You are on page 1of 25

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto I.

Pendahuluan

Engineering Files: Wind Engineering

Negara kepulauan Indonesia dibatasi oleh garis lintang utara 6 derajat dan garis lintang selatan 11 derajat, serta garis bujur timur 95 derajat sampai dengan 141 derajat. Dan terdiri atas ribuan pulau yang tersebar dengan luas yang bermacam-macam, akan sangat terpengaruh oleh kondisi lautan maupun angin yang bertiup disana. Sementara itu karena adanya pergeseran posisi matahari relative terhadap bumi yang selama 6 bulan berada di belahan bumi utara sampai mencapai lintang 23 derajat dan kemudian kembali ke khatulistiwa antara tanggal 21 Maret sampai 23 September dengan titik terjauh 21 Juni ,dan dibelahan bumi selatan sampai dengan lintang 23 derajat pula dan kemuadian kembali ke khatustiwa antara 23 September 21 dengan titik terjauh pada 22 Desember. Angin permukaan bumi yang bertiup dari arah utara ke selatan pada bulan-bulan Oktober sampai dengan April, karena keberadaan gaya seret Coriolis akibat rotasi bumi yang berlawanan dengan jarum jam, akan dibelokkan kekanan di utara khatulistiwa dan kekiri diselatannya (teori buys ballot). Sedangkan yang bertiup dari arah selatan akan dibelokkan kekiri sebelum khatulistiwa, dan kekanan setelah melintasinya pada bulan-bulan April sampai Oktober. Untuk pulau Jawa, antara bulan bulan Oktober-April angin bertiup dari arah barat/barat laut, sedangkan pada bulan-bulan April-Oktober angin bertiup dari arah timur/tenggara. Angin permukaan bumi ini pulalah yang menyebabkan terjadinya musim hujan antara bulan Oktober-April, dan musim kemarau antara April- Oktober. Ini berarti sifat anginpun berbeda yaitu angin dari arah barat/barat laut yang basah, dan angin dari arah timut/tenggara yang kering. Maka dalam membangun konstruksi bangunan; jalan raya; jembatan maupun lapangan terbang, pengaruh angin permukaan bumi yang berganti arah setiap enam bulan ini perlu menjadi bahan kajian.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto II.

Engineering Files: Wind Engineering

Lapis Batas Permukaan Bumi (Earth Boundary Layer)

Angin permukaan bumi (geostropic wind) terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang diakibatkan oleh radiasi matahari yang berbeda pada kedua belahan bumi. Pada saat matahari berada di belahan bumi utara antara bulan April Oktober, maka tekanan udara di utara akan lebih rendah daripada di bumi belahan selatan. Untuk daerah Indonesia, angin bertiup dari arah selatan ke utara dan mengalami perubahan arah pada saat melintasi khatulistiwa, sehingga seakan-akan angin bertiup dari timur/tenggara sebelum khatulistiwa, dan dari arah barat daya setalah khatulistiwa. Sifat angin dari arah timur/tenggara ini biasanya kering, karena terpengaruh oleh keberadaan gurun Australia yang dilewatinya. Pada bulan-bulan Oktober April, matahari berada di belahan bumi selatan dan angin permukaan bumi akan bertiup dari arah utara keselatan yang dibelokkan oleh khatulistiwa sehingga seakan-akan dari arah timur/timur laur di utara khatulistiwa dan barat/barat laut disebelah selatannya. Sifat angin dari arah barat/barat laut ini basah, karena dipengaruhi oleh keberadaan pegunungan Mahameru diutara dan laut China selatan serta samudra pasifik. Kecepatan angin permukaan bumi ini juga terpengaruh oleh daerah yang dilaluinya. Sementara itu bumi juga mempunyai thermal boundary layer atau variasi temperatur udara pada ketinggian tertentu. Ini terjadi karena lapisan atmospher bumi mempunyai komposisi-komposisi gas yang berbeda pada ketinggian-ketinggian tertentu. Dikenal lapisan lapisan sebagai berikut : a) Lapisan Troposphere atau lower atmosfer dengan ketinggian dari muka bumi 0 10 km. Pada daerah troposphere ini, komposisi gas adalah 20% oksigen (O2); 79% Nitrogen (gas lemas = N2) merupakan campuran dari gas-gas CO2; H2O; H2 dan lain lain. Pada lapisan ini temperatur udara turun sebesar 1 derajat setiap ketinggian bertambah 100 meter. Gangguan-gangguan atmosfer seperti presipitasi (hujan); badai dan cyclone (angin puyuh) terjadi disini, temperatur udara dan tekanannya dapat berubah atau mengalami distorsi dari waktu ke waktu. b) Lapisan Tropopause dengan ketiggian 10 - 20 km. Pada lapisan ini temperatur udara tetap atau sama pada ketinggian 10 km. Gangguan-gangguan cuaca seperti yang terjadi di lower atmosphre tidak lagi terjadi disini. Tekanan akan berkurang secara bertahap sesuai dengan jarak lapisan ini dari muka bumi. c) Lapisan Stratosphere pada ketinggian 20-50 km. Temperatur udara naik secara bertahap dengan ketinggan setelah meninggalkan tropopause sebelumnya (h=20 km), sehingga pada batas ketinggiannya yang 50 km temperatur adalah 2-5 derajat celcius.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

