You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Populasi dapat didefinisikan sebagai kelompok kolektif organismeorganisme dari speses yang sama yang menduduki ruang atau waktu tertentu dengan pola tertentu. Kumpulan dari beberapa populasi disebut dengan komunitas. Proses identifikasi suatu komunitas dalam suatu habitat tertentu salah satunya bisa dengan metode pitfalltraps. Metode pitfall traps merupakan metode penangkapan hewan dengan sistem perangkap, khususnya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Jumlah dan jenis spesies di suatu komunitas tergantung pada kondisi suatu daerah misalnya faktor biotik dan abiotik. Kemudian suatu spesies yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan berinteraksi dengan sesamanya akan dapat bertahan di lingkungan tersebut. Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas suatu spesies antara lain adalah : suhu, kelembaban, pH. Tujuan dari penanaman pitfall traps adalah untuk menjebak binatangbinatang permukaan tanah agar jatuh ke dalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi jenis binatang permukaan tanah yang berada pada lingkungan perangkap. Metode pitfall traps tidak dapat digunakan untuk mengukur besarnya populasi namun dari data yang diperoleh bisa didapatkan cerminan komunitas binatang tanah dan indeks diversitasnya. Metode pitfall traps dilakukan dengan menggunakan botol jam yang diisi larutan alkohol 70% dan larutan gliserin dengan perbandingan 1:1 lalu ditanamkan di tanah lokasi yag sudah ditentukan dengan mulut botol terbuka dan sejajar dengan permukaan tanah. Penanaman botol dilakukan pada tempat yang terbuka dan tempat yang tertutup. Untuk menangkap hewan nokturnal maka jebakan ditanam pada senja hari dan diambil keesokan harinya. Sedangkan untuk menangkap hewan nokturnal maka jebakan ditanam pada pagi hari dan diambil sore harinya. Dari hewan-hewan yang tertangkap di dalamnya nanti akan dilakukan identifikasi jenis spesiesnya dan dilakukan cacah untuk jumlah spesies

dan individu anggota tiap spesies tersebut untuk mendapatkan indeks diversitasnya sehingga kita juga dapat melihat keragaman komunitas binatang tanah di lokasi penanaman yang telah dipilih.

B. Tujuan Percobaan Menerapkan teknik sampling pitfall traps untuk menganalisis populasi binatang dan mempelajari distribusi serta perilaku nokturnal dan diurnal.

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah baik di dalam maupun diatas tanah. Populasi hewan tanah biasanya berupa cacing, kelompok arcarina, kumbang, bekicot dan beberapa jenis lainnya. Hewan tanah pada umumnya hidup pada daerah yang lembab dengan kisaran pH sekitar 6-7 dan kelembaban tanah sekitar 5-7. Hewan tanah dapat dikelompokkan berdasarkan jenis, perilaku dan cara makan hewan tersebut (Krebs, 1989). Kelompok mikroorganisme tanah antara lain adalah mikrobia uniseluler seperti alga tanah, bakteri, jamur dan protozoa. Sedangkan mesobiotanya antara lain adalah cacing, cacing oligochaea, enchytracida, larva serangga yang lebih kecil dan mikro arthropoda, seperti acarina dan collembola serta mikrobiota yang juga meliputi serangga yang lebih besar seperti cacing tanah, jangkrik, kecoa, kumbang tanah dan lainya (Odum, 1994). Di lapangan hewan tanah juga dapat dikumpulkan dengan memasang perangkap jebak (pitt fall traps). Pengumpulan hewan permukaan tanah dengan memasang perangkap jebak juga tergolong pada pengumpulan hewan tanah secara dinamik. Perangkap jebak hanya berupa bejana yang ditanam di tanah (Nurdin, 1989).

Gambar Pitfall Traps Metode sampling yang cocok digunakan untuk komunitas hewan tanah adalah pitfall traps. Pitfall traps adalah perangkap berbentuk sumuran dari botol jam yang berisi larutan alkohol 70% dan gliserin. Fungsi larutan gliserin adalah untuk menarik hewan agar masuk dalam perangkap. Keuntungan dari metode ini

