Professional Documents
Culture Documents
PENGARUH JARAK TANAM YANG BERBEDA TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN Eucheuma cottonii DENGAN METODE LEPAS DASAR DI PERAIRAN TELUK GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT (NTB)
Artikel Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Dr. Ir. HAPPY NURSYAM, MS. NIP. 19600322 198601 1 001 Tanggal:
Ir. PURWOHADIJANTO NIP. 19480920 198103 1 001 Tanggal: MENYETUJUI, DOSEN PEMBIMBING II
Pengaruh Jarak Tanam yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Eucheuma Cottonii Dengan Metode Lepas Dasar di Perairan Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) Oleh : Moh. Awaludin Adam* Purwohadijanto** M. Rasyid Fadholi** Proximity Effect of Different Plant Growth Rate Eucheuma cottonii Remove Method Gerupuk Gulf Elementary, Central Lombok, West Nusa Tenggara (NTB) By : Moh. Awaludin Adam* Purwohadijanto** M. Rasyid Fadholi** Abstrak Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau dikenal dengan nama lain ganggang laut, seaweed atau agar-agar. Salah satu jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan secara intensif di wilayah perairan pantai adalah Eucheuma cottonii. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jarak ikat tanam yang sesuai untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii di perairan Teluk Gerupuk dengan metode lepas dasar. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) karena berlangsung pada kondisi lapang dengan 4 perlakuan jarak ikat yang berbeda yaitu perlakuan A (15 cm), perlakuan B (20 cm), perlakuan C (25 cm) dan perlakuan D (30 cm). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jarak ikat tanam yang berbeda pada rumput laut jenis Eucheuma cottonii menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap metode tanam lepas dasar. Perlakuan A (dengan jara 15 cm) memberikan pertumbuhan paling tinggi dengn hasil analisa regresi didapatkan persamaan linier pada pertumbuhan mutlak y = 125,072,424x dengan nilai R2 = 0,99 dan pada laju pertumbuhan y = 108.53 0.177x dengan nilai R2 = 0,97. Pada penelitian ini disarankan untuk menerapkan penanaman rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii dengan metode lepas dasar sebaiknya berjarak 15 cm pada jarak ikat tanam dengan bobot tanam 100 gram. Kata kunci : Eucheuma cottonii, jarak ikat tanam, pertumbuhan Abstrack One Indonesian marine living resources are potentially enough seaweed or other known marine algae, seaweed or agar-agar. One type of seaweed that has been cultivated intensively in the inshore areas is Eucheuma cottonii. The purpose of this study is to determine the appropriate planting distances tied to the growth of Eucheuma cottonii in the waters off the Gulf Gerupuk basic method. The experimental design in this study was Randomized Block Design (RAK) since going on the field conditions with four different bonding distance treatment is treatment A (15 cm), treatment of B (20 cm), treatment C (25 cm) and treatment D (30 cm). From this research we can conclude that the distance bunch of different plant species Eucheuma seaweed cottonii showed a highly significant difference on the planting method freelance basis. Treatment A (with the auger 15 cm) gave the highest growth with less result of linear regression analysis obtained in the growth equation y = 125.07-2.424 x absolute value of R2 = 0.99 and the growth rate y = 108.53-0.177x R2 value = .97. In this study recommended to implement the planting of the species Eucheuma seaweed cottonii freelance basis method is better at a distance of 15 cm with a weight belt planting planting 100 grams. Keyword : Eucheuma cottonii, belt planting distance , growth
*Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang sedang menempuh semester akhir **Dosen pembimbing Skripsi