Gambar 1. Lapisan Atmosphere Bumi

Diatas lapisan troposphere masih banyak lapisan lain yang diluar lingkup bahasan ini. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa angin permukaan bumi akan mengalami distorsi arah maupun kekuatannya sesuai dengan temperatur gradien maupun kondisi daerah yang dilaluinya. Kalau kita kemudian menyatakan bahwa angin adalah sejumlah massa aliran udara yang bergerak diatas permukaan bumi, karena adanya prinsip no-slip condition (kondisi tanpa kacepatan) pada permukaan bumi, baik daratan maupun lautan, kecepatannya sama dengan nol. Kemudian secara bertahap akan kembali ke kecepatan aliran bebas sebelumnya (free stream velocity). Daerah dimana aliran massa udara ini mengalami perlambatan disebut earth boundary layer atau lapis batas permukaan bumi. Pada gambar 2, terlihat berbagai variasi kecepatan udara dengan ketinggian atau jarak antara titik pengukuran dan muka bumi.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

Gambar 2. Berbagai Variasi Kecepatan Udara Dengan Ketinggian Atau Jarak Antara Titik Pengukuran Dan
Muka Bumi

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

Hasil pengujian fisik seperti pada gambar 2, dapat secara teoritis didekati dengan persamaanpersamaan analitis. Von Karman menganggap bahwa profil kecepatan dari aliaran udara yang melalui suatu dataran itu dapat dianalisa seperti aliran udara diatas plat datar dengan berbagai kekasaran permukaan. Persamaan Von Karman : ( )

= kecepatan aliran uadara pada ketinggian z dari permukaan bumi U* = kecepatan rata rata aliran udara pada saat kondisi bebas tanpa gangguan k =konstanta Von Karman, bernilai 1-1,4 = faktor kekerasan permukaan yang diukur dengan skala panjang equivalent. Catatan: Diatas lautan zo cukup kecil, karena muka laut dapat dianggap cukup datar, sedangkan ombak yang terjadi diarahkan oleh geseran ombak air dan aliran udara yang melaluinya. Untuk daerah daerah pantai seperti pulau jawa bagian utara persamaan Von Karman cukup valid, karena kondisi yang berubah dari laut ke daratan secara landai. Apabila daratan itu berubah sebuah kota yang mempunyai bangunan-bangunan yang mempunyai berbagai ketingian dan ketebalan, maka persamaan Von Karman diatas dapat didekati dengan:

Dimana : d = perpindahan ketinggian = b -2.5 zo b = harga rata-rata kekasaran permukaan bumi karena keberadaan bangunan. Catatan: Nilai U* tidak dapat dikatakan tetap, melainkan mengalami fluktuasi dari waku ke waktu. Hal ini terjadi karena kecepatan angin yang bebas dari lapisan batas bumi itu, ditentukan oleh besarnya perbedaan tekanan yang ada, sesuai dengan fenomena alam angin selalu bertiup dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah ynag bertekanan rendah.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

Kondisi atmosphere bumi seperti formasi awan; presipitasi (hujan); maupun besarnya radiasi matahari yang dialami disuatu daerah tertentu, mempengaruhi perbedaan tekanan diatas. Saat terjadi perbedaan tekanan yang ekstrem, maka angin atau aliran udara yang terjadi dapat bertiup dengan arah lurus, atau bahkan memutar sehingga terjadilah angin ribut atau cyclone. Dibedakan angin cyclone yang berputar mengelilingi pusat yang bertekanan rendah dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam, dan anti cyclone yang berputar searah jarum jam meninggalkan daerah pusat yang bertekanan tinggi. Secara skets adaptasi persamaan Von Karman diatas ada pada gambar 3

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

Gambar 3. Aplikasi Dari Persamaan Von Karman Untuk Daerah Dengan Medan Yang Kekasaran Permukaanya Berupa Bangunan-Bangunan Perkoataan

