You are on page 1of 7

BAB 3 LAVA, INTRUSI SYN-VOLCANIC, DAN ENDAPAN VULKANIKLASTIK YANG BERKAITAN DENGANNYA

Ketika naik menuju level yang lebih atas, namun sebelum letusan terjadi, magma dapat dijenuhi oleh volatil sebagai akibat dekompresi dan/atau kristalisasi fasa-fasa anhydrous (Sparks, 1978; Burnham, 1983). Jika kadar volatil sangat rendah, atau jika volatil mampu keluar dari tubuh magma, akan terjadi letusan efusif yang menghasilkan aliran lava atau kubah. Beberapa proses yang terlibat dalam proses pelepasan gas dari magma adalah: Letusan eksplosif minor yang dipicu oleh magma-volatil. Penghilangan gas dan kondensat secara menerus melalui bidang-bidang retakan, batuan samping yang sarang, atau dalam kasus tertentu melalui sistem hidrotermal. Vesikulasi yang berlangsung sebelum terjadinya letusan dan selama pengaliran magma ke arah luar. Pembentukan, penaikan pasif, dan pengeluaran gelembung-gelembung gas dari magma yang ada dalam konduit. Aktivitas eksplosif yang hebat namun berumur pendek dan penghilangan gelas melalui dinding konduit yang sarang merupakan dua peristiwa yang biasanya mengawali dan menyertai letusan lava silisik dan lava menengah di darat (Newhall dan Melson, 1983; Taylor dkk, 1983; Eichelberger dkk, 1986; Heiken dan Wohletz, 1987). Penelitian-penelitian yang mendetil terhadap tekstur dan kadar H2O dalam aliran dan kubah lava silisik berviskositas tinggi (Eichelberger dkk, 1986; Fink dan Manley, 1987) serta pada aliran lava basaltik berviskositas rendah (Mangan dkk, 1993; Wilmoth dan Walker, 1983) menunjukkan bahwa volatil cepat hilang namun secara non-eksplosif oleh lava vesikuler. Mekanisme ini mensyaratkan bahwa vesikel-vesikel yang ada dalam lava tidak saling berhubungan (hal ini biasanya memegang peranan penting dalam aliran berviskositas tinggi) atau mampu naik dan keluar (hal ini biasanya memegang peranan penting dalam aliran berviskositas rendah). Keempat proses tersebut di atas terutama hanya terjadi pada magma berviskositas rendah (sebagian besar basaltik) dan dapat berkembang menjadi proses pelepasan lava mancur yang tidak terlalu hebat dan emisi butiran-butiran magma cair yang kemudian jatuh kembali dan bergabung membentuk lava koheren ketika diendapkan di sekitar vent. Aliran lava seperti itu disebut aliran lava yang dipasok oleh lava mancur (fountain-fed lava flow) oleh Wilson dan Head (1981). Sifat-sifat fisik magma (komposisi, temperatur, viskositas, kadar volatil, kadar fenokris) banyak mempengaruhi tekstur internal, geometri fasies, dan asosiasi fasies pada lava dan intrusi syn-volcanic. Faktor-faktor penting lain yang mengontrol tekstur internal, geometri fasies, dan asosiasi fasies lava adalah kondisi letusan, misalnya laju luah, karakter vent, gradien substrat, dan tatanannya (apakah di darat atau di bawah air) (Walker, 1973b; Hulme, 1974; Moore dkk, 1978; Wilson dkk, 1987; Griffiths dan Fink, 1992). Untuk intrusi syn-volcanic, faktor-faktor lain yang mengontrol aspek-aspek tersebut di atas adalah karakter sedimen yang menjadi batuan samping (Busby-Spera dan White, 1987). Dalam banyak kasus, baik lava maupun intrusi syn-volcanic mencakup berbagai fasies koheren dan fasies autoklastik dalam berbagai proporsi dan aturan-susunan. Fasies koheren terdiri dari lava yang memadat dari magma dan terutama dicirikan oleh tekstur porfiritik atau tekstur afirik yang rata beserta massa dasar gelasan, kriptokristalin, atau afanitik. Proses-proses autobreksi autoklastik noneksplosif dan fragmentasi akibat pendinginan menghasilkan sejumlah besar lava yang terfragmentasikan sebagai produk samping yang normal dari letusan efusif, tanpa tergantung pada komposisi atau