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting pembangunan nasional. tersebut komparatif dalam ekonomi mendukung daerah dan
rumput laut sangat menjanjikan. Jika menilik kebutuhan yang rata-rata dunia, pasar setiap 21,8 dunia ke
sekarang
Sumber
daya
pemenuhan untuk memasok permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya pasokan berkisar dari 13,1%. Indonesia Rendahnya disebabkan
mempunyai karena
tersedia
jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas
karena kegiatan budidaya yang kurang baik dan kurangnya informasi tentang potensi rumput laut kepada para petani (Putra, 2008). Dalam upaya mengembangkan
penawaran yang kompetitif (Syafikri, 2009). Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, minuman dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut
usaha budidaya rumput laut yang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial
ekonomi nelayan di Nusa Tenggara Barat (NTB), Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Mataram melakukan pengkajian
budidaya rumput laut Eucheuma cottonii selama 2 tahun, yaitu pada bulan Juli 1996 sampai dengan Maret 1997 di Teluk Serewe dan April 1997 sampai dengan Maret 1998 di Teluk Ekas, Kabupaten pengkajian Lombok di Timur. Teluk Hasil Serewe
penting dalam
dalam Bawa, Putra dan Ida, 2007). Masyarakat sekitar pantai telah mengenal dan memanfaatkan rumput laut dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai bahan obat tardisional maupun bahan makanan. Selain itu rumput laut juga dimanfaatkan untuk kesehatan
menunjukkan bahwa budidaya rumput laut Eucheuma cottonii menggunakan rakit terapung ukuran 10 m x 10 m, memberikan laju pertumbuhan dan
(Susanto, 2009). Saat ini rumput laut di Indonesia banyak dikembangkan di pesisir pantai Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat panjangnya garis pantai Indonesia (+ 81.000 km), maka peluang budidaya
produktivitas yang tertinggi di lokasi tersebut. Waktu tanam yang optimal adalah bulan April s/d September.
rumput laut yang menggunakan rakit terapung ukuran 5 m x 5 m dan 5 m x 10 m, memberikan laju pertumbuhan dan produktivitas yang tertinggi dengan
(berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau rawan mengandung lunak (cartilagenous), zat bagaikan kapur tulang
waktu tanam yang optimal adalah April s/d September (Nazam, Prisdiminggo dan Arief, 2004). Sehingga perlu
dilakukan suatu penelitian mengenai jarak ikat tanam yang memberikan laju pertumbuhan optimal untuk diterapkan pada setiap metode budidaya rumput laut, baik secara lepas dasar maupun menggunakan rakit apung. Menurut Anggadiredja, Achmad, Heri dan Sri, (2006) klasifikasi dari Eucheuma berikut : Divisio Kelas : Rhodophyta : Rhodophyceae cottoniI adalah sebagai
(calcareous},
berserabut
(spongeous) dan sebagainya (Soegiarto dan Putra, 1978 dalam Kamlasi, 2009). Lebih lanjut menurut Kamlasi (2009), ciri-ciri Eucheuma cottonii
percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spine Eucheuma cottonii tidak teratur menutupi thallus dan licin,
Bangsa : Gigartinales Suku Marga Jenis : Solieriaceae : Eucheuma : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) Rumput laut merupakan
cabang-cabangnya.
Permukaan
cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks. Eucheuma cottonii, dari divisio algae merah dan marga Eucheuma umumnya tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau daerah yang selalu terendam air (subtidal) melekat pada substrat di dasar perairan. Persyaratan lain untuk tumbuhnya jenis ini adalah adanya gerakan air, cahaya yang cukup untuk terjadinya variasi suhu dan
ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio rhodophyta. ini
Keseluruhan
dari
tanaman
merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut bermacam-macam, ada yang bulat seperti tabung, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel
