You are on page 1of 42

 

KECUKUPAN DISCLOSURE ATAS KONDISI


LINGKUNGAN PADA PERUSAHAAN,
PERKAYUAN, PULP AND PAPER

Oleh

Heli Restiati
ELSDA Institute

ELSDA Institute
Diterbitkan Oleh:
ELSDA Institute

Manggala Wanabakti Building IV/Room 509A


Jl. Gatot Soebroto Jakarta Pusat, 10270, Indonesia
Telepon : +6221‐5711309/ 57902778
Fax : +6221‐5711309

ELSDA Institute, adalah sebuah lembaga yang terbentuk atas


keprihatinan terhadap kondisi sumberdaya alam Indonesia saat
ini. Kami membangun kekuatan dengan menggalang para
professional di bidang hukum dan akuntansi. Kekuatan kami
bertumpu pada kedua bidang tersebut. Dua bidang yang selama
ini dirasakan belum optimal berperan dalam penyempurnaan
pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam yang lestari.

ISBN

Hak Cipta © ELSDA Institute, 2008

Cetakan Pertama, Desember 2008

Hak cipta dilindungi Undang‐undang. Dilarang mengutip atau


menyebarkan sebagian atau keseluruhan isi buku tanpa izin
tertulis dari penerbit.

ii 
KATA PENGANTAR

David Suzuki, dalam film The 11th Hour, menyatakan adalah ketamakan
manusia yang menyebabkan krisis ekologi dan permasalahan global warming.
Sebuah ketamakan yang membuat kita buta dan tidak bijak. Andai pilihan itu
muncul antara hutan atau uang? Maka uanglah yang akan keluar dengan alasan
bahwa hutan adalah sumber daya yang dapat diperbaharui. Benarkah?

Ketamakan ini bukan sekedar agitasi mengingat efek dari pembangunan less
ecological sense yang telah berlangsung selama puluhan tahun akhirnya mulai terasa.
Di sisi lain, sementara umat manusia menghadapi dampak kerusakan lingkungan
yang semakin parah, kini justru semakin banyak dikejutkan bahwa ketamakan ini
juga ternyata bersimbiosis asimilasi dengan penyakit manusia lainnya: koruptif.
ELSDA institute sebagai Institusi yang peduli terhadap keadaan lingkungan hidup
dalam hal ini hutan, menilai bahwa untuk menghadapi rusaknya lingkungan hidup,
maka perlu juga memberikan suatu upaya untuk menghadapi penyakit masyarakat
yang menjadi salah satu underlying cause dari perusakan lingkungan.

Adalah akuntabilitas dan diskresi lingkungan, yang merupakan


fundamentum korupsi ekologis, menjadi salah satu fokus kajian ELSDA. Bagaimana
akuntabilitas dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan atau kehutanan
diharapkan dapat memberikan positive effect pada upaya untuk meredam
ketamakan dan korupsi. Tentu saja, ujungnya adalah sustainabilitas lingkungan.
Kajian yang dipaparkan oleh Heli Restiati, menunjukkan bahwa kecukupan
disclosure yang ada selama ini sangatlah kurang. Meskipun regulasi melalui
BAPEPPAM sudah cukup ketat. Entah itu karena kebijakan pengungkapan masih
bersifat voluntary atau karena memang rendahnya awareness perusahaan terhadap
lingkungan, saat ini pengungkapan laporan keuangan terlihat masih berjalan lambat.

Tidak hanya harapan ELSDA, tetapi juga seluruh umat manusia, agar
setiap manusia dapat bertahan hidup dalam suatu ekosistem yang berkelanjutan.
Harapan ini tidak akan terwujud selama korupsi masih menggerogoti sendi-sendi
pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi setiap stakeholder, untuk
termasuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Badan Pengawas Pasar modal & lembaga

iii 
keuangan (BAPEPAM), Direktorat Jenderal Pajak dan lain‐lain untuk dapat
menindak lanjuti dan mengaplikasikan disclosure dalam kebijakan pengelolaan
lingkungan.

Sementara itu, saran, kritik dan tanggapan dari semua pihak sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan kajian ini. Semoga hutan di Indonesia dapat
kembali lestari secepatnya dan masyarakat sekitarnya menjadi makmur seperti yang
dituliskan pada pembukaan tersebut diatas. Kalau bukan sekarang kapan lagi dan
kalau bukan kita siapa lagi.

Jakarta, Desember 2008

Derry Wanta

Direktur ELSDA Institute

iv 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v

Pendahuluan 1

Kegiatan Perusahaan Yang Berpengaruh Pada Kehutanan dan Lingkungan 8

Disclosure Kehutanan dan Lingkungan yang Saat ini Digunakan dan


Dikembangkan 12

Kasus Disclosure Perusahaan Kayu, Pulp dan Paper


18
Peran Profesi dan Regulator Untuk Peningkatan Kualitas Pengungkapan
Kondisi Lingkungan 31

Simpulan dan Saran


33
Daftar Pustaka
34


1 PENDAHULUAN

Alkisah, seorang mahasiswi hukum memperjuangkan sampai ke meja hijau


kasus pencemaran yang dilakukan oleh sebuah perusahaan minyak. Si Darby
Shaw “Julia Robert” mampu mengesankan jutaan mata dalam film Pelican
Brief, sebuah film yang membawa pesan kemanusian dan lingkungan. Saat ini,
kisah tersebut bukan lagi dalam film, tapi menjadi kenyataan di Indonesia.
Kasus lingkungan bukan lagi drama, melainkan realitas yang harus segera
ditangani bila negara ini tidak ingin semakin kehilangan aset dan masa
depannya. Banyak kasus lingkungan yang tidak lagi hanya butuh keprihatinan
tapi sudah menelan korban sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, saat ini
harus ada pengaturan agar lingkungan dapat terselamatkan.

1.1 Kondisi Lingkungan dan Kehutanan

UU 23/1997 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan


segala benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya. Sehingga, secara eksplisit, dapat dinyatakan bahwa tingkat
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteran manusia ditentukan oleh kualitas
lingkungan hidup. Dalam pengertian lingkungan hidup tercakup pula apa yang
didefinisikan sebagai sumberdaya alam: “Sumber daya alam adalah semua benda, daya,
keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik
hayati maupun non-hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.” Sementara
pencemaran ialah perubahan udara, air atau tanah oleh bahan-bahan kimia, fisika atau
biologi yang merugikan kesehatan manusia dan kesejahteraannya, penghidupan atau
struktur binatang dan tanaman, dan alat-alat.

Lingkungan merupakan tempat bernaung mahluk hidup dan sekaligus sebagai


sumber kehidupan. Sumber kehidupan bagi suatu bangsa adalah modal perekonomian
dan pembangunan. Akses kepada lingkungan seharusnya ditujukan untuk bergeraknya
pertumbuhan ekonomi. Namun kecenderungan yang terjadi saat ini adalah negara
memberikan akses yang sangat besar kepada modal untuk menguasai sumber-sumber
kehidupan, tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya melalui
kebijakan deregulasi, liberalisasi, dan privatisasi yang kadang dimanfaatkan bukan untuk
kepentingan kesejahteraan, tapi untuk keuntungan para pemilik modal.

Hutan adalah perpektif lingkungan yang lebih sempit. Hutan adalah paru-paru
bagi kehidupan. Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar menempati urutan ketiga
dunia dan merupakan hutan tropis terbesar di dunia yang menempati 63,7% dari luas
daratan wilayah Indonesia. Dengan hutan seluas itu (1,3% dari luas permukaan bumi
dan 3,5% dari luas hutan di seluruh dunia), maka hutan Indonesia juga merupakan paru-
paru dunia, yang dapat menyerap karbon dan menyediakan oksigen bagi kehidupan di
muka bumi ini. Disamping itu, dengan luas hutan tersebut Indonesia memiliki kekayaan
keanekaragaman hayati berupa flora, fauna dan tipe ekosistem yang sangat tinggi.
Sebagian diantaranya merupakan jenis dan tipe ekosistem yang bersifat endemik, hanya
terdapat di bumi Indonesia. Sebagian besar dari tumbuhan berbunga, reptilia dan
amphibi, binatang mamalia dan burung tersebut berada di hutan, terutama di hutan
hujan tropika. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang
menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies
burung dan 25% dari spesies ikan dunia.

Dengan rusaknya hutan bisa dibayangkan bagaimana penduduk dunia ini akan
kehilangan kualitas oksigen. Selain itu, fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga
akan terganggu, hilangnya flaura dan fauna akibat terjadinya pengrusakan hutan yang
terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di
musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Dengan semakin
berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka sebagian besar kawasan Indonesia telah
menjadi kawasan yang rentan terhadap bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun
tanah longsor. Catatan Bakornas Penanggulangan Bencana, 2003, sejak tahun 1998
hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia
dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85% dari bencana
tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang diakibatkan kerusakan hutan.

Kerusakan hutan tersebut tidak cukup hanya diwaspadai, karena dunia


internasional sudah mengancam Indonesia yang tak mampu mengelola hutan. Kompas
(4/5/07) memuat berita tentang klaim internasional kepada Indonesia sebagai negara
dengan tingkat kehancuran hutan tercepat di antara negara-negara yang memiliki 90%
dari sisa hutan di dunia dan akan dimasukkan dalam Buku Rekor Dunia Guinness.
Setiap jam, Indonesia menghancurkan luas hutan yang setara dengan luas 300 lapangan
sepakbola. Sebanyak 72% hutan asli Indonesia telah musnah. Setengah dari yang masih
ada terancam keberadaannya oleh penebangan komersil, kebakaran dan pembukaan
hutan. Dikabarkan, "Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan di dunia,
negara yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia,
dengan 1,8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun, antara tahun 2000 hingga 2005,
sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari".

Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72
persen [World Resource Institute, 1997]. Penebangan hutan Indonesia yang tidak
terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis
secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar
per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini
menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan
tertinggi di dunia.