tempat peletusannya. Proses-proses yang sama dapat menyebabkan terjadinya breksiasi pada intrusi yang terbentuk pada sedimen yang basah. Dengan demikian, fasies autoklastik dari lava terdiri dari atubreksi dan/atau hialoklastit, sedangkan fasies autoklastik dari intrusi syn-volcanic adalah autobreksi intrusif, hialoklastit intrusif, dan peperit. Intrusi syn-volcanic dan kompleks intrusi merupakan produk penting dari magmatisme dalam cekungan sedimen bawah air. Magma dengan berbagai komposisi dapat terpindahkan dari satu tempat ke tempat lain sebagai intrusi syn-volcanic. Intrusi

itu dapat berupa material porfiritik atau afirik kasar dengan massa dasar afanitik, kriptokristalin, atau sebagian bersifat gelasan. Vesikuleritas material itu berkisar mulai dari non-vesikuler hingga sebagian bersifat pumiceous. Hanson (1991) meneliti intrusiintrusi andesitik dan riolitik yang tebal dan tersebar luas serta breksi intrusif yang berasosiai dengannya dalam suatu lintap busur Devon di California. Inti-inti bor yang diperoleh dari Teluk California (Einsele, 1986), Juan de Fuca Ridge (ODP Leg 139, 1992), dan Laut Jepang (Thy, 1992) memperlihatkan kehadiran banyak retas basaltik dalam sedimen laut dalam. Kompleks retas yang ditemukan di Juan de Fuca Ridge berdampingan dengan endapan sulfida masif setebal 95 m. Di Hellyer, Mount Read Volcanics, bagian barat Tasmania, lapisan-lapisan basaltik yang terletak di atas endapan sulfida masif dalam banyak kasus merupakan retas yang menembus batulumpur yang tidak terkonsolidasi (McPhie dan Allen, 1992; Waters dan Wallace, 1992). Pada bagian bawah dari lintap endapan di Hellyer, serta pada bagian-bagian lain dari Mount Red Volcanics, sering ditemukan intrusi syn-volcanic berkomposisi menengah dan silisik, namun intrusi-intrusi itu sukar untuk dikenal dan mudah tertukar dengan aliran-aliran lava. Pada bab ini kita akan membahas tentang karakter-karakter litofasies yang penting dari lava dan intrusi syn-volcanic. Pembahasan ditekankan pada endapan autoklastik yang berasoasi dengan lava dan intrusi syn-volcanic, struktur internal, dan geometri fasies. Informasi litofasies yang disajikan diperoleh dari hasil-hasil pengamatan petalubang bor-penampang dan pengamatan skala singkapan. Sebagian tekstur yang ada dalam sampel genggam lava dan intrusi juga dapat ditemukan dalam endapan vulkaniklastik. Penafsiran-penafsiran genetik hendaknya konsisten dengan semua informasi litofasies yang ada dan tidak hanya tergantung pada bukti tekstur yang ditemukan dalam sampel genggam atau sayatan tipis. 3.1 Autobreksi Autobreksiasi adalah fragmentasi non-eksplosif yang terjadi pada aliran lava. Bagianbagian aliran lava yang mendingin, lebih kental, atau dikenai oleh laju strain lokal yang lebih tinggi daripada bagian-bagian lain bereaksi terhadap stress dengan pola brittle. Proses itu umumnya mempengaruhi bagian-bagian terluar dari aliran lava (atas, bawah, samping) dan menghasilkan satu lapisan yang disusun oleh bongkah-bongkah, lempeng-lempeng, dan jarum-jarum yang tegar. Bongkah-bongkah itu dapat saling bergabung atau tetap tidak saling berhubungan dan mudah terpindahkan akibat pergerakan aliran lava yang terjadi kemudian. Hasil akhirnya adalah suatu aliran lava yang disusun oleh bagian interior yang koheren dan sebuah tudung dan dasar autobreksi. Bagian-bagian permukaan yang mengalami autobreksiasi kadang-kadang masuk ke bagian dalam aliran lava dan kemudian terawetkan sebagai kantung-kantung autobreksi yang tidak beraturan di dalam lava yang koheren. Autobreksiasi merupakan hasil samping yang biasa terbentuk akibat efusi lava di darat dan terutama memegang peranan penting dalam