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

Aplikasi dari persamaan Von Karman untuk daerah dengan medan yang kekasaran permukaanya berupa bangunan-bangunan perkoataan jelas kurang akurat, mengingat proses penyedarhanaan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih mewakili fakta nyatanya, pengujian di terowongan angin dengan model kota yang mendekati dimensi kenyataan dapat memberikan gambaran yang akurat dari kondisi aliran udara disekitar kota tersebut dengan berbagai kcepatan angin yang behembus. Dari hasil uji coba di terowongan angin ini, perancangan posisi-posisi pengarah aliran udara untuk membantu mengarahkan/membelokkan angin, sehingga udara ventilasi disekitar bangunan bangunan kota tersebut dapat benar-benar berfungsi, guna mencegah penyebaran gas-gas yang ditimbulkan oleh kegitan-kegiatan didalam kota terkumpul disuatu area tertentu. Disamping itu penanaman pepohonan dan dan penyediaan ruang terbuka hijau dapat memberikan kenyamanan bagi penghuni kota, karena dihasilkannya oksigen bebas saat terjadi proses asimilasi di dedaunannya. Pada gambar 2 dan gambar 3, dapat dilihat bahwa kecepatan alian udara yang melalui kota dengan medan yang dipenuhi oleh bangunan gedung dan konstruksi lainnya, mengalami hambatan/perlambatan yang cukup besar. Ketinggian dari permukaan bumi dimana kecepatan aliran udara sudah sama dengan aliran bebasnya (tanpa gangguan kekasaran permukaan) disebut sebagai ketebalan dari lapis batas bumi (earth boundary layer setempat). Diatas permukaan laut, karena kondisi muka air laut yang relatif tetap, ketebalan lapis batas ini cukup kecil, kurang lebih 0.6 0.8 meter saja. Begitu aliran udara ini mengalami perubahan kekasaran permukaan, yaitu melaui daratan dekat pantai, lapis batas inipun akan berkembang menebal. Apabila kita menganalogikan kondisi aliran udara diatas dataran, seperti aliran bebas yang melalui sebuah plat datar, maka secara teoritis kita dapat menghitung ketebalan lapis batas tersebut. Berdasarkan solusi Blasiuss, untuk kondisi lapis batas bumi yang laminar dengan bilangan Reynold dibawah 100.000, maka :

Dimana x jarak dari ujung plat datar. = kecepatan aliran bebas

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto = viskositas udara = density udara

Engineering Files: Wind Engineering

Kalau x bertambah pada kecepatan aliran udara yang sama, ketebalan lapis batas bertambah. Dengan analogi ini kalau kekasaran permukaan bertambah, equivalen jarak dari garis pantai akan ikut bertambah, ketebalan lapis batas akan bertambah pula. Pada kondisi lapis batas yang turbulen (Re> 400.000) Bersadarkan solusi Slichting

Ini berarti ketinggian dari muka bumi untuk mencapai aliran udara bebas, lebih kecil dibanding bila kondisi lapis batasnya laminar pada suatu nilai Re tertentu. Secara nyatanya, apabila kecepatan aliran udara tinggi (angin kencang), ketebalan daerah yang aliran udaranya mengalami perlambatan berkurang, sehingga angin dapat lebih terasan dimanamana. Dalam perancangan sebuah kota, posisi jalan raya dan lapangan-lapangan terbuka hijau yang berada searah dengan aliran udara bebas, akan memberikan udara ventilasi yang menyegarkan penduduk kotanya. Sebagai contoh di kota Surabaya yang berada disebelah selatan khatulistiwa, angin akan selalu bertiup dari arah barat/barat laut atau timur/tenggara, tergantung dari dimana posisi matahari saat itu. Jalan-jalan seperti Jl.Embong Malang; Jl. Dr. Soetomo akan merasakan aliran udara yang lebih bebas apabila dibandingkan dengan Jl. Raya Darmo; Jl. Diponegoro atau Jl. Arjuno. Penempatan struktur-struktur yang menghambat arah aliran udara bebas dapat menimbulkan ketidak nyamanan. Sementara itu, untuk daerah-daerah yang dekat dengan garis pantai, apabila angin bertiup dari arah barat/barat laut, akan merasakan tiupan angin yang lebih kuat dibading apabila angin bertiup dari arah sebaliknya. Perhitungan-perhitungan teoritis diatas selalu menggunakan faktor-faktor empiris yang perlu dikonfirmasi dengan pengukuran-pengukuran nyata, mengingat banyak variable-variable yang sangat tergantung dengan kondisi setempat.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

10

Selain itu, untuk memperhitungkan dampak-dampak nyata dari keberadaan tiupan angin, perlu secara kualitatif dilakukan pengujian-pengujian dengan memanfaatkan terowongan angin, dengan model yang berskala kecil. Untuk dapat secara lengkap menganalisa efek dari aliran udara yang mengenai struktur/konstruksi tertentu dilaksanakan dengan visualisasi diterowongan angin. Penggunaan asap yang dihasilkan dari proses pemanasan sejumlah cairan tertentu, seperti minyak nabati (vegetable oil); minyak hidro karbon (sejenis aromatic oil), dan ditekan oleh kompresor kecil, dan apabila mengenai model objek tertentu, serta difoto dengan kecepatan tinggi, akan menunjukkan bagaimana bentuk aliran udara yang mengenai suatu objek mengalami perubahan arah dan menimbulkan kondisi-kondisi tertentu. Penggunaan fotography untuk merekam gerakan-gerakan dari aliran udara yang terhalang oleh objek/konstruksi tertentu, dapat menunjukkan hasil kualitatif dari kejadian nyatanya.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

