You are on page 1of 27

Bioremediasi Sampah Rumah

Tangga
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Dasar

Disusun oleh
Kelompok 2
Anggota :
Nurvita Cundaningsih (140410110017)
Annisa Amalia (140410110022)
Evanti Arosyani (140410110037)
Ghina Nafisah (140410110039)
Barkah Aris Muharam (140410110057)
Page | i

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, ataskarunia dan nikmat yang telah
dilimpahkan kepada kitasemua. Atas terselesaikannya makalah ini, dengan inikami
mengharapkan mahasiswa-mahasiswi dapatmengetahui Biodegradasi Limbah Organik
Rumah Tangga dengan Bantuan Mikroorganisme
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu, dan
mempercepat penyelesaianmakalah ini. Kami mengharapkan saran yang dapat
menyempurnakanmakalah kami ini semoga makalah ini bermanfaat bagisemua pihak.
Amin.
Bandung, 12 Desember 2012
Penulis












Page | ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi...............................................................................................................................i
Bab 1 : Pendahuluan...........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Tujuan..............................................................................................................1
1.3. Identifikasi Masalah.........................................................................................1
1.4. Metode Penelitian...........................................................................................1
Bab 2 : Isi.............................................................................................................................2
2.1. Pengertian Sampah.........................................................................................2
2.2. Jenis-jenis Sampah..........................................................................................2
2.3. Sampah Rumah Tangga...................................................................................5
2.4. Permasalahan yang Timbul akibat Pengolahan Sampah yang Tidak Tepat...6
2.5. Pengolahan Sampah Rumah Tangga...............................................................7
2.6. Cara Pengomposan.........................................................................................8
2.7. Manfaat Kompos..........................................................................................12
Bab 3 : Pembahasan..........................................................................................................17
Bab 4 : Kesimpulan............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA
Page | 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semakin maraknya industri besar disekitar permukiman dan rendahnya tingkat
kesadaran masyarakat akan bahayanya limbah membuat limbah semakin banyak dan
membahayakan masyarakat . Banyaknya sampah dan limbah yang ditumpuk dan dibuang
disekitar lingkungan masyarakat tinggal , hal ini berakibat pada kehidupan manusia di
bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama pada
lingkungan sekitar.
Limbah sendiri merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis.Limbah banyak dihasilkan dari lingkungan dimana masyarakat bermukim
karena disanalah terjadi aktivitas domestik .Limbah dapat dikategorikan berbahaya sesuai
dengan banyak dan jenis limbah tersebut.
Upaya pengelolaan dari limbah yang sudah banyak di sekitar lingkungan kita
berada merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini ditinjau dari kunatitas dan tingkat
bahaya limbah yang sudah tercemar. Dibutuhkan teknik dan metode yang matang untuk
meminimalisir tingkat pencemaran limbah di bumi, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah pengomposan.
1.2. Tujuan
Dapat mengetahui metode pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos
Dapat mengetahui proses pengomposan sampah kantin secara mikrobiologi
1.3. Identifikasi Masalah
Bagaimana cara pengomposan
Apa perubahan material organik yang telah dikomposkan
1.4. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang kami ambil adalah studi literatur
Page | 2

BAB II
ISI
2. 1. Pengertian Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam
proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk
yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena
dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi
menurut jenis-jenisnya.
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk
maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak atau bercacat
dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada
sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada
setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang
disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa
dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang
dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan,
manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada
suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
2.2. Jenis-Jenis Sampah
Sampah dapat dijumpai disegala tempat dan hampir disemua kegiatan.
Berdasarkan asalnya, maka dapat digolongkan Penggolongan sampah ini dapat
didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu didasarkan atas asal, komposisi, bentuk, lokasi,
proses terjadinya, sifat dan jenisnya. Penggolongan sampah seperti itu penting sekali
diketahui dan diadakan, selain untuk mengetahui macam-macam sampah dan sifatnya
juga sebagai dasar penanganan dan pemanfaatan sampah.
1. Penggolongan sampah berdasarkan sampah-sampah sebagai berikut :
Page | 3

a. Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah
sampah dari asrama rumah sakit, hotel-hotel dan kantor.
b. Sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik.
c. Sampah dari hasil kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian meliputi
perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sampah dari kegiatan
pertanian sering disebut limbah hasil-hasil pertanian.
d. Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar dan
sampah toko.
e. Sampah dari hasil kegiatan pembangunan.

2. Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya.
Pada suatu kegiatan mungkin akan menghasilkan jenis sampah yang
sama, sehingga komponen-komponen penyusunan juga akan sama. Misalnya sampah
yang hanya terdiri atas kertas, logam atau daun-daunan saja. Setidak-tidaknya apabila
tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah
seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua
macam :
a. Sampah yang seragam; sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk
dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton,
kertas karbon, dan masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang
seragam.
b. Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari
pasar atau sampah dari tempat-tempat umum.

3. Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya.
Sampah dari rumah-rumah makan pada umumnya merupakan sisa-sisa air
pencuci, sisa-sisa makanan yang bentunya berupa cairan atau seperti bubur. Sedangkan
beberapa pabrik menghasilkan sampah berupa gas, uap air, debu, atau sampah berbentuk
padatan.
Dengan demikian berdasarkan bentuknya ada tiga macam sampah, yaitu :
Page | 4

a. Sampah berbentuk padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng, plastik.
b. Sampah berbentuk cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, bahan
cairan yang tumpah. Limbah industri banyak juga yang berbentuk cair atau
bubur, misalnya blotong (tetes) yaitu sampah dari pabrik gula tebu.
c. Sampah berbentuk gas, misalnya karbon dioksida, ammonia dan gas-gas lainnya.

4. Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya.
Baik dikota atau diluar kota, banyak dijumpai sampah bertumpuk-tumpuk.
Berdasarkan lokasi terpadatnya sampah, dapat dibedakan :
a. Sampah kota (urban), yaitu sampah yang terkumpul dikota-kota besar.
b. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di daerah-daerah diluar perkotaan,
misalnya didesa, di daerah permukaan, dipantai.

5. Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya.
Berdasarkan proses terjadinya, dibedakan antara :
a. Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya karena proses alami, misalnya
rontoknya daun-daunan dipekarangan rumah.
b. Sampah non-alami, ialah sampah yang terjadinya karena kegiatan-kegiatan
manusia.

6. Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya.
Terdapat dua macam sampah yang sifat-sifatnya berlainan yaitu :
a. Sampah organik, yang terdiri dari atas daun-daunan, kayu, kertas, karbon, tulang,
sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah. Sampah organik adalah sampah yang
mengandung senyawa-senyawa organik, dan oleh karenanya tersusun oleh unsur-
unsur karbon, hydrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh
mikrobia.
Page | 5

b. Sampah anorganik, yang terdiri atas kaleng, palstik, besi dan logam lainnya,
gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak dapat tersusun oleh senyawa-senyawa
organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikrobia.

7. Penggolongan sampah berdasarkan jenisnya.
Berdasarkan atas jenisnya, sampah dapat digolongkan menjadi sembilan golongan, yaitu :
a. Sampah makanan (sisa-sisa makanan termasuk makanan ternak )
b. Sampah kebun
c. Sampah kertas
d. Sampah plastik
e. Sampah kain
f. Sampah kayu
g. Sampah logam
h. Sampah gelas dan keramik
i. Sampah berupa abu dan debu
Yang dimaksud karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat-sifat
fisis, kimiawi dan biologisnya. Kalau ditinjau secara fisis, adalah sukar untuk memerinci
sifat-sifat sampah, terutama sampah yng berbentuk padatan. Ini disebabkan sampah
padatan selalu tidak homogen. Lain halnya dengan sampah berbentuk cairan lebih mudah
diadakan identifikasi sifat-sifat fisisnya. Demikian juga apabila diadakan peninjauan
biologis. Sedemikian jauh masih sedikit atau boleh dikatakan belum ada keterangan
tentang sifat-sifat fisis dan biologis sampah, baik yang padatan maupun yang cairan.
Sedangkan hasil-hasil penelitian yang menguntungkan sifat kimiawi sampah juga masih
jarang dijumpai.

2.3. Sampah Rumah Tangga
Sampah yang diproduksi oleh rumah tangga, umumnya terdiri dari dua macam, yaitu :
a. Sampah organik
Page | 6

Sampah organik terdiri dari sampah berupa sayuran, buah-buahan, dan sisa dari
pemotongan hewan di pasar tradisional, aktivitas memasak dan aktivitas makan.
Sifat dari sampah organik sangat mudah membusuk dan memiliki kadar yang
tinggi.

b. Sampah non organik
Sampah non organik merupakan sampah yang memiliki ciri tidak membusuk.
Sampah jenis ini dibagi menjadi dua yaitu sampah non organik yang mudah
terbakar. Sampah non organik yang mudah terbakar adalah sampah kertas,
kardus, platik, textil, karet, kulit, kayu, dan furniture. Sedangkan untuk sampah
non organik yang tidak mudah terbakar adalah gelas, tembikar, keramik dan
kaleng.

Kedua jenis macam sampah ini dapat didaur ulang dengan berbagai macam cara
sehingga sampah dapat digunakan kembali dan efek samping yang ditimbulkan
berkurang.

2. 4. Permasalahan yang Timbul akibat Pengolahan Sampah yang Tidak Tepat
Pengolahan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan masalah, baik masalah
kesehatan, lingkungan, maupun sosial-ekonomi. Berikut ini masalah-masalah yang dapat
ditimbulkan akibat pengolahan sampah yang kurang baik.
Dari Segi Kesehatan
Sampah yang tidak diolah dengan baik dapat menjadi tempat berkembang biaknya hewan
yang membawa mikroorganisme patogen seperti lalat, nyamuk, tikus, dan lain-lain.
Penyakit diare, kolera, tifus akan lebih cepat menyebar di lingkungan yang pengolahan
sampahnya kurang memadai. Selain itu juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya
jamur yang dapat menyebabkan penyakit, jamur kulit misalnya. Ada pula sampah beracun
dapat menimbulkan bahaya bagi manusia. Misalnya limbah pabrik yang langsung
dibuang ke sungai dan terserap oleh ikan yang nantinya dikonsumsi manusia.
Dari Segi Lingkungan
Page | 7

Sampah yang tidak diolah dengan baik dapat menghasilkan berbagai zat yang merusak
lingkungan. Cairan rembesan dari sampah yang dibiarkan menumpuk dapat masuk ke
saluran drainase atau saluran air dan mencemari air, ikan yang hidup di air tersebut pun
akan mati. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya suatu ekosistem. Sampah yang dibuang
sembarangan pun dapat menyebabkan terhambatnya saluran air sehingga menyebabkan
banjir.