pembentukan lava aa dan lava bongkah. Autobreksi juga ditemukan dalam lava-lava bawahlaut yang berkomposisi basaltik (Ballard dkk, 1979) hingga riolitik (De Rosen-Spence dkk, 1980). Pada tatanan bawahair, pendinginan mungkin menyertai proses pengaliran dan autobreksiasi. Bagian-bagian tertentu dari intrusi juga dapat mengalami autobreksiasi. Autobreksi disusun oleh kecur-kecur lava yang membongkah, seperti lempeng, atau tidak beraturan. Kecur-kecur yang memperlihatkan pita-aliran (flow-banding) atau kecur-kecur pumiceous merupakan gejala khas dari autobreksi silisik. Agregat-agregat itu monomik, didukung-kecur, sedikit mengandung matriks, terpilah buruk, dan berubah secara berangsur menjadi breksi lava saling kesit (jigsaw-fit lava breccia) serta lava koheren yang terpecah-pecah. Pita-aliran dalam fasies koheren dapat menerus hingga akhirnya berubah menjadi fasies autoklastik (Allen, 1988). Perbedaan tekstur antara autobreksi dan hialoklastit tidak terlalu jelas: autobreksi biasanya hanya mengandung sedikit kecur halus (granul atau lebih halus lagi) dan bongkah-bongkah penyusunnya biasanya tidak memperlihatkan bukti-bukti pendingan, misalnya cincin-cincin gelas yang terpotong oleh kekar-kekar normal berukuran kecil (Yamagishi, 1979). Tekstur yang khas dari autobreksi dapat terubah banyak selama alterasi hidrotermal dan deformasi. Alterasi mempengaruhi bagian-bagian tepi kecur dan retakan-retakan yang ada dalam kecur, mengubah teksur yang semula didukung-kecur menjadi tekstur

yang tampak seperti didukung-matriks (Allen, 1988) (lihat Bab 5). Deformasi selama dan setelah alterasi dapat mengubah lebih jauh bentuk, ukuran, dan kelimpahan kecur. 3.2 Talus Talus adalah istilah umum untuk menamakan fragmen-fragmen batuan yang terakumulasi di bagian dasar suatu bukit atau satu perbukitan. Pada ranah vulkanik, talus biasanya berasosiasi dengan tepian-tepian lava dan kubah yang curam, dinding kawah atau kaldera, serta gawir sesar. Talus yang berasal dari lava terutama berupa kecur lava yang kasar dan menyudut dan dihasilkan oleh autobreksiasi, pendinginan, atau runtuhan gravitasi dari bagian-bagian aliran lava atau kubah lava yang terpecahpecah dan kemudian terakumulasi selama atau setelah lava itu bergerak. Kecur-kecur tersebut jatuh, menggelundung, atau menggelincir menuju bagian bawah lereng secara independen untuk selanjutnya membentuk suatu tumpukan material lepas yang miring ke arah hilir. Tumpukan itu mudah mengalami resedimentasi massa yang berlangsung secara periodik, terutama dalam bentuk grain-flow. Breksi talus (talus breccia) adalah breksi yang didukung-kecur, miskin akan matriks, masif atau memperlihatkan gejala perlapisan yang tidak berkembang baik, bersifat monomiktos namun kecur-kecur penyusunnya dapat memperlihatkan tekstur yang beragam serta dapat berasal dari sumber yang berbeda-beda. Sumber itu berupa aliran atau kubah lava. Jarak pengangkutan breksi talus relatif pendek sedemikian rupa sehingga kecur-kecur penyusun breksi itu umumnya dibatasi oleh bidang-bidang pecahan primer, meskipun ujung-ujung dan sudut-sudutnya mungkin telah mengalami pembundaran akibat abrasi. Selain tergantung pada aspek-aspek tersebut di atas, untuk kasus lintap purba, pengenalan secara positif mengenai asal-usul talus dari suatu tubuh lava juga tergantung pada kedekatan asosiasi ruang antara talus itu dengan lava koheren atau dengan breksi autoklastik yang komposisinya sama dengan talus tersebut. 