You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di jumpai oleh ahli bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali di temukan dalam tulisan pada lebih dari 3.500 tahun yang lalu, dan perawatan bedah di lakukan sekurangnya pada 2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori tentang etiologi dan jumlah deskripsi anatomi, yang menghasilkan berbagai cara reparasi. Hernia inguinalis adalah kegagalan dari lantai kanalis inguinalis. Ini diekspresikan sebagai cincin internal yang berdilatasi pada hernia indirek atau sebagai kelemahan dan penipisan difus pada hernia direk (Cameron, 1997). Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar 50 persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia inguinalis direk (Sabiston, 1994). Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan, kecuali bila ada kontraindikasi bermakna yang menolaknya. Hernia timbul dalam sekitar 1,5 % populasi umum di Amerika Serikat, dan 537.000 hernia diperbaiki dengan pembedahan pada tahun 1980 ( Sabiston, 1994 ). Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur 1 tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insiden tidak melebihi 20%. Umumnya di simpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar, tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti

batuk kronik, hypertropi prostate, konstipasi, dan ascites sering disertai hernia inguinalis. Dalam kehidupan masyarakat, anggapan terhadap hernia adalah merupakan kelainan yang biasa, karena pada awal terjadinya tidak merasa sakit dan tidak mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari- hari, sehingga dalam perjalanan penyakitnya penderita memerlukan waktu yang cukup untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah konsultasi pun masih cukup waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan. Sebagian penderita menerima tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan inkarserata atau strangulate. Adanya keadaan ini penderita atau keluarga baru menyadari resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas meningkat serta biaya perawatan yang lebih tinggi.

BAB II LAPORAN KASUS

I.

Identitas pasien - Nama - Jenis Kelamin - Usia - Pekerjaan - Agama - Alamat - Tanggal Masuk - Ruang Rawat - No. RM

: Wasito : Laki laki : 51 tahun : PNS (karyawan SMA) : Islam : Karang pula Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul : 28 Januari 2013 : Marwah A-5 : 47-05-49

II.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis a. Keluhan Utama Terdapat benjolan pada lipat paha sebelah kiri sejak 3 tahun yang lalu, benjolan terlihat jelas pada saat posisi berdiri dan menghilang pada posisi tidur atau duduk, pasien tidak merasakan keluhan nyeri pada lokasi benjolan. b. Keluhan Tambahan Tidak ada demam, tidak mual, muntah ataupun nyeri pada perut. c. Riwayat Penyakit Sekarang Hari ini pasien tidak terdapat keluhan. d. Riwayat Penyakit Dahulu f. Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya Pasien belum ada riwayat penyakit lain sebelumnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien. Anamnesis Sistem 1) Sistem serebrospinal : Pusing (-), demam (-). 2) Sistem respirasi : Batuk (-), kadang sesak nafas (-).

3) Sistem kardiovaskuler : Kadang berdebar-debar (-), nyeri dada (-). 4) Sistem digestivus : Mual (-),muntah (-), perut sebah (-), nyeri perut (-), Flatus (+) 3

5) Sistem Urogenital 6) Sistem muskuloskeletal

: Nyeri pinggang (-), hematuria (-). : Tidak ada hambatan dalam bergerak.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Pemeriksaan Fisik Umum 1) Keadaan Umum 2) Kesadaran 3) Status Gizi b. Vital Sign 1) Tekanan darah 2) Suhu 3) Nadi 4) Pernafasan : 130/70 : 36 C : 80 x/menit irregular : 24x/menit : Baik : Compos mentis : Cukup

1. KEPALA a. Mata : Mata cekung (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), palpebra udem (-/-), reflek pupil (+) normal, isokor b. Telinga c. Hidung d. Mulut e. Leher : Discharge (-/-), deformitas (-/-) : Discharge (-/-) : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-) : JVP tidak meningkat, pembesaran thyroid (-), limfonodi teraba (-) , nyeri (-). 2. THORAX a. PULMO Inspeksi : simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi intercostae melebar (-). Palpasi Perkusi : Ketinggalan gerak (-), vocal fremitus kanan = kiri : Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Suara tambahan (-)

b. JANTUNG Inspeksi Palpasi : Ictus kordis tampak di SIC IV mid clavicula sinistra : Ictus kordis teraba di SIC IV mid clavicula sinistra, kuat angkat (-), kesan besar jantung normal Perkusi : : SIC II linea para sternalis sinistra : SIC II line para sternalis dextra : SIC IV midclavicula sinistra : SIC IV para sternalis dextra Batas kiri atas Batas kanan atas Batas kiri bawah Batas kanan bawah -

