You are on page 1of 12

LI LBM 2 SGD 12 1. Mengapa nafsu makan berkurang?

2. Mengapa perut tidak nyaman? 3. Mengapa semakin mual muntah dan demam tidak terlalu tinggi? peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah. (Mansjoer,Arif M.2001.Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta :Media Aesculapius) 4. Mengapa urin kecoklatan spt air teh? warna urin seperti air teh (merah kecoklatan) bisa karena adanya peningkatan bilirubin dan urobilinogen. Adanya bilirubin menunjukkan kerusakan (sumbatan) pada saluran kanalikuli biliaris sehingga bilirubin tak bisa keluar, yang akhirnya mengalir masuk ke pembuluh darah menuju ginjal. Adanya urobilinogen dalam urin menunjukkan urin normal tapi karena kadarnya yang meningkat sehingga terjadi oksidasi berlebih yang akhirnya urin menjadi merah kecoklatan. 5. Mengapa sklera ikterik dan konjungtiva tdk anemis? warna mata yang kuning terjadi karena adanya B1 yang meningkat dan larut dalam mukosa di sklera mata (dinding sel tersusun atas lemak) atau kadar B1 yang berlebih sehingga akhirnya keluar dari pembuluh darah masuk ke ekstrasel (jaringan ikat dan jaringan longgar mata). 6. Mengapa ada nyeri tekan di kanan atas? 7. Bagaimana px enzim transaminase dan mengapa? 8. Selain enzim transaminase apakah ada yg lain? 9. Macam macam ikterik Metabolisme bilirubin normal Metabolisme bilirubin dalam tubuh berlangsung 5 langkah: 1. Fase Prahepatik: Pembentukan bilirubin dan Transpor Plasma

2. Fase Intrahepatik: Liver Uptake dan Konjugasi 3. Fase pasca hepatik: Ekskresi Bilirubin Pembentukan Bilirubin. Sekitar 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua (rata-rata berumur 120 hari) dalam sistem monosit makrofag. Tiap hari 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan 250-350 mg bilirubin atau 4 mg/kgBB/hari. Sedangkan 15% bilirubin berasal dari destruksi eritrosit matang dalam sumsum tulang (hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. Pada katabolisme bilirubin (terutama terjadi dalam limpa, sebagai sistem retikuloendotelial), hemoglobin dipecah menjadi heme dan globulin, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Dengan enzim biliverdin reduktase, biliverdin diubah menjadi biirubin tak terkonjugasi (B). Transpor Plasma. Dalam pembuluh darah, B berikatan dengan albumin (karena sifat B yang tak larut air) untuk dibawa ke hati. B1 juga tidak dapat melewati membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan B1- albumin melemah pada keadaan asidosis, dan seperti antibiotic, salisilat, berlomba pada temapat ikatan dengan albumin. Liver Uptake. Pengambilan B oleh hepatosit memerlukan protein sitoplasma (protein penerima ) protein Y dan protein Z. Konjugasi. Konjugasi bilirubin berlangsung dalam reticulum endoplasma sel hati dengan asam glukuronat (dengan bantuan enzim glukuronil transferase) sehingga menjadi bilirubin terkonjugasi (B2). Reaksi katalisis ini, mengubah sifat B1 yang larut lemak, tak dapat diekskresi dalam kemih menjadi B2 yang larut air, dan dapat diekskresi dalam kemih. Ekskresi Bilirubin. Transport B2 melalui membran sel dan sekresi ke dalam kanalikuli empedu oleh proses aktif yamg merupakan langkah akhir metabolisme bilirubin dalam hati. Agar dapat diekskresi dalam empedu, bilirubin harus dikonjugasi. B2 kemudian diekskresi melalui saluran empedu ke usus halus. B tidak diekskresikan dalam empedu kecuali setelah proses fotooksidasi. Bakteri usus mereduksi B2 menjadi urobilinogen dan sterkobilinogen. Sterkobilinogen mengalami proses oksidasi menjadi sterkobilin yang menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10%-20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam kemih. Mekanisme Patofisiologik Kondisi Ikterik 1. Pembentukan bilirubin secara berlebih 2. Gangguan pengambilan B oleh hati 3. Gangguan konjugasi bilirubin 4. Penurunan ekskresi B dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstahepatik (obstruktif fungsional atau mekanik) Pembentukan bilirubin secara berlebih Hal ini karena pemecahan eritrosit yang meningkat, sehingga terbentuk bilirubin berlebih. Sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tapi suplai B melampaui kemampuan hati sehingga kadar B dalam darah meningkat. Karena B tidak larut air, maka tidak dapat disalurkan dalam kemih. Tapi pembentukan urobilinogen menjadi meningkat (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang selanjutnya peningkatan ekskresi dalam feses dan kemih (berwarna gelap). Gangguan pengambilan B oleh hati Pengambilan B yang terikat albumin dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Gangguan terjadi ketika terganggunya ikatan antara B-albumin,

