You are on page 1of 19

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

PENDAHULUAN
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat. Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling sering dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun KAD paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan KAD.

PATOFISIOLOGI
Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh jaringan tepi dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan hiperglikemia. Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati. Di dalam mitokondria hati enzim karnitil asil transferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, bukan mengoksidasinya menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserid. Proses ketosis ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis. Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis. Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis, pada manusia ternyata defisiensi relatif, karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya

berlawanan dengan insulin. Glukagon, ketokolamin, kortisol, dan somatotropin masing-masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%.

Glukagon Insulin Jaringan lemak Lipolisis

Hati Ketogenesis

Hati Glukoneogenesis

Jaringan tepi Penggunaan Glukosa

Asidosis (ketosis)

Hiperglikemia Diuresis osmotik Hipovolemia Dehidrasi

Gambar 1. Patofisiologi Ketoasidosis

FAKTOR PENCETUS

KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting : 1. Infeksi Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal). 2. Infark Miokard Akut (IMA) Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 3. Pengobatan insulin dihentikan Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. 4. Stres Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin. 5. Hipokalemia Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik. 6. Obat Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol. Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel .

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium. A. Gejala Klinis : 1. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit. 2. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD. 3. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi. 4. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2. 5. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma. B. Pemeriksaan Laboratorium : 1. Glukosa Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia 2. Keton Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg).

terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat). 3. Asidosis. Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum. 4. Elektrolit. Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunnya kadar natrium serum. Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat. Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik. 5. Lain-lain Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga meningkat.

KRITERIA DIAGNOSIS

Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini : 1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi. 2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan sebagainya. 3. Laboratorium : - hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl). - asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l). - ketosis (ketonuria dan ketonemia).

DIAGNOSIS BANDING
Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik Ketoasidosis Diabetikum Umur Gula darah Na serum K serum Bikarbonat Ureum Osmolaritas Sensitivitas Insulin Prognosis Gejala Klinis : Pernafasa ada ada Bau aseton n Kussmaul (KAD) < 40 th < 1000 mg/dl < 140 mEq /N sangat tapi < 60 mg/dl tapi < 360 mOsm/kg bisa resisten (jarang) mortalitas 10% Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik (KHNK) > 40 th > 1000 mg/dl > 140 mEq sering N / sedikit > 60 mg/dl > 360 mOsm/kg sangat sensitif mortalitas 50% tidak ada tidak ada

PENATALAKSANAAN
Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD. Sasaran pengobatan KAD adalah : 1. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan. 2. Menurunkan kadar glukosa darah. 3. Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal. 4. Mengoreksi gangguan elektrolit. Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit. A. TINDAKAN UMUM < 80 mgHg). Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah. Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan tanpa mengabaikan resiko infeksi. dipasang infus 3 jalur. ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. kadar K plasma. Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 menurun penderita dipuasakan.

Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil

(>380 mOsm/L). pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain. B. REHIDRASI CAIRAN Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan. C. PEMBERIAN INSULIN Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan.
JENIS Insulin kerja pendek Insulin kerja menengah PREPARAT Actrapid Human 40/Humulin Actrapid Human 100 Monotard Human 100 Insulatard NPH PZI Mixtard AWITAN KERJA (JAM) 0,5 1 12 PUNCAK KERJA (JAM) 24 4 12 LAMA KERJA (JAM) 58 8 24

Insulin kerja panjang Insulin campuran

2 0,5 - 1

6 20 2 4 dan 6 - 12

18 36 8 - 24

Cara pemakaian insulin : Insulin kerja cepat/pendek Insulin analog Insulin kerja menengah D. KOREKSI ELEKTROLIT Kalium Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut : - kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam - kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam - kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam - kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu. Bikarbonat Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian kalium, dengan ketentuan sbb:
pH <7 7-7,1 >7,1 Bikarbonat 100 mEq 50 mEq 0 Kalium 26 mEq 13 mEq 0

: diberikan 15-30 menit sebelum makan : diberikan sesaat sebelum makan : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah : 1. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer. 2. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan. 3. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil.