Auskultasi : S1, S2 reguler, bising (-), gallop (-)

3. ABDOMEN Inspeksi Auskultasi Palpasi : tampak tinggi abdomen = thorax, sikatrik(-) : peristaltik (+) normal, suara abnormal (-) : Nyeri tekan epigastrik (-),defans musculer (-),murphy

sign (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), teraba benjolan di regio inguinalis sinistra (pada posisi berdiri) hilang pada posisi tidur, saat mengejan benjolan muncul (+), benjolan tidak keras, tidak berbatas tegas. Perkusi : Tympani diseluruh regio abdomen

4. EKSTREMITAS Superior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (-/-) Inferior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (-/-)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 28 Januari 2013 1. Laboratorium Darah Lengkap Hb : 16,1 gr/dl (12 17 gr/dl) AL :13,6 ribu (4-10 ribu) AE : 5,58 juta (l : 4,4 - 5,9 juta; p : 4,0-5,0 juta) AT : 275 ribu/ml (150 450 ) Hmt : 52% (l : 36 52, w : 36-46 %) Hitung Jenis Lekosit Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit GDS PPT :0% :0% (0 5) (0 1)

: 72 % (50 70) : 21 % (20 40) :7% (2 8) ( 70 140 ) ( 11 15) ( 25 35)

: 145gr/dl : 13,4 dtk

APTT : 30,9 dtk HbsAg : (-) HIV : (-)

2. Radiologi Foto Thorax Hasil : cord dan pulmo dalam batas normal

V.

DIAGNOSIS Hernia Inguinalis Lateral Sinistra Reponible

VI.

DIAGNOSIS BANDING 1. Hernia femoralis 2. Nodes lymph inguinal 3. Hydrocele dari saluran neck

VII.

TERAPI 1. Terapi Non Farmakologis : Awasi keadaan umum per 24 jam Diet biasa Dilarang untuk mengangkat beban berat Dilarang mengejan terlalu kuat

2. Terapi Farmakologis : Infus RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 amp Inj. Ketorolac 3x1 amp Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

VIII.

PROGNOSIS : Dubia ad bonam.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Regio inguinalis untuk beberapa struktur merupakan tempat peralihan dari daerah perut ke organ organ kelamin luar dan ke tungkai bagian atas. Garis pemisah anatomis antara kedua daerah tersebut di bentuk oleh ligamentum inguinale (poupart) yang terletak diantara tuberculum ossis pubikum, pada sisi medialnya dan spina illiaka anterior superior, pada sisi lateralnya. Sebenarnya ligamentum inguinale ini merupakan tempat pertemuan fascia yang menutupi permukaan perut dan fascia yang menutupi permukaan tungkai (fascia lata) (kuijjer,1991). Di atas ligamentum inguinale, funikulus spermatikus meninggalkan rongga perut melalui anulus inguinalis profundus yang terletak di sebelah lateral. Funikulus spermatikus ini menembus dinding perut melalui kanalis inguinalis yang terletak sejajar dengan ligamentum inguinale dan berada di bawah kulit dalam annulus inguinalis superfisialis yang terletak di sebelah medial. Lubang yang di sebutkan belakangan ini dengan mudah dapat diraba di bawah kulit pada dinding perut, kalau skrotum didorong ke dalam, serta meraba di atas lipatan inguinale (kuijjer,1991). Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari facia transversalis dan aponeurosis m. transversus abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m. obliqus eksternus. Atapnya ialah m. obliqus internus dan m. transverses abdominis, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale, bagian depan dibatasi oleh aponeorosis m. obliqus abdominis eksternus, belakang m. obliqus abdominis internus. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan ligamentum rotundum pada wanita ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).

Hernia inguinalis lateralis (indirek), karena keluar dari rongga peritonem melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut , tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis.

Sedangkan hernia inguinalis medialis (direk), menonjol langsung kedepan melalui trigonum Hesselbach di batasi oleh : inferior : ligamentum inguinale lateral : vasa epigastrica inferior medial : tepi lateral musculus rectus abdominis

( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).

