You are on page 1of 30

BAB I STATUS PEDIATRIK I.

IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis Kelamin Nama Ayah Nama Ibu Bangsa Agama Alamat Dikirim oleh MRS tanggal II. ANAMNESIS Tanggal Diberikan oleh

: An. HF : 3 Tahun : Perempuan : Tn. F : Ny. R : Indonesia : Islam : Tanah Malang : datang sendiri : 13 Mei 2013

: 18 Mei 2013 : Ibu pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama : Demam Keluhan Tambahan : Konstipasi Riwayat Perjalanan Penyakit : Sejak 6 hari SMRS, os mengeluh demam, terus-menerus, panas dirasa lebih tinggi terutama pada malam hari kemudian agak turun pada pagi hari tapi tidak sampai normal. Pada saat panas tidak menggigil, tidak mengigau dan tidak kejang. Tangan dan kaki tidak dingin, sakit kepala ada, mual ada tapi tidak ada muntah, nyeri ulu hati ada, nafsu makan berkurang, tidak ada nyeri tenggorok, tidak ada batuk dan pilek, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, tidak ada mimisan dan gusi tidak berdarah. BAB biasa, BAK lancar seperti biasa, berwarna kuning muda, dan tidak ada sakit waktu buang air kecil. Os tidak ada mengeluh nyeri otot atau nyeri pinggang, serta tidak ada riwayat berpergian ke luar kota, ke daerah endemis malaria. Lalu os berobat

ke poli RS Palembang Bari dan diberi obat cefixim, parasetamol, dan multivitamin. Setelah minum obat, panas turun namun kemudian demam lagi. 4 hari SMRS, panas os semakin tinggi, BAB tidak lancar, keluhan lain tetap sama seperti awalnya. Oleh karena itu os dibawa ke IGD RS Palembang Bari dan disarankan dirawat.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT 1. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN Masa Kehamilan : cukup bulan Partus : spontan Tempat : klinik Ditolong oleh : bidan Tanggal : BB : 3100 g PB : 49 cm 2. RIWAYAT MAKANAN ASI : 0-2 Tahun Susu botol/kaleng : 1 Tahun sampai sekarang Bubur Nasi : 6 Bulan Nasi Tim/Lembek : 1 Tahun Nasi biasa : 1,5 Tahun

Daging Tempe Tahu Sayuran Buah Lain-lain

:2x/minggu : 3x/minggu : 3x/minggu : Setiap hari 1 porsi : Setiap hari :-

3. RIWAYAT IMUNISASI Umur BCG 2 bulan DPT 1 2 bulan DPT 2 Polio 1 2 bulan Polio 2 Hepatitis B-1 2 bulan Hepatitis B-2 Campak 9 bulan Kesan: Imunisasi dasar lengkap DASAR Umur 3 bulan 3 bulan 3 bulan DPT 3 Polio 3 Hepatitis B-3 Umur 4 bulan 4 bulan 3 bulan

4. RIWAYAT KELUARGA

Tn.F/27 th/Swasta/SMA

Ny.D/25 th/IRT/SMA

5. RIWAYAT PERKEMBANGAN FISIK Tengkurap : 4 bulan Berjalan Merangkak : 6 bulan Berbicara Duduk : 8 bulan Kesan Berdiri : 11 bulan 6. STATUS GIZI BB/U : 0 s/d -2 SD PB/U : 0 s/d -2 SD BB/PB : -1 SD s/d -2 SD Gizi Baik

: 12 bulan : 11 bulan : perkembangan fisik baik

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Parotitis :Cacingan Pertusis :Patah tulang Difteri :Jantung Tetanus :Sendi bengkak Campak :Kecelakaan Varicella :Operasi Typhoid :Keracunan Demam menahun : Sakit kencing Radang Paru :Sakit ginjal TBC :Alergi Kejang :Perut kembung Lumpuh :Malaria Otitis media :DBD Batuk/pilek :+ Muntah berak :Asma :-

:::::::::::::-

7. ANAMNESIS ORGAN KEPALA Sakit kepala :Rambut rontok :Lain-lain :MATA Rabun senja Mata merah Bengkak HIDUNG Epistaksis Penciuman GIGI-MULUT Sakit gigi Sariawan Gangguan mengecap Gusi berdarah Sakit membuka mulut