11

Flow direction

Gambar 4.Visualisasi aliran yang mengenai sebuah bentuk yang menghalanginya.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

12

Pada gambar 4, aliran udara yang bergerak dari kiri ke kanan mengenai sebuah objek yang berbentuk kotak. Terlihat saat aliran mengenai objek, terjadi pembelokan arah sehingga pada bagian kiri ada daerah objek yang tidak terkena aliran udara. Sementara itu diatas objek, karena aliran udara ini mengalami kontraksi, kecepatannya akan meningkat, sehingga dibagian atas yang dekat dengan permukaannya aliran tak tervisualisasikan dengan baik. Setelah agak jauh dari luasan atas aliran udara dapat tervisualisasikan lebih nyata. Sedangkan dibagian kanan objek, terlihat adanya daerah yang aliran udaranya tidak menentu, dan bahkan ada sirkulasi setempat. Apabila digabungkan, saat mengalami kontaksi aliran udara dipaksa berubah arah mengikuti bentuk objek, namun percepatan aliran yang paling dekat dengan bagian atas ditunjukkan oleh adanya amplifikasi kecepatan. Dibagian hilirnya ada sirkulasi lokal yang ditimbulkan karena aliran udara tidak dapat lagi merapat didinding bagian kanan. Disaat momentum aliran udara tidak dapat lagi mengatasi geseran akibat viskositasnya, maka separasi aliranpun tak terelakkan yang ditunjukkan oleh adanya pola aliran yang tak tervisualisasikan seperti awalnya. Pada saat aliran udara mengalami kontraksi, momentum aliran akan meningkat, karena kecepatan lokalnyapun akan naik. Sedangkan pada saat aliran harus mengalami ekspansi setelah melewati bagian atas kubus penghalang, momentum aliranpun berkurang karena kecepatan lokalnya yang menurun pula. Dari visualisasi gambar 4 ini, dari daerah hilir dari kubus dimana terjadi searasi aliran mengalami kondisi yang tidak stabil dan cenderung sangat turbulen, dengan timbulnya pusaran-pusaran eddys disana-sini.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

13

Flow direction

Gambar 5. Visualisasi Aliran Yang Lebih Tinggi Kecepatanya Melalui Objek Penghalang Yang Sama.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

14

Pada gambar 5 dapat dilihat visualisasi aliran dengan kecepatan yang lebih tinggi melalui objek penghalang kubus sama seperti pada gambar 4. Terlihat bahwa karena proses kontraksi yang cukup kuat, daerah yang tidak terkena aliran udara terlihat lebih besar. Sementara itu dibagian atas permukaan kubus, kecepatan yang lebih tinggi lagi tercapai dan sangat turbulen, sehingga aliran tidak dapat tervisualisasikan secara detail. Kemudian setelah melakui bagian atas kubus, alairan yang terseparasipun makin menjorok ke belakang, semakin jauh dari penghalang aslinya. Daerah dibagian hilir kubus, akan mengalami kondisi tidak stabil yang lebih kuat, dengan kondisi turbulen yang lebih tinggi lagi dan pusaran-pusaran eddys yang makin banyak jumlahnya. Seakan-akan dibagian hilir dari kubus, aliran udara tidak terasakan, bahkan yang ada hanyalah aliran-aliran yang ber-re-sirkulasi lokal. Dari gambar 4 dan 5 ini dapatlah disimpulkan, bahwa dengan bertambahnya kecepatan aliran udara, daerah-daerah yang tidak merasakan keberadaan aliran udara ini semakin meluas, baik disaat kontraksi aliran dan lebih-lebih pada saat proses ekspansinya. Pada kodisi nyata, fenomena aliran ini perlu diperhatikan, karena akan menyangkut berbagai segi kehidupan nyata yang sangat berpengar terhadap lingkungan hidup yang bersangkutan.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

15

Flow direction

Gambar 6. Pola Aliran Yang Mengalami Ekspansi Didaerah Yang Landai.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

