You are on page 1of 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjukNya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami pun ingin memanjatkan shalawat serta salam kepada nabi besar Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada para pengikutnya sampai akhir masa kelak. Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah kewarganegaraan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan dan dorongan orang tua, teman dan bimbingan bapa selaku dosen pembimbing, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang sudah membantu. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.

Penyusun, Jatinangor, maret 2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita memerlukan adanya suatu landasan hukum atau suatu aturan guna menjaga kestabilan dan keteraturan baik sebagai individu maupun kelompok. Landasan hukum tersebut haruslah yang dapat mengatur baik individu maupun kelompok dalam wilayah regional maupun global. Oleh karena itulah penyusun akan mencoba membahas tentang sistem hukum dan peradilan internasional dalam makalah ini guna mengetahui,mempelajari, dan menerapkan nilai nilai dari sistem hukum dan peradilan internasional dalam kehidupan sehari hari. Banyak diantara kita tidak mengetahui dan acuh tak acuh terhadap masalah ini sehingga pihak yang mengetahui hal ini mencoba untuk memanfaatkan setiap peluang yang ada demi keuntungan dirinya sendiri bukan demi kepentingan bersama, hal itu pula yang membuat penyusun lebih memutuskan untuk mengambil tema sistem hukum dan peradilan internasional .

1.2 Ruang lingkup


Dalam pembuatan makalah ini penulis menemukan banyak permasalahan menyangkut sistem hukum dan peradilan internasional. Sehingga, penulis akan membatasi permasalahan yang akang dibahas sebagai berikut : 1) Bagaimana sistem hukum dan peradilan internasional di Indonesia? 2) Apakah terdapat kendala dalam menegakkan sistem hukum dan peradilan internasional di Indonesia? 3) Bagaimanakah hubungan sistem hukum dan peradilan internasional dengan dunia pertambangan? Khususnya dengan dunia pertambangan di Indonesia?

1.3 Maksud dan tujuan penyusun


Dalam pembuatan makalah ini, penyusun mempunyai beberapa maksud dan tujuan yang diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui sistem hukum dan peradilan internasional di Indonesia. 2) Permasalahan yang ada di Indonesia dalam menegakkan sistem hukum dan peradilan internasional. 3) Mengetahui hubungan antara dunia pertambangan dan dunia hukum.

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Teori dasar Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
Sistem hukum dan peradilan internasional merupakan sebuah wadah atau landasan dalam kehidupan berbangsa. Keduanya saling terikat satu sama lain dan keduanya pula yang menjadi batasan batasan dalam kehidupan dan interaksi baik antar individu maupun kelompok. Definisi dari sistem hukum dan peradilan internasional adalah sebagai berikut : A. Sistem hukum Sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagianbagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan. Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas satu sama lain tetapi kait mengait. Artinya tiap bagian terletak justru dalam ikatan sistem, dalam kesatuan karena hubungannya yang sistematis dengan peraturanperaturan hukum lain. Dapat disimpulkan Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. (Mertukusumo, 1993) Macam macam sistem hukum Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Sistem hukum Eropa Kontinental Merupakan sebuah sistem hukum yang berkembang di Eropa, sistem hukum ini mempunyai nama lain yaitu Civil Law atau Hukum Romawi. Disebut Hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari sistem kodifikasi hukum yang berlaku di masa pemerintahan Romawi yang di pimpin oleh Kaisar Yustinianus abad 5 M, Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis atau disebut juga sebagai hasil hukum yang telah terkodifikasi. Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus

dikodifikasikan sebagai dasar berlakunya hukum dalam suatu negara.

Prinsip utama atau prinsip dasar : Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU. Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi tidak ada hukum selain undang-undang.

Peran Hakim : Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.

Putusan Hakim : Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata) sebagaimana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)

Sumber Hukum : 1. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes). 2. Peraturan-peraturan hukum (Regulation = administrasi negara= PP). 3. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undangundang. Penggolongannya Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu :

1) Bidang hukum publik dan 2) Bidang hukum privat.

Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-

hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk dalam hukum publik ini ialah : 1) Hukum Tata Negara 2) Hukum Administrasi Negara 3) Hukum Pidana

Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi

kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah :

1) Hukum Sipil, dan 2) Hukum Dagang

Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batasbatas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut :

1) Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur kepentingan

umum/masyarakat yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.

2) Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.

Sistem hukum Anglo Saxon Merupakan sistem Hukum yang mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat. Beberapa ciri sistem Hukum ini adalah sebagai berikut :

Sumber Hukum : 1) Putusanputusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum. 2) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.

Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.

Peran Hakim : 1. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidahkaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat.

2. Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.

Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent).

Sistem hukum Adat Merupakan sebuah sistem hukum yang berkembang dari masa ke masa dengan mempertahankan nilai asli dari sebuah suku. Sistem hukum ini lebih popular di kehidupan sosial masyarakat Asia. Sumber Hukum :

Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya.

Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya. Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti.

Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.

Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan penjabatnya.

2. Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari : o Hukum pertalian sanak (kekerabatan) o Hukum tanah o Hukum perutangan

3. Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)

Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat

Sistem hukum Islam Merupakan sebuah Sistem hukum yang berasal dari bangsa Arab, kemudian berkembang ke negara negara lain seperti negara Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa. Baik secara individual maupun kelompok.

Sumber Hukum : 1) Quran, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. 2) Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW. 3) Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup. 4) Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.

Sistem hukum Islam dalam Hukum Fikh terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :

1) Hukum rohaniah (ibadah), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di bidang hukum.

2) Hukum duniawi, terdiri dari :

a. Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya. b. Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan. c. Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.

Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan - peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Quran.

Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.

B. Peradilan internasional Peradilan internasional merupakan sebuah wadah atau badan yang bertindak dalam menjalankah hukum hukum internasional. Adapun maksud dari hukum hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. (Kusumaatmadja, 1999)

i.

Penerapan Hukum internasional

Dalam penerapannya, hukum hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum internasional perdata dan hukum internasional publik. Hukum internasional perdata adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. (Kusumaatmadja, 1999)

ii.

Sumber hukum internasional

Hukum internasional mempunyai sumber sumber yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu : sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri. Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional. Sumber hukum internasional formal terdapat dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen 1920, sebagai berikut : 1. Perjanjian Internasional (traktat), adalah perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat bangsa-bangsa dan

mengakibatkan hukum baru.

2.

Kebiasaan Internasional yang diterima sebagai hukum, jadi tidak semua kebiasaan internasional menjadi sumber hukum. Syaratnya adalah kebiasann itu harus bersifat umum dan diterima sebagi hukum.

3.

Asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab, adalah asas hukum yang mendasari system hukum modern. Sistem hukum modern, adalah system hukum positif yang didasarkan pada lembagaa hukum barat yang berdasarkan sebagaian besar pada asas hukum Romawi.

4.

Keputusan-keputusan hakim dan ajaran para ahli hukum Internasional,adalah sumber hukum tambahan (subsider), artinya dapat dipakai untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan pada sumber hukum primer atau utama yaitu Perjanjian

internasional, kebiasaan internasional, dan asas hukum umum. Yang disebut dengan keputusan hakim, adalah keputusan pengadilan dalam arti luas yang meliputi segala macam peradilan internasional dan nasional, termasuk mahkamah arbitrase. Ajaran para ahli hukum internasional itu tidak bersifat mengikat, artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum.( Brierly, - )

Sehingga sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai : dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional metode penciptaan hukum internasional tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990)

iii.

Subyek hukum internasional

Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Subyek subyek hukum internasional adalah sebagai berikut : Negara, negara sudah diakui sebagai subyek hukum internasional sejak adanya hukum internasional, bahkan hukum internasional itu disebut sebagai hukum antarnegara. Tahta Suci (Vatikan) Roma Italia, Paus bukan saja kepala gereja tetapi memiliki kekuasaan duniawi, Tahta Suci menjadi subyek hukum Internasional dalam arti penuh karena itu satusnya setara dengan Negara dan memiliki perwakilan diplomatic diberbagai negara termasuk di Indonesia. Palang Merah Internasional, berkedudukan di jenewa dan menjadi subyek hukum internasional dalam arti terbatas, karena misi kemanusiaan yang diembannya. Organisasi Internasional, PBB, ILO memiliki hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subyek hukum internasional. Orang persorangan (Individu), dapat menjadi subyek internasional dalam arti terbatas, sebab telah diatur dalam perdamaian Persailes 1919 yang memungkinkan orang perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapat Mahkamah Arbitrase Internasional. Pemberontak dan pihak yang bersengketa, dalam keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dan mendapat pengakuan sebagai gerakan pembebasan dalam memuntut hak kemerdekaannya.

iv. Hukum

Bentuk hukum internasional Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola

perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : Hukum Internasional Regional

Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the

living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. Hukum Internasional Khusus

Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negaranegara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

v.