Halaman 2
1.2 Aset Lingkungan Bagi Kemakmuran Bangsa

Lingkungan dan ekonomi sesungguhnya saling terkait erat dan saling


tergantung satu sama lain. Lingkungan adalah sumber daya dasar dan utama bagi
pembangunan ekonomi, sedangkan ekonomi adalah daya dorong untuk mencapai
perbaikan kualitas lingkungan. Jika salah satu terganggu, maka akan menimbulkan
dampak bagi lainnya. Dengan demikian, dalam mengembangkan tujuan pembangunan
ekonomi, harus dipertimbangkan aspek lingkungan terutama faktor deplesi dan
degradasi sumber daya alam dan lingkungan dengan penetapan target dan strategi yang
tepat.

Namun demikian, kebijakan perlindungan lingkungan pun juga harus


mempertimbangkan dampaknya terhadap daya saing dunia usaha. Bagaimanapun juga
kemampuan ekspor sangat bergantung pada kapasitas poduksi dan dengan demikian
mempengaruhi devisa atau penerimaan negara, disamping ekspor dari hasil alam itu
sendiri. Sumber daya alam merupakan salah satu daya saing Indonesia dan memberikan
kontribusi besar dalam penerimaan negara.

Mengingat sumber alam sebagai daya saing dan sumber penerimaan negara,
maka pembangunan pun harus diarahkan pada sustainability yang berarti
berkelanjutannya fungsi lingkungan dan sumber daya alam dalam mendukung kehidupan.
Upaya meningkatkan penerimaan tapi tidak memperhatikan sustanaibility jangka
panjang ditambah dengan adanya pembakaran hutan, illegal lodging, dll serta
pencemaran akhir-akhir ini, disamping merusak lingkungan juga mengancam penerimaan
negara. Kerusakan hutan akan berdampak pada produktivitas dan kelangsungan usaha
karena ketersediaan bahan baku dan meningkatnya biaya produksi. Maraknya illegal
logging menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan tebangan kayu
yang tentunya berdampak pada penurunan kapasitas produksi industri kayu lapis, kertas,
dll.

Dalam perekonomian, kehutanan juga merupakan modal pembangunan bangsa


melalui penghasilan devisa, pemasok industri terkait, serta sebagai pembangkit sektor
lain. Produk jasa yang dihasilkan dari ekosistem hutan seperti air, udara bersih,
keindahan alam dan kapasitas asimilasi lingkungan memberi manfaat yang besar sebagai
penunjang kehidupan yang mampu mendukung sektor ekonomi lainnya. Kondisi
kehutanan Indonesia sebenarnya dapat merupakan peluang untuk meningkatkan posisi
tawar politik dan ekonomi Indonesia di tingkat internasional. Dengan keberagaman
flaura fauna dan bahkan dikenal sebagai negara penghasil kayu lapis serta memiliki
potensi untuk menjadi produsen pulp yang penting di dunia. Bahkan dalam krisis
ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini kontribusi sektor kehutanan cukup
signifikan. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,8% yang
ditargetkan pemerintah, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) menetapkan revitalisasi
kehutanan sebagai prioritas pertama untuk mendorong pertumbuhan guna mencapai
target pertumbuhan tersebut.

Halaman 3
1.3 Meningkatnya Kesadaran Akan Kondisi Lingkungan

Kepedulian terhadap lingkungan memang tak bisa ditunda lagi. Harus segera
bergerak dari tataran konsep ke dalam rencana dan kebijakan yang lebih konkrit.
Memang perjuangan moral yang berat untuk memberi kesadaran bahwa perusaahan
perlu mempedulikan lingkungan karena manusia bergantung pada lingkungan dan karena
pelestarian lingkungan akan melestarikan ekonomi itu sendiri.

Dulu etika hanya dibicarakan oleh Plato, Socrates atau Imannuent Kant,
ataupun dibicarakan di gedung kuliah yang terkesan angker. Pelaku bisnis merasa bukan
menjadi bagian dari kelompok yang harus berperilaku etis. Namun kesan ini berkurang
apalagi sejak munculnya etika terapan. Bahkan mulai dijabarkan bahwa pelaku bisnis
harus bersikap adil dan baik kepada setiap stakeholders melalui sikap hormat kepada
lingkungan alam, menghindari pencemaran serta pengurasan sumber daya alam.

Perubahan sikap moral yang dituntut dalam perilaku dan etika perusahaan
dengan mewujudkan Corporate Social Responsibility (CSR). Ini menjadi langkah awal,
bahwa setidaknya perusahaan disamping mencari untung sebanyak-banyaknya, sudah
mulai memikirkan orang lain. Sekitar tahun 1992, Michael Porter menulis di Harvard
Business Review tentang pentingnya reformasi dalam pengelolaan bisnis, dari
stockholders oriented menjadi create system in which maximizes long term value of
companies. Konsep ini dikenal dengan stakeholders oriented.

Stakeholders analysis adalah pengambilan keputusan dengan suatu lingkaran


siklus yang tidak berhenti di satu pihak tapi saling terkait dan berkelanjutan, yang
menjadi akhir adalah sustainable development. Konsep ini mengarahkan pergeseran pola
pengelolaan bisnis dengan memperhatikan tiga fokus utama yaitu economic performance,
environment performance dan social performance. Mengarahkan perusahaan sebagai
bagian masyarakat, yang harus ikut bertanggung jawab atas keselarasan antara
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Misalnya pembakaran hutan, dari
sisi lapangan kerja bisa jadi tercipta, tapi bisnis telah mengeksploitasi alam dan
lingkungan dan terlebih membahayakan keselamatan manusia. Hal ini sejalan dengan
bergeraknya pola pikir bahwa etika tidak terbatas pada etika dalam bisnis tapi juga etika
lingkungan. Dengan kesadaran bahwa lingkungan pun harus dihormati sebagai penghuni
bumi.

Laju kerusakan lingkungan hutan dan sumber daya di dalamnya yang terjadi
memaksa Greenpeace menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menahan laju
kehancuran hutan tersebut. Caranya, dengan melakukan penghentian penebangan
sementara (moratorium) terhadap seluruh operasi penebangan hutan skala komersial di
seluruh kawasan hutan alam di Indonesia. Moratorium merupakan langkah awal yang
diperlukan untuk menghentikan laju deforestasi yang tak terkendali dan memberikan
kesempatan kepada hutan untuk memulihkan dirinya. Hal ini juga harus digunakan
untuk mengkaji ulang dan mengubah arah kebijakan terkait dengan hutan yang masih
tersisa di Indonesia.

Halaman 4
Departemen Kehutanan sebagai regulator juga telah menetapkan lima kebijakan
utama yang akan menjadi fokus penanganan pada periode tiga atau empat tahun ke
depan, yaitu:

1. Pemberantasan Penebangan Liar

Pemberantasan penebangan liar menajdi prioritas utama mengingat dampaknya


terhadap kerusakan sumberdaya hutan telah mencapai tingkat yang tidak dapat
ditolerir lagi. Penanganan masalah ini akan banyak menyangkut sektor lain seperti
sektor keamanan, hukum, industri dan sebagainya, oleh karena itu koordinasi antar
sektor akan menjadi unsur penting. Kegiatan pemberantasan penebangan liar
meliputi antara lain lain penegakan supremasi hukum, pemberdayaan kekuatan
ekonomi masyarakat, peningkatan kesadaran terhadap pentingnya kelestarian
sumberdaya hutan, dan penyelesaian konflik atas lahan hutan.

2. Pencegahan Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan berdampak buruk terhadap kelestarian sumberdaya hutan.


kerugian yang ditimbulkannya mencakup demensi yang sangat luas yaitu sosial,
ekonomi, dan lingkungan, bahkan juga berdemensi global. Pencemaran udara yang
ditimbulkan oleh kebakaran hutan, selain menimbulkan kerugian di dalam negeri,
juga telah menimbulkan masalah eksternalitas disekonomi pada negara-negara
tetangga. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan antara lain
menerapkan sangsi hukum bagi pihak-pihak yang menyebabkan terjadinya
kebakaran hutan, menerapkan zero good burning, mengembangkan dan
memperkuat sistem penanggulangan kebakaran hutan antara lain dengan
meningkatkan pengamanan secara partisipatif melalui kemitraan dengan masyarakat.

3. Restrukturisasi Sektor Kehutanan

Restrukturisasi sektor kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan


efektivitas pengelolaan sumberdaya hutan yang meliputi restrukturisasi sub sistem
sumberdaya seperti sistem pengelolaan hutan alam dan hutan tanaman serta sub
sistem pemanfaatan yaitu industri pengolahan hasil hutan. Dalam hal pembenahan
sumberdaya hutan, upaya yang akan dilakukan antara lain me-review pola
pengelolaan hutan (HPH, HTI dan industri), menerapkan sistem silvikultur yang
tepat, meningkatkan efisiensi pembalakan dan menerapkan secara efektif
penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan
sumberdaya hutan.

4. Pembangunan Hutan Tanaman

Kebijakan ini antara lain ditujukan untuk merehabilitasi hutan dan lahan yang rusak
untuk meningkatkan produktivitas hutan dan lahan sehingga fungsinya dapat
kembali pulih. Pembangunan hutan tanaman hanya dilakukan pada lahan kritis dan

Halaman 5
padang alang-alang, oleh karena itu praktek konversi hutan alam untuk kegiatan
pengembangan hutan tanaman tersebut dihentikan. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa sebagian besar lahan konversi dikelola secara serampangan,
karena banyak pemohon sebesanrnya lebih banyak bertujuan untuk memanfaatkan
kayunya melalui pemberian ijin pemanfaatan kayu (IPK) pada lahan tersebut.