16

Pada gambar 6, terlihat hasil visualisasi aliran saat mengalami ekspansi setelah melalui suatu hambatan. Walau bagian hilir dari objek tidak berbentuk bidang vertikal, melainkan bidang yang lebih landai penurunannya, kecenderungan untuk mengalami separasi masih cukup tinggi. Terlihat daerah kondisinya yang tidak stabil di bagian hilir dari objek masih nyata dan aliran udara tidak mampu lagi mengikuti bentuk yang secara bertahap melandai kebawah. Situasi demikian dapat dianalogikan seperti saat angin yang kuat melalui puncak gunung, dibagian hilir yang lerengnya cukup landai, aliran angin tidak sempat lagi melekat ke permukaan, melainkan terseparasi dan menghasilkan daerah-dearah yang kondisi uaranya tidak stabil. Apabila dikaki gunung terjadi takanan negatif akibat pemanasan matahari yang lebih besar disana, angin pegunungan akan turun melalui lereng dengan kondisi sangat turbulence, sehingga terjadi angin kencang setempat, seperti angin gending dan angin bohorok, yang dapat mengganggu sistem transportasi udara, apabila ada pesawat-pesawat yang terpaksa harus melaluinya. Dikenal istilah agar saat di daerah lereng-lereng pegunungan yang landai di siang hari yang panas, pesawat terbang ringan yang digerakkan dengan propeller selalu diminta untuk menjauhi darah lereng-lereng dimana terjadi angin pegunungan diatas. Apalagi bila kondisi lereng berbatu-batu, sehingga saat angin menuruni lereng-lereng tersebut akan menghadapi pengaruh dari kekasaran permukaan yang ada. Turbulensi dari angin pegunungan ini lebih tinggi, dan ketidak stabilan alirannya-pun sangat bervariasi. Medan aliran yang demikian sangatlah membahayakan objek apapun yang kena terpa alirannya. Daerah yang terpengaruh oleh kondisi tak stabil ini tergantung dari kecepatan angin yang mengenai objek. Tekanan udara di daerah aliran tidak stabil akan berfluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga berbagai pola aliran skunder dapat terjadi disana. Berbagai hasil visualisasi diatas akan memberikan gambaran kualitatif tentang pola aliran udara yang terhambat oleh suatu objek, sehingga mengalami proses kontraksi; proses ekspansi dan terjadi separasi atas aliran bebas yang menjadi sumber. Dengan melakukan analisa serta pengukuran pengukuran kecepatan angin diberbagai posisi, baik dihulu objek penghalang; saat melalui bagian atas dari penghalang tersebut, serta dihilir setelah aliran meninggalkan objek tersebut, dapatlah diperoleh gambaran kualitatif dan kuantitatif dari fenomena aliran yang terjadi. Sementara itu karena visualisai aliran biasanya dilaksanakan di laboratorium dengan menggunakan terowongan angin, dimana ukuran dari objek maupun kecepatan aliran yang diberikan tidaklah mewakili secara nyata kondisi dilapangan (diskalakan lebih kecil), konfirmasi dari hasil pengukuran-pengukuran dilapangan, seperti kecepetan angin; tekanan udara yang berubah baik dihulu maupun dihilir objek, dapat melengkapi analisa yang dilaksanakan dengan error yang dapat dibatasi.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

17

Pemodelan matematis dan analisa dari karakter medan aliran seperti diatas sukar untuk dapat memberikan hasil yang nyata, karena disana-sini harus dimasukkan faktor-faktor koreksi ataupun nilai-nilai empiris yang sangat ditentukan oleh karakter nyata dari aliran tersebut. Maka pengujian-pengujian baik diterowongan maupun lapangan adalah teknik investigasi yang dapat dikatakan mendekati kenyataan.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto III. Efek Angin Tehadap Konstruksi Jalan Raya

Engineering Files: Wind Engineering

18

Seperti telah dibahas didepan, bahwa dipulau-pulau sebelah selatan garis khatulistiwa, angin bertiup dari arah barat/barat laut pada bulan-bulan Oktober April dan dari arah timur/tenggara pada bulan-bulan April September. Konstruksi jalan raya yang membentang dari arah utara ke selatan, akan mendapat tiupan angin silang (cross wind) sepanjang tahun, walau arahnya berganti setiap enam bulan. Apabila angin permukaan bumi ini bertiup pada dataran yang rata tanpa perbukitan, maka kecepatan angin yang dirasakan akan terpengaruh oleh kondisi dari permukaan daerah disekelilingnya. Akan tetapi apabila jalan raya ini berada lebih tinggi dari daerah disekitanya, maka angin silang yang terjadi dapat: Membahayakan keselamatan kendaraan-kendaraan yang menggunakannya, karena menapatkan tiupan angin menyilang dengan kecepatan tinggi. Memberikan efek-efek yang lain terhadap daerah-daerah yang lebih rendah posisinya. Ini berhubungan dengan kemungkinan terjadinya sirkulasi udara lokal dan ketiadaan angin penyegar karena adanya daerah yang terisolir akibat seperasi aliran dibagian hilir. Peneyebaran gas buang dari kendaraan bermotor yang menggunakan jalan tersebut, dapat mengarah ketempat-tempat yang lebih rendah, serta menimbulkan polusi, mengingat beberapa komponen gas buang lebih berat dari udara segar (O2). Sebagai contoh jalan tol Surabaya Gempol yang membentang dari arah utara ke selatan. PT. Jasa Marga sebagai pengelola jalan tol di Indonesia perah melaporkan banyak kecelakaan terjadi dan dialami oleh kendaraan pengguna jalan tol tanpa disadari oleh para pengemudi tentang penyebab kecelakaan tersebut. Dari laporan para pengemudi yang mengalami kecelakaan tersebut, rata-rata menyebutkan bahwa mereka tidak menyadari bagaiman kecelakaan itu bermula, tetapi secra tiba-tiba kendaraan yang dikemudikan seakan-akan terbang/meloncat dari jalan raya dan mendarat di lahan perladangan diluar badan jalan tersebut. Pada tahun 1992 sampai 1993, tim ITS yang diketuai oleh Bapak I Made Aria Joni (Prof. Dr. Ir. I Made Aria Joni, MSc), melakukan pengkajian untuk meneliti penyebab kecelakaan tersebut. Dengan menggunakan alat hot wire anemometer, dilakukan pengukuran kecepatan angin diberbagai ketinggian diruas-ruas jalan tol dimana banyak kecelakaan terjadi. Ternyata kecepatan angin yang terbaca dijalan tol sampai ketingian 0,8 meter lebih tinggi dari kecepatan yang terbaca pada ketinggian diatasnya. Berdasarkan teori aerodinamika, pada roda-roda kendaraan yang bergerak maju, karena disekelilingnya akan terjadi aliran udara dari depan ke belakang, sedang permukan roda bagian bawah bersinggungan dengan jalan raya maka akan terjadi gaya angkat pada roda-roda tersebut.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