10

4. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam. 5. Keadaan hidrasi, balans cairan. 6. Waspada terhadap kemungkinan DIC Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum
Jam ke- : Infus I (NaCl 0,9%) 2 kolf, jam 1 kolf, jam 2 kolf 1 kolf 2 kolf kolf kolf Pada jam ke-2 : Bolus 180 mU/kgBB, dilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9% Bila gula darah < 200 mg% kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB Bila gula darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 unit/jam disamping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Insulin diberikan sesuai dengan kadar glukosa sebagai berikut : GD Insulin sc <200mg/dl 200-250 5U 250-300 10 U 300-350 15 U >300 20 U Bila stabil dilanjutkan dengan sliding scale tiap 6 jam Bila gula darah < 200 mg% ganti dextrose 5% Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat Bila sudah sadar beri K+ oral selama *Bila pH K+ akan 50 mEq / 6 jam (dalam infus) Infus II (Insulin) Koreksi K
+

Koreksi HCO3 Bila pH <7 7-7,1

0 1 2 3 4 5 6

7,1 0

100 50 mEq mEq HCO3- HCO3+ +

26 13 mEq K+ mEq K+ (*)

dan seterusnya bergantung pada kebutuhan Jumlah cairan yg diberikan dlm 15 jam sekitar 5 liter. Bila Na+ > 155 mEq/l ganti NaCl n

Bila kadar K+ : <3 3-4,5 4,5-6

>6


75 50 25 mEq/ mEq/ mEq/ 6 jam 6jam 6 jam 0

11

diperhitungkan kebutuhan insulin sehari Kontrol CVP 3x sehari sebelum makan (bila os sudah makan

seminggu

oleh karena itu pemberian HCO3disertai dengan pemberian K+

KOMPLIKASI
Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom, ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. Selain dengan itu masih ada komplikasi dengan iatrogenik, seperti hipoglikemia, evaluasi hipokalemia, hiperkloremia, edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari pemantauan yang ketat menggunakan lembar penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.

Kandidiasis
Kandidiasis adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur intermediate yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir dan alat-alat dalam. Penyebab dan epidemiologi Dapat ditularkan langsung atau tidak langsung. Penyebab Umur Jenis kelamin : Candida albicans. : Dapat menyerang pada segala umur. : Menyerang pria dan wanita.

12

Bangsa /ras Daerah Musim/ iklim

: Tak jelas hubungan ras dengan penyakit ini, tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. : Lebih banyak di daaerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi. : Lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan daerahdaerah yang tergenang air.

Kebersihan/ higiene : Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, petani. Keturunan : Riwayat Diabetes mellitus, salah satu faktor yang mempermudah berkembangnya candidia albicans. Faktor- faktor predisposisi lain seperti pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alkohol, gangguan vaskularisasi, hiperhidrosis dan lain-lain. Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Predileksi pada : Kulit Kuku : Gatal hebat disertai panas seperti terbakar, terkadang nyeri bila ada infeksi sekunder. : Sedikit gatal dan nyeri bila ada infeksi sekunder; kuku akan berwarna hitam, coklat, menebal, tak bercahaya, biasanya dari pangkal kuku ke distal. Disekitar pangkal kuku didapatkan vesikel-vesikel dan daerah erosif dengan skuama. Mukosa : Terutama mulut, ditemukan ulkus-ulkus ringan putih keabuan tertutup suatu membran. Pemeriksaan kulit Lokalisasi : Kulit : bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusat, garis-garis kaki dan tangan; kuku. Efloresensi : Kulit : daerah eritematosa, erosi kadang-kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik, daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura.