5. Proses Desentralisasi Bidang Kehutanan

Pada hakekatnya proses desentralisasi adalah empowering pemerintah daerah untuk


melaksanakan kegiatan operasional di bidang kehutanan sehingga laju kerusakan
lebih lanjut sumberdaya alam, termasuk sumberdaya hutan, dapat dicegah atau
setidak-tidaknya ditekan. Untuk memfasilitasi desentralisasi bidang kehutanan yang
lebih terarah, saat ini sedang dilakukan percepatan penyelesaian penyusunan
rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai penjabaran UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, khususnya RPP tentang Perencanaan Kehutanan dan
Pengelolaan Hutan.

1.4 Pentingnya Disclosure atas Kondisi Lingkungan

Pengelolaan manajemen lingkungan yang baik merupakan responsibilitas


perusahaan sebab pada proses dari entitas bisnis dalam menghasilkan produk/jasanya
memiliki dampak pada lingkungan. Akuntabilitas dan transparansi merupakan prinsip
yang harus diikuti untuk memberikan keadilan kepada publik atas kondisi perusahaan.
Publik mempunyai hak untuk mengetahui apakah proses perusahaan memberikan
keamanan pada kehidupan secara umum, dan khususnya lingkungan hidup sekitar.

Pengungkapan merupakan penerapan prinsip transparansi atas informasi yang


menjadi hak stakeholders. Salah satu media yang dapat digunakan adalah laporan
tahunan perusahaan. Selain berfungsi untuk memberikan informasi tentang produk dan
jasa, strategi dan kebijakan perusahaan, laporan tahunan juga menjadi sarana agar
perusahaan dan produk dikenal publik. Informasi keuangan dan non keuangan yang
bagus dan komprehensif akan membentuk citra/image perusahaan sekaligus membangun
kepercayaan stakeholders

Namun demikian tidak banyak kegiatan entitas bisnis dan dampaknya cukup
diungkapkan oleh perusahaan. Pengungkapan informasi lingkungan mendorong
perusahaan untuk mencapai kinerja lingkungan yang lebih bagus. Belum terdapat
peraturan khusus tentang pengungkapan informasi lingkungan dan pengelolaannya di
Indonesia. Walaupun sudah terlihat adanya upaya perusahaan untuk
mempublikasikannya, pengungkapan informasi lingkungan dalam laporan masih
merupakan isu yang baru, itupun masih terbatas pada beberapa hal saja.

Halaman 6
1.5 Perumusan Masalah

Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam


kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari
investasinya. Persoalannya adalah sudah memadaikah pengungkapan dalam laporan
keuangan atas kondisi lingkungan? Walaupun perusahaan telah menjalankan manajemen
pengelolaan lingkungan dan memperoleh sertifikasi atau award untuk hal tersebut,
namun pengungkapan informasi lingkungan belum cukup memadai. Perusahaan tidak
secara khusus membuat laporan terpisah yang dikeluarkan berkaitan dengan lingkungan
yang tersedia untuk publik.

Sudah menjadi praktik yang umum berlaku bahwa kecukupan pengungkapan


sangat dipengaruhi oleh peran regulator dan profesi akuntan. Pengawas pasar modal pun
memiliki peran penting dalam meningkatkan kecukupan pengungkapan laporan
keuangan dari perusahaan-perusahaan yang sudah go public. Di Indonesia, bagaimana
profesi akuntan dan pengawas pasar modal berperan dalam meningkatkan pengungkapan
kondisi lingkungan? Apa yang dapat dilakukan oleh regulator dalam meningkatkan
pengungkapan tersebut?

Bagian berikut dari tulisan ini akan mencoba menggali secara dalam ketiga
masalah tersebut. Pada bab 2 akan diuraikan beberapa kegiatan signifikan yang
mempengaruhi lingkungan. Selanjutnya, akan diuraikan sampai seberapa jauh standar
akuntansi yang ada sudah mengakomodasi pengungkapan dari berbagai kegiatan tersebut.
Sebagai bahan analisis untuk kondisi pengungkapan kondisi lingkungan yang ada di
Indonesia saat ini, bagian berikutnya akan menguraikan kasus pengungkapan kondisi
lingkungan pada perusahaan di sektor kehutanan. Berdasarkan bahan analisis tersebut,
pada bab 5 akan diuraikan bagaimana profesi akuntan dan pengawas pasar modal serta
regulator dapat meningkatkan perannya dalam membantu mengungkapkan kondisi
lingkungan dalam laporan tahunan atau laporan keuangan perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Tulisan ini akan ditutup dengan simpulan atas kecukupan pengungkapan
kondisi lingkungan dalam laporan keuangan dan saran penyempurnaan atas aturan yang
sudah ada guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup bagi semua
pelaku bisnis di Indonesia.

Halaman 7
2KEGIATAN PERUSAHAAN YANG
BERPENGARUH TERHADAP KEHUTANAN DAN
LINGKUNGAN

Tidak semua perusahaan memiliki dampak yang signifikan terhadap


lingkungan. Namun setiap perusahaan dalam skala masing-masing dapat
memanfaatkan keuntungan dari pengelolaan lingkungan yang lebih baik.

Risiko terkait dengan lingkungan antara lain: polusi, pencemaran, pembakaran


hutan, penebangan liar, penggunaan air dan energi yang berlebihan tanpa
konservasi, bahan kimia yang berbahaya.

Risiko lingkungan yang tidak terkelola dapat mengurangi laba, menurunkan


produktivitas dan mengurangi daya saing perusahaan. Dunia usaha dapat
mengurangi risiko lingkungan tersebut dengan proses input-proses-output yang
lebih baik karena dalam setiap proses dapat memiliki dampak pada lingkungan.
Inefisiensi dalam proses produksi yang merupakan inefisiensi dalam
penggunaan material seperti air, energi, bahan kimia, bahan baku alam dan
sebagainya dapat menimbulkan pencemaran dan dampak lingkungan lainnya.

Interface Inc, sebuah perusahaan karpet yang peduli terhadap lingkungan


dengan cara merancang sistem yang ramah lingkungan dikabarkan mencatat
penurunan emmision and slid waste sebanyak 30% sampai 50% per dollar
pendapatannya. Dalam 3 tahun perusahaan menghemat 50$ juta dengan
pengurangan biaya bahan baku, energi, dan waste. Begitu juga dengan
pengalaman Dupont yang memenangkan competitive advantage dengan
menerapkan sustainability strategy lebih dari minimal yang diharuskan oleh
regulator. 1

Bagi perusahaan pulp, kayu dan energi adalah biaya terbesar diantara bahan
baku yang digunakan sebagai input dalam proses produksi. Pulping adalah
proses dimana serat kayu dipisahkan dan digunakan untuk memproduksi pulp.
Tercatat penggunaan energi, kayu dan bahan kimia dari total biaya berturut-
turut adalah 17%, 15% and 6%, 2

1 Corporate Ethics and Sustanability: Building the bottom line through (good) corporate 

citizenship, prepared by world bank/IMF annual meeting, September 2000. 

2 Energy Efficiency and the Pulp and Paper Industry, Lars J. Nilsson, Eric D. Larson, Kenneth 

Gilbreath, and Ashok Gupta 

Halaman 8
2.1 Perolehan bahan baku kayu: HPH, HTI, sumber lainnya

Bagi perusahaan timber, pulp dan kertas, hutan merupakan sumber bahan baku
utama bagi proses produksi mereka. Industri perkayuan, pulp and paper di Indonesia
memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu. Bahkan
dikabarkan industri ini mengalami kekurangan pasokan bahan baku dibandingkan
kapasitas produksi mereka. (lihat tabel) Kekurangan bahan baku tersebut menjadi salah
satu penyebab yang disinyalir menjadi alasan penebangan tak terkendali dan merusak.

Tabel 1: Bahan baku tersedia dan Kebutuhan bahan baku


Perusahaan Kapasitas Bahan baku Kebutuhan Kebutuhan
Produksi tersedia bahan baku Hutan
Riau Andalan PP 8-2 juta 5.465.880 9.468.000 350.667
ton/tahun meter meter hektare
kubik/tahun kubik/tahun
Indah Kiat Pulp Data tdk 5.377.428 8.615.880 319.107
and Paper tersedia ton/tahun ton/tahun hektare
(IKPP)
PT KK 525.000 1.250.810 2.485.350 Data tdk
ton/tahun m/tahun m3/tahun tersedia
PT Toba Pulp Data tdk 947.970 m 1.080.000 m Data tdk
Lestari (TPL) tersedia kubik/tahun kubik/tahun tersedia
*) sumber: Sinar Harapan, Industri Pulp dan Kertas Kekurangan Bahan Baku

Perusahaan Kapasitas produksi Bahan baku tersedia Kebutuhan bahan Kebutuhan


baku hutan
Riau Andalan PP 8-2 juta 5,465,880 meter 9,468,000 meter 350, 667
ton/tahun kubik/tahun kubik/pertahun hektare
Indah kiat Pulp Data tak tersedia 5,377,428 8,615,880 319,107
and Paper (IKPP) ton/tahun ton/pertahun hektare
PT KK 525.000 1.250.810 m3/tahun 2.485.350 Data tak
ton/tahun m3/tahun tersedia
PT Toba Pulp Data tak tersedia 947.970 m3/tahun 1.080.000 Data tak
Lestari m3/tahun tersedia

Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhir
tahun 1960-an. Kemudian penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970.
Dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya ijin-ijin pengusahaan hutan tanaman industri di
tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Memang pemerintah sudah
mengatur kapasitas produksi dan menurunkan jatah tebang tahunan untuk mengerem
laju kerusakan hutan. Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah
membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak
pengusahaan skala kecil.

Halaman 9
Dari total produksi kayu seluruh Indonesia juga terlihat mengalami penurunan.
Tahun 2005 adalah 30.276.903,28 m3 turun dari tahun 2004 sebesar 34.424.015,75
m3 (data dari CIFOR). Sementara bila dilihat kebutuhan kubik per tahun, kebutuhan
kayu usaha pulp and paper di Indonesia sudah lebih dari separuh hasil seluruh kayu di
Indonesia.