19

Gambar 7. Gaya Gaya pada Roda

Besarnya gaya angkat ini berbanding kuadrat dengan kecepatan geraknya. Apabila kondisi jalan raya tidaklah sepenuhnya rata, yang mengakibatkan kontak antara roda dengan jalan kadang terbatas, maka gaya angkat yang terjadi akan lebih terasa. Kemudian dengan adanya tiupan dari samping dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan kendaraan dapat terangkat secara tiba-tiba dari jalan raya tersebut. Tidaklah heran apabila mobil-mobil yang mampu begerak dengan kecepatan tinggi memasang alat-alat bantu seperti spoilers, agar dapat membangkitkan down force guna melawan gaya angkat tersebut. Secara logika kita dapat menghubungkan kejadian ini dengan hasil visualisasi gambar 5. Jalan tol Surabaya Gempol konstruksinya adalah uplifted, dimana jalan ini lebih tinggi dari kondisi disekelilingnya, dengan perbedaan ketinggian antara 1,5 sampai 2 meter. Angin yang bertiup diatas jalan raya tersebut, seperti pada gambar 5, akan lebih tinggi daripada kecepatan rata-rata aliran bebasnya. Maka apabila kontak antara jalan raya dan roda kendaraan kurang baik, pada saat angin silang berkecepatan cukup tinggi mengenai kendaraan, dengan mudah objek tersebut dapat diterbangkan keluar dari jalan tol dan mendarat dilahan-lahan sekelilingnya. Waktu itu tim ITS merekomendasikan agar didaerah-daerah ruas jalan tol yang kiri kanannya sangat terbuka dan berada cukup tinggi dari sekitarnya, maka disebelah luar badan jalannya diusahakan ditanami pepohonan. Tujuannya adalah agar kecepatan aliran udara silang yang dekat dengan pemukaan jalan tol sebelum mengalir disana sudah mengalami hambatan dulu oleh pepohonan ini, sehingga kecepatan dan kekuatannya berkurang. Solusi ini terbukti cukup dapat menjawab permasalahan terjadinya kecelakaan-kecelakaan dijalan tol sebelumnya. Maka untuk selanjutnya, pengkajian yang lebih teliti perlu dilaksanakan mendahului pembangunan konstruksinya sendiri, sehingga kemungkinan-kemungkinan dapat lebih dulu difikirkan solusinya.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

20

Terowongan angin dengan ruang uji yang luas dan mempunyai fasilitas koreksi atas lapis batas dinding-dindingnya (wall boundary layer), biasa digunakan untuk pengujian rancangan-rancangan konstruksi dengan model yang diskala lebih kecil dari kondisi nyatanya. Berawal dari sini bersama ini disampaikan beberapa pemikiran untuk pembangunan-pembangunan konstruksi jalan tol berikutnya: 1. Jalan tol yang uplifted (lebih tinggi dari kondisi di sekeliling).