memperoleh aliran air laut yang tetap. Kondisi tersebut sangat ideal untuk perairan yang memiliki pantai dengan daerah pasang surut yang relatif luas dengan pasokan aliran air yang tetap, sehingga pada saat surut daerah pantai tidak mengalami kekeringan. Selain itu pantai-pantai juga memiliki tingkat sangat
Dalam pertumbuhannya rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk proses meskipun photosynthesa, hidupnya karena di itu
bawah
permukaan laut tetapi yang tidak terlalu dalam. Pada umumnya rumput laut terdapat di sekitar pantai dalam jumlah dan jenis beragam, namun hanya
beberapa jenis saja yang dapat dimakan karena alasan rasa. Agar tidak rancu mengenai rumput laut, rumput laut yang dimaksud phaecophcease Walaupun tersebut dan adalah
Sedangkan Aslan (1998) menyatakan bahwa umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati. Proses fotosintesa rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh sinar matahari saja, tetapi juga membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang cukup baik makro maupun mikro. Unsur hara ini banyak didapatkan dari lingkungan air yang diserap langsung oleh seluruh bagian tanaman. Untuk mensuplai unsur hara ini biasanya dilakukan pemupukan selama budidaya. Untuk membantu
sebenarnya
jenis rumput yang tumbuh di perairan Indonesia. Ada beberapa jenis yang sudah dikenal atau diperdagangkan di luar maupun dalam negeri, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang telah dibudidayakan, diantaranya adalah jenis Eucheuma, Glacilaria dan Gelidium dengan beberapa speciesnya (Anonymous, 2009b). 1.2 Perumusan Masalah Dari permasalahan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang ada yaitu: Terdapat perbedaan antara masingmasing terutama perairan terhadap di Indonesia
pertumbuhan
menyediakan unsur hara dalam jumlah yang optimal dan supaya cepat diserap oleh rumput laut ini, maka harus
rumput laut jenis Eucheuma cottonii Jarak ikat tanam yang berbeda menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
disediakan unsur hara yang sudah dalam keadaan siap pakai (ionik) (Putra, 2008).
Jarak ikat tanam yang sesuai untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii di perairan Teluk Gerupuk dengan metode lepas dasar Jarak ikat tanam yang memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik dan optimal bagi pertumbuhan
(NTB),
pada
bulan
Februari
2010
sampai April 2010. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Materi Penelitian 2.1.1 Alat-alat penelitian Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain patok (besi dan bambu), timbangan dapur (khitchen scale), martil, tali ris, jaring pengaman,
kualitas air, secchi disk, kain (3 x 3 m), pisau, gunting dan spidol. 2.1.2 Bahan-bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit rumput laut, aquadest, tissue, tali rafia, nylon cable, bambu dan fiber plastik. 2.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang
diterapkan dalam budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii Standar kualitas rumput laut yang diterapkan oleh industri pada
pembudidaya rumput laut dengan metode lepas dasar 1.5 Hipotesis Ho : Diduga dengan jarak tanam yang berbeda terhadap tidak laju berpengaruh pertumbuhan
kegiatan percobaan untuk melihat suatu hasil atau hubungan kausul antara variable-variabel yang diselidiki. Tujuan eksperimen adalah untuk menemukan hubungan sebab dan akibat antara variabel (Muhammad, 1992). Penelitian eksperimen dilakukan adalah dengan penelitian yang
Eucheuma cottonii dengan metode lepas dasar di Perairan Teluk Gerupuk. H1 : Diduga dengan jarak tanam yang berbeda laju cottonii berpengaruh terhadap Eucheuma lepas pertumbuhan dengan
metode
mengadakan
dasar di Perairan Teluk Gerupuk. 1.6 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi uji coba budidaya rumput laut Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok,
