You are on page 1of 14

DIABETES MELITUS TIPE 1

hiperglikemia mendahului

biasanya timbulnya

sudah

bertahun-tahun klinis dari

DEFINISI

kelainan

penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan Diabetes melitus adalah suatu sindroma klinik toleransi yang ditandai poliuri, polidipsi, dan polifagi, puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat disertai peningkatan kadar glukosa darah atau tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik hiperglikemia (glukosa puasa > 126 mg/dl atau diabetes. [Patofisiologi, konsep Klinis, Prosespostprandial > 200 mg/dl atau glukosa sewaktu glukosa ringan (gangguan glukosa

Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6, Sylvia A.


> 200 mg/dl).[Farmakologi dan Terapi, Edisi 5,

Price.hal. 1260. Jakarta: EGC, 2005] hal.485, Departemen Farmakologi dan Terapeutik, FK UI 2007]
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit

autoimun yang ditentukan secara genetic dengan Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses yang secara genetis dan klinis termasuk bertahap heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya memproduksi insulin. [Patofisiologi, konsep Klinis, toleransi penuh ditandai karbohidrat. Jika secara klinis, maka telah berkembang perusakan imunologik sel-sel yang

Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal.


diabetes melitus

1261. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]


dengan hiperglikemia puasa dan EPIDEMIOLOGI

postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis

Tingkat prevalensi diabetes mellitus sangat tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan

Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal. 1263. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Hal tersebut disampaikan Penyakit Direktur dan Jenderal

penyebab kematian ketiga di Amerika Serikatdan merupakan penyebab utama kebutaan pada

orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2.5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak

menderita diabetes.

Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vascular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan

Pengendalian

Penyehatan

gangren adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus intrauterine pada ibu ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat. [Patofisiologi, konsep Klinis, Proses-

Lingkungan Departemen Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat membuka Seminar dalam rangka

memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009 di Jakarta.

prevalensi merokok setiap hari pada penduduk Prof. Tjandra Yoga mengatakan berdasarkan hasil Riskesdas berdasarkan 2007 prevalensi gula nasional darah DM pada >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.

pemeriksaan

[Depkes,Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2030 Prevalensi Mencapai Diabetes 21,3 Melitus Juta Di Indonesia Orang.

penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada

penduduk usia >= 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/414-tahun-2030-prevalensi-diabetesmelitus-di-indonesia-mencapai-213-jutaorang.html. 11.4.2012]

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen insulin, tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap

(Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak diatas 13 provinsi mempunyai prevalensi kurang

prevalensi

nasional.

Prevalensi

tahunnya, dan dapat dibagi kedalam dua subtipe : (a) autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta, dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui

makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa

sumbernya. Sub tipe ini lebih sering muncul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Pada diabetes mellitus bentuk yang lebih

[Patofisiologi,

konsep

Klinis,

Proses-Proses

Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal. 1262. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]

ETIOLOGI

Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi berat, diabetes mellitus bermacam-macam. Meskipun sehingga berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya kelainan akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetic determinan genetic biasanya memegang peranan diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan penting pada mayoritas penderita diabetes tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte mellitus. Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit antigae[HLA]) autoimun yang ditentukan secara genetic dengan histokompatibilitas gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses diabetes tipe 1 (DW3 dan DW4) adalah member bertahap perusakan imunologik sel-sel yang kode kepada protein-protein yang berperanan memproduksi insulin. Individu yang peka secara penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein genetik tampaknya memberikan respon terhadap protein ini mengatur respon sel T yang yang bekaitan dengan spesifik. Tipe dari gen metabolic yang berkaitan dengan terjadi insulinopenia dan semua sel-sel beta telah dirusak semuanya,

merupakan bagian normal dari respon imun. Jika tejadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting pulau dalam pathogenesis yang

pada patogenesis penyakit. Penapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi insulin pada orangorang dengan risiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan memberikan jalan untuk pengobatan

perusakan

sel-sel

langerhans

ditujukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel beta. Kejadian pemicu yang menentukan proses pada individu yang peka secara genetik dapat berupa infeksi virus coxsackie B4 atau gondongan atau virus lain. Epidemi diabetes tipe 1 awitan baru telah diamati pada saat-saat tertentu dalam setahun pada anggota-anggota dari kelompok social yang sama. Obat-obat tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses

imunosupresif diini yang dapat menunda awitan manifestasi klinis defisiensi insulin. [Patofisiologi,

konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal. 1261. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]

Diabetes mellitus tipe 1 dikarenakan adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit

autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut insulin karena dependent pasien diabetes mellitus (IDDM) insulin.

mutlak

membutuhkan

autoimun pada pasien-pasien diabetes tipe 1. Antibody sel-sel pulau langerhans memiliki

[Farmakologi

dan

Terapi,

Edisi

5,

hal.485,

Departemen Farmakologi dan Terapeutik, FK UI 2007]

presentasi yang tinggi pada pasien dengan diabetes tipe 1 awitan baru dan memberikan

MANIFESTASI KLINIS bukti yang kuat adanya mekanisme autoimun

Manifestasi

klinis

diabetes

mellitus

dikaitkan

dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah dan somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. [Patofisiologi,

dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan yang

konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal. 1263. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]
PATOMEKANISME

mengakibatkan

diuresis

osmotik

meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar

diabetes tipe 1 merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta pancreas sehingga timbul defisiensi insulin absolute.