Dari segi Sosial Ekonomi
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk
karena sampah bertebaran dimana-mana. Sampah yang tidak diolah dengan baik pun
dapat memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. Selain itu pengelolaan
sampah yang kurang baik pun dapat mempengaruhi infrastruktur lain. Penumpukan
sampah dapat menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan dana lebih untuk
memperbaiki mekanisme pengolahan sampah sehingga pembangunan akan terganggu.
2.5. Pengolahan Sampah Rumah Tangga
Berdasarkan pengolahan sampah rumah tangga yang sudah ada saat ini, dalam
Yulio (2011) beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah
yang telah dilaksanakan antara lain adalah:
1.Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses
dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil
untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980).
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan
menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang
memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan
kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara
konvensional.
2.Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
Page | 8

3.Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh
masyarakat di lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat
perdesaan yang umumnya memiliki ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang
cukup besar untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan
sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat
mengurangi beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota
Denpasar masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
4.Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara
sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta,
sekolah, dan komponen lain yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai
objek dan subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk
menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari. Undang-Undang tentang
pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak
pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak sesaui dengan
persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di
TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun
setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model
pengelolaan sampah perkotaan harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku
kepentingan seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen
masyarakat perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas),
sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan
kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model
sangat tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah
yang ada di kawasan tersebut.
2. 6. Cara Pengomposan
Menurut Haug dalam Yulio (2011), pengomposan adalah salah satu cara
pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis
dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa
pengaruh yang merugikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu dalam Yulio (2011)
Page | 9

menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern
(aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C,
N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah
dibandingkan dengan pengomposan secara konvensional.
PROSES PENGOMPOSAN
Pemahaman dasar pada proses pengomposan dapat membantumeningkatkan hasil
kompos yang berkualitas tinggi, mencegah beberapa masalahyang biasanya
terjadi, mikroorganisme dalam kompos, pemenuhan udara, air,makan yang cocok
dan suhu dapat menciptakan pengomposan yang baik.Pengomposan adalah proses
aerobik, yang berarti itu bisa terjadi dengan adanyaoksigen. Oksigen dapat
disediakan dengan 2 (dua) jalan, yakni :a.Dengan membalik tumpukan
kompos.b.Dengan aerasi buatan, yaitu dengan membuat pipa udara yang masuk
kedalam tumpukan kompos.Proses pengomposan dapat diklasifikasikan dalam 2 sistem,
yaitu :
1. Sistem terbuka (Unconfined process).
a. Windrow (turned windrow)
Sistem terbuka, proses windrow dan aerated static pile, banyak dilakukan di USA.
Tahapan dasar dari kedua proses adalah serupa,hanya teknologi prosesnya yang berbeda.
Pada metode windrow ,kontak oksigen dengan tumpukan kompos berlangsung
secarakonveksi alami dengan pembalikan, sedangkan pada static pile aerasidilakukan
dengan pengaliran udara. Sistem terbuka bukanlah tidak tertutup sama sekali tetapi masih
memerlukan atap untuk perlindungan terhadap hujan. Pada sistem terbuka umumnya
digunakanperalatan/mesin yang portable untuk proses pencampuran
danpengadukan/pembalikan (Yuwono, 2006). Proses windrow, umumnya dilakukan pada
kondisi terbuka sehinggacukup ventilasi dengan melakukan pengadukan/pembalikan
tumpukanmasa kompos untuk menjaga kondisi aerobik. Pada area dengan curahhujan
tinggi dibutuhkan penutup. Pada proses ini campuran yang akandikomposkan ditumpuk
memanjang berbaris secara paralel.Penampang melintangnya dapat berbentuk trapesium
ataupun segitiga,tergantung dari peralatan dan cara yang akan digunakan untuk
pencampuran dan pembalikan. Lebar dasar pada umumnya ~ 5 m dan ketinggian ditengah
~ 1 2 m. Sistem windrow dapat digunakan untuk pengomposan sludge cake yang masih
Page | 10

basah dengan mencampurkan bahan organik lain dan/atau bulking agent seperti serbuk
gergaji, jerami/sekam padi, kulit padi.Penambahan tersebut dapat diatur untuk mencapai
kondisi campuran dengan moisture content 50 60 %. Penggunaan bahan tambahan
tersebut juga akan meningkatkan integritas struktural dari campuran untuk
menjaga bentuk windrow. Porositas campuran juga meningkatyang berarti
meningkatkan karateristik aerasi. Disamping itu, materialtambahan tersebut juga
berfungsi sebagai sumber karbon yangdiperlukan untuk proses pengomposan. C/N ratio
dari wastewater sludge yang relatif rendah < 10; dapat ditingkatkan mencapai 20 30
dalam campuran. Perencanaan sistem windrow yang optimum adalah sebagai berikut :
a). Minimalisasi handling dan biaya.
b). Maksimalisasi penggunaan peralatan operasional.
c). Minimalisasi penggunaan bahan tambahan lain yang menambah beban biaya
dan tidak dapat didaur ulang.
d). Minimisasi moisture content dari wastewater sludge untuk minimisasi
penggunaan recycled compost dan juga mengurangi bahan tambahan lain yang
dibutuhkan untuk mengatur moisturecontent dalam sistem. Harus diperhatikan
bahwa biaya untuk maksimalisasi proses dewatering harus tidak lebih
besardibandingkan biaya yang dapat dihemat dari fasilitaspengomposan.