Asas asas hukum internasional

Asas asas hukum Internasional adalah: Asas Teritorial Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada di wilayahnya tersebut berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya. Asas Kebangsaan Asas ini berdasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan ekstritorial, artinya hukum negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing. Asas Kepentingan Umum Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

2.2.

Permasalahan permasalahan dalam menegakkan sistem hukum dan peradilan internasional dalam kehidupan berbangsa di Indonesia

Dari beberapa teori dasar dan definisi dari sistem hukum dan peradilan internasional, Indonesia merupakan negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, hal itu dapat dilihat dari sejarah dan politik hukumnya. Namun, dalam perkembangannya sistem hukum ini juga di pengaruhi oleh sistem hukum Adat, dan sistem hukum Islam. Dewasa ini, perkembangan sistem hukum dan peradilan internasional di Indonesia terasa begitu kelam dan bobrok. Berdasarkan hasil riset, ditemukan bahwa 49% sistem hukum tidak melindungi rakyat (the legal system does not protect them), 38% tidak ada persamaan dimuka hukum (there is no such thing as equality before the law), 57% sistem hukum masih tetap korup (the legal system is just as corrupt as it has always been). ( Asia Foundation & AC Nielsen, - ) Berikut merupakan beberapa faktor yang menjadi permasalahan : 1) Landasan Hukum Sistem hukum dan peradilan di Indonesia sangat dipengaruhi dan dilandasi oleh sistem hukum dan peradilan Barat yang sekular, yakni bersamaan dengan kemunculan sistem demokrasi pada abad gelap pertengahan (the dark middle age) yang memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menetapkan hukum. Sumber pokok Hukum Perdata di Indonesia (Burgerlijk Wetboek) berasal dari hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon (1811-1838), yang karena pendudukan Perancis di Belanda berlaku di juga negeri Belanda (1838). Sementara di Indonesia, mulai berlaku sejak 1 Mei 1848 bersamaan dengan penjajahan Belanda. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP atau Wetboek van Strafrecht yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1918 setelah sebelumnya diberlakukan tahun 1873 juga merupakan copy dari KUHP untuk golongan Eropa (1867) dan KUHP untuk golongan Eropa juga merupakan copy dari Code Penal, yaitu Hukum Pidana di Perancis zaman Napoleon (1811). Begitu juga dengan hukum acara perdata dan pidana yang juga berasal dari Barat, walaupun dengan penyesuaian.

Sehingga, dalam penerapannya banyak sekali celah celah yang dapat dimanfaatkan oleh para pakar hukum yang mengetahui kelemahan kelemahan dari sistem hukum yang menjadi landasan hukum Indonesia.

2) Materi dan Sanksi Hukum Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab rusaknya materi dan sanksi hukum yang ada di Indonesia, yaitu : a) Materi dan Sanksi Hukum Tidak Lengkap Ketidaklengkapan mengatur semua hal, bukan hanya akan menimbulkan kekacauan, akan tetapi akan memicu tindak kejahatan yang lain dan memiliki dampak yang luas. Sebagai contoh, dalam KUHP Pasal 284, yang termasuk dalam kategori perzinahan (persetubuhan di luar nikah) yang dikenakan sanksi hanyalah pria dan atau wanita yang telah menikah, itupun jika ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Jika yang berzinah salah satu atau keduanya belum menikah dan dilakukan atas dasar suka-sama suka, maka tidak dikenakan sanksi. Saat ini fenomena seks bebas di kalangan remaja (kumpul kebo), lalu hamil di luar nikah dan berujung pengguguran kandungan (aborsi), diduga kuat karena tidak adanya sanksi atas mereka.