misal karena obat (sulfonamide, salisilat), selain itu juga asam flavaspidat, novobiosin, beberapa zat warna kolesistografik. Namun bisa juga ditemukan defisiensi glukuronil tranferase. Gangguan konjugasi bilirubin Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi mulai terjadi pada hari kelima lahir, karena kurangnya enzim glukuronil transferase (pematangan sampai minggu ke 3). Pada keadaan yang parah bisa terjadi kernikterus (bilirubin ensefalopati), akibat penimbunan B di jaringan lemak ganglia basalis. Penurunan ekskresi B dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstahepatik (obstruktif fungsional atau mekanik) Defek bagian ini meningkatkan kadar B, karena sifatnya yang larut air, maka bilirubin ini dapat dieksresikan lewat kemih (bilrubinuria, dan urin gelap). Karena adanya penyumbatan, misal kolestasis (baik intra-ekstrahepatik), kejadian tersering berkurangnya urobilinogen feses (feses pucat). Peningkatan garam empedu dalam darah menimbulkan gatal pada ikterus. Referensi Baron D. N., 1995. Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi 4. Jakarta : EGC Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Price S. A., Wilson L. M., 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta : EGC 10. DD Definisi Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Etiologi ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Hepatitis A Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung berukuran 27 nm Ditularkan melalui jalur fekal oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan Masa inkubasinya 15 49 hari dengan rata rata 30 hari Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat. Hepatitis B (HBV) Ditularkan melalui jalur fekal oral, sanitasi yang jelek, kontak antara manusia, dibawah oleh air dan makanan Masa inkubasinya 15 49 hari dengan rata rata 30 hari Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat. Hepatitis B (HBV) Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya. Masa inkubasi 26 160 hari dengan rata- rata 70 80 hari. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko. Hepatitis C (HCV) Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang diameternya 30 60 nm.

Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga oleh kontak seksual. Masa inkubasi virus ini 15 60 hari dengan rata 50 hari Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B Hepatitis D (HDV) Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia Masa inkubasi dari virus ini 21 140 hari dengan rata rata 35 hari Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B. Hepattitis E (HEV) Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya+ 32 36 nm. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah. Masa inkubasi 15 65 hari dengan rata rata 42 hari. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.

Type A Metode transmisi Fekal-oral melalui orang lain Tak ikterik dan asimtomati k Darah, feces, saliva

Type B Parenteral seksual, perinatal

Keparahan

Parah Darah, saliva, semen, sekresi vagina

Type C Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal Menyebar luas, dapat berkemban g sampai kronis Terutama melalui darah

Type D Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut Melalui darah

Type E Type G air perenteral

Sama dengan Tidak D menjadi kronis Darah, feces, saliva darah

Sumber virus

Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis aku Hepatotoksisitas Imbas Obat Sebagian besar obat memasuki saluran cerna, dan hati sebagai organ diantara permukaan absorptif dari saluran cerna dan organ target obat dimana hati berperan penting dalam metabolisme obat. Sehingga hati rawan mengalami cedera akibat bahan kimia terapeutik. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat. Walaupun kejadian jejas hati jarang terjadi, tapi efek yang ditimbulkan bisa fatal. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga mampu menembus membran sel intestinal. Kemudian obat di ubah menjadi hidrofilik melalui proses biokimiawi dalam hepatosit, sehingga lebih larut air dan diekskresi dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatic ini melibatkan jalur oksidatif terutama melalui system enzim sitokrom P-450. Mekanisme Hepatotoksisitas Cedera pada hepatosit dapat terjadi akibat toksisitas langsung, terjadi melalui konversi xenobiotik menjadi toksin aktif oleh hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme imunologik (biasanya oleh obat atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel menjadi immunogen).

