You are on page 1of 17

McPhie dkk (1993)

BAB 2 KOMPONEN, TEKSTUR, DAN STRUKTUR YANG BIASA DITEMUKAN DALAM ENDAPAN VULKANIK
Pada bab ini kita akan membahas tentang komponen, tekstur, dan struktur yang biasa ditemukan dalam batuan vulkanik. Penyajiannya tidak menyeluruh; penulis hanya menekankan aspek-aspek pemerian dan penafsiran yang penting serta yang biasanya dapat bertahan walaupun batuannya telah mengalami diagenesis, alterasi hidrotermal tingkat menengah, metamorfisme regional tingkat rendah, atau deformasi. Sebagian besar komponen, tekstur, dan struktur tersebut dapat diamati dalam singkapan dan sampel genggam dengan bantuan lup. Apabila dilihat secara individual, hanya sedikit komponen, tekstur, dan struktur yang bersifat diagostik untuk proses-proses tertentu. Walau demikian, jika dikombinasi-kan, gejala-gejala tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk membedakan endapan vulkaniklastik dari endapan koheren; hal mana merupakan tahap penelitian pertama yang penting artinya untuk menafsirkan prosesproses peng-angkutan dan pengendapan serta lingkungan pengendapan. 2.1 FENOKRIS DAN TEKSTUR PORFIRITIK Tekstur porfiritik (porphyritic texture) terdiri dari fenokris (phenocryst) yang relatif besar dan bersifat euhedral atau subhedral serta massa dasar (groundmass) yang ukurannya jauh lebih kecil dan tersebar diantara fenokris. Tekstur ini merupakan gejala khas yang dimiliki oleh lava, syn-volcanic intrusion, dan kecur yang berasal dari lava atau syn-volcanic intrusion (lihat Bab 3). Tekstur ini merupakan salah satu kriteria utama untuk membedakan endapan vulkanik koheren dari endapan piroklastik, resedimented volcaniclastic, dan endapan sedimen vulkanogenik. Tekstur glomeroporfiritik (glomero-porphyritic texture) terdiri dari sejumlah kecil fenokris yang berkumpul pada tempat-tempat tertentu dan tertanam dalam massa dasar yang jauh lebih halus. Tekstur ini juga khas untuk lava koheren dan syn-volcanic intrusion. Tekstur porfiritik umumnya ditafsirkan terbentuk dari magma yang mengalami dua fasa pendinginan dan pembekuan. Sebagian kristal tumbuh pada fasa awal pendinginan magma yang berlangsung lambat dan terjadi di bawah permukaan bumi. Ketika magma dilepaskan ke permukaan bumi, magma itu telah mengandung kristal-kristal (fenokris) yang ter-suspensi didalamnya. Segera setelah dilepaskan ke permukaan bumi, bagian lain dari magma yang masih cair dan panas mulai mendingin dan menjadi padat dengan laju pendinginan yang lebih cepat daripada laju pendinginan pada fasa pertama. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya massa dasar. Dalam beberapa kasus, lelehan sisa itu mendingin menjadi gelas, dengan atau tanpa menghasilkan kristal baru. Pada kasus yang lain, magma mendingin menjadi agregat-agregat yang disusun oleh kristal-kristal renik yang saling kesit (interlocking). Proporsi fenokris dalam lava koheren dan syn-volcanic intrusion berkisar mulai dari sekitar 1% volume hingga sekitar 55% volume batuan. Ukuran fenokris juga sangat beragam, mulai dari sekitar 1 mm hingga sekitar 3 cm. Mineralogi, kelimpahan, dan penyebaran fenokris dalam banyak kasus lebih kurang konstan dalam satu satuan aliran lava. Dengan demikian, gejala ini menjadi salah satu sarana untuk membedakan dan memetakan satuan-satuan aliran dalam suatu tumpukan lava dan untuk memperkirakan komposisi kimia dari setiap aliran itu di lapangan. Karena tumbuh relatif lambat dan tersuspensi dalam lelehan, perawakan fenokris umumnya euhedral atau subhedral. Ketika ditemukan, fenokris dapat berupa satu kristal utuh atau sebagai potongan kristal. Pada kasus kristal yang telah pecah, perawakan asalnya dapat direkonstruksikan kembali bila kita mengetahui perubahan lingkungan fisika dan kimia yang telah dialami oleh fenokris tersebut. Proses-proses yang menyebabkan terubahnya bentuk kristal ialah (a) pemakan-an parsial (partial resorpsion), yang menyebabkan pelengkungan ujung-ujung kristal dan pembentukan gejala embayment; (b) reaksi dengan lelehan, yang menyebabkan terbentuknya cincincincin mineral berbutir halus di seputar fenokris. Fenokris kuarsa dalam lava dan synvolcanic intrusion silikaan umumnya memperlihatkan efek-efek pemakanan parsial. Fenokris ini biasanya bipiramidal, namun sebagian ujungnya membundar dan pada

McPhie dkk (1993)

bagian tertentu menunjukkan gejala embayment. Sewaktu magma yang mengandung fenokris kuarsa naik ke permukaan dan mengalir ke permukaan bumi, kelarutan SiO2 dalam lelehan itu akan meningkat sejalan dengan menurunnya tekanan dan, akibatnya, fenokris kuarsa yang sebelumnya berada dalam kondisi kesetimbangan dengan lelehan menjadi termakan kembali oleh lelehan tersebut. Gejala embayment dan cincin reaksi (reaction rim) sering ditafsirkan sebagai cerminan ketidaksetimbangan antara kristal dengan lelehan dan secara khusus penting artinya dalam usaha untuk mengenal senokris (xenocryst). Senokris ialah kristal yang bukan merupakan produk kristalisasi magma, melainkan berasal dari luar, misalnya dari batuan samping. Senokris dapat mengandung fasa-fasa mineral yang tidak kompatibel, atau atypic, dengan komposisi magma. Pen-campuran antara dua atau lebih magma porfiritik "sesaat" sebelum diletuskan juga menyebabkan terjadinya tekstur ketidaksetimbangan, kumpulan fenokris yang kompleks, dan penyebaran fenokris yang heterogen. Dalam lava dan intrusi yang tidak terdeformasi, fenokris kadang-kadang retak dan pecah. Semua fragmen yang berasal dari satu fenokris umumnya menyebar sedemikian rupa sehingga penampilannya mirip dengan mainan gambar susun (jigsaw-fit puzzle), meskipun sebagian fragmen mungkin terputarkan dan terpisahkan dari fragmenfragmen lain. Fenokris dalam magma dapat pecah akibat pengaruh shear stress sewaktu magma mengalir, akibat vesikulasi yang cepat sewaktu magma mendingin, atau akibat penurunan tekanan sewaktu magma naik atau keluar ke permukaan bumi. Fragmentasi fenokris secara in situ juga dapat disebabkan oleh quenching dan hidrasi lava atau syn-volcanic intrusion. Tekstur porfiritik seringkali dapat dikenal di lapangan (singkapan kecil atau sampel genggam). Hasil pengenalan itu kemudian dapat dibuktikan kebenarannya dengan hasil pengamatan sayatan tipis. Walau demikian, sebaiknya kita mencatat semua informasi litofasies terlebih dahulu sebelum akhirnya manarik kesimpulan bahwa suatu sampel bertekstur porfiritik termasuk ke dalam lava/intrusi koheren atau fasies autoklastik. Fenokris semu yang euhedral dan tersebar merata juga dapat ditemukan dalam endapan piroklastik yang mirip dengan lava atau dengan rheomorphic welded pyroclastic deposits (Henry dkk, 1988). Meskipun dihasilkan oleh letusan piroklastik, tekstur vitriclastic dalam endapan yang disebut terakhir ini hampir seluruhnya "tertutup" oleh welding and high-temperatur devitrivication yang terjadi pada gelas. Batuan piroklastik rheomorphic dan batuan piroklastik yang mirip dengan lava hingga dewasa ini hanya ditemukan sebagai endapan vulkanik darat. Banyak contoh dari batuan tersebut memperlihatkan komposisi peralkaline dan/atau dapat ditafsirkan sebagai produk letusan temperatur sangat tinggi. Tekstur porfiritik semu juga dapat muncul dalam non-welded pumice-rich deposits yang telah mengalami alterasi atau kompaksi diagenesis sedemikian rupa sehingga batas-batas kecur pumice porfiritik menjadi tidak jelas lagi. 2.2 KRISTAL DAN FRAGMEN KRISTAL Kristal dan fragmen kristal ditemukan dalam berbagai jenis batuan vulkaniklastik. Apabila ditelusuri, kristal dan fragmen kristal itu berasal dari magma porfiritik dan dari batuan samping yang bertekstur kristalin atau porfiritik. Baik proses-proses fragmentasi vulkanik maupun proses-proses fragmentasi sedimenter sama-sama dapat menyebabkan terlepasnya kristal dari material sumber, kemudian mengumpulkannya dalam endapan vulkaniklastik yang kaya akan kristal (Cas, 1983). Kristal dan fragmen kristal terlepas dari tubuh magma porfiritik sewaktu magma tersebut diletuskan secara eksplosif ke permukaan bumi. Sejumlah kecil fragmen kristal dalam batuan porfiritik mungkin merupakan hasil penghancuran batuan beku dan batuan metamorf yang merupakan batuan samping. Dalam endapan piroklastik, fragmen menyudut yang berasal dari kristal euhedral biasanya lebih melimpah dibanding kristal lengkap. Fragmen itu memiliki ukuran yang beragam, dimana limit atas besar butir itu sama dengan besar butir maksimum dari fenokris. Fragmen kristal, khususnya yang berasal dari kristal euhedral, memiliki selaput tipis pumice gelas dan scoria. Beberapa kristal dalam kecur pumice atau scoria terpecahkan secara in situ dan fragmen itu memperlihatkan jigsaw-fit texture.