:::-

::-

:::::-

JANTUNG DAN PARU Nyeri dada Sifat Penjalaran Sesak nafas Batuk-pilek Sputum Batuk darah Sembab Kebiruan Keringat malam hari Sesak waktu malam Nyeri saat bernafas Nafas bunyi/mengi Sakit kepala sebelah Penglihatan berkurang Bengkak sendi

::::::::::::::::-

TELINGA Nyeri Sekret Gangguan pendengaran Tinnitus TENGGOROKAN Sakit menelan Suara serak LEHER Kaku kuduk Tortikolis Parotitis

::::-

ABDOMEN/HEPAR Tinja seperti dempul :Sakit kuning :Kencing warna tua :Perut kembung :Mual/muntah :Kuning di sklera dan kullit: GINJAL DAN UROGENITAL Sembab kelopak mata : Edema tungkai :Sakit kencing :Warna keruh :-

::-

:::-

LAMBUNG DAN USUS Nafsu makan Frekuensi/jumlah Perut kembung Mual/muntah Isi Frekuensi Jumlah Muntah darah Mencret Konsistensi Frekuensi Jumlah Tinja berdarah Tinja berlendir Dubur keluar Sukar BAB Sakit perut Lokasi Sifat ENDOKRIN Sering minum Sering kencing Sering makan Keringat dingin Tanda pubertas prekoks

: menurun : 3x/ piring ::: : : :::::::::+ :+ : epigastrium :-

EKSTREMITAS SUPERIOR INSPEKSI Bentuk : normal Deformitas :Edema :Trofi :Pergerakan : luas Tremor :Chorea :Dingin ujung jari :Lain-lain :PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Tonus : Eutoni Kekuatan :5 Refleks fisiologis : normal Refleks tendon biseps : normal Refleks tendon triseps : normal Refleks patologis :EKSTREMITAS INFERIOR INSPEKSI Bentuk : normal Deformitas :Edema :Trofi :Pergerakan : luas Tremor :Chorea :Dingin ujung jari :Lain-lain :PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Tonus : normal Kekuatan :5 Refleks fisiologis : normal Refleks tendon biseps : normal Refleks tendon triseps : normal Refleks patologis :-

:::::-

SARAF DAN OTOT Hilang rasa Kesemutan Otot lemas Otot pegal Lumpuh Badan kaku Tidak sadar Mulut mencucu Trismus

:::::::::-

Kejang :Lama : Interval : Frekuensi : Jenis kejang : Post ictal : Panas : Riwayat kejang keluarga : Riwayat trauma kepala :

ALAT KELAMIN Hernia Bengkak

::-

III. PEMERIKSAAN FISIK A. PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum : sakit sedang Kesadaran : E4M6V5 BB : 11 kg PB : 89 cm Gizi : baik Edema :Sianosis :Dyspnoe :Ikterus : -/Anemia : -/Suhu : 37.70C Respirasi : 22 x/m Tipe pernapasan : Abdominano torakal Turgor : baik Tekanan Darah :Nadi : Frekuensi : 92 x/ menit Isi/kualitas : Kuat Equalitas : sama pada keempat ekstremitas Regularitas : reguler Pulsus Defisit :-

Pulsus Alternans : Pulsus Paradox : Pulsus Tardus :Pulsus Celler :Pulsus Magnus : Pulsus Parvus :Pulsus Bigeminus : Pulsus Trigeminus : Kulit Warna Hiperpigmentasi Hipopigmentasi Eritema Makula/Papula Vesikel Pustula Sikatriks Edema Turgor Hemangioma Petekie

: putih :::::::::::-

B. PEMERIKSAAN KHUSUS KEPALA Ubun-ubun : UUB menutup Lingkar kepala : 48 cm MATA Palpebra Konjungtiva Sklera Pupil

Diameter Refleks Cahaya MULUT/BIBIR Bentuk Warna Ukuran Ulkus Rhagaden Sikatriks

: 3 mm : normal

: hematom (-) : anemis -/: ikterik -/: bulat, isokor

: normal : merah muda : normal :::-

Cheilitis Sianosis Labioschizis Bengkak Vesikel Oral thrush Trismus Bercak koplik Palatoschizis GIGI Kebersihan Karies Hutchinson Gusi LIDAH Bentuk Gerakan Tremor Warna Selaput Hiperemis Atrofi papil Makroglosia Mikroglosia