Reaksi obat diklasifikasikan sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsic) dan yang tidak dapat diduga (idiosinkratik). Reaksi Intrinsik terjadi pada semua orang yang mengalami akumulasi obat pada jumlah tertentu. Reaksi idiosinkratik tergantung pada idiosinkrasi pejamu (terutama pasien yang menghasilkan respon imun terhadap antigen, dan kecepatan pejamu memetabolisme penyebab). Implikasi Klinis Cedera hati mungkin timbul atau memerlukan waktu beberapa minggu dan bulan, dan dapat berupa nekrosis hepatosit, kolestasis, disfungsi hati. Gambaran klinis pada hepatitis kronis akibat virus atau autoimun, tidak dapat dibedakan dengan hepatitis kronis akibat obat, baik secara klinis maupun histologist, sehingga pemeriksaan serologis virus sering dipakai untuk mengetahui perbedaannya. Awitan umumnya cepat, gejalanya dapat berupa malaise, ikterus, gagal hati akut terutama jika masih meminum obat setelah awitan hepatotoksisitas. Pada kerusakan hepatosit, ditunjukkan adanya peningkatan aminotransferase dapat meningkat lima kali normal. Sedangkan pada kolestasis, alkali fosfatase dan bilirubin lebih menonjol Diagnosis Dapat ditegakkan berdasarkan keterkaitan kerusakan hati dan pemberian obat serta, diharapkan, pemulihan setelah obat dihentikan, dikombinasi dengan penyingkiran penyebab lain yang mungkin. Pajanan ke suatu toksin atau obat harus selalu dimasukkan dalam diagnosis banding setiap bentuk penyakit hati. Diagnosis berdasarkan International Consensus Criteria, yaitu:

1. Waktu mulai dari minum dan berhentinya minum obat sampai awitan reaksi nyata
adalahsugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel ( <5 hari atau >90 hari sejak mulai minum obat dan <15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan <30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestasis) dengan hepatotoksisitas obat.

2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (enzim hati turun 50%
dari konsentrasi diatas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (enzim hati turun 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat 3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biosi hati 4. Adanya respon positif pada paparan ulang obat yang sama paling tidak kenaikan 2 x lipat enzim hati. Diagnosis Drug Related jika 3 kriteria pertama atau 2 dari 3 kriteria pertama dengan paparan ulang obat positif Hepatotoksisitas Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1. Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/ streptomisin (S) (3 obat pertama bersifat hepatotoksik)

2. Factor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi buruk,
alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV, prevalensi tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan dan status asetilatornya) dan Faktor Genetik 3. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC dengan HCV atau HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat. 4. Pada pasien TBC dengan karier HBsAg (+) dan HBeAg (-) yang inaktif dapat diberikan obat standar jangka pendek (R, H, E dan/atau Z) dengan syarat pengawasan tes fungsi hati dilakukan tiap bulan

5. Sekitar 10% pasien TBC yang mendapat (H) mengalami kenaikan aminotransferase dalam
minggu pertama terapi menunjukkan respon adaptif terhadap metabolit toksik obat. (H) dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan konsentrasi aminotransferase sampai batas normal dalam beberapa minggu. Hanya 1% berkembang menjadi hepatitis virus; 50% kasus terjadi pada bulan pertama dan sisanya muncul dalam beberapa bulan kemudian.

Hepatotoksisitas Obat Kemoterapi Jejas hati yang timbul selama kemoterapi kanker tidak selalu akibat kemoterapi itu sendiri. Harus diperhatikan pula seperti reaksi terhadap antibiotic, analgesic, antiemetic, dal lainnya. Selain itu, tumor, imunosupresi, infeksi mungkin mempengaruhi kerentanan hospes terhadap terjadinya jejas hati. Sebagian besar reaksi hepatotoksisitas bersifat idiosinkrasi, melalui meaknisme imunologik atau respon pada metabolic pejamu. Hal ini perlu penyesuaian dosis bagi obat-obat kemoterapi tertentu. Hepatotoksisitas Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) 1. Obat yang banyak diresepkan tapi tidak selalu tepat sasaran 2. Risiko epidemiologic hepatotoksisitas rendah (1-8 kasus per 100000 pasien pengguna OAIN) 3. Hepatotoksisitas OAINS dapat terjadi kapan saja setelah obat diminum, tapi efek samping berat sangat sering terjadi dalam 6-12 minggu dari awal pengobatan.