b) Sanksi Hukum Tidak Menimbulkan Efek Jera Salah satu tujuan diterapkannya sanksi bagi pelaku kejahatan, agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya lagi. Untuk itu, seharusnya pelaku dihukum dengan sanksi yang membuat jera. Sebagai contoh, pembunuhan yang disengaja (Pasal 338 KUHP) hanya dikenakan sanksi paling lama penjara 15 tahun, Pencurian (Pasal 362 KUHP) hanya dikenakan sanksi penjara paling lama 5 tahun. Hubungan badan (perzinahan) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP, hanya dikenakan sanksi paling lama 9 bulan penjara. Sanksi yang tidak menimbulkan efek jera sebagaimana contoh diatas alih-alih menekan angka kejahatan, yang terjadi malah jumlah penjahat dan residivis

terus meningkat yang berakibat pemerintah kewalahan untuk membiayai makan para napi/tahanan. Bahkan negara harus hutang sebesar 144,6 milyar kepada LP/rutan. Hal tersebut tentunya juga diperkuat dengan sistem pemidanaan penjara yang justru memberi peluang terpidana mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan. Di penjara, terpidana bukan hanya dapat bebas belajar trik melakukan kejahatan yang lebih besar, bahkan disinyalir saat ini penjara malah menjadi tempat yang nyaman melakukan pelecehan seksual, seperti kasus sodomi dan lesbi, kasus pemerasan, dan kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kasus-kasus kejahatan itu tidak hanya terjadi di antara narapidana, tetapi juga bisa dengan pihak lain, seperti pegawai LP atau pengunjung.

c) Hukum Keadilan.

Hanya

Mementingkan

Kepastian

Hukum

dan

Mengabaikan

Sistem hukum di Indonesia mengharuskan bahwa hukum harus menjamin kepastian hukum dan harus bersendikan keadilan. Kepastian hukum artinya produk dan ketentuan hukum haruslah memiliki landasan hukum, keadilan berarti setiap produk dan ketentuan hukum haruslah memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan tidak merugikan. Realitanya hingga kini, para ahli hukum bingung untuk menentukan mana yang harus didahulukan, kepastian hukum atau keadilan? Banyak ketentuan yang dihasilkan di negeri ini yang memiliki kepastian hukum akan tetapi mengusik rasa keadilan bahkan merugikan. Hal tersebut sangat wajar terjadi, karena dalam sistem hukum sekular seluruh produk hukum dibuat oleh manusia. Alih-alih menghasilkan produk hukum yang memberikan keadilan, yang ada produk hukum hanyalah dijadikan alat memuaskan kepentingan para pembuatnya. Sebagai contoh, Perda K-3 seringkali dijadikan alat aparat untuk menindas rakyat dengan cara menggusur rumah penduduk dan mengusir PKL tanpa

memberikan solusi memuaskan. UU Migas (No. 22/2001) yang memberikan peluang kepada asing melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir mengakibatkan kebijakan yang merugikan rakyat, yakni kebijakan kenaikan harga BBM hingga penghapusan subsidi. UU Sumber Daya Air (No. 7/2004) akan berdampak komersialisasi air yang pasti bebannya akan ditanggung rakyat dan sederet UU dan Peraturan lainnya.

d) Tidak Mengikuti Perkembangan Zaman Sebagai konsekuensi dari ketidaksempurnaan pembuat hukum, yakni akal manusia, hukum yang diterapkan di Indonesia seringkali mengalami perubahan karena tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Banyak ketentuan dalam KUHP yang sudah usang mengharuskan adanya UU baru yang menyempurnakan, seperti UU Korupsi, UU Pers, UU KDRT, dll. Undangundang Korupsi yang sudah mengalami 3 kali perubahan dan UU Pencucian Uang yang berubah hanya dalam kurun waktu setahun (2002-2003) adalah bukti konkret, bahwa hukum buatan manusia memang sangat rentan mengalami perubahan karena harus menyesuaikan dengan kondisi.Tidak hanya itu, perubahan atau pembuatan undang-undang baru selalu dibarengi dengan pengeluaran anggaran negara yang tidak sedikit. Sebagai contoh, menurut Agung Laksono anggaran pembahasan RUU pemerintahan Aceh yang berasal dari pemerintah sebesar Rp 3 milyar dan dari DPR sebesar Rp 500 juta. Tidak cukup dengan itu, Depdagri pun mengucurkan uang sebesar Rp 250 juta yang diberikan masing-masing Rp 5 juta kepada 50 orang anggota pansus. 3) Sistem peradilan

1. Peradilan yang Berjenjang Di Indonesia, struktur pengadilan berjenjang, yakni upaya hukum yang memungkinkan terdakwa yang tidak puas terhadap vonis hakim mengajukan banding.

