Professional Documents
Culture Documents
Oleh: Lailatul Qomariah Hajar dewi Fumaya Putri Intan Anggraeni P Imawati Lutfi Sandy Lukman Bahroni
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes WIDYA CIPTA HUSADA MALANG SEMESTER 3 TAHUN 2012
CEDERA KEPALA
A. Definisi Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005). Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan perubahan fungsi otak (Black, 2005). Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen. B. Klasifikasi Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS): 1. Minor a. GCS 13 15 b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. 2. Sedang a. GCS 9 12 b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. c. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Berat a. GCS 3 8 b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury: 1. Trauma tumpul. Trauma dengan benda tumpul menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) . Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebabkan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera otak menyebar pada hemister cerebral, batang otak atau keduanya
2. Trauma tajam (penetrasi). Menyebabkan cedera setempat & menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokalmeliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yangdisebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
D. Patofisiologi dan Pathway Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya. Trauma kepala
Ekstra kranial
Tulang kranial
Intra kranial
Resiko infeksi
Nyeri
Hipoksia
Kejang
Peningkatan TIK
Mual muntah Papilodema Pandangan kabur Penurunan fungsi pendengaran Nyeri kepala
Defisit Neurologis
1. Bersihan jln. nafas 2. Obstruksi jln. nafas 3. Dispnea 4. Henti nafas 5. Perub. Pola nafas Resiko tidak efektifnya jln. nafas
Herniasi unkus
Mesesenfalon tertekan
E. Manifestasi Klinis 1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih 2. Kebingungan 3. Pucat 4. Mual dan muntah 5. Pusing kepala 6. Terdapat hematoma 7. Kecemasan 8. Sukar untuk dibangunkan 9. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal. F. Penatalaksanaan Klinik Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi. G. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. 2. Pemeriksaan fisik a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Sistem saraf : Kesadaran GCS. Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan? Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. Retensi urine, konstipasi,. e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
H. Pemeriksaan Penunjang 1. Spinal X ray Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur). 2. CT Scan Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. 3. Myelogram Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai. 4. MRI (magnetic imaging resonance) Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak. 5. Thorax X ray Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo. 6. Pemeriksaan fungsi pernafasan Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan. I. Farmakologi Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut. J. Diagnosa yang Mungkin Muncul 1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak 2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak 3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum 4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporoscoma) 5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien 6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
K. Analisa Data No 1 Etiologi Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Masalah Keperawatan Gangguan perfusi jaringan otak
Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun
Perubahan pola napas Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Reflek batuk menurun Penumpukan sekret Bersihan jalan napas tidak efektif Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH
Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Gangguan pemenuhan ADL Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel
Kecemasan
Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Cemas Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Imobilisasi Risiko gangguan integritas kulit
L. Rencana Asuhan Keperawatan Dx. Keperawatan Gangguan perfusi jaringan Mempertahankan Independent: dan 1. Refleks status membuka mata Tujuan Intervensi Rasional
menentukan
pemulihan
sehubungan
kesadaran yang baik. Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk batang menentukan otak. refleks
peningkatan intrakranial
Pergerakan
mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan intracranial tekanan adalah
2. Monitor
sistolik diastolik
dan serta
penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya
reaksi Untuk
penekanan
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
4. Hindari yang
berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuaran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan
5. Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dpt meningkatkan tekanan intrakrania.
akibat kejang.
kondisi pasien.
7. Berikan obatan
menurunkan
tekanan intrakranial secara biologi/kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air
dan benar .
otak, steroid (dexame-tason) utk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang utk menurunkan kejang, analgetik
untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak. Tidak MempertahanIndependent: 1. Pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis pernapasan respiratori dan lambat
satu menit
pusat napas di Kriteria otak. evaluasi Penggunaan otot napas ada, bantu 2. Cek tidak sianosis pemasangan tube
asidosis respiratorik.
tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tdk 3. Observasi ratio 3. Sebagai inspirasi ekspirasi fase dan pada kompensasi udara terter-
perangkapnya
ekspirasi 2 x
batas-batas normal.
biasanya lebih
panjang
dari inspirasi
4. Keadaan
dehidrasi
dapat
pasien
kental
dan
meningkatkan
resiko infeksi.
5. Cek
selang 5. Adanya
obstruksi tidak
dapat ade
menimbulkan
6. Siapkan bag
memberikan
ventilator.
Kriteria Evaluasi Suara bersih, napas tidak 2. Evaluasi pergerakan dada dan 2. Pergerakan yang simetris
dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
alarm 3. Lakukan pepengisapan lendir waktu tidak dari bila banyak. 15 dengan kurang detik
3. Pengisapan
lendir
tidak
sputum
4. Lakukan
semua
bagian
paru
dan
kelancaran pelepasan
kecemasan kerja
penuhi secara
meningkatkan
dgn penurunan adekuat. kesadaran (soporoscoma) Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi
atau menurun.
2. Beri untuk
bantuan 2. Kebersihan
perorangan,
telinga,
dan
minuman kebutuhan
yang untuk
harus menjaga
Diberikan kebutuhan
jumlah,
kalori,
pada 4. Keikutsertaan
keluarga
Penjelasan
perlu
agar
5. Berikan bantuan memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pa- Kriteri evaluasi sien. : Ekspresi wajah tidak menunjang adanya masan. Keluarga mengerti cara berhubungan dgn pasien. 3. Berikan dorongan spiritual keluarga. untuk keceKecemasan keluarga berkurang Independent: untuk
5. Lingkungan
yang
bersih
dpt 1. Bina hubungan 1. Untuk membina hubungan saling percaya. terapeutik perawat-keluarga. Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan
merasa diperhatikan.
2. Beri penjelasan 2. Penjelasan tentang semua prosedur tindakan dan yang rangi
akan
menguakibat Berikan
kecemasan
ketidaktahuan.
kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
3. Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan menghadapi krisis. dalam
integritas kulit tidak terjadi sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
motorik
dan
2. Kaji kulit pasien 2. Keadaan setiap 8 jam : palpasi daerah tertekan. pada yang
lembab
akan
terjadinya
3. Ganti
posisi 3. Dalam
waktu akan
pasien setiap 2 jam. posisi sikap dan tempat untuk Berikan dalam anatomi gunakan kaki daerah
perfusi sekitar.
mengganti 2 jam
sirkulasi posisi
yang menonjol.
khususnya masalah sirkulasi /perfusi jaringan. Mengalas bagian yang menonjol guna mengurangi penekanan yang mengakibatkan lesi kulit.
4. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien massage dengan lembut di atas daerah yang setiap menonjol 2 jam :
sekali.
5. Dapat
mengurangi
proses
bagian
untuk tindakan
memperkirakan selanjutnya.
M. Daftar Pustaka Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC. Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta : EGC. Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC. Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.