4. Terdapat 2 pola klinis utama pada hepatotoksisitas OAINS. (a) hepatitis akut dengan ikterus,
demam, mual, kadar transaminase tinggi, (kadang) eosinofilia. (b) gambaran serologic (Anti Nuclear Factor /ANF-positif) dan histologik (inflamasi periportal dengan infiltrasi plasma dan limfosit serta fibrosis yang meluas ke dalam lobus hepatic) dari hepatitis kronik aktif 5. Tes funsi hati dapat kembali normal dalam 4-8 minggu sejak penghentian obat penyebab.

6. Dua mekanisme utama yang berperan dalam hepatotoksisitas OAINS, yaitu


(a)Hipersensitivitas, yang sering mengalami titer ANF atau antibodi anti-smooth muscle, limfadenopati,eosinofilia dan (b) Aberasi metabolic, karena polimorfisisme genetic yang dapat mengubah kerentanan terhadap bermacam-macam obat) 7. Pasien yang mengalami hepatotoksisitas OAINS harus dianjurkan tidak minum OAINS lagi selamanya.

8. Parasetamol merupakan oabat pilihan untuk analgesic. Aspirin dapat digunakan sebagai
pengganti OAINS (karena toksisitas OAINS berhubungan dengan struktur molecular cincindiphenylamine yang tidak dimiliki aspirin) Pengobatan Reaksi Obat 1. N acetyl cystein merupakan antidotum asetaminofen (Paracetamol) 2. Tidak ada antidotum lain yang spesifik terhadap setiap obat 3. Terapi efek hepatotoksik dengan penghentian obat yang dicurigai 4. Kortikosteroid dapat digunakan pada alergi berat , meskipun belum ada bukti penelitian klinis dengan control 5. Prognosis gagal hati akut karena idiosinkratik obat buruk, angka mortalitas > 80% Referensi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Patogenesis Hepatitis A Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang.Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A. [2]

[7] Hepatitis B Proses perjalanan infeksi VHB tergantung pada aktivitas terpadu sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari : Interferon Respon imun Kalau aktivitas sistem pertahanan ini baik, infeksi HVB akut akan terjadi penyembuhan, sebaliknya kalau salah satu sistem pertahanan ini terganggu akan terjadi proses infeksi HVB kronik. Mekanisme terjadinya HVB akut : Pada infeksi HVB akut reaksi imunologi di dalam tubuh dapat bersifat humoral maupun seluler. Reaksi humural dapat dilihat dengan timbulnya anti HBc dan anti HBe. Reaksi seluler ditandai dengan aktivasi sel sitotoksi yang dapat menghancurkan HBcAg atau HBsAg yang terdapat pada dinding sel hati yang telah dikenal dengan bantuan MHC kelas I ( Mayor Histo Comtability ) Pada infeksi akut, sel hati memproduksi MHC dalam jumlah banyak bersamaan dengan produksi alfa interform ( IFN) Interform dapat mengaktifkan ensim 2-5 asam oligoadenilat yang mempunyai peran menghambat sintesa protein, virus dan diduga melindungi sel hati yang masih sehat terhadap VHB. Sel hati yang terinfeksi VHB memproduksi protein LSP ( Liver Specific Protein ) yang bersifat antigenik. LSP menempel pada dinding sel hati dan dapat berperan sebagai antigen sasaran (target antigen ) oleh sel T-sitotoksik.[4][5] Hepatitis C Cara penularan - Parenteral : transfusi darah (darah, komponen darah), hemodialisa, obat-obat i.v , pekerja medis. - Kontak personal (belum jelas) : sikat gigi, alat cukur - Seksual - Neonatal - Saliva Patofis

Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati. Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu

tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice. Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian. Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati Gejala a. Masa tunas Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari) Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari) Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari) b. Fase Pre Ikterik Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B. c. Fase Ikterik Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu. d. Fase penyembuhan Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai. Manifestasi klinis dapat berkisar dari asimtomatik sampai penyakit yang mencolok, kegagalan hati & kemakan. Terdapat 3 stadium pada semua jenis hepatitis yaitu : a. Stadium prodomal/periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Disebut stadium praikterus karena ikterus belum muncul. Individu akan sangat infeksius pada stadium ini. Antibodi terhadap virus biasanya belum di jumpai. Stadium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh : Malaise umum Rasa lelah Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas Miolgia (nyeri otot)