:::::::::-

FARING TONSIL Warna : merah muda Edema :Selaput :Pembesaran Tonsil : Ukuran : T1-T1 Simetris : simetris LEHER INSPEKSI Struma Bendungan Vena Pulsasi Limfadenopati Tortikolis

: baik ::: gusi berdarah (-)

:::::-

: normal : luas :: merah muda :::::-

Bullneck Parotitis PALPASI Kaku kuduk Pergerakan Struma

::-

:: luas :

THORAX DEPAN DAN PARU INSPEKSI STATIS Bentuk : normal Simetris : simetris Vousure Cardiac : Sternum : normal Bendungan Vena : Tumor :Sela Iga : normal

INSPEKSI DINAMIS Gerakan Bentuk Pernafasan Retraksi Supraklavukula Interkostal Subkostal Epigastrium

: normal : normal :::::-

PALPASI Nyeri Tekan Fraktur Iga Tumor Krepitasi Stem fremitus

::::: normal

PERKUSI Bunyi ketuk lapangan paru Nyeri ketuk Batas Paru Hati Peranjakan

: sonor pada kedua :: ICS 6 :-

AUSKULTASI Bunyi nafas pokok : vesikuler (+) N Bunyi nafas tambahan Ronkhi :Wheezing : -

JANTUNG INSPEKSI Vousure Cardiac Iktus Kordis Pulsasi Jantung PALPASI Iktus Kordis Thrill Defek Pulmonal

:::-

:::-

AUSKULTASI BUNYI JANTUNG Bunyi jantung I Mitral Trikuspid Bunyi Jantung II Pulmonal Aorta Irama derap Opening Snap Click

: +(N) : +(N) : +(N) : +(N) :::-

PERKUSI Batas kiri : linea midclavicula sinistra Batas kanan : linea sternalis dextra Batas Atas : ICS II linea parasternalis sinistra Batas Bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra

BISING JANTUNG Fase bising :Bentuk Bising :Derajat Bising :Lokasi/Punctum Maks : Penjalaran bising :Kualitas Bising :Perikardial Friction Rub: -

THORAX BELAKANG INSPEKSI STATIS Bentuk : normal Procesuss Spinosus : normal Skapula : normal Skoliosis :Kifosis :Lordosis :PERKUSI Bunyi Ketuk Nyeri Ketuk

PALPASI Nyeri Tekan Fraktur Iga Tumor Stem fremitus

:::: normal

: sonor :-

AUSKULTASI Bunyi Nafas Pokok : vesikuler (+) N Bunyi Nafas Tambahan : -

ABDOMEN INSPEKSI Bentuk : datar Petekie :Spider Naevi :Bendungan Vena :Gambaran Usus :Gambaran Peristaltik usus: PALPASI Nyeri Tekan Nyeri Lepas Defans Muskular Nyeri ketuk Meteorismus Ascites PERKUSI Shifting dullness

AUSKULTASI Bising Usus HEPAR Pembesaran Konsistensi Permukaan Tepi Nyeri Tekan LIEN Pembesaran Konsistensi Permukaan Nyeri Tekan GINJAL Pembesaran Konsistensi Permukaan Nyeri Tekan

: (+) N

:::::-

:+ :::::-

::::-

:-

::::-

LIPAT PAHA DAN GENITAL Kulit : normal Kelenjar Getah Bening : pembengkakan (-) Edema :Sikatriks :Genitalia : dalam batas normal

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS FUNGSI MOTORIK Lengan Kanan Kiri Gerakan Luas Luas Kekuatan 5 5 Tonus Normal Normal Klonus Refleks Normal Normal Fisiologis Refleks Patologis

Tungkai Kanan luas 5 Normal Normal Kiri Luas 5 Normal Normal -

FUNGSI SENSORIK: Dalam batas normal NN. CRANIALES: N. olfaktorius N. optikus N. okulomotorius N.trochlearis N. trigeminus N. abducens N. fascialis N. vestibulocochlearis N. glossopharyngeus N. vagus N. accesorius N. hypoglossus

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : pupil bulat, 3mm, isokor, RC +/+ normal : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