McPhie dkk (1993)

Quech fragmentation pada magma porfiritik merupakan cara lain yang menyebabkan terbentuknya kristal lepas atau fragmen kristal. Fragmentasi ini merupakan proses penting dalam pembentukan komponen hialoklastit berukuran pasir kasar atau granul, khususnya resedimented hyaloclastite. Quench fragmentation in situ pada lava porfiritik umumnya mempengaruhi fenokris serta menghasilkan kumpulan-kumpulan fragmen kristal monomineralik yang memperlihatkan jigsaw-fit texture atau semi jigsaw-fit texture. Alterasi dan deformasi yang terjadi kemudian terhadap fenokris dan massa dasar gelas yang terbentuk akibat quench fragmentation dapat menghasilkan tekstur porfiritik semu. Kristal dalam endapan sedimen vulkanogenik mungkin berasal dari hasil perombakan dan pengendapan-ulang non-welded, crystal-bearing pyroclastic and autoclastic deposits serta hasil pelapukan dan erosi batuan vulkanik yang mengandung kristal seperti lava porfiritik dan crystal-rich welded ignimbrite. Fragmen kristal yang terbentuk oleh proses-proses lain makin lama makin membundar akibat bekerjanya proses-proses permukaan sedemikian rupa sehingga bukti-bukti mekanisme pembentuk kecur menjadi hilang karenanya. Walau demikian, perlu diketahui pula bahwa sebagian fenokris primer juga telah membundar sejak awal akibat pemakanan oleh magma. Fragmen kristal dalam endapan vulkaniklastik biasanya berukuran pasir atau debu kasar. Kumpulan mineral yang diperlihatkan oleh kristal dan fragmen kristal dalam endapan vulkaniklastik, khususnya endapan piroklastik dan mass-flow resedimented syn-eruptive volcaniclastic deposits, sedikit banyaknya mencerminkan mineralogi magma porfiritik yang menjadi sumbernya. Karena itu, komposisi kristal dan fragmen kristal dapat menjadi indikator, meskipun masih terlalu umum, dari komposisi magma asalnya. Hal ini terjadi karena kelimpahan total dan proporsi setiap fasa dalam magma asal dapat terubah dengan cukup berarti sewaktu berlangsungnya fragmentasi dan pengangkutan sehingga tidak mudah bagi kita untuk menafsirkan komposisi magma asal berdasarkan kelimpahan dan proporsi relatif dari setiap jenis kristal dan fragmen kristal yang ada dalam batuan vulkaniklastik. Walaupun ada keterbatasan tersebut, namun data mengenai kumpulan, kelimpahan total, kelimpahan relatif, ukuran, dan bentuk fragmen kristal dapat memberikan dasar yang efektif dan handal untuk membedakan dan memetakan satuan vulkaniklastik di lapangan. Parameter-parameter tersebut lebih kurang konstan atau bervariasi secara sistematis dalam satu satuan pengendapan endapan piroklastik primer dan, secara umum, juga dalam mass-flow resedimented volcaniclastic deposits. Variasi populasi fragmen kristal yang sistematis mungkin mencerminkan zonasi komposisi dalam magma porfiritik yang menjadi sumbernya dan/atau pemilahan fragmen-fragmen kristal menurut ukuran dan densitasnya sewaktu diangkut dan diendapkan, khususnya untuk endapan jatuhan. 2.3 VESIKEL Volatil yang lepas dari lava, intrusi dangkal, dan densely welded tuff terakumulasi dalam gelembung-gelembung yang disebut vesikel (vesicle). Vesikel itu mungkin tetap terjebak dan terawetkan dalam lava, intrusi dangkal, dan tuff sewaktu endapanendapan tersebut mendingin dan membeku. Vesikel juga dapat terbentuk dari gelembung uap yang ada dalam endapan debu lembab berbutir halus, dimana endapan itu sendiri terbentuk akibat letusan eksplosif (Lorez, 1974; Rosi, 1992). Amigdal (amygdale) adalah vesikel yang kemudian terisi sebagian atau seluruhnya oleh mineral sekunder. Vesikel biasa ditemukan dalam aliran lava silisik, menengah, dan mafik, baik yang diendapkan di darat maupun di perairan. Variasi ukuran, bentuk, dan kelimpahan vesikel dalam lava mencerminkan interaksi antara beberapa faktor pengontrol seperti kandungan volatil dalam magma asal, laju dekompresi dan difusi, penggabungan dan interferensi antar vesikel yang berdekatan, serta deformasi sewaktu mengalir. Beberapa aliran lava basaltik terdiri dari zona atas, dan kadang-kadang juga zona bawah, yang kaya akan vesikel serta zona tengah yang relatif tidak mengandung vesikel. Zona atas lebih banyak mengandung vesikel dan ukuran vesikel pada zona atas pun lebih besar dibanding vesikel pada zona bawah, hal mana mungkin terjadi akibat penggabungan gelembung-gelembung volatil sewaktu naik ke permukaan dan sewaktu mengalami pendinginan (Sahagian dkk, 1989). Dimroth dkk (1978) menyatakan bahwa aliran lava Archean yang diendapkan di bawah air dan ditemukan di Quebec, Canada, 8

McPhie dkk (1993)

makin ke atas makin tinggi vesikularitasnya. Pola vesikulasi yang berbeda ditemukan dalam lava pahoehoe (Walker, 1989): vesikel dalam lava ini membundar dan makin bertambah ukurannya ke arah dalam. Penyebaran seperti itu ditafsirkan terjadi akibat pertumbuhan dan penggabungan vesikel di bagian dalam lava yang diam sewaktu mencapai suatu yield strengh tertentu. Gejala seperti ini hanya ditemukan pada bagian tengah dan bagian distal dari lava basal yang diendapkan di darat. Pipe vesicle ialah vesikel yang memanjang dengan lebar beberapa milimeter dan panjang beberapa puluh centimeter. Vesikel ini umumnya ditemukan di bagian dasar aliran lava pahoehoe yang diendapkan di darat (Waters, 1960; Walker, 1987; Wilmoth dan Walker, 1993), dalam korok dan retas (Walker, 1987), serta bagian dalam lava bantal (Jones, 1969; Easton dan Johns, 1986; Kawachi dan Pringle, 1988; Yamagishi dkk, 1989; Walker, 1992). Dua pipe vesicle dapat ber-gabung sewaktu naik ke permukaan sedemikian rupa sehingga apabila terawetkan akan menghasilkan vesikel yang bentuknya mirip dengan huruf Y terbalik. Vesikel lain dapat bercabang sewaktu naik ke permukaan. Dalam aliran lava yang diendapkan di daratan, pipe vesicle tampak hanya terbatas penyebarannya dalam aliran yang bergerak pada lereng sangat landai (<4 o; Walker, 1987). Philpotts dan Lewis (1987) serta Godinot (1988) menyatakan bahwa pipe vesicle terbentuk akibat terpisahnya gas dari lelehan magma menjadi gelembunggelembung gas yang kemudian bersentuhan dengan zona pemadatan. Ketika zona tersebut berkembang menjadi lava dingin, gelembung-gelembung itu tumbuh sedemikian rupa sehingga membentuk pipa-pipa yang terletak tegak lurus terhadap bidang pendinginan. Ukuran dan kelimpahan lava yang diletuskan di bawah kolom air juga dipengaruhi oleh confining pressure yang diberikan oleh kolom air (McBirney, 1963). Dalam beberapa kasus, pada satu lintap aliran lava, vesikularitas aliran lava bawah air meningkat secara sistematis ke arah atas. Hal itu diperkirakan terjadi karena makin ke atas confining pressure makin berkurang (Moore, 1965; Jones, 1969; Moore dan Schilling, 1973; Cousineau dan Dimroth, 1982). Dalam penelitian terhadap lintap endapan vulkanik purba, trend seperti itu dapat menjadi indikator yang baik untuk gejala pendangkalan atau gejala pendalaman dari lingkungan purba. Walau demikian, karena faktor-faktor lain yang mengontrol vesikulasi juga penting, maka vesikulasi saja bukan merupakan sarana untuk menentukan kedalalaman aliran lava atau untuk menentu-kan perubahan kedalaman dalam lintap aliran lava yang berbeda komposisinya. 2.4 GELAS VULKANIK Pendinginan lelehan silikat yang berlangsung dengan cepat menghasilkan gelas vulkanik (volcanic glass) padat. Gelas vulkanik mungkin tidak vesikuler, sebagian vesikuler, atau sangat vesikuler. Sampel genggam gelas vulkanik memperlihat-kan pecahan konkoidal yang sifatnya khas serta kilap kaca. Dalam sayatan tipis, gelas vulkanik yang belum terubah biasa-nya bersifat isotrop. Walau demikian, pada beberapa kasus, kristalisasi lelehan silikat yang sangat cepat menyebabkan gelas vulkanik berasosiasi dengan kristal. Kristal yang terbentuk sewaktu quenching seperti itu memiliki bentuk khas, misalnya seperti rangka, dendritik, atau seperti sabit; memiliki bentuk kumpulan seperti bulu atau seperti bintang; panjang tipis dengan ujung seperti ekor burung walet; seperti batang atau rantai (Joplin, 1971; Bryan, 1972, Cox dkk, 1979; Swanson dkk, 1989). Gelas itu dapat terletak sejajar dengan arah aliran pada waktu lelehan magma mendingin. Gelas seperti itu dapat ditemukan dalam pumiceous, coherent lava yang tidak mengandung vesikel dan dalam pumice piroklastik segar. Quench crystal umumnya, namun tidak selalu, berukuran mikroskopis: kristalit (crystallite) dan mikrolit (microlite). Quench olivine dalam beberapa aliran lava ultramafik membentuk skeletal bladed crystals berukuran besar (hingga beberapa centimeter). Endapan yang mengandung kristal seperti ini dikatakan memiliki spinifex texture. Kristalisasi mikrolit dalam jumlah yang sangat banyak terjadi akibat high degrees of undercooling and supersaturation. Swanson dkk (1989) menyatakan bahwa undercooling yang drastis seperti itu disertai oleh proses pelepasan gas (uap H2O) dari lelehan silikat, sebelum letusan terjadi. Beberapa lava berlapis, baik yang miskin maupun yang kaya akan akan mikrolit, sebenarnya merupakan produk pencampuran 9