Gambar 8a. Uplifted diatas tanah urug

8b. Uplifted diatas Konstruksi Penyangga

Biasanya ada dua pilihan konstruksi uplifted, yaitu : a) Jalan tol dibangun diatas tanah urug yang dipadatkan. Apabila diinginkan h (ketinggian dari lahan sekeliling) cukup besar, maka proses pengurukan akan cukup lama, karena volume tanah urug yang dibutukan sangat besar dan pemadatannya pun agar benar-benar bagus. Konsekuensi negatif yang harus dihadapi : Pada gambar 5 mengidentifikasi adanya daerah-daerah yang terisolir, dimana udara ventilasi yang berasal dari tiupan angin tidak dapat mencapai ruang-ruang tersebut. Akibatnya dibagian hilir dari konstruksi jalan tol akan terjadi kepengapan udara yang tidak tergantikan, malahan bersirkulasi disana. Semakin besar nilai h, dan semakin cepat angin bertiup, daerah yang terisolir akan semakin luas. Terjadi akumulasi udara lokal yang tidak berganti yang mengahasilkan kepengapan yang dapat membahayakan masyarakat yang berada didaerah tersebut. sementara itu diatas jalan tol, problem dengan kecepatan angin yang tnggi didekat permukannya dapat diatasi dengan penanaman pepohonan seperti contoh sebelumnya. Ini berarti konstruksi demikian akan mengurangi kenyamanan hidup bagi para penghuninya yang berada didaerah hilir dari jalan tol sesudah dilewati angin. Keselamatan kendaraan pengguna jalan tol memang cukup terjamin, tetapi penyebaran gas buangnya akan menambah beban kenyamanan hidup bagi penghuni daerah hilir.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

21

Apabila konstruksi yang uplifted ini cukup panjang membentang arah utara selatan, tentunya daerah yang menjadi tidak nyaman akan bertambah pula. b) Jalan tol dibanguan diatas konstruksi penyangga yang dipersiapkan sebelumnya dengan jarak antara tertentu. Untuk bentang yang cukup panjang, konstruksi akan menjadi sangat mahal, akan tetapi kondisi lahan-lahan disekelilingnya tidak terlalu mempengaruhi rancangan. Biasanya didaerah-daerah yang daya dukung tanahnya kurang stabil (seperti daerah-daerah rawa atau swampy area), konstruksi dengan tiang penyangga biasanya diaplikasikan. Sedangkan untuk daerah-daerah yang stabil daya dukungnya, penggunaan tanah urug sebagai alas jalan tol merupakan pilihannya. Konsekuensinya akan berbeda dari konstruksi sebelumnya, karena terjadinya daerahdaerah terisolir dibagian hilir tidak terjadi. Udara ventilasipun dapat menggantikan udara setempat, sehingga kesegaran udara lingkungan hiduppun tidak terganggu. Yang perlu diingat adalah, karena ketinggian jalan tol dari kondisi sekeliling menyebabkan kecepatan angin sebelum jalan tol sudah tinggi, sehingga saat mengalami kontraksi diatas jalan tol, kecepatan angin naik lebih tinggi lagi. Keselamatan kendaraan pengguna jalan tol cukup rendah, karena solusi dengan menanam pepohonan diluar konstruksi jalan tol tidak mungkin. Disaat angin kencang bertiup, maka dengan mudah kendaraan pengguna jalan tol dapat terlempar dari sana dan mendarat dilahan-lahan sekitarnya yang dapat dapat berakibat fatal apabila ketinggiannya cukup besar. Dari pembahasan diatas dapatlah disimpulkan bahwa : i. Jalan tol yang membentang arah utara selatan akan selalu terkena tiupan angin permukaan bumi dari arah barat/barat laut dan timur/tenggara. Pengkajian tentang konstruksinya serta konsekuensi yang dihadapi harus mendapat pertimbangan teknis yang tepat. Sementara untuk jalan tol yang membentang barat dan timur malah memberikan efek yang posisif, walau konstruksinya uplifted. Bagi para penggunanya jalan tol ini hanya akan menambah hambatan aerodinamika apabila bergerak melawan angin yang bertiup, dan sebaliknya memberi kecepatan yang lebih tinggi pada posisi pengunaan bahan bakar yang sama, apabila bergerak searah tiupan angin tersebut. Penyebaran gas buangnya pun tidak akan membahayakan penghuni didaerah sekeliling jalan tol, karena tidak akan pernah terjadi akumulasi dan udara ventilasinyapun selalu berganti dari waktu ke waktu. Pengurangan kenyamanan lingkungan hidup dapat dengan mudah menimbulkan ekses negatif lain akibat kurangnya ventilasi udara setempat seperti: Apabila terjadi wabah penyakit, maka penyebaranya akan sangat cepat.

ii.

iii.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

22

Tensi antara sesama penghuni daerah terisolir, akan mudah naik sehingga friksi antar mereka lebih mudah terjadi karena hal-hal yang sepele seperti bau bauan yang terakumulasi di suatau area. Berkurangnya kenyamanan hidup berarti pula terjadinya degradasi keamanan lingkungan untuk tempat tinggal yang layak.

2. Konstruksi Jalan yang down under. Disini jalan tol dibangun lebih rendah dari daerah disekelilingnya, terutama daerah daerah perkotaan. Tujuannya agar propagasi noise di jalan tol tidak mengganggu kota didekatnya karna posisinya yang lebih rendah dibanding posisi kota.