B. Fisiologi Pada laki- laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya hernia ini memerlukan pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan turunnya testis. Mula mula testis tumbuh sebagai suatu struktur di daerah ginjal dalam abdomen (retroperitoneal). Selama pertumbuhan foetus testis akan turun (descensus testis) dari dinding belakang abdomen menuju kedalam scrotum. Selama penurunan ini peritoneum yang terdapat didepannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube, yang melalui kanalis innguinalis masuk kedalam scrotum. Penonjolan peritoneum ini dikenal sebagai 10

processus vaginalis. Sebelum lahir processus vaginalis ini akan mengalami obliterasi, kecuali bagian yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tetap ada, akan didapat hubungan langsung antara cavum peritonei dengan scrotum, hal ini potensial dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis dikemudian hari.

C. Hernia inguinalis a. Insidensi Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Menurut Abrahamson (1997), pada usia anak- anak, ditemukan antara 10- 20 per 1000 kelahiran hidup. Di belahan dunia bagian barat insiden hernia inguinalis pada usia dewasa bervariasi antara 10 % dan 15 %. Sedangkan Zimmerson dan Anson cit Schwartz (1994), melaporkan kejadian hernia adalah 5 % dari populasi laki- laki dewasa. Hernia inguinalis terjadi lebih banyak pada laki- laki daripada wanita dengan perbandingan 12 : 1. Pada laki- laki umur 25- 40 tahun insidensinya bervariasi antara 5- 8 %, sedangkan pada umur lebih dari 75 tahun mencapai 45 %. Tahun 1993, Lichtenstein telah melaporkan lebih dari 700.000 kasus hernia inguinalis dilakukan operasi di Amerika Serikat. b. Macam hernia inguinalis 1. Hernia inguinalis medialis. 2. Hernia inguinalis lateralis.

c. Definisi Hernia inguinalis medialis adalah suatu tonjolan melalui fascia transversa yang melemah pada trigonum Hasselbach (Philip Thorek,1990). Hernia inguinalis lateralis adalah tonjolan dari perut di lateral pembuluh epigastrica inferior, yang keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu annulus dan canalis inguinalis (Syamsuhidayat dan Wim de Jong,1997).

d. Etiologi Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita. Berbagai faktor 11

penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. Pada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblliqus internus abdominis yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fascia transversa yang kuat menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ). Adapun faktor faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi hernia inguinalis adalah sebagai berikut : 1. Hereditas Menurut macready (Cit. Watson, 1948) hernia lebih sering terjadi pada penderita yang mempunyai orang tua, kakak atau nenek dengan riwayat hernia inguinalis. 2. Jenis kelamin Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki laki dibanding pada wanita (9:1) (Watson, 1948). Hernia pada laki laki 95% adalah jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan prevalensi ini di sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum, dan prosentase obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil dibanding obliterasi kanalis nuck. 3. Umur Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready (Cit. Watson, 1948) disebutkan 17,5% anak laki laki dan 9,16% anak perempuan mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai dengan meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 50 tahun insidensi menurun dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi meningkat lagi oleh karena menurunnya kondisi fisik. 4. Konstitusi atau keadaan badan Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahan kelemahan otot serta terjadi relaksasi dari anulus. 12

Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan mengurangi volume rongga abdomen sehingga terjadi peningkatan tekanan intra abdomen (Kendarto Darmokusumo, 1993). Kelahiran prematur dan berat lahir yang kecil dianggap sebagai faktor yang memiliki resiko yang besar untuk menyebabkan hernia. Cacat bawaan, seperti kelainan pelvic atau ekstrosi pada kandung kemih, dapat menyebabkan kerusakan pada saaluran inguinal tak langsung. Hal yang jarang terjadi kelainanan bawaan atau cacat collagen dapat

menyebabkan tumbuhnya hernia inguinal langsung (Sabiston dan Lyerly, 1997). Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi, tetapi diyakini ada beberapa penyebab, yaitu: 1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang. Overweight Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran kencing Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema, alergi Kehamilan Ascites

2. Adanya kelemahan jaringan /otot.

e. Patofisiologi

Secara patofisiologi, faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach, hampir selalu menyebabkan hernia inguinalis direk atau hernia inguinalis medialis. Oleh karena itu hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada pria tua. Hernia ini jarang, hampir tidak pernah mengalami inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser yang mengandung sebagian dinding kantong kemih. Hernia inguinalis lateralis menonjol dari perut dilateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar malalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak

13

menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997).

