You are on page 1of 12

TINJAUAN PUSTAKA 1.

Pendahuluan Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir setengah dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia dan Afrika. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tengara.1 Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan di Indonesia. Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.2 Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, , ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.3 Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah kebutaan akibat katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya usia harapan hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi kebutaan akibat katarak dibutuhkan lebih dari 30 juta operasi katarak hingga tahun 2020.4 2. Definisi Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.3 Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.2

Gambar 1. Katarak Matur ( Dikutip dari kepustakaan No.5 )

3. Epidemiologi Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.6 Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,2% dari seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh katarak. Sedangkan pada survei tahun 19941997 yang diadakan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia menunjukkan adanya peningkatan angka kebutaan yaitu mencapai 1,47% dan 1,02% diakibatkan oleh katarak.1 4. Klasifikasi Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 3 1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun 3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata.2,3

Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 3 Kekeruhan Cairan lensa Iris Bilik mata depan Sudut bilik mata Shadow test Visus Penyulit Insipien Ringan Normal Normal Normal Normal (-) (+) (-) Imatur Sebagian Bertambah Terdorong Dangkal Sempit (+) < Glaukoma Matur Seluruh Normal Normal Normal Normal (-) << (-) Hipermatur Masif Berkurang Tremulans Dalam Terbuka +/<<< Uveitis+glaukoma

Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senil 3

5. Diagnosis Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (second sight). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.11 Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp. 7

Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp ( Dikutip dari kepustakaan No. 8 )

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. 7 6. Terapi Operasi Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.3,7 Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3 ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification.

Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE) ( Dikutip dari kepustakaan No. 9 )

Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. 7

Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik ( Dikutip dari kepustakaan No. 10)

Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.13 Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 3,12 Ruptur kapsul posterior Glaukoma Uveitis Endoftalmitis Perdarahan suprakoroidal Prolap iris komplikasi yang rendah.11

Lensa Intraokuler Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.13 Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.2 IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).10

Gambar 7. Intra Ocular Lens ( Dikutip dari kepustakaan No.10 )

Pengukuran Kekuatan IOL 6

Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.14 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan. Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah ini:15 P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x C / nA ) ]

P K AL C nV nA

= = = =

Kekuatan IOL (satuan dioptri) Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata Axial lenght (milimeter) ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL (milimeter) = Indeks refraksi dari vitreus = Indeks refraksi dari humor aquos

Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang. 15 Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. 15 Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah

untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata. 15

RAHASIA STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Pekerjaan ANAMNESA Keluhan Utama : Mata kiri kabur perlahan tanpa mata merah Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. S : 50 tahun : Jl. Bangun Cenawai : Guru Pendidikan Agama Status MR MRS : D3 : Islam : Menikah : 68 45 74 : 20 September 2010

Jenis Kelamin : Laki-laki

Sejak 2 minggu SMRS, pandangan pada mata kiri pasien mulai kabur seperti

melihat asap, semakin lama pandangan menjadi bertambah kabur. Pada saat melihat yang terang, pandangan menjadi sangat silau. Nyeri dan merah pada mata tidak ada. Mata kanan tidak ada keluhan.
3 minggu SMRS, pasien terjatuh dari sepeda motor, tidak menggunakan helm,

pasien menyangkal trauma pada daerah mata atau kepalanya, mual dan muntah setelah kecelakaan tidak ada, pingsan atau penurunan kesadaran setelah kecelakaan tidak ada, keluhan pandangan kabur ataupun mata merah tidak ada.
Sejak 3 tahun yang lalu pasien sudah mulai memakai kacamata untuk membaca,

keluhan pandangan bertambah kabur (-), pandangan berkabut (-), silau terhadap cahaya (-), mata merah (-). Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) baru diketahui pasien 2minggu SMRS

Riwayat kencing manis (-)


Riwayat asma atau alergi (-)

Riwayat minum obat lama (-) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign TD N : 120/80 mmHg : 88 x/i : Tampak sakit sedang : Komposmentis - Koperatif : S RR : (-) : 37 C : 22 x/ i

Pembesaran KGB preaurikuler STATUS OPTHALMOLOGI OD 20/80

Visus Tanpa Koreksi

OS 1/300

S+1.50-> 20/50 Baik Baik Ortoforia Baik ke segala arah

Visus Dengan Koreksi Proyeksi Cahaya Persepsi Warna Posisi Bola Mata

Tidak diperiksa Baik Baik Ortoforia Baik ke segala arah

Gerakan Bola Mata Normal (cara palpasi) Normal Tenang Tenang Tenang Dalam Pupil bulat, regular, = 3 mm Refleks cahaya langsung (+) Refleks cahaya tdk langsung (+) Sedikit keruh Tidak dapat diperiksa Tekanan Bola Mata Palpebra Konjungtiva Kornea Sklera COA Iris/Pupil Lensa Fundus Normal (cara palpasi) Normal Tenang Tenang Tenang Dalam Pupil bulat, regular, = 3 mm Refleks cahaya langsung + Refleks cahaya tdk langsung (+) Keruh pekat Tidak dapat diperiksa

Gambar

Diagnosis : - Katarak senilis matur OS - Katarak senilis insipien OD Diagnosis Banding Katarak traumatika Anjuran Pemeriksaan: Keratometri USG A-Scan OS Lab darah rutin, Urin rutin R thorax Terapi

10

SICS + IOL OS Catarlent ED 3x1 OD Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad kosmetikum : bonam : dubia at bonam : bonam

DAFTAR PUSTAKA 1. Manalu R. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At Damanhuri Hospital, South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta, 2006. 127-131 2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika, 2000. 175-183 3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 200-211 4. Yorston D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes: Computerised Systems. http://www. Journal of Community Eye Health.com [diakses 20 September 2010] 5. Ocompo VVD. Cataract, Senile. http://www.e-medicine.com [diakses 20 September 2010]

11

6. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica Indonesiana 2005;321:59. 7. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika; 2000.176-177. 8. Pararajasegaram R. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of Community Eye Health, International Centre for Eye Health, London. http://www.Joc.Com [diakses 20 September 2010] 9. Anonim. Extracapsular Cataract Extraction. www.surgeryencyclopedia.com. [diakses 20 September 2010] 10. Anonim. Phacoemulsification. www. visitech.org. [diakses 20 September 2010] 11. Shidik A, Rahayu T. Predictability of Phacoemulsification in Cipto Mangunkusumo Hospital 2005; A- Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006.99-106 12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd 1994. 234-248. 13. Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract Surgery. IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006. 168-171 14. Steinert RF. Cataract Surgery. Technique, Complications, Management. 1995. W.B. Saunders Company. 22-6 15. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. Clinical Optics. Section 3. 2009-2010. American Academy Opthamology.211-9 Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann;

12

You might also like