You are on page 1of 18

1

I. MENUTUP AURAT & JILBAB DALAM PANDANGAN ISLAM:WAJIB


Kalau kita memperhatikan sebelum Allah memerintahkan menutup aurat yang terdapat
dalam surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab 59,terlebih dahulu Allah memerintahkan menahan
pandangan (ghadldlul al Bashar)dalam surat An Nur (24) ayat 30. Hal ini menunjukkan
keterkaitan antara menutup aurat dengan menundukkan pandangan. Surat an Nur ayat 30:
~ --gLg`uUg W-OO_74C ;}g`
;eg-@O= W-OOE^44
_E_NO _ ElgO _O.^e +O
Ep) -.- lOO)lE= E) 4pONE44C
^@
Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Ayat tersebutmemerintahkan kaum muminin untuk menundukkan pandangan terhadap
aurat perempuan yaitu selain muka dan telapak tangan. Karena melihat selain muka dan
telapak tangan hukumnya haram. Termasuk rambut, leher, kaki, dada, dsb. Bukhari
meriwayatkan hadits berkenaan dengan surat An Nurayat 31:


Artinya: Dan Said nin Abi Hasan berkata kepada Hasan;Sesungguhnya para wanita
non Arab selalu menyingkapkan dada dan rambut mereka.Mendengar itu Hasan berkata:
Palingkan pandanganmu-Firman Allah: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya dan Qatadah
berkata tentang hal itu (aurat wanita) tidak gala bagimu (HR. Bukhari)
Selanjutkan dalam surat An Nur ayat 31 Allah menjelaskan juga batasan aurat yang
boleh dilihat yaitu selain muka dan telapak tangan. Dengan demikian haram melihat aurat
wanita. Dan boleh melihat selain aurat yaitu muka dan telapak tangan. Surat An Nur ayat 31:
~4 ge4Lg`uUg =};__^4C
;}g` O}g-@O= =};E^44
O}_E_NO 4 -glNC O}_44[C)e
) 4` 4OE_ E_u4g` W
4^)O;4O^4 O}g-@OC _O>4N
2

O}jgjON1N_ W 4 -glNC
O}_44[C)e ) ;)_gON+lg u
;)_j*.4-47 u g7.4-47
;)_g-ON+ u ;)_j*.E4
u g7.E4 ;)_g-ON+ u
O})_g^4Ou=) u /j_4
;)_g^4Ou=) u /j_4
O})_g>4OE= u O})_j*.=O)e
u 4` ;eU4` O}_NLEuC j
--g)l+- )OOEN Ojq
gO4Oe"- =}g` ~E}@O- j
^g]C- -g~-.-
W-NOE_;4C _O>4N g4OO4N
g7.=Og)4- W 4 4^)O;EC
O})_)UN_O) =UuNOg 4`
4-g^C7 }g` O})_g4[C)e _
W-EO+O>4 O) *.- 1g-
4OGC ]ONLg`u^- u7+UE
]O)U^> ^@
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.
3


Artinya: Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan


isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka
tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam Nidzam Ijtimai fi Al Islam, Syekh Taqiyuddin An Nabhani menyebutkan yang
dimaksud dengan kata Zinah(perhiasan) adalah mahalluzzina min adhoi al Marati.
Dengan demikian yang tidak boleh terlihat pada wanita adalah tempat perhiasan
mereka: rambut, leher, tangan dan kaki. Dengan kata lain aurat wanita adalah seluruh tubuh
kecuali muka dan terlapak tanganKalimat (Dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya) dalam Surat an Nur ayat 31. Kata menunjukkan ath thalabu
at tarki (tuntutan untuk meninggalkan).Kalimat: (dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kerudung ke dadanya). Lam pada
kata merupakan lam amar (perintah menunjukkan ath thalabu al fikli (tuntutan
untuk mengerjakan). Dan Kata (mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka) dalam surat al Ahzab ayat 59 . Kata menunjukkan ath thalabu al fikli
(tuntutanuntuk mengerjakan).
Untuk menunjukkan bahwa tuntutan menutup aurat dalam surat an Nur ayat 31 dan al
Ahzab 59 merupakan hukum wajib perlu, ada qarinah yang jazim(indikasi yang pasti)
sebagai berikut:
Pertama, adanya pujian bagi orang yang melaksanakan perintah menutup auratakhir
dari ayat tersebut (supaya kamu beruntung) pada akhir Surat An Nur ayat
31 menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan kewajiban. Dan adanya perintah untuk
bertaubat: ( maka bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah) pada akhir
surat al Ahzab ayat 59. Hal ini menunjukan bahwa membuka aurat hukumnya haramdan
berdosa. Karena jika anjuran tentu Allah tidak memerintahkan bertaubat.
Kedua, adanya dzam (celaan) bagi orang yang membuka aurat menunjukkan bahwa
mentup aurat merupakan kewajiban. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan
Ahmad dan Muslim. Dan dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah:
4