b. Aerated static pile (forced aeration static windrow).
Proses Aerated static pile, sistem ini dikembangkan dalam rangka mengeliminasi
masalah kebutuhan lahan dan masalah sulit lain pada sistem windrow. Tahapan
proses ini adalah sebagai berikut :
a). Pencampuran wastewater sludge dengan bulking agent
b). Pembentukan tumpukan massa kompos
c). Proses pengomposan
d). Pengayakan dan pemisahan campuran kompos
Page | 11

e). Curing dan storage (penyimpanan).
Penggunaan/pengaliran uidara tekan memberikan kemudahan operasional dan
ketepatan pengaturan kandungan oksigen dan kondisi temperatur di dalam
tumpukan, yang tidak akan dijumpai pada sistem windrow. Dalam hal ini porositas
sangat berperan dan diatur dengan penggunaan bulking agent yang akan didaur
ulang setelah prosespengomposan sempurna. Meskipun porositas memegang peranan
pada proses pengomposan sistem aerated pile, pengaturan moisture content juga tetap
masih memegang peranan, yaitu antara 50-60 %. Dengankondisi yang lebih
terkendali tersebut maka waktu pengomposanrelatif lebih cepat dan kemungkinan
kondisi anaerobik juga dapatdicegah, sehingga masalah resiko bau dapat dikurangi
(Yuwono,2006).
Sistem aerated pile banyak diaplikasikan secara eIektiI pada skalabesar di beberapa
lokasi di USA. Setelah tahap start-up, temperatur dapat mencapai 55 65 sehingga
bakteri patogen akan mati, disamping itu juga untuk mendorong proses penguapan
sehingga kandungan air dari produk akhir akan menurun.
Kompos disimpan selama beberapa waktu kemudian untuk stabilisasi pada temperatur
rendah, mendekati temperatur sekeliling. Jika diperlukan, pengaliran udara kering pada
kompos yang terlalubasah untuk kemudahan transportasi dan aplikasi selanjutnya.
Pemisahan bulking agent, jika pada awalnya digunakan dan akan didaur-ulang.
Mekanisasi proses pengomposan berlangsung dalam sistem atau kontainer/reaktor
tertutup. Sistem ini dirancang untuk mengatasi masalahbau dan mempercepat waktu
proses dengan pengaturan kondisilingkungan, seperti : aliran udara, temperatur dan
konsentrasi oksigen. Sistem tertutup ini membutuhkan biaya investasi yang jauh lebih
mahal dibandingkan sistem terbuka. Hanya beberapa tempat saja di USA yang
mengoperasikan sistem ini, terutama untuk pengomposan campuran sampah dengan
wastewater sludge (Yuwono, 2006).

WAKTU PEMBALIKAN
Dilakukan pembalikan pada keadaan :
Page | 12

1. 1.Suhu tumpukan diatas 65 C, pembalikan dilakukan untuk mencegah panasdan
pengeluaran H2O dan CO2 yang berlebihan.
2. 2.Suhu tumpukan dibawah 45 C pada tumpukan berusia 1 - 30 hari, suhu dibawah
optimum (kurang dari 45 C) menunjukkan bahwa kegiatan jasadrenik tidak
terjadi secara optimum, hal ini disebabkan oleh kekurangan oksigen, terlalu basah
atau terlalu kering. Usia tumpukan lebih dari 30 hari, suhu dibawah 45 C bisa
berarti kompos telah matang.
3. 3.Tumpukan terlalu basah, pembalikan dilakukan untuk mempercepat penguapan
air dari tumpukan.
4. 4.Tumpukan terlalu padat, kepadatan akan membatasi rongga udara, oksigen
terlalu sedikit atau tanpa oksigen akan menyebabkan pembusukan terjadi secara
anaerobik.

PERSYARATAN KOMPOS
Kematangan Kompos.Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan
kompos, disamping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi
secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman.
Penambahan kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya
persaingan bahan nutrien antara tanaman dan mikroorganisme tanah. Keadaan ini dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Karakteristik kompos yang telah selesai mengalami
proses dekomposisi menurut Djuarnani (2004), adalah sebagai berikut :
1. Penurunan temperatur diakhir proses.
2. Penurunan kandungan organik kompos, kandungan air, dan rasio C/N.
3. Berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman dan tekstur seperti tanah.
4. Berkurangnya pertumbuhan larva dan serangga diakhir proses.
5. Hilangnya bau busuk.
6. Adanya warna putih atau abu-abu, karena pertumbuhan mikroba.
7. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur udara.
8. Tidak mengandung asam lemak yang menguap.
Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut (SNI 19 7030 2004) :
1. C/N rasio mempunyai nilai (10 20) : 1
Page | 13

2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah.
3. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah

PROSEDUR PEMBUATAN KOMPOS
Langkah langkah pembuatan kompos adalah sebagai berikut :
1. Sampah organik yang telah diukur dicacah/dirajang agar materi bahan ukuran
sama sekitar 1-5 cm.
2. Dicampur dengan aktifator (EM4) dengan cara disiram atau disemprot hingga
merata dengan tingkat kebasahan sekitar 50 %.
3. Sampah organik yang sudah dicampur EM4 dimasukkan ke reaktor, reaktor
ditutup agar bau tidak terlalu menyengat dan masuk hewan/serangga yang dapat
menggangu proses pengomposan.
4. Langkah ke-1 hingga ke-3 diulangi hingga reaktor penuh sekitar 8 hari.
5. Setelah proses penumpukan sampah organik selesai, setiap 3 hari sekalidiperiksa
pH, suhu, dan kelembaban dan dilakukan pembalikan.
2.7. Manfaat Kompos
Kompos sebagai salah satu produk pengolahan sampah organik mempunyai
banyak manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya:
alternatif pupuk alami yang diolah dari sisa-sisa makhluk hidup atau makanan
yang aman bagi kondisi tanah secara umum.
mengurangi jumlah sampah organik yang memberi kesan tidak enak dilihat dan
menimbulkan penyakit terutama di daerah dekat pemukiman. Pengelolaan
sampah organik menjadi kompos bisa mengurangi masalah sekunder manusia
yang diakibatkan sampah, diantaranya mengurangi dampak negatif sampah
terutama sampah organik yang berasal dari makhluk hidup yang umumnya
menimbulkan bau tidak sedap sehingga mengundang serangga-serangga tidak
diinginkan.
membantu menjaga kesuburan tanah dengan mempercepat proses pembentukan
top soil yang mengandung unsur hara sebagai hasil penguraian bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme dan multiseluler saprofit.
Page | 14

Pengelolaan sampah menjadi kompos merupakan usaha yang berkelanjutan tanpa
menimbulkan kerusakan lingkungan, tidak seperti penanganan sampah dengan
landfill.

Kompos mempunyai beberapa manfaat penting terutama dalam bidang pertanian :
a. Meningkatkan kondisi kehidupan dalam tanah. Organisme dalam tanah
memanfaatkan bahan organik sebagai nutriennya sedangkan berbagai organisme
tersebut mempunyai fungsi penting bagi tanah.
b. Mengandung nitrogen bagi tumbuhan. Nutrien dalam tanah hanya sebagian yang
dapat diserap oleh tumbuhan, bagian yang penting kadang kala bahwa tersedia
sesudah bahan organik terurai.
c. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air. Bahan organik mempunyai daya
absorbsi yang besar terhadap tanah, karena itu kompos memberikan pengaruh
positif pada musim kering.
d. Memperbaiki struktur tanah. Pada waktu terjadi penguraian bahan organik dalam
tanah, terbentuk produk yang mempunyai sifat sebagai perekat, dan kemudian
mengikat butiran pasir menjadi butiran yang lebih besar.
e. Meningkatkan kesuburan tanah. Suatu kondisi yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan kesehatan tanaman adalah persediaan unsur hara yang memadai
dan seimbang secara tepat waktu yang bisa diserap oleh akar tanaman. Produksi
tanaman dapat terhalang jika unsur hara yang terkandung di dalam tanah kurang
atau tidak seimbang, terutama di daerah yang kadar unsur haranya buruk atau
tanahnya terlalu asam atau basa. Upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi
hilangnya unsur hara dan mengembalikan kesuburan tanah adalah dengan
mendaur ulang limbah organik, seperti limbah dari kandang peternakan, kotoran
manusia, sisa tanaman, atau sisa pengolahan tanaman menjadi kompos. Dengan
memanfaatkan pupuk organik, unsur hara dalam tanah bisa diperbaiki atau
ditingkatkan. Sehingga, kehilangan unsur hara akibat terbawa air hujan atau
menguap ke udara dapat ditekan (Djuarnani, 2004).
f. Mengurangi pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan erat hubungannya
dengan sampah karena sampah merupakan sumber pencemaran. Permasalahan
sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan
Page | 15

pengolahannya dan semakin menurun daya dukung alam sebagai tempat
pembuangan sampah. Salah satu alternatif pengolahan sampah adalah memilih
sampah organik dan memprosesnya menjadi kompos atau pupuk hijau. Namun,
proses pengomposan ini juga terkadang masih bermasalah. Selama proses
pengomposan, bau busuk akan keluar dari kompos yang belum jadi. Meskipun
demikian pembuatan kompos akan lebih baik dan berguna bagi tanaman
(Djuarnani, 2004).
g. Mempengaruhi sifat fisik tanah.Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi
kelam. Hal ini akan berpengaruh baik pada sifat fisik tanah, karena bahan organik
membuat tanah menjadi gembur dan lepas. Lepas sehingga aerasi dan agregat
tanah menjadi lebih baik serta lebih mudah di tembus perakaran tanaman. Pada
tanah yang bertekstur pasiran, bahan organik akan meningkatkan pengikatan
antar partikel dan meningkatkan kapasitas mengikat air.
h. Mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan
ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik. Asam yang
dikandung humus akan membantu meningkatkan proses pelapukan
bahan mineral.
i. Mempengaruhi sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah energi yang
diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik
akan mempercepat perbanyakan fungsi, bakteri, mikro flora dan mikro fauna
tanah lainnya.
j. Mempengaruhi kondisi sosial. Daur ulang limbah perkotaan maupun pemukiman
akan mengurangi dampak pencemaran dan meningkatkan penyediaan pupuk
organik. Meningkatkan lapangan kerja melalui daur ulang yang menghasilkan
pupuk organik sehingga akan meningkatkan pendapatan.
k. Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman.
l. Menggemburkan tanah.
m. Memperbaiki porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah.
n. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air.
o. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman.
p. Menyimpan air tanah lebih lama.
q. Mencegah lapisan kering pada tanah.
r. Mencegah beberapa penyakit akar.
s. Menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan.
Page | 16

t. Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.
u. Menjadi salah satu alternatif pengganti (substansi) pupuk kimia karena harganya
lebih murah, berkualitas dan akrab lingkungan.
v. Bersifat multiguna karena bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk organik
yang diperkaya dengan mineral, inokulum bakteri