2.2 Penggunaan bahan kimia penyebab limbah padat dan limbah cair yang dalam
proses produksi yang merusak lingkungan

Bahan kimia yang utama digunakan adalah kraft pulping. Di AS


penggunaannya mencapai 80% dari semua produk pulp yang diproduksi di AS. Dalam
Pulp dibuat secara mekanis maupun kimia dengan memisahkan serat kayu atau selulosa
dari bahan lain. Dalam proses kraft pulping, larutan campuran antara sodium hidroksida
dan sodium sulfida digunakan untuk melarutkan bahan tidak berserat. Pulp kemudian
diputihkan untuk menghasilkan kertas yang putih. Beberapa zat kimia digunakan dalam
proses pemutihan (bleaching) antara lain gas klorin, sodium hidroksida, kalsium
hipoklorit, klorin dioksida, hidrogen peroksida dan sodium peroksida. Setelah
penambahan filter dan pewarna, bubur kertas dibuat menjadi kertas.

Beberapa jenis pelapis juga digunakan dalam tahap penyelesaian.


Pencemaran lingkungan yang disebabkan industri kertas antara lain :
• Membunuh ikan, kerang dan invertebrata akuatik lainnya
• Memasukkan zat kimia karsinogen dan zat pengganggu aktivitas hormon ke dalam
lingkungan
• Menghabiskan jutaan liter air tawar
• Menimbulkan risiko terpaparnya masyarakat oleh buangan zat kimia berbahaya dari
limbah industri yang mencemari lingkungan.

Limbah cair industri pulp and paper tersebar ke seluruh ekosistem di sekitarnya,
sementara efluen industri kertas menyebabkan penyimpangan reproduktif pada
zooplankton dan invertebrata yang merupakan prey dari ikan serta kerusakan genetik
dan reaksi sistem kekebalan tubuh pada ikan. Hal ini bisa berakibat pada penurunan
keanekaragaman hayati sungai dan terutama berbahaya bagi kehidupan.

Sebagian besar industri kertas menggunakan pemutih yang mengandung klorin.


Klorin akan bereaksi dengan senyawa organik dalam kayu membentuk senyawa toksik
seperti dioksin. Dioksin ditemukan dalam proses pembuatan kertas, air limbah (efluen),
bahkan di dalam produk kertas yang dihasilkan.

2.3 Penggunaan energi (listrik, batubara, minyak, dsb) penyebab emisi karbon
dioksida.

Energi yang digunakan adalah bahan bakar dan listrik. Energi adalah biaya
terbesar kedua dalam industri pulp yang digunakan pada saat proses produksi.

Halaman 10
Kepentingan lingkungan adalah agar enegi tersebut tidak memberikan emisi yang
berbahaya bagi lingkungan.

2.4 Penggunaan air

Dalam proses produksinya industri pulp and paper membutuhkan air dalam
jumlah yang sangat besar. Hal ini dapat mengancam kelestarian habitat di sekitarnya
karena mengurangi tingkat ketersediaan air bagi kehidupan hewan air dan merubah suhu
air.

2.5 Pembiayaan kegiatan pengelolaan hutan dan lingkungan

Kegiatan pengelolaan hutan diatur oleh Departemen Kehutanan melalui


Keputusan No: SK.101/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan
Tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas yang mengatur
tanggung jawab perusahaan untuk secara berkelanjutan menjaga HTI nya. Di samping
itu, perusahaan juga diwajibkan untuk membayar dana reboisasi yang dihitung
berdasarkan jumlah tanaman yang dimiliki.

Halaman 11
3 DISCLOSURE KEHUTANAN DAN
LINGKUNGAN YANG SAAT INI DIGUNAKAN
DAN DIKEMBANGKAN

Dari sisi perusahaan laporan tahunan merupakan cara untuk


mengkomunikasikan perusahaan secara keseluruhan. Selain informasi keuangan,
perusahan dapat mengkomunikasikan visi, misi, strategi, serta iklim usaha dan
prospek perusahaan secara konsisten dan berkesinambungan. Pengungkapan
informasi minimal yang harus dipenuhi dalam menyusun laporan keuangan
tersebut walaupun bersifat mandatory terbukti belum cukup memberikan
gambaran bagaimana komitmen atas tanggung jawab perusahaan atas
lingkungan.

Environmental reporting adalah istilah yang biasa digunakan untuk


menggambarkan pengungkapan oleh perusahaan atas data yang berkaitan
dengan lingkungan, baik diaudit maupun tidak, terkait dengan risiko
lingkungan , dampak lingkungan, kebijakan, strategis, traget, biaya, kewajiban
dan kinerja lingkungan kepada pihak yang memerlukan informasi tersebut.
Pengungkapan bisa melalui annual report, laporan lingkungan yang terpisah,
pernyataan terpisah tentang lingkungan atau dimuat dalam website, majalah dan
bentuk media lainnya.

3.1 Standar Akuntansi Kehutanan

Pengungkapan informasi diatur oleh standar akutansi, yang telah dikelaurkan


oleh IAI yaitu Standar Akuntansi Kehutanan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 32, Standar ini mengatur antara lain: mengatur penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi perusahaan yang bergerak dan beroperasi di bidang kehutanan,
sehingga dapat memberikan keseragaman dalam penyajian informasi dan dapat
digunakan sebagai dasar yang andal dalam proses pengambilan keputusan. Dengan
berlakunya Akuntansi Kehutanan dalam semua perusahaan yang berkaitan dengan
pengusahaan hutan, maka diharapkan: (a) Terdapat keseragaman dalam praktek-praktek
akuntansi dan pelaporan keuangan oleh perusahaan pengusahaan hutan di Indonesia,
sehingga mendorong terciptanya komparabilitas laporan keuangan. (b) Laporan
keuangan menjadi lebih informatif bagi pihak ekstern yang tidak terlibat langsung dalam
perusahaan. (c) Pemerintah akan dapat memantau perkembangan dan kondisi keuangan
perusahaan.

PSA no 32 mengatur penyajian laporan keuangan terutama yang mencerminkan


jenis industri adalah penyajian untuk Penjualan dan Harga pokok produksi. Yaitu
bahwa:

Halaman 12
• Pendapatan operasional meliputi pendapatan dari penjualan hasil hutan, baik
berupa kayu olahan, hasil tebangan maupun hasil hutan lainnya
• Harga Pokok Penjualan harus disajikan masing-masing untuk kayu tebangan
dan kayu olahan.

Sementara pengungkapan dalam catatan laporan keuangan yang wajib adalah:


(a) Realisasi kegiatan dan biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan penanaman
kembali hutan alam seperti Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), pembinaan
dan perlindungan hutan, penanaman tanah kosong dan usaha-usaha untuk
kelestarian alam lainnya.
(b) Pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan.
(c) Rincian luas areal sisa hutan yang belum dikelola selama sisa masa manfaat HPH.
(d) Sisa umur HPH.
(e) Klasifikasi aktiva tetap dan peruntukannya.
(f) Khusus untuk HTI, diungkapkan realisasi luas tanaman pada periode berjalan dan
akumulasinya.
(g) Susunan pemegang saham perusahaan, serta penjelasan mengenai perubahan
pemegang saham selama periode berjalan .
(h) Rincian pendapatan operasional dirinci menurut jenis kegiatan .
(i) Pemenuhan kewajiban terhadap negara, seperti DR, IHH, BPPHH, IHPH dan
luran Wajib lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.2 Sustainability Reporting

Sustainability Reporting berkembang sejalan dengan perkembangan konsep


corporate social responsibility. Sebagai bentuk accountability, perusahaan menyajikan
laporan dengan pendekatan triple bottom line, di mana perusahaan tidak hanya
menampilkan kinerja keuangan namun juga kinerja sosial dan lingkungan. Perusahaan
yang tidak memperhatikan masalah sosial mulai dijauhi. Bahkan penilaian kinerja pun
mulai dikembangkan dengan perspektif yang saling berkaitan dan mendukung sehingga
benar-benar relevan untuk menggambarkan pencapain kinerja yang sesungguhnya.

Sustainability Reporting Scorecard yang dikeluarkan Deloitte Touche


Tohmatsu (2002) menguraikan bahwa ada beberapa indikator yang dapat dijadikan
acuan atas kualitas laporan dan informasi yang dikandungnya bagi pengguna. Secara
umum digambarkan bahwa laporan yang baik harus memenuhi lima indikator yaitu
communicate effectively, show relevance, demontrate commitment and management
quality, address sustainable development agenda, quantify performance, achieve
credibility. Scorecard untuk sustainable development agenda meliputi (i)
menggambarkan inovasi untuk lebih sustainable (dari sisi desain, proses dan market), (ii)
menjelaskan sustainable value/supply chain, (iii) memperlihatkan implikasi keuangan
(biaya, investasi, penghematan dan hutang), (iv) menjelaskan keterlibatan karyawan
(knowledge management), (v) aktivitas dengan lingkungan masyarakat, (vi) upaya dalam
rangka kebijakan publik untuk mencapai sustanaibility.

Halaman 13
Praktik laporan berkelanjutan di Indonesia memang masih belum banyak
apalagi belum adanya ketentuan perundangan yang mengatur tentang hal tersebut. Yang
saat ini telah berjalan, perusahaan masih dihimbau untuk mengungkapkan informasi
mengenai dampak lingkungan dan sosial dalam laporan tahunan atau laporan terpisah.