13

Kuku : kuku tidak bercahaya, berwarna hitam coklat, menebal kadangkadang bersisik. Sekitar kuku eritematosa, erosif dengan vesikel. Gambaran histopatologis Sel ragi, pseudohifa dengan blastofora, serta sebukan sel-sel radang pada dermis. Penatalaksanaan Perbaiki keadaan umum, dan atasi faktor-faktor predisposisi: Pemakaian antibiotik secara berhati-hati. Hindari obesitas. Hindari bekerja pada tempat-tempat lembab/ banyak air.

Sistemik : Amfoterisin B 0,5-1 mg/kg BB iv Tablet nistatin 3X100.000 U selama 1-4 minggu Topikal : Prognosis Baik Larutan Gentian violet 1-2% Nistatin 100.000 U/ml terutama pada kandidiasis mukosa. Ekonazol 1-2% (krim atau larutan) Mikonazol 1-2% (krim, solusio atau bedak); toksilat 1-2% ( bedak, larutan atau krim).

Tinea Kruris
Tinea Kruris merupakan infeksi jamur dermatofita pada daerah kruris dan sekitarnya. Penyebab dan epidemiologi Penyebab : Seringkali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes yang ditularkan secara langsung atau tak langsung.

14

Umur Bangsa/ras Daerah Kebersihan Keturunan Lingkungan

: Kebanyakan pada dewasa. : Terdapat diseluruh dunia. : Paling banyak didaerah tropis. : Kebersihan yang kurang diperhatikan. : Tidak berpengaruh. : Yang kotor dan lembab.

Jenis kelamin : Pria lebih sering daripada wanita.

Musim /iklim : Musim panas, banyak berkeringat.

Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Rasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat sampai ke genitalia; ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat bila banyak berkeringat. Pemeriksaan kulit Lokalisaasi : Regio inguinal bilateral, simetris. Meluas keperineum, sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen bahian bawah. Efloresensi : Makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas denga tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Bila kronik makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya. Gambaran histopatologis Tidak khas. Pemeriksaan pembantu/laboratorik Kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10%: tampak elemen jamur seperti hifa, spora, dan miselium.

15

Penatalaksanaan Topikal : salep atau krim antimikotik. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur dan sebagainya. Sistemik : diberikan bila lesi luas dan kronik; Griseofulvin 500-1000 mg selama 2-3 minggu dan Ketokenazol. Prognosis Baik, asal kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga.

Dermatitis Kontak Alergi


Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab dan epidemiologi Penyebab : Alergen = kontaktan = sensitizer. Biasanya berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, anting-anting, jam tangan), obat-obatan ( obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH), dan lain-lain. Umur : Dapat pada semua umur. Jenis kelamin : frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit Bangsa / ras Daerah Lingkungan : Semua bangsa. : Tak berpengaruh. : Berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan yang basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah.

Kebersihan/ higiene : Yang kurang mempermudah timbulnya penyakit.

16

Gejala singkat penyakit Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Kemerahan pada daerah kontak, kemudian timbul eritema, papul, vesikel dan erosi. Penderita selalu mengeluh gatal. Pemeriksaan kulit Lokalisasi : Semua bagian tubuh dapat terkena. numular sampai dengan plakat, papul dan vesikel berkelomopok disertai erosi numular hingga plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus. Gambaran histopatologis Tidak khas Pemeriksaan pembantu/laboratorik 1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi 2. Pemeriksaan IgE : - uji tempel - uji gores - uji tusuk Penatalaksanaan Umum: Hindari faktor penyebab. Khusus: Sistemik: - Antihistamin - Kortikosteroid Triamsinolon Topikal: Bila lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000. Bila sudah mengering diberi kortikosteroid topikal seperti Hidrokortison 12%, Triamsinolon 0,1%, Florosinolon 0.025%, Dexamethason 22,5% : Metilprednison, Metilprednisolon, atau Efloresensi : Eritema

17

Prognosis Umumnya baik

18

DAFTAR PUSTAKA
Bakta IM, Suastika IK. (1999). Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. PERKENI. (2002). Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A. (2001). Pedoman Diagnosis dan Terapi Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat Informasi Dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM, dkk. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi III, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

19

You might also like