Page | 17

BAB III
PEMBAHASAN
Pengolahan limbah padat organik menjadi kompos pada dasarnya dapat
dilakukan dengan berbagai metode. Metode-metode tersebut biasanya menggunakan
bioteknologi dimana pada prosesnya melibatkan mikroorganisme. Dengan dilibatkannya
mikroba dalam proses pengomposan, biodegradasi dan dekomposisi limbah padat terjadi.
Adapun mikroorganisme yang biasa dipakai dalam proses pengomposan ialah fungi dan
bakteri (Rao, 1994). Menurut Pratiwi (2008), mikroorganisme tersebut berperan dalam
mengubah elemen-elemen kimia seperti karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, dan fosfor yang
tidak dapat digunakan oleh organisme secara langsung menjadi bentuk yang dapat
digunakan oleh hewan dan tumbuhan misalnya dengan mendekomposisi limbah organik
menjadi CO
2
.
Contoh mikroorganisme penambat nitrogen adalah Rhizobium, Bradyrhizobium,
Azolla, Frankia, Azotobacter, Azospirillum, alga hijau biru, dan lain-lain. Sementara
mikroorganisme pelarut fosfat dapat mengubah fosfat yang tidak larut dalam tanah
menjadi bentuk yang dapat larut dengan jalan mensekresikan asam organik seperti asam
format, asam asetat, asam propionat, asam laktat, asam glikolat, asam fumarat, dan asam
suksinat. Contoh mikroorganisme pelarut fosfat adalah Bacillus, Pseudomonas,
Aspergillus, Penicillium, dan Streptomyces (Pratiwi, 2008).
Secara kimia, bakteri akan mengubah sampah organik menjadi karbon dioksida,
nitrat, fosfat, sulfat, amonia, hidrogen sulfida, dan metan. Proses pengomposan dilakukan
dengan menggunakan mikroorganisme termofilik untuk mendegradasi sampah-sampah
organik menjadi pupuk alam (humus) (Pratiwi, 2008).
Dewasa ini juga ditemukan istilah fermentasi, istilah ini umumnya digunakan
dalam proses pembuatan bokhasi. Istilah tersebut jika diartikan secara harfiah adalah
proses yang khusus digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan seperti asam organik
dan alkohol. Istilah fermentasi nampaknya dipakai oleh para pembuat bokhasi untuk
membedakan dengan pengomposan yang umumnya memakan waktu lama, sedangkan
fermentasi hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat. Berdasarkan pemahaman
diatas maka kita pengguna atau pembuat kompos harus tahu bahwa fermentasi untuk
pembuatan bokhasi adalah bagian dari proses pengomposan. Sebagaimana Metting
Page | 18

(1993) mengartikan bahwa pengguna istilah fermentasi untuk pembuatan kompos
merupakan kata lain untuk proses pelapukan bahan organik (Firmansyah, 2010).
Dalam proses pengomposan, sampah organik secara alami akan diuraikan oleh
berbagai jenis mikroba atau jasad renik seperti bakteri, jamur, aktinomicetes, dsb. Proses
peruraian ini memerlukan kondisi yang optimal seperti ketersediaan nutrisi yang
memadai, udara yang cukup, kelembapan yang tepat, dsb. Makin sesuai kondisi
lingkungannya, makin cepat prosesnya dan makin tinggi pula mutu komposnya. Dalam
pengomposan, mula-mula sejumlah mikroba aerobik (yaitu mikroba yang tidak bisa hidup
bila tidak ada udara) akan menguraikan senyawa kimia rantai panjang yang dikandung
sampah seperti selulosa, karbohidrat, lemak, protein, dsb. menjadi senyawa yang lebih
sederhana, gas karbondioksida dan air. Penguraian terjadi di selaput air yang terdapat di
permukaan bahan yang dikomposkan. Dalam medium air tersebut, mikroorganisma
mengeluarkan enzim ke habitat tersebut yang kemudian membantu reaksi senyawa-
senyawa kimia yang terdapat di permukaan bahan. Senyawa-senyawa sederhana hasil
penguraian tersebut merupakan nutrisi yang dapat diserap oleh mikroorganisma untuk
keperluan hidupnya. Mikroba yang berperan dalam penguraian tersebut adalah
mikroorganisma mesofilik (hidup pada suhu di bawah 45
o
C). Dengan ketersediaan
nutrisi yang melimpah, mikroba tumbuh dan berkembang biak secara cepat sehingga
jumlahnya berlipat ganda. Akibatnya, reaksi penguraian juga berjalan cepat. Reaksi
antara senyawa kimia dengan oksigen dalam medium selaput air dengan difasilitasi oleh
enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisma selain menghasilkan karbondioksida dan
air juga menghasilkan energi panas. Akibatnya, tumpukan secara cepat menjadi panas di
atas 55
o
C atau hingga mencapai 70
o
C. Dengan kondisi panas tersebut, habitat bahan
tidak sesuai lagi untuk mikroorganisma mesofilik. Mikroorganisma mesofilik sebagian
mati, sebagian lainnya masih dapat bertahan hidup di bagian tepian tumpukan. Dominasi
kehidupan mikroorganisma mesofilik akhirnya digantikan oleh mikroorganisma
termofilik (mikroorganisma yang hidupnya di atas 45
o
C). Dominasi mesofilik
berlangsung 2 3 hari, digantikan oleh termofilik yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Pencapaian suhu yang tinggi dalam proses pengomposan sangat penting untuk menjamin
produk kompos yang dihasilkannya agar bebas dari bibit gulma (yang terbawa dari
potongan rumput) dan bakteri patogen (seperti e.coli dan salmonella). Untuk menjaga
kelangsungan hidup mikroba yang berperan dalam proses pengomposan, dalam waktu-
waktu tertentu, sampah diaduk agar udara dapat masuk ke dalamnya. Sampah juga harus
Page | 19