McPhie dkk (1993)

dari dua magma yang berbeda komposisinya (Gibson dan Naney, 1992), salah satu diantaranya mengkristalisasikan mikrolit dalam proses pencapaian kesetimbangan termal. Setelah terbentuk, tekstur dan komposisi gelas vulkanik mungkin sebagian atau seluruhnya terubah oleh berbagai proses. Sewaktu berlangsungnya proses pendinginan lambat, atau sewaktu berlangsungnya proses pemanasan yang terjadi kemudian, gelas vulkanik primer dapat mengalami devitrifikasi (Lofgren, 1971). Hidrasi gelas vulkanik menghasilkan pecahan perlitik (perlitic fracture). Diagenesis, metamorfisme, dan/atau alterasi hidrotermal akan mengubah gelas menjadi agregat fasa mineral baru seperti lempung, zeolit, serisit, atau klorit. Ada dua tipe gelas basaltik yang paling sering ditemukan (Peacock dan Fuller, 1928; Fisher dan Schmincke, 1984; Heiken dan Wohletz, 1985). Sideromelan (sideromelane) ialah gelas basaltik yang isotrop, transparan, dan tidak berwarna atau berwarna kuning. Takhilit (tachylite) adalah gelas basaltik yang sebagian bersifat kristalin serta mengandung mikrolit oksida Fe-Ti sedemikian rupa sehingga opak. Hidrasi dan alterasi temperatur rendah menyebabkan sideromelan terubah menjadi palagonit (palagonite) yang berwarna kuning atau coklat dan berkilap lilin, disertai dengan perubahan menjadi H2O, FeO/Fe2O3, MgO, Na2O, dan beberapa unsur jejak. Takhilit lebih tahan terhadap perubahan karena sebagian besar diantaranya berupa kristal. Palagonitisasi gelas basaltik dapat berlangsung dengan cepat (beberapa tahun), khususnya jika endapan debu dikenai oleh kondisi hangat-basah, misalnya di dekat sistem hidrotermal (Heiken dan Wohletz, 1985; Jakobsson dan Moore, 1986; Farrand dan Singer, 1992). Alterasi tingkat lanjut dan metamorfisme akan menyebabkan palagonit terubah menjadi smektit (smectite), oksida besi, zeolit, atau klorit, tergantung pada komposisi fluida pengisi ruang pori dan temperatur. Gelas silisik (obsidian) biasanya transparan dan tampak pucat hingga hitam dalam sampel genggam. Diagenesis, metamorfisme tingkat rendah, dan alterasi hidrotermal akan mengubah gelas silisik menjadi lempung berbutir halus atau zeolit. Alterasi gelas silisik mungkin melibatkan pelarutan gelas pada tahap awal akibat kehadiran fluida ruang pori yang memiliki pH tinggi (>9), kemudian diikuti oleh presipitasi mineral baru yang berbutir halus dari larutan tersebut. Dalam banyak kasus, gelas silisik dalam endapan vulkanik purba berupa agregat filosilikat (klorit, serisit) atau agregat kuarsafelspar yang berbutir halus. Laju alterasi batuan vulkanik gelas sangat dikontrol oleh porositas. Partikel gelas dalam non-welded volcaniclastic rocks sangat mudah terubah. Kekar, retakan perlitik, dan quench fracture dalam lava dan intrusi gelas koheren umumnya menjadi tempat dimana alterasi terjadi. 2.5 DEVITRIVIKASI Dilihat dari kacamata termodinamika, gelas tidak bersifat stabil dan dengan segera akan mengalami devitrifikasi atau digantikan kedudukannya oleh mineral ubahan seperti zeolit, filosilikat, dan palagonit. Devitrifikasi mencakup nukleasi dan pertumbuhan kristal dalam gelas pada temperatur liquidus. Devitrifikasi merupakan proses yang menyertai pendinginan gelas koheren panas dan, oleh karenanya, proses ini mempengaruhi lava, intrusi dangkal, dan densely welded pyroclastic deposits. Devitrivikasi primer yang berlangsung pada temperatur tinggi dapat dibedakan dari kristalisasi yang terjadi akibat metamorfisme, alterasi hidrotermal, atau pelapukan, paling tidak secara teoritis. Sfelurit (sphelurite), litofise (lithophysae), orb texture, dan micropoikilitic texture dalam kuarsa dan felspar berbutir halus merupakan produk khas dari devitrifikasi temperatur tinggi yang terjadi pada gelas silisik (Lofgren, 1971). Rekristalisasi yang terjadi kemudian terhadap suatu mosaik kuarsa dan felspar dapat menyebabkan terhancurkannya atau termodifikasinya tekstur devitrifikasi primer. Lofgren (1971, 1974) secara artifisial membuat berbagai tipe tekstur devitrifikasi yang biasa ditemukan dalam gelas riolit alami serta mengemukakan faktor-faktor pengontrol laju dan produk devitrifikasi. Laju devitrifikasi tergantung pada temperatur serta pada komposisi dan kehadiran larutan akuatis (Marshall, 1961; Lofgren, 1970). Secara khusus, di bawah temperatur 300oC dan kondisi kering, atau jika hanya air murni yang hadir, laju devitrifikasi sangat rendah. Kehadiran larutan yang kaya akan alkali meningkatkan laju devitrifikasi empat hingga lima kali lipat laju pada kondisi di atas 10

McPhie dkk (1993)

(Lofgren, 1970). Gugus OH dalam larutan yang kaya akan alkali membantu mentransformasikan rantai polimer SiO4 menjadi tetrahedra SiO4 yang saling terpisah dan memungkinkan difusi Na dan K berlangsung lebih cepat; kedua perubahan tersebut pada gilirannya memungkinkan terjadinya kristalisasi kuarsa dan felspar. Selain perubahan tekstur seperti yang telah disebutkan di atas, devitrifikasi pun menyebabkan terjadinya perubahan kimia ruah batuan, khususnya kadar SiO2, H2O, Na2O, K2O, dan Al2O3 (Lipman, 1965; Lofgren, 1970) dan, dalam kasus-kasus tertentu, juga mempengaruhi kelimpahan unsur jejak dan unsur jarang (Weaver dkk, 1990). Lofgren (1971) membedakan dua asosiasi tekstur diantara produk devitrifikasi gelas silisik. Glassy-stage texture terdiri dari gelas yang mengandung sfelurit yang terisolasi (obsidian sfeluritik). Perlitic fracture dan berbagai tipe quench crystallite mungkin ada dalam gelas dari tekstur ini. Jenjang tekstur ini mencerminkan pendinginan yang cepat dan hidrasi temperatur rendah (200oC) pada magma yang relatif kering. Devitrifikasi berlangsung secara lengkap pada spherulitic-stage texture, di dalam jenjang mana gelas yang ada terkristalisasi menjadi sfelurit dan/atau tekstur mikropoikilitik. Pendinginan yang berlangsung relatif lambat pada temperatur yang relatif tinggi, atau hadirnya larutan akuatis, khususnya larutan yang kaya akan alkali, memungkinkan terbentuknya spheluritic-stage texture. Lofgren (1971) memperkirakan bahwa gelas yang dikenai panas, tekanan, dan larutan untuk selang waktu yang lama akan memperlihatkan tekstur granofirik (granophyric texture), terdiri dari felspar dan kuarsa yang berbutir halus dan seragam serta tidak mengandung bukti-bukti tekstur dari gelas yang sebelumnya ada. Bagian tengah dari densely welded ignimbrite yang sangat tebal (puluhan hingga ratusan meter) umumnya memperlihatkan tekstur granofirik sebagai akibat pendinginan yang lambat dan kristalisasi komponen gelas yang ada sebelumnya (welded shards dan pumice). 2.5.1 Sfelurit Sfelurit (spherulite) terdiri dari serat-serat kristal yang membentuk pola radial. Setiap serat merupakan satu kristal tunggal dan satu sama lain hanya sedikit berbeda dalam hal orientasi kristalografi. Sfelurit merupakan produk khas dari devitrifikasi temperatur tinggi pada gelas alami. Dalam batuan beku yang mengandung gelas, serat-serat kristal itu berupa felspar dan/atau kuarsa (atau kristobalit). Dalam batuan mafik, serat-serat sfelurit itu berupa plagioklas dan/atau piroksen. Sfelurit tidak berbentuk bola sepanjang sejarah perkembangannya (Lifgren, 1971, 1974). Lifgren (1971) menunjukkan bahwa morfologi sfelurit dalam gelas riolit bervariasi, tergantung pada temperatur pembentukannya (gambar 1). Sfelurit yang terbentuk pada temperatur tinggi (700oC) terdiri dari kumpulan serat dimana dalam setiap kumpulan itu jarak antar serat kristal relatif jauh. Sfelurit yang terbentuk pada temperatur rendah (< 400oC) terdiri dari kumpulan serat kristal dengan pola radial. Serat-serat yang berbentuk seperti lembaran dasi kupu-kupu mencirikan proses pembentukan pada temperatur sedang (400-600oC). Selain adanya karakteristik yang tergantung pada temperatur seperti telah diterangkan di atas, serat-serat kristal juga akan makin besar dengan makin tingginya temperatur pembentukan. Struktur internal dari kristal dapat menjadi mosaik kuarsa-felspar sebagai akibat alterasi, metamorfisme, atau deformasi yang terjadi kemudian. Sfelurit biasanya memiliki diameter 0,1-2 cm, namun tidak sedikit diantaranya yang berukuran lebih dari 2 cm. Sebagai contoh, dalam welded ignimbrite pernah ditemukan sfelurit dengan ukuran 10-20 cm (Steven dan Lipman, 1976). Sfelurit yang terisolasi umumnya bundar. Sfelurit dapat menyebabkan timbulnya kerusakan pada sfelurit lain yang berdekatan dengannya sedemikian rupa sehingga pada akhirnya menyebabkan terbentuknya rantai sfelurit yang memanjang dan seringkali terletak sejajar dengan gejala perlapisan yang terbentuk akibat aliran. 2.5.2 Litofise Litofise (lithophyse) adalah sfelurit yang bagian tengahnya berlubang (Wright, 1915; Ross dan Smith, 1961). Litofise mulai tumbuh pada tahap awal sejarah pendinginan, pada saat mana gelas panas masih dapat mengalami deformasi plastis. Proses tersebut mencakup nukleasi sfelurit pada vesikel renik. Ketika sfelurit terkristalisasi, vesikel mengembang akibat pengaruh volatil yang terpisah dari tubuh magma (exsolving).