D. Klasifikasi Hernia a. Hernia secara umum 1. Hernia Internal yakni tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya setelah anastomosis usus 2. Hernia eksternal yakni hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut, pinggang atau peritoneum

b. Hernia berdasarkan terjadinya 1. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah ada semenjak pertama kali lahir. 2. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak lahir, tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang setelah lahir

c. Hernia menurut letaknya 1. Obturatorius Yakni hernia melalui foramen obturatoria. Hernia ini berlangsung 4 tahap. Tahap pertama mula mula tonjolan lemak retroperitoneal masuk kedalam kanalis obturatoria. Tahap kedua disusul oleh tonjolan peritoneum parietal. Tahap ketiga, kantong hernianya mungkin diisi oleh lekuk usus. Dan tahap keempat mengalami inkarserasi parsial, sering secara Ritcher atau total. 2. Epigastrika Hernia ini juga disebut hernia linea alba yang merupakan hernia yang keluar melalui defek dilinea alba antara umbilicus dan processus xifoideus. Penderita sering mengeluh kurang enak pada perut dan mual, mirip keluhan kelainan kandung empedu, tukak peptic atau hernia hiatus esophagus. 3. Ventralis, adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian antero lateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks merupakan 14

penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang baru maupun yang lama. Factor predisposisinya ialah infeksi luka operasi, dehisensi luka, teknik penutupan luka operasi yang kurang baik, jenis insisi, obesitas dan peninggian tekanan intra abdomen.

4. Lumbalis Didaerah lumbal antara iga XII dan Krista illiaca, ada dua buah trigonum yaitu trigonum kostolumbalis superior (Grijnfelt) berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior atau trigonum illiolumbalis (petit) yang berbentuk segitiga. Pada pemeriksaan fisik tampak dan teraba benjolan dipinggang tepi bawah tulang rusuk XII (Grijnfelt) atau ditepi cranial dipanggul dorsal. 5. Littre, hernia yang sangat jarang dijumpai, merupakan hernia yang mengandung divertikulum Meckel (1809) 6. Spiegel, hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui fascia Spieghel. 7. Perienalis, merupakan tonjolan hernia pada peritoneum melalui defek dasar panggul yang dapat secara primer pada perempuan multipara atau sekunder setelah operasi melalui perineum seperti prostatektomi atau resesi rectum secara abdominoperienal. 8. Pantalon, merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior sehingga berbentuk seperti celana. 9. Diafragma 10. Inguinalis 11. Umbilical, merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilicus akibat peninggian tekanan intraabdomen. Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dan kulit 12. Paraumbilical merupakan hernia melalui suatu celah di garis tengah tepi cranial umbilical, jarang terjadi di tepi kaudalnya. Penutupan secara spontan jarang terjadi sehingga umumnya diperlukan operasi koreksi. 13. Femoralis yakni merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen seperti mengangkat barang atau ketika batuk. Pintu masuknya adalah annulus femoralis dan keluar melalui fossa ovalis dilipatan paha. Batas batas annulus femoralis antara lain ligamentum inguinale di anterior, 15

medial ligamentum lacunare, posterior ramus superior ossis pubi dan muskulus peknitus beserta fascia dan lateral m.illiopsoas beserta fascia locus minoris resistennya fascia transversa yang menutupi annulus femoralis yang disebut septum cloquetti

d. Hernia menurut sifatnya/secara klinik 1. Hernia reponibel Disebut begitu jika isi Hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri. 2. Hernia ireponibel Bila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Hernia ini disebut juga hernia akreta dan tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus. Hernia inkarserata atau hernia strangulate. Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia strangulata terjadi gangguan vaskularisasi, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). 3. Hernia Ritcher, bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus.

e. Hernia menurut jumlahnya 1. Hernia unilateral 2. Hernia duplek

f.

Hernia menurut letak penonjolanya 1. Hernia inguinalis lateralis/indirek Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia lateralis karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinlais eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skortum, ini disebut hernia skortalis. Kantong hernia berada didalam muskulus kremaster terletak anteromedial terhadap vas deferent dan struktur lain dalam tali sperma 16

2.

Hernia inguinalis medialis/direk Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh ligamentum inguinale.