3.3 Hialoklastit Kami menggunakan istilah hialoklastit (hyaloclastite) untuk menamakan agregatagregat klastika yang terbentuk akibat proses peretakan dan disintegrasi non-eksplosif yang dialami oleh lava dan intrusi yang mengalami pendinginan mendadak (bandingkan dengan pendapat Rittmann, 1962; Silvestri, 1963; Pichler, 1965; Honorez dan Kirst, 1975; Yamagishi, 1987). Istilah tersebut digunakan baik untuk menamakan agregat klastika yang tidak terkonsolidasi, maupun untuk batuan yang ekivalen dengannya. Fragmentasi terjadi sebagai akibat adanya thermal stress, selama berlangsungnya pendinginan yang cepat, serta stress yang ada pada bagian luar aliran lava dan intrusi yang mendingin sebagai akibat terus berlangsungnya pengaliran bagian dalam lava dan intrusi yang masih cair (Pichler, 1965; Kokelaar, 1986). Hialoklastit dapat terbentuk dari berbagai jenis magma, mulai dari magma riolitik hingga magma basal. Pengetahuan kita saat ini mengenai proses-proses fragmentasi yang terjadi sebagai akibat pendinginan cepat terutama didasarkan pada hasil-hasil pemelajaran terhadap lintap vulkanik bawahlaut purba dengan ditunjang oleh hasil-hasil pengamatan baru terhadap hialoklastit masa kini yang terbentuk di dasar samudra. Fragmentasi yang terjadi akibat pendinginan cepat juga mempengaruhi lava yang diletuskan di darat, namun kemudian masuk ke dalam massa air (a.l., Waters, 1960; Moore dkk, 1973), lava yang diletuskan di bawah massa es (a.l., Furnes dkk, 1980; Fridleifsson dkk, 1982), lava yang diletuskan di bawah kolom air (a.l., Dimroth dkk, 1978; Bergh dan Sigvaldason, 1991; Kano dkk, 1991), serta magma yang diintrusikan ke dalam sedimen basah yang tidak terkonsolidasi (a.l., Busby-Spera dan White, 1987; Kano, 1989; Hanson, 1991). Magma yang diintrusikan ke dalam retakan-retakan yang diisi oleh air atau fluida (Setterfield, 1987) dan piroklas yang diletuskan ke dalam atau diendapkan di air (Dimroth dan Yamagishi, 1987; Yamagishi, 1987) juga dapat mengalami fragmentasi yang terjadi akibat pendinginan cepat. Fragmentasi yang terjadi akibat pendinginan cepat pada mulanya mempengaruhi bagian luar lava dan intrusi serta bagian paling atas dari feeder dyke. Pendinginan itu menyebabkan terbentuknya retakan-retakan yang bentuk dan kedalamannya tidak beraturan. Kecur terbentuk secara in situ akibat saling berhubungannya retakanretakan tersebut dan akibat lepasnya gelas yang mengalami pendinginan. Ukuran kecur

itu beragam, mulai kurang dari 1 mm hingga beberapa puluh centimeter. Kecur pada hialoklastit in situ saling kesit satu sama lain (membentuk jigsaw-fit texture) dan tidak akan tetap berada pada tempat pembentukannya (tidak pindah ke tempat lain). Hialoklastit yang mengalami sedimentasi ulang (resedimented hyaloclastite) memperlihatkan bukti-bukti pengangkutan kecur dari tempat pembentukannya, misalnya perlapisan, pencampuran kecur dari bagian aliran yang berbeda-beda, dan tidak hadirnya jigsaw-fit texture. Hialoklastit intrusi (intrusive hyaloclastite), yang juga disebut hialoklastit peperit (pepperite hyaloclastite), terbentuk dari bagian-bagian intrusi yang terfragmentasikan akibat pendinginan sewaktu bersentuhan dengan sedimen setempat yang basah dan tidak terkonsolidasi. Hialoklastit in situ mungkin hanya tersebar secara terbatas pada ujung-ujung lava sheet atau pillow lobe, dapat membentuk selimut tebal di sekitar pillow lobe atau lava pod yang koheren, atau mungkin merupakan ekivalen tubuh lava yang hampir seluruhnya terfragmentasikan (dimana yang tidak mengalami fragmentasi mungkin hanya feeder dyke). Hialoklastit itu tidak berlapis, monomik, dicirikan oleh jigsaw-fit texture, memiliki kontak berangsur dengan lava koheren, serta mengandung bongkahbongkah polihedral atau splintery clast yang dibatasi oleh bidang-bidang kurviplanar. Sebagian atau seluruh kecur itu disusun oleh gelas serta dapat vesikuler maupun