Keadaan ini timbul pada anak dan dewasa muda dan lebih sering terjadi pada populasi Eropa utara daripada kelompok etnis lainnya. Infiltrasi pulau pancreas oleh makrofag yang teraktivasi,

(polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Pasien dengan diabetes tipe 1 sering

limfosit T sitotoksik dan supresor, dan limfosit B menimbulkan insulitis destruktif yang sangat

memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif

selektif terhadap populasi sel beta. Sekitar 7090% sel beta hancur sebelum timbul gejala klinis. DM tipe 1 merupakan faktor gangguan poligenik 30%.

adanya istilah pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik diabetes mellitus. Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaan mengidentifikasi menunjukkan penyaring kelompok diabetes ditujukan yang mellitus untuk tidak tetapi

dengan

peran

genetic

sebesar

Terdapat kaitan dengan HLA halotipe DR3 dan DR4 di dalam kompleks histokompabilitas mayor pada kromosom 6, walaupun alel ini dapat merupakan marker untuk lokus lain yang

gejala

memiliki resiko diabetes mellitus, yaitu: 1) Umur > 45 tahun, 2)Berat badan lebih (dengan kriteria: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m2), 3)Hipertensi ( 140/90 mmHg), 4) Terdapat riwayat diabetes mellitus dalam garis keturunan, 5)terdapat riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram, 6)Kadar kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl.

berperan dalam antigen HLA klas II yang terlibat dalam inisiasi respon imun. Faktor lingkungan dapat juga berperan penting sebagai etiologi DM tipe 1; peran virus dan diet sedang diteliti. [Ben

Greenstein, At a Glance Sistem Endokrin, Edisi Kedua. Hal. 85. Jakarta: Erlangga, 2006]

LANGKAH DIAGNOSIS

Dalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus, Pemeriksaan patokan yang dijadikan acuan tentu saja adalah memeriksa kadar gula darah sewaktu (GDS) atau pemeriksaan glukosa darah. Dalam hal ini dikenal gula darah puasa (GDP), yang selanjutnya dapat penyaring dilakukan dengan

dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Dari pemeriksaan GDS, disebut diabetes mellitus apabila didapatkan kadar GDS 200 mg/dl dari sampel plasma vena ataupun darah kapiler. Sedangkan pada pemeriksaan GDP, dikatakan sebagai diabetes mellitus apabila

pemeriksaan ulang GDS/GDP atau bila perlu dikonfirmasi pula dengan TTGO untuk

mendapatkan sekali lagi angka abnormal yang merupakan kriteria diagnosis diabetes mellitus (GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl pada hari yang lain, atau TTGO 200 mg/dl). Kriteria diagnosis diabetes mellitus (DM) menurut ADA 2011, adalah sebagai berikut : 1. A1C > 6,5 % 2. FPG > 126 mg/dL tidak (7 mmol/L), ambilan puasa kalori

didapatkan kadar GDP 126 mg/dl dari sampel plasma vena atau 110 mg/dl dari sampel darah kapiler. Uji Diagnostik Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes

didefinisikan

adanya

sedikitnya selama 8 jam 3. 2 jam glukosa plasma mmol/L) glukosa selama sebanding > 200 mg/dL (11,1 dengan 75 asupan glukosa

mellitus, kadar GDS 200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak memperlihatkan gejala khas diabetes

OGTT

dengan

anhydrous yang dilarutkan 4. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa

mellitus, apabila ditemukan kadar GDS atau GDP yang abnormal maka harus dilakukan

darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Pada pasien DM tipe 1, berat badannya dapat menurun selama keadaan dekompensasi.

ADA. Classification and Diagnosis. Diabetes Care 2011; 34(suppl 1): 513

Pasien ini harus menerima kalori yang cukup untuk mengembalikan berat badan mereka ke

Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi keadaan semula dan untuk pertumbuhan. Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Rencana Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas berkonsultasi dahulu dengan ahli gizi yang Indonesia, Jakarta, 1879. terdaftar dan berdasarkan pada riwayat diet Kurniawan, A., 2005. Current Review of Diabetes Mellitus. Kumpulan Makalah One Day Symposium an Update on the Management of Diabetes Mellitus, Panitia Pelantikan Dokter Baru Periode 151 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik. 2. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka. Penatalaksanaan pada : Pasien harus menggunakan insulin parenteral. 1. Rencana diet Insulin manusia saat ini dihasilkan dengan diabetes mellitus didasarkan 3. Terapi insulin diet harus didapat dengan

Maret, Solo, 5.

