You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERLASIA (BPH) DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH SENTRAL) RUMAH SAKIT ISLAM

SULTAN AGUNG

Disusun Oleh : TUTIK KURNIA RAHMAN 092080271

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2012

A. PENGERTIAN Hiperplasia prostatik jinak merupakan kelenjar prostatnya mengalami perbesaran memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifusium uretra. (Brunner A. Suddart, 2001) Hiperplasia prostat merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Marlynn E. Doenges, 2000) Hipertrofi prostat adalah bertambahnya sel atau chali hiperlasia dari kelenjar periurotral yang akan mendesak kelenjar prostat, sehingga mengakibatkan kelenjar prostat menjadi gepeng dan akan membentuk kapsul prostat. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)

B. ETIOLOGI Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron - estrogen , karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipos di perifer, berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. ( Sjamsuhidayat, 1998) Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko dan hormon androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 3040 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadianyna sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)

C. PATOFISIOLOGI Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan - lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi perlahan - lahan. Tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikal. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan mengalami dekompensasi tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing - masing gejala adalah: 1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistansi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH 2. Resitancy terjadi karena detrusor tidak dapat melawan resistensi uretra. 3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminasi dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam bulibuli. 4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek. 5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus stinger dan uretra berkurang dan tonusspingter dan uretra berkurang selama tidur. 6. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter. 7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah bulibuli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter. ( Mansjoer, 2000).

D. PATHWAYS
Faktor resiko - Proses penuaan (aging) - Ketidakseimbangan produksi testosteron-estrogen Perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen Produksi testosteron me konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose dan perifer BPH (frekuensi, nokturia, urgensi, disuria, histency, streining, intermithy) Kompresi pada uretra Prostatektomi Turp Suprabic Retropubic Perineal Retropubic
-

Trauma insisi Folley cateter

- Obstruksi mekanis - Resiko urinaria kehilangan tonus destrusor - Iritasi vesikel urinaria

pe kerentanan terhadap bakteri sekunder

Perdarahan

Nyeri

Resiko infeksi Spasme vesikal urinaria Retensi urine

Resiko kekurangan volume cairan

Nyeri

Perubahan eliminasi urine

E. MANIFESTASI KLINIK Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai lower urinary tract symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan (straining), kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi

memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena over flow. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000) Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencakup : a. Peningaktan frekuensi berkemih b. Nokturia c. Dorongan ingin berkemih d. Anyang-anyangan e. Abdomen tegang f. Voluem urin menurun g. Harus mengejan saat berkemih h. Aliran urin tidak lancar i. Urin terus menerus menetes setelah berkemih (dribbling) j. Rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik (Brunner & Suddarth, 2001)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Urine analisa (rutine) Urine biakan dan resistensi Ureum darah, fosfatosa asam, leukosit Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)

b. Pemeriksaan Diagnostik Sitoskopi sistogram USG abdomen bawah Kateterisasi

Ditemukannya prostat membesar

G. PENATALAKSANAAN 1. Pre op a. Pemeriksaan diagnostik 1). Urinalisa 2). Cultur urin 3). Citologi urin 4). BUN (creatin) 5). Asam fosfat serum (antigen khusus prostatik) 6). SOP 7). Sitoscopy 8). Urografi ekskretory/EVP b. Kateterisasi c. Terapi antibiotik d. Balance cairan e. Pembedahan 1). Reseksi transureteral prostst (TUR/TUPP) 2). Prostotektomi suprapubis 3). Prostotektomi perineal 4). Prostotektomi retropublik 5). Insisi prostat transuretral (TUIP) 2. Post op a. Irigasi kandung kemih kontinyu b. Irigasi kandung kemih intermitten c. Analgetik d. Terapi IV parentral

e. Balance cairan f. Puasa sampai bising usus terdengar A. PENGKAJIAN FOKUS 1. Sirkulasi Tanda : peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal). 2. Eliminasi Gejala : Penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine, tetesan Keragu-raguan pada berkemih awal Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih. Nukturia, disuria, hematuria Duduk untuk berkemih ISK berulang, riwayat batu (statis urinaria) Konstipasi (protrusi prostat abdomen bawah (dispensi kandung)

Tanda : Massa padat di bawah abdomen bawah (disfensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih. 3. Makanan / cairan Gejala : Anoreksia; mual, muntah Penurunan berat badan 4. Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatitis akut). Nyeri punggung bawah. 5. Keamanan Gejala : Demam 6. Seksualitas Gejala : Masalah tentang efek kondisi / terapi pada kemampuan seksual. Takut inkontmensia / menetas selama hubungan intim. Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.

Tanda : Pembesaran, nyeri tekan prostat 7. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal,

penggunaan antipertensif / anti depreson, anti biotic urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu / alergi obat mengangung simpatomimetik. Pertimbangan : Rencana Pemulangan : memerlukan bantuan dengan menajemen terapi, contoh kateter. (Marylnn E. DoengeS)

B. FOKUS INTERVENSI 1. Pre Operasi a. Nyeri (akut) berhubungan dengan retensi saluran kemih akut Tujuan : Rasa nyeri berkurang intensitas (5)

Kriteria hasil : Keluhan rasa sakit berkurang (intensitas (s) Ekspresi wajah dan posisi tubuh rileks

Intervensi : Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) Beri pasien pada posisi nyaman Pantau frekuensi nyeri, berkurang atau tidak Kolaborasi untuk pemberian analgetik, pemasangan kateter. Ajarkan teknik relaksasi dan beri untuk membayangkan hal yang menyenangkan.