Sustanaibilty reporting merupakan voluntary action bagi perusahaan, dan setiap


upaya ke arah tersebut sangat dihargai. Global Reporting Initiative (GRI) adalah
lembaga yang memiliki inisiatif untuk membuat acuan dalam sustanaibilty reporting.
Saat ini digunakan secara luas di 460 perusahaan di 45 negara, sebagai best practices
dalam pelaporan, yang kemudian dikembangkan oleh masing-masing negara atau bahkan
oleh perusahaan itu sendiri. Di beberapa negara di Asia yang telah menggunakan GRI
sebagai acuan dalam pelaporan antara lain:

Tabel 2: Perusahaan yang menerapkan GRI

Negara Perusahaan
China Architectural Services Departement, British American Tobacco, CLP
limited, Ford Lio Ho motor, Mass Transit Railway, University of
Hongkong
Korea British American Tobacco Korea, Diageo, Hyundai Motor, Kia
Motors, Korea land corp, POSCO, Samsung
Malaysia British American Tobacco Malaysia, Ford Malaysia, Shah Alam
Assembly Plant.
Thailand Siam Cement Group, Siam Cement Industry, Siam Kraft Industry
Japan Daikin Industries, Fuji Electric, Fuji Photo flim, Furukawa, Electric,
Gunze, Hachijuni Bank, Hiroshima gas, Hitachi, Isuzu, komatzu,
Kyowa Hakko Group, Kyushu Electric power, Matsushita Electric
Industrial, Osaka Gas, Sapporo holding, Seiko Epson Sony, Yamatake
group.

Negara Perusahaan
China Architectural Service Departement, British American Tobacco, CLP
Limited, Ford Lio Ho motor, Mass Transit Railway, University Of
Hongkong
Korea British American Tobacco Korea, Diageo, Hyundai motor, Kia
motor, Korea land corp, POSCO, Samsung
Malaysia British American Tobacco Malaysia, Ford Malaysia, Shah Alam
Assembly Plant.
Thailand Siam Cement Group, Siam Cement Industry, Siam Kraft Industry
Japan Daikin Industries, Fuji Electric, Fuji photo Flim Furukawa, Electric,
Gunze, Hachijuni Bank, Hiroshima gas, Hitachi, Isuzu, Komatzu,
Kyowa Hakko Group, Kyushu Electric power, Matsushita Electric
Industrial, Osaka Gas, Sapporo holding, Seiko Epson Sony, yamatake
group.

Halaman 14
Komponen sustanaibilty reporting menurut GRI meliputi:
• CEO statement
• Organizational profile
• Scope
• Key impacts
• Governance
• Sustanability related policies
• Management system dan prosedur
• Stakeholders engagement
• Performance and compliance
• Target and achivement
• External assurance

Sustanaibilty Reporting versi GRI memiliki terdiri dari indikator kinerja


ekonomi, indikator kinerja lingkungan dan indikator kinerja sosial. (lihat tabel)

Tabel 3: GRI Indikator


GRI INDIKATOR
Economic Performance Environment Social Performance
Performance
1. Economic Performance 1. Material 1. Emplyoment
2. Market Presence 2. Energy 2. Labor/ management relations
3. Indirect Economic Impact 3. Water 3. Occupational health and safety
4. Biodiversity 4. Training and education
5. Emmisions, effluents 5. Diversity and equal opportunity
and waste
6. Products and services
7. Compliance
8. Transport
9. Overall

GRI INDIKATOR
Economic Environment Social Performance
Performance Performance
1.Economic 1.Material 1.Emplyoment
performance
2.Market presence 2.energy 2.Labor/management relations
3.Indirect Economic 3.Water 3.Occupational health and safety
Impact
4.Biodiversity 4.Training and education
5.Emmisions, effluents 5.Diversity and equal opportunity
and waste

Halaman 15
6.Products and services
7.Compliance
8.Transport
9.Overall

Sejalan dengan tema tulisan ini, akan difokuskan pada aspek indikator
lingkungan. Dengan menggunakan standard GRI sebagai acuan dengan beberapa
penyesuaian, indikator lingkungan secara rinci terlihat di tabel, dikaitkan dengan isu
lingkungan dan indikator ekonomis yang relevan.

Halaman 16
No Kategori No Indikator
1 Bahan baku 1.1 Jumlah bahan baku yang digunakan
1.2 Sumber (asal) bahan baku
1.3 Material yang berasal dari proses recycled
2 Energy 2.1 Penggunaan energi langsung dari sumber energi
primer
2.2 Penggunaan energi tidak langsung dari sumber
energi primer
2.3 Energi yang tersimpan karena konservasi atau
perbaikan efisiensi
2.4 Initiatif penggunaan energi alternatif dan efisien
yang diperoleh
3 Water 3.1 Jumlah air yang digunakan sesuai sumbernya
3.2 Jumlah air yang digunakan kembali
3.3 Inisiatif untuk mengelola sumber air
4 biodiversity 4.1 Tanah yang dimiliki, disewakan yang memiliki
biodervisity yang dilindungi
4.2 Pengaruh proses produksi terhadap biodervisity
pada area yang dilindungi dan area lainnya
4.3 Habitats protected or restored
4.5 Upaya untuk mengelola dampak terhadap
biodervisity
5 Emmisions, Effluents and 5.1 Jumlah bahan kimia yang digunakan dalam proses
Waste produksi
5.2 Jenis bahan kimia yang digunakan dalam proses
produksi
5.3 Jumlah limbah yang digunakan proses produksi
5.4 Jenis limbah yang dikeluarkan
5.5 Upaya pengelolaan limbah yang dilakukan
perusahaan
5.6 Pengaruh limbah terhadap lingkungan sekitar
6 Products and Service 6.1 Jumlah produk yang dihasilkan
6.2 Pengaruh produk terhadap lingkungan
6.3 Pengaruh kemasan produk terhadap lingkungan
7 Compliants 7.1 Iuran yang harus dibayar karena peraturan
regulator
7.2 Klaim/denda yang dibayar karena ketidak
patuhan dengan peraturan
8 Transport 8.1 Pengaruh jenis moda transportasi yang digunakan
dalam proses produksi yang berpengaruh terhadap
lingkungan
9 Overall 9.1 Jumlah dan sumber pembiayaan pengelolaan
hutan dan lingkungan
Tabel 4: Kategori dan Indikator Lingkungan

Indikator lingkungan dalam tabel di atas yang akan digunakan untuk melihat
kecukupan pengungkapan pada kasus beberapa perusahaan yang dipilih.

Halaman 17
4 KASUS DISCLOSURE PERUSAHAAN
PERKAYUAN, PULP AND PAPER
Pembahasan pengungkapan untuk industri perkayuan, pulp dan paper dalam
paper ini dibatasi untuk masalah lingkungan, dengan mengambil indikator GRI
untuk environment indicator. Perusahaan yang akan menjadi cases untuk dikaji
pengungkapan lingkungan adalah perusahaan publik dengan petimbangan
kewajiban pengungkapan bagi perusahaan publik sudah lebih banyak dan
pentingnya pengungkapan tersebut bagi para investor dan calon investor. Selain
itu, sebagai perusahaan publik, walapun secara peraturan tidak diwajibkan
namun dorongan internasional yang semakin meningkat ke arah sustanaibility
reporting harusnya juga menjadi pendorong perusahaan publik di Indonesia
untuk menerapkan hal tersebut.

Memang cukup mengagetkan, walaupun sudah perusahaan publik, ternyata


untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan tidak mudah, tak satupun
perusahaan dalam kategori kehutanan, pulp and paper yang tercatat di BEJ
memiliki website! Pengungkapan informasi lingkungan juga belum secara
khusus membuat laporan terpisah berkaitan dengan lingkungan untuk publik.
Satu-satunya laporan yang bisa dikaji adalah laporan tahunan yang memang
sudah diwajibkan oleh Bapepam. Dari laporan ini akan dilihat seberapa jauh
informasi lingkungan telah terungkap dengan mengacu pada indikator
lingkungan GRI.

Tiga perusahaan yang akan dilihat adalah yaitu PT Barito Pasific Timber,
Indah Kiat, Toba Pulp Lestari, Daya Sakti Unggul, Corp. Laporan tahunan
yang digunakan adalah:

Tabel 5: Sumber data perusahaan

Perusahaan Tahun Sumber data


Barito Pasific Timber (BP) 2006 Laporan keuangan audited.
Indah Kiat (IK) 2005 Laporan keuangan audited.
Toba Pulp Lestari (TB) 2005 Laporan keuangan audited.
Daya Sakti Unggul (DSU) 2005 Laporan keuangan audited.

Dari laporan yang tersedia, terlihat masih sedikit sekali informasi tentang
lingkungan yang diungkap oleh perusahaan. Sebagai bahan analisis, informasi
dari laporan tahunan akan dikombinasikan dengan informasi yang diperoleh
dari media publik. Penggabungan tersebut diharapkan bisa memberi gambaran
bagaimana pengelolaan lingkungan oleh perusahaan.

Halaman 18
4.1 Penyajian dan Pengungkapan menurut PSA no 32

Dari perusahaan publik yang dikaji terlihat penyajian laporan keuangan sbb:

Rincian pendapatan operasional

Kecuali Indah Kiat, perusahaan menyajikan rincian pendapatan operasional per jenis
kegiatan catatan laporan keuangan yaitu:

Tabel 5: PSA no 32 – Pendapatan Operasional

Kategori Indikator Perusahaan Kesesuaian Laporan Keuangan


Ya Tidak Audited
IK 9 -Pulp

-kertas budaya

-kertas industri
TP x -bubur kertas
Pendapatan DSU 9 -kayu lapis
operasional
Penyajian meliputi -kayu gergajian
pendapatan dari
penjualan hasil -lain-lain
hutan, baik berupa BT 9 -kayu lapis &
kayu olahan, hasil gergajian
tebangan maupun
hasil hutan -partcle board
lainnya.
-kayu bulat

-perekat dll

Sementara untuk penyajian harga pokok, terlihat bahwa untuk perusahaan pulp, standar
ini belum begitu diikuti, dan sangat mungkin bahwa pulp and paper tidak tergolong
industri yang harus mengikuti PSA 32.