Artinya: Ada dua macam golongan dari ahli neraka yang tidak kuketahuinya lagi
sesudah itu, yaitu perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang berpaling
dan memalingkan, diatas kepala mereka ada (sanggul sebesar kelasa onta yang bergoyang-
goyang, mereka itu tidak dapat melihat surga dan tidak dapat mencium bauhnya. Dan laki-
lakiyang selalu membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu dipukulnyalah
manusia (HR Ahmad dan Muslim)



Ketiga, Rasulullah Saw bersabda:
Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian
untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang
setengah dari tangannya)(HR ath Thabari).
Dalam riwayat yang lain dikatakan:
Menampakkan kedua tangannya (Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan
tangannya sendiri, lalu membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.
Seluruh tubuh wanitaadalah aurat kecuali muka dan telapak tangan juga berdasarkan
hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari Ibnu Masud ra, dia berkata, Rasulullah Saw
bersabda:

Artinya: Wanita adalah aurat (HR Ibnu Hibban).
Dan hadits

Artinya: Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidhtidak dibenarkan terlihat
darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan).(HR Abu
Dawud)
Rasulullah Saw. Bersabda:Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada
Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini.
Hadits tersebut menunjukkan tuntutanmeningggalkan (ath thalabu at tarki)/ laranganbagi
wanita untuk menampakkan aurat. Dan larangan inikedudukan hukumnya bukanmakruh,
akan tetapi haram karena ada qorinah yang pastiberupa tuntutan untuk meninggalkan disertai
5

dengan kata imanyaitu:percaya kepada Allah dan hari kemudian. Karenanya wanita
diharamkan menampakkan aurat. Tentu saja hal ini menunjukkan wajibnya wanita menutup
aurat.

II. JILBAB DAN KHIMAR, BUSANA MUSLIMAH DALAM KEHIDUPAN UMUM
Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab.
Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal
tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam Al Qur`an surah An Nuur: 31
disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat
dalam surah Al Ahzab: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh
perempuan dari atas sampai bawah.
Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah
itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau
memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau
bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting kan sudah menutup aurat. Kalau sudah
menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu.
Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum,
seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah. Menutup aurat itu hanya
salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya
misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau
mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau
mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan tetap belum
dianggap busana muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali
kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-
istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan
Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang
sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi
dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi
(dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.
Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus
memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya
menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh
bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang
6

dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah
dosa dan kesesatan.
Berkaitan dengan itu, Nabi SAW pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana
Islam akan menjadi sesuatu yang asing termasuk busana jilbab sebagaimana awal
kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan
memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan in sya-allah,
dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala
yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para
sahabat.
Sabda Nabi SAW:
Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang
asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu. (HR. Muslim No. 145)
Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran.
Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang
mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang
mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,Hai Rasululah, apakah itu pahala lima
puluh di antara mereka ? Rasululah SAW menjawab,Bahkan lima puluh orang di antara
kalian (para shahabat). (HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan)
1. Perbedaan Jilbab, Khimar dan Kerudung
Seringkali terjadi kesalahpahaman antara perbedaan jilbab, khimar dan kerudung,
terutama pada jilbab dan kerudung.Jenis pakaian ini merupakan pakaian dari wanita yang
mayoritas digunakan oleh seorang muslimah, walau tak ayal terkadang non-muslimpun
menggunakan jenis pakaian seperti ini.
a. Jilbab
Jelas sekali bahwa jilbab(Arab: ) wajib hukumnya dikenakan
oleh wanita muslim atau muslimah. Dalam Al-Quran kitabulloh, Q.S.
Al-Ahzab ayat 59 yang kurang lebih artinya adalah sebagai berikut:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata hendaklah merupakan penegasan bahwa penggunaan jilbab bagi
7

wanita hukumnya wajib dilaksanakan dengan kausalitas bahwa setelah menggunakan
jilbab akan membuat si wanita tidak diganggu. Selain itu agar mereka mudah dikenal yang
mana seorang muslimah dan yang bukan.
Definisi Jilbab adalah pakaian bawah terusan yang menutupi seluruh aurat wanita mulai
dari leher hingga ujung kaki.Pakaian ini layaknya mantel atau jas hujan.





