You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (ALL) DI RUANG C1 L1 ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh : Dian Aji Wibowo P.17420110007

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

2012

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (ALL)

I. KONSEP DASAR A. DEFINISI Leukemia adalah suatu penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan progresif, yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoitik yang menyebabkan infiltrasi yang progresif pada sumsum tulang (Mediarty, 2003). Leukemia Limfositik Akut adalah penyakit yang berkaitan dengan sel jaringan tubuh yang tumbuhnya berlebihan dan berubah menjadi tidak normal serta bersifat ganas, yaitu selsel sangat muda yang seharusnya membentuk limfosit berubah menjadi ganas (Rulina, 2003). Leukemia Limfositik Akut (ALL) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun Leukemia Limfositik Akut jarang terjadi (Smeltzer, 2001 : 955). Leukemia Limfositik Akut adalah leukemia yang berkembang cepat dan progresif ditandai dengan penggantian sumsum tulang normal oleh sel-sel blas yang dihasilkan dari pembelahan sel-sel induk (stem sel) yang bertransformasi maligna. Leukemia pada anak sebagian besar (95 %) merupakan bentuk akut dan 5 % bentuk kronik (Moh. Supriatna, 2002). B. ETIOLOGI Sampai sekarang penyebab leukemia tidak diketahui secara pasti pada kebanyakan penderita, beberapa faktor resiko berhubungan terjadinya kanker darah bisa melalui : 1. Bersifat Herediter Ada insiden yang meningkat pada beberapa penyakit herediter, khususnya sindrom down (kejadian leukemia terjadi peningkatan 20-30 kali lipat). 2. Berhubungan dengan Radiasi Radiasi khususnya yang mengenai sumsum tulang, bersifat leukemogenik. Pada anakanak yang ibunya menerima sinar X abdomen selama hamil yang terdapat peningkatan terjadinya leukemia.

3.

Perubahan Kromosom Perubahan kromosom paling banyak ditemukan pada leukemia baik yang akut maupun yang kronik. Sekarang kelainan kromosom pada leukemia dianggap sebagai variabel prognotik leukemia akut.

4.

Kombinasi Kemoterapi Alkilasi dengan Radiasi Biasanya dilakukan pada penderita limfoma Hodgkin yang diberi kemoterapi dengan regimen yang mengandung alkilasi yang dikombinasi dengan radiasi mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya Leukemia Limfosit Akut (LLA).

5.

Zat Kimia Terpapar zat kimia yang kronis dapat menyebabkan displasia sumsum tulang belakang, anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat menyebabkan leukemia.

6.

Infeksi Virus Pada manusia terdapat bukti yang kuat untuk etiologi virus. HTLV (The Human T Leukemia Virus) dan retro jenis CRNA, ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan oleh kultur pada sel penderita dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T. (Mediarty, 2003). Kelainan kromosom dapat diidentifikasi setidak-tidaknya 80-90 % Leukemia Limfosit Akut anak (Nelson, 2000). Abnormalitas genetika merupakan kondisi yang memainkan peran penting dalam penyebab ALL. Hal ini meliputi kelebihan kromosom (hyperdiploidy) atau kekurangan kromosom (hypodiploidy), translokasi kromosom (pembentukan gen-gen yang berubah/disregulasi gen dan inaktifasi gen penekan tumor). Abnormalitas genetika ditemukan pada sel-sel blast dari 60 % - 75 % pasien. (Whaley and Wong,2000). C. PATOFISIOLOGI Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem pada sistem hematopoetik yang fatal dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh darah limfe ditandai dengan tidak terkendalinya proliferasi dari leukosit, jumlah besar dari sel menggumpal pada tempat asalnya yaitu granulasit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam nodus limfe dan

menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar mengakibatkan splenomegali dan hepatomegali. Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pembelahan sel yang cepat dan sitopenia atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah putih meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun (Long, 1996 : 704). Akumulasi sel abnormal dari sel blast jenis tertentu akan menimbulkan gangguan sistem pembentukan hormone sel darah merah (eritropoiti), gangguan sistem untuk pembentukan likosit (tranulopoitik) dan gangguan sistem pembentukan trombosit (trombopoitik) dan infiltrasi sel blast ke organ hematopoitik dan non hematopoitik (hati, limpa, limfohodus, meningen, otak, kulit, atau testis) yang akan menimbulkan berbagai gejala klinis (Mediarty, 2003). D. MANIFESTASI KLINIS Pucat (mendadak), panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi), hepatomegali, limfadenopati, sakit sendi, sakit tulang, splenomegali, lesi purpura, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral (Mansjoer, 2000 : 495). Tanda dan gejala inisial, dalam urutan frekuensi yang semakin berkurang, meliputi demam, pucat, petekie, dan purpura, limfadenopati, hepatospleno megali, anoreksia, kelelahan, nyeri tulang dan sendi, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan (Merenstein, 2002 : 804). Pada leukemia akut didapatkan gejala klinis yang disebabkan kegagalan sumsum tulang antara lain : pucat, letargi, demam, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit pernafasan, memar, pendarahan gusi spontan dan pendarahan dari tempat fungsi vena yang disebabkan oleh trombositopenia. Infiltrasi organ lain yaitu nyeri tulang, hipertrofi dan infiltrasi gusi, sakit kepala, muntah-muntah, penglihatan kabur dan terkadang terjadi pembengkakan testis pada Leukemia Limfositik Akut (Mediarty, 2003). Kira-kira 60 % anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut mempunyai gajala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala pertama biasanya non spesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia), dan demam (neutropenia, keganasan). Pada pemeriksaan inisial, 5

umumnya penderita dan lebih kurang 50 % menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Sekitar 25 % demam, yang mungkin disebabkan oleh suatu sebab spesifik seperti infeksi saluran nafas atau otitis media. Limfaderopati biasanya nyata dan splenomegali (biasanya kurang dari 6 cm di bawah arkus kosta) dijumpai pada lebih kurang 66 %. Kira-kira 25 % ada nyeri tulang yang nyata dan artralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia pada tulang perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga sumsum tulang akibat sel leukemia (Nelson, 2000 : 1773). E. PATHWAYS

F. 1.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah tepi Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk leukemia (FKUI, 2002 : 472). Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin biasanya rendah. Jumlah sel-sel darah putih mungkin meningkat, normal atau berkurang, tetapi neutropenia sering didapatkan. Trombositopenia sangat sering dijumpai (Merenstein, 2002 : 804).

2.

Sumsum tulang Akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis. Sedangkan sistem lain terdesak (FKUI, 2002 : 472). Leukemia terjadi bila lebih dari 25 % sel-sel di dalam suatu aspiral sumsum tulang merupakan sel blast ganas (Merenstein, 2002 : 804).

3.

Biopsi limpa Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, granulosit. (FKUI, 2002 : 472).

4.

Cairan serebrospirial Pleositosis (terdiri dari bentuk-bentuk sel blast), peninggian kadar protein, dan penurunan kadar glukosa mungkin dapat dijumpai (Merenstein, 2002 : 804). Bila terjadi peninggian jumlah sel patologis dan protein, atau anak menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi, berarti leukemia mengenai meningen. (FKUI, 2002 : 472). G. PENATALAKSANAAN Suatu kombinasi prednisone, vinkristin dan asparaginase akan menghasilkan remisi pada kira-kira 98 % dari anak dengan LLA resiko-standar, khas dalam 4 minggu. Terapi lanjutan sistemik, biasanya terdiri dari anti metabolit metotreksat (MTX) dan 6merkaptopurin harus diberikan selama 2,5-3 tahun (Nelson, 2000 : 1774). Secara garis 7