PENATALAKSANAAN

teknologi DNA rekombinan dan diberikan dengan berbagai macam alat pena subkutan yang membuat pemberian insulin menjadi sederhana. Tersedia sekian banyak sediaan insulin, mulai dari kerja pendek (larut), sampai ke kerja sedang dan panjang. Tujuan terapi adalah mempertahankan kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan nilai normal, yang bervariasi sekitar 4-9mmol/L. pasien

5. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri Semakin seorang penyandang diabetes

mengerti kondisinya dan dapat mengatur penggunaan insulin dan makanannya, maka semakin baik control glukosanya dan semakin kecil serius. kemungkinan terjadinya komplikasi

[Patofisiologi,

konsep

Klinis,

Proses-Proses

memantau kadar glukosa darahnya secara teratur sepanjang hari menggunakan

Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal. 1264-1265. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]

glukometer dan mengatur dosis insulinnya

[Ben Greenstein, At a Glance Sistem Endokrin,


sesuai nilai pemeriksaan. Terapi modern untuk

Edisi Kedua. Hal. 85. Jakarta: Erlangga, 2006]


pasien DM tipe 1 menggunakan pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter, perawat spesialis, chiropody. 4. Pengawasan glukosa di rumah ahli gizi, ahli mata, dan ahli PENCEGAHAN

1. Pencegahan

primer

adalah

pencegahan

terjadinya diabetes melitus pada individu yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan

berat

badan) yang

dengan

didukung

program

cara nonfarmakologis terlebih dahulu secara maksimal agar tidak terjadi resistensi insulin, misalnya dengan aktivitas fisik, edukasi

edukasi

berkelanjutan.

Pencegahan

primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orangorang yang belum sakit artinya mereka yang masih sehat. Semua pola pihak hidup sehat harus dan

makanan, dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat, baik oral maupun insulin. 3. Pencegahan tersier adalah upaya untuk

memprogandakan

menghindari pola hidup berisiko. Kendati program ini tidak mudah, tetapi sangat

mencegah komplikasi atau kecacatan yang timbul akibat komplikasi. Pencegahan ini

menghemat biaya. Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya terbatas. 2. Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan maupun terjadinya komplikasi Syarat akut untuk

meliputi 3 tahap yaitu : a. mencegah timbulnya komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder b. mencegah berlanjutnya (progresi)

jangka

panjang.

komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ c. mencegah terjadinya kecacatan

mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati

angka normal. Dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah harus diutamakan cara-

disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

[Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III, hal. 1878. Jakarta: Internal publishing, 2009]

2. Kadar gula darah. Untuk mengetahui kadar adanya gula DM darah dan dapat

pengontrolan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

diketahui dengan mengukur kadar gula darah puasa atau kadar gula darah sewaktu seperti

Jenis pemeriksaan laboratorium yang berkaitan terlihat pada alogaritma 1 atau 2. dengan DM : 3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO). 1. Glukosa urin. Bila Pemeriksaan ini banyak dipakai dahulu kala meragukan baik pada kadar gula darah puasa untuk mengetahui perkiraan kadar glukosa maupun darah, tetapi tidak dapat mendeteksi adanya alogaritma 1 atau 2. Untuk pemeriksaan TTGO hipoglikemia. Selain itu, banyaknya glukosa pasien harus memenuhi persyaratan sbb : yang dikeluarkan di dalam urin tergantung a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan dari ambang ginjal terhadap glukosa. Bila dan kegiatan jasmani dilakukan seperti ambang ginjal untuk glukosa rendah seperti biasa. pada glukosuria renal akan terdapat glukosa b. Puasa satu malam 10 - 12 jam di dalam urin walaupun tidak dijumpai c. Di hiperglikemia. Keadaan ini dapat dijumpai pemeriksaan gula darah puasa, kemudian pada wanita hamil. diberikan 250mL air yang ditambahkan laboratorium pasien dilakukan sewaktu seperti terlihat pada didapatkan kadar gula darah yang

75g

glukosa,

yang

dihabiskan

dalam

[Laboratorium

Klinik

Utama

Bio

Medika.

waktu 5 menit.Selama menunggu 2 jam pasien istirahat dan tidak merokok. d. Periksa kada gula darah 2 jam pasca penambahan glukosa. 4. Hemoglobin glikasi (HbA1c). Sebagaimana diketahui hemoglobin di dalam

Pemeriksaan Laboratorium dan Pengendalian Diabetes Melitus.

http://www.biomedika.co.id/healthguide_detail .php?id=13. 12.04.2012]

KOMPLIKASI

Komplikasi metabolic akut yaitu ketoasidosis tubuh akan mengalami glikasi dengan diabetik (DKA) kecepatan yang proporsional dengan kadar glukosa darah. Reaksi ini terjadi secara

[Patofisiologi,

konsep

Klinis,

Proses-Proses

reversible membentuk senyawa stabil yang disebut hemoglobin glikasi atau hemoglobin A1c. Pengukuran kadar HbA1c ini bermanfaat untuk : a. Mengetahui kadar glukosa rerata 3 bulan terakhir selama pengobatan.

Penyakit, Volume 2, Edisi 6, hal. 1267. Sylvia A. Price. Jakarta: EGC, 2005]

PROGNOSIS

DM tipe 1 tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan

[University of Maryland School of Medicine.


b. Ingin mengetahui pengendalian DM

Diabetes.
selama pengobatan.

http://www.umm.edu/altmed/articles/diabetes000049.htm. 12.04.2012]

You might also like