tidak vesikuler. Dalam banyak contoh hialoklastit in situ silisik dan andesitik, gelas itu bersifat perlitik dan foliasi aliran dari lava yang menjadi asalnya kadang-kadang dapat ditelusuri secara menerus dari satu kecur kepada kecur lain yang saling berdampingan. Hialoklastit in situ dapat terganggu oleh pergerakan menerus dari bagian interior lava yang lebih likat, akibat aliran di sepanjang lereng curam, akibat intrusi magma ke dalam tumpukan hialoklastit, atau akibat aktivitas seismik. Gangguan itu memberikan akibat yang beragam, mulai dari sedikit perubahan terhadap jigsaw-fit fabric oleh rotasi dan pemisahan kecur hingga runtuhan gravitasi dan resedimentasi yang dialami oleh seluruh bagian tubuh hialoklastit. Resedimentasi hialoklastit melalui proses-proses aliran massa seperti grain flow dan density-modified grain flow menghasilkan breksi hialoklastit monomik yang berlapis. Lapisan-lapisan yang terpisah dapat memperlihatkan gejala grading (baik normal grading maupun reverse grading) maupun tidak memperlihatkan gejala grading serta memiliki kemiringan yang cukup besar. Sebagian lintap resedimented hyaloclastite memperlihatkan penurunan besar butir sejalan dengan makin jauhnya jarak endapan dari daerah sumber (a.l. Dimroth dkk, 1978). Meskipun jigsaw-fit fabric hilang dari endapan tersebut, namun kecur-kecur dalam resedimented hyaloclastite biasanya memperlihatkan bentuknya yang khas sebagai produk fragmentasi yang disebabkan oleh pendinginan. Hubungan gradasional yang kompleks dapat terjadi antara resedimented hyaloclastite, in situ hyaloclatite, lava koheren, dan feeder dyke, terutama pada daerah-daerah yang dekat dengan sumber. Tekstur hialoklastit intrusi biasanya kompleks dan merupakan campuran kecur yang berasal dari intrusi dan matriks yang berasal dari sedimen setempat. Kecur-kecur yang semula memperlihatkan jigsaw-fit texture dapat terputar dan terpisahkan oleh lapisanlapisan sedimen setempat yang tipis atau bahkan terdispersi sama sekali di dalam matriks yang disusun oleh material sedimen setempat. Walau demikian, hialoklastit intrusi pada dasarnya merupakan endapan in situu dan hanya pada kondisi-kondisi yang luar biasa saja hialoklastit itu terlibat dalam resedimentasi. Berdasarkan hasil penelitian lapangan terhadap lintap vulkanik bawahlaut yang ada di bagian baratdaya Hokkaido, Yamagishi (1979, 1987) dapat mengenal adanya dua tipe hialoklatit, masing-masing memperlihatkan morfologi kecur yang berbeda dan ditafsirkan merupakan cerminan dari viskositas magma yang berbeda sewaktu mengalami fragmentasi. Hialoklastit yang pertama terbentuk dari magma dengan viskositas yang relatif rendah (magma basal, magma andesit basaltik), berasosiasi erat dengan lava bantal, serta merupakan breksi monomik masif yang disusun oleh fragmen-fragmen lava bantal dan tubuh lava bantal terisolasi yang terkungkung di dalam matriks yang lebih halus. Breksi seperti itu disebut breksi fragmen lava bantal (pillow fragment breccia). Matriks dari breksi itu disusun oleh partikel-partikel berbentuk kotak dan lembaran yang berukuran mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa centimeter, banyak mengandung gelas, dengan bidang-bidang batas kurviplanar. Material penyusun matriks itu terbentuk terkelupasnya cincin pendinginan (quenched rim) yang ada dalam lava bantal yang terdisintegrasi. Asosiasi hialoklastit-lava bantal seperti itu juga ditemukan dalam lintap vulkanik bawahlaut yang berkomposisi mafik