Dengan upaya hukum tersebut, keputusan yang telah ditetapkan sebelumnya bisa dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. Dengan mekanisme tersebut diharapkan menghasilkan kepastian hukum dan keadilan. Yang terjadi sebaliknya, yakni ketidakpastian hukum karena keputusan hukum dapat berubah-ubah sesuai jenjang pengadilan, juga akan berujung pada simpang siurnya keputusan hukum; kepastian hukum yang didambakan masyarakat pun semakin lama didapatkan, karena harus melalui rantai peradilan yang sangat panjang. Fenomena ini akan dengan cepat disergap oleh pelaku mafia peradilan entah para jaksa, hakim, maupun pengacara yang menjadikannya sebagai bisnis basah.

2. Pembuktian yang Lemah dan Tidak Meyakinkan Pembuktian haruslah bersifat pasti dan meyakinkan, agar keputusan yang dihasilkan pun pasti dan meyakinkan. Seharusnya persangkaan atau dugaan seperti dalam pembuktian kasus perdata serta keterangan ahli dalam dalam kasus pidana, dihapuskan, karena persangkaan hanya akan menghasilkan ketidakpastian dan keterangan ahli seharusnya diposisikan hanya sekedar informasi (khabar) saja.

3. Tidak ada persamaan di depan hukum Persamaan di depan hukum (equality before the law) tanpa memandang status dan kedudukan merupakan sebuah keharusan. Di Indonesia ada ketentuan, bahwa jika ada pejabat negara setingkat bupati dan anggota DPRDtersangkut perkara pidana harus mendapatkan izin dari Presiden. Aturan ini cenderung diskriminatif dan memakan waktu serta justru menunjukkan bahwa equality before the law hanyalah isapan jempol.

4) Perilaku aparat Penyebab kebobrokan yang cukup serius adalah bobroknya mental aparat penegak hukum, mulai dari polisi, panitera, jaksa hingga hakim. Bahkan data terakhir yang dilansir Komisi Yudisial menyebutkan bahwa 2.440 hakim atau sekitar 40% dari total 6.100 hakim dikategorikan bermasalah, yang pada akhirnya membuat praktek hukum diwarnai judicial corruption. Untuk mengantisipasi dan dan melakukan pengawasan terhadap aparat hukum di Indonesia dibentuklah berbagai macam komisi sebagai state auxilary bodies antara lain Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional, KPKPN (sudah dibubarkan) dan KPK. Tidak cukup sampai disitu saja, tuntutan publik juga diarahkan untuk pembentukan lembaga pengawasan eksternal lembaga penegak hukum. Tuntutan inilah yang ada pada akhirnya direspon oleh pembentuk Undang-Undang dengan mengamanatkan pembentukan komisi, misalnya Komisi Yudisial pembentukannya dimanatkan oleh konstitusi, Komisi Kepolisian diamanatkan oleh UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI mengmanatkan pembentukan Komisi Kejaksaan meskipun sifatnya tidak wajib. Sebagai tindak lanjut dari amanat pasal 38 UU Nomor 16 tahun 2004 (meskipun tidak imperatif) Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden RI No. 18 tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. ( Widiya, 2008 )

2.3.

Hubungan antara dunia pertambangan dengan sistem hukum dan peradilan internasional

Penggunaan sistematika hukum dan peradilan internasional tidak hanya dalam kehidupan politik dan sosial saja. Dalam dunia pertambangan sistem hukum dan peradilan internasional pun ikut berpengaruh, terutama dalam hal mengelola dan memberdayakan hasil dari sumber daya yang diperoleh. Berikut beberapa contoh dari keterkaitan antara dunia pertambangan dengan sistem hukum dan peradilan internasional : a. Izin Usaha Pertambangan Khusus adalah merupakan kewenangan Pemerintah, dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Yang dimaksud dengan IUPK adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. Pasal 76 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menyatakan bahwa IUPK terdiri atas dua tahap: i. IUPK Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan; ii. IUPK Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Selanjutnya diatur bahwa pemegang IUPK dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan sebagaimana diatur di atas. b. Pertambangan Mineral Menurut Pasal 34 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral, Pertambangan mineral sendiri digolongkan atas:

1. Pertambangan mineral radioaktif; 2. Pertambangan mineral logam; 3. Pertambangan mineral bukan logam; dan 4. Pertambangan batuan. Sebagaimana terurai pada Pasal 50 UU Minerba, Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) mineral radioaktif ditetapkan oleh Pemerintah. Pertambangan Mineral Logam

Mengenai pertambangan mineral logam, WIUP diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi mineral logam WIUP diberikan dengan luas paling sedikit 5.000 hektare dan paling banyak 100.000 hektare. Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral logam, dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda, setelah

mempertimbangkan pendapat dari pemegang IUP pertama. Sementara, untuk pemegang IUP Operasi Produksi mineral logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 25.000 hektare. Pertambangan Mineral Bukan Logam

Untuk pertambangan mineral bukan logam, WIUP diberikan dengan cara permohonan wilayah kepada pemberi izin. Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling sedikit 500 hektare dan paling banyak 25.000 hektare. Pada wilayah yang telah diberikan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dapat diberikan IUP kepada pihak lain untuk mengusahakan mineral lain yang keterdapatannya berbeda, setelah mempertimbangkan pendapat pemegang IUP pertama. Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas paling banyak 5.000 hektare.

BAB III PENUTUPAN


3.1 Kesimpulan
Dari beberapa teori dasar dan permasalahan di atas penyusun membuat kesimpulan yang diantaranya adalah sebagai berikut : Sistem hukum dan peradilan internasional di Indonesia merupakan sebuah sistem yang meliputi berbagai macam sistem hukum seperti: sistem hukum eropa kontinental, hukum adat, dan hukum islam Sistem hukum di Indonesia mengalami kebobrokan atau kehancuran yang diakibatkan oleh empat faktor yakni : Landasan hukum yang tidak kokoh, materi dan sanksi hukum yang tegas, sistem peradilan yang kompleks dan tidak adil, dan perilaku aparat penegak hukum yang menyeleweng. Dunia pertambangan juga mempunyai keterkaitan dengan sistem hukum dan peradilan internasional, terutama dalam melakukan pembuatan izin usaha dan pengaduan akan keluhan dengan pemerintah setempat.

3.2 Saran
Dari hasil diskusi bersama penyusun membuat beberapa saran yang diharapkan dapat memberi kontribusi kepada pembaca mengenai sistem hukum dan peradilan internasional, yaitu : Pemerintah Indonesia harusnya melakukan perombakan dalam memilih penanggung jawab dalam penegakkan hukum di Indonesia. Para penegak hukum seharusnya bersifat lebih obyektif dan netral, tidak memihak pihak pihak tertentu.

Sistem hukum di Indonesia lebih baik apabila di dominasi oleh sistem hukum Islam, karena penduduk Indonesia di dominasi oleh umat Muslim sehingga pelanggaran hukum pun dapat berkurang. Sistem hukum dan peradilan di dunia pertambangan jangan sampai berhubungan dengan kepentingan politik, dan dalam pembuatan izin usaha pertambangan tidak terlalu kompleks seperti sistem peradilan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press,Oxford Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty. http://helpmeairant.wordpress.com/2011/08/19/sistem-hukum-dan-peradilaninternasional/ http://rektivoices.wordpress.com/2008/08/05/kebobrokan-sistem-hukum-peradilanindonesia/ http://www.hukumpertambangan.com/izin-usaha-pertambangan-khususiupk/#more-83 http://www.hukumpertambangan.com/pertambangan-mineral/

Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke9, Putra Abardin

Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung

Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung

Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung

MAKALAH SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL


UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS DALAM PERKULIAHAN KEWARGANEGARAAN

DI SUSUN OLEH : SYAIFUL HILAL ( 102 ) AYYUB SHABIR A ( 043 ) ARI VIRDIANSYAH P ( 165 ) REZA AHMAD R ( 044 ) MUHAMMAD REZA L ( 145 )

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJAJARAN JATINANGOR

You might also like