besar pengelolaan terdiri dari terapi penunjang untuk memperbaiki keadaan umum dan terapi khusus dengan sitostatika. Terapi penunjang adalah sebagai berikut : Transfusi darah bila ada anemia, Transfusi trombosit bila trombosit sangat rendah (< 20.000) dan bila ada tanda-tanda perdarahan hebat, Memberantas infeksi dengan antibiotika, dan Memperbaiki keadaan umum (Muh. Heru, 1997 : 12). II. ASUHAN KEPERAWATAN A. Fokus Pengkajian Pengkajian pasien meliputi riwayat penyakit, kaji tanda-tanda anemia seperti pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat, kaji adanya tanda-tanda leukemia seperti demam, infeksi, kaji adanya tanda-tanda trombositopenia seperti ptekie, perdarahan membran mukosa, kaji adanya tanda-tanda ekstra medulla seperti limfadenopati, hepatomegali, splenomegali (Suriadi, 2001: 178). Penurunan berat badan, demam, sering infeksi, kelemahan, keletihan yang meningkat dengan progresif, pendarahan, memar abnormal, limfa denopati, nyeri tulang dan sendi, sakit kepala, splenomegali, hepatomegali, dan disfungsi neurologis (Nettina, 2001 : 439). B. Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari sel : depresi sumsum Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, tulang, hepar, limpha, pembesaran organ/nodus limfe sekunder penurunan oksigen ke jaringan Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder : gangguan dalam kematangan sel darah putih, prosedur infasif 4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan mencerna kalori yang mencakupi sekunder akibat kanker 5. 6. sel 8 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan melemahnya Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan pengaruh proliferasi kemampuan fisik sekunder terhadap kanker.

7.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis obat, efek samping

obat berhubungan dengan kurang informasi.

C.

Perencanaan Keperawatan Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari sel : depresi sumsum tulang, hepar, limpha, pembesaran organ/nodus limfe Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil wajah rileks, mampu istirahat tenang, melaporkan nyeri terkontrol. Intervensi : Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. Berikan posisi semi fowler tinggi untuk pertukaran udara yang optimal. Ajak bermain untuk mengatasi kebosanan dan menstimulasi tumbuh kembang anak. Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas anak Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, sekunder penurunan oksigen ke jaringan Tujuan : Anak dapat beraktifitas sesuai kemampuan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil, peningkatan toleransi aktivitas, beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari sesuai kemampuan. Intervensi : Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif. Ajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah Ciptakan lingkungan yang bersih. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya

membantu aktivitas anak. infeksi. 9

Berikan antibiotik sesuai program. Monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukkan anak

memiliki resiko besar untuk terkena infeksi

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder : gangguan dalam kematangan sel darah putih, prosedur infasif Tujuan : Tidak menunjukkan gejala-gejala infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil, tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit dalam batas normal ( 4000-10.000/mmk), suhu tubuh normal (35,5-37 C). Intervensi : Gunakan teknik aseptik untuk seluruh prosedur infasif. Ajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah membantu aktivitas anak. Ciptakan lingkungan yang bersih. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi. Berikan antibiotik sesuai program. Monitor penurunan jumlah leukosit yang menunjukkan anak memiliki resiko besar untuk terkena infeksi Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan mencerna kalori yang mencakupi sekunder akibat kanker. Tujuan : Nutrisi sesuai kebutuhan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil, klien dapat menghabiskan satu porsi makanannya, albumin dalam batas normal, tidak mual dan muntah. Intervensi : Observasi dan catat masukan makanan. 10

Observasi dan catat mual dan muntah. Timbang berat badan setiap hari. Berikan makanan porsi kecil tapi sering. Anjurkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan atau variasi Berikan antiemetik sesuai advis

makanan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 1995. Nursing Care Plans & Documentation, Nursing Diagnoses and Collaborative Problem. Alih bahasa : Monica Ester, Setiawan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC. Wong, D.L & Whaley, L.F. 1999. Clinical Manual of Pediatric Nursing. St Louis. The Mosby Company. Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, Jakarta Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta EGC,

11

You might also like