(Carlisle, 1963; Dimroth dkk, 1978; Staudigel dan Schmincke, 1984). Selain partikelpartikel yang merupakan pecahan cincin lava bantal, matriks dari breksi lava bantal yang terisolasi (Carlisle, 1963; Dimroth dkk, 1978) juga mengandung tetesan lava yang mengalami pendinginan dan mengandung gelas. Material yang disebut terakhir ini kemungkinan besar terbentuk selama fasa letusan efusif yang lebih kuat. Salah satu varietas khusus dari hialoklastit tipe pertama tersebut di atas adalah hialoklastit yang berasosiasi dengan apophyseal-type feeder dyke (Yamagishi, 1987, 1991) dan disusun oleh lava bantal berbentuk konsentris. Lava bantal yang berbentuk konsentris itu adalah kecur-kecur lava berbentuk elips atau bundar dengan diameter hingga beberapa puluh centimeter serta mengandung kekar-kekar konsentris didalamnya. Partikel-partikel itu mengandung tepi-tepi yang banyak mengandung gelas, namun tidak memiliki gejala permukaan yang khas dari lava bantal, serta mengandung vesikel yang besar (beberapa milimeter hingga beberapa centimeter) dan tersebar secara random. Lava bantal konsentris diperkirakan terbentuk akibat pendinginan dan disintegrasi lidah-lidah lava yang keluar dari feeder dyke. Bentuknya yang membundar terutama dikontrol oleh quench fracture yang bertanggungjawab terhadap disintegrasi lidah-lidah lava. Hialoklastit tipe kedua berasosiasi dengan magma yang lebih kental (magma silisik dan sebagian magma berkomposisi menengah) yang membentuk lapisan lava masif, batang, atau lobus, serta memiliki kontak berangsur dengan feeder dyke yang terkekarkan. Retakan orde pertama menembus bagian dalam lava yang sedang muncul ke permukaan dan menyebabkan berlangsungnya pendinginan tahap lanjut, pembentukan kekar baru, dan fragmentasi yang makin lama berlangsung pada bagian tubuh lava yang lebih dalam (Yamagishi, 1987). Retakan-retakan orde pertama yang terbentuk akibat pendinginan, saling berpotongan, dan berbentuk kurviplanar membentuk bongkah-bongkah polihedra atau lava bantal semu (pseudo-pillows) (Watanabe dan Katsui, 1976; Yamagishi, 1987). Bongkah-bongkah itu mungkin masih tetap dalam posisi semula atau mungkin pula membentuk kecur-kecur yang didalamnya dicirikan oleh adanya partikel-partikel yang satu sama lain membentuk gejala jigsaw-fit (breksi dengan komponen menyudut). Kekar normal berukuran kecil umumnya muncul di bagian tepi lava bantal semu. Dalam batuan itu tidak ditemukan lava bantal yang sebenarnya. Karapaks hialoklastit dari aliran atau kubah lava yang sedang tumbuh dapat terpecah-pecah akibat terus mengalirnya bagian dalam tubuh lava yang masih plastis, hal mana pada gilirannya memungkinkan masuknya air menuju bagian tubuh lava yang lebih dalam dan menyebabkan terus berlangsungnya proses pendinginan. Dengan demikian, pembentukan hialoklastit tipe kedua ini erat kaitannya dengan proses autobreksiasi (Pichler, 1965; Kano dkk, 1991). Sebagian hialoklastit in situ memperlihatkan tekstur kecur-dalam-matriks sebagai akibat adanya tingkat fragmentasi yang beragam: matriks yang lebih terfragmentasi dan lebih halus mengelilingi partikel-partikel yang kurang terfragmentasi dan tampak seperti kecur. Apabila dilihat secara mendetil, komponen penyusun hialoklastit ini memperlihatkan batas-batas yang berangsur dengan matriks yang mengelilinginya dan, secara keseluruhan, hialoklastit itu memperlihatkan gejala jigsaw-fit. Hialoklastit merupakan sebuah indikator yang baik dari aliran lava ke dalam tatanan akuatis dan/atau intrusi magma ke dalam sedimen basah. Walau demikian, hialoklastit dapat diendapkan pada kedalaman yang beragam serta dapat diendapkan baik pada air tawar maupun air laut. Hialoklastit yang terbentuk di perairan yang dangkal mungkin disertai oleh resedimented volcanic deposits atau endapan piroklastik primer serta dapat membentuk lintap yang memperlihatkan gejala