Keengganan terhadap sebagian besar makanan b. Stadium inkerus adalah stadium kedua hepatitis virus dapat berlangsung 2-3 minggu/lebih : Memburuknya segala/semua gejala yang ada pada stadium prodoral Pembesaran & nyeri hati Splenomegali Mungkin gatal (pruritus) c. Stadium pemulihan adalah stadium ketiga hepatitis virus, biasanya timbul dalam 4 bulan untuk hepatitis B & C dalam 2-3 bulan untuk hepatitis A, selama periode ini : Gejala-gejala mereda, termasuk interus Nafsu makan pulih (Corwin, 2000 ; 581) Klasifikasi 1. Hepatitis A/ hepatitis infeksiosa merupakan penyakit yang ditularkan melalui kontaminasi oral-pekal akibat hygiene yang buruk/makanan yang tercemar. 2. Hepatitis B/ hepatitis serum merupakan penyakit yang bersifat serius & biasanya menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus. Penyakit ini juga ditularkan melalui hubungan kelamin & dapat ditemukan oleh semen cairan tubuh lainnya. 3. Hepatitis C/ hepatitis non-A non-B. Virus ini merupakan penyebab tersering infeksi kepada yang ditularkan melalui supali darah komersial. Hepatitis C ditularkan sama dengan hepatitis B terutama melalui transfusi darah. 4. Hepatitis D/ hepatitis delta & sebenarnya adalah suatu virus defektif yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hipatosit untuk menimbulkan hepatitis. Hepatitis D ditularkan seperti hepatitis B. Antigen & antibody hepatitis D dapat diperiksa pada donor darah. 5. Hepatitis E diidentifikasikan tahun 1990. Virus ini adalah suatu virus yang ditularkan melalui ingesti air yang tercemar. Sebagian besar kasus yang dilaporkan ditemukan di negara yang sedang berkembang. (Corwin, 2000 ; 579) Diagnosis Diagnosis hepatitis ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ( pemeriksaan laboratorium/serologi, patologi anatomi) Untuk pemeriksaan penyaring yang paling diperlukan adalah enzim SGPT, Gamma GT dan CHE. SGPT digunakan untuk melihat adanya kerusakan sel, gamma GT untuk melihat adanya kolestasis dan CHE untuk melihat gangguan fungsi sintesis hati. Pada keadaan infeksi akut yang terlihat mencolok adalah peninggian SGPT dari pada SGOT. Apabila terjadi kerusakan mitokondria atau kerusakan parenkim sel maka yang terlihat meninggi adalah SGOT, dimana SGOT lebih meningkat daripada SGPT. Pada hepatitis kronis persisten biasanya peninggian SGOT dan SGPT meningkat sampai 2-3 nilai normal, gamma GT lebih kecil dari SGOT, GLDH, CHE dan enzim koagulasi masih dalam batas normal.prognosis penyakit ini biasanya baik. Pada hepatitis kronis aktif SGOT dan SGPT dapat

meningkat sampai 5 kali atau 10 kali diatas nilai normal.. Pola serologis untuk HBV lebih kompleks daripada untuk HAV dan berbeda tergantung pada apakah penyakit akut, subklinis atau kronis. Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurangkurangnya dua pertanda serologis.[8] Ronald G. Immunization.. In : Wiliam F, Editor. Evidence Based Paediatric. 2nd Edition. Canada: BC Decker Inc; 2000. p.62-4 a. Anamnesis Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam beberapa hariminggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna gelap. Saat ini, gejala prodromal berkurang. Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik. b. Pemeriksaan fisis Keadaan umum: sebagian besar sakit ringan. Kulit, sklera ikterik, nyeri tekan di daerah hati, hepatomegali; perhatikan tepi, permukaan, dan konsistensinya. c. Pemeriksaan penunjang 1. Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia : infestasi cacing, leukositosis : infeksi bakteri. 2. Urin : bilirubin urin 3. Biokimia : a. Serum bilirubin direk dan indirek b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT) c. Albumin, globulin d. Glukosa darah e. Koagulasi : faal hemostasis terutama waktu protrombin 4. Petanda serologis : a. IgM antiHAV, HbsAg, IgM anti HBc, Anti HDV, Anti HCV, IgM Leptospira, kultur urin untuk leptospira, kultur darah-empedu (Gal) 5. USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus koledokus, batu saluran empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar limpa. Algoritme diagnosis hepatitis akut