11

McPhie dkk (1993)

Lubang dalam litofise bervariasi mulai dari bundar hingga berbentuk seperti bintang. Lubang itu dapat terisi oleh mineral, misalnya agat dan kalsedon. Litofise memiliki ukuran yang bervariasi. Ukurannya mungkin lebih besar dari ukuran maksimum sfelurit, yaitu beberapa puluh centimeter. Seperti sfelurit, litofise merupakan produk devitrifikasi temperatur tinggi terhadap gelas silisik koheren serta ditemukan dalam endapan yang semula merupakan lava pengandung gelas atau dalam welded pyroclastic deposits. 2.5.3 Tekstur Mikropoikilitik Tekstur mikropoikilitik (micropoikilitic texture) terdiri dari kristal-kristal berukuran kecil (< 1mm), yang umumnya tidak beraturan, dan seluruhnya dikelilingi oleh kristalkristal yang lebih kecil atau oleh mineral lain. Tekstur mikropoikilitik yang secara optik tampak sebagai paket-paket kuarsa menerus dan melingkupi keping tipis atau sfelurit felspar sering ditemu-kan dalam riolit. Gejala seperti itu dapat dibuat secara artifisial di laboratorium (Lofgren, 1971). Tekstur mikropoikilitik disebut juga snowflake texture oleh Anderson (1969). Paket-paket kuarsa yang secara optik tampak menerus itu dapat mengandung sejumlah sfelurit atau dipenuhi oleh kristal-kristal felspar yang bergabung membentuk satu kesatuan yang ketat sedemikian rupa sehingga hanya ada sedikit daerah yang bebas dari inklusi kuarsa. Dengan pola penyebaran kristal seperti itu, tekstur mikropoikilitik dalam sampel genggam akan tampak sebagai tekstur granular halus. Tahap awal pembentukan tekstur mikropoikilitik pada riolit mencakup proses penempatan paket-paket kristal, yang kaya akan kuarsa dan tersegregasi buruk, pada massa dasar. Di bawah nikol bersilang, paket-paket kristal itu mengalami pemadaman pada arah yang bersamaan. Perkembangan tahap selanjutnya dari tekstur mikropoikilitik dicerminkan oleh pembentukan batas-batas yang lebih tegas serta tampak di bawah mikroskop, baik pada kondisi nikol bersilang maupun tidak. Kepingkeping felspar yang dilingkupi oleh kuarsa mikropoikilitik tidak memperlihatkan gejala pengarahan. Selain itu, felspar (dan serisit) terkonsentrasi pada tepi paket-paket kuarsa tersebut. Dalam beberapa kasus, bagian inti dari kristal-kristal kuarsa mikropoikilitik bebas dari inklusi dan tampak sangat jelas. Inti itu biasanya tidak beraturan dan mengalami pemadaman pada arah yang sama dengan kuarsa mikropoikilitik yang melingkupinya. Serisit terkonsentrasi diantara kuarsa mikropoikilitik. Tekstur granular ("sugary") pada sampel genggam tampak mirip dengan batupasir yang terpilah baik. Tekstur mikropoikilitik terbentuk pada tahap awal devitrifikasi gelas yang tengah mengalami pendinginan. Tekstur ini berkembang pada batuan koheren (lava dan intrusi dangkal) yang mengandung gelas serta pada densely welded ignimbrites (Anderson, 1969; Lofgren, 1971). Tekstur ini sering muncul dalam batuan silisik. Menurut Lofgren (1971), tekstur mikropoikilitik terbentuk akibat devitrifikasi primer, khususnya pada gelas yang mengandung air cukup tinggi dan kemudian mendingin atau terpanaskan kembali dengan lambat. 2.6 PERLIT Perlit (perlite) adalah gelas vulkanik di dalam mana terdapat retakan-retakan halus, melengkung, saling berpotongan, dan terletak mengelilingi gelas yang diameternya beberapa milimeter. Retakan perlit terbentuk akibat hidrasi gelas. Hidrasi itu mencakup proses difusi air menjadi gelas padat dan disertai oleh peristiwa peningkatan volume. Strain yang ber-asosiasi dengan hidrasi dilepaskan dengan cara membentuk retakan perlit. Pada perlit klasik (classical perlite), retakan-retakan itu jelas terlihat melengkung dan tersusun secara konsentris di sekeliling inti membundar yang tidak terhidrasi (Ross dan Smith, 1955; Friedman dkk, 1966; Allen, 1988). Dalam lava gelas yang memiliki gejala pengarahan akibat aliran, retakan perlit membentuk suatu jaring-jaring rektilinier yang terdiri dari dua kategori retakan, yakni retakan yang lebih kurang sejajar dengan gejala pengarahan lava dan retakan yang lebih kurang tegak lurus terhadap gejala pengarahan lava. Perlit seperti itu disebut perlit pita (banded perlite) (Allen, 1985). Hidrasi terjadi setelah berlangsungnya proses pengaliran dan tahap akhir pendinginan gelas atau setelah proses pendinginan gelas berlangsung secara sempurna. Meskipun retakan perlit bukan merupakan produk primer dari pendinginan (cf. Marshall, 1961),

12

McPhie dkk (1993)

namun residual stress yang terbentuk sewaktu pendinginan mungkin dilepaskan ketika retakan-retakan itu terbentuk (Allen, 1988). Retakan perlit dapat terbentuk pada setiap gelas koheren yang terhidrasi, termasuk gelas lava, intrusi dangkal, dan densely welded pyroclastic deposits. Retakan-retakan itu dapat terbentuk dalam domain gelas diantara sfelurit yang ada dalam obsidian yang mengalami hidrasi parsial. Meskipun retakan perlit umumnya ditemukan dalam gelas silisik yang terhidrasi, namun retakan itu dapat terbentuk pula dalam gelas yang berkomposisi mafik atau menengah. Pada kasus tertentu, perlit dapat dikenali keberadaannya dalam sampel genggam. Walau demikian, kenampakannya akan jelas pada sayatan tipis. Pada lingkungan dan singkapan yang sesuai, kita dapat menemukan tekstur yang mirip dengan perlit, namun ukurannya lebih besar. Tekstur seperti itu disebut tekstur makroperlit (macroperlite texture). Yamagishi dan Goto (1992) menemukan adanya markroperlit sepanjang 6 cm dalam inti bor yang menembus riolit endapan bawah laut berumur Miosen Akhir. Mereka menyimpulkan bahwa makroperlit terbentuk sebelum terbentuknya kekar kolom dan kekar poligonal dalam riolit itu serta bahwa makroperlit terutama terbentuk sebagai akibat quenching, bukan oleh hidrasi. Hidrasi pada mulanya mempengaruhi bagian permukaan aliran lava gelas atau intrusi dangkal, bagian tepi kekar atau retakan dalam aliran lava gelas atau densely welded pyroclastic deposits, atau bagian permukaan dari kecur gelas yang ada dalam agregat vulkaniklastik. Hidrasi kemudian berlangsung berturut-turut menuju bagian dalam endapan tersebut; hal itu ditandai dengan adanya strain birefregence, perubahan warna, dan perubahan indeks refraksi pada gelas vulkanik (Ross dan Smith, 1955; Friedman dkk, 1966; Lofgren, 1971). Kandungan air dari obsidian biasanya kurang dari 1% berat dan dianggap sebagai komponen asal magma (Ross dan Smith, 1955; Friedman dkk, 1958). Relatif tingginya kadar air dalam perlit (hingga sekitar 5% berat) diperkirakan terjadi akibat masuknya air dari sumber-sumber non-magmatik, misalnya air tanah atau air permukaan. Hidrasi juga kadang-kadang disertai oleh perubahan kadar alkali dan nisbah FeO/Fe2O3 (Lipman, 1965; Noble, 1967). Laju hidrasi akan makin tinggi pada temperatur yang makin tinggi pula dan dengan adanya larutan yang kaya akan alkali (Lofgren, 1970) serta tergantung pada komposisi gelas, khususnya kadar air dalam gelas (Friedman dan Long, 1976). Jejak-jejak retakan perlit umumnya muncul dalam endapan vulkanik purba yang mengandung gelas dan kemudian terubah. Tekstur itu menjadi lebih jelas kelihatan akibat terjadinya kristalisasi mineral sekunder dalam retakan-retakan serta akibat adanya zona-zona devitrifikasi yang sempit dalam gelas vulkanik yang terletak di sekitar retakan itu (Marshall, 1961). Alterasi batuan vulkanik perlitik yang mengandung gelas dapat juga terjadi di sepanjang retakan perlit. Dalam batuan yang teralterasi kuat, jejak-jejak retakan perlit sukar untuk dikenal dan mudah terinterpretasikan dengan salah. (Allen, 1988) menemukan tekstur piroklastik semu dalam lava perlit yang teralterasi dan terletak di daerah Benambra, Victoria. Dalam batuan tersebut, bendabenda seperti gelas dan berbentuk bulan sabit dibatasi oleh jejak-jejak alterasi filosilikat pada sebagian retakan melengkung atau oleh segmen-segmen silika yang tersisa diantara retakan perlit yang telah teralterasi (gambar 15). Perlit yang berasal dari lava koheren yang mengandung gelas dicirikan oleh adanya gradasi dari apparent shard texture ke arah perlit yang relatif tidak teralterasi serta oleh asosiasinya dengan fenokris euhedral yang tidak terganggu (Allen, 1988). 2.7 PUMICE DAN SCORIA Pumice adalah gelas vulkanik yang sangat sarang, dengan atau tanpa kristal didalamnya. Istilah scoria biasanya digunakan untuk menamakan pumice mafik atau menengah. Retikulit (reticulite; scoria berbentuk tali) merupakan jenis scoria mafik yang sangat sarang (porositasnya dapat mencapai 98%). Vesikel dalam pumice dan scoria sangat bervariasi, baik dalam hal ukuran maupun bentuknya, meskipun pumice dan scoria itu hanya dihasilkan oleh satu letusan. Tube pumice dicirikan oleh vesikel yang bentuknya seperti pipa dan satu sama lain terletak lebih kurang sejajar sedemikian rupa sehingga menyebabkan pumice itu memiliki tekstur sutra (silky texture), tekstur serat (fibrous texture), atau tekstur kayu (woody texture). Tube pumice terbentuk ketika vesikel-vesikel teregangkan sewaktu magma yang mengandung banyak vesikel mengalir. Tube pumice biasanya berupa pumice 13