E. Diagnosis a. Anamnesis Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat keluhan, dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal serangan dan urutan kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan memperingan keluhan, adanya keluhan lain yang berhubungan perlu ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu- satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena nekrosis atau gangren ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ). Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi ( Sabiston, 1994 ). b. Pemeriksaan fisik Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya. Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum yang terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks bagian bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar pernah dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum teraba relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus cahaya. Kadang kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa menunjukkan peristaltik. Lengkung usus yang berisi gas akan tympani pada 17

perkusi (Dunphy dan Botsford, 1980). Dalam keadaan penderita berdiri gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan lebih mudah melakukan

pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia, lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan tungkai) lebih mudah dilakukan. 1. Inspeksi Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis. 2. Palpasi Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai tangan kanan. Caranya: Ziemans test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus ( terletak diatas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas annulus eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale sebelah lateral tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan diatas fossa ovalis ( terletak dibawah ligamentum inguinale disebelah medial dari a. femoralis ). Lalu penderita disuruh batuk atau mengejan, bila terdapat hernia akan terasa impulse atau dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila tidak didapatkan benjolan yang jelas. Thaab test: Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas. Benjolan dipegang diantara ibu jari dan jari lain, kemudian cari batas atas dari benjolan tersebut. Bila batas atas dapat ditentukan, berarti benjolan berdiri sendiri dan tiak ada hubungan dengan kanalis inguinalis ( jadi bukan merupakan suatu kantong hernia). Bila batas atas tidak dapat ditentukan berarti benjolan itu merupakan kantong yang ada kelanjutannya dengan kanalis inguinalis), selanjutnya pegang leher

18

benjolan ini dan suruh penderita batuk untuk merasakan impulse pada tangan yang memegang benjolan itu. Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit scrotum diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan permukaan volar jari menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk melalui annulus eksternus, dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impulse pada ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba dorongan pada bagian samping jari. 3. Perkusi Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.

4. Auskultasi Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi usus (Kendarto Darmokusurno, 1993).

c. Pemeriksaan penunjang 1. Herniografi Dalam teknik ini, 5080 ml medium kontras iodin positif di masukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan membentuk sudut kira- kira 25 derajat. Tempat yang kontras di daerah inguinalis yang diam atau bergerak dari sisi satu ke sisi lain akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya fossa inguinal tidak mcncapai ke seberang pinggir tulang pinggang agak ke tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung muncul dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia

langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik. 2. Ultrasonografi Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral. 3. Tomografi komputer

19

Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi. (Cuschieri dan Giles, 1988).

F. Diagnosis banding Diagnosis banding hernia inguinalis antara lain: a. Hernia femoralis Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial terhadap ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak dibawah dan lateral terhadap ujung medial ligamentum inguinale dan tuberkulum pubikum.

b. Nodes lymph inguinal Saat nodes lymph inguinal memungkinkan untuk muncul, mungkin penyakit ini hampir tidak dapat dibedakan dari hernia femoral, tapi penyakit ini biasanya berada di bawah ikatan sendi tulang inguinal.

c. Hydrocele dari saluran Nuck Ini muncul sebagai sebuah pembengkakan yang keras kista, dan tidak dapat diperkecil di lingkaran superfisial dari seorang perempuan muda, dan sebuah kista yang menggantikan distal di sepanjang ikatan sendi tulang. Sebuah testis yang tidak sepenuhnya diturunkan yang berasal dari lingkaran eksternal. Sebuah hernia biasanya muncul (Dudley danWaxman, 1989).

G. Penatalaksanaan a. Konservatif Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat kambuh lagi. 1. Reposisi Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan tangan yang lainnya 20

memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan pada hernia inguinalis irreponibel pada pasien yang takut operasi. Caranya, bagian hernia dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh dipaksakan, lebih baik dilakukan operasi pada hari berikutnya.

2. Suntikan Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan

sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia, rnenyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau penyempitan, sehingga isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei.

3. Sabuk hernia Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih kecil dan menolak dilakukan operasi (Kendarto Darmokusumo, 1993). Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah di reposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.

b. Operatif Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). Indikasi diadakan operasi: 1. Hernia inguinalis yang mengalami inkarserata, meskipun keadaan umum jelek. 2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc (Kendarto Darmokusumo, 1993). Jika digunakan anastesi lokal, digarnbarkan incisi berbentuk belah ketupat dan diberikan kira-kira 60 ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin (Sabiston, 1997).