perlapisan-perenggan ketika diendapkan pada daerah-daerah dimana wilayah daratan bertemu dengan perairan. Hialoklastit laut dalam biasanya berasosiasi dengan lava masif atau lava bantal, intrusi dangkal, peperit, dan endapan aliran massa yang kaya akan piroklas. Karakter asosiasi fasies sedimen yang ada di sekitar hialoklastit sangat penting artinya untuk menafsirkan tatanan pengendapan lintap hialoklastit purba. Asosiasi fasies yang terdiri dari hialoklastit in situ, resedimented hyaloclastite, dan lava koheren dapat mencapai volume dan ketebalan yang sangat besar. Hialoklastit basaltik merupakan komponen utama dari lintap endapan seamount masa kini dan purba (Staudigel dan Schmincke, 1984; Smith dan Batiza, 1989) dan, paling tidak secara lokal, membentuk lauh-lauh yang tebalnya puluhan meter dalam Layer 2 dari kerak samudra (Schmincke dkk, 1978). Tumpukan lava silisik yang terletak di bawah air

dan di bawah massa es mengandung hialoklastit dalam jumlah yang banyak, bahkan pada tempat-tempat tertentu hialoklastit menjadi material dominan (Furnes dkk, 1980; De Rosen-Spence dkk, 1980; Kano dkk, 1991; Pichler, 1965). Sebagai contoh, Pulau Ponza, Itali, pada dasarnya disusun oleh hialoklastit riolitik dan riodasitik bawah air serta feeder dyke. Pulau itu memiliki panjang sekitar 8 km dan lebar 0,5-1,5 km. Bagian endapan yang tersingkap memiliki ketebalan lebih dari 100 m dan mungkin masih ada 100 m endapan yang sama di bawah muka air laut. Banyak karakter tekstur dan hubungan fasies yang mencirikan hialoklastit dapat dlihat di Pulau Ponza (Pichler, 1965; Carmassi dkk, 1983). Hialoklastit adalah istilah genetik dan interpretatif sehingga hendaknya baru digunakan setelah proses pengangkutan dan fragmentasi endapan telah diketahui terlebih dahulu sebelum diberi nama hialoklastit. Istilah lain yang lebih umum, namun masih tetap bersifat genetik, dapat digunakan sebagai sinonim dari hialoklastit. Sebagai contoh, breksi autoklastik (autoclastic breccia) dapat digunakan jika diketahui bahwa breksi yang tengah diteliti mengindikasikan framgmentasi akibat pendinginan dan/atau autobreksiasi. Istilah yang lain, breksi hidroklastik (hydroclastic breccia) (Hanson, 1991), mencakup endapan yang terbentuk akibat interaksi antara magma dengan air, baik yang bersifat eksplosif maupun tidak. Kami sarankan agar pada tahap awal penelitian hendaknya hanya digunakan Istilah-istilah deskriptif. Sebagai contoh, apa yang selanjutnya mungkin ditafsirkan sebagai hialoklastit pada mulanya dicandra sebagai breksi fragmen lava bantal basaltik (basaltic pillow fragment breccia), breksi granul basaltik yang berlapis (bedded basaltic granule breccia), breksi dasitik yang terpilah buruk (poorly sorted dacitic breccia), atau rhyolitic jigsaw-fit breccia. Melimpahnya gelas dan retakan, serta tatanan jenuh air yang mencirikan pembentukan hialoklastit secara bersama-sama mendorong hialoklastit untuk menjadi rentan terhadap alterasi. Pengubahan bentuk kecur dan pembandelaan akibat alterasi biasanya terkonsentrasi pada retakan dan menyebabkan hialoklastit in situ yang semula memperlihatkan gejala jigsaw-fit berubah menjadi endapan yang tampak seolah-olah ditunjang oleh matriks. Devitrifikasi dan alterasi yang beragam terhadap kecur yang banyak mengandung gelas dapat menyebabkan agregat monomiktos berubah menjadi agregat yang tampak polimiktos. 