GEJALA RANGSANG MENINGEAL: Kaku kuduk : Brudzinky I :Brudzinsky II : Kernig sign :REFLEKS PRIMITIF: PEMERIKSAAN LABORATORIUM 14 Mei 2013 Hasil tanggal 14 Maret 2013 Hemoglobin 9,0 g/dl Ht 28% WBC 3.200/mm3 Trombosit 147.000/mm3 DC 0/0/2/54/27/3 Widal Test O H Thypus : 1/320 1/320 Parathypus A : 1/320 1/320 Parathypus B : 1/320 1/320 Parathypus C : 1/320 1/320

IV.

V. RESUME Anamnesis: Sejak 6 hari SMRS, os mengeluh demam, terus-menerus, panas dirasa lebih tinggi terutama pada malam hari kemudian agak turun pada pagi hari tapi tidak sampai normal, saat panas tidak menggigil tidak mengigau, tidak kejang, tangan dan kaki tidak dingin, pusing, mual, tidak muntah, nyeri ulu hati, tidak nyeri tenggorok, tidak batuk dan pilek, tidak ada bintik-bintik merah, tidak mimisan, gusi tidak berdarah. BAB dan BAK lancar seperti biasa, nafsu makan dan minum berkurang. Os berobat ke poli RS Palembang Bari dan diberi obat cefixim, parasetamol, dan multivitamin. 4 hari SMRS, panas os semakin tinggi, BAB tidak lancar, keluhan lain tetap sama seperti awalnya. Oleh karena itu Os dibawa ke IGD RSUD Bari dan disarankan dirawat.

Pemeriksan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Nadi Frekuensi pernapasan Temperatur Keadaan spesifik Kepala

: E4M6V5 :92x/menit : 22 x/menit : 37.7oC

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat 3mm, isokor, RC+/+, NCH (-). Typhoid Tongue (-) Thorax : simetris, retraksi (-) Cor : BJ I dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo : vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi (-) Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, shifting dullnesss(-) Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2 Pemeriksaan Laboratorium 14-5-2013 Hasil tanggal 14 Maret 2013 Hemoglobin 9,0 g/dl Ht 28% WBC 3.200/mm3 Trombosit 147.000/mm3 DC 0/0/2/54/27/3 Widal Test O H Thypus : 1/320 1/320 Parathypus A : 1/320 1/320 Parathypus B : 1/320 1/320 Parathypus C : 1/320 1/320 VI. DIAGNOSIS BANDING - Demam Tifoid - ISK - Malaria - Demam Dengue

VII. DIAGNOSIS KERJA - Demam Tifoid VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN - Urin Rutin - Feses Rutin - Kultur darah IX. TERAPI - IVFD D5 NS gtt XII/menit - Kloramfenikol 3 x 400mg - PCT tab 3x1/2 - Vitamin B Kompleks 2x1 tab - Diet bubur saring

FOLLOW UP 19-5-2013 pk. 07.00 S: demam(-) O: Keadaan Umum : Kesadaran : Kompos Mentis Nadi : 98x/menit RR: 24x/menit T: 37,3oC Keadaan Spesifik: Kepala : CA(-)/(-), NCH (-), SI(-) Thorax : simetris, retraksi (-) Cor : BJ 1 dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-) Pulmo : vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal Ekstremitas : CRT< 2, akral hangat A: Demam Tiflid P: - IVFD D5 NS gtt XII/menit - Kloramfenikol 3 x 400mg - PCT tab 3x1/2 - Vitamin B Kompleks 2x1 tab

- Diet bubur saring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 DEFINISI Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. 1.2 EPIDEMIOLOGI Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien yang menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama lebih dari satu tahun.2,3,4 1.3 ETIOLOGI Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), kuman berbentuk basil gram negatif berukuran 2-4 m x 0.5-0,8 m, bergerak

dengan flagel peritrik, dan tidak berspora. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memproduksi hidrogen sulfide atau H2S. Pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth. Salmonella typhi mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang teridi dari protein dan envelope antigen (Vi) yang terdiri polisakarida. Kuman ini mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berikatan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu.1 . 1.4 PATOGENESIS Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di dalam usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyenum. Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman

lewat pembuluh limpa masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limfa . Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimiany a sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida) yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid. Endotoksin mempunyai peranan membantu proses peradangan lokal. Endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen pleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator dihipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam. Patogenesis terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selajutnya monokin ini dapat menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilasi vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organorgan yang terinfeksi. Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan

jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu pannjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.