10

Penatalaksanaan Tujuan - Mengurangi angka kematian - Menghilangkan keluhan dan gejala klinik - Memperpendek perjalanan penyakit - Mencegah terjadinya komplikasi/mencegah perkembangan kearah penyakit hati kronis Pada dasarnya ada 3 cara untuk Hepatitis Virus akut : 1. Tirah baring 2. Diet : 30-35 kalori/kg BB, protein 1 gr/kg BB 3. obat-obatan : a. Kortikosteroit : penyakit hati yang klasik sebaiknya jangan diberikan, bahkan berbahaya sebab dapat menyebabkan: - masa prodromal yg panjang - lebih banyak kambuh - menyebabkan komplikasi berat - dapat berkembang menjadi kronik b. Imunomudulator : belum terbukti khasiatnya c. Obat-obat non spesifik : Methicol, Methioson, Lesichol, Lipofood, Cursil, Curcuma, Urdafalk, dapat memberikan rasa enak, serta penurunan tes faal hati d. Obat-obat simptomatik menghilangkan gejala dan keluhan penderita, misalnya sistanol, obat-obat yang memperbaiki motilitas lambung [6][7] Asaad R, 2008-2009. Available from: Bahan Kuliah Fakultas Kedokteran Unhas. Samy A.A, 2010 [19/05/2010]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com/article/175248-overview Hepatitis A - Tidak ada terapi spesifik - Terapi simptomatik Hepatitis B Tujuan : penyembuhan total, menghilangkan virus 1. Mencegah replikasi virus /anti virus : IFN, Acyclovir, Ribavirin, Adenin Arabinos3 2. Modulasi, sistem imun (imunomodulasi): Levamisole, Imune RNA 3. Biological Response Modifiers : Thymosin alfa [6][7] Hepatitis C - Terapi anti virus diberikan bila SGPT > 2 x N - Kombinasi IFN dan Ribafirin selama 12 bulan - Ribafirin diberikan tiap hari, tergantung berat badan < 55 kg 800 mg/hr 56 75 kg 1000 mg/hr > 75 kg 1200 mg/hr [6] Asaad R, 2008-2009. Available from: Bahan Kuliah Fakultas Kedokteran Unhas.

Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suporsif & mencakup : Istirahat sesuai kebutuhan. Penkes mengenai menghindari pemakaian alcohol /obat-obatan. Penkes mengenai cara penularan kepada mitra seksual dan anggota keluarga. Keluraga dari pasien hepatitis ditawarkan untuk menerima gema globulin murni yang spesifik terhadap hepatitis virus A /hepatitis virus B, yang dapat memberikan imunitas pasif terhadap infeksi, namun bersifat sementara. Vaksin hepatitis B virus melalui IM sebanyak 3 kali pada interval yang ditentukan, dosis I & II diberikan terpisah satu bulan, dosis IV diberikan 6 bulan setelah dosis ke V.

11

komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi adalah : 1. Komplikasi akut : Kern Ikterik pada bayi dan anak, coma hepatikum. 2. Komplikasi yang menahun : Serosis Hepatis, Hepatoma, Hematemesis Melena Hepatitis A - Obstruksi biliari - Hepatitis Fulminant (jarang) Hepatitis B - Hepatitis kronis - Sirosis - Kanker hepar - Gagal hepar - Infeksi hepatitis D - Gangguan ginjal - Vasculitis Hepatitis C - Sirosis hepatis - Liver cancer - Gagal hepar [6] Asaad R, 2008-2009. Available from: Bahan Kuliah Fakultas Kedokteran Unhas. Hepatitis Foliminan. Hepatitis kronik persisten. Hepatitis Agresif Karsinoma Hepatoseluler. Sirosis Hepatitis. Gangguan fungsi hati Cirrhosis Kematian karena gagal fungsi hati

12

You might also like