Gambar 9. Konstruksi Down Under Penyebaran dari gas buang kendaraan pengguna jalan tol tidak pernah akan menyebabkan polusi karena tidak pernah sempat terjadi akumulasi gas disuatu tempat tertentu. Permasalahan yang dihadapi adalah apabila permukaan ground water table atau kedalaman muka air tanah cukup dangkal. Proses pembangunan apabila harus menurunkan permukaan tanah untuk menjadi alas dari jalan tol tidak sampai mencapai muka air statis tersebut. Di Indonesia, kota-kota besar kebanyakan berada di dekat laut, sehingga muka air tanahnyapun sangat dangkal, yang berakibat pembangunan jalan tol di kota-kota besar daerah pantai tidak dapat menggunakan konstruksi down under ini. Di negara-negara Eropa, kota-kota besar seperti London; Frankfurt; Berlin; Madrid, ground water table-nya tidak dangkal, sehingga hampir semua jalan tol yang melintasi kota-kota tersebut dibangun dengan konstruksi down under ini. Maka pengkajian pemilihan konstruksi jalan tol benar-benar berdasarkan fakta dan uji lapangan agar tidak ada faktor faktor yang mempengaruhi

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto IV. Ringkasan

Engineering Files: Wind Engineering

23

Sebuah analisa tentang pengaruh angin terhadap jalan tol telah dibahas, dengan melakukan analogi seperti yang dihasilkan oleh visualisasi di terowongan angin. Dimana angin yang bertiup karena adanya objek yang menghalangi gerakannya terpaksa harus berganti arah dan menyebabkan terjadinya daerah-aderah tersisolir dari aliran utama terowongan tersebut. Objek penghalang diasosiasikan sebagai potongan melintang dari sebuah konstruksi jalan raya dengan dua macam sistem penyangga yang berbeda. Untuk konstruksi jalan tol yang uplifted dan ditopang oleh timbunan tanah urug, efek lingkungan hidup disekitar badan jalan tol dapat terganggu dan bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Sedangkan bagi para penggunanya, jalan tol ini dapat cukup aman karena kemungkinan untuk menanami pepohonan diluar badan jalan tol masih memungkinkan. Sementara itu konstruksi jalan tol yang uplifted tetapi ditopang oleh suatu konstruksi penyangga tidak menimbulkan adanya gangguan lingkungan hidup, tetapi membahayakan bagi para penggunanya disaat angin keras bertiup melalui jalan tol tersebut, keamanan penggunanya kurang terjamin. Variable utama yang mempengaruhi luasan daerah yang lingkungan hidupnya terganggu adalah beda ketinggian antara permukaan jalan tol dengan kondisi datran disekelilingnya, serta kecepatan angin yang bertiup menyilang jalan tersebut. Dengan kata lain, kehalusan permukaan jalan tol perlu dijaga sekali untuk konstruksi yang menggunakan struktur penopang. Hal ini juga berlaku bagi jembatan-jembatan panjang yang membentang dari utara ke selatan, pengoperasiannya perlu memperhatikan kecepatan angin yang ada, dan kalu dianggap membahayakan maka jembatan dapat ditutup. Contoh jembatan suramadu yang membentang dari utara ke selatan. Alternatif lain adalah sistem down under, dimana jalan tol berada lebih rendah dari kondisi lingkungan disekitanya. Namun untuk daerah-dimana statik water level-nya dekat permukaan tanah (ground water level dangkal), konstruksi down under sama sekali tidak dapat diaplikasikan. Contoh jalan-jalan bebas hambatan di Perancis yang memilih konsruksi jalan tol yang beraa pada dataran yang sama dengan lingkungan disekitarnya. Perlu disampaikan sekali lagi, bahwa kehati-hatian dalam pembangunan jalan tol adalah yang membentang arah utara selatan saja, karena angin permukaan bumi merupakan aliran silang bagi kendaraan pengguna.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto Daftar Pustaka.

Engineering Files: Wind Engineering

24

Dyke, Van (1982). An Album of Fluid Motion. Stanford, California: The Parabolic Press. Hucho, Wolf-Heinrich (1998). Aerodynamics of Road Vehicles: From Fluid Mechanics to Vehicle Engineering ([Proceedings] / SAE), 4 edition. Society of Automotive Engineers Inc. Otopoulos, Bani C (2011). Wind Energy. New York: Springer Wien. Schlichting, Herman (1979). Boundary Layer Theory, Seventh Edition. McGraw Hill Book Company.

Dr.Ir.H. Iwan Kusmarwanto

Engineering Files: Wind Engineering

25

TENTANG PENULIS

Iwan Kusmarwanto Lahir di Jogjakarta 06 mei 1948 menempuh pendidikan strata 1 di jurusan Teknik Mesin UGM 1975, studi lanjutan strata 2 dan strata 3 di College Of Aeronautic, Cranfield Institute Of Technolog, Bedford England lulus tahun 1982; 1985 spesialisasi Fix And Rotary Wing Aerodynamicist

Penulis selain sebagai pimpinan sebuah industri kimia di Surabaya, juga pernah menjadi konsultan di PT. IPTN sampai dengan 1996, dan dosen luar biasa diberbagai perguruan tinggi negeri dan swasta sampai sekarang

You might also like