manipulasi terhadap objek penelitian dan adanya kontrol (Natzir, 1983). 2.3 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) yang
Stasiun Gerupuk, Teluk Gerupuk, Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
disusun
dengan
menggunakan
digunakan dalam penelitian ini adalah sidik ragam yaitu suatu cara untuk menguraikan ragam total menjadi
perlakuan dan 4 kali ulangan. 2.4 Parameter Uji 2.4.1 Pertumbuhan Mutlak Pertumbuhan mutlak merupakan suatu selisih pertumbuhan antara
komponen ragam. Bila F Hitung > F 5%, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat
kepercayaan 95%. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pertumbuhan Mutlak Hasil penelitian mengenai
pertumbuhan pada waktu tertentu (Wt) dan pertumbuhan waktu awal (Wo) (Affandie, et.al., 2002 dalam Amiluddin, 2007) dengan rumus : Pertumbuhan Mutlak = Wt1 Wt0 Dimana : Wt1 = pertumbuhan pada waktu t dan Wt0 = pertumbuhan waktu awal 2.4.2 Laju Pertumbuhan Pengukuran dan penghitungan bobot rumput laut sangat penting karena berhubungan pertumbuhan sebagai erat yang dengan akan laju
pertumbuhan mutlak dari Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
digunakan dalam Gambar 1. Pertumbuhan Mutlak Eucheuma Cottonii Dari analisa sidik ragam dan uji BNT menunjukkan perlakuan yang berbeda sangat nyata sehingga diperoleh
parameter
utama
menggunakan rumus menurut Amin, et.al., (2005) berikut G = (Wt/Wo )1/t x 100% Dimana : G = laju pertumbuhan harian t = lama penanaman, Wt = berat tanaman saat t hari; 1 = konstanta, dan Wo = berat tanaman awal. 2.5 Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian, dengan dianalisa secara statistik analisa
persamaan regresi linier y = 125.07 2.42x, dengan R2 = 0,99 dan hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
menggunakan
keragaman (Uji BNT) sesuai dengan rancangan yang digunakan rancangan acak kelompok (RAK). Analisa yang Gambar 2. Regresi Linier Pertumbuhan Mutlak Eucheuma cottonii
3.2 Laju Pertumbuhan Hasil penelitian mengenai laju pertumbuhan dari Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 3 berikut :
mengalami peningkatan pertumbuhan yang signifikan. Hal tersebut dapat diamati pula pada grafik pertumbuhan yang cenderung Hasil bahwa mengalami penelitian terdapat
peningkatan. menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata dari tiap perlakuan jarak ikat tanam. Dimana hasil yang memberikan pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan paling tinggi adalah perlakuan A (jarak ikat tanam 15 cm) dan yang paling rendah Gambar 3. Laju Pertumbuhan Eucheuma cottonii adalah perlakuan D (jarak ikat tanam 30 cm). Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan daya ikat antar rumput laut pada saat terhempas gelombang dan arus laut. Karena semakin erat ikatan
Dari analisa sidik ragam dan uji BNT menunjukkan perlakuan yang berbeda sangat nyata sehingga diperoleh
persamaan regresi linier y = 108.53 0.17x, dengan R2 = 0,97 dan hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :
sesama rumput laut maka kesempatan untuk tumbuh dan berkembang semakin tinggi. Thallus yang menjadi faktor utama dalam pertumbuhan
membutuhkan perlindungan tersendiri dari hempasan gelombang dan arus laut sehingga akan sulit terjadi kerontokan thallus pada saat terjadi gelombang dan arus. Sebaliknya apabila jarak ikat
tanam lebih renggang maka daya tahan terhadap hempasan gelombang dan arus akan semakin rendah/kecil. Hal ini Gambar 4. Regresi Linier Laju Pertumbuhan Eucheuma cottonii Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh pada data pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan akan menyebabkan lebih mudah terjadi kerontokan pada thallus saat terjadi hempasan gelombang dan arus laut. Menurut Sutjiptorahadi, (1996)
menyatakan bahwa pada metode lepas dasar pertumbuhan Eucheuma cottonii sangat tergantung dari kualitas perairan dan jarak ikat tanam yang diterapkan.