adalah alatnya murah, mudah penggunaannya, cepat operasinya, data yang diperoleh merupakan cerminan komunitas binatang tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisme yang tertangkap pada perangkap adalah berupa densitas populasinya, jangkauan jelajahnya, batas area sumur perangkap dan keadaan diluar batas sumur perangkap (Yuda dan Jati, 2001). Prinsip jebak pada dasarnya ada 2 macam, yaitu adalah perangkap jebak tanpa umpan penarik dan perangkap jebak dengan menggunakan umpan. Pada perangkap jebak tanpa umpan hewan tanah yang berkeliaran dipermukaan tanah akan jatuh terjebak, sedangkan perangkap dengan menggunakan umpan hewan yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh bau umpan yang diletakkan ke dalam perangkap. Hewan yang jatuh ke dalam perangkap akan terawetkan dalam formalin atau zat kimia lainnya yang diletakkan ke dalam perangkap tersebut (Nurdin, 1989). Hewan tanah yang terperangkap dalam perangkap sumuran dapat berperilaku diurnal maupun nokturnal. Diurnal adalah hewan yang aktif pada siang hari, sedangkan nokturnal adalah hewan yang aktif pada malam hari. Contoh hewan diurnal adalah laba-laba dan semut, sedangkan contoh hewan nokturnal adalah bekicot dan kumbang. Masing-masing hewan tersebut tinggal dalam tanah karena mereka merupakan kekayaan spesies daerah tanah. Perilaku kedua hewan tersebut sangat berbeda tergantung pada cara mencari makan dan proses beradaptasi dengan lingkungannya (Michael, 1994). Jerat lubang (pitfall traps) digunakan untuk perangkap arthropoda penghuni permukaan tanah, seperti laba-laba, lipan, belalang, dan serangga. Penangkapan yang semata-mata hanya dengan jerat lubang tidak berguna dalam penaksiran ukuran populasi atau untuk perbandingan komunitas. Jenis spesies dan jumlah yang terjerat tergantung pada lokasi jerat, ketersediaan pasokan, makanan di sekitar jerat, jumlah uap air dalam tanah, keadaan cuaca, dan perubahanperubahan dalam tingkat sejarah kehidupan hewan. Wadah-wadah gelas atau botol-botol dibenamkan dalam tanah dengan suatu larutan pengawet yang dimasukkan ke dalam jerat lubang pada saat pemasangan. Studi pada hewan malam akan melibatkan pemasangan jerat sebelum senja dan pemeriksaan

tangkapan pada pagi hari, dan sebaliknya. Spesies yang tertangkap dicatat jumlah individu dalam setiap spesiesnya (Michael, 1994). Eksperimen pemberian air pada serasah saat musim kering mengurangi kerapatan total arthropoda yang terutama disebabkan oleh kurangnya pseolids, tetapi ada peningkatan jumlah colembola. Hewan pada lingkungan diurnal akan muncul pada suasanan lembab di malam hari, karena itu jumlah spesies pada malam hari lebih besar daripada siang hari. Kegiatan hewan atau binatang tanah akan lebih cepat pada keadaan yang lembab atau basah dan juga gelap, sedangkan kegiatanya lambat pada keadaan kering yaitu di siang hari (Desmukh, 1992). Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan atau kepadaatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut, yaitu tergantung pada faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besar dibagi atas : Faktor fisik, yaitu suhu, kadar air, porositas, dan juga tekstur tanah. Faktor kimia, yaitu salinitas, pH, kadar organik tanah, dan juga unsurunsur kimia tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat tergantung pada struktur komunitas hewanhewan yang terdapat pada suatu habitat (Nurdin, 1989). Faktor lingkungan biotik bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di habitatnya seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan hewanhewan lainya. Pada golongan tersebut jenis-jenis organisme saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi tersebut dapat berupa predasi, parasitisme, kompetisi, dan juga adanya penyakit (Nurdin, 1989). Warna tanah tergantung pada kandungan organik, kondisi drainase, dan aerasi. Hal-hal tersebut merupakan sifat-sifat tanah yang berkaitan dengan warna. Warna tanah biasanya berwarna kelabu muda, bila tersusun dari mineral yang telah mengalami sedikit perubahan kimia, untuk itu warna tanah coklat, merah dan kuning ditentukan oleh penambahan bahan organik dengan perbandingan mineral yang cukup, pada tanah kebanyakan berwarna merah akibat melimpahnya mineral oksida besi pada tanah tropika dan disebabkan oleh kandungan bahan

