You are on page 1of 11

APPENDISITIS I.

DEFINISI Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. Benda asing III. PATOFISIOLOGI Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus

IV.

PENYIMPANGAN KDM makan tak teratur Massa keras feses Obstruksi lumen Suplay aliran darah menurun Mukosa terkikis Kerja fisik yang keras

Idiopatik

Perforasi Abses Peritonitis

Peradangan pada appendiks Nyeri

distensi abdomen

Menekan gaster

Appendiktomy Insisi bedah

pembatasan intake cairan

peningk prod HCL mual, muntah

Terputusnya kontinuitas Resiko terjadi jaringan infeksi Nyeri

Resiko kurang volume cairan

V.

TANDA DAN GEJALA Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan Mual, muntah Anoreksia, malaisse

Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney Spasme otot Konstipasi, diare (Brunner & Suddart, 1997) VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75% Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah (Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997) KOMPLIKASI Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks Tromboflebitis supuratif Abses subfrenikus Obstruksi intestinal

VII.

VIII. PENATALAKSANAAN Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Brunner & Suddart, 1997) IX. PENGKAJIAN 1. Aktivitas/ istirahat: Malaise 2. Sirkulasi : Tachikardi

3. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal Diare (kadang-kadang) Distensi abdomen Nyeri tekan/lepas abdomen Penurunan bising usus 4. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah 5. Kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam 6. Keamanan : demam 7. Pernapasan Tachipnea Pernapasan dangkal (Brunner & Suddart, 1997)

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria: Penyembuhan luka berjalan baik Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen Tekanan darah >90/60 mmHg Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal Abdomen lunak, tidak ada distensi Bising usus 5-34 x/menit Intervensi: a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik 4

e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema f. Kolaborasi: antibiotik 2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah Kriteria hasil: Persepsi subyektif tentang nyeri menurun Tampak rileks Pasien dapat istirahat dengan cukup Intervensi: a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler c. Dorong untuk ambulasi dini d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang e. Hindari tekanan area popliteal f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program 3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi Kriteria hasil; Membran mukosa lembab Turgor kulit baik Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam Tanda vital stabil Intervensi: a. Awasi tekanan darah dan tanda vial b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi d. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus e. Berikan perawatan mulut sering f. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi g. Berikan cairan IV dan Elektrolit 4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Kriteria: 5

Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan Berpartisipasidalam program pengobatan Intervensi a. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase (Doenges, 1993)

1. a) b) c)

d)

2. a) b) c) d)

PROSEDUR PEMASANGAN KATETER PADA KLIEN APPENDISITIS Definisi Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung air seni yang berubah-ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine. Tujuan Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih Untuk pengumpulan spesimen urine Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan Prosedur

3.

A. SARANA DAN PERSIAPAN Alat a. Tromol steril berisi b. Gass steril c. Deppers steril d. Handscoen e. Cucing f. Neirbecken g. Pinset anatomis h. Doek i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan j. Tempat spesimen urine jika diperlukan k. Urobag l. Perlak dan pengalasnya m. Disposable spuit n. Selimut B. Obat a. Aquadest

b. Bethadine c. Alkohol 70 % C. Petugas a. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas mutlak dibutuhkan dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi nosokomial b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud c. Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan penderita, melakukan tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati d. Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur dan tujuan tindakan D. Penderita Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan dilakukan penderita atau keluarga diharuskan menandatangani informed consent

PENATALAKSANAAN 1. Menyiapkan penderita : untuk penderita laki-laki dengan posisi terlentang sedang wanita dengan posisi dorsal recumbent atau posisi Sim 2. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik 3. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya 4. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia penderita 5. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan bethadine 6. Melakukan desinfeksi sebagai berikut :

Pada penderita laki-laki : Penis dipegang dan diarahkan ke atas atau hampir tegak lurus dengan tubuh untuk meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar kateter mudah dimasukkan . desinfeksi dimulai dari meatus termasuk glans penis dan memutar sampai pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan alkohol. Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang penis sedang tangan kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap steril.

Pada penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora, desinfeksi dimulai dari atas ( clitoris ), meatus lalu kearah bawah menuju rektum. Hal ini diulang 3 kali . deppers terakhir ditinggalkan diantara labia minora dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan meatus urethra.

7. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai sepanjang 10 cm untuk penderita laki-laki dan 4 cm untuk penderita wanita. Khusus pada penderita lakilaki gunakan jelly dalam jumlah yang agak banyak agar kateter mudah masuk karena urethra berbelit-belit. 8. Masukkan katether ke dalam meatus, bersamaan dengan itu penderita diminta untuk menarik nafas dalam.

Untuk penderita laki-laki : Tangan kiri memegang penis dengan posisi tegak lurus tubuh penderita sambil membuka orificium urethra externa, tangan kanan memegang kateter dan memasukkannya secara pelan-pelan dan hati-hati bersamaan penderita menarik nafas dalam. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 5 7,5 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm. Untuk penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora sedang tangan kanan memasukkan kateter pelan-pelan dengan disertai penderita menarik nafas dalam . kaji kelancaran pemasukan kateter, jik ada hambatan kateterisasi dihentikan. Menaruh nierbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 18 23 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

9. Mengambil spesimen urine kalau perlu 10.Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume yang tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai 11.Memfiksasi kateter : Pada penderita laki-laki kateter difiksasi dengan plester pada abdomen Pada penderita wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha 12.Menempatkan urobag ditempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung kemih 13.Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status penderita yang meliputi :

Hari tanggal dan jam pemasangan kateter Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan Nama terang dan tanda tangan pemasang 9

BAB II PENUTUP

A. KESIMPULAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. B. SARAN Dalam menyusun Asuhan Keperawatan pasien dengan kateterisasi pada post opp Appendisitis ini. Saya harapkan dari para pembaca kritik dan sarannya yang bersifat membangun, sehingga dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

10

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

11

You might also like