Semakin kecil jarak ikat tanam maka akan memberikan suatu keuntungan pada daya ikat antar bibit pada saat adanya gelombang laut. Hal ini
bergantung pada tingkat kejernihan air laut. Semakin jernih air laut, semakin besar pula kemungkinan ditemukannya alga di perairan yang lebih dalam (Susanto, 2009). Dari kecerahan tersebut dapat
Eucheuma cottonii pada jarak tanam yang rendah dengan metode lepas dasar berpengaruh positif terhadap
proses fotosintesis yang tinggi pula. Terutama sinar merah yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut untuk proses pembakaran energi yang ada untuk energi pertumbuhan. Gelombang pengadukan yang menjadi di faktor
pertumbuhan bibit. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Adapun beberapa faktor pendukung yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : Arus pada perairan Teluk Gerupuk pada saat penelitian yang cukup besar berkisar antara 1/101/30 m/s. Hal tersebut dapat memberikan
mineral
perairan
pengadukan yang cukup tinggi untuk penyebaran mineral secara merata pada lingkungan perairan. Rusman (2009) menyatakan bahwa
pengaruh pada pergantian oksigen secara berkelanjutan, baik karena arus bawah pada saat pasang
gelombang dan arussangat berperan penting mineral dalam dalam proses perairan distibusi dengan
maupun arus atas pada saat air laut surut, dalam menurut Amin, Mubarak et.al., (1999) (2005)
kisaran optimal 20-40 cm/s. Selain faktor tersebut di atas, adapun faktor pendukung lainnya yaitu : suhu yang berkisar antara 24 27OC, kandungan oksigen terlarut (DO)
menyatakan kondisi perairan yang optimum untuk budidaya Eucheuma sp. adalah kecepatan air sekitar 20 40 cm/dtk Kecerahan yang cukup tinggi dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan E. cottonii. Kecerahan di lokasi penelitian
6,5
8,
berkisar antara 80-100% pada saat surut dan antara 50-70% pada saat pasang. tumbuh Kedalaman juga tempat alga
mendukung untuk pertumbuhan yang optimal bagi E. cottonii. Mubarak (1999) dalam Amin, et.al, (2005) menyatakan kondisi perairan yang
berbeda-beda,
optimum untuk budidaya Eucheuma sp. adalah dasar perairan cukup keras, tidak berlumpur, kisaran
pertumbuhan rumput laut terletak pada pertambahan perkembangan dari jumlah thallus yang semakin banyak tumbuh.
salinitas 28-34 ppt (optimum 33 ppt), suhu air berkisar 20-280C dengan fluktuasi harian maksimal 4 C, rumput perairan
0
kecerahan tidak kurang dari 5 m Dari perhitungan regresi yang diperoleh, pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii menunjukkan
Lombok
Selatan
dapat
dikategorikan 100% mampu bertahan hidup apabila dilihat dari data yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :
perbedaan dengan pertumbuhan pada ikan secara umumnya pertumbuhan yang yang
menunjukkan
cenderung membentuk kurva kuadratik. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan Eucheuma semakin sp. yang semakin tanpa hari ada
meningkat
pertumbuhan yang melambat samapi titik panen. Petumbuhan ini ditandai dengan makin banyaknya thallus yang berkembang. Trono, (1974) dalam Gambar 5. Kelulushidupan E. cottonii Dari menunjukkan hasil bahwa tiap penelitian perlakuan
Amin, et.al., (2005) menyatakan bahwa makin besar gerakan air, makin banyak difusi yang menyebabkan semakin cepat proses serta
metabolisme
(jarak ikat tanam 15 cm, 20 cm, 25 cm dan 30 cm) memberikan yang seragam tingkat yaitu
mengakibatkan pertumbuhan tanaman semakin cepat. Selain itu, arus berfungsi menghomogenkan massa air sehingga fluktuasi salinitas, suhu, pH, dan zat-zat terlarut dapat dihindari. Lebih jelas diungkapkan oleh Amin, et.al, (2005) bahwa apabila arus yang diperoleh sama pada tiap bagian tali rentang, maka kesempatan untuk tumbuh akan sama, baik untuk thallus yang berada di bagian tepi maupun thallus yang berada di bagian tengah. Dari hal tersebut
kelulushidupan
100%. Hal tersebut berarti perairan Teluk Gerupuk yang digunakan sebagai lokasi penelitian memiliki potensi yang sangat tinggi untuk budidaya Eucheuma cottonii karena mampu memberikan tingkat kelulushidupan yang seragam pada tiap perlakuan jarak ikat tanam. Hal ini disebabkan oleh kualitas perairan Teluk Gerupuk yang mendukung untuk kelangsungan hidup bibit Eucheuma