Halaman 19
Tabel 6: PSA no 32 – Harga Pokok Produksi

Kategori Indikator Perusahaan Kesesuaian Laporan Keuangan Audited


Ya Tidak
IK x -bahan baku

-upah buruh
TP x Tidak ada rincian beban
pokok penjualan perproduk
DSU 9 -kayu lapis
Harga pokok
disajikan masing- -kayu gergajian
Penyajian masing untuk
kayu tebangan -kayu bulat
dan kayu olahan. BT 9 -kayu lapis & gergajian

-partcle board

-kayu bulat

-perekat dll

Pengungkapan Hak penguasahan hutan (HPH):

PSA menghendaki adanya pengungkapan berkaitan dengan HPH yaitu:

• Realisasi kegiatan dan biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan penanaman


kembali hutan alam seperti Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), pembinaan dan
perlindungan hutan, penanaman tanah kosong dan usaha-usaha untuk kelestarian
alam lainnya.
• Pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan.
• Rincian luas areal sisa hutan yang belum.
• Sisa umur HPH.
• Klasifikasi aktiva tetap dan peruntukannya.
• Khusus untuk HTI, diungkapkan realisasi luas tanaman pada periode berjalan dan
akumulasinya.

Keempat Perusahaan mengungkap kegiatan HPH sebagai penjelasan dari akun-akun


neraca dan rugi laba. Informasi HPH disajikan oleh Barito Pasific Timber, Daya sakti
unggul dan Toba Pulp secara detil mencakup luas yang dikelola, umur HPH, sisa yang
belum dikelola, dan jumlah rupiah rincian yang tercatat sebagi aset tidak lancar. Hanya
Indah Kiat yang tidak mengungkap informasi tentang HPH dengan memadai.

Halaman 20
Tabel 7: Pengungkapan HPH

Kategori Indikator Perusahaan Kesesuaian Laporan


Ya Tidak Keuangan
Audited
ƒ Realisasi kegiatan dan IK x -Pulp
biaya yang berhubungan
dengan pelaksanaan -kertas
penanaman kembali hutan budaya
alam seperti Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI), -kertas
pembinaan dan industri
perlindungan hutan, TP 9 -bubur
Pengungkapan penanaman tanah kosong kertas
dan usaha-usaha untuk DSU 9 -kayu lapis
kelestarian alam lainnya.
ƒ Pelaksanaan kegiatan
-kayu
pengusahaan hutan.
gergajian
ƒ Rincian luas areal sisa
hutan yang belum.
-lain-lain
ƒ Sisa umur HPH
ƒ Klasifikasi aktiva tetap dan BT 9 -kayu lapis &
peruntukannya. gergajian
ƒ Khusus untuk HTI,
diungkapkan realisasi luas -partcle
tanaman pada periode board
berjalan dan akumulasinya.
-kayu bulat

-perekat dll

Pemenuhan kewajiban terhadap negara


PSA menghendaki kewajiban yang harus dibayar seperti DR, IHH, BPPHH, IHPH dan
luran Wajib lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku diungkap dalam catatan
laporan keuangan.

Dari keempat perusahaan terlihat iuran yang harus dibayarkan kepada pemerintah dalam
catatan laporan keuangan hanya diungkap oleh DSU. Ketiga perusahaan yang lain tidak
secara gamblang mengungkap. Daya Sakti mencatat biaya reboisasi, provisi sumber daya
hutan Rp 1.257 juta dicatat sebagai kewajiban lancar dan sebesar (termasuk pajak)
senilai Rp 3.572.363.622 dibayar oleh anak perusahaan.

Halaman 21
4.2 Pengungkapan informasi lingkungan dengan kriteria GRI

Kategori 1: Penggunaan Material

Penggunaan bahan baku memiliki tiga indikator yaitu jumlah bahan baku,
sumber bahan baku dan bahan baku yang diperoleh dari proses recycled.

Terhadap ketiga indikator tersebut, perusahaan tidak membuat pengungkapan


yang khusus pada uraian laporan tahunan. Namun beberapa informasi mengenai sumber
bahan baku diperoleh dari catatan laporan keuangan. Dari catatan atas laporan keuangan
diperoleh informasi supplier bahan baku yang merupakan penjelasan dari akun hutang,
namun demikian informasi berapa jumlah bahan baku tidak tersedia.

Tabel 8: Pengungkapan informasi untuk Bahan Baku

Kategori Indikator Perusa Disclosure Informasi dari catatan laporan keuangan


haan Ya Tidak Catatan atas Uraian
Jumlah IK x
bahan baku TP x
yang DSU x Tidak ada informasi
digunkan BT x
IK 9 Transaksi dg Sebagaian besar (42%) dibeli dari Arara
pihak hub abadi yang memiliki 2 170 km2 hutan
istimewa konsesi dijambi and Riau, selebihnya
kepada Linden trd, PT Ekamas, dan PT
Sumber
Intercipta.
Bahan baku TP 9 Sumber daya Hasil kloring di 7.594 ha. Memiliki HPH
(asal) bahan
baku. kehutanan & dan Hak pemanfaatan kayu hutan tanaman
uraian pinus tapi tidak diungkap berapa
manajemen
dihasilkan dalam setahun
DSU 9 Umum Dissupply dr anak prsh Daya Sakti yg sdg
pengadaan bibit 7,926,927 btg dan hasil
tebangan 12.068,16 m3, Trokorindo,
digul Daya Sakti ditambah dengan
pembelian kayu bulat dari Dasa Intiga
dan Daya Sakti Timber. Mengalami
penghentian produksi krn kekurangan bhn
baku.
BT 9 Transaksi dg Sebagian dibeli dr pihak hubungan
pihak hub istimewa
istimewa
Material IK x
yang berasal
TP x
dari proses
recycled DSU x Tidak ada informasi
BT x

Tidak banyak informasi bahan baku kayu yang digunakan yang diungkap oleh
perusahaan, sementara informasi publik memperlihatkan bahwa industri ini secara
nasional kekurangan bahan baku dan lebih buruk lagi, disinyalir adanya pasokan bahan

Halaman 22
baku secara illegal. Informasi yang diperoleh untuk PT Indah Kiat Pulp and Paper
(IKPP) menyebutkan total kebutuhan bahan baku industri ini mencapai 8.615.880
ton/tahun, sementara kebutuhan areal tanaman netto 319.107 hektar. Menurut data
Dephut, total pasokan bahan baku dari hutan tanaman yang tersedia mencapai
5.377.428 ton/tahun. Ini artinya, masih ada kekurangan pasokan bahan baku
3.238.452 m kubik/tahun. IKPP menerima bahan baku dari PT Arara yang merupakan
anak perusahaan (dalam grup APP). Ulasan media massa mengatakan, IKPP terindikasi
kuat menerima kayu iilegal kaerna PT Arara hanya mensuplly 42% bahan baku sisanya
oleh beberapa perusahaan.

Sedangkan PT Toba Pulp Lestari (TPL), kebutuhan bahan bakunya mencapai


1.080.000 m kubik/tahun. Namun dari HPHT Group dan HPH nongroup, hanya
mampu memasok bahan baku 947.970 m kubik/tahun, sehingga perusahaan tersebut
masih memiliki kekurangan sebesar 132.030 m kubik/tahun.

Kategori 2: Jumlah energi yang digunakan dalam proses produksi

Kategori ini memiliki 4 indikator yang dilihat yaitu (1) Penggunaan energi
langsung dari sumber energi primer, (2) Penggunaan energi tidak langsung dari sumber
energi primer, (3) Energi yang tersimpan karena konservasi atau perbaikan efisiensi, (4)
Initiatif penggunaan energi alternatif dan effisiensi yang diperoleh.

Dari keempat laporan tahunan perusahaan, tidak ada informasi yang tersedia
tentang penggunaan energi. Informasi dalam catatan laporan keuangan juga tidak
tersedia karena energi bukan dicatat dan disajikan sebagai akun tersendiri. Informasi
keuangan yang kemungkinan terkait adalah biaya overhead yang salah satu komponennya
adalah biaya untuk pembayaran energi. Namun laporan perusahaan tidak memerinci
sampai sedetil itu. Selain tercatat sebagai bagian dari biaya, perusahaan tidak
mengungkap bagaimana penggunaan energi dalam proses produksi.

Tabel 9: Energi

Kategori Indikator Perusa Disclosure Informasi dari catatan laporan keuangan


haan Ya Tidak Catatan atas Uraian
Penggunaan IK X Tidak Ada Informasi
energi dari
sumber
energi primer TP X

DSU X

BT X

Penggunaan IK X Tidak Ada Informasi


Energy energi tidak
TP X
langsung dari
sumber
DSU X
energi primer
BT X

Halaman 23
Energi yang IK X Tidak Ada Informasi
tersimpan
karena TP X
konservasi
DSU X
atau
perbaikan BT X
efisiensi

Initiatif IK X
penggunaan
energi
TP X Tidak Ada Informasi
alternatif dan
efisiensi yang
diperoleh
DSU X

BT X

Kategori 3: Jumlah air yang digunakan

Kategori ini memiliki 3 indikator yang akan dilihat yaitu (1) Jumlah air yang
digunakan sesuai sumbernya, (2) Jumlah air yang digunakan kembali dan (3) Inisiatif
untuk mengelola sumber air

Sama halnya dengan penggunaan energi, informasi tentang penggunaan sumber


daya air tidak tersedia. Informasi keuangan yang terkait adalah biaya dalam harga pokok
produksi, namun demikian catatan atas laporan keuangan juga tidam memerinci sampai
sedetil itu untuk biaya yang menjadi item harga pokok produksi.

Tabel 10: Penggunaan Air


Kategori Indikator Perusa Disclosure Informasi dari catatan laporan keuangan
haan Ya Tidak Catatan atas Uraian
Jumlah air IK X Tidak Ada Informasi
yang TP X
digunakan
DSU X
sesuai
sumbernya BT X
Jumlah air IK X Tidak Ada Informasi
yang
digunakan TP X
kembali DSU X
BT X
Water Inisiatif IK X Tidak Ada Informasi
untuk
mengelola TP X
sumber air DSU X
BT X

Halaman 24
Kategori 4: Biodiversity

Kategori ini memiliki 3 indikator yang akan dilihat yaitu (1) Tanah yang
dimiliki, disewakan yang memiliki biodiversity yang dilindungi, (2) Pengaruh proses
produksi terhadap biodervisity pada area yang dilindungi dan area lainnya, (3) Habitats
protected or restored, (4) Upaya untuk mengelola dampak terhadap biodiversity.