McPhie dkk (1993)

silisik karena magma silisik memiliki yield strength yang cukup tinggi (Heiken dan Wohletz, 1991). Pumice campuran atau "streaky" pumice terdiri dari kepingan, pita, dan lapisan dari dua atau lebih magma yang komposisinya berbeda-beda (misalnya riolit dan basal) serta biasa ditemukan dalam endapan letusan piroklastik berskala relatif kecil. Kadar fenokris dari pumice dan scoria berkisar dari nol persen hingga cukup tinggi (dapat mencapai lebih dari 40% volume). Fenokris dalam pumice dan scoria memiliki karakter yang sama dengan fenokris dalam lava non-vesikuler atau lava yang sedikit vesikuler: euhedra, tersebar secara merata, dan berukuran hingga sekitar 3 cm. Sebagian dari fenokris dalam pumice dan scoria dapat mengalami fragmentasi secara in situ. Piroklas pumice dan scoria terbentuk akibat peletusan magma vesikuler secara eksplosif. Aliran lava koheren di darat, dalam banyak kasus, sebagian mengandung pumice atau scoria serta berasosiasi dengan endapan autoklastik yang mengandung cukup banyak pumice atau scoria. Bagian-bagian tertentu dari aliran lava silisik, kubah, dan cryptodome yang terbentuk di bawah air serta berasosiasi dengan hialoklastit juga dapat mengandung pumice (Kato, 1987, 1988). Fragmen pumice dan scoria piroklastik yang tidak terubah berbentuk kotak, memanjang, pipih, atau tidak beraturan, dan dibatasi oleh bidang-bidang yang tidak rata. Lapili pumice dan scoria dalam endapan aliran piroklastik dan surge deposits dapat membundar akibat abrasi sewaktu diangkut. Fragmen pumice autoklastik berbentuk kotak atau prisma dengan bidang pembatas rata atau sedikit melengkung. Quench-fragmented tube pumice umumnya pecah pada bidang-bidang yang terletak tegak lurus terhadap vesikel memanjang. Fragmen scoria autoklastik yang berasosiasi dengan lava aa memiliki bentuk terpilin dan spinose, dengan permukaan yang tidak rata. Pengangkutan dan perombakan pumice dan scoria piroklastik dan autoklastik oleh air atau angin menyebabkan pumice dan scoria menjadi membundar baik. Fragmen pumice dan scoria umumnya memiliki densitas yang lebih rendah dibanding air dan, karena itu, dapat meng-ambang di permukaan air. Jika terbentuk di darat kemudian terangkut menuju pesisir atau masuk ke dalam massa air, fragmen pumice dapat berpindah tempat dengan cara mengambang hingga jarak ribuan kilometer, sebelum akhirnya dipenuhi air dan mengendap. Kubah lava bawah air, misalnya dalam danau kawah di bawah laut, kadang-kadang memiliki kerak pumice yang kemudian pecah menjadi bongkah-bongkah berukuran besar. Bongkah-bongkah itu kemudian dapat mengambang, baik secara permanen maupun temporal (Reynold dkk, 1980; Clough dkk, 1981; Wilson dan Walker, 1985). Berbagai percobaan yang dilakukan oleh Witham dan Sparks (1986) menunjukkan bahwa, setelah melepaskan air dengan laju yang tinggi, kecur pumice dingin dapat menyerap kembali air dengan laju rendah; laju penyerapan air itu tergantung pada ukuran kecur, densitas awal, ukuran dan penyebaran vesikel, serta tingkat koneksi antar vesikel. Sebaliknya, kecur pumice panas dapat tenggelam dengan cepat, meskipun densitasnya lebih rendah dibanding densitas air. Pada temperatur rendah (< 150oC), gas dalam vesikel berkontraksi dan air selanjutnya masuk ke dalam vesikel. Pada temperatur yang lebih tinggi, gas dalam vesikel terbilas ketika air yang terserap berubah menjadi uap. Pada saat mendingin, uap itu terkondensasikan; air yang terserap makin banyak; dan pada akhirnya pumice itu akan tenggelam. Pumice dan scoria mudah terubah dan mengalami perubahan tekstur, meskipun umurnya masih sangat muda. Gelas, khususnya gelas vesikuler, dengan cepat mengalami devitrifikasi, kristalisasi dan/atau terubah. Mineral baru dapat mempertahankan vesikel yang ada, namun dapat pula menghancurkannya sama sekali. Fragmen pumice dan scoria dalam strongly welded pyroclastic deposits terkompaksi menjadi cakram gelas padat yang selanjutnya mengalami devitrifikasi atau terubah. Kecur pumice dan scoria dalam non-welded pyroclastic deposits dan sedimen vulkanogenik, pada saat diagenesis dan litifikasi, umumnya terpipihkan pada arah yang sejajar dengan bidang perlapisan (Branney dan Sparks, 1990). Jika, segera setelah terubah, vesikel tertutup dan gelas digantikan oleh silika atau felspar, maka tekstur primer akan terawetkan. Pelapukan dan/atau alterasi endapan piroklastik yang miskin akan matriks (kaya akan kecur pumice dan scoria porfiritik) dan terkompaksikan dapat menyebabkan batas-batas kecur menjadi kabur dan akhirnya akan terbentuk tekstur porfiritik semu yang mirip dengan lava dan intrusi porfiritik yang bertekstur porfiritik. Deformasi tektonik umumnya menyebabkan pemipihan dan kesejajaran kecur-kecur 14

McPhie dkk (1993)

pumice dan scoria. Gejala-gejala tersebut akan menggantikan foliasi primer yang terletak sejajar dengan bidang perlapisan. 2.8 AKNELIT, BOM, DAN KECUR MUDA BERBENTUK BONGKAH Sewaktu magma berviskositas rendah meletus secara eksplosif, sebagian piroklas terlemparkan dalam kondisi likat, berotasi, kemudian membeku menjadi aknelit (achnelith) dan bom berbentuk seperti pita memanjang atau bentuk lain yang sifatnya aerodinamis (Macdonald, 1972; Walker dan Crosdale, 1972; Williams dan McBirney, 1979). Benda-benda tersebut dapat mengalami pembekuan sewaktu berada di udara dan, sewaktu jatuh kembali ke permukaan bumi, akan mempertahankan bentuknya seperti sewaktu berada di udara. Benda-benda itu juga dapat masih berada dalam keadaan yang agak lentur sewaktu jatuh kembali ke permukaan bumi sedemikian rupa sehingga akhirnya menjadi pipih karena bertumbukan dengan permukaan bumi. Magma yang lebih kental, telah mengalami proses pelepasan gas dan/atau panas akan pecah menjadi bongkah-bongkah piroklas yang kasar, menyudut, tidak vesikuler atau hanya sedikit vesikuler, dan dalam beberapa kasus sukar untuk dibedakan dengan fragmen batuan non-juvenil atau dari kecur juvenil yang dihasilkan oleh fragmentasi autoklastik yang tidak bersifat eksplosif. Letusan magmatik eksplosif atau letusan freatomagmatik yang menyertai pembentukan kubah atau aliran lava silisik menghasilkan bongkahbongkah piroklas yang menyudut, tidak atau sedikit vesikuler, dan sebagian memperlihatkan gejala pengarahan akibat pengaliran. Dalam beberapa kasus, bagian dalam dari bom dan bongkah juvenil terus menerus mengalami vesikulasi setelah diendapkan; proses ini menyebabkan permukaan bom atau bongkah itu retak-retak dan menghasilkan pola seperti kerak roti. Bom, aknelit, dan bongkah juvenil merupakan komponen-komponen penting dari endapan jatuhan darat, proksimal, baik yang welded maupun non-welded, khususnya yang berasal dari magma basal. Walau demikian, bom tidak hanya terbentuk di darat. Bom dapat pula muncul dalam endapan vulkaniklastik laut dangkal, sebagai produk jatuhan dari letusan piroklastik tingkat menengah yang berlangsung di laut dangkal (Staudigel dan Schmincke, 1984; Dimroth dan Yamagishi, 1987), atau sebagai produk resedimentasi endapan primer yang terbentuk akibat letusan lava mancur yang terjadi pada wilayah litoral atau laut dangkal (Dolozi dan Ayres, 1991). "Welded frothy agglutinate" basaltik (Gill dkk, 1990), bom, dan "glassy spatter" (Smith dan Batiza, 1989) agaknya juga terbentuk di laut-dalam (kedalaman > 1700 m) serta ditafsirkan sebagai endapan proksimal dari letusan lava mancur bawah laut yang berasosiasi dengan laju efusi yang tinggi. Kecur juvenil yang tidak atau sedikit vesikuler banyak dihasilkan oleh autobreksiasi dan quench fragmentation aliran atau kubah lava aktif. Kecur produk quench fragmentation berbentuk bongkah dengan bidang-bidang pembatas agak melengkung; sudut-sudut bongkah itu biasanya mengandung gelas dan terpotong oleh kekar normal berukuran kecil (Yamagishi, 1987). Kecur produk autobreksiasi biasanya berupa bongkah yang memperlihatkan gejala pengaliran dengan sudut-sudut runcing atau berupa bongkah masif dan tidak beraturan. Kecur-kecur ini dapat tetap berada di tempatnya semula, termakan kembali oleh aliran lava, atau terombakan atau terendapkan kembali akibat proses-proses sedimentasi. Kecur magma juvenil dalam resedimented syn-eruptive deposits umumnya mampu mempertahankan bentuk asalnya sehingga asal-usulnya relatif mudah ditafsirkan. Walau demikian, non-welded juvenile magmatic clasts yang terombakkan dan terangkut oleh arus traksi dengan cepat mengalami perubahan bentuk sedemikian rupa sehingga asal-usulnya sukar untuk dikenal lagi. Kecur produk pelapukan dan erosi aliran dan kubah lava umumnya membundar. Hal ini menyebabkan kecur itu sukar dibedakan dari kecur produk fragmentasi autoklastik primer, namun kemudian mengalami pembundaran. 2.9 GLASS SHARDS Shard adalah partikel gelas vulkanik berukuran < 2 mm. Istilah ini diterapkan pada partikel hasil fragmentasi magma atau lava secara eksplosif, hasil quenchfragmentation magma atau lava yang tidak bersifat eksplosif, serta akibat atrisi kecur pengandung gelas sewaktu terangkut (Fisher dan Schmincke, 1984; Heiken dan Wohletz, 1991). Glass shard dan partikel-partikel yang semula merupakan glass shard 15