organik yang busuk. Pada kandungan pH tanah yang berkisar antara 4-10, biasanya tanah tersebut ada pada daerah basah yang bersifat asam, sedangkan tanah di daerah kering berkisar pada sifat basa. Pada tanah larutan asam tanahnya mengandung lebih banyak ion H+ daripada ion hidroksil OH-. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pH tanah antara lain produk sampingan belerang pada gas industri sehingga terbentuk asam sulfat, maka tanaman akan mati kalau belerang teroksidai dan berubah menjadi asam sulfida dan pH tanah menjadi sangat rendah, dan di dalam air hujan juga terdapat sedikit asam sitrat tetapi tidak berpengaruh yang tidak berarti, jadi perubahan pH tanah pada keadaan seperti itu tergantung pada perubahan-perubahan dalam kejenuhan basa. Kenaikkan dalam kejenuhan basa menghasilkan kenaikan pH, dan penurunan basa mengurangi pH (Foth dan Soenartono, 1994). Berbagai macam teori telah diketahui untuk mengukur jumlah organisme yang terdapat di alam. Empat hal yang harus terkandung di dalam mengamati lingkungan adalah jumlah spesies, jumlah individu setiap spesies, tempat yang ditempati tiap individu tiap jenis dan tempat yang ditempati oleh individu lainya. Cacah organisme yang tertangkap tergantung pada densitas populasi, jangkauan jelajahnya, batas area sumur perangkap dan keadaan diluar batas sumur perangkap (Krebs, 1989). Identifikasi adalah proses mengetahui suatu kelompok individu yang hidup pada suatu komunitas tertentu dan habitat tertentu. Proses identifikasi dilakukan di laboratorium dengan bantuan mikroskop dan buku identifikasi. Fungsi dari identifikasi adalah untuk mengetahui biodiversitas dari suatu kelompok populasi (Krebs, 1989). Menurut Krebs (1989), nilai penting dapat diukur dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (H). Dua komponen keragaman tergantung di dalam indeks Shannon-Wiener dimana jumlah spesies yang besar akan menambah keanekaragaman spesies yang diukur dengan mengunakan indeks Wiener. Besarnya indeks Shannon-Wiener adalah : H = - ( ni / N ) log ( ni / N ) atau - Pi log Pi Dimana: Shannon-

ni = nilai kepentingan untuk tiap spesies N = nilai kepentingan total Pi = peluang kepentingan untuk tiap spesies = ni / N Komunitas biotik merupakan kumpulan beberapa populasi di suatu daerah tertentu. Mereka sering berinteraksi sedemikian rupa sehingga mempunyai kebebasan masing-masing. Mereka membuat satuan fungsional sebagai satuan tranformasi metabolisme. Komunitas utama (mayor) merupakan suatu komunitas yang sempurna dengan ukuran yang cukup besar dan hanya memerlukan energi matahari dari luas komunitas, sedangkan komunitas-komunitas minor merupakan komunitas berbadan kecil dan sedikit banyak tergantung komunitas tetangganya (Wibowo, 1998). Klasifikasi berdasarkan gambaran struktur adalah lebih spesifik karena akan memberikan gambaran yang lebih baik dari komunitas-komunitas yang sangat berbeda habitatnya. Biasanya suatu komunitas dengan keragaman tinggi akan mempunyai kestabilan yang mantap. Kita ketahui bahwa di dalam komunitas yang satu akan berbatasan dengan komunitas yang lain (Michael, 1994). Zona peralihan antara suatu komunitas yang berbeda disebut dengan ekoton. Zona-zona ini mempunyai organisme yang khas, demikian organisme yang ditemukan dalam komunitas perbatasan. Ekoton memiliki keragaman tinggi, jumlah spesies yang tinggi, dan jumlah individu yang banyak. Kenaikan keragaman spesies dan rapatan spesies dalam zona peralihan disebut pengaruh tepi (edge effect). Pengaruh tepi digunakan dalam perlindungan dan pengaturan kehidupan lain, binatang peralihan dan lain-lain (Michael, 1994).

BAB V KESIMPULAN
1. Jumlah spesies yang diperoleh pada kondisi diurnal yaitu 16 spesies dan jumlah total organisme yang diperoleh yaitu 52. 2. Jumlah spesies yang diperoleh pada kondisi nocturnal yaitu 20 spesies dan jumlah total organisme yang diperoleh yaitu 109. 3. Aktivitas hewan tanah lebih aktif pada malam hari dibandingkan siang hari. 4. Spesies yang paling mendominasi pada kondisi diurnal maupun nokturnal yaitu semut hitam besar. 5. Indeks shannon pada kondisi diurnal yaitu 21,97 sedangkan indeks shannon pada kondisi nokturnal yaitu 52,434. 6. Keanekaragaman spesies hewan tanah pada kondisi nocturnal lebih tinggi dibandingkan diurnal. 7. pH tanah dan kelembaban tanah sangat mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di tanah karena masing-masing jenis organisme memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap pH dan tingkat keberadaan air. 8. Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman binatang tanah yaitu faktor biotik (interaksi antarspesies) dan faktor abiotik (faktor fisik : suhu, kadar air, porositas, tekstur tanah dan faktor kimia : salinitas, pH, kadar organik tanah, unsur mineral tanah).

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA
Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta. Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publishing. New York. Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI-Press. Jakarta. Odum, E. P. 1994. Dasar Dasar Ekologi. UGM-Press. Yogyakarta. Sarief, E. S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Suin, M. N. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

You might also like