disiram jika kelembapannya kurang. Penyiraman tidak boleh berlebihan karena akan
menutup pori-pori sampah sehingga udara tidak bisa masuk. Pada fase selanjutnya,
senyawa-senyawa kimia sampah tahap demi tahap diuraikan menjadi berbagai macam
senyawa yang lebih sederhana lagi, sampai akhirnya senyawa kimia yang menjadi
makanan mikroba berangsur-angsur menjadi terbatas. Sejalan dengan menipisnya
ketersediaan makanan, pertumbuhan dan perkembanganbiakan mikroba menurun. Oleh
karena itu, pada fase tersebut suhu akan turun perlahan-lahan menjadi sekitar 40
o
C. Pada
fase ini, koalisi mikroba yang hidup di dalamnya dominasinya kembali digantikan oleh
kelompok mikroba mesofilik. Pada minggu kelima dan keenam suhu menurun menuju
suhu udara yaitu 30-32
o
C. Pada saat itulah hasil peruraian sampah akhirnya menjadi
materi yang relatif stabil yang disebut sebagai kompos (Zuremi, 2011).
Dalam reaksi pengomposan secara aerob kelompok bakteri seperti Cellulomonas,
Cytophaga, Sporocytophaga, Angiococcus, Polyangium. Pseudomonass dan Bacillus,
kelompok aktinomisetes seperti Streptomyces, Micromospora, dan Thermoactinomyces,
serta kelompok fungi seperti Trichoderma, Chaetomium, Fusarium, Aspergilus,
Penicilium, Rhizoctonia dan Verticillium aktif menguraikan bahan organik selulosa
(Knapp, 1985).
Reaksi penguraian selolosa adalah :
Selulosa + O
2
Selobiosa ( 2 unit gula)
Mikroorganisme dan enzim selulase
Selobiosa + O
2
glukosa
Mikroorganisme dan enzim b.glukosidase
Glukosa dalam reaksi berikutnya
Glukosa + O
2
2 Piruvat + 2 ATP + 2NADH
2

Piruvat + NADH
2
Etanol + CO
2

Piruvat 3CO
2
+ ATP + (14/3) NADH
2

0.68 Glukosa + 0.17 Piruvat + NH
3
+ 14.7 ATP C
5
.6H
10
.6 O
3
.3N


Fungi seperti P. Chrysosporium, dan Coriolus versicolor dalam reaksi oksidasi dan reaksi
hydrolitik mendegradasi lignin menjadi rantai alifatik. Enzim yang diperlukan dalam
penguraian lignin adalah mono dan di-oxygenase. Sedangkan hemiselulosa akan
Page | 20

diuraikan oleh mikroorganisme aerobik menjadi gugus gula.
Reaksi penguraian karbohidrat secara umum dituliskan :

(CHO) + O
2
+ NH
3
CO
2
+ H
2
O + sel mikroorganisme + Energi
mikroorganisme aerob dan enzim

Sumber nitrogen untuk penyusunan sel mikroorganisme adalah dari lemak,
protein atau asam amino. Reaksi Penguraian protein atau N
-
organik oleh bakteri
Nitrosomonas dan Nitrosobacter menjadi NH
4
+
, nitrit, nitrat dan energi dalam proses
nitrifikasi dituliskan :

Protein (N
-
organik ) NH
4
+

NH
4
+
+ O
2
NO
2
-
+ H
2
O + Energi
NO
2
-
+ O
2
NO
3
- + Energi

Mikroorganisme yang mengurai senyawa besi dengan oksidasi adalah bakteri
kelompok ferrooxidan. Bakteri Thiobacillus ferrooxidans mengurai senyawa yang
mengandung besi menjadi ion besi (Fe
2+
), ion hidrogen (H
+
), serta ion sulfat (SO
4
2-
)
(Vourinen and Tuovinen 1987). Bakteri Thiobacillus ferrooxidans juga dapat
mengoksidasi H
2
S dan trimethilamine (TMA) menghasilkan bau (Hirano et al. 1996).
Mineral sulfur oleh bakteri Beggiatoa diuraikan dari hidrogen sulfida menjadi sulfur dan
air. Sulfur dikonsumsi oleh bakteri, dan di dalam bakteri dioksidasi menjadi asam sulfat.