McPhie dkk (1993)

umumnya mendominasi partikel-partikel berukuran debu yang ada dalam endapan piroklastik primer dan resedimented pyroclastic deposits. Partikel-partikel itu juga sering ditemukan dalam jumlah yang melimpah dalam batulumpur dan batupasir vulkanogenik. Ada tiga tipe utama shard yang terbentuk akibat letusan magmatik yang bersifat eksplosif (Heiken, 1972, 1974; Fisher dan Schmincke, 1984; Heiken dan Wohletz, 1991): 1. Shard berbentuk bulan sabit, berbentuk-X, atau berbentuk-Y yang merupakan fragmen-fragmen diantara bidang pertemuan vesikel. 2. Shard pipih seperti papan, dengan sisi kadang-kadang agak melengkung, yang terbentuk pada dinding-dinding vesikel berukuran besar. 3. Pumice shard, yaitu fragmen-fragmen gelas microvesicular ("micropumice"). Ketika tipe gelas tersebut di atas umumnya muncul secara bersama-sama dalam endapan yang dihasilkan oleh satu letusan magmatik yang bersifat eksplosif. Bentukbentuk tersebut akan berubah, terutama apabila shards masih berada dalam kondisi panas dan plastis sewaktu diendapkan. Kompaksi partikel-partikel gelas yang masih panas dan plastis, akibat beban yang ada diatasnya, menghasilkan gejala pemipihan dan penggabungan partikel-partikel gelas yang saling berdekatan. Peristiwa seperti itu disebut welding compaction. Shard yang terletak pada tepi atas dan tepi bawah partikel-partikel tegar (kristal atau fragmen batuan) biasanya merupakan shard yang mengalami deformasi paling kuat dan dapat mengalami penipisan dan perlipatan. Partikel-partikel yang dihasilkan oleh letusan eksplosif magma berviskositas rendah (misalnya magma mafik dan/atau magma bertemperatur tinggi dan/atau magma peralkali) dapat bergabung satu sama lain (mengalami aglutinasi) dan terdeformasi sewaktu diangkut dan diendapkan (Branney dan Kokelaar, 1992). Tekstur matriks dari endapan seperti itu mirip dengan tekstur massa dasar aliran lava; dalam endapan mana partikel-partikel gelas yang sebenarnya saling terpisah tampak seolah-olah menjadi satu kesatuan. Shard yang dihasilkan oleh letusan freatomagmatik memiliki bentuk yang beragam, sebagian besar lebih kubus dan lebih sedikit mengandung vesikel dibanding shard yang dihasilkan oleh letusan magmatik "kering" (Heiken, 1972, 1974; Wohletz, 1983). Pada letusan freatomagmatik, bentuk shard seluruhnya tergantung pada sifat-sifat fisik magma (yield strength, viskositas, tensi permukaan), laju pelepasan energi panas, dan vesikularitas magma sebelum berinteraksi dengan air. Shard pada tepi-tepi gelembung gas akan terbentuk apabila magma cukup vesikuler sebelum bercampur dengan air. Quenching dan spalling secara simultan menghasilkan shards kotak dan berbentuk seperti jarum. Sempalan magma yang masih likat membentuk permukaan yang mulus sewaktu tubuh magma bercampur dengan air atau uap. Pengaruh air selama berlangsungnya letusan freatomagmatik biasanya berfluktuasi. Endapan yang dihasilkan umumnya mencakup shard yang bentuknya khas untuk letusan eksplosif magmatik dan letusan freatomagmatik. Shard mungkin merupakan komponen penting dari endapan autoklastik, khususnya endapan hialoklastit. Shard hasil quench fragmentation memiliki bentuk kotak (bloky), seperti jarum (splintery), atau seperti baji (cuneiform), dengan per-mukaan datar atau sedikit melengkung. Shard hialoklastit biasanya tidak atau sedikit vesikuler dengan permukaan yang memotong vesikel. Shard hialoklastit basaltik mudah teralterasi. Pada endapan muda sekalipun, sideromelan umumnya digantikan oleh palagonit. Endapan yang terutama disusun oleh shard atau yang semula terutama disusun oleh shard, dalam sayatan tipis tampak memiliki tektur vitriklastik (vitriclastic texture). Tekstur itu dapat mempertahankan efek-efek devitrifikasi, diagenetik, atau alterasi hidrotermal yang dialami oleh gelas. Serat-serat yang terkumpul dan memperlihatkan pengarahan yang sama (axiolotic fibre) merupakan ciri khas dari devitrifikasi gelas pada temperatur relatif tinggi dalam welded pyroclastic deposits yang mengalami pendinginan secara lambat. Dalam endapan seperti itu, bagian tepi shard biasanya terawetkan dengan baik. Tepi gelas juga dapat terawetkan setelah gelasnya sendiri teralterasi menjadi palagonit, zeolit, kuarsa, atau felspar. Gejala-gejala ini dapat dengan mudah teramati di bawah kondisi plane polarised light. Alterasi shard menjadi filosilikat "lemah" kemungkinan besar akan menyebabkan terhapusnya jejak-jejak tepi shard. Pelarutan gelas pada endapan piro-klastik yang sarang dan hangat dapat menyebabkan terhapuskannya sama sekali tekstur vitriklastik.

16

McPhie dkk (1993)

2.10 FRAGMEN BATUAN Fragmen batuan adalah kecur yang berasal dari batuan yang telah ada sebelumnya, baik batuan vulkanik maupun non-vulkanik. Fragmen batuan merupakan komponen penting dalam banyak agregat vulkaniklastik. Fragmen batuan biasanya tidak atau hanya sedikit ditemukan dalam aliran lava dan intrusi syn-volcanic. Para ranah vulkanik, ada dua proses utama yang menghasilkan fragmen batuan yakni letusan eksplosif dan pelapukan-erosi batuan yang telah ada sebelumnya. Fragmen batuan yang disebut terakhir ini benar-benar merupakan kecur epiklastik. Ada tiga tipe fragmen batuan yang terdapat dalam agregat piroklastik: 1. Accessory lithic pyroclast, yakni fragmen batuan samping yang terlepas dari dinding conduit dan vent sewaktu terjadi letusan eksplosif. 2. Accidental lithic clast, yakni fragmen yang tererosi dari substrat oleh aliran piroklastik dan pyroclastic surge. 3. Cognate lithic pyroclast, yakni fragmen juvenil hasil pemadatan magma sewaktu diletuskan bersama-sama dengan material piroklastik, misalnya kerak lava yang terletak di sekitar vent atau kerak-kerak magma yang menempel pada dinding conduit, atau bagian-bagian magma yang telah memadat sewaktu masih berada dalam kamar magma. Dalam batuan piroklastik-primer purba dan dalam resedimented pyroclastic rock, ketiga tipe fragmen batuan itu sukar dibedakan satu sama lain. Cognate dan accessory lithic pyroclasts biasanya menyudut, sedangkan kebundaran accidental lithic clasts sangat bervariasi serta tergantung pada daerah sumber dan bentuk asalnya. Accessory lithic pyroclast umum-nya, tapi tidak selalu, merupakan material vulkanik. Cognate lithic clasts merupakan material yang terbentuk dari magma yang merupakan asal piroklas juvenil lain, namun teksturnya berbeda, tergantung pada daerah sumbernya. Cognate lithic clasts yang berasal dari bagian magma yang terkristalisasi pada tahap awal letusan disusun oleh agregat kristal berukuran sedang hingga kasar dan saling kesit. Cognate lithic clasts yang berasal dari bagian magma yang mendingin dan mengalami pelepasan gas akan berwujud batuan sangat halus, mengandung gelas, dan sedikit atau tidak vesikuler. Accidental clasts dapat berupa batuan padat dari berbagai jenis atau berupa sedimen kohesif yang tidak terkonsolidasi. Proses-proses permukaan (perombakan massa, pelapukan fisika dan kimia, erosi) juga dapat menghasilkan fragmen batuan yang kemudian masuk ke dalam sedimen vulkanogenik, endapan piroklastik aliran, pyroclastic surge deposits, atau aliran lava. Para ranah vulkanik terestris, proses-proses permukaan merupakan agen pembentuk fragmen batuan yang penting. Pada ranah vulkanik akuatis, proses utama pembentuk fragmen batuan non-vulkanik adalah perombakan massa, misalnya runtuhan gravitasional sebagian aliran atau kubah lava dan runtuhnya batuan pada gawir sesar. Fragmen batuan yang dihasilkan oleh proses perombakan massa umumnya menyudut dan mungkin mengadung retakan yang terbentuk secara in situ. Perombakan fragmen epiklastik umumnya menghasilkan fragmen yang relatif membundar. Fragmen autoklastik dan piroklas vulkanik yang kemudian terombakan dan membundar menjadi sukar untuk dibedakan dari epiklas vulkanik. Penelitian fasies yang mendetil saja yang memungkinkan kita untuk membedakan kecur asal endapan vulkanik primer yang berada dalam endapan sedimen vulkanogenik. 2.11 ACCRETIONARY LAPILLI Accretionary lapilli adalah agregat debu yang membundar dan berukuran lapili (mulai dari 3-4 mm hingga lebih dari 10 mm). Accretionary lapilli memiliki dua tipe tekstur yang berbeda (Moore dan Peck, 1962; Reimer, 1983; Schumacher dan Schmincke, 1991) sbb: 1. Tipe-cincin (rim-type), yakni accretionary lapilli yang memiliki inti berupa debu berbutir kasar yang diselimuti oleh debu yang berbutir lebih halus. Cincin debu yang berbutir halus itu mungkin memperlihatkan gejala perubahan besar butir secara radial; makin halus ke luar. Cincin debu yang berbutir lebih halus dapat pula memperlihatkan gejala "perlapisan konsentris" yang disusun oleh partikel-partikel berbutir halus dan partikel-partikel yang lebih kasar. Pada beberapa kasus, lapilli