b. Khimar
Khimar merupakan pakaian atas atau penutup kepala. Desain
pakaian ini yaitu menutupi kepala, leher dan menjulur hingga
menutupi dada wanita dari belakang maupun dari depan (termasuk
menutupi tulang selangka). Khimar ini tidak diikatkan ke leher
seperti, karena jika hal tersebut dilakukan, maka akan memperjelas
bentuk lekuk dada dari wanita. Jadi khimar harus menjulur lurus
kebawah dari kepala ke seluruh dada tertutupi.

c. Kerudung
Kerudung hampir mirip dengan Khimar , namun kerudung tidak
dianjurkan dalam Islam, karena desain kerudung cuma sebagai penutup
kepala saja. Kerudung yang hanya sebagai penutup kepala, tidak
sepanjang khimar yang mampu menutupi dada wanita sekaligus.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara desain dari
jilbab, khimar dan kerudung.Sementara dari sisi penggunaan, jelas sekali bahwa wanita wajib
hukumnya menutupi aurat dengan pakaian yang dianjurkan seperti pada wanita di masa nabi
Muhammad SAW yaitu menggunakan kombinasi jilbab (pakaian bawah) dan khimar
(pakaian atas).Dengan menggunakan jilbab dan khimar, maka semua aurat wanita dapat
tertutupi termasuk pada bagian dada (tanpa membentuk lekukan).

2. Aurat dan Busana Muslimah
8

Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan
masalah-masalah yang berbeda-beda.
Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.
Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu
tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-
rumah pribadi, atau tempat kost.
Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ammah), yaitu tempat-
tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di
jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam
kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.

a. Batasan Aurat Wanita
Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak
tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram,
meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah
aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:
'Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya.' (QS An Nuur: 31)
Yang dimaksud wa laa yubdiina ziinatahunna (janganlah mereka menampakkan
perhiasannya), adalah wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna (janganlah mereka
menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan). (Lihat
Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur`an, Juz III hal. 316).
Selanjutnya, illa maa zhahara minha (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya).
Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah
dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti Aisyah, Ibnu
Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001: 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata
dalam kitab tafsirnya Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur`an Juz XVIII hal. 84, mengenai apa
yang dimaksud dengan kecuali yang (biasa) nampak dari padanya (illaa maa zhahara
minha): Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan,Yang
dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan. Pendapat yang sama juga dinyatakan
Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, Juz XII hal. 229
(Al-Albani, 2001: 50 & 57).
Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua
telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan
9

muslimah di hadapan Nabi SAW sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh
ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh
ini biasa terlihat di masa Rasulullah SAW, yaitu di masa masih turunnya ayat Al Qur`an
(An-Nabhani, 1990: 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan
bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan
karena sabda Rasulullah SAW kepada Asma` binti Abu Bakar:
'Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka
tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan
wajah dan telapak tangannya.'(HR. Abu Dawud)
Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu
adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita
untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak
tangannya.

b. Busana Muslimah dalam Kehidupan Khusus
Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara
tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi
membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz
dalam firman-Nya (QS An Nuur: 31) wa laa yubdiina (Dan janganlah mereka
menampakkan) atau sabda Nabi SAW lam yashluh an yura minha (tidak boleh baginya
menampakkan tubuhnya) (HR. Abu Dawud). Jadi, pakaian yang menutupi seluruh
auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana
pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi,
begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis
pakaian tidak ditentukan oleh syara.
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat,
yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar'i,
tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.
Namun demikian syara' telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang
dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna
kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh
karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan
dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini
tidak boleh dijadikan penutup aurat.
10

Mengenai dalil bahwasanya syara' telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak
diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasanya Asma`
binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi SAW dengan berpakaian tipis/transparan,
lalu Rasulullah SAW berpaling seraya bersabda:
'Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh
baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.' (HR. Abu Dawud)
Jadi Rasulullah SAW menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah
dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi SAW berpaling seraya
memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.
Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia
ditanyai oleh Nabi SAW tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi SAW
kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu
kepada isterinya, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya:
'Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena
sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.'(HR. Ahmad dan Al-
Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya dalam kitab Al-Ahadits Al-
Mukhtarah, Juz I hal. 441) (Al-Albani, 2001: 135).
Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah SAW mengetahui
bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar
dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain
tipis itu, sehingga beliau bersabda: 'Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik
kain Qibtiyah itu.'
Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya
syara' telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit.
Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian
yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.