2H
2
S + O
2
2S + 2H
2
O + 65 kkal
2S + 2H
2
O + 3O
2
2H
2
SO
4
+ 283,6 kkal
2H
2
SO
4
+ CaCO
3
CaSO
4
+ CO
2
+ H
2
O

Energi hasil reaksi digunakan untuk asimilasi CO
2
yang terlarut pada CaCO
3
.
Stoikiometri reaksi kimia penguraian bahan organik (Bach et al. ,1987). Karbohidrat,
protein dan lemak dengan unsur utama C, H, O dan N pada pengomposan secara aerob
sebagai berikut :
Page | 21


C
a
H
b
O
c
N
d
+ eO
2
fCO
2
+ gH
2
O + hNH
3
+ C
k
H
m
O
n
N
o
+ Q
r


Substrat mikroorganisme selulotik, lignolitik kompos.

Page | 22

BAB IV
KESIMPULAN

Jadi, dapat disimpulkan :
Langkah langkah pembuatan kompos adalah sebagai berikut :
1. Sampah organik yang telah diukur dicacah/dirajang agar materi bahan ukuran
sama sekitar 1-5 cm.
2. Dicampur dengan aktifator (EM4) dengan cara disiram atau disemprot hingga
merata dengan tingkat kebasahan sekitar 50 %.
3. Sampah organik yang sudah dicampur EM4 dimasukkan ke reaktor, reaktor
ditutup agar bau tidak terlalu menyengat dan masuk hewan/serangga yang
dapat menggangu proses pengomposan.
4. Langkah ke-1 hingga ke-3 diulangi hingga reaktor penuh sekitar 8 hari.
5. Setelah proses penumpukan sampah organik selesai, setiap 3 hari
sekalidiperiksa pH, suhu, dan kelembaban dan dilakukan pembalikan.
Perubahan material genetik yang terjadi saat pengomposan adalah :
Selulosa + O
2
Selobiosa ( 2 unit gula)
Mikroorganisme dan enzim selulase
Selobiosa + O
2
glukosa
Mikroorganisme dan enzim b.glukosidase
Glukosa dalam reaksi berikutnya
Glukosa + O
2
2 Piruvat + 2 ATP + 2NADH
2

Piruvat + NADH
2
Etanol + CO
2

Piruvat 3CO
2
+ ATP + (14/3) NADH
2

0.68 Glukosa + 0.17 Piruvat + NH
3
+ 14.7 ATP C
5
.6H
10
.6 O
3
.3N


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Sampah. http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah (diakses tanggal 7
Desember 2012 pukul 13.45 WIB )
Putra,Aldy. 2012. Pengertian Sampah Organik dan non Organik.
http://aldyputra.net/2012/01/pengertian-sampah-organik-dan-non-organik/ (
diakses tanggal 7 Desember 2012 pukul 13.34 WIB )
Rahman, Apria. 2008. Pengertian Sampah. http://kebersihan-
lingkungan.comze.com/Pengertian%20Sampah.html (diakses tanggal 7 Desember
2012 pukul 14.02 WIB)
Sirodjuddin,Ardan.2008. Efek Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan
http://ardansirodjuddin.wordpress.com/2008/08/05/efek-sampah-terhadap-
manusia-dan-lingkungan/ (diakses tanggal 7 Desember 2012 pukul 14.15 WIB)
Yulio, Yandi. 2011. Makalah Pengolahan Sampah.
http://yandiyulio.wordpress.com/2011/07/12/makalah-pengolahan-sampah/
(Diakses 10 Desember 2012 pukul 12.00)
Rizaldi, Rizky. 2008. Tugas Akhir Pengelolaan Sampah secara Terpadu.
http://www.scribd.com/doc/37990548/6/PROSES-PENGOMPOSAN (Diakses 10
Desember 2012 pukul 14.00)
Yuwono, D. 2006. Kompos Cara Aerob dan Anaerob Menghasilkan Kompos Berkualitas.
Seri Agritekno. Jakarta.
Djuarnani. 2004. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Pratiwi, A. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Firmansyah, Anang M. 2010. Teknik Pembuatan Kompos. Pelatihan Petani Plasma
Kelapa Sawit di Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah.
Bach PD, Nakasaki K, Shoda M, and Kubota H. 1987. Thermal balance in composting
operation. J Fermentation Technology. 65(2): 199 209.
Rao, N.S, Subba.1994. Soil Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBM
Publishing Co. London.
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmanns Encyclopedia oI Industrial Chemistry.
Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 232.

Zuremi. 2011. Kompos dan Proses Pembuatannya.
http://pertanianzuremi.blogspot.com/2011/11/kompos-dan-proses-
pembuatannya.html.

Vuorinen A. and Tuovinern OH. 1987. Analysis of soluble iron compounds in the
bacterial oxidation of pyrite. J Fermentation Technology 65(1): 37-42.

Knapp JS. 1985. Biodegradation of celluloses and lignins in comprehensive
biotechnology. Vol 4. C.W. Robinson and J.A. Howel (eds) Pergamon Press.
Oxford.
Metting, F.B. 1993. Soil Microbial Ecology: Application in Agricultural and Enviroment
Management. Marcel Dekker. New York. 646p.

You might also like