17

McPhie dkk (1993)

memiliki cincin ganda, namun lapilli seperti ini biasanya tidak memiliki inti yang jelas batas-batasnya. 2. Tipe-inti (core-type), yakni accretionary lapilli yang relatif kasar dan tidak memiliki cincin yang butirannya lebih halus. Vesikel berukuran kecil (< 1 mm) sering ditemukan dalam inti accretionary lapilli. Armoured atau cored lapilli terdiri dari inti yang berupa kristal, pumice, atau fragmen batuan dan diselimuti oleh selubung debu yang berbutir halus hingga kasar (Waters dan Fisher, 1971). Struktur accretionary lapilli berukuran besar, yang disebut armoured mud ball (Dimroth dan Yamagishi, 1987), kadang-kadang ditemukan dalam endapan aliranmassa vulkaniklastik bawah laut, seperti yang ditemukan dalam endapan aliran-massa vulkaniklastik di Jepang. Struktur yang memiliki diameter 6-10 cm itu terdiri dari inti batulumpur yang diselimuti oleh lapisan-lapisan konsentris debu pumice. Pembentukan accretionary lapilli biasanya melibatkan debu suspensi dan uap air. Partikelpartikel debu yang ter-suspensi mulai membentuk agregat akibat adanya daya tarik elektrostatik dan benturan antar partikel, kemudian diikat oleh tensi permukaan dari uap yang terkondensasi, oleh gaya elektrostatika, konfigurasi saling kesit antar partikel, dan pertumbuhan mineral baru ketika uap air yang terkondensasi mulai menguap (Reimer, 1983; Schumacher dan Schmincke, 1991; Gilbert dkk, 1991). Gaya tarik elektrostatik sangat penting artinya dalam pembentukan cincin luar yang berbutir halus. Accretionary lapilli juga dapat terbentuk jika hujan jatuh menyirami awan debu (Walker, 1971; Macdonald, 1972). Sebagian accretionary lapilli diperkirakan terbentuk ketika butir air hujan menyebabkan kecur batuan dan fragmen kristal jatuh ke permukaan tanah, kemudian menggelundung di atas debu yang baru diendapkan (Walker, 1971; Reimer, 1983). Sebagian besar accretionary lapilli terbentuk pada lingkungan darat. Accretionary lapilli sering ditemukan dalam berbagai tipe endapan piroklastik primer, khususnya endapan piroklastik yang dihasilkan oleh letusan freatomagmatik seperti surge deposits dari tuff ring, endapan piroklastik aliran dan piroklastik jatuhan yang dihasilkan oleh letusan freato-magmatik silisik berukuran besar (letusan freatoplini), endapan jatuhan dari awan debu yang menyertai aliran piroklastik dan pyroclastic surge (debu coignimbrite dan co-surge). Accretionary lapilli juga dilaporkan ada dalam pipa segregasi gas dalam ignimbrit (Self, 1983) dan dalam kompleks breksi intrusif subvulkanik (Wormald, 1992). Petunjuk terbaik untuk menafsirkan asal-usul accretionary lapilli adalah hubungan accretionary lapilli dengan endapan lain seperti yang terlihat di lapangan. Detil-detil struktur internal dan karakter besar butir dari accretionary lapilli akan membantu kita untuk menafsir-kan cara pembentukannya (Schumacher dan Schmincke, 1991). Accretionary lapilli dalam endapan jatuhan (co-surge, co-ignimbrite, freatoplini) umumnya terkonsentrasi membentuk pita dalam lapisan debu yang tersebar luas dan diskrit. Lapili itu terpilah baik, dapat memperlihatkan gejala pemipihan pada arah yang sejajar dengan bidang perlapisan, dan sebagian dapat terpecah-pecah secara in situ. Kemas yang relatif terbuka dari partikel-partikel debu menyebabkan lapili sangat sarang dan berdensitas rendah. Dalam surge deposits, accretionary lapilli dapat terkonsentrasi pada sisi landai dari material penghalang atau puncak gumuk (Fisher dan Waters, 1970), dimana dalam endapan itu sering ditemukan armoured lapilli. Accretionary lapilli dapat terbentuk dalam awan debu yang relatif cair dan berasosiasi dengan aliran piroklastik dan kemudian diendapkan dalam lapisan yang kaya akan debu pada bagian puncak endapan aliran piroklastik. Accretionary lapilli dalam endapan aliran piroklastik biasanya tersebar luas dan dapat terabrasi atau pecah (McPhie, 1986). Kemas partikel-partikel debu dalam accretionary lapilli yang ditemukan dalam endapan piroklastik aliran dan pyroclastic surge deposits relatif ketat sehingga densitasnya relatif tinggi. Meskipun terutama terbentuk pada lingkungan darat, accretionary lapilli dapat pula diendapkan, diendapkan ulang, atau terombakkan dalam tatanan akuatik. Accretionary lapilli segar yang tersemenkan dan menjadi keras dengan cepat dapat selamat dari imersi dalam air sehingga dapat terawetkan dalam endapan jatuhan akuatik (Fiske, 1963) dan endapan aliran-massa vulkaniklastik akuatik (Heinrichs, 1984; Dimroth dan Yamagishi, 1987). Accretionary lapilli terestris dapat terombakkan oleh proses-proses fluviatil (Self, 1983) dan/atau diendapkan ulang pada tatanan akuatik (Bateson, 1965).

18

McPhie dkk (1993)

2.12 FIAMME DAN PSEUDOFIAMME Istilah fiamme digunakan untuk menamakan lensa gelas berbentuk seperti lidah api yang ada dalam welded pyroclastic deposits. Kesejajaran sumbu panjang dari lensa gelas, membentuk gejala foliasi yang kedudukannya sejajar dengan bidang perlapisan, diperkirakan terbentuk akibat welding compaction terhadap kecur juvenil yang semula bersifat vesikuler (eutaxitic texture). Istilah fiamme dewasa ini dipakai secara luas untuk menamakan fragmen juvenil pengandung gelas dan untuk menamakan fragmen juvenil yang berbentuk seperti lensa dan mengalami devitrifikasi, tanpa memperhitungkan apakah fragmen itu semula bersifat vesikuler atau tidak. Fragmen juvenil lentikuler yang memperlihatkan gejala foliasi tidak hanya ditemukan pada welded pyroclastic deposits, namun juga pada endapan piroklastik primer yang non-welded dan telah terkompaksi secara diagenetik serta pada endapan rombakan vulkaniklastik dan resedimented volcani-clastic deposits yang kaya akan pumice atau scoria. Pada endapan-endapan yang disebut terakhir ini, istilah fiamme dipakai untuk menamakan fragmen juvenil berbentuk lensa atau cakram dan memperlihatkan gejala foliasi pratektonik. Fragmen itu sendiri mungkin memperlihatkan tepi-tepi yang bentuknya mirip dengan lidah api. Gejala pengarahan atau keseragaman fragmen pembentuk endapan ini terutama disebabkan oleh pengaruh welding atau kompaksi diagenetik. Penelitian yang seksama terhadap beberapa sampel endapan tua yang kaya akan pumice dan terkompaksi secara diagenetik menunjukkan bahwa banyak fiamme merupakan satu kecur tunggal pumice yang terkompaksi; pada kasus lain, ditemukan juga fiamme yang merupakan agregat kecur pumice yang terkompaksi (Allen, 1990; Cas, 1990). Perlu ditekankan disini bahwa kami hanya memakai istilah fiamme untuk menamakan fragmen juvenil yang nyata-nyata membentuk gejala foliasi pra-tektonik. Perlu diketahui bahwa kecur semu berbentuk lentikuler dan membentuk gejala foliasi juga banyak ditemukan dalam lintap vulkanik yang telah teralterasi dan terdeformasi (lihat Bab 5). Pada kasus dimana kecur lentikuler terbentuk akibat alterasi dan deformasi, atau pada kasus dimana asal-usulnya tidak terlalu jelas, maka akan digunakan istilah fiamme semu (pseudofiamme) atau lensa-seperti-fiamme (fiammelike lens). 2.13 FOLIASI ALIRAN Foliasi aliran (flow foliation) sering ditemukan dalam aliran lava, kubah, retas, dan korok berkomposisi menengah atau silisik serta pada rheomorphic tuff. Foliasi ini terbentuk akibat aliran laminer. Pada lava, perkembangan foliasi dimulai selama terjadi aliran dalam konduit dan kemudian berlanjut selama proses ekstrusi dan aliran permukaan berlangsung. Pada rheomorphic ignimbrite, foliasi berkembang selama dan setelah aliran piroklastik terlepas dari vent, terendapkan, dan mengalami welding. Pada rheomorphic flow tuff, foliasi hanya berkembang setelah proses welding berlangsung pada tahap lanjut. Pada rheomorphic tuff dan lava yang relatif kental, foliasi yang terbentuk selama berlangsungnya aliran laminer akan terawetkan dan sejarah deformasi internal dan pergerakan lava itu akan terekam didalamnya. Foliasi muncul karena adanya variasi komposisi, vesikularitas, kristalinitas, besar butir, kelimpahan sfelurit dan litofise, derajat devitrifikasi, warna, kehadiran fiamme dan/atau kehadiran bidang pemisah. Foliasi aliran dapat menerus secara lateral hingga beberapa meter dan, meskipun biasanya memiliki lebar kurang dari satu milimeter hingga beberapa centimeter, namun dapat pula membentuk pita-pita yang lebarnya hingga beberapa meter (Christiansen dan Lipman, 1966). Pada vent, lava yang keluar memiliki foliasi yang hampir vertikal dan terbentuk sebagai akibat tanggapan lava itu terhadap shear stress di sepanjang dinding konduit. Shear stress pada dasar aliran lava terbentuk sejalan dengan meng-alirnya lava, dan menyebabkan flow layering berkelok hingga hampir horizontal, sedemikian rupa sehingga lauh-lauh horizontal makin lama makin naik ke atas bersamaan dengan makin majunya aliran lava (Fink, 1983). Pembelokan foliasi hanya terbatas pada bagian aliran yang terdeformasi secara plastis, sedangkan kerak yang tegar masih tetap mempertahankan foliasi vertikalnya. Di dekat vent, foliasi pada lava umumnya miring curam ke arah dalam dan memiliki jurus yang secara umum melengkung di seputar sumber 19

McPhie dkk (1993)

