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 2002, Survai


nasional menganai korupsi, Laporan akhir Februari 2002.

Loth, M.A., 2001, Rechtsfilosofie & Rechtstheorie, Ritterdam.


Lubis, Todung Mulya, 2002, Peradilan Bebas dan Mandiri , disampaikan dalam acara
ulang tahun ICM, T anggal 30 April 2002.

-------, “Judicial Corruption: Jalan Tak Ada Ujung”, KOMPAS, 30 Juli 2002.
-------, Penegakan Hukum Di Indonesia, Amerika Dan Jerman Dalam Perbandingan Kasar,
Makalah Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia Dengan Tema “
Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme Aparat Penegak Hukum Sebagai

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 99


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

Salah Satu Unsur Pembangunan Hukum Nasional” Universitas Gadjah Mada, 17


Maret 1997.
Manan, Bagir, 1994, Pengujian Yustisial Peraturan Perundang-Undangan Dan
Perbuatan Administrasi Negara Di Indonesia.
Mertokusumo, Sudikno, 1973, Sejarah Peradilan dan Perundang-undangan sejak 1942, PT.
Gunung Agung, Jakarta.
------, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Keenam, Cetakan Pertama, Penerbit
Liberty, Yogyakarta.
------, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
------, 1999, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta.
------, 1973, Sejarah Peradilan dan Perundang-undangan sejak 1942,,PT. Gunung Agung,
Jakarta.
Ministry of Justice, 1999, The Court System in the Netherlands, Administration Of Justice
– Legal Assistance.
Moeliono, Anton, M., Dkk, 1988, Kamus Besar Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Montesquieu, 1993, Membatasi Kekuasaan: Telaah Mengenai Jiwa Undang-Undang, PT
Gramedia Pustaka Utama.
Mulia, Todung Sutan Gunung dan Hidding, K.A.H., 1961, Ensiklopedia Indonesia,
N.V.Penerbitan W.Van Hoeve, Bandung – ‘s-Gravenhage.
Nugroho, Gunawan, 2001, Perbaikan Nasib Pegawai, Makalah, disampaikan pada
Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Advokasi Rakyat pada tanggal
18 Februari 2001 di Surakarta.
Panggabean, Henry P., 2002, Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik Sehari-hari, Pustaka
Sinar harapan, Jakarta.
Raad Voor de Rechtspraak, 2002, Admission Requirement For RAIO Training, The
Netherlands.
Raad voor de Rechtspraak, 2002, Council for the Judiciary, The Netherlands.
Rahardjo, Satjipto, Sistem Hukum Nasional Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi, Makalah
pada Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia yang diselenggarakan
oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 17 – 20
Maret 1997.
Rinno, 2000, Kinerja Hakim, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang
diselenggarakan oleh Forum Peduli Peradilan, pada tanggal 17 Mei 2000 di
Klaten.
Rival G, dkk, 1997, Kecenderungan Mahasiswa Fakultas Hukum UI untuk Menekuni Profesi
Hakim, Jaksa dan Pengacara, Makalah yang disampaiakan dalam Temu Ilmiah
Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia di Yogyakarta, 17-20 Maret 1997.
Riyanto, Sigit dan Eddy O.S. Hiariej, Fungsi Kepolisian Dalam Penyelenggaraan Keamanan :
Perspektif Komparatif, Makalah Lokakarya Desentralisasi Keamanan, Yogyakarta,
27-29 April 2001.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 100


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

-------, Fungsi Polri Dalam Sistem Peradilan Sipil Pasca Pemisahan TNI – Polri, makalah
pada semiloka “Implikasi Reposisi TNI – Polri Dalam Bidang Hukum”,
Yogyakarta, 22-23 November 2000.
Said, H.M., 1980, Etika Masyarakat Indonesia, cet. Ke-2, Pradnja Paramita, Jakarta.
Saleh, Ismail, 1988, dalam Kata Sambutan HUT ke XXXV IKAHI dimuat dalam Varia
Peradilan Tahun III No. 32 Mei 1988.
Sigit, Soehardi, 1983, Seri Manajemen – Teori Kepemimpinan Dalam Manajemen ,
Armurrita, Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono, 1985, Efektifitas Hukum dan Peran Sanksi , Remaja Karya.
Suffian, Tun Mohamed, 1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan
Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Suseno, Magnis, F., 1991, Etika Dasar : Masalah-Masalah Pokok Etika Moral, Cet. Ke-3,
Kanisius, Yogyakarta.
-------, K. Berkeus, E. Sumaryono, I.B. Sugiharto, F. S. Teti, L.M. Soegiharto, R.R.
Riantobi, 1991, Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswo, APTIK – Gramedia, Jakarta.
Utomo, G.N., 2000, Kesejahteraan Pegawai Dulu Dan Sekarang, Makalah, disampaikan
pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Pemerhati Nasib
Pegawai, pada tanggal 12 Oktober 2000, di Klaten.
Van Der Pot, Donner, 1995, Handboek Van Het Nederlandse Staatsrecht, dertiende druk,
W.E.J. Tjeenk Willink Zwolle.
Widjojanto, Bambang, 2000, Mengetuk Hati Nurani Hakim, Jawa Pos, 3 April 2000.
Yamin, Muhammad, 1959, Naskah – Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama.

DAFTAR PERATURAN

1. Badan Kepegawaian Negara, Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara


Nomor 157 Tahun 2000 tertanggal 30 Oktober 2000 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyesuaian Gaji Pokok Hakim Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 1994 Tentang Peraturan Gaji Hakim ke dalam Gaji Pokok
Hakim Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Peraturan
Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan
Agama.
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2001 Tentang
Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1997 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil dan Hakim (lama),
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 Tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri
Sipil (baru), Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2001 Tentang Gaji Pokok
Hakim (baru)
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tertanggal 18 Mei
2001.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2001 Tentang
Tunjangan Hakim.

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 101


A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report

5. Konstitusi Amerika.
6. Konstitusi Jerman.
7. Konstitusi Malaysia.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Gaji Hakim
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Pegawai
Negeri Sipil.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Hakim
Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama.
11. Undang Undang Dasar 1945.
12. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah.
13. Undang-undang Nomor 12 tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang -
undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-
dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia.
14. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.
15. Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan
Nasional.
16. Undang-undang Nomor 19 PRPS Tahun 1965 tentang Pokok -Pokok Sistem
Pendidikan Nasional Pancasila.
17. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman.
18. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
19. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN.
20. Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
21. Undang-undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun
1999 No. 169, Tambahan Lembaran Negara No. 3890).
22. UUD 1945 Amandemen Ketiga, 2001, Sekretariat Jenderal MPR-RI.
23. Wet op de Rechtelijke Organisatie.

-------------------------

Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03 Page 102

You might also like