21

Operasi hernia ada 3 tahap 1. Herniotomy yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta

mengembalikan isi ke cavum abdominalis. 2. Herniorafi yaitu mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint tendon. 3. Hernioplasty yaitu memberi kekuatan pada dinding perut dan

menghilangkan locus minnoris resistentiae. Operasi pada hernia inguinalis lateralis Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari cranial dan sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini sesuai dengan anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari besarnya hernia (tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada anastesi lokal dilakukan infiltrasi procain kurang lebih tidak melebihi 20 cc. Setelah kulit dibuka, subkutis dan jaringan lemak disiangi sampai tampak aponeurosis muskulus obliqus eksternus yang merupakan dinding depan kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial ligamentun inguinale. Irisan ke medial sampai membuka anulus inguinalis eksternus. Di dalam kanalis inguinalis terdapat funiculus spermaticus dibungkus muskulus cremaster. Otot ini disiangi sampai funikulus spermaticus kelihatan. Funiculus dibersihkan atau dicanthol sampai ke lateral dengan kain kasa, dan kantong peritoneum akan timbul di sebelah caudomedialnya. Kantong ini dijepit dengan dua buah pinset sirurgik dan diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan agar isi hernia (usus) tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit dengan klem Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus dikembalikan ke cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada kantong ke proksimal sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah distal dibiarkan dalam skrotum pada hernia yang besar (karena bisa menimbulkan banyak pendarahan), sedang hernia yang kecil sisa kantong tersebut dibuang. Kemudian leher dijahit ikat. Puntung ini kemudian ditanamkan di bawah conjoint tendon dan digantungkan.

22

Selanjutnya karena locus minoris resistantiae masih ada, perlu dilakukan hernioplasty (Kendarto Darmokusumo, 1993).

Hernioplasty ada bermacarn-macam menurut kebutuhannya: 1. Ferguson Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari musculus obliqus externus dan internus abdominis dan muskulus obliqus internus dan transversus dijahitkan pada ligamenturn inguinale dan meletakkan funiculus spermaticus di dorsal, kemudian aponeurosis muskulus obliqus externus dijahit kembali sehingga tidak ada lagi kanalis inguinalis. 2. Bassini Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus diletakkan ventral dari muskulus tadi tetapi dorsal dari aponeurosis muskulus obliqus eksternus sehingga kanalis inguinalis kedua muskuli tadi memperkuat dinding belakang dari kanalis inguinalis, sehingga locus minoris resistantiae hilang. 3. Halstedt Di lakukan untuk memperkuat atau menghilangkan locus minonis resistentiae. Ketiga muskulus, muskulus obliqus eksternus abdominis, muskulus obliqus internus abdominis, muskulus obliqus transversus abdominis, funikulus spermatikus diletakkan di sub kutis (Kendarto Darmokusumo, I 993). 4. Shouldice Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia transversalis dengan teknik jahitan kontinyu (Sabiston, 1994). Operasi pada hernia inguinalis medialis Herniotomy pada hernia inguinalis medialis sama dengan teknik operasi hernia inguinalis lateralis. Hernioplasty di sini memperkuat daerah medial dan anulus inguinalis eksternus. Hernioplasty dikerjakan dengan cara Mc. Vay. yaitu menarik muskulus obliqus abdominis internus dan muskulus transversus 23

abdominis, serta conjoint tendon lalu dijahitkan pada ligamentum cowperi atau pectineum lewat sebelah dorsal dari ligamentum inguinale.

H. Komplikasi dan prognosis a. Komplikasi Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1998). Pada pasien dewasa. tingkat komplikasi dari herniorafi inguinal yang terbuka berbeda antara 1% sampai 26% dengan banyak laporan yang tersusun dari 7% sampai I 2%. Kira-kira 700 ribu herniorafi inguinal yang terjadi setiap tahunnya, komplikasi yang muncul kira-kira 10% dari orang-orang ini memiliki sebuah masalah yang cukup besar (Sabiston dan Lyerly, 1997). Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi yang lebih dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali hernia. Kandung kemih dapat luka dengan cara saat dasar saluran inguinal dibentuk kembali dan dilakukan untuk hernia pangkal paha. Jika rnungkin melukai testis, vasdeferens, pembuluh darah atau syaraf illiohypogastrik, illioinguinal (Schawrtz dan Shires, 1988). 24