1.5 DIAGNOSIS Anamnesis - Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi - Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung. - Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus Pemeriksaan Fisik Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Keasadaram menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu dibagian tengah kotor dan pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru. Pemeriksaan Penunjang Darah tepi perifer :

- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau perdarahan usus - Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL - Limfositosis relative - Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat Pemeriksaan serologi : - Serologi widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens - Kadar IgM dan igG (Typhi-dot) Pemeriksaan biakan salmonella - Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit - Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4 Pemeriksaan Radiologi - Foto thoraks apabila diduga terjadinya komplikasi pneumonia - Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna - Pada perforasi usus tampak: Distribusi udara tidak merata Airfluid level Bayangan radiolusen di daerah hepar Udara bebas pada abdomen 1.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadangkadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, s h i g e l o s i s d a n m a l a r i a

j u g a p e r l u d i p i k i r k a n . P a d a d e m a m t i f o i d y a n g b e r a t , sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding. 1.7 PENYULIT Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 3%, sedangkan p e r d a r a h a n u s u s p a d a 1 1 0 % k a s u s d e m a t i f o i d anak. Penyulit ini biasanya terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi frekuensi pada nadi. minggu pertama.Komplikasi di dahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan p e n i n g k a t a n P a d a p e r f o r a s i u s u s h a l u s d i t a n d a i o l e h n y e r i abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tandatanda peritonitis yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yangtidak jelas. Dilaporkan pada kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian besar bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientas i, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis neuropsikiatri d e n g a n prognosis buruk. P e n y a k i t n e u r o l o g i l a i n a d a l a h T r o m b o s i s s e r e b e r a l , afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal, neuritis perifer maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom G u i l l a i n - B a r r e . D a r i b e r b a g a i penyakit neurologik yang terjadi, jarang dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele). Miokarditis klinis Hepatitis berupa tifosa kardiogenik, dapat timbul maupun dapat dengan manifestasi jantung. kasus a r i t m i a , perubahan ST-T pada EKG, syok lemak nekrosis pada dijumpai pada asimtomatik

infiltrasi

demamt i f o i d d i t a n d a i p e n i n g k a t a n k a d a r t r a n s a m i n a s e y a n g t i d a k m e n c o l o k . I k t e r u s dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada penderita setelahm e n g a l a m i d e m a m tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karies). Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri S a l m o n e l l a t y p h i melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan pielonefritisdapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai,s e d a n g k a n yang dapat bermanifestasi sebagai glomerulonefritis ginjalmaupun gagal

sindrom nefrotik mempunyai prognosis buruk. Pneumonia s e b a g a i komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali sebagai akibat infeksi sekunder o l e h k u m a n l a i n . P e n y u l i t l a i n y a n g d a p a t d i j u m p a i a d a l a h t r o m b o s i t o p e n i a , koagulasi intrvaskular diseminata, Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian. Relaps tifoid saat yang era didapat pada 5-10% kasus dua demam minggu pernah p r e antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. antiboitik. Namun

Apabila terjadi relaps, demam timbulk e m b a l i setelah penghentian

j u g a dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalsens, saat pasien tidak demam akan t e t a p i g e j a l a l a i n m a s i h j e l a s d a n m a s i h d a l a m p e n g o b a t a n a n t i b i o t i k . P a d a umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat. 1.8 PENATALAKSANAAN

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah b a r i n g , i s o l a s i y a n g m e m a d a i , p e m e n u h a n kebutuhan cairan, nutrisi s e r t a pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakitagar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasik e m u n g k i n a n timbul penyulit dapat dilakukan d e n g a n s e k s a m a . P e n g o b a t a n antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain : Kloramfenikol Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh penderita. Kekurangan kloramfenikol pengobatan karier. Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis y a n g d i a n j u r k a n i a l a h 5 0 1 0 0 m g / k g B B / h a r i , s e l a m a 1 0 1 4 h a r i . U n t u k neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari Tiamfenikol Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol karena susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan Rnya. Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 6 hari. antara lain ialah reaksi hipersensitifitas, r e a k s i t o k s i k , g r e y syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat untuk