3.4 Peperit Peperit (peperite) adalah batuan yang terbentuk akibat pencampuran lava koheren atau magma dengan sedimen tak-terkonsolidasi yang basah (Fisher, 1960; Williams dan McBirney, 1979) serta dicirikan oleh tekstur klastika yang mungkin terdiri dari komponen dan matriks. Peperit terbentuk pada wilayah kontak antara intrusi dengan sedimen basah (Hanson dan Schweickert, 1982; Hanson dan Wilson, 1993), pada kontak antara aliran lava yang mengalir atau melubangi sedimen yang tidak terkonsolidasi (Schmincke, 1967; Bull dan Cas, 1989). Detil-detil daerah kontak itu sendiri biasanya kompleks, antara lain ditandai dengan adanya interpenetrasi antara intrusi atau aliran lava dengan sedimen. Selain itu, kontak campuran dapat muncul bersama-sama dengan kontak tajam, tidak bercampur, dan planar. Magma yang terlibat dalam pembentukan peperit berkisar mulai dari magma basaltik hingga magma riolitik serta mulai dari magma afanitik hingga magma porfiritik. Sedimen yang terlibat dalam pembentukan peperit juga beragam, baik dalam hal tekstur, besar butir, dan komposisi. Pada beberapa kasus, batuan yang ditembus itu merupakan batuan vulkaniklastik yang secara genetik berkaitan dengan magmatisme yang bertanggungjawab terhadap pembentukan intrusi. Kehadiran air pengisi ruang pori dan tidak terkonsolidasinya sedimen setempat memberikan efek-efek yang penting terhadap proses-proses yang terjadi pada wilayah kontak antara magma dengan sedimen basah. Pemuaian fluida ruang pori akibat panas yang tinggi dapat memicu terjadinya fluidisasi stasioner pada sedimen yang berdampingan dengannya sedemikian rupa sehingga partikel-partikel sedimen kemudian dapat terangkut ke tempat lain. Jika fluida pengiri ruang pori berubah fasa menjadi uap, fluida itu dapat memuai secara eksplosif. Kedua proses tersebut di atas dapat merusak koherensi sedimen yang terletak dekat wilayah kontak serta dapat mendorong penetrasi magma secara tidak beraturan, tidak terbatas, dan berlangsung dengan cepat (Kokelaar, 1982, 1986). Perlapisan dalam sedimen umumnya

terhancurkan atau pecah dan terkontorsi. Bagian-bagian magma dapat menembus masuk ke dalam tubuh sedimen dan dapat pula terpisahkan dari tubuh magma utama. Magma juga dapat terpecahkan akibat kombinasi dari quench fragmentation ketika bersentuhan dengan sedimen basah dan getaran yang muncul sewaktu terjadi letupan uap (Wohletz, 1986; Kokelaar, 1982). Busby-Spera dan White (1987) mengenal adanya dua tipe tekstur dari peperit: (1) peperit membongkah (blocky peperite), dimana kecur-kecur yang berasal dari magma memiliki bentuk seperti kotak dengan sudut-sudut tajam dan umumnya memperlihatkan jigsaw-fit texture; (2) peperit memgelembung (globular peperite; fluidal peperite), dimana kecur-kecur yang berasal dari magma berbentuk seperti lensa, cuping, atau tetesan air mata. Perbedaan tekstur antara peperit membongkah dan peperit menggelembung diperkirakan oleh Busby-Spera dan White (1987) akibat pengaruh yang kuat dari karakter sedimen yang tertembus. Kecur-kecur menggelembung diperkirakan terbentuk akibat adanya film uap air yang berfungsi sebagai medium pemisah sedimen dengan magma. Film uap air itu menghalangi agar tidak terjadi kontak langsung antara magma dengan sedimen sehingga quench fragmentation magma dan letusan uap dapat teredam (Kokelaar, 1982). Lebih jauh lagi, sedimen yang terletak disamping film uap air itu terangkut secara lateral di sepanjang zona kontak. Jadi, selama itu, berlangsung dua proses yakni penetrasi magma dan pengangkutan partikel-partikel penyusun sedimen. Peperit menggelembung kemungkinan besar terbentuk jika sedimen yang tertembus magma berbutir halus, terpilah baik, dan terbandelakan secara lepas karena sifat-sifat tersebut lebih permisif terhadap aliran fluida (baik dalam bentuk uap maupun air ruang pori yang panas) serta lebih mudah terfluidakan. Sedimen kasar yang terpilah buruk lebih cenderung berasosiasi dengan peperit membongkah.

You might also like