(Christiansen dan Lipman, 1966; Fink dan Manley, 1987; Duffield dan Dalrymple, 1990). Pada bagian aliran yang lebih jauh, foliasi hampir horizontal di bagian dasar, namun makin ke atas makin miring. Lipatan mesoskopis (mesoscopic fold), yang berukuran beberapa milimeter hingga puluhan meter, dapat hadir pada satu bagian atau semua bagian batuan vulkanik yang memperlihatkan gejala foliasi aliran. Bidang sumbu dari lipatan ini hampir sejajar dengan bidang foliasi, namun tegak lurus terhadap arah aliran. Vergence aliran dan arah "gelundungan" dari inklusi tegar (mis. fragmen batuan asing atau sfelurit yang telah terbentuk sebelumnya) dalam suatu aliran memper-lihatkan arah aliran lokal (gambar 2-3). Walau demikian, sumbu lipatan dapat berputar akibat perubahan gayagaya internal sedemikian rupa sehingga kedudukannya dapat berubah sama sekali. Karena itu, dalam satu aliran, kita masih mungkin menemukan sumbu lipatan mesoskopis yang arahnya berbeda-beda. Jika kita dapat mengukur sumbu semua lipatan yang ada dalam suatu aliran lava, dan jika penyebaran lipatan itu relatif merata di seluruh tubuh lava, maka kedudukan umum dari lipatan-lipatan itu dapat digunakan untuk memperkirakan arah aliran (Christiansen dan Lipman, 1966; Benson dan Kittleman, 1968; Wolff dan Wright, 1981). Arah aliran yang diindikasikan oleh lipatan aliran dan lineasi sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng, terutama untuk bagian aliran lava yang jauh dari sumber dan untuk rheomorphic tuff (Wolff dan Wright, 1981). Foliasi aliran dan lipatan aliran pada strongly rheomorphic tuff dan lava-like tuff sangat mirip dengan foliasi dan lipatan dalam aliran lava (a.l. Schmincke dan Swanson, 1967; Wolff dan Wright, 1981; Henry dkk, 1988; Henry dan Wolff, 1992). Jadi, foliasi aliran bukan merupakan indikator satu mekanisme tertentu, meskipun foliasi itu memang mengindikasikan proses perpindahan tahap akhir dari suatu aliran yang tidak bersifat partikuler. Untuk membedakan lava dari rheomorphic tuff atau lava-like tuff serta untuk membedakan rheomorphic fallout tuff dari rheomorphic ignimbrite, kita perlu menelaah litofasies dan kriteria tekstur yang lain. Pada daerah yang mengalami alterasi kuat, gejala planar flow banding dalam lava atau retas afanitik bisa mirip dengan gejala perlapisan pada batuan vulkaniklastik halus. Penafsiran yang benar terhadap gejala itu tergantung pada: (1) usaha kita untuk mencari gejala-gejala seperti lipatan aliran, fenokris sisa, sfelurit, litofise, dan kekar kolom; (2) pemetaan geometri litofasies dan kontak antar litofasies; (3) pemelajaran sayatan tipis dalam rangka membedakan tekstur yang semula merupakan tekstur vitriklastik dari tekstur koheren yang telah mengalami devitrifikasi atau rekristalisasi. 2.14 KEKAR Kontraksi yang menyertai pendinginan endapan vulkanik panas dan intrusi dangkal menghasilkan berbagai tipe kekar yang relatif seragam: kekar kolom (columnar joint), kekar kolom radial (radial columnar joint), kekar konsentris (consentric joint), kekar kulit kura-kura (tortoise shell joint), "kekar normal berukuran kecil" ("tiny normal joint"), dan retakan-retakan pendinginan (quench fractures). Kekar dan retakan yang berkaitan dengan proses pendinginan merupakan gejala yang tampak jelas dalam lava, terutama lava yang mengalir dalam air, dan sangat mempengaruhi bentuk kecur endapan autoklastik yang berasosiasi dengannya. Kekar kolom membagi batuan yang dikenainya ke dalam sejumlah kolom prismatik. Kekar yang membatasi kolom-kolom itu bersifat menerus dan lebih bersifat dominan dibanding kekar yang memotong tubuh kolom. Penampang melintang dari kolom-kolom prismatik itu umumnya berbentuk heksagonal. Walau demikian, tidak sedikit pula ditemukan kolom-kolom dengan 3, 4, 5, atau 7 sisi. Diameter kolom berkisar mulai dari beberapa centimeter hingga beberapa meter. Permukaan beberapa kolom dipenuhi oleh perselingan pita mulus dan pita kasar, masing-masing memiliki lebar beberapa centimeter dan terletak tegak lurus terhadap sumbu kolom. Pita-pita seperti itu disebut tikas pahat (chisel mark) (Spry, 1962; Ryan dan Sammis, 1978). Besar butir dan komposisi bagian pusat dan tepi kolom bersifat seragam atau paling-paling hanya memperlihatkan sedikit perubahan (Spry, 1962; Macdonald, 1968). Pengkekaran kolom terjadi pada tubuh batuan beku koheren (aliran lava, danau lava, kubah, retas, dan korok), baik yang diendapkan di darat maupun di laut, pada komposisi magma yang beragam. Bagian-bagian dari lapisan ignimbrit dapat juga memperlihatkan gejala kekar kolom, terutama densely welded ignimbrite, dan pada 20

McPhie dkk (1993)

zona-zona yang mengalami kristalisasi fasa-uap. Pada beberapa kasus, penampang melintang kekar kolom dalam ignimbrit berbentuk bujur sangkar, bukan heksagonal. Pola kekar pada lapisan lava yang terkekar-kolomkan dapat dibedakan ke dalam dua atau tiga zona yang berbeda (Waters, 1960; Spry, 1962; gambar 17): (1) zona bawah (basal zone atau lower colonnade) disusun oleh kekar kolom yang teratur, berkembang baik, lebar, dan terletak tegak lurus terhadap dasar aliran; (2) zona tengah (middle zone atau entrabatule) disusun oleh kekar kolom yang lebih tipis, lebih tidak beraturan, dan memperlihatkan pola yang kompleks; (3) zona atas (upper zona atau upper colonnade) disusun oleh kekar kolom yang teratur dan tegak lurus terhadap bidang pendinginan. Tidak ada perbedaan komposisi yang berarti antara zona-zona tersebut (Spry, 1962). Batas entrabatule biasanya sangat tegas dan dapat dengan mudah tertukar dengan bidang kontak antar satuan aliran. Meskipun pola entrabatulecollonade umumnya berasosiasi dengan lava basaltik, namun pola itu juga dapat muncul dalam aliran lava silisik peralkali (comendit; Schmincke, 1974). Pendinginan magma menyebabkan meningkatnya viskositas magma dan menyebabkan magma itu berada dalam keadaan kontraksi. Ketika stress yang disebabkan oleh perubahan termal itu melebihi tensile strength magma, akan terbentuk retakan kontraksi pada arah yang lebih kurang tegak lurus terhadap bidang kesamaan tensil stress (Spry, 1962). Retakan itu kemudian merambat menuju bagian bawah tubuh aliran. Peristiwa perambatan retakan itu kemungkinan besar berlangsung melalui pola pembentukan retakan secara simultan dalam satu zona yang disertai oleh pembentukan kekar subhorizontal atau oleh pembentukan sejumlah goresan pada bidang retakan (Ryan dan Sammis, 1978). Pada tubuh magma yang memiliki geometri sederhana dan teratur, bidang kesamaan stress terletak sejajar dengan bidang isotermal dan kolom yang terbentuk akan terletak tegak lurus terhadap bidang tersebut. Jadi, kekar kolom yang terbentuk biasanya terletak tegak lurus dengan bidang kontak aliran (aliran tabuler, retas, korok). Proses pendinginan pada tubuh magma yang lebih kompleks menyebabkan terbentuknya kekar yang terletak tegak lurus terhadap bidang kesamaan stress, namun tidak terletak tegak lurus terhadap bidang isotermal. Kekar kolom radial (radial columnar joint) terbentuk dalam lava yang berbentuk seperti bantal, buntalan, tubus, pipa, dan pada bagian atas dari korok pemasok (feeder dyke) (Yamagishi, 1987; Yamagishi dkk, 1989). Sumbu dari kekar kolom itu tersusun secara radial, mirip dengan jari-jari roda sepeda. Dimensi penampang melintang dari kekar kolom itu makin menurun ke bagian dalam tubuh lava yang mengalami pengekaran. Kekar kolom radial dalam lava bantal menghasilkan pola poligonal ketika berpotongan dengan permukaan lava bantal yang melengkung. Selain kekar kolom radial, dalam lava yang berbentuk seperti bantal, buntalan, dan korok pemasok juga bisa terbentuk kekar konsentris (concentric joint). Kekar ini berkembang pada arah yang hampir sejajar dengan gejala pelauhan aliran dan pada tepi tubuh lava yang melengkung, namun terletak tegak lurus terhadap kekar kolom radial. Kekar konsentris juga dapat terbentuk dalam kecur lava elipsoidal yang merupakan salah satu tipe hialoklastit (Yamagishi, 1987). Kekar kolom batok kura-kura (tortoise shell joint) merupakan kekar yang tersebar membentuk blok-blok menyudut, polihedra, dan, apabila dilihat pada dua dimensi, memperlihatkan pola poligonal mirip dengan pola yang tampak pada penampang melintang kekar kolom dan kekar kolom radial. Kekar kolom kecil (tiny normal joint) merupakan gejala khas yang terbentuk dekat bidang pendinginan dan banyak diantaranya, meskipun tidak selalu, berimpit dengan bidang penyebaran gelas. Kekar ini memiliki penyebaran kurang dari beberapa centimeter, mulai dari bidang pendinginan ke arah dalam, dan jarak-antar-kolom yang ketat (sekitar 1-2 cm). Kekar-kekar yang ada di bagian dalam lava silisik, lava menengah, dan korok pemasok yang mengalir dalam air sangat khas (Yamagishi, 1987, 1991; Yamagishi dan Koto, 1992). Kekar-kekar itu umumnya merupakan bidang pen-dinginan yang melengkung, mulus, relatif menerus, dan saling berpotongan membentuk bongkahbongkah polihedra (pseudo-pillow). Pada banyak kasus, lava bantal semu itu juga memiliki kekar internal yang berupa kekar kolom batok kura-kura atau kekar kolom radial. Selain itu, pada lava bantal semu itu seringkali terdapat kekar kolom kecil yang terletak tegak lurus terhadap permukaan lava bantal semu. Kecur yang merupakan

21

McPhie dkk (1993)

produk disintegrasi lava bantal semu memiliki bentuk prismatik atau polihedra dan dibatasi oleh bidang kekar kurviplanar yang khas. Kekar kolom kecil dan kekar kolom batok kura-kura juga terbentuk pada bongkah juvenil dalam endapan piroklastik darat dan endapan autoklastik yang mendingin cepat. Kekar kurviplanar juga dapat ditemukan dalam lava terestris. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk lintap vulkanik purba yang tatanan pengendapannya tidak terlalu jelas, pola kekar hendaknya ditafsirkan secara hati-hati dan selalu ditafsirkan dalam konteks litofasies yang lain.

22

You might also like