Informasi tentang biodiversity yang terlihat hanyalah luas hutan yang dimiliki
khususnya untuk perusahaan yang memiliki konsesi Hak Penguasaan Hutan (HPH).
Namun informasi bagaimana upaya menjaga biodiversity dalam HPH yang dikelola
serta bagaimana proses produksi berpengaruh terhadap hal itu tidak tersedia.

Tabel 11: Biodiversity


Kategori Indikator Perusa Disclosure Informasi dari catatan laporan
haan keuangan
Ya Tidak Catatan atas Uraian
Tanah yang IK X HPH dimiliki oleh anak perusahaan
dimiliki,
disewakan
yang TP 9 Aktiva tdk Perusahaan memiliki hak atas tanah
memiliki lancar-sumber (HGB) 276.990 m2 ,
biodiversity daya 980.460m3,,528.811 m2 ditempat
yang dimiliki kehutanan berbeda, HP seluas 150.000ha, dan
Hak pemanfaatan kayu HT Anus
Merkusir seluas 86.000 ha
DSU 9 -Umum HPH dimiliki oleh anak perusahaan.
Luas 61.470 ha, diuraikan aktiva
Biodiversity
dalam rupiah tapi tidak diuraikan luas
-aktiva tdk
lahan yang dimiliki
lancar
BT 9 -umum- Luas 605.296 hektar konsesi belum
informasi berakhir dengan areal yang belum
HPK dikelola 260.061 hektar

Kriteria 5: Emissions, Effluents, and Waste


Kategori ini memiliki 5 indikator yang akan dilihat yaitu (1) Jumlah bahan
kimia yang digunakan dalam proses produksi, (2) Jenis bahan kimia yang digunakan
dalam proses produksi jumlah limbah yang dikeluarkan proses produksi, (3) Jenis
limbah yang dikeluarkan, (4) Upaya pengelolaan limbah yang dilakukan perusahaan (5)
Pengaruh limbah terhadap lingkungan sekitar

Tidak banyak informasi yang diungkap tentang indikator di atas. Dalam uraian
laporan tahunan hanya disebutkan pengelolaan limbah dan ketaatan pada standar ISO
14001:2004, serta tidak menemukan major non comformance dalam auditnya.
Informasi keuangan yang terkait adalah biaya produksi untuk bahan kimia namun
catatan laporan keuangan tidak menyebutkan jenis bahan kimia yang digunakan serta
jumlahnya apalagi pengungkapan berbahaya atau tidaknya bahan tersebut bagi
lingkungan hidup.

Halaman 25
Catatan Laporan PT Indah Kiat yang menyebutkan kebutuhan bahan kimia
dipasok oleh perusahaan dengan hubungan istimewa yang memasok kebutuhan
precipitated calcium carbonate megafill and albaglos. Informasi keuangan terkait
indikator ini yang tersedia adalah upaya pengelolaan limbah, dengan informasi yang
diperoleh dari catatan laporan keuangan sebagai berikut:

Tabel 12: Emissions, Effluents, and Waste


Kategori Indikator Perusahaan Disclosure Informasi Dari Catatan
Laporan Keuangan
Ya Tidak Catatan Uraian
atas
Jumlah bahan IK X Tidak tersedia informasi
kimia yang
digunakan
dalam proses
produksi TP X
Emissions,
effluents,
and waste
DSU X

BT X

Jenis bahan IK Transaksi Kontrak penyediaan


bahan kimia dg pihak precipitate calcium
yang hub carbonate megafil aa and
digunakan istimewa albaglos dari PT. Sinar
dalam proses Mas Specialty
produksi TP X

DSU X

BT X

Jumlah IK X Tidak tersedia Informasi


limbah yang
dikeluarkan
proses TP X
produksi
DSU X

BT X

Halaman 26
Jenis limbah IK X
yang
dikelurkan

TP X Tidak tersedia Informasi

DSU X

BT X

Upaya IK Transaksi Bekerjasama dengan PT


pengelolaan dg pihak Sinar Mas Specialty dalam
limbah yang hub penyediaan lahan
dilakukan istimewa pembuangan limbah
perusahaan TP X

DSU X

BT X

Pengaruh IK X
limbah Tidak tersedia Informasi
terhadap
lingkunagan TP X
sekitar
DSU X
BT X

Jumlah dan jenis bahan kimia yang digunakan tidak diungkap dalam laporan
tahunan. Dari struktur biaya juga tidak terinci ke dalam biaya untuk pembelian bahan
kimia. Penggunaan bahan kimia sangat dominan pada industi ini, dan pengaruh terhadap
lingkungan sangat besar dan berbahaya bila perusahaan menggunakan bahan kimia yang
berbahaya. Laporan tahunan hanya menyebutkan bahwa perusahaan telah melakukan
Audit ISO dan tidak ditermukan non conformance aspek.

Halaman 27
Di lain pihak, Informasi publik yang diperoleh memperlihatkan IKPP diduga
mencemari sungai dan tambak karena IKPP membuang limbah beracun dan berbahaya
(B3). IKPP bekerja sama dengan pihak lain yang bersedia penyediakan lahan
pembuangan limbah.

Kriteria 6: Produksi
Indikator dalam kategori ini adalah (1) Jumlah produk yang dihasilkan, (2)
Pengaruh produk terhadap lingkungan dan (3) Pengaruh kemasan produk terhadap
lingkungan

Informasi yang diperoleh dari catatan laporan keuangan sebagai berikut:

Tabel 13: Produk dan Jasa


Kategori Indikator Perusahaan Disclosure Informasi dari catatan
laporan keuangan
Ya Tidak Catatan Uraian
atas
Jumlah produk IK X Tidak tersedia Informasi
yang dihasilkan
TP X Tidak tersedia Informasi

DSU X Tidak tersedia Informasi

BT X Tidak tersedia Informasi

Pengaruh IK X Tidak tersedia Informasi


produk
Products and terhadap TP X Tidak tersedia Informasi
Service lingkunagan
DSU X Tidak tersedia Informasi
BT X Tidak tersedia Informasi
Pengaruh IK X Tidak tersedia Informasi
kemasan
TP X Tidak tersedia Informasi
produk
terhadap
lingkungan DSU X Tidak tersedia Informasi
BT X Tidak tersedia Informasi

Catatan atas laporan keuangan tidak mengungkap jumlah produksi. Namun


dalam uraian manajemen atas kinerja perusahaan diperoleh informasi sebagai berikut:
dihasilkan

Perusahaan Jumlah produksi


IK Tidak tersedia informasi
TP 2006 = 140.629 ton: 42.058 ton bleached kraft pulp dan 98.571 ton
dissolving pulp ; 2005 total 170.703 ton
DSU - plywood = 64.002 m2, - fancy wood sales = 23.774 m2, - moulding
sales = 785m2,
Volume penjualan turun sebesar 19.478m3. Produksi berhenti 2 bln

Halaman 28
karena tdk ada bahan baku
BT Penjualan 485.372 M3 (Rp 1.278 M) turun 42% krn berkurangnya
pasokan akibat kuota jatah tebang kayu bulat

Kriteria 7: Compliance

Indikator dalam kategori ini adalah Iuran yang harus dibayar karena peraturan
regulator dan klaim/denda yang dibayar karena ketidak patuhan dengan peraturan.

Tidak terdapat pengungkapan khusus dalam uraian laporan tahunan tentang


ketaatan pada peraturan. Informasi yang tersedia dari catatan laporan keuangan adalah:

Tabel 14: Compliance


Kategori Indikator Perusaha Disclosure Informasi dari catatan laporan keuangan
an Ya Tidak Catatan atas Uraian
Iuran yang harus IK X Transaksi dg IKP setuju menyediakan dana biaya
dibayar karena pihak hub pemeliharaan dan konsesi hutan kepada
peraturan regulator istimewa PT. Arara dicatat sebagai aktiva tidak
Compliance
lancar-uang muka hubungan istimewa
TP X Kewajiban Tidak tersedia informasi
lancar
DSU 9 Biaya reboisasi, provisi sumber daya
hutan Rp. 1.257 juta dicatat sebagai
kewajiban lancar dan sebesar (termasuk
pajak) senilai Rp. 3.572.363.622
dibayar oleh anak perusahaan Daya
Sakti
BT X Tidak tersedia informasi

Kriteria 8: Transport
Indikator dalam kategori ini adalah pengaruh jenis moda transportasi yang
digunakan dalam proses produksi yang berpengaruh terhadap lingkungan.

Informasi tentang transport dan jenis moda yang digunakan untuk mengangkut
baik bahan baku maupun bahan jadi tidak tersedia sama sekali baik dalam uraian laporan
tahunan maupun catatan atas laporan keuangan. Informasi yang tersedia hanyalah biaya
transportasi yang termasuk dalam biaya harga pokok produksi.