c. Busana Muslimah dalam Kehidupan Umum
Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam
kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam
kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada
sebagian pakaian-pakaian wanita.
Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti
lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan
11

umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk
kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara. Jadi dalam
kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana
panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum
meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.
Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat
menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-
laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan
tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi
laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib)(An-Nabhani, 1990:
104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah
bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara.
Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang
disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas ala) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua
pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus,
supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.
Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mujam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis
(Kairo: Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai Ats tsaubul musytamil alal
jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau Ma yulbasu fauqa ats tsiyab
kal milhafah.
Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa
dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada.
Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan
melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990: 48).
Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan
baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu
menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini
maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut
kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya
dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT
mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung):
12

'Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.'(QS An Nuur:
31)
Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab):
'Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.' (QS Al Ahzab: 59)
Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits
yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiah RA, bahwa dia berkata:
'Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied,
maka Ummu Athiyah berkata,Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?
Maka Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya
kepadanya!'(Muttafaqun alaihi) (Al-Albani, 2001: 82).
Berkaitan dengan hadits Ummu Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam
kitabnya Faidhul Bari, Juz I hal. 388, mengatakan:
Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang
wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar [rumah] jika tidak mengenakan
jilbab.(Al-Albani, 2001: 93).
Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita
dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat
di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan
perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari
Ummu 'Athiah RA di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab untuk keluar di
lapangan sholat Ied (kehidupan umum)maka dia harus meminjam kepada saudaranya
(sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita
mencari pinjaman jilbab.
Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah
sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: yudniina alaihinna min
jalabibihinna (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.).
Dalam ayat tersebut terdapat kata yudniina yang artinya adalah yurkhiina ila asfal
(mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini yaitu idnaa` berarti irkhaa`
ila asfal-- diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW
telah bersabda:
Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak
akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti. Lalu Ummu Salamah berkata,Lalu apa yang
13

harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna). Nabi
SAW menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal
(syibran)(yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab,Kalau begitu, kaki-kaki
mereka akan tersingkap. Lalu Nabi menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya
sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu. (HR. At-
Tirmidzi Juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001: 89)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar
yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah --yaitu jilbab-- telah diulurkan sampai ke
bawah hingga menutupi kedua kaki.
Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur
sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah
dianggap belum melaksanakan perintah yudniina alaihinna min jalaabibihina
(Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat
tersebut bukan min lit tabidh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil
bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah Hendaklah mereka
mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka (sehingga boleh potongan), melainkan
Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(An-
Nabhani, 1990: 45-51)

III. JILBAB YANG SESUAI DENGAN SYARIAT
14





Jilbab yang sesuai dengan syariah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Menutupi seluruh tubuh
Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (Qs Al-
Ahzab: 59)
2. Tidak diberi hiasan-hiasan hingga mengundang pria untuk melihatnya
Allah berfirman:
Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: hendaklah mereka menundukkan
pandangan mata dan menjaga kemaluan mereka dan jangan menampakkan perhiasan
mereka kecuali apa yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka meletakkan dan
menjulurkan kerudung di atas kerah baju mereka.
3. Tebal tidak tipis
Rasulullah SAW bersabda:
Akan ada nanti di kalangan akhir umatku para wanita yang berpakaian tapi hakikat
mereka telanjang.
Kemudian beliau SAWbersabda:
15

Laknatlah mereka karena sesungguhnya mereka itu terlaknat.
Kata Ibnu Abdil Baar: Yang dimaksud Nabi SAW dalam sabda adalah para wanita
yang mengenakan pakaian dari bahan yang tipis yang menerawangkan bentuk badan
dan tidak menutupi maka wanita seperti ini istilah saja mereka berpakaian tapi hakikat
mereka telanjang.
4. Lebar tidak sempit
Usamah bin Zaid berkata: Rasulullah SAW memakaikan aku pakaian Qibthiyah yg
tebal yang dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau maka aku memakaikan
pakaian itu kepada istriku. Suatu ketika beliau SAW bertanya: Mengapa engkau tidak
memakai pakaian Qibthiyah itu? Aku menjawab: Aku berikan kepada istriku. Beliau
berkata: Perintahkan istrimu agar ia memakai kain penutup setelah memakai pakaian
tersebut karena aku khawatir pakaian itu akan menggambarkan bentuk tubuhnya.
5. Tidak diberi wangi-wangian
Karena Rasulullah SAW bersabda:
Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu ia melewati sekelompok
orang agar mereka mencium wangi maka wanita itu pezina.
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Abu Hurairah mengatakan: Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang memakai
pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.
7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
Karena Rasulullah SAW dalam banyak sabda memerintahkan kita untuk menyelisihi
orang-orang kafir dan tidak menyerupai mereka baik dalam hal ibadah hari
raya/perayaan ataupun pakaian khas mereka.
8. Bukan merupakan pakaian utk ketenaran
Yakni pakaian yang dikenakan dengan tujuan agar terkenal di kalangan manusia
sama saja apakah pakaian itu mahal/ mewah dengan maksud untuk menyombongkan
diri di dunia atau pakaian yang jelek yang dikenakan dengan maksud untuk
menampakkan kezuhudan dan riya.
Berkata Ibnul Atsir: Pakaian yang dikenakan itu masyhur di kalangan manusia
karena warna berbeda dengan warna-warna pakaian mereka hingga manusia
mengangkat pandangan ke arah jadilah orang tadi merasa bangga diri dan sombong.
Rasulullah SAW bersabda:
Siapa yang memakai pakaian untuk ketenaran di dunia maka Allah akan
memakaikan pakaian kehinaan pada hari kiamat kemudian dinyalakan api padanya.
16