cottonii yang ditanam. Terutama dari arus dan ombak yang relatif tenang dan kecerahan yang tinggi untuk tanaman dapat melakukan kegiatan fotosintesis dalam menghasilkan energi. Sehingga thallus dapat tumbuh dengan subur. Menurut Samsuarip, (2006) menyatakan arus dan ombak yang berkekuatan besar dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman seperti patah, atau
Sedangkan pada saat musim setelah penghujan tingkat pertumbuhan dan kelulushidupannya mulai stabil lagi
karena mulai berkurangnya endapan lumpur terbawa oleh hujan. Ambas, (2006) perairan menyatakan yang bahwa dasar dapat
berlumpur
mengganggu proses fotosntesis karena mampu menurunkan penetrasi cahaya yang akan menuju perairan. Hal menjadi pembudidaya menanamkan tersebut di atas yang para untuk perairan
terlepas dari substratnya. Selain itu penyerapan zat hara dapat terhambat karena belum sempat diserap telah dibawa kembali oleh arus. Sedangkan menurut Rusman, (2009) menyatakan kelulushidupan tergantung matahari dari dalam Eucheuma intensitas fotosintesis cottonii cahaya dan
Lombok dengan metode lepas dasar. Selain itu wilayah yang sangat jauh dari transportasi merupakan alasan lain
besarnya arus serta ombak yang dapat menyebabkan thallus rontok atau patah. Namun dalam kurun waktu satu tahun perairan Teluk Gerupuk memiliki tingkat kesuburan yang berbeda, yaitu pada saat musim sebelum penghujan, musim penghujan dan musim setelah penghujan. Dimana sebelum musim penghujan tingkat kesuburan perairan sangat tinggi karena belum terbanyak endapan lumpur yang dapat
untuk para pembudidaya melakukan usahanya di perairan tersebut. Namun, akhir-akhir ini merupakan suatu program khusus dari Departemen Kelautan dan Perikanan khususnya Balai Budidaya Laut (BBL)Lombok untuk melakukan pengembangan budidaya rumput laut dari jenis Eucehuma cottonii, Ptilophora sp., dan Gelidium amansii dalam rangka pengembangan dunia perikanan dari hasil non-ikan. 3.4 Kualitas Air Data kualitas air yang diperoleh selama penelitian berlangsung dapat dikategorikan kualitas air dari perairan Lombok Selatan khususnya Teluk
menghambat pertumbuhan dari rumput laut. Pada saat musim penghujan dari
tingkat
pertumbuhan
rata-rata
rumput laut sangat rendah disebabkan banyaknya endapan lumpur pada saat hujan. Lumpur yang terdapat di daratan akan terbawa turun oleh air hujan menuju tempat penanaman rumput laut.
Gerupuk sangat memungkinkan untuk adanya usaha budidaya rumput laut baik
dari jenis Eucehuma cottonii, Ptilophora sp., maupun Gelidium amansii dapat dilihat pada gambar 6 berikut :
antara 3060 cm, kejernihan air tidak kurang dari 5 cm, kisaran kadar garam 2834
o
/oo,
pH
air
antara
79,
mengandung cukup makanan berupa makro dan mikro nutrien dan suhu air (2028OC) dengan fluktuasi harian maksimum 4OC. Namun, sebelumnya yang sudah menjadi dijelaskan masalah
pada budidaya rumput laut di perairan Lombok Gambar 6. Kualitas Air Harian Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kisaran dari nilai tersebut dapat dikategorikan sangat cocok untuk Selatan secara umumnya
adalah masalah endapan lumpur yang tergolong banyak. Oleh karena itu, perlu adanya suatu langkah khusus untuk penanggulangan masalah tersebut serta adanya bulan-bulan tertentu yang tidak bisa ditanami rumput laut yaitu pada saat musim penghujan karena tingkat kesuburan dari perairan tersebut sangat rendah. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang
budidaya rumput laut secara umumnya sesuai dengan kisaran rata-rata kualitas air yang dibutuhkan Eucheuma cottonii untuk dapat hidup dan berkembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mubarak (1999) dalam Amin, et.al, (2005) bahwa kondisi perairan yang optimum untuk budidaya Eucheuma sp. adalah
kecepatan air sekitar 2040 cm/dtk, dasar perairan cukup keras, tidak