Komplikasi hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral dianjurkan 50 100 mg/kgBB/hsri, selama 10 14 hari Kotrimoksasol Pendapat mengenai efektifitas kotrimoksasol terhadap demam tifoid masih kontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk kasus yang di resisten cukup terhadap baik, dan kloamfenikol, kemungkinan ialah dapat penyerapan usus

timbulnya kekambuhan pengobatan pengobatan lebih k e c i l dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya Steven anemia 40 terjadi skin rash (1 1 5 % ) , sindrom Johnson, megaloblastik, mg/kgBB/hari. Trimetoprim,

agranulositosis, trombositopenia, hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD. Dosis oral yang 6 dianjurkan 8 adalah 30 Sulfametoksazoldan mg/kgBB/hari

untuk

diberikan dalam 2 kali pemberian,selama 10 14 hari

Ampisilin dan Amoksisilin Merupakan pengobatan derivat Penisilin yang digunakan kasus pada yang demamt i f o i d , terutama pada

r e s i s t e n t e r h a d a p K l o r a m f e n i k o l . P e r n a h dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap Ampisilin di Thailand. Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan lebih demam efektif bila untuk dibandingkandengan Kloramfenikol, tetapi

mengobati karier serta kurangtoksik. Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 18%), dan diare (11%). Ampisilin mempunyai daya antibakteri yang sama dengan A m p i s i l i n , terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar

obat yang tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 5%) dan karier (0 5%). Dosis yang dianjurkan adalah : Ampisilin 100 200 mg/kgBB/hari, selama 10 14 hari dan Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 14 hari. Pengobatan obat tunggal Seftriakson Dosis yang dianjurkan adalah 50 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam2 dosis iv. Sefotaksim Dosis yang dianjurkan adalah 150 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 34dosis iv. Siprofloksasin Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 400 mg oral pada anak berumur lebih dari 10 tahun. 1.9 PENCEGAHAN Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar demam tifoid yang menggunakan obat k o m b i n a s i t i d a k memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan

S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang merekakonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan secaramerata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara atau d aerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan

sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid Vaksin Demam Tifoid Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid,yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dariSalmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. p a r a t y p h i B y a n g d i m a t i k a n ( T A B V a c c i n e ) t e l a h p u l u h a n t a h u n d i g u n a k a n dengan cara pemberian suntikan subcutan; namun vaksin ini hanya memberikandaya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat suntikany a n g c u k u p s e r i n g . V a k s i n y a n g b e r i s i k u m a n S a l m o n e l l a t y p h i h i d u p y a n g dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang s e h a r i , m e m b e r i d a y a perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan p a d a a n a k b e r u m u r d i a t a s 2 tahun. Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbandingterbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella tahun 1.10 PROGNOSIS Prognosis terapi, usia, demam keadaan tifoid tergantung ketepatan typhi diberikan secara suntikan intramuskular m e m b e r i k a n perlindungan 60-70% selama 3

kesehatan sebelumnya, dan ada

t i d a k n y a k o m p l i k a s i . D i n e g a r a m a j u , d e n g a n terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan,dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi

gastrointestinal endokarditis dan

atau p e r d a r a h a n pneumonia,

hebat,

meningitis,

m e n g a k i b a t k a n morbiditas dan

mortalitas yang tinggi.Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser.Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko menjadikarier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1 5% dari seluruh pasien demam tifoid.

BAB III ANALISIS KASUS Demam tifoid adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Salmonella typhi, kuman gram negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada manusia.7 Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300 serotipe. Salmonella typhi merupakan salah satu Salmonellae yang

termasuk dalam jenis gram negatif, memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit.8 Penularan penyakit demam tifoid adalah secara faeco-oral, dan banyak terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau minuman yang tercemar. Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman berkembang biak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia kedua). Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke semua sistem tubuh dan menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di ileum terminalis. Bila berat, seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. Zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap atau bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap (pembawa).2 Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid, meteorismus, dan hepatomegali serta roseola. Diagnosis ini disokong oleh hasil pemeriksaan serologis, yaitu titer Widal O positif dengan kenaikan titer 4 kali atau pemeriksaan bakteriologis didapatkan adanya kuman Salmonella typhi pada biakan darah.3,5,9 Enam hari SMRS, pada pasien ini didapatkan demam, tidak mendadak, muncul perlahan, tidak terlalu tinggi, dan pada sore hingga malam hari demam lebih tinggi dibandingkan pada pagi dan siang hari, dan berangsur-angsur meningkat setiap harinya. Tipe demam demikian sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Salmonella typhi.7