IV. JILBAB SYARI DAN JILBAB FUNKY
Sesungguhnya agama Islam memerintahkan setiap orang muslim agar mencintai
saudaranya bagaikan mencintai dirinya sendiri, kemudian menghindari mereka dari
keburukan sebagaimana ia menghindarkan diri daripadanya, nasehat menasehati demi
menaati kebenaran yang telah didatangkan dari Allah dan Rasul-Nya, baik itu berupa perintah
maupun larangan, dengan hati rela mematuhinya.
Di saat agama Islam tiba dan kaum Jahiliyah membenci bayi perempuan, bahkan tega
buah hati sendiri dikubur hidup-hidup, tidak memberikan harta warisan kepada wanita,
terkadang mempusakai wanita bagaikan harta yang lain dengan jalan paksa.
Maka Allah serta Rasul-Nya melarang perbuatan keji tersebut, menjaga dan
mengangkat derajat wanita bagaikan mutiara berharga, dengan memberikan hak-haknya
sebagaimana agama menghormati dan memberikan hak-haknya kepada seorang lelaki.
Demi kesucian masyarakat serta demi keutuhan dan kehormatan seorang muslimah dari
kemaksiatan dan dari kecerobohan orang jahil, maka Islam menganjurkan perkawinan dan
mengharam- kan perbuatan zina. Maka demi kesucian dan keutuhan, Allah Maha Penyayang
memerintahkan para muslimah agar mengenakan hijab (jilbab), supaya berada di sisi Allah,
dan ditempat sejauh mungkin dari perbuatan keji yang dapat menimpa pada diri kaum
muslimah.
Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di satu sisi patut bersyukur,
wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab benar-
benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah.Namun di sisi lain
jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syari sebagaiman tersebut di atas
seakan telah berubah fungsi dan ajaran, banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana
jilbab yang bukan lagi syari tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan
jilbab funky yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat syara
jilbab yang sebenarnya.
Diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain:
1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele yaitu
terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau
yang lagi trendy, remaja putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau
dibuka hingga ke siku mereka.
2. Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian yang
berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun perempuan
17

tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati
dengan jelas.
3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan
terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan
jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syari untuk kaum muslimin, apalagi
wanita.
4. Banyak wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu
jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara
pengajian kampung dsb, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab
tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala.
Terkadang, kalau ditanyakan kepada mereka, mengapa kalian berbuat (melakukan)
yang demikian, tidak memakai jilbab yang syari, padahal telah mengetahui bagaimana jilbab
yang syari, sering didapati jawaban, Yaa, pengen aja , atau Belum siap , atau
Mendingan begini daripada tidak memakai jilbab sama sekali , atau Jilbab itu khan tidak
hanya satu bentuk, jilbab khan bisa dimodofikasi yang penting khan menutup aurat
terkadang didapati juga jawaban, Kok kamu yang ribut, khan emang sudah menjadi mode
yang seperti ini!
Padahal, dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan
hukum syara yang disebutkan di atas, sesungguhnya akan membawa kebaikan bagi kita
sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dan bukan didasari atas nafsu atau ditujukan untuk
mengekang kita.
Janganlah sampai suatu kaum, dimana mereka meremehkan perempuan-
perempuan/muslimah yang berjilbab hanya karena memakai pakaian/jilbab yang tidak sesuai
dengan hukum syara.
Apabila kaum telah meremehkan hal ini, maka bagaimana dengan pandangan
(penilaian) Allah dan Rasul-Nya terhadap wantia yang seperti ini? Tidakkah ada bedanya
antara perempuan yang berjilbab dengan perempuan yang tidak berjilbab?

V. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib
mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas
baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam Al Qur`an.
Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia
telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar
18

yang terulur sampai bawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang
fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya
dipandang berdosa di sisi Allah.

You might also like