Tabel 15: Transport


Kategori Indikator Perusaha Disclosure Informasi dari catatan laporan keuangan
an Ya Tidak Catatan atas Uraian
Pengaruh jenis IK X Tidak tersedia informasi
moda transportasi
TP X Tidak tersedia informasi
yang digunakan
Transport dalam proses DSU X Tidak tersedia informasi
produksi yang
BT X Tidak tersedia informasi

Halaman 29
Kriteria 9: Overrall
Indikator dalam kategori ini adalah jumlah dan sumber pembiayaan
pengelolaan hutan dan lingkungan. Informasi untuk pembiayaan pengelolaan hutan
terlihat dari laporan arus kas investasi penambahan hutan sbb:

Tabel 16: Overall


Kategori Indikator Perus Disclosure Informasi dari catatan laporan
ahaan keuangan
Ya Tidak Catatan Uraian
atas
Jumlah dan IK X Tidak tersedia informasi
sumber
pembiayaan
Overall TP X Arus kas untuk sumber daya
pengelolaan
hutan dan hutan US$ (2.016.000)
lingkungan DSU X Arus kas untuk penambahan
HTI Rp. (54.177.522)

BT X Arus kas untuk penambahan


HTI Rp. (1.618.111.300),
pinjaman dana reboisasi
diperoleh anak perusahaan

Dari kategori dan indikator lingkungan yang dibahas di atas terlihat bahwa
perusahaan menyajikan informasi lingkungan bukan ditujukan secara khusus untuk
pengungkapan atas aspek lingkungan. Sebagian besar indikator lingkungan versi GRI
tidak tersedia dalam catatan laporan keuangan. Beberapa Informasi lingkungan dapat
diperoleh dalam catatan laporan keuangan ditujukan untuk memperjelas akun-akun
laporan keuangan neraca, laba rugi dan arus kas. Oleh karena tujuan penyajian adalah
menjelaskan laporan keuangan, informasi lingkungan tidak informatif dan lengkap dan
masih memerlukan analisis tambahan dari pembaca untuk memahaminya.

Halaman 30
5 PERAN PROFESI DAN REGULATOR UNTUK
PENINGKATAN KUALITAS PENGUNGKAPAN
KONDISI LINGKUNGAN

Pengungkapan oleh perusahaan yang sudah cukup ketat diatur adalah


perusahaan publik yang tercatat di BEJ. Bapepam melalui peraturan nomor
X.K.1: tentang keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada
publik. Lampiran : Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep-86/PM/1996
Tanggal : 24 Januari 1996, yaitu mengatur informasi penting menyangkut
Informasi atau Fakta Material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga
efek atau keputusan investasi pemodal, sebagai berikut:
. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau
pembentukan usaha patungan;
. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham
. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya
. Perolehan atau kehilangan kontrak penting;
. Produk atau penemuan baru yang berarti;
. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam
manajemen;
. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran Efek yang
bersifat utang;
. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas
yang material jumlahnya;
. Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material
. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;
. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau
direktur dan komisaris perusahaan;
. Pengajuan tawaran untuk pembelian Efek perusahaan lain;
. Penggantian Akuntan yang mengaudit perusahaan;
. Penggantian Wali Amanat;
. Perubahan tahun fiskal perusahaan;

Terlihat bahwa Bapepam belum secara khusus mensyaratkan pengungkapan


informasi dan transparansi informasi lingkungan. Informasi lingkungan belum
menjadi poin yang dianggap material untuk dipublikasikan. Sementara
Keputusan Ketua Bapepam No KEP-06/PM/2000 tentang perubahan
peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan keuangan juga
tidak menyinggung mengenai pengungkapan informasi lingkungan.

Halaman 31
Sementara secara praktik yang ada di lingkungan internasional diperkirakan
hanya 1% dari laporan yang berisi informasi lingkungan di Asia dan Australasia
yang berasal dari Indonesia. 3 Sementara upaya perbaikan disclosure dalam
annual report juga dilakukan melalui annual report award yang merupakan
inisiasi untuk perbaikan pengungkapan. Dengan kriteria informasi lingkungan
yang dinilai dalam annual report termasuk dalam informasi good corporate
governance yang meliputi uraian mengenai aktivitas dan biaya yang dikeluarkan
berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan
lingkungan. Uraian mencakup jenis aktivitas berkaitan dengan:
• Konsumen: Deskripsi mengenai komitmen perusahaan terhadap
perlindungan konsumen.
• Karyawan: Uraian mengenai pengakuan hak-hak karyawan terutama
mengenai persamaan kesempatan kepada seluruh karyawan.
• Komunitas: Uraian mengenai “community development program” yang
telah diberikan dan policy perusahaan atas hal ini termasuk tersedianya
akses atas informasi yang relevan kepada komunitas.
• Lingkungan, kesehatan dan keamanan: Uraian mengenai standar yang
dipakai untuk aktivitas kelestarian lingkungan, kesehatan dan keamanan.
• Biaya yang telah dikeluarkan.

Selain Annual Report Award, juga pernah diselenggarakan Indonesian


Sustainability Reporting Award (ISRA) oleh IAI kompartemen Akuntan
Manajemen untuk memberikan pengakuan kepada perusahaan yang secara
sukarela telah mempublikasikan informasi lingkungan, sosial dan sustainabilitas.
Award ini juga diharapkan akan mendorong perusahaan lain untuk membuat
laporan lingkungan karena meningkatnya kesadaran akan transparansi dan
pengungkapan.

IAI sebagai organisasi profesi selain mendorong dan membangun kepedulian


pengungkapan lingkungan sebenarnya dapat lebih memaksakan kebutuhan ini
dengan menjalankan perannya sebagai standard setting body. Peran ini dengan
membuat standar yang memasukkan isu lingkungan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dengan laporan keuangan yang harus diaudit. Dengan adanya
standar, mau tidak mau perusahaan akan menyesuaikan sistem informasi guna
memenuhi kebutuhan pelaporan sesuai standar. Setelah pelaporan memenuhi
kriteria standar dengan isu lingkungan maka wacara enviromental audit dapat
dikembangkan bersama dengan audit keuangan.

3 An Introduction to sustainality reporting for organization in Indonesia, ACCA, August 

2004, p 13 

Halaman 32
6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pengungkapan yang memadai atas informasi lingkungan perusahaan merupakan


langkah awal menuju pengelolaan hutan dan lingkungan yang lebih baik. Saat ini
pengungkapan masih bersifat voluntary sehingga kesadaran tentang hal ini masih
berjalan lambat.
2. PSA no 32 sudah dipedomani dalam Penyajian dan Pengungkapan tentang
informasi lingkungan masih baik dalam penyajian laporan keuangan maupun catatan
laporan keuangan, tapi belum berlaku untuk perusahaan pulp and paper. Dalam
catatan laporan keuangan pengungkapan informasi HPH belum terlihat.
3. Informasi lingkungan baik mulai dari input, proses dan penggunaannya ataupun
dampak atas lingkungan tidak diungkap oleh perusahaan dalam laporan keuangan
Tidak banyak indikator lingkungan versi GRI yang dapat diperoleh dari catatan
laporan keuangan. Indikator GRI yang dapat dielaborasi lebih jauh dari catatan
laporan keuangan hanyalah indikator bahan baku, tanah yang dimiliki, dan iuran
reboisasi. Informasi bahan baku diperoleh dalam penjelasan hutang kepada supplier.
Tanah yang dimiliki diuraikan pada uraian sumber daya kehutanan.

Saran

1. Untuk mempercepat pengungkapan informasi yang memadai harus diatur dalam


peraturan yang diberlakukan bagi perusahaan publik. Peran Bapepam sebagai
regulator dan Lembaga Profesi sangat penting untuk mempercepat upaya ini melalui
penetapan reulasi atau standar yang harus diikuti oleh perusahaan.
2. IAI dapat berperan sebagai standard setting body dengan membuat standar yang
memasukkan isu lingkungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan
keuangan yang harus diaudit. Pengungkapan informasi lingkungan secara memadai
mengacu pada best practices. Dengan keharusan pencatatan dan pengungkapan
sebagaimana diatur standar perusahaan akan menyesuaikan sistem informasi guna
memenuhi kebutuhan pelaporan sesuai standar.
3. Apabila standar dan regulasi tersedia, selanjutnya dirancang pendekatan
enviromental audit sebagai bagian dari audit yang dilakukan oleh pihak independen
untuk menguji bagaimana manajemen pengelolaan lingkungan dan
pengungkapannya di laporan.

Halaman 33
Daftar Referensi

Ali Darwin, Ak., Msc, Akuntabilitas, Kebutuhan Pelaporan dan pengungkapan


CSR bagi perusahaan di Indonesia, Desember 2006.

An Introduction to sustainality reporting for organization in Indonesia, ACCA,


August 2004

Corporate Ethics and Sustanability: Building the bottom line through (good)
corporate citizenship, prepared by world bank/IMF annual meeting, September 2000.

Daru Setyo Rini, S.Si, Minimalisasi Limbah dalam industri Pulp and Paper,
Lembaga Kajian Ekologi dan lahan basah, http: www.terranet.com/
TerraNet_MINIMASI LIMBAH DALAM INDUSTRI PULP AND PAPER.htm
diakses 21/5/07.

Deloitte Touche Tomatsu, Sustainability Reporting Scorecard, July 2002

Energy Efficiency and the Pulp and Paper Industry, Lars J. Nilsson, Eric D. Larson,
Kenneth Gilbreath, and Ashok Gupta

Hutan Indonesia Menjelang Kepunahan, WALHI, http: Hutan Indonesia


Menjelang Kepunahan.htm diakses 22/05/07

Industri pulp dan Kertas, Sinar Harapan, http:www.sinarharapan.com/Indutri


pulp dan kertas.htm, diakses 20/5/07

Pidato Arahan Kabaplanhut Rakernis Baplanhut, Http: wwwdephub.go.id/


Pidato Arahan Kabaplanhut Rakernis Baplanhut 2001.htm

Laporan Tahunan PT Daya Sakti Unggul, 2006

Laporan Tahunan PT Toba Pulp, 2006

Laporan keuangan Audited PT Indah Kiat Pulp & Paper, 2002

Laporan Keuangan Audited PT Barito Pasific Timber, 2002

Reformasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kertas Posisi, 17 September 2004,


WALHI, http: www.walhi.or.id/Reformasi Pengelolaan Lingkungan Hidup.htm diakses
22/05/07

Halaman 34
The GRI Guidelines, The Sustainability Reporting Guidelines help organizations
determine what they should report on and how they should report it, bahan seminar
Sustanability Reporting,2007.

Halaman 35
 

You might also like