Komplikasi intra operatif meliputi rnelukai atau pembedahan struktur sperma, luka vaskular mernproduksi pendarahan, mengganasnya sakit atau

pengharnbatan syaraf-syaraf, luka visceral (biasanya perut atau kandung kemih). Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan dengan suatu prosedur khusus dalam kemunculannya. b. Prognosis Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong hernia (Kendarto Darmokusumo, 1993). Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani. Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia umumnya dapat diatasi (Cameron, 1997)

25

BAB IV KESIMPULAN

Sebuah hernia inguinal merupakan benjolan dari isi intra abdominal dalam saluran inguinal. Bentuk yang menonjol tertutup oleh sebuah lapisan dari peritoneum, menyebabkan sebuah kerusakan pada dasar saluran inguinal. Saat kerusakan ini muncul secara lateral terhadap pembuluh darah epigastrik yang dalarn, ini diklasifikasikan sebagai sebuah hernia inguinal tak langsung, saat benjolan ini berada di tengah pembuluh darah, maka disebut sebuah hernia inguinal langsung. Berikut ini adalah beberapa poin dari perbedaan dalam diagnosis: 1. Hernia inguinal langsung, biasanya muncul setelah usia 40 tahun dan berbentuk berdiri atau menegang. Biasanya dapat dengan mudah dan cepat berkurang sendiri. 2. Sebuah hernia yang lebih panjang dari lebarnya sering berupa hernia tak langsung. 3. Seseorang yang telah berusia lanjut dengan integritas lapisan yang lemah sering menderita hernia langsung (Nardi dan Zuidema, 1982).

Pada hernia inguinalis lateralis secara normal kantong peritoneum terobliterasi sehingga kanalis inguinalis hanya akan terisi funikulus spermatikus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada wanita. Jika terjadi kegagalan obliterasi isi rongga peritoneum dapat memasuki kanalis inguinalis melalui cincin inguinal (Mc. Dermott, 1990). Sedangkan pada hernia inguinalis medialis umumnya bilateral, jarang mengalarni inkarserasi dan strangulasi (Syarnsuhidayat dan Wirn de Jong, 1998). Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun, ascites. Mengejan pada waktu buang air besar, keharnilan dan adanya masa abdomen yang besar merupakan predisposisi ke perkembangan hernia inguinalis (Sabiston, 1994). Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimptomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada anulus inguinalis superfisialis, atau suatu kantong setinggi anulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila pasien batuk. Salah satu tanda pertama hernia adalah adanya masa dalam daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum (Sabiston, 1994).

26

Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya di ketahui oleh orang tua. Jika hernia menganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). Pasien juga melaporkan adanya benjolan yang hilang di pagi hari tetapi menjadi semakin besar pada siang hari. Lebih jarang pasien datang dengan onset akut gejala yang parah, terutama setelah aktifitas mendadak atau mengejan. Sebuah hernia inguinalis tidak pernah sembuh dengan sendirinya, dan jika simptomatik maka cenderung memberat. Walaupun pasien dapat merasakan semakin kecilnya gangguan dengan berjalannya waktu terutama dengan perubahan aktifitas, gejala cenderung meningkat (Cameron, 1997). Faktor - fakrtor yang paling penting dalam penanganan yang baik untuk hernia inguinalis adalah penanganan yang sesuai dari dasar saluran inguinal, dengan perkiraan fascia transversalis dan penutupan yang baik dari lingkaran internal (Nardi dan Zuidena, 1982).

27

DAFTAR PUSTAKA

Cuscheri, A, M. D, Ch. M, F. R. C. S, and Giles, G. R, M. D, F. R. C. S, and Moosa, (1998), Essentials Surgical Practise, 2nd ed.1, 263, Departement of Surgery, St. James University Hospital, London. Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara, Jakarta. Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (1980), Pemeriksaan Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta. Dudley and Waxmann, (1989), Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247, Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore. Darmokusumo, K, (1993), Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Kuijjer, P. J, prof. Dr, (1991), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62- 66, EGC, Jakarta. Schwartz, and Shires, and Spencer, (1988), Principles of Surgery, 4nd ed, 1543, Mc. Graw Hill Book Company, Singapore. Sabiston (1994), Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230, EGC, Jakarta. Sabiston and Lyerly, (1997), Text Book of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders Company, London. Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 706- 710, EGC, Jakarta.

28

You might also like