Selain demam, pasien tidak buang air besar disertai menurunnya nafsu makan. Pada demam tifoid, dalam minggu pertama perjalanan penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yakni demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Dan pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.1 Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka biasanya pada minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala yang timbul pada minggu kedua berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.1 Oleh karena dari gejala yang diperoleh pada pasien ini belum terlalu jelas, maka ada beberapa penyakit infeksi akut lain yang dapat dijadikan sebagai diagnosa banding, yaitu : 1. Demam berdarah dengue derajat I Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan gejala umum yang khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari tanpa adanya manifestasi perdarahan. Akan tetapi, pada uji tourniquet didapatkan hasil yang negatif.2 2. Malaria Adanya demam yang turun naik atau intermitten disertai dengan menggigil, diare, muntah, dan terkadang kejang merupakan beberapa gejala penyakit malaria.13 Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan menggigil serta tidak adanya riwayat keluar kota atau ke hutan. 3. Infeksi saluran kemih Penyakit ini memiliki beberapa gejala seperti demam tanpa diketahui sebabnya, nyeri perut atau pinggang, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.9 Pada

pasien ini tidak ditemukan nyeri perut atau pinggang, serta tidak adanya kelainan dalam buang air kecil. Agar semua diagnosa banding tersebut di atas dapat disingkirkan, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang guna membuktikan pemeriksaan yang tidak didapatkan pada anamnesa maupun pemeriksaan fisik. Biakan darah, pemeriksaan darah rutin, dan tes serologis Widal dilakukan guna menegakkan diagnosis demam tifoid, uji torniquet untuk mendeteksi adanya kemungkinan penyakit demam berdarah, Pemeriksaan darah rutin dan hapusan darah tepi berfungsi untuk mendeteksi adanya kemungkinan terinfeksi malaria, pemeriksaan urin rutin untuk mendeteksi adanya kemungkinan infeksi saluran kemih Dari keseluruhan diagnosa banding yang ada, diagnosa klinis adalah demam tifoid. Di mana pada periksaan tes serologis Widal didapatkan titer O dan titer H 1/320. Penatalaksanaan demam tifoid terdiri dari pengobatan suportif dan pengobatan medikamentosa. Pengobatan suportif berupa istirahat, tirah baring, IVFD, diet makanan rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Pengobatan medikamentosa yang diberikan adalah kloramfenikol sebagai pilihan pertama pada terapi demam tifoid dengan dosis 100mg/kgBB dalam 4 dosis sampai 7 hari bebas demam. Pada pasien ini diberikan dosis 3x400 mg tablet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Juwono R. Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS, Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996. h. 435-442. 2. Kaspan MF, Soejoso DA, Soegijanto S, et al. Penyakit tropik dan menular: Demam tifoid. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 1994. h. 187-189. 3. Sumarno, Nathin MA, Ismael S. Tumbelaka WAFJ. Masalah Demam Tifoid pada Anak. Medika 1980; 20. 4. Rampenan TH, Laurentz. Demam tifoid. Dalam: Rampenan TH, penyunting. Infeksi tropik pada anak:. Jakarta: EGC. 1995. h. 53-71. 5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tifus abdominalis. Dalam: Hasan R, Alatas H, Latief A, et al, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Infomedika. 1985. h. 593-598. 6. Gunawan G. Infeksi: Demam tifoid. Dalam: Yunanto A, Gunawan G dan Muhyi R, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/SMF ilmu kesehatan anak. Edisi I. Banjarmasin: Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. 2000. h. 16-17 7. Wheeler DT. typhoid fever. Department of ophthalmology, Oregon health scienses university; 2001 (online). Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm. 8. Corales R. Typhoid fever. Department of infectious disease and tropical medicine, Birmingham heartlands hospital; 2004 (online). Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm

You might also like