b. Perubahan pola eliminasi urine : BAK sering, nokturia, menetes berhubungan dengan pembesaran prostat. Kriteria hasil : Pola eliminasi kembali normal (N = urine lampias, tidak menetes, residu urine 100 cc). Intervensi : Kaji keluhan pasien Observasi : warna, jumlah, frekuensi, lamanya Kaji ditingkat pengetahuan pasien tentang perubahan pola eliminasi urine. Jelaskan penyebab dan perubahan pola eliminasi urine Anjurkan minum air putih 2000 cc/hari bila tidak ada kontra indikasi. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penanganan kateter sesuai program dokter. Pasang kateter dengan teknik steril (kolaborasi medis) Monitor TTV Observasi keluhan pasien setelah pemasangan kateter, catat warna jumlah urine. Rawat kateter setiap hari dengan baik.

c. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan pemakaian kateter saluran kemih dan atau retensi urine. Kriteria hasil : Suhu dalam batas normal (N = 36 oC 37 oC) Urine jernih, kuning, tanpa bau Kandung kemih jelas tidak penuh / kembung.

Intervensi : Kontrol suhu setiap 4 jam sesuai kebutuhan bila suhu lebih 37,5 oC kolaborasi dokter, kalau perlu kompres dan minum ekstra. Perhatikan posisi kateter, jika terpasang kateter uretra. Gunakan teknik steril untuk memasang kateter secara intermiten selama dirawat. Monitor tanda-tanda infeksi saluran kemih. Gunakan teknik cuci tangan yang baik, ajarkan dan Anjurkan pasien untuk melakukan hal yang sama.

d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis penyakit. Tujuan : cemas berkurang / terkontrol setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil : kecemasan pasien berkurang. Intervensi Jalin hubungan saling percaya antara perawat, pasien Dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian Kaji tingkat kecemasan pasien Dampingi pasien dan beri kesempatan untuk bertanya Libatkan keluarga untuk memberi support Anjurkan pasien untuk berdoa kepada Allah SWT Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual.

2. Post Operasi a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme otot karna prosedur operasi dan atau tekanan pada balon kandung kemih (traksi)

Tujuan : nyeri berkurang atau terkontrol setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan nyeri hilang / terkontrol (rentang nyeri < 5) Mendemonstrasikan teknik relaksasi Ekspresi wajah rileks, tidur / istirahat dengan tepat. Intervensi Kaji keluhan nyeri, lokasi, intensitas (rentang 10) Anjurkan minum 2000 cc / hari, sesuai kemampuan dan bila tidak ada kontra indikasi Tingkatkan rasa nyaman pasien (mengganti posisi, menggosok punggung, dll) Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi Beri obat-obatan antispasmodik sesuai program.

b. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanis (bekuan darah, trauma post operasi), tekanan dan iritasi balon kateter, hilangnya tonus kandung kemih karena over distensi pre operasi atau dekompresi yang terus menerus. Tujuan : Eliminasi dapat lancar / tidak terganggu setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil : Jumlah urine normal (1/2 1 cc / kg / BB / jam) tanpa retensi Pasien menunjukkan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih (mampu menahan bak sesuai keinginan). Intervensi Kaji pengeluaran urine (jumlah, warna, konsisten) dan sistem kateter drain terutama bila dilakukan irigasi kandung kemih. Bantu pasien untuk posisi normal dalam berkemih setelah kateter diangkat. Catat keluhan kandung kemih penuh, tidak dapat BAK, perasaan tidak dapta menahan BAK. Anjurkan pasien BAK bila ada rasa ingin berkemih, tetapi tidak lebih dari 2-4 jam Ukur volume urine residu bila ada kateter suprobubis (sistotomy) Anjurkan minum 2000 cc/hari.

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan vaskularisasi daerah operasi sukar pengontrolan perdarahan, pembatasan asupan makanan / cairan operasi. Tujuan : volume cairan klien terpenuhi setelah dilakuakn tindakan keperawatan. Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi yang adekuat Tanda vital stabil Nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik Membran mukosa lembab Output urine (1/2 1 cc / kg / BB / jam)

Perdarahan minimal, terkontrol. Intervensi : Fiksasi kateter dengan tepat Monitor outake, output Observasi produk kateter, perhatikan adanya perdarahan Evaluasi warna, konsisten urine Perhatikan balutan luka operasi / drain, catat pembentukan hematom

Monitor tanda-tanda vital Tingkatkan asupan cairan 2000 cc / hari sesuai kondisi pasien Tingkatkan trasi kateter, fiksasi pada bagian paha sesuai program Kolaborasi untuk pemeriksaan darah rutine, uranum, creatinum, threapi infus / transfusi sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, peralatan salama operasi, kateter, irigasi kandung kemih yang sering. Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakuakn tindakan keperawatan Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan pada waktunya. Tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi Jaga sterilisasi sistem kateterisasi, rawat kateter secara teratur Jaga drainase urine, hindari masuknya urine kembali ke dalam kandung kemih Monitor tanda-tanda vital, perhatian adanya panas, demam, nadi dan pernafasan cepat, tidak dapat istirahat, sensitif disorientasi Obervasi cairan yang keluar dari sekitar luka, kateter suprapubis ganti balut secara teratur DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Linda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. FKUI.2001. Kapita Selekta, Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Aru W. Sudoyo, Setyohadi, Idrus Alwi, Siti Setiati,dkk. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Smeltzer, suzanna C.2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8. Jakarta: EGC. Ahmad A.K. Muda.2003. Kamus Lengkap Kedokteran, Edisi Revisi. Surabaya: Gita Media Press. Beri antibiotika sesuai program.

You might also like