berlumpur, kisaran salinitas 28-34 ppt (optimum 33 ppt), suhu air berkisar 20280C dengan fluktuasi harian maksimal 40C, kecerahan tidak kurang dari 5 m. Sedangkan menyatakan Samsuarip bahwa selain (2006) harus
beberapa kesimpulan bahwa : Pertumbuhan sangat Eucheuma dari dan cottonii tingkat dasar
tergantung perairan
kesuburan
perairan yang akan menjadi lokasi tanam rumput laut tersebut Pertumbuhan mutlak dari Eucheuma cottonii hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A (dengan jarak bibit 15 cm) memiliki tingkat pertumbuhan paling tinggi
dipertimbangkan kelayakan lokasi, juga perlu diperhatikan daya dukung lahan yang meliputi dasar perairan agak keras yang terdiri dari pasir dan karang serta bebas dari lumpur, pada waktu surut masih digenangi air dengan kedalaman
pertumbuhan paling rendah dengan nilai R2 = 0,99 dan R2 = 0,97 dengan persamaan regresi linier adalah y = 125,072,424x dany = 108,530,177x 4.2 Saran Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan bahwa : Dari perlakuan yang diberikan pada percobaan penelitian ini, penulis menyarankan agar dalam budidaya Eucheuma cottonii dengan metode lepas dasar untuk menerapkan
FASE II KAB. SELAYAR) ; Budidaya Rumput Laut. Yayasan Mattirotasi. Makasar. 5 hal. Amiluddin, N.M. 2007. Kajian Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Terkena Penyakit Ice Ice di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 15 hal. Amin, T. P., Rumayar, Femmi N.F., D. Kemur dan IK Suwitra. 2005. Kajian Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cotonii) dengan Sistem dan Musim Tanam yang Berbeda di Kabupaten Bangkep Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.2, Juli 2005 : 282-291 Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri, P., dan Sri I. 2006. Rumput Laut; Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 50 hal. Aslan, Laode. 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 46 hal Bawa, A.A., Bawa Putra dan Ida Ratu, L. 2007. Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan Dari Rumput Laut Jenis (Eucheuma cottonii). Jurnal Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. 14 hal. Kamlasi. 2009. Budidaya Eucheuma cottonii. Thesis.rtf. 25 hal. Muhammad, S. 1992. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan. . LUW / UNIBRAW/
jarak ikat tanam 15 cm dengan bobot tanam 100 gram Selain itu perlu juga adanya
penelitian mengenai musim tanam yang berbeda bagi rumput laut, karena tiap tahun perairan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda. Antara sebelum musim penghujan, pada saat musim hujan dan setelah musim hujan
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2009a. Hasil Kajian Potensi Rumput Laut di Kabupaten Rote Ndao. Perkembangan Ekonomi Makro Regional. Kupang. 36 Hal. ----------------, 2009b. Aspek Produksi Budidaya Rumput Laut. kliping dunia ikan dan mancing.htm. Wordpres.com. 4 hal. Ambas, Irvan. Budidaya 2006. Pelatihan Laut (COREMAP
FISH Fisheries Project Malang. 137 hal. Natzir, M. 1998. Metode Penelitian. Cetakan III Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal. Nazam, Prisdiminggo dan Arief Surahman. 2004. Dampak Pengkajian Budidaya Rumput Laut Di Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. 31 hal. Putra, W. A. 2008. Budidaya Rumput Laut. Agromania Group. Pejaten Barat. Jakarta Selatan. 6 hal. Rusman. 2009. Teknis Demplot Budidaya Rumput Laut. DKPBalai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Nusa Tenggara Barat. 98 hal. Samsuarip. 2006. Karakterisasi karaginan Eucheuma cottonii pada berbagai umur panen, konsentrasi KOH dan lama ekstraksi. Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Jeneponto. Flores. 23 hal. Sutjiptorahadi, B. 1996. Budidaya Eucheuma cottonii. Balai Kajian Laut. Magelang. Jawa Tengah. 24 hal. Susanto. 2009. Alga Merah Pengungkap Kebenaran Taksonomi. Kebenaran Itu Tidak Memihak. Koran Ibukota. Jakarta. 40 hal. Syafikri, Dedi. 2009. Prospek Budidaya Rumput Laut Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi Berbasis Kelautan di Kabupaten Sumbawa. Manajemen Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Program Paca Sarjana Universitas Diponegoro.